Anda di halaman 1dari 10

F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |1

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA


PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Nomor: 01 Tahun 2020
Tentang
HUKUM DAN PEDOMAN PENANGANAN JENAZAH
(TAJHIZ AL- JANAZAH) TERINFEKSI COVID-19

Bismillahirrahmanirrahim
Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi DKI Jakarta dalam rapatnya yang berlangsung
pada hari Rabu, tanggal 18 Maret 2020 M/23 Rajab 1441 H. untuk membahas tentang Hukum
dan Pedoman Penanganan Jenazah (Tajhiz Al-Janazah) Terinfeksi COVID-19, setelah:
MEMBACA : Surat dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta nomor 3060/-1.772.1 perihal
Dukungan terhadap Penanganan COVID-19
MENIMBANG :
1. bahwa pandemi virus Covid-19 di pelbagai wilayah Indonesia semakin meluas dan
diperlukan perhatian pemerintah dan masyarakat; tersedianya alat bantu
kesehatan, pegaturan ruang publik yang aman, termasuk tempat ibadah yang
terhindar dari wabah virus Covid-19;
2. bahwa Pemerintah bersama masyarakat memiliki tanggung jawab bersama dalam
menangani pandemi virus Covid-19 sesuai dengan fungsi, wewenang, dan
kemampuan masing-masing;
3. bahwa virus Covid-19 merupakan virus berbahaya yang dapat menular kepada
orang di sekitarnya;
4. bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pertanggal 10 Maret 2020 memohon
agar pemerintah Indonesia melakukan langkah-langkah penanganan pandemi
Covid-19;
5. bahwa Pemerintah Indonesia telah menetapkan penyebaran virus Covid-19 sebagai
bencana nasional pada tanggal 14 Maret 2020;
6. bahwa Pemerintah melaporkan jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia, per
Kamis, 19 Maret 2020 sore sudah mencapai 227 orang, dan 19 (Sembilan belas)
orang di antaranya meninggal dunia.
7. bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan jenazah pasien terinfeksi
Covid-19 akan diurus oleh tim medis dari rumah sakit rujukan yang ditunjuk
pemerintah secara resmi.
8. bahwa Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta, memandang perlu
menetapkan Fatwa Hukum dan Pedoman Penanganan Jenazah (Tajhiz al-Janazah)
terinfeksi Covid 19 untuk dijadikan pedoman bagi tim medis dan masyarakat.

MENGINGAT:
1. Ayat-ayat al-Qur’an, antara lain:

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |2

a. QS. Al-Anbiya[21]:35

‫اْلَْي فْت نَة ۗ َوالَْي نَا تُْر َجعُ ْو َن‬ ٍ ‫ُك ُّل نَ ْف‬
ْ ‫س ذَاۤ ِٕى َقةُ الْ َم ْوتۗ َونَْب لُ ْوُك ْم بالشَّر َو‬
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
Kamilah kamu dikembalikan”

b. QS. Al-Baqarah[2]:155

ٍ ‫َولَنَْب لَُونَّ ُك ْم ب َشي ٍء م َن ا ْْلَْوف َوا ْْلُْوع َونَ ْق‬


ٰ ‫ص م َن ْاْلَ ْم َوال َو ْاْلَنْ ُفس َوالث ََّم ٰرتۗ َوبَشر‬
‫الصِبيْ َن‬ ْ
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar”
c. QS. Al-Jum’ah[62]:8

َ ‫ت الَّذ ْي تَفُّرْو َن مْنهُ فَانَّه ُم ٰلقْي ُك ْم ُثَّ تَُرُّد ْو َن ا ٰل َعال الْغَْيِ َوالش‬
‫َّه َادة فَيُنَبئُ ُك ْم ِبَا ُكنْتُ ْم تَ ْع َملُْو َن‬ َ ‫قُ ْل ا َّن الْ َم ْو‬
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui
kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib
dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
c. QS. Al-Isra[17]:70

ًْ‫ٰه ْم َع ٰل َكث ٍْي ِّ َّْن ََلَ ْقنَا تَ ْفَّي‬ َّ َ‫ٰه ْم م َن الطَّي ٰبت َوف‬
ُ ‫َّلْن‬ ُ ‫َولَ َق ْد َكَّرْمنَا بَن اٰ َد َم َو ََحَلْن‬
ُ ‫ٰه ْم ف الْبَ ر َوالْبَ ْحر َوَرَزقْ ن‬
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di
darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”
d. QS. Al-Baqarah[2]:195

‫ي‬ ُّ ‫َحسنُواۗ إ َّن ٱللَّ َه ُُي‬


َ ‫ِ ٱلْ ُم ْحسن‬ ْ ‫َّهلُ َكة َوأ‬
ْ ‫َوَْل تُْل ُقوا بأَيْدي ُك ْم إ َل ٱلت‬
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik
e. QS. An-Nisa[4]:29

‫َوَْل تَ ْقتُلُوا أَنْ ُف َس ُك ْم ۗ إ َّن اللَّ َه َكا َن ب ُك ْم َرحيما‬


"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu"
f. QS. Al-Baqarah[2]:185

ُ ‫يد اللَّهُ ب ُك ُم الْيُ ْسَر َوَْل يُر‬


‫يد ب ُك ُم الْعُ ْسَر‬ ُ ‫يُر‬
"Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |3

g. Al-Ma`idah[5]:6

ُ ‫يد اللَّهُ ليَ ْج َع َل َعلَْي ُكم م ْن َحَرٍج َوٰلَكن يُر‬


‫يد ليُطَهَرُك ْم َوليُت َّم ن ْع َمتَهُ َعلَْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬ ُ ‫َما يُر‬
“Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”
h. Al-Hajj[22]:78

‫َوَما َج َع َل َعلَْي ُك ْم ِف الدين م ْن َحَرٍج‬


“Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama”.
2. Hadis Nabi SAW., antara lain:
a. Hadis Riwayat Muslim
‫ وإ َذا‬،ُ‫ص ْحه‬
َ ْ‫ك فَان‬
َ ‫ص َح‬
َ ‫استَ ْن‬
ْ ‫ وإ َذا‬،ُ‫اك فَأَجْبه‬
َ ‫ وإ َذا َد َع‬،‫ إ َذا لَقيتَهُ فَ َسل ْم َعلَْيه‬:‫َح ُّق الْ ُم ْسلم َعلَ الْ ُم ْسلم ست‬
ُ‫ات فَاتْبَ ْعه‬
َ ‫ وإذَا َم‬،ُ‫ض فَعُ ْده‬ َ ‫ وإذَا َمر‬،ُ‫س فَ َحم َد اللَّ َه فَ َشمْته‬
َ َ‫َعط‬
“Hak muslim atas muslim lainnya ada enam, Apabila engkau bertemu dengannya maka
ucapkanlah salam, apabila dia mengundangmu maka jawablah, dan apabila dia minta
nasihat kepadamu maka berilah nasihat kepadanya. Apabila dia bersin seraya memuji
Allah maka doakanlah dia, apabila dia sakit maka jenguklah, dan apabila dia meninggal
maka iringilah jenazahnya"

b. Hadis Riwayat Al-Bukhari

ْ ‫ فَأ‬،‫صلَّ اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َعن الطَّاعُون‬


‫ََبَ َرَها أَنَّهُ َكا َن‬ َ ‫ول اهلل‬ َ ‫ت َر ُس‬ ْ َ‫َع ْن َعائ َش َة َرض َي اهللُ َعْن َها أَن ََّها َسأَل‬
،‫س م ْن َعْب ٍد يَ َق ُُ ِف الطَّاعُون‬ َ ‫ فَلَْي‬،‫ني‬َ ‫ فَ َج َعلَهُ اهللُ تَ َع َال َر َْحَة للْ ُم ْؤم‬،ُ‫يشاء‬َ ‫َع َذابا يَْب َعثُهُ اهللُ تَ َع َال َعلَ َم ْن‬
‫َجر الشَّهيد‬ ْ ‫ِ اهللُ لَهُ إَّْل َكا َن لَهُ مثْ ُل أ‬ َّ
َ َ‫صابرا ُُْمتَسبا يَ ْعلَ ُم أَنَّهُ َْل يُصيبُهُ إْل َما َكت‬ َ ‫ث ِف بَلَده‬ ُ ‫فَيَ ْم ُك‬
“Dari Aisyah ra., bahawasannya ia bertanya kepada Rasulullah SAW perihal penyakit
tha’un, lalu belia memberitahukannya bahwa sesungguhnya tha’un itu adalah siksaan
yang dikirimkan oleh Allah kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi juga
sebagai rahmat yang dijadikan oleh Allah kepada kaum mukminin. Maka tidak seorang
hambapun yang tertimpa oleh tha’un, kemudian menetap di negerinya sambil bersabar
dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui pula bahwa tha’un itu tidak akan
mengenainya kecuali karena telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan
memperoleh seperti pahala orang yang mati syahid”

c. Hadis Riwayat Al-Bukhari


ٍ ‫ َوإ َذا َوقَ َُ بأ َْر‬،‫وها‬
‫ض َوأَنْتُ ْم َِا‬ ٍ ‫ إ َذا ََس ْعتُ ْم بالطَّاعُون بأ َْر‬:‫صلَّ اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم أَنَّهُ قَ َال‬
َ ُ‫ض فًََ تَ ْد َُل‬ َ ‫َعن النَِّب‬
‫فًََ ََتُْر ُجوا منْ َها‬
“Dari Nabi saw sesungguhnya beliau bersabda: “Jika kamu mendengar wabah (tha’un)
di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah (tha’un)
di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu."

