Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus

cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai

kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase

terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat

dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral

dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada

produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri.

Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan

pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak

terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri

dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini

dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa

digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,

karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti

metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang

merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel

dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan

dengan sifat mengembang dari gel (Lachman., dkk, 1994).

Universitas Sumatera Utara


Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara

kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara

spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,

1989).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang

besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.

Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada

pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik

dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat

dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya

mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet

(Voigt, 1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:

- kemampuan penyebarannya baik pada kulit

- efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

- tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

- kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

- pelepasan obatnya baik

Universitas Sumatera Utara


Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan

bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping

penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis

ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan

dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan

terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena

itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,

meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan

(Voigt, 1994).

2.1.1 Hidroksi propil metilselulose (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri

serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam

eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga

secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi

lainnya (Anonim, 2006; Rowe., dkk, 2005).

Gambar 1. Rumus Bangun HPMC (Rowe., dkk, 2005).

Universitas Sumatera Utara


HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan

sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid

pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau

aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe., dkk, 2005).

HPMC melarut sangat lambat dan sulit, metode yang disarankan sebagai

berikut (Anonim, 2006):

1) Sediakan air panas

2) Tambahkan air panas lebih dari 80oC sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah

HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata

pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan

campuran.

3) Tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minya sebagai

peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-

benar larut.

2.1.2. Propilen glikol

Propilen glikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam

pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang yang

tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilen gilkol adalah cairan bening,

tidak berwarna, kental, dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit

tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilen glikol stabil dalam

wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila

dicampur dengan gliserin, air, atau alkohol. Propilen glikol juga digunakan

Universitas Sumatera Utara


sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data klinis telah menunjukkan reaksi

iritasi kulit pada pemakaian propilen glikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah

2% (Lodėn, 2009).

Gambar 2. Rumus Bangun Propilen glikol (Rowe., dkk, 2005).

Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut dan pengawet

dalam berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Propilen glikol secara

umum merupakan pelarut yang lebih baik dari gliserin dan dapat melarutkan

berbagai bahan, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obatan sulfa, barbiturat, vitamin

A dan D, alkaloid, dan banyak anestesi lokal (Tabel 1) (Rowe., dkk, 2005).

Tabel 1. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan farmasi.

Penggunaan Bentuk sediaan Konsentrasi %


Humektan Topikal ≈ 15
Pengawet Larutan, Semisolid 15-30
Pelarut Aerosol 10-30
Larutan oral 10-25
Parenteral 10-60
Topikal 5-80

2.1.3. Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih,

hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikiuti

rasa tebal (Depkes, 1979; Rowe., dkk, 2005)

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Rumus Bangun Metil Paraben (Rowe., dkk, 2005).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam

kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri

atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada

kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering

digunakan. Jenis paraben lainnya efektif pada kisaran pH yang luas dan memiliki

aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas

antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan

terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang

berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben

ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (Rowe., dkk, 2005).

2.2. Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi

permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan

kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi

seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan. Secara

anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit

Universitas Sumatera Utara


dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis

(Lachman., dkk, 1994).

Gambar 4. Penampang Kulit (Tortora, 1986).

Lapisan Eidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan

terdiri dari sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak,

yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak

ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada

dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman., dkk, 1994;

Junqueira dan Kelley, 1997).

Universitas Sumatera Utara


Lapisan Dermis

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik.

Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah

kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan

penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada epidermis

(Lachman., dkk, 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

Hipodermis

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak

jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit

(Lachman., dkk, 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

2.2.1. Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan

selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit

mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba,

embantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga

mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi (Pearce, 2004).

2.2.2 pH kulit

Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh

tubuh dan juga membentuk pelindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar

yang kuat dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit

berbeda pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi

fisikokimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan oksigen dan

karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heuss pada

Universitas Sumatera Utara


tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun

1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan

menyebutnya sebagai “pelindung asam“ dan beberapa literatur saat ini

menyatakan bahwa pH permukaan kulit sebagian besar asam antara 5,4 dan 5,9.

Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak

semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti perbedaan cuaca.

Banyak penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan

sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8. pH permukaan kulit tidak

hanya bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil

pH di stratum korneum (Ansari., dkk, 2009).

2.3 Pemberian Obat Melalui Kulit

Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk

menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidrrmis.

