Anonim, 2012, Peraturan Presiden No. 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden No. 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang
dan Jasa Pemerintah, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
152
Ampicillin/Sulbactam for Infected Diabetic Foot Ulcers. Spring 6 (1) :
27-40
Quick, et. all., 1997, Managing Drug Supply, Second Edition, Kumarian Press,
United State of America.
Siregar, C. J. P, Lia Amalia, 2004, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan,
EGC, Jakarta.
Tatro, 2001, Drug Interaction FactsTM, editor: David S. Tatro, Facts and
Comparisons, St. Louis, Missouri.
153
LAMPIRAN 1
ANALISA RESEP
154
TUGAS ANALISIS RESEP
APOTEK RAWAT JALAN RS Dr. RAMELAN
1. Syarat Administrasi
ADA TIDAK
-
Tgl Resep
Nama Dokter -
-
Nama Pasien -
Umur/ BB
Pada persyaratan administrasi ini, unsur yang tidak dicantumkan yaitu
Berat badan pasien. Berat badan pasien seharusnya dicantumkan karena unsur
ini merupakan salah satu unsur yang penting dalam perhitungan dosis,
meskipun umur pasien sudah tercantum namun banyak literatur standar yang
mencantumkan dosis dalam bentuk mg/kgBB/hari, apalagi dalam kasus ini
pasiennya adalah anak-anak maka dosis harus lebih diperhatikan.
155
2. Syarat Farmasetika
ADA TIDAK
Tepat bentuk sediaan
-
Tepat dosis -
Pada resep di atas, resep dibuat untuk anak berusia
3 tahun. Oleh karena itu, bentuk sediaan sebaiknya diperhatikan. Bentuk
sediaan yang lebih sesuai yaitu sirup. Meskipun dalam resep di atas bentuk
sediaan obat yang diberikan sudah berupa puyer yang juga mudah diberikan
untuk anak-anak dibandingkan tablet, namun sirup lebih mudah diminum dan
rasanya lebih acceptable sehingga dapat meningkatkan kepatuhan anak dalam
mengkonsumsi obat. Oleh karena itu, amoxicillin, paracetamol dan ranitidin
diganti dengan sediaan sirup.
Dosis merupakan hal yang penting. Pada resep di atas, jika mengacu pada
buku Drug information Handbook, penggunaan paracetamol untuk anak
berusia 3 tahun dosisnya 160 mg, sedangkan obat yang diresepkan yaitu ½
tablet (250 mg) sehingga dosisnya terlalu besar. Untuk dosis amoxicillin yaitu
20-50 mg/kgBB/hari tiap 8-12 jam, karena pada resep tidak dicantumkan berat
badan maka dosis amoxicillin dalam resep di atas belum bisa diketahui sesuai
atau tidaknya, begitu pula dengan ranitidin.
a. NIFUDIAR
Isi : Nifuroxazide
Indikasi : antibakteri untuk diare karena kuman E.coli & Staph,
Kolopati spesifik & non spesifik
Dosis dewasa 1-2 sdt 3x/hari, anak & bayi > 6 bulan 1 sdt 3x/hari, <
6 bulan 1 sdt 2x/hari
b. PAMOL
Isi : Paracetamol
Indikasi : Untuk meredakan nyeri dan demam
156
Dosis :
- Dewasa : oral, rectal : 325-650 mg tiap 4-6 jam atau 100 mg 3-4
kali sehari, maks 4 g/hari
- Anak-anak <12 tahun: 10-15mg/kgBB/dosis tiap 4-6 jam
Usia Dosis (mg)
0-3 bulan 40
4-11 bulan 80
11 tahun 480
c. AMOXICILLIN
Indikasi : Antibakteri spektrum luas infeksi Gram + dan Gram -
Dosis :
- Dewasa : oral 250-500 mg tiap 8 jam atau 500-875 mg 2x/hari
- Anak-anak > 3 bulan dan < 40 kg : oral 20-50 mg/kgBB/hari tiap
8 -12 jam
d. RANITIDIN
Indikasi : Ulkus duodenum, ulkus gaster jinak, refluks esophagitis,
ulkus peptikum pasca bedah, sindroma Zollinger Ellison. Kondisi lain
yang menghendaki pengurangan sekresi gaster & pengeluaran asam
lambung. Terapi pencegahan & pemeliharaan pada ulkus duodenum &
ulkus gaster benigne pada pasien dengan riwayat ulkus berulang
(kambuh).
Dosis :
- Ulkus duodenum aktif dan ulkus gaster
157
Anak 1 bulan - 16 tahun : awal 2-4 mg/kgBB/hari 2x sehari,
maksimal 300 mg/hari, pemeliharaan 2-4 mg/kgBB/hari 1x sehari
maksimal 150 mg/hari
-
Interaksipotensial
ESO potensial :
158
a. Reaksi hipersensitif: terdapat reaksi hipersensitif pada pemakaian
Amoxicillin yaitu ruam kulit.
b. Drug induced disease: Untuk penggunaan paracetamol terdapat ESO
potensial yaitu gangguan hati tetapi bila penggunaannya jangka panjang.
Interaksi potensial : Pada resep di atas, pasien menderita diare spesifik
dan diberikan antibiotik amoxicillin, sedangkan nifudiar juga mempunyai
efek antibakteri sehingga sebaiknya obat antidiare diganti dengan obat lain
seperti zink dan oralit.
4. Tindak Lanjut
ADA TIDAK
Telepon dokter -
KIE -
Perubahan farmasetika
-
5. ESO Potensial
ADA TIDAK
Reaksi hipersensitif -
-
Reaksi idiosinkrasi
-
-
Drug Induced Disease
Drug induced Lab Change
159
6. Interaksi Potensial
ADA TIDAK
Efek Potensial
-
Interaksi Obat-Obat
-
InteraksiObat Makanan
-
Interaksi Obat-Lab Test
Interaksi Obat-Penyakit
-
7. Assesment
Konseling Pasien :
Penggunaan Antibiotik
Antibiotik adalah golongan obat untuk membunuh kuman/bakteri dalam
tubuh dalam kasus ini untuk membunuh bakteri penyebab diare. Antibiotik
harus diminum sampai habis sesuai dengan aturan pakai, guna
meningkatkan efektivitas terapi, mempercepat penyembuhan pasien, dan
mencegah resistensi bakteri. Amoksisilin dapat diminum dengan atau
tanpa makanan karena tidak akan mengganggu absorbsinya dalam tubuh.
Penggunaan Paracetamol
Paracetamol digunakan untuk mengatasi demam, diminum sesuai aturan
pakai dan hanya bila terjadi demam. Pemakaian dihentikan apabila demam
reda.
Orezinc
Penggunaan orezinc 20 mg/hari
160
TUGAS ANALISIS RESEP
APOTEK RAWAT JALAN RS Dr. RAMELAN
1. Syarat Administrasi
Aspek Administrasi Dalam Resep Solusi
Ya Tidak
Nama Dokter √
Tanggal resep √
Nama pasien √
161
Alamat pasien √ Tanyakan pada pasien
yang bersangkutan
Tepat dosis -
Regimen Terapi TBC :
a) Kategori 1 dan Kategori 3
Tablet OAT-FDC Komposisi/Kandungan Pemakaian
275 mg Etambutol
162
150 mg Rifampisin digunakan 3xseminggu
selama 4 bulan
b) Kategori 2
a. ESO petensial :
- Untuk penggunaan rifampisin dapat menyebabkan tidak nafsu makan dan
nyeri perut, obat diminum malam sebelum tidur. Terjadi warna kemerahan
pada air seni, berikan penjelasan pada pasien.
- Untuk penggunaan ethambutol terjadi gangguan pada pengelihatan,
sebelum pemakaian dan setelah pemakaian dilakukan cek pada mata.
- Penggunaan INH jangka panjang dapat menyebabkan kesemutan sampai
rasa terbakar pada kaki. ESO dapat diminimalkan dengan penambahan
vitaminB6.
- Semua OAT dapat menyebabkan ikhterus, monitoring fungsi hati.
163
b. Interaksi potensial :
- Interaksi antara OAT INH dan Rifampisin termasuk dalam kategori minor,
yang artinya interaksi ini dapat dihindari dengan melakukan pemantauan
secara rutin terhadap fungsi hati.
4. Tindak Lanjut
ADA TIDAK
Telepon dokter -
KIE -
Perubahan farmasetika
-
5. ESO Potensial
ADA TIDAK
Reaksi hipersensitif -
Reaksi idiosinkrasi -
Drug Induced Disease
-
Drug induced Lab Change
-
Drug Induced Disease : Interaksi antara OAT INH dan Rifampisin bisa
menyebabkan kerukan hati. Perlu dilakukan monitoring fungsi hati (SGOT,
SGPT, albumin, bilirubin dan PT)
Drug induced Lab Change : Penggunaan obat-obatan dalam resep diatas dapat
menyebabkan perubahan pada nilai lab. SGOT, SGPT, albumin, bilirubin dan
prothrombin time sehingga perlu dilakukan monitoring dari penggunaan obat-
obatan diatas.
6. Interaksi Potensial
ADA TIDAK
Efek Potensial
-
-
164
-
-
Interaksi Obat-Obat
Interaksi Obat Makanan
Interaksi Obat-Lab Test
Interaksi Obat-Penyakit
Interaksi obat-obat : hampir semua OAT dapat berinteraksi dengan obat lain,
contohnya:
1. INH dengan fenitoin, dimana interaksi ini dapat miningkatkan konsentrasi
fenitoin dalam serum sehingga perlu dilakukan monitoring terhadap
toksisitas fenitoin.
2. Rifampisin dengan obat KB, dimana rifampisin dapat menyebabkan
ketidakaturan menstruasi, ovulasi dan terkadang kegagalan obat KB
sehingga perlu diterapkan cara KB lain selama pengobatan.
3. Etambutol dengan antasida, dimana absorbsi etambutol akan menurun jika
digunakan bersamaan sehingga penggunaannya harus dijeda selama 4 jam.
Interaksi obat-makanan: interaksi antara INH dan makanan dapat
menyebabkan penurunan konsentrasi INH sehingga etambutol diminum saat
perut kosong.
7. Konseling
a. INH + B6
INH + B6 diminum 1xsehari, pada penggunaan isoniazid akan mengalami
kesemutan sampai kaki terasa terbakar. Dengan kombinasi B6 dapat
meminimalkan atau mengurangi efek samping.
b. Rifampisin
Rifampisin diminum 1 tablet tiap malam sebelum tidur selama masa
pengobatan. Informasikan pada pasien bahwa setelah mengkonsumsi obat
ini akan menyebabkan air seni menjadi kemerahan dan tidak perlu khawatir
teruskan pengobatan.
c. Ethambutol
165
Ethambutol diminum 1xsehari selama masa pengobatan, akan terjadi efek
samping pada pemakaian jangka panjang yaitu gangguan pengelihatan,
pasien diharapkan memeriksakan kesehatan mata sebelum dan saat
mengkonsumsi ethambutol.
d. Minum obat secara teratur dan tidak berhenti mengkonsumsi obat tanpa
anjuran dokter.
e. Menjaga kesehatan diri dan lingkungan sekitar, agar tidak menular ke orang
lain.
f. Melakukan monitoring fungsi hati secara berkala
Konseling pada penggunaan obat TB dilakukan agar pasien dapat
mengkonsumsi obat secara teratur karena kepatuhan pasien berpengaruh pada
keberhasilan terapi. Selain itu perlu dijelaskan mengenai efek samping obat TB
dan cara pencegahannya bila efek samping terjadi.
166
LAMPIRAN 2
FARMASI BANGSAL
Kasus II
Syok Hipovolemik + Koma Hepatikum + CH
167
a. Pengertian
Sirosis didefinisikan sebagai proses difusi yang ditandai dengan terjadinya
fibrosis dan perubahan hepar menjadi nodul-nodul abnormal secara structural.
Penyebab dari sirosis sangat banyak diantaranya riwayat konsumsi alkohol, virus
hepatitis kronik (Hepatitis B & C) menjadi kasus yang paling sering (Dipiro et al,
2008).
b. Patofisiologi
Sirosis disimpulkan dengan peningkatan tekanan darah portal oleh karena
perubahan fibrotik dalam sinusoid hati, perubahan-perubahan ada pada tingkat
vasodilatasi dan vasokonstriktor, dan peningkatan aliran darah pada pembuluh
darah splanknik. Ketidaknormalan ini menyebabkan problem-problem seperti
asites, hipertensi portal, varises esophageal, Hepatic Enchephalopaty, dan
gangguan koagulasi.
c. Pembahasan Kasus
Pada pasien dibangsal B1 dengan profil sebagai berikut:
• Nama : Ny. S
• RM : 45xxxxxxxx
• Umur : 49 th
• TB/BB : - / 49 kg
• RP : Operasi Hernia Inguinalis lateral, hepatitis B
• RO :-
• Dx : Syok Hipovolemik + Koma Hepatikum + CH
• MRS/KRS : 05/09/2014
• Keluhan : Pasien mengeluhkan lemah, nyeri saat BAK, ikterik, sesak
nafas
• Kondisi Vital:
168
TANGGAL
NO KONDISI VITAL
9/9 10/9 11/9 12/9
3 RR (x/menit) 28 - - 22
• Kondisi Klinik
TANGGAL
PARAMETER
5/9 6/9 7/9 8/9 9/9 10/9 11/9 12/9
Nyeri BAK ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++
BAK - - - + + + + +
Berdarah
BAB - - - + + + + +
Berlendir
Ikterus + + + + + + + +
Sesak Nafas - - - - - + + +
• Data LAB
169
SGOT 0-35 U/I 180 80
BUN 10-24 mg/dl 31,9 72
Cr 0,5-1,3 mg/dl 1,5 3,2
Albumin 3,5-5,0 mg/dl 2 2,2
Globulin 2,2-3,5 mg/dl 3,5 4,8
Na 135-145 mmol/L 132 127,2
K 3,5-5,0 mmol/L 5,82 4,92
Cl 96-108 mmol/L 105,9 98,9
HB 11-16 g/dl 9,6
WBC 4-10rb/ul 40,8
Bil. Direk 0,0-0,3 mg/dl 10,1
Bil. Total 0,2-1 mg/dl 17,0
• Profil Obat
• Assesment
170
.
171
lainnya melihat dari problem medic pasien dan kondisi klinik pasien adalah
Metronidazol untuk terapi BAB berlendir dapat ditingkatkan.
Monitoring efektivitas terapi diantaranya adalah Laktulosa sebagai terapi
Hepatik Ensefalopati dipantau efek katartiknya sehari sebanyak 3-4 kali,
Spironolakton diuretik hemat kalium sebagai terapi asites untuk mengeluarkan
cairan dalam rongga peritoneum perlu dipantau efektivitasnya dengan
melihatdiameter lingkar perut danpenurunan berat badan pasien setiap harinya,
selanjutnya ang perlu dipantau adalah kondisi status mental dan kesadaran pasien
akibat keadaan Hepatik Ensefalopati, kemudian terkait problem medic yang
sedang dialami pasien pasien perlu dipantau kadar elektrolit khusunya Na karena
dalam kondisi pasien yang sedang mengalami asites pasien disarankan perlu
restriksi Na (Natrium), elektrolit K (Kalium)uga perlu dipantau kadarnya dalam
tubuh karena kondisi hipokalemia dapat memperparah Hepatik Ensefalopati.
Monitoring interaksi obat diantaranya adalah Gentamicin dan kanamisin
dapat meningkatkan nefrotoksisitas sehingga perlu dipantau serum kreatinin,
Gentamisin dan Spironolakton memiliki interaksi sinergis dimana Gentamisin
dapat menurunkan kadar Kalium sedangkan Spironolakton menurunkan kadar
Kalium dalam tubuh.
172
LAMPIRAN 3
PIO
173
unkown liposomal versus antijamur pada pasien
origin conventional demam dan neutropenia.
amphotericin B for the Flukonazol memiliki
treatment of pyrexia of aktivitas antijamur
unknown origin in spektrum luas dengan
neutropenic patients profil keamanan yang
sangat baik.
Tripdataba Empirical antifungal sekunder Pada uji klinik, formulasi
se.com therapy in patients with lipid Amphotericin B
neutropenia and terutama liposomal AmB
persistent or recurrent (L-AmB) terbukti
fever of unknown memiliki efikasi yang
origin sama dan toksisitasnya
lebih rendah namun
harganya lebih mahal.
Begitu juga dengan
Fluconazole yang ekivalen
dengan c-AmB meskipun
jarang digunakan dalam
praktik klinis, kecuali pada
pasien-pasien dengan
risiko tinggi infeksi
Aspergillus. Itraconazole
intravena menunjukkan
ekivalen dengan c-AmB
dengan toksisitas yang
lebih rendah. Voriconazole
tidak memenuhi kriteria
non-inferioritas jika
dibandingkan dengan L-
AmB. Caspofungin
terbukti sebagai non-
inferior L-AmB dan lebih
efektif dalam mengobati
infeksi jamur invasif.
Google Guidelines for the use tersier Penggunaan antibiotic
Scholar.co of antimicrobial agent awal yaitu Jika pasien
m in neutropenic patients menggunakan vankomisin
with unexplained fever maka perlu penambahan
ceftazidim, jika pasien
174
tidak menggunakan
vankomisin maka
diberikan monoterapi
ceftazidim saja atau
imipenem saja atau
menggunakan doutherapy
dengan antibiotic golongan
aminoglikosida dan anti
pseudomonal β-laktam
Untuk persistent fever Jika
demam menetap dan tidak
ada perubahan selama 3
hari lanjutkan antibiotic,
tetapi hentikan vankomisin
jika kultur bakterinya
negatif. Jika demam
semakin parah maka
dilakukan penggantian
antibiotic. Dan demam
terjadi 5-7 hari maka
tambahkan amphotericin B
dengan atau tanpa
perubahan antibiotik.
175
LAMPIRAN 4
DRUG USE EVALUATION
176
Nama Pasien : Tn. D
No RM : 1xxxxx
Usia : 70 tahun
TB/BB : 160/60
MRS : 9 September 2014
Diagnosis : DM gangrene ulkus pedis dextra
2. Terapi
Profil obat 9/9 10/9 11/9 12/9 13/9 14/9 15/9 16/9 17/9 18/9 19/9
Ceftriaxone √ √ √ √ √ √ √ √ √
Meropenem √ √
3. Data Klinik
Profil obat 17/9 18/9 19/9
Suhu (oC) 36 36 36
RR (x/menit) - - -
4. Data Lab
Parameter lab 10/9 12/9 15/9
5. 4T + 1W
1. Tepat Indikasi
Pada kasus ini, pasien mengalami DM komplikasi gangrene.
Gangren diabetik merupakan suatu bentuk dari kematian jaringan pada
penderita diabetes mellitus oleh karena berkurangnya atau terhentinya
aliran darah kejaringan tersebut. Kelainan ini didasarkan atas gangguan
aliran darah perifer (angiopati diabetic perifer), gangguan saraf perifer
(neurophati diabetic perifer), dan infeksi. Berbagai kuman yang sering
menjadi penyebab infeksi gangren diabetik adalah gabungan bakteri aerob
(gram positif dan gram negatif) dan bakteri anaerob seperti misalnya E.
Coli, Klebsiela spp, Pseudomonas spp, Proteus spp, Enterococci spp,
177
Clostridium perfringens, Bacterioides spp, Prevotella spp, dan
Peptostreptococcus (Anandi et al, 2004).
Gangren ini merupakan penyebab masuknya bakteri yang dapat
menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kerusakan berat pada
jaringan. Manifestasi gangren ini terjadi karena adanya trombosis pada
pembuluh darah arteri yang memberikan suplai darah ke daerah luka.
Trombosis yang terjadi akan menghambat aliran darah yang mengangkut
zat makanan, oksigen dan nutrisi yang diperlukan dalam proses regenerasi
ke daerah luka tersebut sehingga menimbulkan kematian jaringan dan
mempermudah berkembangnya infeksi.
Meropenem dapat diindikasikan untuk infeksi intra abdominal,
kulit dan struktur kulit, saluran kemih, pneumonia, sepsis, dan jaringan
lunak. Dimana meropenem memiliki aktivitas bakterisidal terhadap gram
positif dan negatif yang sangat berguna dalam pengobatan antibiotic secara
empiris. Meropenem sensitive terhadap banyak bakteri gram positif seperti
streptococci, Staphylococci, dan species enterococci. Sedangkan bakteri
gram negative yang sensitive terhadap antibiotic ini adalah E. coli,
Haemophillus influenza, clebsiella pneumonia, neiseria meningitides,
pseudomonas aeruginosa, dan Acinetobacter, Citrobacter, Shigella,
Pasteurella, Proteus, Providencia, dan Salmonella. Meropenem juga
memiliki aktivitas bakterisidal terhadap Moraxella catarhallis,
Morganellamorganii, Serratiamarcescens, Yersinia enterocolitica, dan
Campylobacter jejuni. Bakteri anaerob yang sensitive terhadap antibiotic
ini adalah bakteroides, peptostreptococcus, clostridium, fusobacterium,
dan spesies prefotella. Meropenem memiliki penetrasi yang baik di sistim
saraf pusat dan memiliki efek kejang yang lebih ringan dari pada
imipenem. Sehingga pada kasus ini dapat dikatakan bahwa penggunaan
Meropenem sudah tepat indikasi karena penggunaannya dapat mengatasi
infeksi bakteri penyebab gangrene.
2. Tepat Dosis
178
Dosis Meropenem pada gangrene adalah 1g tiap 8 jam (DIH;
991). Pada pasien ini, Meropenem diberikan pada tanggal 18 September
18:00 dan 19 September 06:00 dosis yang diberikan adalah 1g tiga kali
sehari.
179
lain Ceftazidime, Amikasin, Ampisilin, Ciprofloksasin, Ceftriaxon,
Meropenem, dan Fosfomisin. Setelah diberikan terapi Meropenem pasien
menunjukkan perbaikan kondisi, dengan demikian pemberian Meropenem
sudah tepat pasien. Namun jika dilihat dari hasil kultur, pasien masih
sensitive terhadap antibiotik lain yang juga digunakan untuk infeksi
gangrene. Misalnya saja dapat diberikan antibiotik Amikasin atau
piperasilin-tazobactam yang jika ditinjau dari segi ekonomi lebih
terjangkau dibandingkan Meropenem.
4. Tepat Cara Pemberian
Pemberian Meropenem melewati rute parenteral yaitu secara
intravena dan diberikan pasca tindakan amputasi. Pemberian secara
intravena karena pasien masih dalam instalasi rawat inap dan diharapkan
efek yang cepat.
5. Waspada Efek Samping
Efek samping penggunaan Meropenem meliputi sakit kepala, mual
muntah, diare, konstipasi dan anemia. Pada pasien ini setelah dilakukan
interview, potensial efek samping tersebut tidak terjadi namun tetap perlu
dimonitor. Bila muncul efek samping tersebut perlu dievaluasi apakah
kejadiannya dikarenakan Meropenem atau obat lain. Jika terjadi karena
Meropenem dan efek samping tersebut dapat ditolerir maka tidak pelu
diberi tambahan obat untuk mengatasi efek samping tersebut. Namun bila
tidak bisa ditolerir bisa diberikan obat untuk mengatasinya.
6. Kesimpulan
Berdasarkan analisis 4T+1W penggunaan Meropenem pada kasus
diabetes dengan komplikasi gangrene sudah sesuai tetapi perlu
dipertimbangkan untuk penggunaan antibiotik yang sensitif dibawah
meropenam berdasarkan uji kultur bakteri.Seperti piperacilin-tazobactam
atau ampicilin-sulbactam.
180
7. Rekomendasi
Penggunaan antibiotik yang sensitif dibawah meropenam yaitu
amikasinatau piperacilin-tazobaktam dengan dilakukan pemantauan parameter
infeksi (wbc, suhu, nadi, RR), serta pemantauan efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh Merepenem.
181
182
LAMPIRAN 5
PRODUKSI NON STERIL
Tugas Produksi
1. Nama
R/ sediaan
Ultrayang
Sles diproduksi
(Emal-70 C): “Hand100
Soap”
gr merupakan sabun
yang digunakan sebagai mencuci tangan sebelum mengunakan
NaCl 50 gr hand sanitizer.
b. Komposisi sediaan Foam Boaster C-KD 20 gr
Dewisil Liquid 1,1 Cc
Carboxilic Acid 0,5 gr
Trilon 183 0,3 gr
Fragance Qs
Deionizer Water ad 2000 Cc
Tiap 5000 ml mengandung :
c. Tabel penimbangan
d. Cara pembuatan
1. Menimbang semua bahan sesuai formula
a. Ultra Sles (Emal-70 C) 250 gr
b. NaCl 125 gr
184
c. Foam Boaster C-KD 50 gr
d. Dewisil Liquid 2,75 Cc
e. Carboxilic Acid 1,25 gr
f. Trilon 0,75 gr
g. Fragance 12,5 gr
h. Deionizer Water ad 5000 Cc
2. NaCl (62,5gr) ditambah Ultra sles (250gr) aduk ad homogen
(berwarna putih), kemudian tambahkan aqua 100 ml.
3. Tambahkan Foam Boaster (50gr) aduk ad. Homogen + Dewisil Liquid
(2,75gr) aduk ad. Homogen
2. Sisa NaCl (62,5gr) + Trilon (0,75gr) + Carbolic acid (1,25gr) + aqua
(250ml) aduk ad. homogen dan larut.
3. Tambahkan pewangi dan pewarna aduk ad. Homogen kedalam no. 2
sebelum pengenceran
4. Tambahkan no. 4 kedalam no. 2, sedikit demi sedikit aduk ad.
Homogen.
5. Tambahkan sisa aqua sampai 5000 ml.
6. Beri label dan etiket biru
185
A. Quality Control
No Tes Hasil
1. Organoleptis
Warna Kuning
Bau Lemon
Bentuk Cair
2. Homogenitas Homogen
3. Keseragaman volume Volume 5000 ml
4. Uji kebocoran Wadah tidak bocor
5. pH 8
6. Kemudahan terdispersi Mudah terdispersi
B. Evaluasi
Evaluasi Prosedur /langkah Hasil
pengecekan
Organoleptis Pengecekan organoleptis Hand soap dihasilkan
dilakukan meliputi bentuk, berbentuk cairan berwarna
warna dan bau. kuning dan berbau lemon.
Homogenitas Meletakkan sedikit sabun Sediaan yang dibuat tidak
cair diantara dua kaca dilakukan uji homogenitas.
objek kemudian perhatikan
adanya partikel-partikel
kasar atau tidak homogen.
Keseragaman volume Dilakukan dengan Sediaan yang dibuat tidak
meletakkan pada dilakukan uji keseragaman
permukaan yang rata volume.
secara sejajar lalu dilihat
keseragamn volume secara
visual.
Uji kebocoran Botol yang digunakan Wadah tidak ada yang
untuk pengisian sediaan di bocor (lolos uji kebocoran)
isi dengan air kemudian
ditutup kemudian
digelindingkan, terdapat
sisa tumpahan atau tidak
dan jika tidak tumpah
maka tidak terjadi
kebocoran botol.
Waktu pengendapan Sediaan didalam botol Sediaan yang dibuat
186
dikocok sampai tercampur dilakukan uji waktu
sempurna lalu didiamkan pengendapan dan diperoleh
untuk menghitung waktu hasil lama pengendapan 5
pengendapan. menit sampai terendap
sempurna.
pH Pengecekan pH dilakukan Menurut literatur pH
dengan menggunakan pH sediaan yang diinginkan
meter, dengan meneteskan harus sama dengan pH
sediaan pada kertas pH lalu fisiologis kulit (4,5 – 6,5).
membandingkannya Akan tetapi pada sediaan
dengan pH indikator. yang dibuat hasil uji pH 7.
C. Pembahasan
187
ditambahkan adalah Foam Booster. Garam juga dibutuhkan dalam pembuatan
sabun yaitu berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses pemadatan. Garam
yang ditambahkan biasanya adalah NaCl. Dengan menambahkan NaCl maka
akan terbentuk inti sabun dan mempercepat terbentuknya padatan sabun.
Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak mengandung Fe, Cl, atau Mg.
Jika akan dibuat sabun cair, tidak diperlukan penambahan garam ini.
Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi obat
selesai dibuat dan diperiksa kembali. Dalam setiap tahapan produksi sampai
akhir produksi dilakukan kontrol kualitas yang bertujuan untuk menjamin
kualitas dari suatu produk yang akan diproduksi. Setelah semua kegiatan
produksi selesai petugas yang mengerjakan mengisi formulir pembuatan obat
dan memberi paraf sebagai bukti bahwa telah mengerjakan prosedur yang ada
dan formulir tersebut juga ditanda tangani oleh penanggung jawab dari pihak
produksi. Berdasarkan hasil produksi Sediaan cair hand soap yang telah
dilakukan sesuai dengan SPO produksinya, maka diperoleh hasil yang baik
yaitu homogen, wadah tidak bocor, volume seragam (350 ml). Selain itu,
hasil yang diperoleh menunjukkan warna kuning, bau lemon dan lembut
ditangan.
188
barang diserah terimakan dengan tandatangan pemberi dan
penerima barang didokumentasikan.
b. Alur permintaan untuk produk sehari-hari
Permintaan berasal dari ruangan menyertakan resep dan bila
permintaan dari apotek menyertakan copy resep dibawa ke
bagian produksi personil yang meminta harus menyebutkan
barang apa saja yang diminta serta jumlahnya barang diserah
terimakan dengan tanda tangan pemberi dan penerima barang
dengan menyertakan bukti keluar didokumentasikan dalam buku
barang keluar
3. Alur Distribusi Produk
Alur Administrasi Barang Keluar
a. Permintaan sediaan jadi dari ruangan atau apotek secara tertulis.
b. Bagian produksi mengeluarkan barang yang diminta.
c. Tugas produksi:
189