Demam Tifoid
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Referat :
Demam Tifoid
Disusun oleh :
Timothy John Jusuf (406192011)
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
I. IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. Budi
• Umur : 3 tahun
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Alamat : --
II. ANAMNESIS
STATUS UMUM
Didapatkan secara alloanamnesa dari orangtua pasien pada tanggal 26 Maret 2020
pukul 11.30.
1. Keluhan utama :
Demam semenjak 7 hari sebelum masuk rumah sakit
2. Keluhan tambahan :
Nyeri yang hilang timbul di bagian perut
7. Riwayat prenatal:
Ibu pasien melakukan ANC > 4 kali di bidan, riwayat sakit selama hamil
disangkal, riwayat minum jamu disangkal, obat-obatan yang diminum saat hamil
berupa vitamin dan tablet penambah darah.
Pasien adalah anak satu-satunya dan dilahirkan tanggal 13 Maret 2017 di
Puskesmas dengan pendampingan bidan, ayah dan ibu pasien mengaku lupa/tidak
yakin berapa berat badan lahir dan detail keadaan pasien saat bayi.
8. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya telah menerima imunisasi di
posyandu
• Inspeksi : Bentuk dada normal, Simetris pada posisi statis dan dinamis,
Retraksi interkostal (-)
• Palpasi : Nyeri tekan (-), stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri
• Perkusi : Sonor +/+
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
VI. DIAGNOSIS
Demam tifoid
VIII. TATALAKSANA
• Pemeriksaan serologi widal dan urin
• Pemeriksaan tanda-tanda vital
• Pemasangan intravena: Dextrose 10%
• Antibiotik kloramfenikol 1 gram/hari dibagi dalam 4 dosis
• Antipiretik bila demam >38,5°C, paracetamol sirup 180 mg/dosis, maksimal
4x/hari
• Anjurkan pasien untuk tirah baring dan diet makanan lunak
1. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang
dengan bacteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endocardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch.
2. Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sukar ditentukan, sebab penyakit
ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Diperkirakan
angka kejadian dari 150/100.000/ tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun
di Asia. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan
antara 3 – 19 tahun mencapai 91% kasus.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikanya melalui saluran
nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi
yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila
berada di dalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakaian.
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan
yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman,
biasanya keluar Bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal = jalur oro-
fekal).
Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bacteremia kepada bayinya.
4. Patofisiologi
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu:
1) Penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch,
2) Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal system
retikuloendotelial.
3) Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, dan
5. Manifestasi Klinik
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5 – 40 hari dengan rata-rata antara
10-14 hari. Manifestasi klinis demam tifoid dapat bervariasi dari gejala ringan
sepertti demam, malaise, batuk kering hingga gejala yang berat yang butuh
perawatan di rumah sakit. Berat ringannya gejala dipengaruhi oleh jumlah kuman
yang ditelan, keadaan umum/status gizi serta status imunologis penderita. Beberapa
manifestasi klinis pada demam tifoid diantaranya demam, lidah tifoid, anoreksia, dll
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, ataupun
konstipasi. Pada pemeriksaan fisik, hanya didapatkan suhu badan yang meningkat.
Setelah minggu kedua, gejala/ tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung mungkin disertai
ganguan kesadaran dari yang ringan sampai berat.
Demam yang terjadi pada penderita anak tidak selalu tipikal seperti pada orang
dewasa, kadang-kadang mempunyai gambaran klasik berupa Step-Ladder pattern
yaitu suhu naik secara bertahap setiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir
minggu pertama, dapat pula mendadak tinggi dan remiten (39 – 41o C) serta dapat
pula bersifat ireguler terutama pada bayi yang tifoid kongenital. Para orang tua pasien
banyak mengatakan demam lebih tinggi pada sore dan malam hari dibandingkan
pada pagi hari.
Gejala sistemik yang menyertai demam ialah nyeri kepala, malaise, anoreksia,
nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Dapat pula ditemukan
gangguan gastrointestinal yang bervariasi seperti diare, konstipasi, konstipasi disusul
oleh episode diare, ataupun gejala meteorismus, selain itu banyaknya ditemukan
hepatomegaly dibandingkan splenomegaly yang sebagian besar terjadi pada minggu
6. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis
dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraseluler seperti tuberculosis, ataupun malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam
tifoid yang berat, dugaan sepsis, leukemia dapat pula dipertimbangkan.
7. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan
mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran. Diagnosis pasti ditegakkan
melalui isolasi S. typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan
mengisolasi S. typhi dari dalam darah pasien lebih besar dari pada minggu
berikutnya. Biakan yang diambil dari aspirasi sumsum tulang mempunyai
sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini
sangat invasive, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan
Rekomendasi IDAI :
1. Uji baku emas diagnosis demam tifoid sampai saat ini adalah kultur.
2. Pada anak yang menderita demam ≥6 hari dengan gejala ke arah demam tifoid,
untuk pengobatan pasien segera dapat digunakan pemeriksaan serologis antibodi
terhadap antibody Salmonella typhi.
3. Pemeriksaan Widal untuk diagnosis demam tifoid tidak direkomendasikan,
karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah.
2. Farmakologis
• Simptomatik
Pemberian antipiretik bermanfaat untuk membantu menurunkan demam pada
pasien. Antipiretik yang biasa digunakan ialah Paracetamol 10mg/kgBB/kali
minum. Apabila pasien dalam keadaan sakit berat sehingga tidak mampu
intake oral dapat digunakan Paracetamol melalui jalur parenteral. Sedapat
mungkin hindari penggunaan aspirin dan turunannya karena dapat
memperburuk kondisi pencernaan pasien dan dapat menimbulkan komplikasi
lainnya.
• Antibiotik
1. Kolarmfenikol
Merupakan pilihan pertama dalam pengobatan demam tifoid, dapat
diberikan dengan dosis 50-100mg/kgBB/hari, oral atau IV dibagi dalam
9. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi 2 bagian :4
1. Komplikasi intraintestinal
Perdarahan usus terjadi pada 1-10% kasus.Bila sedikit hanya ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi
melena dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.Perforasi dan
peritonitis dilaporkan terjadi pada 0,5-3% kasus. Timbul biasanya pada minggu
ketiga namun beberapa kasus pada minggu pertama. Perforasi ditandai adanya
nyeri abdomen local khususnya RLQ ataupun dapat seluruh lapang abdomen,
defence muscular, hilangnya keredupan hepar dapat dijumpai adanya penurunan
suhu, tekanan darah dan peningkatan nadi.
a. Neuropsikiatri
Bermanifestasi sebagai gangguan kesadaran, disorientasi, delirium stupor
bahkan koma. Bila sudah terjadi komplikasi neuropsikiatri umumnya
memberikan prognosis yang buruk.
b. System kardiovaskular
Komplikasi ini pada anak masih kurang dilaporkan serta gambaran klinis
tidak khas. Insidensnya terutama pada anak berumur 7 tahun keatas serta
sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga. Gambaran EKG dapat
bervariasi antara lain : sinus takikardi, depresi segmen ST, perubahan
gelombangan I, AV blok tingkat I, aritmia, supraventrikular takikardi.
c. Pneumonia
Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, bersifat ringan dan disebabkan
oleh bronkitis, pneumonia bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat
timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi
adalah abses paru, efusi, dan empiema.
10. Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik
yang adekuat, angka mortalitas <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya
>10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan.
Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,
11. Pencegahan
Perlunya memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi.
Makanan dan minuman sebaiknya harus melalui prosespemanasan dengan suhu
minimal 570C untuk beberapa menit atau dilakukan proses iodinasi atau klorinasi.
Pengaturana sarana air dan pembuangan sampah serta kepedulian individu terhadap
hiegine probadi juga diperlukan untuk mencegah terjadinya penularan demam tifoid.
Imunisasi aktif juga dapat dilakukan untuk menekan angka kejadian.
12. Vaksinasi
Saat ini dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang berisi
kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponon Vi dari Salmonella typhi.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi B yang dimatikan (TAB
vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian suntikan
subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas,
disamping efek samping local pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin
yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan
per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya
perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur di atas 2
tahun. Pada penelitian di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding
terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari
Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuscular memberikan
perlindungan 60-70% selama 3 tahun.
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri
tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan III VC. Typhoid fever. Nelson
textbook of pediatrics, edisi ke-14 Philadelphia: WB Saunders Co, 1992.h.731-34.
3. Butler T. Typhoid fever. Dalam: Warren KS, Mahmoud AF (penyunting). Tropical
and geographical medicine, edisi ke-2. New York: Mc Graw-Hill Information
Services Co, 1990. H753-7.
4. Cleary TG, Salmonella species. Dalam: Long (penyunting). Principles and practice
of pediatric infectious diseases, edisi ke-3. New York: Churchill Livingstone,
2003.h.830-5.
5. Hayani CH, Pickering LK. Salmonella infections. Dalam: Feigin RD, Cherry JD
(penyunting). Textbook of pediatric infectious disease, edisi ke-3, Tokyo: WB
Saunders Co, 1992.h.620-33.
6. Hoffman SL Typhoid fever. Dalam: Strickland GT penyunting. Hunter’s tropical
medicine, edisi ke-7. Philadelphia: WB Saunders Co, 1991.h.344-58.