Absorbsi perkutan didefinisikan sebagai absorbsi yang dapat menembus lapisan

stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya

dan akhirnya masuk ke sirkulasi darah (Lachman., dkk, 1994).

Absorbsi perkutan suatu obat umumnya disebabkan oleh penetrasi obat

melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada

umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak

bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan

berlaku sebagai membran buatan yang semi permiabel, dan molekul obat

mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi

lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat atau airnya. Bahan-bahan yang

Universitas Sumatera Utara


mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang

baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan

lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989)

Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses dimana

suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi

penurunan kadar gradien yang diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif

merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Daya

dorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi

membran sel. Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien

difusi, viskositas dan ketebalan membran. Disamping itu difusi pasif dipengaruhi

oleh koefisien pasrtisi, yaitu semakin besar koefisien pastisi maka semakin cepat

difusi obat (Martin., dkk, 1993).

2.4 Proses Penuaan Kulit

Sejumlah penelitian telah dilakukan dalam upaya untuk menjelaskan

biokimia dan mekanisme molekuler penuaan. Proses biokimia yang mendasari

proses penuaan pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1956 dengan teori

penuaan radikal bebas. Teori ini menyatakan bahwa kerusakan oksidatif pada

DNA dan komponen sel lain adalah faktor utama terjadinya penuaan. Penelitian

terbaru menyatakan bahwa mitokondria adalah sumber utama spesies reaktif

oksigen (ROS) yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Gagasan bahwa

mitokondria rusak dengan berjalannya waktu bertanggungjawab atas penuaan

fenotipe melalui terganggunya produksi energi dan produksi ROS yang berlebihan

(Declercq., dkk, 2009)

Universitas Sumatera Utara


2.5 Radikal Bebas

Pada proses metabolisme normal, tubuh memproduksi partikel kecil

dengan tenaga besar disebut sebagai radikal bebas. Atom atau molekul dengan

elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa

fungsi fisiologis seperti kemampuan untuk membunuh virus dan bakteri. Namun

oleh karena mempunyai tenaga yang sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak

jaringan normal apabila jumlahnya terlalu banyak. Radikal bebas dapat

mengganggu produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi

pembuluh darah, dan produksi prostaglandin. Radikal bebas juga dijumpai pada

lingkungan, beberapa logam (misalnya besi, tembaga), asap rokok, polusi udara,

obat, bahan beracun, makanan dalam kemasan, bahan aditif, dan sinar ultraviolet

dari matahari maupun radiasi (Putra, 2008).

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralkan radikal bebas sehingga

atom dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron.

Antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralkan radikal bebas dan melindungi

tubuh dari beragam penyakit termasuk penyakit degeneratif pada usia lanjut

seperti arteriosklerosis. Senyawa yang bersifat antioksidan banyak terdapat dalam

sayur mayur, buah-buahan segar dan rempah-rempah. Hasil penelitian ilmiah

menunjukan bahwa buah-buahan, sayuran, biji-bijian merupakan sumber

antioksidan yang baik dan dapat mencegah reaksi berantai radikal bebas dan

tubuh. Sayur mayur banyak mengandung antioksidan karena adanya vitamin C,

vitamin E, betakaroten, likopen dan flavonoid (Kosasih, 2004).

Universitas Sumatera Utara


Di bidang dermatologi, antioksidan adalah bahan yang banyak digunakan

dan inovatif dalam sediaan topikal. Antioksidan yang paling penting adalah

vitamin E, vitamin C, tiol dan flavonoid. Tubuh terus terkena radikal bebas yang

berasal dari sumber endogen sebagai akibat dari jalur metabolisme normal.

Radikal bebas yang berasal dari sumber eksogen timbul dari polusi

lingkingan seperti asap, kabut asap, radiasi UV dan diet. Efek dari antioksidan

sistemik yaitu menghancurkan spesies oksigen reaktif, mencegah kerusakan

makromolekul seperti lipid, DNA dan protein. Biasanya ada keseimbangan ketat

antara radikal bebas dan produksi antioksidan, namun dalam kondisi tertentu

keseimbangan bisa berpihak pada radikal bebas dan dikenal dengan “stres

oksidatif”. Stress oksidatif dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah radikal

bebas, misalnya akibat dari merokok, radiasi UV, atau karena kekurangan

antioksidan penting (Weber., dkk, 2009)

Menurut (Anies, 2009), antioksidan tubuh dikelompokkan menjadi 3

yakni:

