Anda di halaman 1dari 23

Bab 73 HIPOMELANOSIS DAN HIPERMELANOSIS

ALGORITME PENDEKATAN TERHADAP KELAINAN PIGMENTASI


Kelainan pigmentasi kulit dapat merupakan suatu hipomelanosis maupun kelainan
hipermelanosis, atau dapat juga sebagai pola campuran antara hipomelanosis dan hipermelanosis.
Penegakkan diagnosis dari kelainan ini cukup menjadi tantangan bagi para klinisi bagian kulit.
Pendekatan algoritme didasarkan pada gambaran klinis dan anamnesis dari kelainan pigmentasi biasanya
digunakan dan akan dibahas pada bagian ini dan dapat digunakan bagi para klinisi (Gambar 73-1 & 73-2)

HIPOMELANOSIS
Hipomelanosis Kongenital
Beberapa kelainan genetik yang ditandai dengan adanya penurunan pigmentasi yang terjadi pada
kulit dan rambut disebabkan oleh kerusakan migrasi atau kelainan diferensiasi dari sel-sel melanosit
ataupun diakibatkan oleh adanya abnormalitas dari melanosom itu sendiri. Sindrom Piebaldism dan
Waardenburg, dengan karakteristik berupa ketidakadaan dari sel melanosit secara lokalis yang
mengakibatkan adanya pola White patch, termasuk dalam kelompok pertama sedangkan albinisme
okulokutaneus, Sindrom Griscelli, Sindrom Elejalde, Sindrom Chediak-Higashi dan sindrom Hermansky-
Pudlak termasuk kedalam kelompok kedua; albinisme okulokuktaneus, sindrom Chediak-Higashi dan
sindrom Hermansky Pudlak akan dibahas pada Bab 71, sedangkan sindrom Griscelli dan Sindrom
Elejalde akan dibahas pada bab ini. Penyakit ini sangat jarang, merupakan suatu kelainan autosomal
resesfi dimana ada pengaruh terhadap biogenesis atau transportasi dari organela yang terkait dengan
lisosom (kelompok organela sitoplasmik khusus yang terdiri atas melanosom, badan platelet padat dan
granul limfosit litik). Sindrom Griscelli, sindrom Elejalde dan Sindrom Chediak-Higashi dinamai dengan
silvery hair syndrome karena pasien dengan penyakit ini memiliki warna rambut perak keabuan khusus
yang jelas.

SINDROM GRISCELLI
Saat ini, telah diketahui sebanyak tiga tipe dari Sindrom Griscelli. Fenotipe dari pasien ini
memiliki karakteristik berupa hipopigmentasi kulit dengan derjata warna yang bervariasi dan rambut yang
berwarna besi (Gambar 73-3) disertai dengan tanda-tanda dan gejala kelainan neurologis dengan atau
tanpa kerusakan imunologis dengan adanya fase accelerated dari aktivasi limfosit dan makrofag yang
tidak terkontrol dengan adanga infiltrasi limfohistiosit pada sistem syaraf pusat. Hipopigmentasi yang
terjadi pada kulit dan warna rambut yang berupa perak keabuan pada pasien dengan sindrom Griscelli
tidak disebabkan oleh defisiensi dari biogenesis melanosom, namun terjadi akibat kerusakan dari
transport melanosom pada melanositik. Model pada tikus dengan mutasi autosomal resesfi pada dilusi (d),
abu-abu (ash) dan kelam (ln/leaden) menunjukkan fenotip yang dekat dengan bagian dari sindrom
Griscelli.

Kilas Pandang
Kelainan pigmentasi yang dihadapi oleh para klinisi yang terkadang disertai dengan diagnosis banding yang
kompleks namun secar logika dapat diakukan pendekatan melalui:
-Kongenital atau diperoleh
-Bagian dari suatu sindrom atau terpisah
-Menyebar atau terbatas
-Mengenai lapisan epidermis atau dermis
-Dengan atau tanpa inflamasi
Perubahan pigmentasi pada kulit dapat disebabkan oleh:
Peningkatan atau penurunan kadar melanin
Distribusi yang tidak normal dari melanin
Penurunan hemoglobin
Deposit berupa pigmen eksogen
Loki ini mengkodekan 3 molekul berikut secara berturut-urut yaitu miosin Va, rab27a dan
melanophilin (Mlph), yang bertindak sebagai kompleks tiga serangkai yang menghubungkan melanosom
dengan aktin subkortikal. Pada melanosit, bila terdapat defek pada salah satu molekul di atas, melanosom
dalam waktu yang singkat akan ditambatkan dekat dengan membran plasma untuk diteruskan sampai
kepada keratinosit yang dapat mengakibatkan defek pada pigmentasi.
Prognosis bagi pasien dengan sindrom Griscelli pada umumnya adalah buruk. Pasien biasanya
akan meninggal pada waktu dekade pertama ata kedua dari kehidupan mereka. Sejauh terapi yang dapat
dilakukan sampai pada saat ini, transplantasi sumsum tulang kelihatannya menunjukkan keberhasilan
pada beberapa kasus, khususnya jika terapi ini dilakukan pada umur yang sedini mungkin. Terapi paliatis
untuk fase percepatan terdiri ayas pemberian kortikosteroid, etoposide, methotrexate secara intratekal dan
siklosporine.

SINDROM ELEJALDE (OMIM #256710)


Sindrom Elejalde yang juga disebut dengan neuroectodermal melanolysosomal disease,
merupakan mutasi pigmen yang bersifat autosomal resesif lainnya yang ditandai dengan rambut yang
berwarna perak, abnormalitas pigmen dan disfungsi dari sistem syaraf pusat. Hal tersebut sama seperti
yang ditemukan pada GS1. Pasien sindrom Elejalde tidak terdapat manifestai sindrom hemofagositik atau
kerusakan imunologis, yang secara klinis berhubungan dengan GS2. Akhir-akhir ini, suatu kelompok
penelitian melakukan pemeriksaan terhadap lokus MYO5A pada pasien sindrom ini untuk melihat apakah
sindrom Elejalde memiliki hubungan dengan atau sealel dengan GS1.

Hipomelanosis Lokalisata Yang Diperoleh


PITYRIASIS VERSICOLOR (Lihat Bab 189).
Pityriasis versicolor memiliki karakteristik berupa makula yang disertai dengan sedikit sisikyang
dapat mengalami hipopigmentasi, berwarna merah muda atau seperti warna salmon atau mengalami
hiperpigmentasi (Gambar 73-4). Akhir-akhir ini, beberapa variasi dengan makula berwarna merah dan
hitam telah banyak ditemukan. Lesi ini paling banyak terjadi pada kelompok dewasa muda dan berlokasi
pada batang tubuh, dada, punggung dan bahu. Tempat yang tidak khas seperti ketiak, penis, daerah
perineal dan pangkal paha juga dapat terkena. Pada daerah dengan iklim tropis, lesi juga dapat ditemukan
pada daerah muka. Mikosis superfisial ini disebabkan oleh Malassezia, sp., dimana M. globosa dan M.
sympodialis paling sering diidentifikasi pada lesi pityriasis versicolor. Bentukan ragi merupakan bahan
yang bersifat saprofit pada kulit. Dihipotesiskan bahwa pityriasis versicolor terjadi ketika fase ragi
berubah ke bentuk parasit myselia, Tidak jelas mekanisme mana yang menyebabkan terjadinya hal
tersebut, namun faktor genetik, endogen (seperti penggunaan antiloagulan oral atau steroid sistemik),
faktor lingkungan dinyatakan mungkin memiliki pengaruh. Angka prevalensi dari pityriasis versicolor
adalah sangat tinggi pada daerah yang beriklim panas dan lembab.
Pityriasis versicolor dapat dikenali dengan adanya pola klinis khusus. Pemeriksaan langsung dari
sisik dengan menggunakan larutan yang mengandung 10 sampai dengan 20% potasium hidroksid dan
tinta Parker menunjukkan gambaran hifa dan blastopore dengan pola khusus gambaran menyerupai
spageti dan bakso. Pada kira-kira 1 dari 3 pasien dengan pityriasis versicolor, dapat ditemukan fluoresensi
berwarna kuning muda, yang dapat dilihat dengan lampu Wood. Hal tersebut harus dibedakan dengan lesi
tanpa sisik dan pigmen dari vitiligo, yang sering mempengaruhi daerah tangan dan kaki sedangkan
pityriasis versicolor biasanya terletak padda daerah batang tubuh. Potongan dari sisik yang diambil dari
lesi Pityriasis Alba biasanya terdapat dari daerah muka dan tungkai dan tidak memberikan efek
fluoresensi. Diagnosis banding lainnya adalah tinea korporis, pityriasis rosea, eritrasma, papilomatosis
Gougerot-Carteaud yang konfluen maupun retikulata, pityriasis rotunda, sifilis skunder dan pinta.
Preparat Anti fungal baik yang bersifat sistemik maupun lokal sangat efektif namun sering terjadi
kekambuhan.
GARIS DEMARKASI BERPIGMEN
Awalnya ditemukan pada pasien berkebangsaan Jepang sebagai garis yang terdapat pada bagian
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah yang berhubungan dengan batas transisi yang terdapat antara
bagian kulit pigmentasi yang lebih gelap yang secara anatmosi berada pada permukaan dorsal luar dengan
bagian permukaan ventral yang lebih terang, konsep dari garis demarkasi berpigmen diperluas menjadi 5
pola spesifik yang diberi nama dari huruf A sampai dengan huruf E, dengan (A) daerah lengan atas
anterolateral, menyebrangi daerah pektoral (Gambar 73-5), (B) daerah posteromedial dari ekstremitas
bawah, (C) garis hipopigmentasi pada daerah pre dan parasternal, (D) daerah posteromedial dari tulang
belakang, (E) aspek bilateral daerah dada, berasal dari sepertiga medial klavikulas ke daerah kulit
periareoral. Pada populasi kulit hitam dan kulit putih yang diamati, diketahui bahwa garis ini terdapat
pada masa awal anak-anak. Garis ini terdapat pada mayoritas kelompok wanita berkulit hitam dengan
prevalensi yang paling banyak berupa jenis A dan B. Sebanyak 75% dari kelompok pria berkulit hitam
memiliki paling tidak satu tipe garis demarkasi pigmentasi dengan prevalensi terbanyak berupa tipe C.
Sebanyak 15% dari kelompok wanita berkulit putih memiliki paling tidak 1 jenis garis demarkasi dan
sebesar 14% dari kelompok wanita berkulit hitam memiliki garis demarkasi tipe B yang terlihat pada saat
kehamilan.

PITYRIASIS ALBA
Pityriasis alba merupakan kondisi kelainan jinak yang sering terjadi dan terutama mempengaruhi
daerah kepala dan leher dari kelompok anak yang beranjak dewasa. Walaupun penyakit ini lebih mudah
dilihat pada tipe kulit yang lebih gelap, tidak terdapat predileksi jenis kelamin maupun tipe kulit tertentu.
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum dimengerti dengan jelas. Pityriasis alba sering
dihubungkan pada keadaan dermatitis atopi bentuk ringan. Pajanan sinar matahari yang berlebihan dan
tidak menggunakan perlindungan dari sinar matahari sama seperti kebiasaan higiene tertentu (sering
mandi dan mandi air panas) dinyatakan sangat kuat terkait dengan perkembangan Pityriasis alba.
Pityriasis alba dapat terlihat sebagai potongan yang berwarna merah muda dengan tepi yang agak
meninggi, akan berbekas setelah beberapa minggu menjadi moda bewarna kepucatan yang ditutupi oleh
sisik berwarna putih (Gambar 73-6). Lesi kemudian akan berkembang menjadi makula hipopigmentasi
tanpa sisik yang akan bertahan selama berbulan-bulan sampai dengan waktu tahunan. Hipomelanosis ini
terjadi akibat penurunan jumlah melanosit dan melanosom. Tiga fase tadi dapat terjadi secara spontan.
Kebanyakan kasus Pityriasis alba didiagnosis secara klinis. Gambaran histologis tidak menunjukkan
gambaran yang spesifik.
Pityriasis alba yang meluas, lebih sering ditemukan pada kelompok dewasa, memiliki
karakteristik pityriasis alba, distibusi terjadi secara umum dan sering melibatkan suatu infeksi pada
daerah punggung belakang dengan pola yang simetris. Kekurangan dari fase inflamasi sebelumnya dan
tidak terdapatnya gambaran spongiosis, membedakan bentuk perluasan pityriasis alba dari bentuk yang
klasik. Kemungkinan terjadinya tumpang tindih dari bentuk pityriasis alba yang khusus ini dengan
hipomelanosis makular yang progresif telah dihipotesiskan. Kondisi yang terakhir disebutkan, lebih
sering terjadi pada kelompok wanita dewasa, dengan karakteristik potongan lesi hipopigmentasi, tanpa
sisik yang sering berulang dan melibatkan daerah punggung terutama setelah musim panas.
Pityriasis alba yang mengalami pigmentasi digambarkan sebagai varian PA yang berhubungan
dengan bentuk klasik PA dengan infeksi dermatofit superfisial yang paling sering terdapat di daerah
muka. Secara klinis, bentuk ini memiliki karakteristik berupa hperpigmentasi kebiru-biruan yang
dikelilingi oleh daerah hipopigmentasi bersisik. Daerah yang memiliki pigmen merupakan daerah yang
mennjukkan adanya deposit melanin pada lapisan dermis. Satu pertiga dari pasien memiliki gambaran
klasik PA.
Diagnosis banding dari penyakit in adalah segala bentuk hipopigmentasi kulit lokalisata, terutama
kulit dengan kondisi inflamasi yang berhubungan dengan hipopiggmentasi setelah peradangan, seperti
psoriasis dan juga infeksi dari jamur, nevus depigmentasi, nevus anemicus, uberous sclerosus, mikosis
fungoides atau vitiligo.
Penyakit ini dapat sembuh sendiri dan penatalaksanaan sering menunjuukan perbaikan yang tidak
menyeluruh. Pemberian steroid secara topikal dan pelembab terkadang berguna. Trtinoin topikal juga
telah memberikan hasil yang baik namun dapat juga menyebabkan iritasi. Varian PA yang mengalami
perluasan dan pigmentasi memiliki respon yang lebih baik terhadap terapi sinar ultraviolet dan anti jamur
secara oral. Pengukuran yang mendukung termasuk dengan penurunan pajanan terhadap sinar matahari,
penggunaan tabir surya dan penurunan frekuensi dan temperatur pada waktu mandi perlu
dipertimbangkan.

