GLAUKOMA KONGENITAL
Oleh:
Supervisor Pembimbing :
MANADO
2016
LEMBAR PENGESAHAN
“Glaukoma Kongenital”
Supervisor Pembimbing:
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang. Klasifikasi glaukoma menurut Vaughen
yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma
absolut.1
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada beberapa tahun
kehidupan dan merupakan penyebab kebutaan utama pada anak.2 Glaukoma
kongenital jarang terjadi, 1 dari 10.000 kelahiran. Glaukoma kongenital
bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada umur 6 bulan pada
70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus.3 Kelainan
ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak dalam
kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan sehingga menyebabkan sumbatan
pengeluaran cairan aqueos humor dan terjadi peningkatan tekanan intra oular
(TIO).4 Glaukoma kongenital dapat dibagi menjadi glaukoma kongenital primer
dan sekunder termasuk anomali perkembangan segmen anterior (sindrom
Axenfeld, anomali Peter, dan sindrom Reigner), serta berbagai kelainan lain
seperti aniridia, sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe, dan
rubella kongenital. Glaukoma timbul sekitar 50% dari mata dengan kelainan
tersebut dan sering belum muncul sampai usia anak lebih tua atau dewasa muda.5
Glaukoma kongenital primer merupakan jenis glaukoma kongenital yang
paling sering terjadi dan mengakibatkan 0,01% - 0,04% dari kebutaan total.
Sebagian besar pasien (sekitar 60%) didiagnosis pada umur 6 bulan dan 80%
didiagnosis pada tahun pertama kehidupan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada
laki-laki (sekitar 65%) dan keterlibatan biasanya bilateral (sekitar 70%).3 Pada
awal 1998, dua gen glaukoma kongenital autosomal resesif dapat diidentifikasi
yaitu: GLC3A pada kromosom 2p21 dan GLC3B pada kromosom 1p36.6
3
Glaukoma kongenital menimbulkan gejala epifora, fotofobia, dan
blefarospasme.6 Glaukoma kongenital sangat mempengaruhi perkembangan
penglihatan pada anak. Penegakan diagnosis dan terapi secara dini terhadap
glaukoma secara signifikan dapat meningkatkan penglihatan anak untuk jangka
panjang.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)
koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan
ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih
mata.
1. Kornea
a. Epitel
Tebalnya 50 µm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
5
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa
yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
b. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
depan stroma.Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan
dibagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.
Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar
dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat
sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
e. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40
µm. Endotel melekat pada membran descement melalui hemi desmosom
dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
6
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi samapai kepada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
2. Aqueous humor
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris
dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari
korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera
okuli anterior. Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork. Prosesus
siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus siliaris yang
membentuk aqueous humor. Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk
kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh
darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor.
Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di
dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini
mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika
aqueous humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya
(sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan
tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler
(“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
7
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke dalam
vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran
utama, yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran nonkonvensional/
uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueous
humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke
kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena episklera, yang
selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan
perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular .
8
Gambar 2. Aliran Aqueous Humor
3. Prosesus siliaris
5. Trabecular meshwork
9
Gambar 3. Struktur trabecular meshwork.
6. Iris
Iris berisi dua jenis serabut otot tak sadar (otot polos) dimana fungsinya
mengecilkan ukuran pupil dan melebarkan ukuran pupil itu sendiri.
7. Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
8. Lensa
9. Koroid
10
belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian menentukan apakah
sebuah mata itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Koroid
bersambung pada bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput
ini menebal guna membentuk korpus siliar sehingga terletak antara koroid dan
iris. Korpus siliar itu berisi serabut otot sirkuler dan serabut-serabut yang letaknya
seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata
juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea yang
terdiri dari iris, korpus siliar, dan koroid. Peradangan pada masing-masing bagian
berturut-turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara
bersama-sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami
peradangan, maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain di
sekitarnya.
10. Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut,
yaitu sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina
yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar
menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju
diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik meninggalkan biji mata.
Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai retina. Bagian yang
paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal terhadap
diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.