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


‫‪F a t w a‬‬ ‫‪t e n t a n g‬‬ ‫‪H u k u m‬‬ ‫‪d a n‬‬ ‫‪P e d o m a n‬‬ ‫‪P e n a n g a n a n‬‬ ‫‪J e n a z a h‬‬ ‫‪t e r i n f e k s i‬‬ ‫‪C O V I D - 1 9 |4‬‬

‫‪d. Hadis Riwayat Al-Bukhari‬‬


‫فَّر م َن الْ َم ْج ُذ ْوم فً َترجوا فرارا منه‬
‫‪"Menghindarlah kamu dari orang yang terkena judzam (kusta), Maka jangan kamu‬‬
‫”‪keluar (dari tempat mu) karena lari darinya‬‬
‫‪e. Hadis Riwayat Al-Bukhari‬‬

‫الشأْم ‪ -‬فَأ ْ‬
‫ََبَ َرهُ‬ ‫الوبَاءَ قَ ْد َوقَ َُ ب َّ‬
‫َن َ‬‫غ بَلَغَهُ أ َّ‬
‫الشأْم‪ ،‬فَلَ َّما َكا َن ب َس ْر َ‬ ‫َع ْن َعْبد اللَّه بْن َعام ٍر ‪ -‬أ َّ‬
‫َن عُ َمَر َََر َج إ َل َّ‬
‫صلَّ اهللُ َعلَيْه َو َسلَّ َم قَ َال‪« :‬إذَا ََس ْعتُ ْم به بأ َْر ٍ‬ ‫الر َْحن بن عو ٍ‬
‫ض فًََ تَ ْق َد ُموا َعلَْيه‪،‬‬ ‫ول اللَّه َ‬ ‫َن َر ُس َ‬‫ف‪ :‬أ َّ‬ ‫َعْب ُد َّ َ ْ ُ َ ْ‬
‫َوإ َذا َوقَ َُ بأ َْر ٍ‬
‫ض َوأَنْتُ ْم َِا‪ ،‬فًََ ََتُْر ُجوا فَرارا مْنهُ‬
‫‪Dari Abdullah bin Amir sesungguhnya Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam,‬‬
‫‪saat sampai di wilyaah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah‬‬
‫‪di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi‬‬
‫‪Muhammad saw pernah berkata, "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka‬‬
‫‪janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka‬‬
‫"‪jangan tinggalkan tempat itu.‬‬

