Anda di halaman 1dari 8

Pityriasis Alba

1. Epidemiologi

Terdapat laporan kejadian sebesar lebih dari 5% pada anak-anak di Amerika Serikat,
namun epidemiologinya belum pernah dijelaskan secara pasti. Pityriasis alba tidak memiliki
kecenderungan timbul pada ras tertentu, walaupun penyakit ini memang terlihat lebih jelas pada
penderita berkulit gelap karena nampak kontras.1,4,5,6

Penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin tertentu, walaupun pernah tercatat
penderita laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan. Pityriasis alba lebih sering dijumpai
pada penderita berusia kurang dari 20 tahun, terutama pada anak dan remaja yang usianya
berkisar antara 3-16 tahun.1,6,7

Penelitian yang dilakukan di daerah Karachi, Pakistan, menunjukkan persentase kecil


(6,1%) dari pityriasis alba dibandingkan penyakit kulit lainnya pada pasien di Rumah Sakit
Pendidikan Hamdard.8 Pada penelitian terhadap imigran Amerika Latin di Spanyol, pityriasis
alba merupakan penyakit kulit dengan gejala klinis terbesar (3,3%) dari kelompok eczema
(18,2%) yang lebih banyak mengenai pasien kulit hitam (24%) dibandingkan kulit putih (13,5%)
dan kulit coklat Indian Amerika (19,7%).

2. Etiologi dan Patogenesis

Etiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas.2 Tidak ada agen definitif yang
dapat dijelaskan untuk penyakit ini.3,6 Tidak terdapat data mengenai peran faktor genetik dan
riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini.4 Hipopigmentasi yang terjadi
diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas melanosit dan berkurangnya jumlah serta ukuran
melanosom.1,7 Penyakit ini pada umumnya digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis
atopik ringan, namun individu yang atopik belum tentu menderita pityriasis alba.1 Pada
penelitian terhadap penderita pityriasis alba di India, latar belakang atopi terdeteksi dalam 85,5%
kasus.4
Penyakit ini juga dapat digolongkan sebagai kelainan kulit yang timbul setelah inflamasi,
diduga karena inflamasi dapat menyebabkan gangguan sel pigmen. Bakteri Propionibacterium
acnes yang hidup dalam folikel rambut, dianggap mampu memproduksi faktor depigmentasi
secara teoritis. Pada anak-anak dengan jerawat komedo atau popular, Propionibacterium acnes
memproduksi sejumlah faktor virulen bioaktif yang merupakan agen inflamasi dan
imunomodulatornya. Sejumlah enzim ekstraseluler dan metabolit secara langsung dapat merusak
jaringan host, termasuk melanosit.2,7

Beberapa sumber menggolongkannya sebagai kelainan pigmentasi kulit.2 Hipopigmentasi


diduga secara sekunder dapat disebabkan oleh pityriacitrin, suatu substansi yang diproduksi oleh
ragi Malassezia, yang berperan sebagai tabir surya alami.6 Hipopigmentasi juga dapat dijelaskan
sebagai kerusakan terhadap melanosit dan inhibisi dari tyrosinase by decarboxylic acid, azelic
acid (inhibitor kompetitif dari tyrosinase), dan atau metabolit yang diturunkan tryptophan yang
diproduksi oleh ragi normal Malassezia furfur, yang merupakan bagian dari permukaan kulit
normal. Jadi, beberapa pasien dengan pityriasis alba mengalami sensitivitas terhadap jamur ini.
Berbeda dengan tinea versicolor, organisme ini tidak berkembang dalam jumlah banyak pada
pityriasis alba. Jamur patogen juga tidak terlibat dalam kondisi ini.7

Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi diduga menyebabkan penyakit ini
jelas terlihat, meskipun penelitian fotobiologik untuk membuktikannya belum dilakukan. Fakta
bahwa radiasi ultraviolet dapat memicu kekeringan kulit mungkin dapat menjelaskan hubungan
dengan penyakit ini.3 Melanosit diduga menjadi lebih sensitif pada pasien dengan penyakit ini. 7
Berdasarkan musim, hipopigmentasi pityriasis alba lebih jelas terlihat saat musim panas karena
proses tanning pada kulit sekitarnya yang normal membuatnya menjadi kontras. Sedangkan pada
musim dingin, kulit menjadi kering dan skuama jelas terlihat. 1,2,4 Pada penelitian anak-anak di
Turki yang menderita pityriasis alba, sebagian besar (45,9%) mengalami eksaserbasi saat musim
dingin.3

Kebiasaan hidup bersih berkorelasi kuat terhadap perkembangan pityriasis alba.