(1). Antioksidan primer, bekerja untuk mencegah pembentuk senyawa radikal

baru menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas

ini sempat bereaksi. Contohnya: enzim SOD yang berfungsi sebagai pelindung

hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan karena radikal

bebas. Enzim SOD sebenarnya sudah ada dalam tubuh kita, namun kerjanya

membutuhkan zat-zat gizi mineral seperti mangan, seng, tembaga dan selenium

(Se) juga berperan sebagai antioksidan. Jadi jika ingin menghambat gejala dan

Universitas Sumatera Utara


penyakit degeneratif, mineral-mineral tersebut hendaknya tersedia cukup dalam

makanan yang dikonsumsi setiap hari.

(2) Antioksidan sekunder, berfungsi menangkap senyawa serta mencegah

terjadinya reaksi berantai. Contoh: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat,

bilirubin, dan albumin.

(3) Antioksidan tersier, memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang

disebabkan radikal bebas. Contoh: enzim metionin sulfoksidan reduktase untuk

memperbaiki DNA pada inti sel.

2.7 Uraian Tumbuhan

2.7.1 Habitat

Bawang sabrang (Eleutherine palmifolia (L.) Merr ) merupakan tumbuhan

yang berasal dari pulau Kalimantan Tengah (Galingging, 2009). Bawang ini

banyak terdapat pada lahan yang kaya akan belerang pada ketinggian 600–2000

meter dari permukaan laut (Stewart, 2011).

2.7.2 Sistematika tumbuhan

Sistematika tumbuhan bawang sabrang (Tjitrosoepomo, 2007) adalah

sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Bangsa : Liliales

Suku : Iridaceae

Marga : Eleutherine

Universitas Sumatera Utara


Jenis : Eleutherine palmifolia

Sinonim : Eleutherine americana

2.7.3 Nama daerah

Nama daerah dari tumbuhan bawang sabrang adalah sebagai berikut :

bawang dayak, bawang hantu (Kalimantan Tengah) (Galingging, 2009), bawang

kapal (Sumatera), brambang sabrang, luluwan sapi, teki sabrang, bebawangan

beureum, bawang siem (Jawa) (Depkes, 1985).

2.7.4 Kandungan kimia

Bawang sabrang mengandung senyawa-senyawa yang meliputi alkaloid,

glikosida, flavonoid, fenolik, steroid, triterpenoid dan tanin (Galingging, 2009).

2.7.5 Khasiat dan kegunaan

Secara empiris bawang dayak sudah dipergunakan masyarakat lokal

sebagai obat berbagai jenis penyakit seperti kanker payudara, obat penurun darah

tinggi (hipertensi), penyakit kencing manis (diabetes melitus), menurunkan

kolesterol, obat bisul, kanker usus dan mencegah stroke (Galingging, 2009).

2.8 Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa kimia yang tersebar luas diseluruh bagian

tumbuhan seperti pada korteks, akar, daun, bunga dan buah-buahan. Selain

berperan sebagai fotoproteksi juga sebagai kontribusi warna tanaman.

Gambar 5. Rumus Bangun Flavonoid (Weber., dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Flavonoid telah digunakan dalam pengobatan tradisional selama beberapa

abad dan diakui sebagai polifenol tanaman yang bersifat sebagai antioksidan yang

sangat kuat. Mengingat struktur polifenolnya, kemampuan menyumbangkan

elektron dan hidrogen terhadap radikal bebas adalah fitur utama dari sifat

antioksidan (Weber., dkk, 2009).

Efek flavonoid terhadap macam-macam organisme sangat banyak

macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung

flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Aktivitas antioksidan flavonoid

tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional

untuk mengatasi gangguan fungsi hati. Flavonoid tertentu dalam makanan

tampaknya menurunkan agregasi platelet dan dengan demikian mengurangi

pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit, flavonoid menghambat

pendarahan (Robinson, 1995).

2.9 Ekstraksi

Ekstrasi adalah kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair

(Depkes, 2000).

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu: (Depkes, 2000)

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang

dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan

Universitas Sumatera Utara


yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian semplisia dengan pelarut yang selalu

baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaban bahan, tahap

perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak)

terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

3. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada

temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan

pada temperatur 40-50⁰C.

5. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru, dilakuakan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin baik.

6. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90⁰C selama 15 menit.

Universitas Sumatera Utara


7. Dekok

Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90⁰C selama 30 menit.