SARKOIDOSIS (Lihat Bab 153)


Hipopigmentasi merupakan manifestasi yang paling jarang dari sarkoidosis. Lesi makula
hipopigmentasi tersebar di sepanjang trunkus dan ekstremitas, namun dapat juga ditemukan lesi papular
dan nodular. Terdapatnya ganuloma noncaseating pada kulit, biasanya ditemukan pada biopsi dari lesi
kulit, dapat menegakkan diagnosis. Penurunan jumlah melanin dari lapisan epidermis dengan terdapatnya
melanosit juga ditemukan pada penyakit ini.
Patogenesis dari hilangnya pigmen pada sarkoidosis masih belum dapat dimengerti dengan jelas.

SKLERODERMA (Lihat Bab 158)


Hipopigmentasi telah diterangkan sebagai perubahan pigmen pada morfea (skleroderma
lokalisata) (Gambar 73-7) dan skleroderma (sklerosis sistemik yang bersifat progresif). Hipopigmentasi
lokalisaya denngan atau tanpa adanya hiperpigmentasi dapat ditemukan pada daerah yang mengalami
skleloris lokalisata. Depigmentasi fokal dengan hiperpigmentasi perifolikuler (pigmentasi garam dan
cabe) khususnya yang terdapat pada daeerah trunkus dan ekstremitas, akan menyerupai vitiligo, dan
dilaporkan terdapat pada hampir 30 pasien dengan skleroderma. Gabungan penyakit dari skleroderma dan
vitiligo telah banyak dilaporkan.

LUPUS ERITEMATOSUS (Lihat Bab 156)


Perubahan pigmen sering terjadi pada penderita lupus eritematosus diskoid. Potongan lesi
hipopigmentasi yang terjadi akibat dermatitis interface dengan destruksi dari lapisan basal epidermis
terdiri atas melanosit. Jaringan parut yang telah sembuh akan mengalami atropi dan depigmentasi dan
dapat juga dikelilingi oleh daerah hiperpigmentasi. Depigmentasi dari kulit juga pernah dilaporkan pada
kasus lupus eritematosus sistemik, biasanya skunder terhadap lesi kulit yang meradang. Biopsi dari
spesimen pada kulit yang mengalami depigmentasi memberikan gambaran degenerasi dari lamina basalis
dengan atropi pada lapisan epidermis, dengan variasi jumlah melanosit dan pigmentasi bersambung pada
lapisan superficial dari dermis. Mekanisme terjadinya hipopigmentasi pada lupus belum diketahui, namun
dapat terjadi pada kasus post inflamasi atau pada fase pembentukan dari sikatrik.
Vitiligo juga pernah dilaporkan memiliki hubungan dengan lupus eritematosus. Hal ini berkaitan
dengan faktor predisposisi genetik di antara kedua kelainan autoimun tersebut.

MIKOSIS FUNGOIDES (Lihat Bab 146)


Mikosis Fungoides, tipe yang paling sering dari limpoma kulit sel T, secara klinis memiliki
karakteristik berupa 3 fase kulit yaitu: fase pembentukan patch, fase pembentukan plak dan pembentukan
tumor. Perubahan pigmen yang berbeda telah diterangkan dalam mikosis fungoides
Pada poikiloderma vaskular atropikan, dapat ditemukan corakan pigmentasi, atrofi dan
telangiektasia pada kulit yang terlibat. Campuran dari hiperpigmentasi dan hipopigmentasi dapat terjadi
pada regresi kulit setelah dilakukan penatalaksanaan.
Mikosis Fungoides yang mengalami hipopigmentasi merupakan varian yang jarang dalam
lympoma. Hal ini terutama berkembang sebelum dekade keepat pada individu berkulit gelap dan tidak
memiliki predileksi jenis kelamin tertentu. Patches hipopigmentasi yang ireguler dengan batas yang jelas
maupun tidak jelas, sering terdapat pada daerah trunkus dan ekstremitas. Eritema, sisik dan infiltrasi juga
dapat ditemukan. Dapat juga ditemukan daerah sentral dengan pigmentasi yang normal. Lesi ini dapat
berhubungan dengan lesi yang lebih khusus lagi dari 3 fase kulit di atas. Hipopigmentasi akan
berkembang tanpa didahuli perubahan pada kulit, adakalanya dapat ditemukan depigmentasi yang
lengkap/
Secara histopatologis, mikosis fungoides denganhipopigmentasi memiliki karakteristik sedikit
keterlibatan dari dermis, kurangnya atrofi epidermal dan eksositosis sedang yang bermakna.
Persambungan pigemen dan menurun atau tidak adanya melanin pada lapisan epidermal juga dapat
ditemukan. Infiltrasi dari limfosit sering memiliki fenotip sel T suppresor CD8 + namun fenotip CD4+ juga
pernah ditemukan.
Mikroskop elektron dapat menunjukkan perubahan degeneratif pada melanosit. Melanosit dapat
secara tidak lengkap mengalami melanisasi atau adakalanya mengalami penurunan jumlah. Jumlah
melanosom dalam keratinosit adalh normal atau dapat juga menurun, dan melanin yang mengandung
makrofag dapat ditemukan pada dermis pars papillare. Analisa dari pengaturan dari gen supresor sel T
dapat membantu untuk menegakkan diagnosis, namun dapat juga memberikan hasil negatif seperti pada
bentuk awal dari mikosis fungoides.
Patogenesis hipopigmentasi dari mikosis fungoides masih belum jelas. Paling tidak pada kasus
yang menunjukkan fenotip CD8+, hipopigmentasi dapat disebabkan akibat efek toksik dari limfosit CD8
non neoplastik pada melanosit, sama seperti yang diperkirakan terjadi pada kasus vitiligo.
Hipopigmentasi dari mikosis fungoides memberikan respon yang baik terhadap pentalaksanaan,
khususnya dengan pemberian psoralen dan sinar UVA (PUVA), dab akhir-akhir ini digunakan terapi
dengan UVB pita sempit, terutama pada kasus yang jinak, walaupun masih sering terjadi kekambuhan
Hipopigmentasi mikosis fungoides harus dibedakan dengan penyebab lainnya dari
hipopigmentasi yang menyebat, khususnya pada vitiligo, tinea versikolor, Pityriasis alba dan
hipopigmentasi post peradangan.

INFEKSI
Treponematoses (Lihat Bab 201)
Treponematoses non veneral merupakan penyakit endemik yang terjasi di bagian Amerika Tengah
dan Selatan, Afrika, Asia dan Kepulauan Pasifik dan dapat terjadi sangat parah sekali. Depigmentasi
terlihat oada beberapa fase dari yaws, bejel dan pinta. Ketika lesi primer dari yaws menghilnag, akan
meninggalkan suatu depigmentasi atipikal dan skar pitting. Pada fase ketiga dari bejel, akan terdapat
suatu nodul gumatosa yang terdapat pada kulit dan organ tubuh lainnya. Kebanyakan lesi akan mengalami
regeresi, meninggalkan suatu depigmentasi dan skar yang tidak berkontraksi. Pinta adalah satu-satunya
treponematosis yang terdapat pada kulit dan penyebab abnormalitas pigmen pada fase pertama, kedua dan
ketiga dari penyakit ini. Lesi sentinel dari pinta dapat mengalami penyembuhan pada fase pertama, dan
akan meninggalkan suatu makula hipo atau biru keabuan maupun yang hiperpigmentasi. Fase kedua
memiliki karakteristik berupa adanya suatu pintids, yang pada awalnya berwarna merah namun sering
berubah warna menjasi coklat, biru SLATE, keabuan ataupun hitam. Fase ini dapat terjadi selama
beberapa tahun dan mengakibatkan campuran lesi depigmentasi dan hiperpigmentasi. Abnormalitas
pigmentasi generalisata dapat berkembang pada fase tersier. Pola simetrik dari lesi yang menyerupai
vitiligo dan berwarna coklat, keabuan dan biru dan hitam sering ditemukan pada tonjolan tulang yang
jelas.
Onchocerciasis (Lihat Bab 207)
Beberapa manifestasi kulit yang berbeda dapat terjadi selama fase dari onchocerciasis.
Depigmentasi onchocercal atau kulit leopard jarang berhubungan dengan pruritus dan merupakan salah
satu manifestasi kulit tersering dari onchocerciasis. Patch hipopigmentasi dengan bercak disekitar
folikular terjadi secara simetris pada daerah pretibia pada kelompok orang tua di daerah yang endemik
(Gambar 73-9)
Leismaniasis kulit post-kala-Azar (Lihat Bab 206).
Leismaniasis kulit post kala azar dapat berkembang pada kal azar yang tidak ditatalaksanai
dengan baik atau leismaniasis visceral, penyakit yang disebabkan oleh Leismania donovani. Manifestasi
kulit dari leismaniasis kulit post kala azar adalah berupa nodul dan plak, eritema pada daerrah wajah.
Nodul dan plak tersebut akan berkembang pada daerah di sekitar mulut dan kemudian menyebar ke
daerah muka, lengan dan dada namun makula dapat terjadi pada seluruh bagian tubuh. Penyakit yang
ringan dapat sembuh secara spontan namun bentuk yang bertanya memerukan penatalaksanaan dengan
obat-obatan sistemik.
Kusta (Lihat Bab 186)
Terdapatnya lesi hipopigmentasi dengan penurunan sensasi merupakan tanda dari penyakit kusta
dan merupakan salah satu kriteria untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta (Gambar 73-10). Kusta
tipe indeterminate, yang paling sering merupakan manifestasi pertama dari penyakit kusta, memiliki
karakteristik berupa adanya gabungan dari beberapa lesi. Tipe tuberkuloid dari kusta biasanya
bermanifestasi pada jumlah yang terbatas, depresi, lesi tanpa rambut yang tampak sebagai hipopigmentasi
pada pasien dengan warna kulit yang gelap dan bersifat eritematosus pada pasien yang berkulit putih.