‫‪f. Hadis Riwayat Al-Bukhari‬‬


‫َن عُ َمَر بْ َن اْلَطَّاب َرض َي اللَّهُ َعْنهُ‪َََ ،‬ر َج إ َل َّ‬
‫الشأْم‪َ ،‬ح ََّّت إ َذا َكا َن ب َس ْر َ‬
‫غ لَقيَهُ أ َُمَراءُ‬ ‫َع ْن َعْبد اللَّه بْن َعبَّ ٍ‬
‫اس‪ :‬أ َّ‬
‫اس‪ :‬فَ َق َال‬ ‫الشأْم‪ .‬قَا َل ابْ ُن َعبَّ ٍ‬ ‫الوبَاءَ قَ ْد َوقَ َُ بأ َْرض َّ‬
‫َن َ‬ ‫ََبَ ُروهُ أ َّ‬
‫َص َحابُهُ‪ ،‬فَأ ْ‬
‫َجنَاد‪ ،‬أَبُوعُبَ ْي َدةَ بْ ُن اْلََّراح َوأ ْ‬
‫األ ْ‬
‫الشأْم‪ ،‬فَ ْ‬
‫اَتَ لَ ُفوا‪ ،‬فَ َق َال‬ ‫الوبَاءَ قَ ْد َوقَ َُ ب َّ‬
‫َن َ‬ ‫ََبَ َرُه ْم أ َّ‬
‫استَ َش َارُه ْم‪َ ،‬وأ ْ‬
‫اه ْم فَ ْ‬
‫ي‪ ،‬فَ َد َع ُ‬ ‫ين األ ََّول َ‬
‫عُ َم ُر‪ْ :‬ادعُ ِل املَُهاجر َ‬
‫ب َر ُسول اللَّه‬ ‫َص َحا ُ‬
‫ك بَقيَّةُ النَّاس َوأ ْ‬ ‫ت أل َْم ٍر‪َ ،‬وْلَ نََرى أَ ْن تَ ْرج َُ َعْنهُ‪َ ،‬وقَ َال بَ ْع ُ‬
‫َّ ُه ْم‪َ :‬م َع َ‬ ‫َّ ُه ْم‪ :‬قَ ْد َََر ْج َ‬
‫بَ ْع ُ‬
‫ص َار‪،‬‬‫الوبَاء‪ ،‬فَ َق َال‪ْ :‬ارتَفعُوا َعن‪ُ ،‬ثَّ قَ َال‪ْ :‬ادعُوا ِل األَنْ َ‬ ‫َّ‬ ‫َ َّ‬
‫صل اهللُ َعلَْيه َو َسل َم‪َ ،‬وْلَ نََرى أَ ْن تُ ْقد َم ُه ْم َعلَ َه َذا َ‬
‫اَتًَفه ْم‪ ،‬فَ َق َال‪ْ :‬ارتَفعُوا َعن‪ُ ،‬ثَّ قَ َال‪ْ :‬ادعُ ِل‬ ‫اَتَ لَ ُفوا َك ْ‬
‫ين‪َ ،‬و ْ‬ ‫يل املَُهاجر َ‬‫استَ َش َارُه ْم‪ ،‬فَ َسلَ ُكوا َسب َ‬
‫فَ َد َع ْوتُ ُه ْم فَ ْ‬
‫ف مْن ُه ْم َعلَْيه َر ُجًَن‪ ،‬فَ َقالُوا‪:‬‬ ‫ش م ْن ُم َهاجَرة ال َفتْح‪ ،‬فَ َد َع ْوتُ ُه ْم‪ ،‬فَلَ ْم ََيْتَل ْ‬ ‫َم ْن َكا َن َها ُهنَا م ْن َم ْشيَ َخة قَُريْ ٍ‬
‫َصب ُحوا‬‫صبح َعلَ ََ ْه ٍر فَأ ْ‬ ‫الوبَاء‪ ،‬فَنَ َادى عُ َم ُر ِف النَّاس‪ :‬إِّن ُم َ‬ ‫نََرى أَ ْن تَ ْرج َُ بالنَّاس َوْلَ تُ ْقد َم ُه ْم َعلَ َه َذا َ‬
‫َعلَْيه‪ .‬قَ َال أَبُوعُبَ ْي َدةَ بْ ُن اْلََّراح‪ :‬أَفَرارا م ْن قَ َدر اللَّه؟ فَ َق َال عُ َم ُر‪ :‬لَ ْو َغْي ُرَك قَا ََلَا يَا أَبَا عُبَ ْي َدةَ؟ نَ َع ْم نَفُّر م ْن‬
‫ََُرى َج ْدبَة‪،‬‬ ‫ت َواديا لَهُ عُ ْد َوتَان‪ ،‬إ ْح َد ُاُهَا ََصبَة‪َ ،‬واأل ْ‬ ‫ك إبل َهبَطَ ْ‬ ‫ت لَ ْو َكا َن لَ َ‬‫قَ َدر اللَّه إ َل قَ َدر اللَّه‪ ،‬أ ََرأَيْ َ‬
‫ت اْلَ ْدبَةَ َر َعْيتَ َها ب َق َدر اللَّه؟ قَ َال‪ :‬فَ َجاءَ َعْب ُد َّ‬
‫الر َْحَن بْ ُن‬ ‫صبَةَ َر َعْيتَ َها ب َق َدر اللَّه‪َ ،‬وإ ْن َر َعيْ َ‬
‫ت اْلَ ْ‬ ‫س إ ْن َر َعْي َ‬ ‫أَلَْي َ‬
‫صلَّ اهللُ َعلَْيه‬ ‫ٍ‬
‫ول اللَّه َ‬ ‫ت َر ُس َ‬ ‫اجته ‪ -‬فَ َق َال‪ :‬إ َّن عْندي ِف َه َذا علْما‪ََ ،‬س ْع ُ‬ ‫َع ْوف ‪َ -‬وَكا َن ُمتَ غَيبا ِف بَ ْعض َح َ‬
‫ض َوأَنْتُ ْم َِا فًََ ََتُْر ُجوا فَرارا مْنهُ» قَ َال‪:‬‬ ‫ض فًََ تَ ْق َد ُموا َعلَْيه‪َ ،‬وإ َذا َوقَ َُ بأ َْر ٍ‬‫ول‪« :‬إ َذا ََس ْعتُ ْم به بأ َْر ٍ‬ ‫َو َسلَّ َم يَ ُق ُ‬
‫ف‬ ‫صَر َ‬ ‫فَ َحم َد اللَّ َه عُ َم ُر ُثَّ انْ َ‬
‫‪“Dari Abdullah bin Abbas Sesungguhnya ‘Umar ibn al-Khaththab ra keluar menuju‬‬
‫‪Syam. Hingga ketika sampai di Sargh, beliau ditemui oleh para Amir pasukan yakni Abu‬‬
‫‪‘Ubaidah ibn al-Jarrah dan para sahabatnya. Mereka memberitahukan kepadanya‬‬
‫‪bahwasanya wabah sedang melanda bumi Syam. Ibn ‘Abbas berkata: ‘Umar lalu‬‬
‫‪berkata: “Panggilkan untukku kaum Muhajirin awal (yang mengalami shalat ke dua‬‬
‫‪Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta‬‬
F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |5

qiblat, yakni yang berhijrah sebelum qiblat dipindahkan ke Masjidil-Haram—Syarah an-


Nawawi).” Ia lalu bermusyawarah dengan mereka dan memberitahukan bahwa wabah
sedang melanda Syam. Mereka kemudian berbeda pendapat. Sebagian berkata: “Anda
sudah keluar untuk satu keperluan dan kami tidak memandang pantas anda kembali
darinya.” Sebagian lainnya berkata: “Anda membawa rombongan khususnya para
shahabat Rasulullah saw, kami tidak memandang baik anda membawa mereka masuk
ke wabah tersebut.” ‘Umar lalu berkata: “Silahkan kalian semua beranjak dari
tempatku. Kemudian ‘Umar berkata: “Panggilkan untukku kaum Anshar.” Maka aku
(Ibn ‘Abbas) panggil mereka dan ia lalu bermusyawarah dengan mereka. Ternyata
kaum Anshar berbeda pendapat seperti halnya Muhajirin. ‘Umar lalu berkata: “Silahkan
kalian semua beranjak dari tempatku. Kemudian ‘Umar berkata: “Panggilkan untukku
kaum tua Quraisy dari Muhajir al-Fath (yang hijrah sesudah pindah qiblat dan sebelum
Fathu Makkah).” Maka aku (Ibn ‘Abbas) panggil mereka. Ternyata tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan mereka, semuanya menyarankan: “Sebaiknya anda pulang
kembali bersama rombongan dan jangan membawa mereka masuk ke wabah itu. Umar
lalu menyerukan kepada rombongan: “Sungguh besok aku akan berkendaraan pulang,
maka bersiap-siaplah kalian.” Abu ‘Ubaidah ibn al-Jarrah berkata: “Apakah engkau
hendak lari dari taqdir Allah?” ‘Umar menjawab: “Seandainya saja yang mengatakan
itu bukan engkau wahai Abu ‘Ubaidah. Ya, kami lari dari taqdir Allah menuju taqdir
Allah juga. Bukankah jika kamu menggembala unta dan turun ke sebuah lembah yang
di sana ada dua tepi lembah, yang satu subur dan yang satu tandus, lalu ketika kamu
menggembala di tepi yang subur berarti kamu menggembala dengan taqdir Allah? Dan
bukankah pula ketika kamu menggembala di tepi lembah yang tandus, kamu juga
menggembalanya dengan taqdir Allah?. Ibn ‘Abbas berkata: ‘Abdurrahman ibn ‘Auf
kemudian datang, ia tidak hadir musyawarah sebelumnya karena ada keperluan.
‘Abdurrahman lalu berkata: “Aku punya ilmu tentang permasalahan ini. Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: “Jika kalian mendengar ada wabah di satu
daerah, janganlah kalian datang ke sana. Tetapi jika wabah itu menyerang satu daerah
ketika kalian sudah ada di daerah tersebut, janganlah kalian keluar melarikan diri
darinya. Kata Ibn ‘Abbas: ‘Umar lalu bertahmid kepada Allah dan kemudian pulang”

g. Hadis Riwayat Muslim


‫ َْل يُوردُ ُِّْرض َعلَ ُمصح‬:‫صلَّ اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال‬
َ ‫ول اهلل‬ َّ ‫أ‬
َ ‫َن َر ُس‬
“Rasulullah saw bersabda: Jangan campurkan (onta) yang sakit ke dalam (onta) yang
sehat.”

h. Hadis Riwayat Muslim


‫صلَّ اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم الطَّاعُو ُن آيَةُ الر ْجز ابْتَ لَ اللَّهُ َعَّز َو َج َّل به نَاسا م ْن عبَاده فَإذَا ََس ْعتُ ْم‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ ‫قَ َال َر ُس‬
ٍ ‫به فَ ًَ تَ ْد َُلُوا َعلَْيه َوإ َذا َوقَ َُ بأ َْر‬
"ُ‫ض َوأَنْتُ ْم َِا فَ ًَ تَفُّروا مْنه‬
“Rasulullah saw bersabda: “Wabah (Tho’un) adalah suatu tanda Azab dari Allah
Subhanahu Wa Ta'ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia, Jika
kalian mendengar berita dengan adanya wabah (Tho’un), maka jangan sekali-kali
memasuki daerahnya, jika wabah (Tho’un) telah terjadi pada suatu daerah dan kalian
disana, maka janganlah kalian keluar darinya.”

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |6

i. Hadis Riwayat Ibnu Majah


‫َِّب‬ ٍ ‫ َكا َن ِف وفْد ثَق‬:‫ َعمرو َعن أَبيه قَ َال‬:ُ‫ال لَه‬
ُّ ‫ فَأ َْر َس َل إلَْيه الن‬،‫يف َر ُجل ََْم ُذوم‬ ُ ‫َع ْن َر ُج ٍل م ْن آل الشَّريد يُ َق‬
َ ْ ْ
َ َ‫صلَّ اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم « ْارج ُْ فَ َق ْد بَايَ ْعن‬
»‫اك‬ َ
“Dari seorang laki2 berasal dari keluarga alsyariid yg dikenal dengan Amr dari Ayahnya
berkata: di rombongan(delegasi )tsaqif seorang penderita kusta maka Nabi mengutus
untuk nya(seorang utusan untuk menyampaikan kepadanya):silahkan kamu kembali
sesungguhnya kami telah membaiat kamu.”

j. Hadis Riwayat Ahmad

‫َك ْس ُر َعظْم امليت َك َك ْسره َحيًّا‬


َ
“Menyakiti tulang (badan jenazah) seperti menyakitinya saat hidup”

k. Hadis Riwayat Al-Bukhori


‫ضَرَر َوْلَ ضَر َار‬
َ َ‫ْل‬
“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang”

l. Hadis Riwayat Al-Bukhari


‫يَس ُرْوا َوْلَ تُ َعس ُرْوا َوبَش ُرْوا َوْلَ تُنَ ف ُرْوا‬
“Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan
membuat orang lari.”

m. Hadis Riwayat Al-Bukhari


‫الرْو َحة َو ََ ْ ٍء‬ ْ ‫ َو‬، ‫ فَ َسد ُدوا َوقَاربُوا َوأَبْش ُروا‬، ُ‫َحد إْلَّ َغلَبَه‬
َّ ‫استَعينُوا بالْغَ ْد َوة َو‬ َ ‫ين أ‬
َ ‫اد الد‬
َّ ‫ َولَ ْن يُ َش‬، ‫ين يُ ْسر‬
َ ‫الد‬
‫ُّْلَة‬
ْ ‫م َن الد‬
"Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit (berlebih-
lebihan )dalam urusan agama melainkan agama akan mengalahkannya, maka
tepatkanlah, dekatkanlah, dan bergembiralah, minta bantuanlah dengan
(melaksanakan ketaatan) di waktu pagi, sore, dan sebagian malam hari”
3. Qaidah Fiqhiyyah

‫ضَرَر َوْلَ ضَر َار‬


َ َ‫ْل‬
“Tidak ada bahaya dan tidak membuat bahaya.”

‫ِ الت َّْيسْي َر‬


ُ ‫املَ َشقَّةُ ََْتل‬
“Kesulitan menyebabkan adanya kemudahan”

‫لَّرَﺍﺭُ ُيزَﺍﻝُ بقَدْﺭ ﺍْلمْكَاﻥ‬


َ ‫ﺍ‬

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |7

“Kemudharatan harus ditolak dalam batas-batas yang memungkinkan”

‫صلَ َحة‬
ْ ‫الرعيَّة َمنُ ْوط بالْ َم‬
َّ َ‫ف ْاْل َمام َعل‬
ُ ‫صُّر‬
َ َ‫ت‬
“Tindakan pemimpin [pemegang otoritas] terhadap rakyat harus mengikuti
kemaslahatan”
MEMPERHATIKAN:
Pendapat para Ulama, antara lain:
1. Syaikh Salim bin Abdullah Al-Hadrami, Sullamuttaufiq Hal. 36-38
‫ِ لذم تَ ْكف ْي‬ ٍ
َ ‫ َوَو َج‬.‫ض ك َفايَة إ َذا َكا َن ُم ْسلما ُول َد َحيًّا‬ ُ ‫الص ًَةُ َعلَْيه َوَدفْ نُهُ فَ ْر‬
َّ ‫َغ ْس ُل الْ َميت َوتَ ْكفْي نُهُ َو‬
ٍ ٍ
‫ِف ثيَابه‬
ْ ‫ات ِْف قتَال الْ ُكفَّار ب َسبَبه ُكف َن‬ َ ‫ َوَم ْن َم‬.‫صلَّ َعلَْيه َما‬ َ ُ‫َوَدفْن َولس ْقط َميت َغ ْسل َوَك ْفن َوَدفْن َوَْلي‬
‫اسة َوتَ ْعمْي ُم ََجْيُ بَ َشره‬ َ ‫ َوأَقَ ُّل الْغُ ْسل إ َزالَةُ الن‬.‫صلَّ َعلَْيه‬
َ ‫َّج‬ َ ُ‫فَإ ْن َلْ تَ ْكفه زيْ َد َعلَْي َها َو ُدف َن َوَْليُ ْغ َس ُل َوَْلي‬
ِ ٍ ٍ َّ ‫ وأَقَ ُّل‬.‫َو ََ ْعره‬
ُ ‫ َويُ َس ُّن أَ ْن يُ َع َّم َق قَ ْد َر قَ َامة َوبَ ْسطَة َويَُو َّس ُُ َوَي‬.‫الدفْن َح ْفَرة تَ ْكتُ ُم َرائ َحتَهُ َوََْتر ُسهُ م َن السبَاع‬
.‫تَ ْوجْي ُههُ إ َل الْقْب لَة‬
“Memandikan jenazah, mengafani, menyolati dan menguburnya adalah Fardlu Kifayah.
Hal itu jika jenazah adalah seorang yang beragama islam dan lahir dalam keadaan
hidup. Sedangkan jenazah kafir dzimmy hanya wajib untuk dikafani dan dikubur, begitu
juga janin yang (belum mencapai umur 6 bulan dan lahir) dalam keadaan mati hanya
wajib untuk dimandikan, dikafani, dikuburkan dan keduanya tidak boleh disholati”
Paling sedikitnya memandikan jenazah adalah dengan menghilangkan najis dan
meratakan air yang menyucikan ke seluruh kulit dan rambutnya walaupun lebat. Paling
minimal menguburkan jenazah adalah galian/liang yang mampu menyembunyikan bau
jenazah dan menjaga tubuh jenazah dari binatang buas. Disunahkan memperdalam
liang kira-kira seukuran berdirinya orang yang mengangkat tangan. Selain
memperdalam disunahkan juga untuk memperluas liang. Dan wajib menghadapkan
jenazah ke arah kiblat”

2. Sayyid Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho ad-Dimyathi, I'anah At-Tholibin juz II
halaman 126.
‫لو َرج منه بعد الغسل جنس ل ينقض الطهر بل َتِ إزالته فقط إن َرج قبل التكفي ْل بعده‬
“Jika mayyit mengeluarkan najis sesudah di mandikan maka wudlunya tidak batal tapi
cukup dihilangkan najisnya saja, ketika keluar sebelum di kafani, lain halnya ketika
sudah di kafani”

3. Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Muhadzab juz 5
halaman 178
ِ‫ وهذا التيمم واج‬، ‫ ل يُغَ َّسل بل يُيَ َّمم‬،‫إذا تعذر غسل امليت لفقد املاء أو احرتق حبيث لو غُسل لتَ َهَّرى‬
، ‫ فوجِ اْلنتقال فيه عند العجز عن املاء إل التيمم كغسل اْلنابة‬، ‫؛ ألنه تطهي ْل يتعلق بإزالة جناسة‬
‫ولو كان ملدوغا حبيث لو غُ َّسل لتَ َهَّرى أو َيف عل الغاسل ُُيم ملا ذكرناه‬

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |8

“Apabila jenazah tidak bisa dimandikan karena tidak ada air atau takut merusak jasad
maka dia tidak dimandikan melainkan ditayamumkan, dan tayamum tersebut wajib,
karena memandikan mayat itu pada hakekatnya adalah penyucian yang tidak terkait
dengan menghilangkan najis maka ketika sulit mendapatkan air dapat diganti dengan
tayamum seperti halnya mandi junub, seandainya jenazah tersebut dalam keadaan
terkena sengatan yang bila dimandikan akan mengalami kerusakan, atu ada kekuatiran
terhadap orang yang memandikan maka jenazah tersebut ditayamumkan seperti telah
kami sebutkan”

4. Fatwa Dr. Syauqi Ibrahim Allam (Mufti Darul Ifta Mesir)


ِ‫ فً ي‬،‫إذا كان تغسيل جثث األَخاص املتوفَّي ِبرض اْليبوْل متعذرا؛ لكونه مظنة حصول العدوى‬
‫ فإن تعذر هو اآلَر ول ُيكن ارتكابه‬،‫ ويلي الغسل ِف اللزوم عند تعذره التيمم‬،‫الغسل ِف هذه احلالة‬
.‫ ولكن يبق للميت بعد ذلك ما أمكن من التكفي والصًة والدفن‬،‫للَّرر تُرك وسقطت املطالبة به َرعا‬
‫للحد من انتشار الوباء ِف‬
َ ‫ويوز أن َُتَرق جثة مريض اْليبوْل بعد موته إن كان احلرق هو الوسيلة املتعينة‬
.‫املعتِبين‬ ‫ واملرجُ ِف ذلك كله هو قول أهل اْلَتصاص‬،‫ عل أن يتم دفنها بعد ذلك‬،‫األحياء‬
“Jika memandikan jasad orang yang meninggal karena "Ebola "tidak memungkinkan
karena diduga infeksi(menular), maka tidak perlu dimandikan dalam keadaan ini,
sejatinya setelah memandikan merupakan sesuatu yang wajib tdk memungkinkan maka
dgn Tayammum,ketika tidak mungkin untuk melakukan tayammum dikarenakan
berbahaya maka ditingalkan(tdk d tayammumkan )dan gugur tuntutan tsb secara
syariah ,akan tetapi tetap bagi si mayyit setelah itu jika memungkinkan untuk
dikafankan di sholatkan dan dikuburkan, dan boleh jasad mayyit pasien Ebola dikremasi
setelah kematiannya jika kremasi adalah cara khusus untuk membatasi penyebaran
epidemi di lingkungan, namun tetap dikuburkan setelah itu, dan rujukam dalam semua
ini adalah pendapat dari spesialis yang kompeten”

5. Syekh Asshodiq bin Abdurahman al-Gharyani Mufti Libya


‫يِ َرعا عل َجيُ فئات وَرائح اجملتمُ اْللتزام التام بكل التعليمات الصحية والتنظيمية الصادرة عن‬
‫ وْل يوز‬،‫ باْلضافة إل اَتاذ َجيُ التدابي الًزمة ملنُ انتقال املرض وانتشاره‬،‫اْلهات املختصة ِف الدولة‬
"‫َرعا خمالفتها بأي حال من األحوال‬
“Wajib hukumnya secara Syariat,semua kelompok dan lapisan masyarakat benar-benar
mematuhi semua instruksi kesehatan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak yang
berwenang di negara,disamping harus mengambil semua langkah yang diperlukan
untuk mencegah penularan dan penyebaran penyakit, dan tidak diperbolehkan untuk
melanggarnya dengan cara apa pun”

6. Pandangan Darul Ifta Kuwait


‫ لذا ُيكن التغاضي عن‬.‫ والَّرورة تُقدَّر بقدرها‬، ‫ فإن الَّرورات تبيح احملظورات‬،‫أما عن أحكام اْلنازة‬
‫ كل ما‬،‫غسل امليت املصاب بذلك الفيوس الوبائي" سارس " إذا كان ِف الغسل َطر عل من يقوم به‬

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 |9

‫ ولكن إذا‬.‫ ث إقامة صًة اْلنازة عل قِبه بعد الدفن‬،‫يِ فعله ِف هذه احلالة هو دفن امليت بدون غسل‬
‫تواجد أَخاص مدربون و لديهم الوسائل الوقائية املناسبة للتعامل مُ جثمان املتوف ِف مثل تلك احلاْلت؛‬
‫ ويِ عل القائمي عل اجملتمُ توفي‬.‫فإنه ْل يوز ترك الغسل ويِ عل هؤْلء املدربي أن يقوموا به‬
‫التدريِ لعدد كاف من األَخاص للقيام ِبثل تلك املهام‬
“Adapun terkait ketentuan penanganan jenazah (dengan penyakit berbahaya), maka
Kedaruratan membolehkan sesuatu yang terlarang, dan kedaruratan diukur dengan
kadarnya. Oleh karenanya kita bisa mengabaikan untuk memandikan jenazah yang
terkena penyakit SARS apabila terdapat bahaya bagi yang menadikannya. Maka dalam
kondisi seperti ini maka yang wajib dilakukan adalah memakamkannya tanpa
dimandikan, lalu dilakukan sholat jenazah di atas kuburanya setelah dimakamkan. Tetapi
apabila ada orang-orang terlatih dan memiliki berbagai piranti prefentif yang sesuai
untuk menangani jasad jenazah maka dalam kondisi seperti ini jenazah harus tetap
dimandikan oleh mereka. Pihak yang berwenang dalam hal ini harus memberikan
pelatihan bagi beberapa orang untuk dapat menjalankan tugas tersebut”

7. Fatwa MUI Pusat nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam situasi
terjadi Wabah COVID-19;
8. Hasil Mudzakarah Ulama DKI Jakarta pada hari Senin, 16 Maret 2020 di Ruang Rapat
Baznas (Bazis) Provinsi DKI Jakarta;
9. Rapat Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta pada hari Rabu, 18 Maret 2020 di
Sekretariat MUI Provinsi DKI Jakarta.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA HUKUM DAN PEDOMAN PENANGANAN JENAZAH (TAJHIZ
AL-JANAZAH) TERINFEKSI COVID 19
Pertama : Ketentuan Umum
1. Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan Covid-19 adalah nama
penyakit yang disebabkan oleh infeksi Coronavirus baru yang
dilaporkan pertama kali di akhir tahun 2019;
2. Jenazah adalah mayat, jasad, atau kadaver dalam istilah medis,
literal, dan legal; atau saat dimaksudkan dalam pembedahaan
adalah tubuh yang sudah tidak bernyawa.

Kedua : Ketentuan Hukum


1. Hukum merawat orang mati (tajhizul janazah) adalah wajib
(faudhu kifayah) dengan cara dimandikan, dikafani, dishalatkan,
dan dikuburkan, menurut tata cara yang ditentukan syari’at
Islam;
2. Penanganan jenazah muslim/muslimah terinveksi COVID-19,
wajib memperhatikan ketentuan syari'ah yang pelaksanaanya
harus mematuhi ketentuan-ketentuan dalam Standar
Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit;
3. Pedoman Penanganan Jenazah terinveksi COVID-19
a. Petugas membersihkan najis (jika ada) sebelum memandikan;

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta


F a t w a t e n t a n g H u k u m d a n P e d o m a n P e n a n g a n a n J e n a z a h t e r i n f e k s i C O V I D - 1 9 | 10

b. Petugas memandikan jenazah dengan cara


mengusap/menyeka (mengelap) menggunakan kain basah
yang sudah dicelupkan ke dalam air untuk memastikan air
mengalir rata ke seluruh badan jenazah;
c. Jika jenazah dalam situasi darurat tidak bisa dimandikan, maka
diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah;
d. Jika setelah dikafani masih ditemukan najis pada
jenazah,maka petugas yang memandikan dapat mengabaikan
najis tersebut;
e. Petugas memastikan posisi tubuh jenazah ke arah kiblat di atas
sisi kanan tubuhnya;
f. Shalat jenazah dilakukan di Masjid/Musholla Rumah Sakit atau
pemakaman sebelum dimasukkan ke dalam kubur, setelah
memastikan bahwa tidak ada kemungkinan penularan virus
kepada jamaah dan lingkungan.

Ketiga : Rekomendasi
1. Pemerintah wajib membantu dan mengawasi semua proses
penanganan jenazah covid-19;
2. Umat Islam agar mematuhi ketantuan agama dan pemerintah
dalam semua proses penanganan jenazah covid 19;
3. Fatwa ini berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
di kemudian hari membutuhkan penyempurnaan, maka akan
disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta, 22 Rajab 1441 H


17 Maret 2020 M
BIDANG FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
PROVINSI DKI JAKARTA
Ketua, Sekretaris,

KH. Zulfa Mustofa MY Dr. KH. Fuad Thohari, MA.


Mengetahui,
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
PROVINSI DKI JAKARTA
Ketua Umum, Sekretaris Umum,

KH. Munahar Muchtar HS. KH. Yusuf Aman, MA.

Bidang Fatwa MUI Provinsi DKI Jakarta

Anda mungkin juga menyukai