Peningkatan frekuensi mandi dan penggunaan air panas untuk mandi dihubungkan dengan
xeroderma atau kekeringan kulit yang diduga memicu timbulnya penyakit ini. 2,3 Selain itu,
seringnya mandi dapat mempengaruhi hilangnya daya tahan epidermis dan substansi pelindung
lainnya dari permukaan kulit.7 Hal lain yang dapat mencetuskan pityriasis alba adalah gigitan
serangga, iritasi mekanis dari scrubbing, atau bentuk lain dari eczematous dermatitis.5

3. Gambaran klinis

Pitryasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3-16 tahun ( 30-40%). Wanita dan pria
sama banyak. 9

Lesi individual berbentuk makula atau bercak yang bulat, oval, ataupun irregular, yang
berwarna merah, pink, atau warna kulit, dan ditutupi lapisan sisik tipis. Batasnya dapat tegas,
tidak tegas, maupun meninggi.1,2,3 Pada awalnya, eritema dapat mencolok dan mungkin terdapat
krusta serous minimal. Selanjutnya, eritema reda sempurna, dan pada stadium dimana lesi
umumnya terlihat oleh dokter, lesi hanya menunjukkan hipopigmentasi dan adanya sisik tipis.
Hal ini yang pada umumnya mendorong pasien untuk berobat. Hipopigmentasi lebih jelas
terlihat pada kulit berwarna gelap, terutama setelah berjemur.1

Gambar 1. Pityriasis alba pada wajah.5

Biasanya terdapat beberapa bercak dengan diameter berkisar antara 0.5-2 cm, tapi dapat
juga berukuran lebih besar, khususnya pada trunkus. Pada anak-anak, lesi khususnya terdapat
pada wajah (50-60%), dan paling banyak berada di sekitar mulut, dagu,dahi, dan pipi. 9 Pada 20%
anak yang terkena, lokasi yang terlibat juga pada leher, lengan, dan bahu. 1 dapat simetris pada
bokong, paha atas, punggung, dan esktensor lengan, tanpa keluhan. Lesi umumnya menetap,
terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.9

Penyakit ini dapat asimtomatik ataupun menimbulkan keluhan kosmetik. 6 Perjalanan


penyakit sangat beragam. Sebagian besar kasus muncul untuk beberapa bulan, dan beberapa
masih menunjukkan hipopigmentasi selama setahun atau lebih setelah sisik menghilang. Lesi
dapat timbul kembali dalam selang waktu tertentu. Durasi rata-rata untuk lokasi umum di muka
pada anak-anak adalah setahun atau lebih.1

Pityriasis Alba yang luas (extensive PA), lebih sering terlihat pada orang dewasa, dengan
ciri-ciri klasik yang sama, terdistribusi lebih luas yang seringkali melibatkan ekstremitas bawah
dalam pola yang simetris. Ketiadaan fase inflamasi yang mendahului dan ketiadaan spongiosis
membedakan dari bentuk yang klasik. Terdapat hipotesis tumpang tindih dari bentuk khusus ini
dengan hipomelanosia makular yang progresif, yang terutama terjadi pada wanita dewasa muda,
dengan bercak tanpa sisik, hipopigmentasi, terjadi berulang, melibatkan punggung, khususnya
setelah musim panas.2

Pityriasis Alba yang terpigmentasi dianggap sebagai varian dari pityriasis alba yang
klasik dengan infeksi dermatofit superfisial yang hampir selalu mengenai wajah. Secara klinis
dicirikan oleh hiperpigmentasi kebiru-biruan yang dikelilingi oleh daerah hipopigmentasi
bersisik. Area yang terpigmentasi menunjukkan deposit melanin dalam dermis. Sepertiga dari
pasien secara bersamaan mengalami pityriasis alba klasik.2

4. Pemeriksaan penunjang
Bila ditemukan gambaran klinis yang sesuai, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
menggunakan lampu Wood, yang menunjukkan gambaran hipopigmentasi. 2 Pemeriksaan
histologi dari penelitian biopsi menunjukkan ciri-ciri hiperkeratosis (33.33%), parakeratosis
(40%), akantosis (53.33%), spongiosis (80%), dan infiltrat perivaskuler (100%). Bagaimanapun,
penemuan ini tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosis. Ditemukan pula atropi glandula
sebasea pada hampir separuh kasus dalam satu penelitian.1,6
Hasil pemeriksaan struktur ultra menemukan bahwa selain pengurangan pigmen pada lesi
kulit, tidak terdapat  terdapat perbedaan pada melanosit antara kulit yang memiliki lesi dan
normal pada pasien yang sama, walaupun penemuan ini masih diperdebatkan. Perubahan
degeneratif berupa menurunnya jumlah melanosit dan berkurangnya jumlah dan ukuran
melanosom keratinosit juga ditemukan melalui mikroskop cahaya dan elektron pada lesi. Secara
keseluruhan kelainan ini dianggap diakibatkan oleh penurunan melanin.1,6

5. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Berdasarkan anamnesis, harus ditanyakan usia timbulnya penyakit, untuk menyingkirkan


penyakit kongenital. Setelah itu ditanyakan faktor resiko yang dapat menimbulkan pityriasis
alba, seperti riwayat atopi, riwayat pajanan sinar matahari, riwayat inflamasi sebelumnya, hingga
kebiasaan mandi untuk menunjang diagnosis.
Dari gambaran klinis, sisik yang tipis dan distribusi lesi biasanya mengarahkan diagnosis.
Diagnosis banding meliputi bentuk hipopigmentasi terlokalisir, khususnya kondisi kulit yang
setelah mengalami inflamasi.2 Pityriasis versicolor juga berbatas tegas dan biasanya bersisik.
Pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) dari kerokan skuama harus didapatkan jika timbul
keraguan. Pada vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak
disertai sisik.5
Bila pada pemeriksaan lampu Wood ditemukan hipopigmentasi, diagnosis menjadi
semakin sempit. Untuk mempermudah penegakan diagnosis, algoritma di bawah ini dapat
digunakan sebagai pedoman:
Gambar 2. Algoritma Penegakan Diagnosis2

Hipopigmentasi yang jelas terkadang salah didiagnosis dengan vitiligo. Pada vitiligo,
bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik. 7 Pada anak
yang lebih besar dan dewasa, lesi pada trunkus, sepanjang fase eritematosa, mungkin salah
didiagnosis dengan psoriasis tetapi distribusi dan sisik yang relatif ringan dapat menyingkirkan
diagnosis ini. Mycosis fungoides, walaupun relatif jarang, dapat menirukan lesi pityriasis alba.
Kondisi ini sulit dibedakan secara histologis, sehingga tindak lanjut dan biopsi ulangan kadang
diperlukan.1

6. Tatalaksana

Hindari hal-hal yang menjadi faktor resiko seperti pajanan matahari dan mandi
berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi kebutuhan nutrisi. Jika faktor pencetusnya
adalah eczema ringan, terapi dengan kortikosteroid lemah seperti hidrokortison 0.5% atau 1%,
atau krim yang mengandung calcineurin inhibitor seperti tacrolimus dan pimecrolimus, juga
sering diresepkan. Sisik dapat dikurangi dengan krim emollient lunak, dan untuk lesi kronik pada
trunkus pasta tar ringan mungkin berguna. Bagaimanapun, abnormalitas pigmentasi
membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengalami perbaikan. Syndets (synthetic balanced
detergents) dapat digunakan untuk mencuci muka karena kurang bersifat iritatif dibandingkan
sabun alkali. Pelembab dapat digunakan dua kali sehari, dan setelah mencuci wajah. Tanning
tidak membantu, malah semakin menonjolkan perbedaan bila terlalu sering dilakukan.1,5

7. Prognosis

Pityriasis alba merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak menimbulkan
mortalitas. Pada umumnya penyakit ini menghilang menjelang usia pubertas.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Holden CA and Jones BJ. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 7 th ed.
Massachusetts: Blackwell; 2004. p. 737-738.
2. Lapeere H, et.al. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008, vol: 1. p. 623-624
3. Balci DD, Sangun O, Duran N, Peker E. Etiopathogenic Factors and Clinical Findings of
Pityriasis Alba.Turkiye Klinikleri J Dermatol [serial online] 2009); 19 (1): 5-8. Diunduh
dari http://tipbilimleri.turkiyeklinikleri.com/abstract_53406.html
4. Vinod S, Singh G, Dash K, Grover S. Clinico epidemiological study of pityriasis alba.
Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2002; 68: 338-340. Diunduh
dari http://www.ijdvl.com/text.asp?2002/68/6/338/11182
5. Wellew R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Racially Pigmented Skin. In: Clinical
Dermatology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell; 2003. p.207.
6. Rashid RM, Miller AC, Silverberg MA. Pityriasis Alba. [serial online] Diunduh dari
emedicine.medscape.com/article/762656.htm
7. J Burkhart CG dan Burkhart CN. Pityriasis Alba: A condition with Possibly Multiple
Etiologies. The open dermatology Journal [serial online] 2009; 3: 7-8.
Diunduhdarihttp://www.benthamopen.org/pages/content.php?
TODJ/2009/0000000/00000001/TODJ. PDF
8. Javed M, Jairamani C. Pediatric Dermatology: An Audit at Hamdard University Hospital
Karachi. Journal of Pakistan Association of Dermatologists [serial online] 2006 (13
Agustus 2010); 16: 93-96. diunduh dari http://www.jpad.org.pk/april%20-%20june
%20%202006/6%20pediatric%20dermatoogy.pdf.
9. Djuanda A, Hamzah M, dkk. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Edisi Kelima. 2007.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai