Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Demam Tifoid

Disusun Oleh:

Timothy John Jusuf (406192011)

Pembimbing:

dr. Fransisca Farah, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 1 JUNI – 14 JUNI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat :
Demam Tifoid

Disusun oleh :
Timothy John Jusuf (406192011)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Jakarta, 4 Juni 2020

dr. Fransisca Farah, Sp.A

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 2
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
Laporan Kasus Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Nama Mahasiswa (NIM) : Timothy John Jusuf (406192011)


Tanggal : 4 Juni 2020
Dokter Pembimbing : dr. Fransisca Farah, Sp.A

I. IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. Budi
• Umur : 3 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : --

II. ANAMNESIS
STATUS UMUM
Didapatkan secara alloanamnesa dari orangtua pasien pada tanggal 26 Maret 2020
pukul 11.30.

1. Keluhan utama :
Demam semenjak 7 hari sebelum masuk rumah sakit

2. Keluhan tambahan :
Nyeri yang hilang timbul di bagian perut

3. Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke rumah sakit dibawa oleh ayah dan ibunya dengan keluhan
demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dikeluhkan terus
menerus terutama saat malam hari, setelah minum obat penurun panas demam
turun. Saat demam, pasien tidak menggigil maupun kejang. Pasien juga

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 3
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
mengeluhkan perut yang nyeri terutama di bagian bawah pusar sejak 7 hari yang
lalu, nyeri yang dirasakan semakin berat pagi hari ini, nyeri dirasakan hilang
timbul, dan nyeri semakin berat ketika ditekan. Pasien merasa mual tetapi tidak
diikuti oleh muntah semenjak 7 hari yang lalu, nafsu makan menurun sampai
menolak makan dan minum. Pasien juga mengeluh nyeri pada badannya, terutama
pada bagian sendi bersamaan dengan timbulnya demam. Pasien sudah 5 hari tidak
buang air besar. Pagi ini pasien mulai merasa nyeri pada saat buang air kecil.
Pasien menyangkal adanya mimisan, gusi berdarah, batuk, maupun pilek.

4. Riwayat penyakit dahulu :


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Pasien memiliki riwayat dirawat
di rumah sakit 6 bulan yang lalu dengan diagnosis gizi buruk dan diare akut.

5. Riwayat penyakit keluarga :


Penyakit serupa pada keluarga disangkal

6. Riwayat pengobatan dan operasi :


Pasien mengonsumsi parasetamol sirup ketika demam

7. Riwayat prenatal:
Ibu pasien melakukan ANC > 4 kali di bidan, riwayat sakit selama hamil
disangkal, riwayat minum jamu disangkal, obat-obatan yang diminum saat hamil
berupa vitamin dan tablet penambah darah.
Pasien adalah anak satu-satunya dan dilahirkan tanggal 13 Maret 2017 di
Puskesmas dengan pendampingan bidan, ayah dan ibu pasien mengaku lupa/tidak
yakin berapa berat badan lahir dan detail keadaan pasien saat bayi.

8. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya telah menerima imunisasi di
posyandu

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 4
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
9. Riwayat makan dan minum:
Pasien mendapatkan ASI eksklusif hingga 6 bulan, kemudian mendapat
MPASI pabrikan yang diberikan 1-2 kali sehari. Setelah berusia 1 tahun, pasien
mengikuti menu keluarga, dengan variasi yang kurang lengkap dan porsi sedikit.

10. Riwayat tumbuh kembang :


Pasien tengkurap di usia 6 bulan, duduk 8 bulan, dan berdiri saat 12 bulan.
Sekarang pasien bisa menirukan kata-kata yang diucapkan orang sekitar, tetapi
tidak mau menjawab jika ditanya. Ia juga belum bisa menyatakan keinginannya
dengan kalimat yang jelas, begitu juga belum terlalu mengerti jika diberikan
instruksi hanya secara lisan (harus dengan peragaan).

11. Riwayat sosial ekonomi :


Pasien merupakan anak satu-satunya. Ayah dan ibu pasien sehari-hari
membuka toko kelontong di ruangan terdepan tempat tinggal mereka.

III. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
• Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
• Kesadaran : Compos mentis, GCS 15
• Tanda Vital
- Nadi : 108 x/menit
- Pernapasan : 24 x/menit
- Suhu : aksila 35°C
• Tinggi Badan : 96 cm
• Berat Badan : 11,2 kg
• IMT : 12,15 kg/m2

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 5
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
Kesan : Gizi kurang

Kesan : Sangat kurus

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 6
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
Kesan : Tinggi normal

Kesan: Sangat kurus

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 7
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
STATUS LOKALIS
Kepala : Normocephali
Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik-/-, pupil
bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+
Telinga : Liang telinga lapang, membran timpani intak, serumen -/-, sekret -/-
Hidung : Epistaksis -/-
Mulut : Gusi berdarah (-), karies (-), lidah kotor (+), tonsil T1-T1, hiperemis -/-
, detritus -/-, mukosa faring tidak hiperemis, mukosa mulut kering.
Cor
• Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tak tampak
• Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavicula line sinistra
teraba 2 cm, tidak kuat angkat
• Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
• Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo

• Inspeksi : Bentuk dada normal, Simetris pada posisi statis dan dinamis,
Retraksi interkostal (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-), stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri
• Perkusi : Sonor +/+
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

• Inspeksi: Perut buncit, meteorismus (+)


• Palpasi: Supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), hepar dan lien teraba
membesar, ginjal tak teraba, rovsing sign (-), rebound tenderness (-), psoas sign
(-)
• Perkusi: Timpani, hepatosplenomegali, pekak alih (-), nyeri ketok CVA -/-
• Auskultasi: Bising Usus (+) normal (10x/menit)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 8
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
Ekstremitas : akral hangat, sianosis -/-, CRT< 2 detik, turgor kulit baik.
Neurologis : refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium
Parameter Hasil Hasil rujukan Satuan
A. HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 11,5 – 14,5 g/dL
Hematokrit 31,7 34 - 40 %
Leukosit 19,370 5 – 14,5 ribu/𝜇L
Trombosit 194 150 – 450 ribu/𝜇L
Ureum 15,6 10 - 50 mg/dl
Kreatinin 0,6 0,12-1,06 mg/dl
Albumin 3,6 3,7 – 5,5 g/dl
Bilirubin total 27,36 0,2-1,0 mg/dl
Bilirubin direk 17,09 < 0,35 mg/dl
SGOT 540 20 – 60 unit/L
SGPT 234 6 - 45 unit/L
Alkali fosfatase 543 145 - 320 unit/L
Na 133 136 – 145 mmol/L
K 4,29 3,5 – 5,5 mmol/L
Cl 107,9 95 - 105 mmol/L
B. KIMIA
GD Sewaktu 30 70 – 110 mg/dL

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 9
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
V. RESUME
Telah diperiksa anak lai-laki usia 3 tahun yang dibawa ayah-ibunya ke RS
dengan keluhan demam sejak 7 hari SMRS. Demam terus menerus terutama pada
saat malam, suhu pasien turun dengan pemberian obat penurun panas, kejang (-),
nyeri perut (+) hilang timbul semakin memberat terutama di bagian bawah pusar
dan semakin nyeri ketika ditekan, mual(+), muntah(-), nyeri sendi (+), mimisan (-
), gusi berdarah (-), nafsu makan pasien menurun hingga pasien tidak mau makan
dan minum, pasien tidak BAB sejak 5 hari SMRS, nyeri buang air kecil sejak pagi
ini (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: gizi kurang, konjungtiva anemis, lidah
tampak kotor, hepatosplenomegaly, dan meteorismus.
Pada pemeriksaan laboratorium: didapatkan hematokrit menurun, leukosit
meningkat, gula darah sewaktu menurun, bilirubin meningkat, SGOT, SGPT dan
alkali fosfatase meningkat serta natrium menurun.

VI. DIAGNOSIS
Demam tifoid

VII. DIAGNOSIS BANDING


• Hepatitis
• Infeksi saluran kemih

VIII. TATALAKSANA
• Pemeriksaan serologi widal dan urin
• Pemeriksaan tanda-tanda vital
• Pemasangan intravena: Dextrose 10%
• Antibiotik kloramfenikol 1 gram/hari dibagi dalam 4 dosis
• Antipiretik bila demam >38,5°C, paracetamol sirup 180 mg/dosis, maksimal
4x/hari
• Anjurkan pasien untuk tirah baring dan diet makanan lunak

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 10
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
IX. PROGNOSIS
Prognosis :
• Ad vitam : ad bonam
• Ad functionam : ad bonam
• Ad sanationam : ad bonam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 11
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang
dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endocardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch.

2. Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sukar ditentukan, sebab penyakit
ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Diperkirakan
angka kejadian dari 150/100.000/ tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun
di Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan
antara 3 – 19 tahun mencapai 91% kasus.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikanya melalui saluran
nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi
yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila
berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan
yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman,
biasanya keluar Bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-
fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bacteremia kepada bayinya.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 12
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
3. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram-negatif,
mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagellar antigen (H)
yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polasakarida.
Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis liar
dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonela typhi juga dapat memperoleh
plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotik

Gambar 1. Mikroskopik Salmonella Typhi

4. Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu:
1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch,
2) Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal system
retikuloendotelial.
3) Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, dan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 13
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
4) Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Saat kuman memasuki lambung, pH lambung yang bersifat asam (pH < 2)
menyebabkan beberapa kuman Salmonella mati, namun beberapa kuman yang lolos
masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam usus. Jumlah
yang dapat menyebabkan infeksi berjumlah 105 – 109 dengan periode inkubasi 10 –
14 hari .
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejunum dan
ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman
akan menembus sel-sel epitel (sel-M merupakan sel epitel khusus yang yang melapisi
Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman Salmonella) dan lamina propria.
Di lamina propria, kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah
bening mesenterika.
Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan Limpa. Di organ-organ RES ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali
masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai
tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.
Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi. Proses yang sama terulang kembali, tetapi makrofag telah teraktivasi dan
mulai memfagositosi kuman Salmonella. Saat proses fagositosis terjadi beberapa
pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare
diselingi konstipasi, atau pada kondisi bekteremia berat dapat menimbulkan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 14
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
gangguan kesadaran seperti delirium. Pada anak-anak gangguan kesadaran ini
biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau.
Dalam Peyer Patch, S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat yang mengakibatkan hyperplasia jaringan dan nekrosis organ.
Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar peyer
patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi akibat akumulasi sel-sel
mononuclear di dinding usus.
Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler yang dapat mengakibakan timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi
makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika
untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak
stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi
sistem imunologis.

Gambar 2. Patogenesis Demam Tifoid

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 15
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
Gambar 3. Bagan Patofisiologi Demam Tifoid

5. Manifestasi Klinik
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5 – 40 hari dengan rata-rata antara
10-14 hari. Manifestasi klinis demam tifoid dapat bervariasi dari gejala ringan
sepertti demam, malaise, batuk kering hingga gejala yang berat yang butuh
perawatan di rumah sakit. Berat ringannya gejala dipengaruhi oleh jumlah kuman
yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita. Beberapa
manifestasi klinis pada demam tifoid diantaranya demam, lidah tifoid, anoreksia, dll

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 16
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
Gambar 4. Manifestasi Klinis Demam Tifoid

Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, ataupun
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai
ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang
dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa Step-Ladder pattern
yaitu suhu naik secara bertahap setiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir
minggu pertama, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41o C) serta dapat
pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital. Para orang tua pasien
banyak mengatakan demam lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan
pada pagi hari.
Gejala sistemik yang menyertai demam ialah nyeri kepala, malaise, anoreksia,
nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Dapat pula ditemukan
gangguan gastrointestinal yang bervariasi seperti diare, konstipasi, konstipasi disusul
oleh episode diare, ataupun gejala meteorismus, selain itu banyaknya ditemukan
hepatomegaly dibandingkan splenomegaly yang sebagian besar terjadi pada minggu

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 17
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
pertama. Pembesaran limpa harus dapat dibedakan dengan pembesaran limpa pada
penyakit malaria, pada demam tifoid pembesaran tidak progresif dan konsistensinya
lunak.
Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat dengan tanda-
tanda antara lain, lidah tampak kering, diolapisi selaput tebal, di bagian belakang
tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin
progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominen.
Rose spot, yaitu suatu ruam maculopapular berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm
yang akan hilang dengan penekanan, sering terjadi pada akhir minggu pertama dan
awal minggu kedua. Rose spot terjadi akibat emboli yang didalamnya terdapat
kuman salmonella, ruam ini sering dijumpai pada daerah abdomen, toraks,
ekstremitas dan punggung orang kulit putih. Pada anak Indonesia belum pernah
dilaporkan.

6. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis
dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberculosis, ataupun malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam
tifoid yang berat, dugaan sepsis, leukemia dapat pula dipertimbangkan.

7. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan
mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran. Diagnosis pasti ditegakkan
melalui isolasi S. typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan
mengisolasi S. typhi dari dalam darah pasien lebih besar dari pada minggu
berikutnya. Biakan yang diambil dari aspirasi sumsum tulang mempunyai
sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini
sangat invasive, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 18
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
tertentu dapat dilakukan biakan specimen empedu yang diambil dari duodenum dan
memberikan hasil yang cukup baik.
Uji serologi Widal suatu metode serologic yang memeriksa antibody aglutinasi
terhadap antigen somatic (O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis
demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O agglutinin > 1/40 dengan
memakai uji Widal slide agglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu
45 menit) menunjukan nilai ramal positif 96%. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan
pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi agglutinin dipakai pada deteksi
pembawa kuman S. typhi (karier).
Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk
mendeteksi antibody S. typhi dalam serum, antigen terhadap S. typhi dalam darah,
serum dan urin bahkan DNA S. typhi dalam darah dan feses. Polymerase chain
reaction talah digunakan untuk memperbanyak gen Salmonella ser. Typhi secara
spesifik pada darah pasien dan hasil dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam.
Metode ini spesisifk dan lebih sensisitf dibandingkan biakan darah. Walaupun
laporan-laporan pendahuluan menunjukan hasil yang baik namun sampai sekarang
tidak salah satupun dipakai secara luas. Sampai sekarang belum disepakati adanya
pemeriksaan yang dapat menggantikan uji serologi Widal.

Rekomendasi IDAI :
1. Uji baku emas diagnosis demam tifoid sampai saat ini adalah kultur.
2. Pada anak yang menderita demam ≥6 hari dengan gejala ke arah demam tifoid,
untuk pengobatan pasien segera dapat digunakan pemeriksaan serologis antibodi
terhadap antibody Salmonella typhi.
3. Pemeriksaan Widal untuk diagnosis demam tifoid tidak direkomendasikan,
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 19
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
8. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
- Tirah baring
- Nutrisi
Tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat dan mudah dicerna
disarankan pada pasien yang menderita demam tifoid. Diet untuk penderita
demam tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan
nasi biasa. Penggantian makanan dilakukan segera setelah demam reda
- Cairan
Kebutuhan cairan pasien dapat dipenuhi baik oral maupun parenteral.
Penggunaan cairan parenteral diindikasikan pada pasien dengan kondisi sakit
berat, terdapat komplikasi dan adanya penurunan kesadaran dan tidak nafsu
makan.
Jumlah kebutuhan cairan anak sesuai dengan kebutuhan cairan rumatan
- Isolasi
- Kompres air hangat

2. Farmakologis
• Simptomatik
Pemberian antipiretik bermanfaat untuk membantu menurunkan demam pada
pasien. Antipiretik yang biasa digunakan ialah Paracetamol 10mg/kgBB/kali
minum. Apabila pasien dalam keadaan sakit berat sehingga tidak mampu
intake oral dapat digunakan Paracetamol melalui jalur parenteral. Sedapat
mungkin hindari penggunaan aspirin dan turunannya karena dapat
memperburuk kondisi pencernaan pasien dan dapat menimbulkan komplikasi
lainnya.
• Antibiotik
1. Kolarmfenikol
Merupakan pilihan pertama dalam pengobatan demam tifoid, dapat
diberikan dengan dosis 50-100mg/kgBB/hari, oral atau IV dibagi dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 20
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
4 dosis selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun.
Pengobatan dapat diperpanjang pada beberapa keadaan khusus seperti
pada pasien malnutrisi ataupun ditemukan adanya infeksi sekunder,
pengobatan diperppanjang hingga 21 hari dan pada meningitis hingga 4
minggu. Kelemahan kloramfenikol ialah tingginya angka relaps dan
karier. Namun pada kasus anak hal tersebut jarang dilaporkan.
2. Ampicillin dan Amoksisilin
Memberikan respon perbaikan klinis yang kurang dibandingkan dengan
kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan ialah 200mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis secara IV. Sedangkan amoksisilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis secara PO memberikan hasil yang
setara dengan pemberian kloramfenikol meskipun efek pada penurunan
demam lebih lama dibandingkan penggunaan kloramfenikol. Pembberian
obat dilakukan selama 10-14 hari.
3. Kotrimoksasol
Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim
dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dilaporkan antibiotic ini
memberikan hasil yang kurang baik dibandingkan kloramfenikol. Dosis
Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi
dalam 2 dosis. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini
adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia
megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Pada beberapa Negara
antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten seperti di India.
4. Sefalosporin generasi ketiga (ceftriaxone, cefotaxime, cefixime)
Pada pasien yang mengalami resisten terhadap antibiotic kloramfenikol,
ampisilin dan kotrimoksasol umumnya rentan terhadap antibiotic
sefalosporin generasi ketiga. Pemberian ceftriaxone 100mg/kg/hari IV
dibagi dalam 1 atau 2 dosis dengan dosisi maksimal 4 gram/hari selama 5-
7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 21
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
3-4 dosis. Cefixime 10-15 mg/kg/hari PO selama 10 hari dapat digunakan
sebagai alternative khusunya pada jumlah leukosit <2000/ul
• Keadaan khusus
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma sampai
syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3 mg/kg dalam 30
menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam.
Pemberian kortikosteroid ini dapat menurunkan angka mortalitas menjadi
10%.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang
diperlukan tranfusi darah. Sedangkan apabila ada kecurigaan perforasi,
pasien harus segera dilakukan foto abdomen untuk membantu menegakkan
diagnosis. Laparotomi harus segera dilakukan pada kasusu perforasi usus
disertai penambahan antibiotika metronidazole untuk perbaiki prognosis.

9. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
1. Komplikasi intraintestinal
Perdarahan usus terjadi pada 1-10% kasus.Bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi
melena dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.Perforasi dan
peritonitis dilaporkan terjadi pada 0,5-3% kasus. Timbul biasanya pada minggu
ketiga namun beberapa kasus pada minggu pertama. Perforasi ditandai adanya
nyeri abdomen local khususnya RLQ ataupun dapat seluruh lapang abdomen,
defence muscular, hilangnya keredupan hepar dapat dijumpai adanya penurunan
suhu, tekanan darah dan peningkatan nadi.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 22
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
2. Komplikasi Ekstraintestinal

a. Neuropsikiatri
Bermanifestasi sebagai gangguan kesadaran, disorientasi, delirium stupor
bahkan koma. Bila sudah terjadi komplikasi neuropsikiatri umumnya
memberikan prognosis yang buruk.
b. System kardiovaskular
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis
tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta
sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat
bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan
gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikular takikardi.
c. Pneumonia
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan
oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat
timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi
adalah abses paru, efusi, dan empiema.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 23
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
d. Kolesistitis
Pada anak jarang terjadi, bila terjadi umumnya pada akhir minggu kedua
dengan gejala dan tanda klinis yang tidak khas, bila terjadi kolesistitis maka
penderita cenderung untuk menjadi seorang karier. Kolesistitis kronik
dikaitkan dengan adanya batu empedu
e. Typhoid ensefalopati
Merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa
kesadaran menurun, kejang – kejang, muntah, demam tinggi, pemeriksaan
otak dalam batas normal. Bila disertai kejang – kejang maka biasanya
prognosisnya jelek dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala sesuai dengan
lokasi yang terkena.
f. Meningitis
Menigitis oleh karena Salmonella typhi yang lain lebih sering didapatkan
pada neonatus/bayi dibandingkan dengan anak, dengan gejala klinis tidak
jelas sehingga diagnosis sering terlambat. Ternyata peyebabnya adalah
Salmonella havana dan Salmonella oranemburg.
g. Infeksi saluran kemih
Sebagian kasus demam tifoid mengeluarkan bakteri Salmonella typhi
melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis maupun
pilonefritis dapat juga merupakan penyulit demam tifoid. Proteinuria
transien sering dijumpai, sedangkan glomerulonefritis yang dapat
bermanifestasi sebagai gagal ginjal maupun sidrom nefrotik mempunyai
prognosis yang buruk.

10. Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik
yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya
>10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan.
Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 24
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi.Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser.
Typhi ≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi
karier pada anak – anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada
1-5% dari seluruh pasien demam tifoid.

11. Pencegahan
Perlunya memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Makanan dan minuman sebaiknya harus melalui prosespemanasan dengan suhu
minimal 570C untuk beberapa menit atau dilakukan proses iodinasi atau klorinasi.
Pengaturana sarana air dan pembuangan sampah serta kepedulian individu terhadap
hiegine probadi juga diperlukan untuk mencegah terjadinya penularan demam tifoid.
Imunisasi aktif juga dapat dilakukan untuk menekan angka kejadian.

12. Vaksinasi
Saat ini dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi
kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponon Vi dari Salmonella typhi.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB
vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan
subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas,
disamping efek samping local pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin
yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan
per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya
perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2
tahun. Pada penelitian di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding
terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari
Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuscular memberikan
perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 25
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC. Typhoid fever. Nelson
textbook of pediatrics, edisi ke-14 Philadelphia: WB Saunders Co, 1992.h.731-34.
3. Butler T. Typhoid fever. Dalam: Warren KS, Mahmoud AF (penyunting). Tropical
and geographical medicine, edisi ke-2. New York: Mc Graw-Hill Information
Services Co, 1990. H753-7.
4. Cleary TG, Salmonella species. Dalam: Long (penyunting). Principles and practice
of pediatric infectious diseases, edisi ke-3. New York: Churchill Livingstone,
2003.h.830-5.
5. Hayani CH, Pickering LK. Salmonella infections. Dalam: Feigin RD, Cherry JD
(penyunting). Textbook of pediatric infectious disease, edisi ke-3, Tokyo: WB
Saunders Co, 1992.h.620-33.
6. Hoffman SL Typhoid fever. Dalam: Strickland GT penyunting. Hunter’s tropical
medicine, edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991.h.344-58.

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak 26
Periode 1 Juni 2020 – 14 Juni 2020

Anda mungkin juga menyukai