Anda di halaman 1dari 4

Nama: Rr Herdian Nur Ayu Wulandari

Kelas: KP-2A
Absen: 20

Artikel/Berita Mengenai Kasus Bank Syariah

Kasus Investasi Emas, Butet Kartaradjasa cs Gugat BRI Syariah Rp 47 M


- detikNews
Selasa, 02 Apr 2013 18:55 WIB

Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) meminta seniman Butet
Kartaradjasa cs dan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah melakukan mediasi. Hal ini
terkait gugatan investasi emas Butet seberat 4,89 kg atau senilai Rp 1,5 miliar.
Ikut bergabung dalam gugatan tersebut 6 nasabah lain yaitu Widodo, T L
Hardianto, Indah Sulistyowati, Elsie Hartini, Robert Sugiarto, dan Selly Kusuma. Para
penggugat tersebut minta ganti rugi materil dan imateril kepada BRI Syariah sejumlah Rp
47,78 miliar.
"Kami memberikan kesempatan untuk menjalani proses mediasi selama 40 hari,"
kata Ketua Majelis Hakim Kasianus Telaumbanua, di PN Jakpus, Jalan Gadjah Mada, Selasa
(2/4/2013).
Sehubungan hal ini, pengadilan memfasilitasi dengan menunjuk hakim mediator
Amin Sutikno. Jika mediasi berhasil maka penggugat dapat mencabut gugatannya, namun bila
gagal maka perkara akan dilanjutkan.
Kuasa hukum Butet dkk, Indra Perbawa menyatakan akan mengikuti proses
mediasi. Rencananya pertemuan mediasi akan berlangsung pada Rabu (10/4) mendatang dan
Butet cs bakal hadir langsung dalam mediasi yang digelar di PN Jakpus.
"Jika bisa damai ya bagus. Kalau mediatornya hakim mungkin akan lain jadinya,"
kata Indra.
Sementara itu, kuasa hukum BRI Syariah Beth Jasuance mengatakan akan
mengikuti proses mediasi yang disediakan oleh pengadilan. Dia belum mau memberikan
tanggapan atas gugatan Butet dkk dengan alasan belum masuk pada pokok perkara.
"Kita lihat saja nanti dalam mediasi," ujar Bath.
Kasus ini bermula saat seniman asal Yogyakarta itu bersama dengan enam nasabah
gadai emas BRI Syariah lainnya mengajukan gugatan permbuatan melawan hukum kepada BRI
Syariah. Sejak 2010, Butet tertarik dengan promosi produk investasi berupa gadai emas
syariah.
Menurut berkas gugatan, produk investasi emas itu berupa produk gadai emas
syariah yang ditawarkan dengan akad pinjaman dana (qardh) dan sewa-menyewa (ijarah). Para
nasabah meneken sertifikat gadai syariah (SGS) dengan jangka waktu 120 hari. Akad itu juga
dapat diperpanjang dengan membuat akad kembali terhitung sejak penandatanganan akte
perjanjian.
Namun, pada awal 2012, saat Butet dkk hendak memperpanjang akad pinjaman
dana dan sewa menyewa, BRI Syariah menolaknya.
BRI Syariah malah meminta Butet dkk menjual emas yang telah dijaminkan
dengan alasan adanya surat edaran Bank Indonesia No 14/7/Dpbs tentang pengawasan produk
qardh beragun emas di bank syariah dan Unit Usaha Syariah.
Penggugat mengaku heran dan terkejut dengan adanya surat edaran ini. Karena
pada saat ditawari produk gadai ini, BI telah mengizinkan pemasarannya kepada masyarakat
dan terdapat jaminan aman dari BRI Syariah.
Butet telah menggadaikan 4,89 kg emas, sedangkan M. Widodo 2,5 kg, T.L
Hardianto 4 kg, Indah Sulistyawati 9137 gram, Elsje Hartini 2 kg, Robert Sugiharto 5 kg, dan
Selly Kusam Dewi sebanyak 900 gram.
Penggugat menilai tindakan BRI Syariah yang memaksa menjual emas yang
dijaminkan atau opsi melunasi pinjaman pokok sangat merugikan nasabah. Butet sendiri
mengaku kerugian yang diderita mencapai Rp 1,5 miliar. Sementara itu, total kerugian enam
nasabah lainnya Rp 11,2 miliar.
Menurutnya, penjualan tanpa mekanisme lelang ini bertentangan dengan prinsip
syariah dan prinsip kepatutan. Butet cs menegaskan BRI Syariah telah melakukan perbuatan
melawan hukum karena tidak memberikan informasi yang benar dan jujur perihal kondisi dan
jaminan barang.
Dalam hal ini, penggugat menilai BRI Syariah melanggar Pasal 7 dan 8 ayat 1
huruf f UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 29 ayat 4 UU No 10/1998
tentang Perbankan.
Selain ganti rugi, tuntutan Butet dkk antara lain menyatakan perjanjian qardh dan
ijarah terhadap investasi emas berupa Produk Gadai Syariah Emas itu adalah cacat hukum dan
dapat dibatalkan.
(asp/fjp)
Kasus kredit fiktif, ini penjelasan Panin Syariah soal suntikan modal induk
Oleh: Anggar Septiadi
Kamis, 18 April 2019 21:10 WIB

Kasus kredit fiktif, ini penjelasan Panin Syariah soal suntikan modal induk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS) membantah


pihaknya akan dapat suntikan modal dari induk yakni PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN)
senilai Rp 1,3 triliun terkait kasus kredit fiktif yang menjerat mantan Direktur Utamanya
berinisial DH.
Dalam keterangan resminya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) Corporate Secretary Panin Syariah
Fathoni mengungkapkan, setoran tersebut telah berlaku efektif dan rampung pada 2018.
"Perseroan telah melakukan corporate action berupa PUT-HMETD pada 2018 sesuai dengan
ketentuan yang berlaku yang bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan," tulis Fathoni.

Sebelumnya, kepada Kontan.co.id Direktur Utama Panin Syariah Herwidayatmo mengatakan


akibat kasus kredit fiktif tersebut, Panin mesti menambal modal saham ke Panin Syariah
hingga Rp 1,3 triliun.
Terkait kasus kredit fiktif, DH telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Kepolisian pada 20
Desember 2018, dan ditahan pada 22 Maret 2018. DH diduga memberikan pembiayaan kepada
debitur yang tidak layak sepanjang periode 2012-2014.
Ia diduga melanggar pasal 63 ayat 1 dan Pasal 63 ayat 2b UU 21/2008 tentang Perbankan
Syariah, Pasal 378 KUHP, Pasal 374 KUHP, dan Pasal 3, Pasal 5 UU 8/2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
Terkait masalah ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan terus memantau
perkembangan kasus, termasuk melakukan pengawasan lebih ketat terhadap Panin Syariah.
"Terkait proses hukum yang telah berlangsung, kami menghormati proses dari pihak berwajib
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kami tentunya akan terus melakukan fungsi
pengawasan, dan menekankan manajemen agar menerapkan prinsip kehati-hatian dalam tata
kelola manajemen risikonya," kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot kepada Kontan.co.id.
Tahun lalu, Panin Syariah berhasil meraup laba bersih senilai Rp 20,70 miliar. Capaian tersebut
jauh meningkat dibandingkan 2017, sebab perseroan justru mencatat rugi bersih mencapai Rp
969,85 miliar.
Laba bersih diperoleh lantaran berhasil mengurangi beban operasional yang sangat signifikan.
Pada 2018 beban operasional Panin Syariah mencapai Rp 201,45 miliar. Sementara pada 2017,
nilainya mencapai Rp 1,27 triliun. Sumbangan terbesar beban operasional pada 2017 berasal
dari kerugian penurunan nilai aset keuangan mencapai Rp 1 triliun.
Di sisi lain, modal Panin Syariah juga bertambah gemuk pada 2018 yang mencapai Rp 1,54
triliun. Tumbuh lebih dari dua kali lipat dibandingkan modal pada 2017 senilai Rp 691,28
miliar. Sementara fungsi intermediasi bank sejatinya tumbuh tak signifikan. Pada 2018, Panin
Syariah berhasil menyalurkan pembiayaan Rp 5,67 triliun. Cuma tumbuh 2,16% (yoy)
dibandingkan 2017 senilai Rp 5,55 triliun.
Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) yang justru anjlok. Pada 2018 Panin Syariah berhasil
menghimpun DPK Rp 6,90 triliun, turun -8,24% (yoy) dibandingkan 2017 senilai Rp 7,52
triliun.

Editor: Herlina Kartika

Anda mungkin juga menyukai