11
B. Glaukoma Kongenital
Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf
optik, dan menciutnya lapang pandang. Klasifikasi glaukoma menurut Vaughen
yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder, dan glaukoma
absolut.1
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang terjadi pada beberapa tahun
kehidupan (di bawah 3 tahun).2 Kelainan ini terjadi karena terhentinya
pertumbuhan struktur sudut bilik mata depan sejak dalam kandungan kira-kira
saat janin berumur 7 bulan sehingga menyebabkan sumbatan pengeluaran cairan
aqueos humor dan terjadi peningkatan tekanan intra oular (TIO).4
Epidemiologi
Glaukoma kongenital jarang terjadi, 1 dari 10.000 kelahiran. Glaukoma
kongenital bermanifestasi sejak lahir pada 50% kasus, didiagnosis pada umur 6
bulan pada 70% kasus dan didiagnosis pada akhir tahun pertama pada 80% kasus.3
Glaukoma kongenital primer merupakan jenis glaukoma kongenital yang paling
sering terjadi dan mengakibatkan 0,01% - 0,04% dari kebutaan total. Sebagian
besar pasien (sekitar 60%) didiagnosis pada umur 6 bulan dan 80% didiagnosis
pada tahun pertama kehidupan. Kelainan ini lebih sering terjadi pada laki-laki
(sekitar 65%) dan keterlibatan biasanya bilateral (sekitar 70%).3 Prevalensi
glaukoma di Timur Tengah yaitu 1 : 2500 kasus dan di India terdapat 1 : 3300
kasus.8
Etiologi
Kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut
bilik mata pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal
schlemm dan saluran keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk.
Glaukoma kongenital juga berhubungan dengan penyakit kongenital lainnya.
12
Seperti sindrom Sturge-Weber, neurofibromatosis, sindrom Lowe, sindrom Pierre
Robin, sindrom Marfan, homocystinuria, aniridia, anomali Axenfeld, dan sindrom
Reiger.9
Faktor risiko
1. Riwayat penderita glaukoma pada keluarga
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma
mempunyai risiko 6 kali lebih besar mengalami glaukoma. Resiko terbesar
adalah kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.9,10
2. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya: pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita
asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid
secara rutin lainnya.9,10
Patofisiologi
Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal
sejak dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma ini,
sejak lahir penderita memiliki bola mata yang besar yang disebut buftalmos.
Buftalmos disebabkan oleh kenaikan TIO saat masih dalam kandungan dan
mendesak dinding bola mata bayi yang masih lentur, akibatnya sklera menipis
dan kornea akan membesar dan keruh. Bayi akan takut melihat cahaya karena
kornea yang keruh akan memecah sinar yang datang sehingga bayi merasa silau.
Bayi cenderung rewel, karena peningkatan TIO menyebabkan rasa tegang dan
sakit pada mata.9-11
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa kelainan pada sel atau membran
trabekular meshwork merupakan mekanisme patologi primer. Kelainan ini
digambarkan sebagai salah satu anomali impermeabel trabekula meshwork atau
suatu membran yang menutupi trabekula meshwork. Peneliti lain menegaskan
suatu kelainan segmen anterior yang lebih meluas. Termasuk kelainan insersi
muskulus siliaris.9-11
13
Perkembangan glaukoma yang dihubungkan dengan anomali glaukoma
mungkin berhubungan dengan abnormalitas okuler lain, seperti berikut9-11 :
• Mikroftalmos
• Anomali kornea (Mikro kornea, kornea plana, sklerokornea)
• Disgenesis segmen anterior (Axenfeld-rieger sindrom dan peter
sindrom)
• Aniridia
• Anomali lensa (Dislokasi, Mikrosferofakia)
• Hiperplasia persistern vitreus primer
Manifestasi Klinis
Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik pada
bayi baru lahir, yaitu10-12:
- Epifora
- Fotofobia
- Blefarospasme
Pada beberapa kasus diturunkan secara herediter. Gejala paling dini dan
paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia, pengurangan kilau kornea,
dan pembesaran bola mata (buftalmus). Pupil juga tidak berespon terhadap
cahaya. Peningkatan tekanan intra okular adalah tanda kardinal. Pencekungan
diskus optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif dini dan
terpenting.10-12
Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah kornea (melebihi
11,5mm dianggap bermakna), edema epitel, robekan membran descement, dan
peningkatan kedalaman kamera anterior (disertai oleh peningkatan generalisata
segmen anterior mata) serta edema dan kekeruhan stroma kornea. Terjadi
peningkatan panjang aksial yang dihubungkan dengan umur, dan peningkatan
cup/disk ratio lebih dari 0,3. Gambaran kornea berawan juga ditemukan.10-12
14
Pemeriksaan Fisik Mata
1. Pemeriksaan mata luar.
Pada pemeriksaan mata luar akan ditemukan buftalmos yaitu pembesaran
diameter kornea lebih dari 12 m pada tahun pertama kelahiran. Diameter kornea
normal adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih kecil pada bayi
prematur. Edema kornea terjadi pada 25% bayi baru lahir dan lebih dari 60% pada
umur 6 bulan. Robekan pada membran Descement disebut Haab’s striae dapat
terjadi terjadi karena regangan kornea.11,12
2. Tajam penglihatan
Tajam penglihatan dapat berkurang karena atrofi nervus optikus,kekeruhan
kornea, astigmat, ambliopia, katarak, dislokasi lensa, atau ablasio retina.
Ambliopia dapat disebabkan oleh kekeruhan kornea atau kesalahan refraktif.
Pembesaran mata dapat menyebabkan terjadinya miopia, dimana robekan pada
membrane Descement dapat menyebabkan astigmat yang besar.11-12
Pemeriksaan penunjang
15
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Pada gonioskopi
dipergunakan goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran yang
dapat menunjukkan keadaan sudut bilik mata.
4. Slit lamp
Slit lamp ini memfasilitasi pemeriksaan segmen anterior , atau struktur
frontal dari mata manusia, yang meliputi kelopak mata, sclera,
konjubgtiva, iris, lensa Kristal, dan kornea. Pemeriksaan ini memberikan
pandangan diperbesar stereoskopik dari struktur mata secara rinci,
memungkinkan diagnosis anatomi harus dibuat untuk berbagai kondisi
mata.
16
Diagnosis Banding
Dibawah ini terdapat beberapa diagnosis banding menurut tanda dan gejala
glaukoma infantil11,12,15 :
1. Air mata yang banyak
- Obstruksi duktus nasolakrimal
- Defek epitel kornea
- Konjungtivitis
2. Pembesaran kornea
- X-linked megalokornea
- Miopia tinggi
- Eksoftalmos
3. Kekeruhan kornea
- Trauma waktu lahir
- Penyakit inflamasi kornea
- Distrofi herediter kornea kongenital
- Malformasi kornea ( tumor dermoid, sklerokornea)
- Keratomalasia
4. Abnormalitas nervus optikus
- Lubang pada nervus optikus
- Hipoplasia nervus optikus
- Malformasi nervus optikus
17
Penatalaksaan Glaukoma Kongenital
Komplikasi
Komplikasi glaukoma yang tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan
sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema,
infeksi, kerusakan lensa, dan uveitis. Perubahan cup serat optik merupakan
indikator utama keberhasilan terapi. Bahkan setelah tekanan intraokular dapat
dikontrol, kurang lebih 50 % anak tidak mencapai visus lebih dari 20/50.
pengurangan tajam penglihatan bisa dihasilkan dari edema kornea yang menetap,
nistagmus, ambliopia, atau kelainan refraksi yang luas 19,20.
Komplikasi dari penyakit glaucoma kongenital dan gejala sisa yang
ditimbulkan antara lain seperti : kebutaan yang berat, fotofobia, hiperlakrimasi,
tekanan intaokuler yang meningkat, blefarospasme, ambliopia (mata malas),
ablatio retina, astigmatisme (kornea yang iregular) dan dislokasi lensa. 21,22
Prognosis
Prognosis jangka panjang pada control IOP yang diobati dengan baik pada
glaukoma kongenital primer adalah sangat baik, walaupun dapat terjadi relaps
18
lebih dari 15 tahun kemudian. Kebanyakan pasien dengan glaukoma kongenital
primer yang diobati dengan baik waktu bayi, tekanan bola mata dapat terkontrol
dengan baik dengan nervus optikus yang stabil, dan lapangan pandangan yang
baik pada waktu dewasa. 23
19
BAB III
PENUTUP
20
DAFTAR PUSTAKA
21
15. Cibis GW. Primary Congenital Glaucoma. Diakses [7 oktober 2016]; tersedia
di: http://www.emedicinehealth.com/script/main/art
16. Liesegang TJ, Skuta GL. Childhood Glaucoma in Glaucoma. American
Academy of Opthalmology. Section 10. USA. 2005; 147-151.
17. Scott IU, unilateral glaucome medication. [diakses : 8 oktober 2016]; tersedia
di: Medscape.com
18. Vaughan D, Asbury T. Congenital Glaucoma in General Ophtalmology.
Thirteenth Edition. Lange medical book. USA. 1992;226-227.
19. Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. Pediatric Glaukoma and Glauoma
Associated withDevelopmental Disorders. In Textbook: Handbook of
Glaucoma. Martin Dunitz Ltd 2002;10: 147-51.
20. Yanoff M, Duker JS, Ausburger JJ. Ophthalmology 2nd Edition. Mosby Inc
2004: 1475-82
21. Vavvas D, Grosskreutz C, Pasquale L. Congenital Glaucoma (Childhood).
2011. [diakses 9 April 2011] tersedia di: http://www.djo.harvard.edu.
22. Health Grades. Congenital Glaucoma. 2009. [diakses 9 April 2011] Tersedia
di: http://www.wrongdiagnosis.com/c/congenital_glaucoma
23. Liesegang TJ, Skuta GL. Childhood Glaucoma in Glaucoma. American
Academy of Opthalmology. Section 10. USA. 2005;147-151.
22