AGEN KIMIA DAN FARMAKOLOGIK


Potensi suatu bahan kimia untuk menurunkan hipopigmentasi pertama kali ditemukan pada awal
abad pertengahan yang ke-20. Leukoderma pada saat itu ditemukan pada pekerja karet yang terpajan
dengan monobenzyl eter dari hydoquinone (MBEH), sering digunakan sebagai antioksidan pada industri
karet. Sejak saat itu, peralatan depigmentasi telah banyak digunakan terhdapa berbagai macam zat kimia
dan terapi depigmentasi terbaru mulai berkembang.
Pajanan kerja terhadap bahan kimia yang dapat memberikan efek destruktif terhadap melanosit,
dapat mengakibatkan terjadinya leukoderma kimiawi. Agen seperti para-tertiary butylphenol, para-tertiary
butyl cathecol, MBEH dan hidrokuinon dapat menyebabkan terjadinya depigmentasi yang bersifat
permanen. Depigmentasi yang disebabkan oleh bahan kimia sulit dibedakan dengan vitiligo idiopatik.
Pembentukkan awalnya biasanya terjadi pada tangan dan telapak tangan, tempat awal terjadinya kontak
namun depigmentasi dapat terjadi pada tempat lain (Gambar 73-11). Leukoderma kimiawi menyebar
dengan koalescen dari makula-makula, dimana gambarab patches meluas dengan perifolikuler yang
terjadi secara tiba-tiba, akan lebih nyata pada vitiligo. Leukoderma kimiawi sangat nyata bila beberapa
pekerja yang terpajan dengan depigmentasi. Bagaiamanapun jugam tidak seluruh individu yang terpajan
akan memiliki suatu leukoderma dan dinyatakan bahwa kemungkinan suatu orang terkena memiliki
kecenderungan yang berbeda-beda.
Terdapat 3 mekanisme utama dari kerja agen pemutih. Beberapa diantaranya bekerja saat melanin
belum disintesa yaitu dengan menghambat transkripsi tirosinase dan glikosilasi. Agen lainnya bekerja
selam fase sintesa dari melanin yaitu dengan menghambat kerja enzim seperti tirosinase atau peroksidase
atau bekerja sebagai agen reduksi atau spesies pemakan radikal oksigen tertentu. Dan yang terakhir,
beberapa agen bekerja setelah terjadinya proses sintesis dari melanin karena agen tersebut
bertanggungjawab terhadap degradasi tirosinase, penghambatan transfer melanosom, atau akselerasi dari
proses pergantian kulit yang mengakibatkan terjadinya depigmentasi.
MBEH telah banyak digunakan sebagai agen pemutih samapi kemampuannya menyebabkan
terjadinyaa depigmentasi total, permanen dan mirp dengan confetti. Agen ini sebaiknya hanya digunakan
bila diinginkan depigmentasi total pada pasien dengan vitiligo yang meluas. Formulasi dengan 20%
MBEH diresepkan untuk tujuan itu. Hidrokuinon merupakan substansi depimentasi yang terkenal dan
sudah banyak digunakan untuk penataalaksanaan melasma pada konsentrasi obat antra 2 sampai dengan
5%. Konsentrasi yang lebih tinggi dari 5% meningkatkan terjadinya resiko terhdapa depigmentasi
permanen. Efek samping yang dapat diperoleh antara lain iritasi, pigmentasi post inflmasi dan ochronosis
eksogen

AGEN FISIKAL
Panas, Pembekuan, sinar x, radiasi ionisasi, iradiasi UV dan sinar laser dapat menyebabkan
terjadinya hipopigmentasi atau pigmentasi permanen dengan dirusaknya melanosit, yang akan
mengakibatkan destruksi struktur melanosit ataupun kerusakan fungsi melanosit
LICHEN SCLEROSUS (Lihat Bab 63)
Lichen sclerosus mempunyai ciri khas berupa patch eritematosus yang sangat gatal pada awal
penyakitnya, diikuti dengan plak depigmentasi yang atropi dengan permukaan yang berwarna putih
porrselen. Beberapa mekanisme yang sepertinya berperan dalam perkembangan dari leukoderma ini
adalah: penurunan produksi melanin, hambatan perubahan melanosom menjadi keratinosit dan hilangnya
melanosiit.

MELANOMA-YANG BERHUBUNGAN DENGAN LEUKODERMA (Lihat Bab 124) Gambaran


klinik yang paling sering dari regresi lesi melanoma primer adalah lesi berwarna putih, depigmentasi atau
gambaran mirip lesi di sekitar lesi.
Melanoma yang berhubungan dengan hipo atau depigmentasi, yang juga diketahui dengan nama
leukoderma akuisitum centifugum dapat terjadi di sekitar melanoma primer, tempat metastase atau tempat
lain yang berbeda. Bagian yang terakhir sering disebut dengan vitiligo, walaupun persamaannya terbatas.
Mengingat depigmentasi vitiligo biasanya bersifat simetris dan menyebar secara sentripetal pada
punggung belakang, melanoma yang berhubungan dengan hipodepigmentasi cenderung meluas,
membnetuk patchy dan asimetris. Lesi dapat berbentuk mottled (hipomelanotic) atau berwarna putih susu
(amelanotic). Pada kebanyakan kasus, leukoderma mulai secara bersamaan dengan ditemukannya
metastase. Pemeriksaan histologi menunjukkan penurunan atau ketiadaan total dari melanosit.
Makromelanosit dengan dendrit yang pendek dapat juga ditemukan. Melanoma dengan leukoderma yang
berhubungan dapat juga berhubungan dengan angka pertahanan yang tinggi dibandingkan dengan lesi
sebelumnya tanpa hilangnya pigmen di lapisan epidermis. Fakta yang kuat menyatakan bahwa melanoma
yang berhubungan dengan leukoderma merupakan akibat dari reaksi imun yang melibatkan mekanisme
humoral dan seluler. Baik imunoterapi yang bersifat aktif maupun pasif digunakan dalam penatalaksanaan
melanoma yang berhubungan dengan leukoderma (Gambar 73-12)

Hipopigmentasi Difuse yang Didapat


Kelainan nutrisi dan endokrinopati dapat menyebabkan terjadinya hiperpigmentasi. Penyakit
seperti kurangnya tembaga, defisiensi vitamnin B12, kwasiorkor, penyakit Addison, hipertiroidism dan
diabetes juga dapat ebrhubungan dengan hipopigmentasi, namun kedua hal tersebut akan didiskusikan
pada bagian Hypermelanosis karena hiperpigmentasi merupakan perangkat utama mereka

HIPOTIROIDISM (Lihat Bab 152)


Hipotiroidisme terjadi akibat tingkat sirkulasi yang inadekuat dari hormon tiroid dan sering
berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada kulit. Kulit akan berwarna pucat akibat adanya anmia
dan vasokontriksi. Pergantian warna kekuningan dari telapak tanganm kaki dan lipatan nasolabial
disebabkan oleh akumulasi dari karoten pada stratum korneum. Hiperkarotenemia yang berhubungan
terjadi akibat hiperkeratonemia terjadi akibat penurunan pengubahan dalam hepatik yaitu perubahan b
carotene dari vitamin A. Vitiligo telah berhubungan dengan penyakit hipotiroidism yang berhubungan
dengan autoimun.

HIPOPITUARISM
Panhipopituarism terjadi akibat berbagai kondisi yang membahayakan pituitari anterior. Sebagai
konsekuensinya, pembebasan faktor turunan pituitary termasuk dengan hormon yang menstimulasi tiroid,
hormon sdrenocortikotropik, luteinizing, hormon stimulasi folikel dan vasopressin akan menurun. Akibat
adanya penurunan hormon pituitari dalam sirkulasi, produksi kortisol, tiroksin, estrogen dan testosteron
pada organ target akan menurun
Pasien yang menderita panhipopituarisme akan terlihat pucat akibat anemia dan penurunan aliran
darah pada kulit. Selain itu, terjadi juga hipopigmentasi generalisata yang terjadi akibat penurunan
hormon adrenokortikotropik dan hormon penstimulan melanosit yang berfungsi dalam pembentukan
melananin pada lapisan epidermis
HIPOGONADISME
Laki-laki yang mengalami kastarasi biasany terlihat pucat dan kulit pada daerah genital tidak
normal mengalami hiperpigmentasi. Adanya respon perubahan warna yang salah akibat radiasi UV telah
diterangkan sebelumnya. Pengumpulan dari testosteron membuat kulit berwarna menjadi lebih gelap dan
memperbaiki respon perubahan warna kulit.

DEFISIENSI SELENIUM
Gugurnya rambut dan pigmentasi kulit yang terjadi akibat defisiensi selenium telah diterangkan
pada anak-anak yang mendapatlan nutrisi parenteral dalam jangka waktu lama. Setelah pemberian
suplemen selenium, kulit akan lebih gelap.

DEFISIENSI TEMBAGA
Defisiensi tembaga yang diperoleh dapat terjadi pada kelompok bayi yang mengalami malnutrisi
berat. Hipopigmentasi yang terjadi pada rambut biasanya disertai pada defisiensi tembaga, khususnya
karena tirosinase merupakan enzym yang tergantung terhadap tembaga, namun karena defisiensi nutisis
biasanya cenderung bersifat terjadi berbarengan dengan nutrisi lainnya, patogenesisnya menjadi sulit
untuk diterangkan.

HIPOMELANOSIS GUTTATE IDIOPATIK


Hipomelanosis Guttate idiopatik merupakan leukoderma yang diperoleh, memiliki karakteristik
berupa makula berwarna putih porselen dengan bentuk bulat maupun oval dan terpisah satu sama lain
dengan ukuran diameter kurang lebih 2 sampai dengan 5 mm; dimana ukurannya akan meningkat dengan
adanya proses penuaan (Gambar 73-13). Rambut yang berhubungan biasanya akan mengalami
pigmentasi. Lesi ditemukan pada gambaran fotodistribusi dan cenderung terjadi secara kronis pada kulit
yang terpapar sinar matahari secara kronis. Keadaan ini sering ditemukan pada daerah pretibia dan pada
bagian lengan, walaupun dapat juga ditemukan pada daerah yang sering trpajan sinar matahari sepeti
muka, leher dan bahu. Terdapat hipotesis bahwa IGH bukan merupakan suatu keadaan idiopatik
melainkan merupakan kejadian yang diinduksi oleh pajanan sinar UV, walaupun kontroversi ini masih
sering terdapat di literature. Hipotesis lainnya menyatakan bahwa IGH dapat menunjukkan apakan
terdapat proses penuaan yang normal atau proses penuaan akibat sinar.
Secara histologis, lesi IGH ditandai dengan hiperkeratosis berbentuk kantung yang tipis dengan
atropi lapisan epidermis dan pendataran dari rete pegs. Lesi menunjukkan adanya penurunan jumlah
melanosit dan isi dari melanin yang mempengaruhi epidermis dan pigmen granul terdistribusi secara tidak
teratur.
Berbagai macam penatalaksanaan dengan tingkat keberhasilan yang berbeda telah ditemukan,
termasuk dengan krioterapi, abrasi superficial, pemeberian steroid dan retinoid secara topikal.

LEUKODERMA PUNCTATUM
Leukoderma Punctatum pertama kali ditemukan oleh Falabella dkk. Mereka melaporkan adanya
perkembangan dari punctiform hipopigmentasi yang banyak dan bercak achromik setelah penggunaan
terapi PUVA beberapa bulan. Kemudian, pengamatan yang sama juga ditemukan setelah penggunaan
terapi UVB pada pasien psoriasis dan setelah penggunaan topikal PUVA pada satu kasus vitiligo
segmentl.
Lesi paling banyak terdapat pada daerah ekstremitas, punggung belakang dan dada. Lesi dapat
berbentuk bulat maupun oval, berbatas tegas dan berukuran kecil (0.5 saampai dengan 1.5mm0 dan tanpa
adanya distribusi folikuler. Reduksi spontan dari lesi leukodermic pernah didapatkan.
Telah dinyatakan bahwa kerusakan fototoksisitas pada keratinosit dan melanosit merupakan
faktor etiologi kelainan ini. Leukoderma punctatum sebaiknya didiagnosis banding dengan IGH
berdasarkan gambaran klinis dan histologisnya. Pada IGH, lesi lebih luas dan belum pernah dilaporkan
resolusi yang terjadi secara spontan. Secara ultrastruktur, leukoderma punctatim menunjukkan adanya
kerusakan mulai dari yang ringan sampai berat pada keratinosit dan melanosit, dan hal ini tidak
ditemukan pada IGH.

CANITY
Canity atau perubahan rambut menjadi uban adalah suatu proses kronologis penuaan dan terjadi
tanpa memperhatikan ras maupun jenis kelamin. Onset terjadinya yaitu pada dekade keempat dan
tampaknya merupakan suatu herediter. Rata-rata umur untuk golongan kulit putih adalah pertengah 30,
untuk golongan Asia adalah akhir 30 tahun dan untuk golongan Afrika adalah pertengahan 40 tahun.
Canity dini (yang terjadi sebelum usia 20 atau 30 tahun) dapat berhubungan dengan anemia pernisiosa,
hiper/hipoparatiroidism, osteopenia dan beberapa macam sindrom seperti progeria dan pangeria.
Pengubanan biasanya pertama kali tampak pada bagian pelipis, kemudian bagian puncak kepala, dan
akhirnya mengenai daerah oksiput. Kumis dan rambut di bagian tubuh akan terjadi juga setelah rambut
kepala. Warna putih akan semakin menebal dan lebih lama dari pigmen rambut yang normal, tanpa alasan
yang jelas. Persepsi dari rambut abu-abu didasarkan pada campuran rambut berpigmen dengan rambut
yang putih namun masing-masing folikel rambut dapat menghambat dilusi pigmen atau interaksi antara
melanosit kortikal keratinosit. Episode akut dari alopesia areata dapat menyebabkan proses graying yang
tiba-tiba (jadi disebut dengan canities subita) yang disebabkan ikeh hilangnya pigmen rambut pada
kelaianan yang dimediasi oleh sistem imun.

HEMODIALISIS
Pasien yang menjalankan terapi hemodialisis dalam waktu yang panjang, secar perlahan akan
menunjukkan kelainan pigmentasi dari kulit terutama pada daerah yang sering terkena pajanan sinar
matahari. Terdapat pengecualian yaitu terjadinya hipopigmentasi dari kulit dan rambut, hal ini mungkin
disebabkan oleh gangguan metabolisme phenylalanin.

HIPOMELANOSIS MAKULAR PROGRESIF


Hipomelanosis makular progresif merupakan suatu keseluruhan yang mempengaruhi daerah
punggung belakang dengan makula numular berbatas tidak tegas dengan makula hipopigmentasi tanpa
sisik. Kelainan ini sering terjasi pada kelompok dewasa muda terutama wanita. Walaupun kebanyakan
terdapat pada seeseorang dengan ras yang campuran (disebut dengan Creole dyschromia), kelainan ini
dapat dilihat pada semua ras. Hal ini dapat disalahkan dengan pityriasis alba dan pityriasis versicolor.
Terapi antijamur secara sistemik dan steroid secara topikal, biasanya tidak efektif, namun kelainan ini
dapat sembuh sendiri, walaupun terkadang akan menetap setelah dilakukan paparan sinar matahari atau
fototerapi.

Hipopigmentasi Diffuse Yang Didapat Dengan Penyebab Vaskuler


NODA BIER
Noda bier merupakan makula hipopigmentasi berukuran kecil dan ireguler, yang biasanya
terdapat di bagian lengan dan kaki pada kelompok dewasa muda yang mengakibatkan bentukan
reticulated. Kulit disekitarnya eritematosa dan pucat dengan adanya tahanan, mengakibatkan makula
hipopigmentasi akan menghilang. Kondisi ini lebih sering dinyatakan sebagai anomali vaskular dengan
vasokontriksi pada daerah yang pucat dan venodilatasi pada kulit yang eritematosa.

CINCIN WORONOFF (Lihat Bab 28)


Cincin Woronoff terdapat pada daerah halo yang pucat yang dikelilingi oleh lesi psoriatik. Hal ini
dapat dilihat setelah terapi dengan UV atau pemberian steroid secara topikal namun dapat juga terjadi
pada psoriasis yang tidak mendapat tatalaksana. Patogenesis terjadinya masih belum jelas. Penurunan isi
melanin telah ditemukan pada kedua jenis psoriasis dan adanya halo epidermis yang menyatakan
hipomelanosis sejati. Penurunan sintesa prostaglandin lokalis dengan penurunan vasodilatasi atau
mediator antiinflamasi dari lesi psoriatik pada halo juga telah dinyatakan
EDEMA KULIT
Edema kulit menunjukkan gambaran leukoderma yang bukan merupakan hipomelanosis sejati.
Penurunan absorpsi cahaya, penurunan aliran darah kapiler dan peningkatan ketebalan dermis dapat
menyebabkan kulit menjadi pucat

ANEMIA
Warna dari kulit ditentukan oleh beberapa kromopore, yang paling utama adalah pigmen melanin,
namun kadar hemoglobin dalam kulit juga dapat mempengaruhi warna kulit yang dapat dilihat sebagai
anemia akibat penurunan kadar oksihemoglobin dalam sirkulasi dan dapat menunjukkan keparahan dari
anemia

HIPERMELANOSIS
Hipermelanosis Difuse Kongenital

HIPERMELANOSIS DIFUS KONGENITAL NON-FIGURED


HIPERMELANOSIS LINEAR DIFUS KONGENITAL
Hipermelanosis linear dan whorled nevoid
Hipermelanosis linear dan whorled nevoid memiliki karakteristik berupa makula hiperpigmentasi
dengan konfigurasi bergaris di sepanjang garis Blaschko tanpa didahului adanya proses inflamasi maupun
atropi. Pada tahun 1988, Kalter dkk menggambarkan beberapa kriteria diagnostik untuk membedakan
kelaianan ini dengan hipomelanosis Itto, Inkontinensia Pigmentu, nevus epidermal dan
Ciimerism/Mosaicism. Pada masa lampau, kasus yang sama juga pernah dibahas dalam literatur, seluruh
literatur memberikan nama yang berbeda-beda (zoosteriform hiperpigmentation, zosteriform lentiginous
nevus, hiperpigmentation like zebra). Lesi biasanya terdapat pada batang tubuh dan lengan dan tidak
menyilang pada garis tengah. Muka, telapak tangan, telapak kaki, mata dan membrana mukosa jarang
ditemukan terkena hal ini. Kalter dkk menggambarkan LWNH memiliki onset dalam waktu beberapa
minggu dan memiliki progresifitas selama umur 1 sampai dengan 2 tahun. Pigmentasi dapat menhilang
dengan bertambahnya umur.
Abnormalitas ekstrakutan telah diamati pada sejumah kasus LWNH, termasuk dengan adanya
retardasi pertumbuhan dan perkembangan, asimetris badan dan muka, defek pada septum ventrikuler dan
pseudohermaphroditism.
Terdapat peningktan fakta yang menyatakan bahwa LWNH terjadi akibat mosaicism, yang telah
dikonfirmasikan pada beberapa kasus (trisomi mosaik 7, 14, 18, 20 dan mosaikism kromosom X).
Differensiasi dapat dimungkinkan dengan menggunakan analisa kromosom dari limfosit atau dengan
kultur fibroblas kulit.
Pemeriksaan histologis menunjukkan peningkatan pigmentasi dari lapisan basal dan adanya
vakuolisasi dari melanosit. Pigmen inkontinence sering terjadi namaun tidak selalu

Incontinentia Pigmenti.
Inkontinensia pigmentii yang juga dikenal sebagao sindrom Bloch-Sulzberger, pertama kali
ditemukan oleh Garrod dkk pada tahun 1906. Ini merupakan kelainan X linked yang bersifat dominan dan
diturunkan; kejadian ini paling banyak dilaporkan pada wanita dan dipercaya bersifat lethal embrionik
pada kebanyakan wanita. Pada kebanyakan kasus, IP terjadi akibat mutasi suatu gen yang disebut NEMO
[modulator penting nuclear factor Kb (NF-Kb)] yang terdapat pada kromosom Xq28. Kelainan ini
memiliki karakteristik berupa lesi khusus di sepanjang garis Blaschko yang biasanya diikuti dengan 4
stadium kulit, pada beberpa kasus, stadium ini saling tumpang tindih: (1) stadium vesikuler 9mulai dari
lahir sampai segera sesudahnya) (2) stadium verukosa (antara umur 2 sampai dengan 8 minggu) (3)
stadium hiperpigmentasi (umur beberapa bulan sampai dengan dewasa) yang kemudian diikuti oleh
(4)stadium hipopigmentasi (mulai dari bayi sampai dengan dewasa) (Gambar 73-14). Persentase
bermakna dari pasien inkontinensia pigmentii kebanyakan memiliki kelainan pada mata, ggi, tulang dan
sistem syaraf pusat.
Penemuan yang dapat dilihat pada kulit di stadium pertama menunjukkan adanya defisiensi sel
NEMO. Defisiensi ini akan mengakibatkan gangguan dalam pengiriman sinyl yang akan menyebabkan
kegagalan mengaktivasi NF-Kb, dan akhirnya menyebabkan apoptosis (normlanya nfkb melindungi
faktor nekrosis tumor terhadap induksi terjadinya apoptosis) Jumlah defisiensi sel NEMO akan menurun,
skunder akibat apoptosis dan akan digantikan oleh sel lain yang mengekspresikan alel yang normal.
Setelah itu, stadium inflamasi dan vesikuler berakhir. Hiperproliferasi yang terjadi pada stadium2 terjadi
akibat proliferasi normal dari keratinosit NEMO. Hiperpigmentasi biasanya terdapat pada stadium 3
karena terdapat inkontinensia dari pigmen melanin yang terdapat pada lapisan dermis dan epidermis.
Stadium hiperpigmentasi terdapat di sepanjang garis Blaschko dan biasanya diawali dari daerah
punggung belakang, namun mereka juga dapat ditemukan di daaerah ekstremitas. Derajat dari
hiperpigmentasi berbeda pada setiap individu. Secara histologism daerah yang mengalami
hiperpigmentasi menunjukkan banyak melanophage melanin-laden, deposit melanin yang berlebihan pada
lapisan sel basal dan lapisan dermis. Terdapat vakuolisasi dan degenerasi pada lapisan epidermal lapisan
sel basal. Biasanya, hiperpigmentasi akan memudar secara berangsur-angsur setelah beberapa tahun dan
dapat menjadi hipopigmentasi (stadium 4), yang menggambarkan jaringan parut kulit post proses
inflamasi. Stadium hipopigmentasi ditandai dengan garis linear, atropi, tidak berambut yang mengikuti
garis Blaschko.
Secara histologis, jumlah dari sel melanosit tampak normal, walaupun pernah dilaporkan pada
beberapa kasus, terdapat penurunan jumlah sel melanosit. Lapisan epidermis menjadi lebih tipis dan tidak
terdapat penurunan anggota tambahan kulit pada lapisan dermis yang mungkin dapat meningkatkan kesan
terdapatnya hipopigmentasi pada kulit.

HIPERMELANOSIS RETICULAR DIFUS KONGENITAL


Diskeratosis Kongenital
Diskeratosis kongenital merupakan kelainan kulit degeneratif, yang memiliki karakteristik berupa
pigementasi kulit retikulata, atropi kuku, leukoplakis dan kegagalan fungsi sumsum tulang. Penyakit ini
juga diketahui dengan nama Zinsser-Engman-Cole syndrome dan diturunkan secara genetik dengan sifat
heterogen. Terdapat 3 pola penurunan yang telah ditemukan: Terkait kromosom X (Pada kelompok pria),
autosomal dominan dan autosomal resesif (pada kedua jenis kelamin). Jenis autosomal dominan memiliki
prognosis yang paling baik.
Kegagalan fungsi sumsum tulang dan keganasan akan berkembang pada dekade 2 atau 3.
Peningkatan kerusakan kromosom telah berhasil dilihat pada limfosit, fibroblas dan sel sumsum tulang
pada beberapa pasien penderita diskeratosis kongenital. Gene untuk diskeratosis kongenital, DKC1,
terdapat pada Xq28 dan merupakan produk gen diskerin yang berhubungan dengan telomerase RNA.
Pada saat ini diketahui bahwa diskeratosis kongenital terjadi akibat kegaglaan proses pertahanan
telomerase, keterbatasan kapasitas proliferasi dari sel hematopoetik dan epitelial. Ditemukan pemendekan
telomer pada pasien diskeratosis kongenital yang merupakan fakta awal dari adanya peran telomer dalam
biologi sel (penuaan seluler). Pada diskeratosis kongenital yang bersifat autosomal dominan, gene TERC
pada kromosom 3q21-28 mengkodekan komponen 3 telomerase. Biopsi kulit yang dilakukan pada kulit
yang mengalami hiperpigmentasi, menunjukkan perubahan yang tidak spesifik termasuk dengan adanya
atropi lapisan epidermis kulit, infiltrat inflamasi kronis dengan sejumlah melanofag pada lapisan atas
dermis. Diskeratosis kongenital mungkin dapat sulit dibedakan dengan sindrom Fanconi, yang memiliki
karakteristik berupa perawakan yang pendek, hipoplastik atau aplastik pada ibu jari, dan penurunan
jumlah tulang karpal. Disini, terdapat hiperpigmentasi yang tidak sempurna pada darah tulang punggung,
leher, pangkal paha dan daerah aksilla yang dapat bermanifestasi lebih awal dibandingkan dengan
diskeratosis kongenital (dengan kata lain, tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan). Untuk
penjelaan mengenai sindrom Naegli-Franceshetti-Jadassohn, dermatopati pigmentosa retikularis, penyakit
Dowling-Degos dan acropigmentasi retikuler Kitamura dan sindrom Partington dapat dilihat pada edisi
on-line.
Hipermelanosis sirkumskripta Kongenital
HIPERMELANOSIS SIRKUMSKRIPTA KONGENITAL DENGAN MELANOSITOSIS KULIT
Melanositosis kulit atau proliferasi dendritik melanosit kulit memiliki karakteristik berupa melanin yang
memproduksi dendritik melanosit yang terdapat pada lapisan dermi. Hal ini termasuk dengan Nevus Ito,
Nevus Ota dan noda mongolian dan hamartoma melanosit pada kulit (tabel 73-1). Malformasi vaskular
yang berhubungan telah diterangkan dalam pigmentovaskularis phakomatosis (tipe Port wine stain,
Klippel Trenaunay, atau sindrom Sturge Weber)
Nevus Ota
Nevus Ota (nevus fuscocaeruleus ophthalmomaxillaris) pertama kali dinyatakan oleh Ota pada
tahun 1939. Penyakit ini memiliki karakteristik berupa pigmentasi melanosit kulit yang berwarna biru
kehitaman atau coklat keabuan dan khasnya terjadi pada daerah yang diinervasi oleh cabang pertama dan
kedua dari nervus trigeminus. Dapat terjadi pigmentasi pada lapisan mukosa, yang melibatkan
konjungtiva, sklera dan membran timpani (melanositosis okulodermal) (Gambar 73-15). Penyakit
inipaling sering ditemukan pada populasi penduduk Asia, lebih dominan pada kelompok wanita dan
biasanya bersifat kongenital, walaupun manifestasi pada masa awal anak-anak dan pada masa pubertas
pernah ditemukan. Pada tahun 1988, Nevus Ota di bagi menjadi sub bagian menjadi tipe 1 (ringan), tipe 2
(sedang), tipe 3 (intensif) dan tipe 4 (bilateral. Nevus Ota jenis bilateral harus dibedakan dengan nevus
Hori (nevus Ota bilateral yang diperoleh-mirip makula), dimana penyakit ini diperoleh, dan tidak terdapat
keterlibatan dari mukosa dan sedikit tidak berpigmen (Lihat Tabel 73-1)
Melanoma maligna mungkin bisa merupakan akibat perkembangan dari sebuah nevus Ota.
Dengan mengetahui hal ini, diperlukan pemantauan yang ketat dan hati-hati dari lesi, khususnya jika lesi
tersebut terjadi pada pasien dengan ras kaukasian, dimana degenerasi yang bersifat maligna lebih sering
terjadi pada ras ini. Tumor melanosit maligna dengan hubungannya terhdapa nevus Ota, telah
berkembang pada daerah choroidea, otak, lingkaran mata, iris, badan siliar mata dan nervus optikus.
Nevus Ito
Nevus Ito merupakan melanositosis kulit yang bersifat kongenital yang pertama kali ditemukan
oleh Ito pada tahun 1954 dengan nama nevus fusco-caerulues acromiodeltoideus. Nevus ini dapat
dipertimbangkan sebagai suatu varian nevus Ota yang melibatkan kulit dari daerah acromioklavikuler dan
daerah deltoideus. Karakteristik klinik, demografis dan histologis menunjukkan kesamaan dengan Nevus
Ota dan kedua lesi ini dapat terjadi secara spontan (Lihat Tabel 73-1)
Noda Mongolia
Noda mongolia merupakan penyakit yang diturunkan secara kongenita, hiperpigmentasi yang
bersifat jinak dan terutama terjadi pada kelompok penduduk Afrika, Asia dan Hispanik dan memiliki
angka prevalensi yang jarang pada ras Kaukasian. Penyakit ini terjadi pada kedua kelompok jenis kelamin
namun lebih sering/dominan pada kelompok pria yang berkulit terang dan lebih sering mengenai daerah
sakral (Gambar 73-16). Penyakit ini juga bisa ditemukan pada daerah gluteus, lumbar dan daerha dada,
perut, lengan kaki adn lengan kanan dan juga pada daerah bahu. Pada kebanyakan kasua, noda mongolian
menunjukkan regresi yang spontan selama pada masa anak-anak namun dapat menetap pada kleompok
dewasa, hal ini pernah dilaporkan. Secara histologis, makula ini terdiri darai melanosit yang berbentuk
gulungan pada lapisan bawah dermis yang gagal bermigrasi ke persambungan lapisan dermis dan
epidermis selama masa kehidupan janin. Beberapa kasus ditemukan berupa noda Mongolian yang meluas
yang melibatkan daerah tulang belakang dan ekstremitas, yang berhubungan dengan kelainan
metabolisme pada waktu kelahiran seperti gangliosidosis GM1 dan mukopolisakaridosis.
Hamartoma Melanosit Kulit
Hamartoma melanosit kulit erupakan bentuk yang berbeda dari melanositosis kulit kongenital lain, yang
pertama kali ditemukan oleh Burkhart dkk pada tahun 1981. Pada penyakit ini, terdapat pigmentasi yang
berwarna biru keabuan, disebabkan oleh sisa melanosit pada lapisan dermis yang menyebabkan pola
dermatomal.
HIPERMELANOSIS SIRKUMKRITA KONGENITAL DENGAN LENTIGINOSIS
Sindrom Lentiginosis Familial
Sindrom Lentiginosa familial memiliki karakteristik berupa adanya lentigen [kecil (biasanya
memiliki ukran diamter yang lebih kecil dari 5 mm)] yang mengelilingi makula berwarna coklat yang
menunjukkan peningkatan jumlah melanosit pada lapisan epidermis (hipermelanosis melanosit epidermis)
dan peningkatan angka kejadian keganasan pada organ kardiovaskular, endokrin dan gastrointestinal.
Yang termasuk dengan kelainan ini adalah sindrom Peutz-Jeghers, sindrom LEOPARD (Lentigenes;
defek konduksi elektrokardiogram; hipertelorism okuler; stenosis pulmonalis; abnormalitas dari organ
genitalia; retardasi pertumbuhan; dan tuli sensorineural (deafness), diseksi arterial dan lentiginosis,
penyakit Laugier-Hunziker, lentiginosis familial jinak, sindrom Bannayan-Ruvalcaba-Riley, lentiginosis
centrofasial dan lentiginosis segmental. Pada akhir-akhir tahun ini, genetik gen dan lokus telah berhasil di
identifikasi pada komplek Carney, sindrom Peutz-Jeghers, dan Sindrom Bannayan-Ruvalcaba-Riley.
Sindrom Peutz-Jeghers
Sindrom Peutz-Jehers merupakan predisposisi dari kanker yang bersifat autosomal dominan dan
pertma kali ditemukan oleh Peutz (pada tahun 1921) dan Jeghers (pada tahun 1949). Adanya pigmentasi
pada mukokutaneus dan poliposis hamartomatous pada intestinal merupakan penanda yang khas dari
penyakit ini (Gambar 73-18). Lesi yang berpigmen pada penyakit ini menyerupai lesi yang terdapat pada
komplek Carney, dengan makula hiperpigmentasi yang kecil yang tampak pada masa kanak-kanak (tidak
ada pada waktu lahir) yang terdapat pada daerah bibir dan mukosa bukal namun penyakit ini juga dapat
melibatkan daerah lipatan mata, tangan dan kaki. Kaganasan yang paling sering berhubungan dengan
sindrom ini adalah gastrointestinal (usus halus, kolorektal, perut dan pankreas). Selainitu, keganasan yang
bukan gastrointestinal, dapat ditemukan berupa keganasan pada payudara, leher rahim, dan tumor
endokrin (tiroid, testikular dan ovarian) telah pernah ditemukan. Lebih dari satu setengah kasus dari
sindrom Peutz-Jeghers memiliki mutasi pada gen serine/threonin kinase 11 (STK 11 atau LKB 1), oleh
karena itu diduga berperan sebagai gen supressor tumor. Harus dijamin adanya pengawasan yang ketat
terhadap penderita sindrom Peutz-Jeghers usia muda. Untuk penjelasan mengenai sindrom Bannayan-
Riley-Ruvalcaba, dapat dilihat pada edisi on-line.
Sindrom LEOPARD
Sindrom Leopard merupakan kelainan gen kulit yang bersifat autosomal dominan. Karakteristik
dari lentigenes biasanya akan berkembang selama masa anak-anak dan pada bulan pertma kehidupan.
Diagnosis klinis secara primer didasarkan pada gambaran khas dari wajah dan adanya kardiomiopati
hipertopik dan makula cafe-au-lait. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada gen PTPN11, yang
mengkodekan protein tirosine phospatase SHP-2 dan berada pada kromosom 12. Sindrom LEOPARD
memiliki alel yang sama dengan sindrom Noonan dan memiliki beberapa gambaran klinis yang sama
(Lihat Gambar 73-17)
Lentiginosis Centrofasial

HIPERMELANOSIS SIRKUMSKRIPTA KONGENITAL DENGAN MAKULA CAFE-AU-LAIT


Makula cafe au lait terdiri atas hiperpigmentasi yang tidak sempurna pada kulit yang berbatas tegas dan
tidak teratur, memiliki ukuran yang bervariasi dari 0.5 cm sampai dengan lebih dari 20 cm. Antra 0.3%
sampai dengan 18% dari seluruh bayi yang baru lahir memiliki makula cafe au lait ini. Secara histologis,
makula cafe au lait menunjukkan jumlah normal dari melanosit namun terdapat peningkatan melanin
lapisan epidermis (hipermelanosis melanotik epidermal). Makula cafe au lait yang berjumlah lebih dari 1
diketahui sebagai penanda adanya kelainan beberapa sistem organ.
Neurofibromatosis Tipe 1
Neurofibromatosis tipe 1 pertama kali ditemukan oleh Friedrich von Recklinghausen pada tahun
1882 dan oleh karena itu disebut juga sebagai von Recklinghausen disease (Lihat Bab 142)
Neurofibromatosis tipe 1 merupakan kelainan autosomal dominan yang disebabkan oleh mutasi
pada gen NF1, berlokasi pada kromosom 17q11.2 dan mengkodekan protein neurofibromin.
Neurofibromin berperan serta dalam beberapa jalur pengiriman sinyal dan menunjukkan berbagai bentuk
yang melewati mekanisme yang saling bersambungan. Fungsi neurofibromin yang paling penting adlah
terlibat dalam pengaturam dari sinyal transduksi Ras dan oleh karena itu dinyatakan sebagai gen supresor
tumor.
Neurofibromatosis tipe 1 telah diperkirakan sebagai kelaianan neuropati dan memiliki
karakteristik berupa manifestasi sel pigmentasi yang berhubungan dengan kutan maupun non kutas
seperti makula cafe au lait, bintik-bintik pada sela jari dan nodul Lisch yang terdapat pada iris. Pada tahun
1987, U.S National Institutes of Health Consensus Developmen Confrence menetapkan kriteria diagnosis
klinis dari neurofibromatosis tipe 1 (Lihat Bab 142). Adanya 6 atau lebih makula cafe au lait yang
memiliki ukuran diameter terpanjang lebih dari 655 pada individu yang prepubertas atau lebih dari 15 mm
pada individu setelah pubertas, merupakan salah satu tanda dari prnyakit ini. Berbeda dengan Makula
cafe au lait yang terpisah, neurofibromatosis yang berhubungan dengan makula cafe au lait, terdapat
penurunan jumlah yang bermakna dari jumlah melanosit yang terdapat pada epidermis. Adanya bintik-
bintik pada daerah sela jari merupakan tanda patognomonis dari neurofibromatosis tipe 1, dan juga
menunjukkan peningkatan jumlah melanosit pada lapisan epidermal, yang membedakan hal ini dengan
bintik-bintik biasa (ephelid) (Lihat Gambar 73-18.1 pada edisi on line)
Sindrom Watson

Sindrom Mc-Cune Albright


Sindrom McCune Albright pertama kali ditemukan oleh McCune (1936) dan Albright (1937)
sebagai trias yang terdiri dari displasia fibrosa poli/monostotik, makula cafe au lait, dan endokrinopati
berupa hiperfungsional yang meliputi pubertas prekoks, hipertiroidism, hiperkortisolism,
hipersomatotropism dan ricket hipoposfatemia. Jumlah makula cafe au lait lebih sedikit dan memiliki
batas yang tidak beraturan dibandingkan dengan yang ditemukan pada neurofibromatosis tipe 1. Secara
klasik, pasien ini memiliki garis demarkasi pada bagian tengah tubuh. Sindrom McCune Albright
disebabkan oleh mutasi yang diaktivasi setelah terbentuknya zigot dari subunit alpha dari protein
pengatur cAMP. Sebagai konsekuensinya, distribusi acak dari sel sindrom ini, mengaktifkan
adenilat siklase. Untuk sindrom Bloom dan Sindrom Silver Russel, dapat dilihat pada edisi on line.
Nevus Spillus
Nevus spillus atau nevus lentiginosa yang berbintik merupakan bercak hiperpigmentasi dengan
makula yang berwarna lebih gelap disetai dengan atau tanpa papula pada sebelas atasnya. Nevus spillus
merupakan lesi yang sangat terbatas dan terisolir namun dapat bersifat generalisata dan mengenai
dermatom kulit tertentu (bentuk zooster). Hal ini didiskusikan pada Bab 122.

Hipermelanosis diffuse non-figured yang diperoleh


ENDOKRINOPATI
Penyakit Addison
Penyakit Addison adalah sutu sindrom klinis yang memiliki karakteristik berupa hiperpigmentasi
kulit dan salt-wasting, yang berhubungan dengan defisiensi adrenal dan sebagai akibat dari tidak
adekuatnya sekresi dari kortikosteroid dan hormon androgen. Pada negara bagian barat, penyakit Addison
biasanya disebabkan oleh karena autoimun.
Hiperpigmentasi merupakan tanda pada kulit yang paling jelas pada penderita penyakit Addison
kronis. Hiperpigmentasi yang terjadi bersifat difus dan terjadi lebih sering pada daerah yang terpapar
dengan cahaya matahari (muka, leher dan kepala), tempat dimana terjadi trauma, jaringan parut, atau
tempat yang sering mengalami tekanan (lutut, tulang belakang, jari-jari, siku, dan daerah bahu), pada
telapak tangan dan pada daerah puting susu, areola, aksila, perinerum dan daerah genital. Penyakit ini
akan didiskusikan lebih lanjut pada Bab 152.
Sindrom Cushing
Sindrom Cushing memiliki karakteristik berupa gejala dan tanda klinis akibat kelebihan
glukokortikoid secara kronis.
Berbagai tingkat hiperpigmentasi dapat dilihat pada penderitapenyakit ini, biasanya akan lebih
berat jika terdapat pada pasien dengan sindrom hormon adrenokortikotropik ektopik. Sama seperti
penyakit Addison, hiperpigmentasi yang terjadi bersifat generalisata, namun temoat yang paling jelas
terlihat adalah pada daerah yang sering terpapar dengan sinar matahari seperti daerah leher, muka,
punggung tangan sama juga dengan daerah yang sering mengalami penekanan secara kronis ataupun
trauma kronis (bahu, pinggang, sikum jari-jari, tulang belakang dan lutut) dan pada permukaan mukosa.
Sindrom Nelson
Sindrom Nelson terdiri atas pembesaran tumor yang berhubungan dengan peningkatan nilai
ACTH pada waktu puasa, disertai dengan adanya hiperpigmentasi dan gejala neurooftalmologikus pada
pasien dengan sindrom Cushing setelah dilakukan adrenalektomi bilateral dan terapi replacement
hormonanl yang tidak adekuat
Feokromositoma
Feokromositoma adalah tumor yang duturunkan dari sel kromafin dari medula adrenal yang
berhubungan dengan produksi yang berlebihan dari katekolamin. Terdapat gambaran muka yang pucat
akibat adanya vasokontriksi yang mungkin terjadi. Selain itu, pernah juga dilaporkan kejadian
hiperpigmentasi yang menyerupai penyakit addison dan hal ini kemungkinan disebabkan oleh produksi
ACTH ektopik dan hormon perangsang melanosit yang diproduksi oleh tumor tersebut. Pigmentasi yang
terjadi akan menghilang setelah dilakukan penatalaksanaan dengan pembedahan.
Sindrom Carcinoid
Terjadi hiperpigmentasi di seluruh tubuh akibat adanya produksi dari tumor penghasil hormon
perangsang melanosit, seperti tumor carcinoid gaster dan timus. Sindrom carcinoid dapat juga disertai
dengan ruam yang menyerupai pellagra dan terjadi pada daerah kulit yang sering terpajan (Lihat Bab
130). Ruam merupakan komplikasi skunder akibat defisiensi dari triptopan, akibat sejumlah besar
triptopan yang diperoleh dari diet diubah menjadi serotonin oleh tumor/
Hipertiroidism
Tirotoksikosis memiliki penyebab yang beraneka ragam. Penyebab utama yang paling sering
terjadi adalah penyakit Grave, yang ditandai dengan adanya antibodi terhadap hormon penstimulasi tiroid
yang terdapat dalam sirkulasi (Lihat Bab 152)
Angka kejadian dari hiperpigmentasi pada pasien dengan tirotoksikosis diperkirakan berkisar
antara 2 persen dampai dengan 40 persen pada daerah yang lebih luas. Peningkatan pigmentasi kulit dapat
bersifat lokalisata maupun generalisata dan lebih sering terjadi pada individu yang berkulit gelap.
Distribusi terjadinya hiperpigmentasi sering menyerupai dengan yang terjadi pada penyakit Addison
dengan deposisi pigmen pada telapak tangan dan telapak kaki. Bagaimanapun juga, terdapat beberapa
gambarn klinis yang berbeda dengan yang terdapat pada penyakit Addison. Jarang ditemukan keterlibatan
dari membran mukosa dan sering ditemukan adanya pigmentasi pada daerah puting payudara dan kulit di
daerah genital. Hiperpigmentasi berhubungan dengan tirotoksikosis diperkirakan terjadi akibat
peningkatan pelepasan ACTH pituitari, sebagai akibat adanya degradasi dari kortisol yang meningkat.
Respon dari hiperpigmentasi terhadap terapi dilaporkan sangat buruk. Penyakit autoimun Grave pernah
dilaporkan berhubungan dengan kejadian vitiligo.
Melasma
Melasma merupakan hipermelanosis yang sering terjadi yang khasnya terdapat pada daerah yang
sering terpajan dengan sinar matahari. Patogenesis dari penyakit ini belum dapat dimengerti dengan
sepenuhnya, namun diperkirakan ada keterlibatan dari faktor genetik dan hormonal yang dipengaruhi oleh
radiasi dari sinar UV. Faktor pemacu yang spesifik meliputi: obat pengontrol kehamilan, terapi pemberian
estrogen, disfungsi sedang dari tiroid dan ovarium, penggunaan kosmetik, nutrisi, medikasi fototoksisk
dan fotoalergi, obat-obatan yang bersifat fototoksik dan pengobatan terhadap epilepsi.
Kejadian melasma sebelum fase pubertas jarang dilaporkan dan lebih sering terjadi pada
kelompok wanita, khususnya pada wanita dengan usia yang reproduktif. Individu denngan warna kulit
yang lebih gelap (tipe IV, V dan VI) lebih sering terpengaruh dengan penyakit ini. Lesi yang terjadi
berupa makula berwarna kecoklatan dengan batas yang tidak beraturan dan distribusi yang simetris pada
daerah wajah (Gambar 73-19), sering juga memberikan pola retikular yang menyatu. Pajanan sinar
matahari akan memperkuat gambaran lesi ini. Terdapat 3 pola utama dari distribusi lesi: centrofasial )
sebanyak 63% meliputi daerah dahi, hidung, dagu dan bibir bagian atas), malar (sebanyak 21%, meliputi
daerah hidung dan pipi) dan mandibular (sebanyak 16%; meliputi daerah ramus mandibula). Sering juga
ditemukan keterlibatan dari dada bagian anterior dan lengan bagian dorsal.
Dari gambaran yang dapat dilihat di bawah lampu Wood, melasma secara klasik dapat
diklasifikasikan ke dalam tipe epidermal, dermal dan campuran. Secara klinis, tipe epidermal memiliki
batas yang jelas dan tajam, sedangkan tipe dermal dan tipe campuran memiliki gambaran blotchy .
Pigmentasi epidermal dapat dilihat dengan jelas di bawah lampu Wood sedangkan pigmentasi dermal,
tidak terlalu jelas. Pada kebanyakan pasien, distribusi melanin terdapat pada lapisan basal dari epidermis
dan dermis.
Pajanan dari sinar matahari merupakan faktor etiologi yang paling penting dan oleh karena itu
harus dilakukan perlindungan terhadap sinar matahari pada penatalaksanaan penyakit ini. Pigmentasi
epidermal diketahui lebih sensitif dibandingkan dengan pigmentasi dermal. Agen hipopigmentasi seperti
hidrokuinon, krim tretinoin, asam azelaic, rucinol dan asam kojic diketahui memiliki kegunaan yang baik
jika digunakan pada periode waktu yang lama. Formula Kligman merupakan kombinasi populer dari
hidrokuinon, tretinoin dan kortikoid topikal potensi lemah.Pengelupasan secara kimia dan penggunaan
terapi laser dapat berguna dalam penatalaksanaan dari melasma, namun dapat menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi di waktu yang akan datang. Kadang-kdang, melasma dapat menghilang secara perlahan
setelah pemberhentian pemberian hormon dengan atau tanpa penghindaran terhadap sinar matahari.
Kehamilan
Selama kehamilan, kejadian pigmentasi meningkat dan terjadi pada 90 persen pasien wanita dan
lebih jelas terdapat pada individu dengan warna kulit yang lebih gelap. Lesi pigmentasi yang terjadi
sebelumnya seperti nevi maupun epelid akan semakin menghitam. Begitu juga dengan jaringan parut
yang baru terjadi. Pada keadaan normal kulit yang mengalami hiperpigmentasi seperti daerah putingm
areola dan genitalia, pigmentasi yang terjadi akan semakin besar. Linea alba, garis tengah yang terdapat
pada dinding abdomen depan, sering mengalami hiperpigmentasi selama kehamilan dan sering disebut
dengan linea nigra. Pada sejumlah kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi pada daerah aksilla dan
paha dalam bagian atas. Melasma atau mask of pregnancy (Lihat bagian Melasma) terjadi pada 50%
lebih wanita hamil (Lihat Bab 107)
Akantosis Nigrikan
Akantosis nigrikan sering berhubungan dengan kejadian hiperpigmentasi dan akan dibahas pada
Bab 152 dan 154
Diabetes (Lihat Bab 153)
Prevalensi vitiligo yang lebih besar terjadi pada pasien dengan diabetes tipe I dan II jika
dibandingkan dengan populasi masyrakat normal. Dermopati diabetik memiliki karakteristik berupa
asimptomatik, ruam berbatas tidak beraturan, berwarna coklat terang dan menurun yang terdapat pada
daerah lengan bawah bagian depan, namun patogenesis dari penyakit ini masih belum diketahui

KONDISI NUTRISI (Lihat Bab 130)


Perubahan pigmentasi dapat terjadi skunder akibat kondisi nutrisi seperti kwasiorkor, defisiensi
vitamin B12, defisiensi asam folat dan pellagra. Perubahan yang terjadi pada kulit bersifat reversible
dengan adanya koreksi dari kodisi nutrional yang terjadi

KONDISI METABOLIK
Porfiria Cutanea Tarda
Porfiria Cutanea tarda merupakan kelainan metabolik yang berhubungan dengan hipermelanosis
coklat yang menyebar dan berhubungan dengan pajanan sinar matahari. Pada kelompok wanita,
hiperpigmentasi yang menyerupai melasma pada daerah wajah, dapat diamati (Lihat Bab 132)
Hemokromatosis
Hemokromatosis herediter merupakan kelaiana autosomal resesif yang berhubungan dengan
peningkatan absorpsi besi dari usus dan deposisi yang berlebihan dari jumlah besi di hati, pankreas dan
organ lain termasuk dengan kulit. Pada waktu yang lampau, diagnosis hemokromatosis biasanya baru
dapat ditegakkan pada stadium akhir dengan aanya trias klasik berupa hiperpigmentasi, diabetes melitus
(bronze diabetes) dan cirosis hepatis. Penggelapan warna kulit terjadi pada sekitar 70% pasien, terjadi
akibat 2 mekanisme yang berbeda: deposisi hemosiderin yang menyebabkan pewarnaan abu seperti batu
yang menyebar dan peningkatan produksi dari melanin yang menyebabkan warna merah tua/perunggu.
Karena pada masa sekarang ini, hemokromatosis dapat didiagnosis lebih awal, jarang dapat ditemukan
hiperpigmentasi. Pigmentasi biasanya bersifat generalisata, namun lebih sering terjadi pada daerah yang
terpajan dengan sinar matahari, daerah genitalia dan jaringan parut. Perubahan warna kulit menjadi merah
tua/perunggu bersifat reversible jika terapi plebitic telah dilaksanakan pada pasien ini.

KONDISI TUMOR
Kelainan Sel Mast
Kelaianan dari sel mast dapat mengakibatkan terjadinya hiperpigmentasi dan keadaan ini akan
dibahas pada Bab 150.
Melanoma (Lihat Bab 124)
Melanosis yang bersifat difus dan generalisata yang berhubungan dengan metasatase dari
melanoma, merupakan kasus yang jarang walaupun pencatatannya telah doilakukan dengan baik.
Penyakit ini memiliki karakteritik berupa diskolorasi kulit mulai dari warna biaru keabuan sampai dengan
warna coklat (Gambar 73.20). Pada gambaran histologis ditemukan adanya partikel melanin yang terdiri
atas sel histiosit dan dendritik pada lapisan dermis dan lapisan subkutan. Tidak dapat ditemukan sel
melanoma dalam kulit, dan tidak terjadi peningkatan pigmen melanin pada lapisan epidermal maupun
dengan jumlah melanosit. Melanosom yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah dapat dideteksi,
menunjang hipotesis yang menyatakan bahwa melanosis yang bersifat menyebar diakibatkan dari lisisnya
tunor, dengan adanya pembebasan dari organella ke dalam sirkulasi dan mendeposisikannya di dalam
kulit.

AGEN FISIK
Radiasi Ultraviolet
Efek akut yang utama dari sinar ultraviolet pada kulit manusia yang normal adalah kulit terbakar,
diikuti dengan penggelapan warna kulit (Lihat Bab 89)
Radiasi Ion (Lihat Bab 95)
Pajanan kulit terhadap radiasi ion selama dalam tahap kecelakaan, seperti Chernobyl atau setelah
radioterapi fraksinasi lokal dapat meningkatkan kejadian sindrom radiasi kulit, yang memiliki gambaran
berupa fibrosis, keratosis, telangiektasis dan hiperpigmentasi lentigiosa dengan demarkasi yang jelas,
mirip dengan lentiginosa yang diinduksi oleh ultraviolet. Noda hipopigmentasi yang kecil dapat
bercampur baur dengan daerah yang mengalami hiperpigmentasi. Biopsi kulit juga menunjukkan adanya
perubahan dari isi melanin pada melanosit dan keratinosit sel basal, menyebabkan gambaran klinis
tertentu. Terapi elektron telah dilaporkan dapat menginduksi hiprpigmentasi yang menyerupai warna
gelap pada kulit dan melanonikia transverse.
Radiasi Termal
Pada luka akibat suhu yang bersifat superfisial, ketika melanosit yang berada pada lapisan basal
epidermis tidak mengalami kerusakan, dapat menyebabkan hiperpigmentasi dengan derajat yang berbeda-
beda, tergantung dengan warna kulit dan waktu terjadinya luka. Luka akibat suhu yang terjadi akibat
penggunaan terapi laser dengan dosis tinggi yang padat juga dapat menyebabkan terjadinya
hiperpigmentasi, terutama pada individu dengan warna kulit yang gelap. Krioterapi, pengrusakan jaringan
dengan adanya suhu dingin, sering merupakan penyebab dari hipopigmentasi yang bersifat permanen
disertai dengan kombinasi hiperpigmentasi perifer pada kulit yang dilakukan penatalaksanaan terhadap
kerusakan melanosit.
Trauma
Melanosis akibat gesekan pada kelainan pigmentasi yang diperoleh terjadi akibat penggarukan
kulit yang berulang kali dilakukan. Keseluruhan gejalanya berupa pigmentasi kecoklatan dengan
distribusi pada daerah dengan tulang yang jelas dari tulang belakang dan ekstremitas
Hiperpigmentasi akibat induksi obat dan toksin
Hiperpigmentasi yang diakibatkan ikeh agen toksik ataupun obat-obatan merupakan 10 sampai
dengan 20% kejadian hiperpigmentasi yang diperoleh. Obat yang mempengaruhi sistem syaraf pusat,
agen antineoplastik, obat antiinfeksi, obat anti hipertensi, dan hormon merupakan faktor yang paling
sering terjadi (Tabel 73-2)
Mekanisme patogenesis yang berbeda terdapat pada penyakit ini. Akumulasi dari melanin yang
merupakan kompleks dari obat [obat dengan kompleks pigmen (contohnya hidroksiklorokuin)] terjadi
pada sebagian besar kasus tanpa adanya peningkatan jumlah melanosit. Akumulasi dari melanin dapat
terjadi setelah inflamasi kulit (post inflamasi) dengan atau kerusakan DNA (contohnya carmustine).
Beberapa obar (contohnya carotene) merupakan jenis logam berat yang secara langsung akan di deposisi
ke dalan kulit. Pada kasus yang lain, pigmen non melanin dibuat atau diproduksi dibawah pengaruh obat
(contohnya bile pigment), lipofuscin atau besi setelah kerusakan pembuluh darah dan hemoglobin.
Gambaran klinis dari keadaan ini bervariasi sesuai dengan karakteristik tempat, pola dan
bayangan diskolorisasi. Bentuk yang berhubungan dengan akumulasi melanin akan diperburuk dengan
adanya pajanan dari sinar matahari. Terkadang, manifestasinya lebih ataupun kurang spesifik pada
obat=obatan tertentu, walaupun mekanisme ini tidak dapat dimengerti dengan jelas. Sebagai contoh,
terkadang hiperpigmentasi bentuk flagellate dapat ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi bleomisin
atau zidovudine. Hiperpigmentasi difuse pada telapak tangan dan telapak kaki dapat ditemukan pada
pasien yang sedang mengkonsumsi siklopospamide atau doxorubicin. Bleomisin dan doxorubisin dapat
menghasilkan hiperpigmentasi lokalisata di sekitar sendi yang kecil. Substansi hormonal yang
berhubungan dengan estrogen dan medikasi yang menyerupai fenitoin dapat menyebabkan pigmentasi
yang menyerupai melasma. Keterlibatan dari unit kuku tangan dapat juga diamati pada penggunaan
beberapa medikasi terutama pada agen kemoterapi seperti zidovudine, psoralen, minosiklin, anti malaria
dan gols. Hiperpigmentasi mukosa telah dilaporkan terjadi pada penggunaan siklopospamid, doxorubisin,
zidovudin, minosiklin dan beberapa logam berat.
Amiodarone dapat mengakibatkan pigmentasi berwarna biru keabuan pada daerah yang terpajan
dengan sinar matahari akibat akumulasi suatu substansi yang menyerupai lemak pada makrofag. Beberapa
pasien ini mengalami fotosensitivitas (Gambar 73-21). Penggunaan (hidroksi)kloroquine dapat
meningkatkan kejadian pigmentasi berwarna kuning kecoklatan sampai dengan biru keabuan yang
terdapat pada daerah muka, leherm dan ekstremitas bawah serta lengan, setelah penggunaan beberapa
tahun akibat adanya deposisi dari komplek obat dengan melanin pada lapisan dermis. Unit kuku dan
palatum keras dapat juga terlibat. Ochronosis eksogen pernah dilaporkan setelah penggunaan jangka
panjang dari hidrokuinon (Lihat Bagian Ochronosis)
Penggunaan chlorpromazine dan agen yang berhubungan dengan fenotiazine dapat menghasilkan
pigmentasi berwarna biru keabuan terutama pada daerah yang terpajan dengan sinar matahari.
Penggunaan minosiklin dapat menginduksi kejadian hiperpigmentasi pada kulit, sama juga dengan
hhiperpigmentasi pada kuku, sklera, mukosa oral, tiroid, tulang dan gigi. Hiperpigmentasi kulit dapat
terjadi sebagai diskolorisasi biru kehitaman, juga dapat ditemukan pada daerah yang tidak mengalami
inflamasi, khusunya pada daerah lengan bagian anterior. Pada beberapa pasien, terdapat diskolorisasi
coklat pudar, terutama pada daerah yang terpajan dengan sinar matahari. Dapat juga terjadi pigmentasi
generalisata berwarna biru keabuan pada pasien argyria dan juga keterlibatan dari kuku dan sklera.
Penatalaksanaan hiperpigmentasi yang diinduksi oleh toksin dan obat-obatan ini meliputi
pemberhentian penggunaan agen yang berkaitan, jika memungkinkan. Pada sejumlah kecil pasien,
hiperpigmentasi dapat menetap walaupun telah dilakukan pemberhentian pemggunaan agen yang
bersangkutan. Disarankan juga untuk menghindari pajanan sinar matahari yang berperan dalam akumulasi
melanosit. Penatalaksanaan dengan menggunakan sinar laser pernah dilaporkan berhasil pada beberapa
kasus (contohnya pada penggunaan amiodarone)

OCHRONOSIS
Ochronosis endogen/Alkaptonuria
Ochronosis endogen atau yang dikenal dengan nama alkaptonuria akan dibahas pada Bab 131.
Ochronosis Eksogen
Ochronosis eksogen terjadi akibat penggunaan obat-obatan tertentu, dimana mekanismenya
membentuk substansi seperti asam polimer yang homogentistik. Hal ini tampak sebagai hiperpigmentasi
yang bersifat asimptomatik yang terdapat pada daerah muka, bagian samping, bagian belakang dari leher,
punggung dab ekstremitas ekstensor. (Gambar 73-22). Secara histopatologis, terdapat pengumpilan globul
(ochronotik) yang berwarna kuning kecoklatan pada stratum papilar dari lapisan dermis. Tidak terdapat
keterlibatan ari sistem kardiovaskuler, ginjal maupun artikuler. Keadaan ini sering dilaporkan
berhubungan dengan penggunaan hidrokuinon 1 (krim pemutih), biasanya pada kulit pasien dengan tipe
fototipe IV. Onchronosis eksogen juga pernah ditemukan setelah penggunaan obat anti malaria dan
produk-produk yang mengandung resorcinol, phenol, mercury dan asam pikrik. Penatalaksanaan jarang
membantu pada penanganan keadaan ini, namun penggunaan obat yang berkaitan sebaiknya dihentikan
untuk mencegah keadaan yang lebih parah. Untuk sindrom POEMS dan sindrom Cronkhite-Canada, lihat
pada edisi on line.

SKLEROSIS SISTEMIK (Lihat Bab 158)


Tipe-tipe yang berbeda mengenai pigmentasi yang abnormal telah diterangkan pada bagian
sklerosis sistemik. Hiperpigmentasu generalisata yang bersifat diffuse yang mirip dengan penyakit
Addison namun tanpa disertai adanya peningkatan kadah hormon stimulan melanosit dapat ditemukan
pada sklerosis sistemik yang berat.
Depigmentasi yang bersifat fokal tanpa adanya hiperpigmentasu perifolikuler dapat terjadi,
terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami gesekan (contohnya siku dan bagian punggung
tangan). Dapat berupa hipopigmentasi lokalisata maupun hiperpigmentasi lokalisata.
Hiperpigmentasi dengan corak yang bergaris-garis pada pembuluh darah di bagian latar belakang
dari depigmentasi, pernah dilaporkan. Dihipotesiskan bahwa alat pengatur suhu pada pembuluh darah
mungkin memiliki peranan dalam perkembangan dari pola ini. Hiperpigmentasi difus retikulata yang
tampak jelas pada daerah punggung belakang, pernah dilaporkan pada satu kasus.

INFEKSI (Lihat Bab 201)


Papul eritematosa dengan sisik yang dinamakan dengan pintids dapat berkembang pada fase
skunder dari pinta. Lesi ini pada awalnya berupa lesi berwarna merah yang kemudian akan berganti warna
menjadi coklat, biru tua, hitam dan keabuan.
Onchodermatitis papular yang bersifat kronis merupakan salah satu manifestasi klinis dari
onchocerciasis. Keadaan ini memiliki karakteristik berupa ruam makulopapular berat yang sangat gatal
dengan makula hiperpigmentasi, paling sering terdapat pada daerah bahu, bokong dan ekstremitas (Lihat
Bab 207)

Hipermelanosis Linier dengan pola difuse yang diperoleh


PHYTOPHOTODERMATITIS
Adanya kontak dengan tanaman yang mengandung agen fototoksik dan pajanan dari sinar
ultraviolet dapat menyebabkan kejadian phytophotodermatitis, yang diikuti dengan pola hiperpigmentasi
tertentu (Lihat Bab 91)

PIGMENTASI FLAGELATTA AKIBAT PENGGUNAAN BLEOMISIN (Lihat Bab 228)

DERMATITIS FLAGELATTA JAMUR


Dermatitis falgelatta jamur memiliki karakteristik berupa papul linear yang berkelompok,
eritematous dan sangat gatal, pola klinisnya sangat mirip dengan dermatitis flagelatta yang diinduksi oleh
penggunaan bleomisin. Hal ini disebabkan karena memakan jamur mentah atau jamur shiitake yang
belum dimasak secara matang (Lentinus edodes) dan tidak diperoleh dengan kontak topikal atau
memakan jamur shiitake yang telah matang. Patogenesis dari kejadian ini belum dipahami dengan jelas,
namun dihipotesiskan bahwa ada peranan dari polisakarida yang labil suhu.
Hipermelanosis Pola Retikuler Difus Yang Diperoleh
ERITEMA AB IGNE
Eritema ab igne disebabkan oleh pajanan panas yang sedang dan kronis. Eritema yang retikuler
bisa juga disertai dengan atropi epidermal, adanya sisik dan juga hiperpigmentasi. Hal ini sering
ditemukan pada orang zaman dulu yang sering duduk di depan pembakaran kayu untuk mendapatkan
kehangatan, namun hal ini menjadi jarang terjadi karena adanya pusat pemanasan pada saat sekarang ini.
Namun, hal ini masih juga dapat ditemukan pada saat pengaplikasian alas bantal panas, botol air panas
dan selimut panas. Perangkat modern yang dilaporkan dapat menimbulkan eritema ini adalah furniture
dengan pemanas, pemanas mobil dan komputer jenis laptop (Ganbar 73-23)

PRURIGO PIGMENTOSA
Kurang lebih sekitar 200 kasus prurigo pigmentos telah dilaporkan pada literatur internasional
sejak pertama kali hal ini ditemukan di tahun 1971 oleh Nagashima. Lesi ini berupaa kulit yang amat
gatal dengan gambaran khas berupa papul eritematosa yang menyatu dan vesikel yang berkembang secara
simetris pada bagian punggung, dada, leherm daerah lumbosacral. Lesi ini akan mengalami kesembuhan
secara sponan dan akan meninggalkan hiperpigmentasi retikuler (Lihat Gambar 73-23.1 pada edisi on
line). Penyakit ini memiliki rangkaian yang berfluktuasi dengan angka kejadian eksaserbasi dan ulangan
yang besar. Perbandingan angka kejadian pada wanita dan pria adalah 2:1. Erupsi dan pruritus yang
terjadi memberikan respon yang baik terhadap pemberian minocycline dan dapson namun pigmentasi
yang ada tidak dapat hilang. Faktor metabolik dan lingkungan dipertimbangkan sebagai agen penyebab
namun patogenesisnya belum dapat diketahui.

Hipermelanosis cirkumskripta yang diperoleh.


NEVUS ORI
Nevus Ori pertama kali ditemukan oleh Hori pada tahun 1984 sebagai nevus bilateral yang
menyerupai Ota (ABNOM). Lesi ini terdiri atashiperpigmentasi bercorak dengan warna mulai dari biru
kecoklatan sampai dengan abu-abu dengan predileksi daerh makular pada wajah. Sama dengan Nevus ota,
hal ini juga dapat mengenai populasi masyarakat Asia dengan predominan menyerang kelompok wanita.
Bagaimanapun juga, jarang ditemui keterlibatan membran mukosa dan okeluer dan lesi yang diperoleh
secara bilateral membedakannya dengan yang lain. Secara histologis, melanosit tipe II dan IV terletak
pada bagian lapisan atas dan tengah dari lapisan dermis. Pajanan dari sinar matahari dan pengaruh
hormonal selama kehamilan, memiliki pengaruh penting dalam penyakit ini. Hori menggambarkan 3
mekanisme yang bebeda yang mungkin terjadi pada patogenesis ABNOM ini: (1) jatuhnya melanosit
epidermal ke dalam dermis, (2) migrasi melanosit dari rambut dan (3) reaktivasi dari melanosit kulit yang
imatur maupun yang sebelumnya telah ada. Mekanisme yang terakhir dinyatakan sebagai mekanisme
yang paling mungkin terjadi pada penyakit ini dan dengan radiasi sinar ultraviolet dan hormon kelamin
sebgai faktor pengaktivasi. Pada beberapa kasus, penyakit ini dapat terjadi secara spontasn dan tiba-tiba
dengan pigmentasi yang abnormal seperti melasma, bercak, solar lentiginosa dan nevus Ota.
Lentigo simplek dan lenitigosa akibat sinar matahari akan dibahas lebih lanjut pada Bab 122.

NEVUS BECKER (HAMARTOMA BECKER, MELANOSIS BECKER)


Hiperpigmentasi nevus epidermal ini pertama kali ditemukan oleh Becker pada tahun 1949
(Gambar 73-24). Hal ini lebih sering terjadi pada daerah skapular dari badan, walaupun pernah ditemukan
pada beberapa daerah pada tubuh dan secara klasik ditemukan pada daerah yang sering terpajan dengan
sinar matahari. Lesi ini bergantung pada kadar hormon androgen dan akan semakin jelas pada masa
dewasa, terutama pada kelopon populasi pria dimana sering berhubungan dengan keasaan hipertrikosis.
Anomali yang berhubungan dengan keadaan ini, seperti hipoplasia dada bilateral, kelainan muskuloskletal
(skoliosis, hipoplasia lengan ipsilateral, dan sebagainya), kelainan maxilllofasial dan kelainan hipoplasia
kulit tambahan, terjadi pada sindrom nevus Becker dengan angka kejadian yang jarang. Pemeriksaan yang
dilakukan dengan menggunakan mikroskop menunjukkan jumlah melanosit yang normal namun terjadi
peningkatan kadar melanin pada lapisan basal dari lapisan epidermis (hipermelanosis melanotik
epidermal). Epidermis mengalami akantosis dengan hiperkeratosis berbagai derajat dan ditemukan adanya
perpanjangan dari rete ridges. Pada lapisan dermis, ditemukan peningkatan jumlah otor arrector pili, hal
ini sulit dibedakan dengan penderita hamartoma yang berkaitan dengan otot polos.
Nevus Becker dipertimbangkan mengikuti pola turunan paradominan, yang berarti hal ini terjadi
selalu bersifat sporadis. Kasus turunan yang jarang terjadi telah ditemukan (terutama pada sindrom nevus
Becker) dapat diterangkan sebagai mutasi sel somatik yang terjadi pada tahap embriogenesis, yang
kemudian menghasilkan hilangnya heterozigositas dan pembentukan populasi sel yang mengalami
mutasi. Lebih dari itu, terdapat mosaikisme kromosomal pada fibroblas yang diturunkan dari nevus
Becker.

EPHELID
Ephelid atau bercak kulit merupakan makula kecil berwarna coklat terang yang terdapat pada
daerah yang sering terpajan dengan sinar matahari pada individu dengan kulit berwarna terang, sering
pada individu dengan rambut yang berwarna merah pirang dan suku Celtic. Hal ini diawali pada waktu
musim panas dan semi dan akan menghilang pada waktu musim salju. Keadaan ini sering terdapat pada
usia dini dan sering mengalami regresi sejalan dengan bertambhanya waktu. Pemeriksaan histopatologis
menunjukkan jumlah yang normal namun terkadang terdapat hipertopi dari melanosit dan peningkatan
melanin pada lapisan basal epidermal.

HIPERPIGMENTASI POST INFLAMASI


Hiperpigmentasi post inflamasi merupakan kondisi yang sering terjadi dan diakibatkan oleh
sejumlah luka/pajanan pad kulit seperti penggunaan obat-obatan dan reaksi fototoksik (lihat di bagian lain
pada bab ini), trauma atau kerusakan fisik, reaksi aleri dan penyakit inflamasi. Secara klinis,
hiperpigmentasi post inflamasi ini terdiri atas makula hiperpigmentasi pada tempat terjadinya inflamasi
(Gambar 73-25). Hal ini lebih sering terjadi dan menetap pada tipe kulit berwarna gelap dan dapat dikenal
terdapat pada lapisan epidermis sama dengan hipermelanosis melanotik lapisan dermal. Pemeriksaan
dengan menggunaakan lampu Wood dapat menentukan dalamnya hiperpigmentasi (Lihat Bagian
Melasma di sebelah atas). Gambaran histologis memberikan gambaran pigmentasi yang tidak
bersambung dengan akumulasi melanofag dan peningkatan melanin pada lapisan dermis dan epidermis.

HIPERPIGMENTASI PERIORBITAL FAMILIAL


Peningkatan pigmentasi pada kelopak mata atas dan bawah telah ditemukan pada sejumlah besar
kelompok keluarga. Secara histologis, adanya karakteristik hiperpigmentasi post inflamasi dengan
peningkatan pigmentasi pada lapisan basal dan melanophag pada lapisan dermis dapat ditemukan.
Bagaimanapun juga, proses inflamasi tidak tampak mendahului proses hiperpigmentasi.

LENTIGINOSA UNILATERAL PARTIAL


Lentiginosa unilateral partiak juga dikenal dengan nama unilateral lentigenes, lentiginosa
mosaicism, zosteriform lentiginous nevus, segmental lentiginosis dan agminated lentiginosis.

LENTIGINOSA TERPOLA-TURUNAN

DISKROMATOSIS KULIT BRAKIAL YANG DIPEROLEH

MELANOSIS RIEHL
Melanosis Riehl, juga diketahui dengan nama female facial melanosis, sering ditemukan pada
wanita paruh baya, terutama mengenai individu dengan warna kulit berwarna gelap, sepeti wanita Asia
dan Meksiko (Lihat 73-25.1 pada edisi on line)
Penyakit ini memiliki karakteristik berupa onset kejadian yang cepat berupa hiperpigmentasi
coklat keabuan retikuler sampai dengan warna hitam.
Muka (biasanya pada bagian dahi, ara zigomatik dan pelipis) dan bagian leher pada dasarnya
terkena pengaruh namun bagian tangan, lengan dan punggung belakang mungkin dapat terpengaruh.
Tanda-tanda peradangan seperti eritema dan pruritus juga jarang biasanya jarang ditemukan.
Gambaran histopatologis yang paling utama berupa degenerasi liquefaksi pada lapisan basal dari
epidermis, mengakibatkan inkontinensia pigmen pada lapisan dermis. Patogenesis dari kejadian ini masih
belum dapat dimengerti. Hiperpigmentasi dipostulatkan diinduksi oleh kontak berulang dengan dosis
yang melampaui ambang batas suatu sensitizer seperti pengharum, beberapa pigmen dan bakterisid yang
digunakan pada kosmetik dan pemutih optikal, namun kasus ini sangat jarang di dokumentasikan.

AMILOIDOSIS KUTANEUS
Terdapat amiloidosis makular yang tampak sebagai makula coklat keabuan, terutama pada bagian
punggung (Lihat Bab 133)

SINDROM HUNZIKER-LAUGIER

ATROPODERMA PASINI-PIERINI (Lihat Bab 62 dan 65)


Lesi kutaneus dari atropoderma Pasini-pierini dapat digambarkan sebagai gambaran bercak atropi
tunggal atau lebih berwarna coklat violet dengan ukuran diameter 1 cm sampai dengan 10 cm dengan
depresi yang nyta dengan karakteristik batas cliff border
Erupsi obat campuran dapat menyebabkan hiperpigmentasi (Lihat Bab 40)

ERITEMA DISKROMIUM PERSTAN


Eritema diskromium perstans juga diketahui dengan nama ashy dermatosis, dermatosis
cinecienta, dan erythema chronicum figuratum melanodermicum, pertama kali ditemukan oleh Ramirez
pada tahun 1957. Penyakit ini memiliki karakteristik berupa makula hiperpigmentasi dan bercak dengan
bentuk dan ukuran yang bervariasi dan berwarna keabuan sampai dengan coklat kebiruan. Batasnya dapat
tipis maupun eritematosa meningkat pada tahap awal yang kemudian dapat menghilang atau terutama
pada kulit dengan warna yang gelap, berkembang menjadi batas hipopigmentasi yang kemudian menjadi
hiperpigmentasi. Erupsi yang terjadi dapat bersifat polimorfik, terjadi secara tiba-tiba berupa makula
hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Lesi pada umumnya terdapat pada bagian muka, leher, punggung
belakang dan bagian proksimal dari lengan. Lesi biasanya bersifat asimptomatik, walaupun terkadang
terdapat pruritus yang nayat. Terdapat progresi secara lambat dari lesi dalam beberapa tahun, biasanya
terjadi regresi secara spontan.
Eritema dyschromium perstant sering diamati pada kulit yang berwarna rata-rata. Penyakit ini
sering mengenai orang dewasa muda, walaupun terdapat beberapa laporan penyakit ini mengenai anak
prepubertas. Tidak terdapat predisposisi seksual tertentu.
Pemeriksaan histologis dari batas peradangan dapat menunjukkan dermatitis likenoid dengan
adanya vakuolisasi pada lapisan sel basal, lebih sering pada badan koloid, dan peningkatan melanin
epidermis. Perubahan yang terjdai pada lapisan dermis berupa edema pada lapisan papilaer dari dermis,
infiltrat limfohistiosit ringan sampai dengan sedang, dan melanofag pada dermis.
Pada lesi yang aktif, tidak terdapat vakuolisasi dari lapisan sel basal, infiltrat dermis yang
berkurang, dan peningkatan sejumlah melanofag pada lapisan dermis. Tidak terdapat penatalaksanaan
yang efektif untuk penyakit ini.

HIPERPIGMENTASI MAKULAR ERUPSI IDIOPATIK


Hiperpigmentasi makular erupsi idiopatik merupakan kelainan pigmentasi yang jarang terjadi
yang memiliki karakteristik asimptomatik, makula berwarna coklat dengan ukuran 5 mm sampai dengan
beberapa sentimeter yang dapat mengenai tulang belakang, leher dan bagian proksimal dari ekstremitas
pada anak-anak dan orang muda. Tidak terdapat pajanan obat tertentu dan lesi akan menghilang secara
berkala dalam waktu bebrapa bulan sampai dengan beberap tahun.
Pada pemeriksaan histopatologis, terdapat hiperpigmentasi pada lapisan sel basal di epidermis
dan melanofag yang jelas pada lapisan dermis. Jumlah sel mast masih dalam batas normal.

CAMPURAN HIPO DAN HIPERMELANOSIS


Diskromatosis universalis herediter
Diskromatosis universalis herediter merupakan kelainan autosomal yang bersifat dominan yang
biasanya terdapat pada kelompok bayi dan anak-anak berusia dini pada keluarga ras Asia dan memiliki
karakteristik berupa makula hipi dan hiperpigmentasi yang berukuran pinpoint sampai dengan ukuran
kacang polong, memiliki distribusi retikulata yang terdapat pada tulang belakang, abdomen dan
ekstremitas bawah dan tidak mengenai permukaan wajah dan telapak tangan.
Acropigmentasi retikulata Dohi
Akropigmentasi retikulata Dohi merupakan bentuk lokalisata dari diskromatosis universalis
herediter, juga disebut dengan nama dyschromatosis symmetrica hereditaria. Penyakit ini memiliki
karakteristik berupa makula hipo dan hiperpigmentasi yang simetris, kecil dan terdapat pada punggung
tangan dan kaki dan paling sering ditemukan pada kelompok anak di keluarga dengan ras Amerika Utara
dan Asia
Sindrom Westerhof
Kelainan Westerhof, terdapat pada tiga generasi dalam satu keluarga, memiliki gambaran makula
hipo dan hipermelanosis. Juga ditemukan kelainan pertumbuhan dan adanya retardasi mental.
Leukoderma Vagabond
Leukoderma vagabond adalah suatu kondisi yang ditemukan pada sekolompok orang yang hidup
pada kondisi higiene yang kurang baik. Terdapat pada para penyalahgunaan alkohol, tidak memiliki
asupan makanan yang adekuat dan terinfestasi dengan tungau dengan atau tanpa skabies. Terdapat
hiperpigmentasi berwarna coklat terang yang menyebar dan terdapat pada bagian bahu dan bagian
pinggang serta bagian leher dan punggung yang berupa makula depigmentasi. Kondisi akan membaik
pada tempat yang memiliki gaya hidup yang sehat dan sering terdapat bersamaan dengan banyak kelainan
yang lain.

Anda mungkin juga menyukai