2.10 Spektroforometri UV-Visibel

Spektrofotometri merupakan langkah lanjut pemeriksaan visual, yaitu

dengan menggunakan alat untuk mengukur absorbansi energi radiasi bermacam-

macam zat kimia dan memungkinkan dilakukan dengan pengukuran kualitatif dan

kuantitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day, dkk., 1986).

Spektrofotometer UV-Vis sangat berguna dalam usaha melengkapai data

untuk elusidasi struktur menjadi lebih mudah, namun karena informasi penting

yang diperoleh kebanyakn hanya senyawa kromofornya tinggi seperti sistem

polikromatik dan heterosiklik, maka hanya pada senyawa-senyawa tertentu saja

digunakan spektrofotometer UV-Vis (Silverstein., dkk, 1991)

Spektrofotometer serapan adalah pengukuran serapan radiasi

elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati

monokromatik, yang diserap zat. Spektrofotometri ultraviolet dengan panjang

gelombang 190-380 nm dan visibel (cahaya tampak) dengan panjang gelombang

380-780 (Depkes, 1979)

2.11 Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)

Pada beberapa tahun belakangan ini, pengujian absorbansi oksigen radikal

telah digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan pada makanan, serum

dan cairan biologis lain. Metode analisa ini mengukur aktivitas dari antioksidan

pada makanan, serum dan cairan biologis lain. Metode analisa lain mengukur

Universitas Sumatera Utara


aktivitas dari antioksidan dalam melawan radikal bebas seperti 1,1-diphenyl-2-

picrylhydrazyl (DPPH) radikal, anion superoksida radikal (O 2 ), hidroksi radikal

(ROO). Bermacam-macam metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas

antioksidan dari produk makanan dapat memberikan hasil yang beragam

tergantung pada spesifitas dari radukal bebas yang digunakan sebagai reaktan

(Prakash, 2001; Ionita, 2005).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan

membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH

baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan

radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron

pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari

ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm

akan hilang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom

hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat antioksidan

(Prior, dkk., 1998; Prakash, 2001; Gurav, dkk., 2007).

Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat

antioksidan bila nilai IC 50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC 50 yang diperoleh

berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih

berpotensi sebagai zat antioksidan.

Universitas Sumatera Utara


Bentuk radikal DPPH Bentuk nonradikal (DPPH-H)

Gambar 6. Rumus Bangun DPPH (Prakash, 2001)

Aktivitas antioksidan merupakan kemampuan suatu senyawa atau ekstrak

untuk menghambat reaksi oksidasi yang dapat dinyatakan dengan persen

penghambatan. Senyawa antioksidan mempunyai sifat yang relatif stabil dalam

bentuk radikalnya (Brand-Williams, dkk., 1995).

Parameter yang dipakai untuk menunujukkan aktivitas antioksidan adalah

harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC 50 ) atau Inhibitiory

Concentration (IC 50 ) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat

antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai

aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC 50 atau IC 50 yang rendah

(Brand-Williams, dkk., 1995; Molyneux, 2004; Sihombing, dkk., 2009).

2.11.1 Pelarut

Metode ini akan bekerja dengan baik menggunakan pelarut metanol atau

etanol dan kedua pelarut ini tidak mempengaruhi dalam reaksi antar sampel uji

sebagai antioksidan dengan DPPH sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004;

Marxen, 2007).

2.11.2 Pengukuran absorbansi – panjang gelombang

Universitas Sumatera Utara


Panjang gelombang maksimum (λ maks) yang digunakan dalam pengukuran

sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang gelombang

maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, 519 nm,

520 nm. Bagaimanapun dalam praktiknya hasil pengukuran yang memberikan

peak maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang

yang disebutkan diatas (Molyneux, 2004).

2.11.3 Waktu pengukuran

Lamanya pengukuran menurut beberapa literatur, yang direkomendasikan

adalah selama 30 menit dan ini telah dilakukan dalam beberapa penelitian

khususnya belakangan ini, waktu pengerjaan terpendek yaitu 5 menit atau 10

menit. Waktu pengukuran digunakan sebagai parameter untuk mengevaluasi

aktivitas antioksidan sampel sebagai rujukan untuk digunakan dalam penelitian-

penelitian berikutnya (Schwarz, 2001).

Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom H

netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan (Prakash,

2001) :

Gambar 7. Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari
antioksidan.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai