Anda di halaman 1dari 6

DEMAM

A. LATAR BELAKANG

Semua orang pernah demam semasa hidupnya dengan derajat yang berbeda-beda. Demam
merupakan keluhan terbanyak pasien yang meminta bantuan dokter atau petugas kesehatan lain
(Zein, 2012). Demam didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh di atas normal. Suhu oral
normal adalah 37°C (98,6°F), plus minus 1°C, sedangkan suhu rektal normal sekitar 0,5°C lebih
tinggi dan suhu ketiak normal 0,5°C lebih rendah dari suhu oral (Rutter, 2013). Suhu tubuh
manusia diatur di pusat termoregulasi yang terletak pada hipotalamus anterior. Selama demam,
prostaglandin menyebabkan peningkatan set point suhu hipotalamus, dengan demikian terjadi
peningkatan produksi panas di perifer (Dipiro et al., 2020).
Demam bukanlah suatu penyakit, namun demam dapat menyusahkan penderitanya bila tidak
diatasi dengan baik. Demam merupakan tanda bahwa tubuh sedang menderita penyakit tertentu.
Demam pada dewasa merupakan salah satu tanda dan gejala awal dari suatu penyakit atau
kelainan pada tubuh dan dapat juga sebagai gejala lanjutan dari suatu perubahan fisologis tubuh
atau keadaan (Zein, 2012). Demam pada anak merupakan salah satu gejala klinis yang paling
umum ditangani oleh dokter anak dan penyedia layanan kesehatan lainnya (Rahma, 2014;
Sullivan and Farrar, 2011).
Demam merupakan mekanisme fisiologis yang bermanfaat dalam melawan infeksi. Tujuan
utama dari terapi antipiretik bukanlah hanya untuk menormalkan suhu tubuh, tetapi untuk
meningkatkan kenyamanan pasien demam. Parasetamol dan ibuprofen bila digunakan dalam
dosis yang tepat dianggap sebagai agen yang aman dan efektif untuk demam. Namun,
penggunaannya harus dengan bijaksana untuk meminimalkan risiko efek obat yang merugikan,
serta toksisitas obat (Sullivan and Farrar, 2011).

B. PENYEBAB DEMAM

Peningkatan suhu tubuh pada kasus demam disebabkan oleh beredarnya suatu molekul kecil
di dalam tubuh, yang disebut pirogen. Pirogen merupakan zat pencetus panas. Secara umum,
penyebab demam pada dewasa diantaranya ialah karena infeksi virus, infeksi bakteri, tumor,
dehidrasi, efek obat tertentu, hipertermia, adanya gangguan di SSP, dan adanya kerusakan
jaringan. Beberapa obat yang sering menimbulkan demam ialah antibiotik golongan betalaktam,
serta isoniazid (Zein, 2012).

C. ETIOLOGI DEMAM

Suhu tubuh diatur secara ketat oleh tubuh, karena perubahan suhu dapat mengubah fungsi
seluler secara signifikan, bahkan dapat menyebabkan kematian pada kasus yang ekstrim.
Termoregulasi adalah keseimbangan antara produksi panas dan pelepasan panas. Proses
metabolisme sel yang berlangsung secara terus menerus oleh tubuh menghasilkan energi dalam
bentuk panas. Produksi panas tersebut dapat keluar melalui kulit, yakni dengan cara radiasi,
evaporasi, konduksi, serta konveksi. Pusat termoregulasi yang terletak di hipotalamus berguna
untuk mengontrol keseluruhan proses tersebut. Ketika suhu tubuh mencapai set point, yakni
sekitar 37°C, maka mekanisme untuk melepas atau menghemat panas diaktifkan. Pada saat
seseorang demam, sistem pengontrol suhu berfungsi normal tetapi dengan set point yang lebih
tinggi. Proses ini berlangsung kompleks, dan melibatkan pirogen, suatu zat penyebab demam
yang mengubah set point (Rutter, 2013).

D. KONDISI KLINIS

Seorang anak dengan demam umumnya akan mudah rewel, kehilangan nafsu makan, dan
lebih gemar mencari perhatian orang tua. Tanda-tanda lain yang mungkin terlihat ketika demam
ialah wajah memerah serta menggigil (Rutter, 2013). Dehidrasi dapat terjadi karena
hiperhidrosis, muntah, dan hiperventilasi. Ketika demam, sering timbul gejala seperti rasa tidak
enak di epigastrium, mual, muntah, anoreksia, dan terkadang nyeri perut (Zein, 2012).
Evaluasi medis harus dilakukan bila gejala demam tidak sembuh dengan pemberian obat
OTC dalam waktu 24 jam pada anak-anak < 2 tahun, 48 jam pada anak-anak > 2 tahun, dan 3
hari pada orang dewasa. Evaluasi medis juga harus dilakukan pada pasien dengan gejala yang
mengkhawatirkan terlepas berapa suhu tubuh mereka (Dipiro et al., 2020).

E. TATA LAKSANA TERAPI


Penurunan suhu tubuh dapat dibantu dengan penggunaan obat penurun panas (antipiretik),
serta terapi fisik atau non farmakologi, seperti tirah baring, kompres, dan memperbanyak
konsumsi cairan. Penggunaan obat tradisional dengan produk herbal belum terbukti secara ilmiah
dapat menurunkan demam sehingga perlu dikaji lebih lanjut (Rahma, 2014).
1. Terapi Farmakologi
Pengobatan demam dilaksanakan dengan memperhatikan penyebab dari demam tersebut.
Obat penurun panas (antipiretik) tidak dapat mengobati penyebab demam. Bila demam akibat
infeksi virus, maka tidak diperlukan antibiotik. Bila semisal penyebabnya ialah herpes, maka
diperlukan pemberian antivirus. Infeksi bakteri harus diberi antibiotik yang sesuai dengan kultur
dan tes sensitivitas (Zein, 2012).
Tujuan dari pemberian antipiretik ialah untuk menghilangkan ketidaknyamanan, serta
menurunkan suhu tubuh (Dipiro et al., 2020). Parasetamol dan ibuprofen telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk mengobati demam (Rutter, 2013). Obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID)
mengurangi demam, namun NSAID juga dapat mempengaruhi saluran pencernaan serta
trombosit. Berdasarkan alasan tersebut, parasetamol merupakan agen pilihan untuk mengurangi
demam pada kebanyakan pasien (Dipiro et al., 2020). Parasetamol merupakan pilihan lini
pertama untuk menurunkan demam dan menghilangkan nyeri (Rahma, 2014). Penggunaan
antipiretik secara rutin harus dihindari (Rutter, 2013). Antipiretik hanya diindikasikan dalam
kasus ketidaknyamanan terkait dengan demam (Chiappini et al., 2017)
 Ibuprofen
Ibuprofen dapat diberikan kepada anak yang berusia di atas 3 bulan. Ibuprofen dapat
menyebabkan efek samping gastrointestinal seperti mual dan diare. Ibuprofen harus
dihindati penggunaannya bagi seseorang yang sebelumnya telah menggunakan NSAID
dan memiliki reaksi alergi. Dosis ibuprofen ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Umur Dosis dan frekuensi
1 -2 bulan 50 mg tiga kali sehari
6-12 bulan 50 mg tiga – empat kali sehari
1-4 tahun 100 mg tiga kali sehari
4-7 tahun 150 mg tiga kali sehari
7-10 tahun 200 mg tiga kali sehari
10-12 tahun 300 mg tiga kali sehari
(Rutter, 2013)
Untuk penggunaan sebagai antipiretik pada pasien dewasa, dosisnya ialah sebagai
berikut:
Dosis Keterangan
Oral 200-400 Dosis harian maksimum: 1,2 gram, kecuali diarahkan
mg/dosis setiap oleh dokter; atau di bawah pengawasan dokter, maka
4-6 jam dosis harian 2,4 g dapat digunakan
Oral (OTC) 200 mg setiap 4- Dosis harian maksimum: 1,2 gram; Pengobatan untuk
6 jam sesuai durasi > 10 hari tidak dianjurkan, kecuali diarahkan
kebutuhan secara langsung oleh penyedia layanan kesehatan

(Aberg, J.A. et al., 2009)


 Parasetamol
Parasetamol tersedia dalam bentuk tablet, sirup, drop, dan lain lain. Efek samping
parasetamol jarang terjadi, namun terdapat laporan bahwa adanya reaksi hipersensitivitas,
ruam kulit, kelainan darah seperti trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia.
Penggunaan parasetamol jangka panjang serta dosis yang berlebih akan menyebabkan
kerusakan hati. Dosis parasetamol ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
Usia Rute Dosis Keterangan
2 bulan Oral 60 mg Pasca imunisasi pireksia
< 3 bulan 10 mg/kg BB Hanya dengan saran dokter
3 – 12 bulan 60 mg – 120 mg Dapat diulang setiap 4-6 jam jika
1 – 5 tahun 120 mg – 250 mg diperlukan (maksimum 4 kali
6 – 12 tahun 250 mg – 500 mg dosis dalam 24 jam)
Dewasa 0,5 gram – 1 gram Dosis diulang setiap 4-6 jam
(maksimum 4 gram per hari)
Dewasa dan anak IV 1 gram Dosis diulang setiap 4-6 jam
dengan BB > 50 kg (maksimum 4 gram per hari)
Dewasa dan anak 15 mg/kg BB Dosis diulang setiap 4-6 jam
dengan BB 10-50 kg (maksimum 60 mg/kg BB per
hari)
(BPOM RI, 2015b)
 Aspirin
Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak dan remaja di bawah usia 16 tahun, ibu
menyusui, dan kepada penderita dengan riwayat hipersensitivitas terhadap asetosal atau
NSAID lain. Efek samping aspirin biasanya ringan dan tidak sering, namun kejadiannya
tinggi untuk terjadinya iritasi saluran cerna dengan perdarahan ringan yang asimptomatis;
memanjangnya bleeding time; bronkospasme; dan reaksi kulit pada pasien hipersensitif.
Dosis aspirin untuk dewasa ialah 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan; maksimum 4
gram per hari (BPOM RI, 2015a).

 Kombinasi antipiretik
Beberapa tahun terakhir, penggunaan dua antipiretik parasetamol dan ibuprofen sering
digunakan untuk mengobati demam. Praktik seperti ini tidak dianjurkan karena sering
menyebabkan terjadinya kesalahan dosis obat, kesalahan interval pemberian, serta
intoksikasi obat karena berlebihan (Rahma, 2014). Selanjutnya, kebanyakan pedoman
terapi mencegah penggunaan gabungan dari dua antipiretik kecuali NICE dan SA yang
memungkinkan penggunaan kedua obat secara bergantian (Doria et al., 2019).

2. Terapi Non Farmakologi


Beberapa langkah berikut dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas terapi
farmakologi yang dilakukan.
 Pemberian cairan tambahan
Ketika seseorang terkena demam, maka keringat yang dihasilkan lebih banyak dari
biasanya. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga konsumsi cairan agar tidak
dehidrasi (Rutter, 2013).
 Tirah baring
Aktifitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan suhu tubuh. Sehingga, untuk menghindari
aktivitas fisik berlebih dapat dilakukan tirah baring (Rahma, 2014).
 Kompres air hangat (tepid sponging)
Kegiatan mengompres seseorang yang demam dengan air hangat akan membantu
menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses
penguapan. Kompres dingin tidak direkomendasikan untuk mengatasi demam karena
dapat meningkatkan pusat pengatur suhu (set point) hipotalamus, mengakibatkan badan
menggigil sehingga terjadi kenaikan suhu tubuh. Kompres dingin mengakibatkan
pembuluh darah mengecil (vasokonstriksi), yang meningkatkan suhu tubuh (Rahma,
2014).
 Pengobatan Herbal
Homeopati, terapi herbal, aromaterapi, akupuntur, refleksiologi, pijat, shiatsu,
kiropraktik, osteopati dan penyembuhan spiritual belum terbukti secara ilmiah dapat
menurunkan demam (Rahma, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy C.., Amstrong L.., Goldman M.. and Lance L.L., 2009, Drug Information
Handbook, 17th ed., Lexi-Comp for the American Pharmacists Association.
BPOM RI, 2015a, Asetosal (Asam asetilsalisilat), Pusat Informasi Obat Nasional Terdapat di:
http://pionas.pom.go.id/monografi/asetosal-asam-asetilsalisilat.
BPOM RI, 2015b, Parasetamol (Asetaminofen), Pusat Informasi Obat Nasional Terdapat di:
http://pionas.pom.go.id/monografi/parasetamol-asetaminofen.
Chiappini E., Bortone B., Galli L. and Martino M. De, 2017, Guidelines for the symptomatic
management of fever in children: Systematic review of the literature and quality appraisal
with AGREE II, BMJ Open, 7 (7), 1–10.
Dipiro J.T., Yee G.C., Posey L.M., Haines S.T., Nolin T.D. and Ellingrod V., 2020,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 11th ed., McGraw Hill.
Doria M., Careddu D., Ceschin F., Libranti M., Pierattelli M., Perelli V., Laterza C., Chieti A.
and Chiappini E., 2019, Understanding discomfort in order to appropriately treat fever,
International Journal of Environmental Research and Public Health, 16 (22)
Rahma M., 2014, Penanganan Demam pada Anak, Terdapat di:
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/keluhan-anak/penanganan-demam-pada-anak.
Rutter P., 2013, Community Pharmacy: Symptoms, Diagnosis, and Treatment, 3rd ed.,
Sullivan J.E.. and Farrar H.C., 2011, Fever and antipyretic use in children., Pediatrics, 127 (3),
580–587.
Zein U., 2012, Buku Saku Demam, Cardiology Clinics, 29 (2), 289–299.

Anda mungkin juga menyukai