Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TUTORIAL 2

KEDOKTERAN KERJA

Pembimbing :
dr. Pitut Aprilia Savitri, MKK

Disusun oleh:

Novel Muhammad Bazri 2015730102


Khayrul Fikri 2015730071
Laila Nurul Lita 2015730075
Aqmarina Ajrina 2015730013
Chyntia Septiana Putri 2015730023
Durrah Zati Yumna 2015730031
Ghiffany Octaviantie 2015730050
Citra Putri Irawan 2015730024
Nurulia Rizki Budianti 2015730105

STASE KEPANITERAAN KLINIK IKAKOM II


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil tutorial pertama mengennai kedokteran
kerja ini. Laporan ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik Penyakit IKAKOM II. Dalam pembuatan tinjauan pustaka dari tutorial,
kami mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr.


Pitut Aprilia Savitri, MKK yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian
laporan dan diskusi ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk moril maupun dalam
mencari referensi yang lebih baik.

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan,
untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun dalam perbaikan laporan ini.

Penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Jakarta, Juni 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Skenario
Seorang dokter laki-laki usia 28 tahun yang bertugas di puskesmas kelurahan
menerima pasien dengan gejala Covid19, setelah dilakukan dirujuk ke RS dan dilakukan test
ternyata hasil swab pasien tersebut positif. Saat melakukan pemeriksaan dokter tersebut
ditemani 1 orang perawat perempuan senior berusia 49 tahun. Saat pemeriksaan mereka
berdua tidak memakai Alat pelindung diri.
Dari awal pemeriksaan lab pasien sampai hasil lab keluar memakan waktu 5 hari ,
Dokter tersebut sampai hasil test keluar tidak timbul keluhan dan gejala, sedangkan perawat
yang mendampinginya 3 hari setelah kedatangan pasien tersebut memiliki gejala demam
tinggi dan batuk-batuk sehingga ijin untuk tidak masuk kerja.
Dokter sudah menikah dan memiliki 1 anak usia 3 tahun dan tinggal hanya ber tiga
dengan istrinya yang berusia 25 tahun. Dokter ditempatkan di puskesmas tersebut baru 1
tahun yang lalu. Jarak rumah tinggal ke puskesmas kurang lebih 4 KM dan sehari-hari
menggunakan kendaraan roda 4. Dokter tersebut memiliki riwayat penyakit asma yang
dideritanya dari sejak kecil. Sang istri memiliki kecenderungan darah tinggi yang didapat dari
orang tuanya.
Perawat yang mendampinginya tinggal 500 M dari puskesmas dan sehari-hari bejalan
kaki atau menaiki kendaraan roda 2. Dia tinggal bersama suami yang berusia 50 tahun, 2
orang anak usia 18 dan 12 tahun. Perawat tersebut tidak memiliki riwayat penyakit berat
Puskesmas tersebut memiliki pegawai sebanyak 11 orang yang terdiri dari 2 orang
dokter, 2 orang perawat, 1 orang analis, 2 orang bidan, 2 orang tenaga administrasi dan
keuangan, 1 orang farmasi dan 1 orang pramubakti. Saat ini selain perawat senior tersebut
pegawai yang lainnya tidak menunjukkan gejala
Puskesmas buka dari hari senin hingga jumat dari jam 08.00 – 14.00, sehari-hari
mereka menerima pasien antara 50-60 orang. Saat menerima pasien terduga covid19 tersebut
hari senin dan pengunjung sedang mencapai puncaknya
B. Kata/Kalimat Kunci
1. Dokter laki-laki 28 tahun didampingi perawat senior berusia 49 tahun bertugas di
puskesmas menangani pasien covid19 tanpa menggunakan APD
2. Hasil swab pasien positif
3. Dokter tidak mengalami keluhan sedangkan perawat memiliki gejala demam tinggi dan
batuk
4. Dokter tinggal bersama istri 25 tahun dan 1 orang anak 3 tahun
5. Dokter memiliki riwayat asma dan istrinya hipertensi
6. Dokter sudah bekerja 1 tahun yang lalu dan jarak ke puskesmas 4 km, sehari-hari
menggunakan roda 4 untuk ke puskesmas
7. Perawat senior tinggal 500 m dari puskesmas dan sehari-hari berjalan kaki atau
menggunakan roda 2 untuk ke puskesmas
8. Perawat tinggal bersama suami 50 tahun dan 2 anak 18 tahun dan 12 tahun
9. Perawat tidak memiliki riwayat penyakit berat
10. Puskesmas memiliki pegawai 11 orang, yaitu 2 dokter, 2 perawat, 1 analis, 2 bidan, 2
tenaga administrasi dan keuangan, 1 farmasi dan 1 pramubakti
11. Selain perawat senior pegawai yang lain tidak menunjukkan gejala
12. Puskesmas buka senin-jumat pukul 08.00-14.00
13. Sehari menerima pasien 50-60 orang
14. Saat menerima pasien covid19 hari senin saat pengunjung mencapai puncaknya
C. Mindmap

D. Pertanyaan
1. Apa definisi dari PAK dan PAHK dan apa perbedaannya dan bagaimana dasar hukum PAK
dan PAHK
2. Jelaskan mengenai rapid test dan swab test
3. Bagaimana strategi pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan dan 9 (novel)
4. Bagaimana menentukan diagnosis klinis pada kasus di skenario
5. Bagaimana menentukan faktor eksternal dan internal pada kasus di skenario
6. Bagaimana cara penentuan diagnosis penyakit akibat kerja
7. Bagaimana faktor risiko pada kasus di skenario dan bagaimana pengendaliannya
8. Bagaimana protokol penggunaan APD baik untuk masyarakat dan petugas puskesmas
9. Bagaimana penatalaksaan secara preventif terhadap kasus di skenario
10. Bagaimana penatalaksaan secara kuratif terhahap kasus di skenario
11. Bagaimana penatalaksaan secara promotif terhadap kasus di skenario
12. Bagaimana algoritma karantina untuk isolasi mandiri
BAB II

PEMBAHASAN

Jawaban Hasil Diskusi


Definisi PAK dan PAHK dan dasar hukum PAK dan PAHK

Penyakit akibat kerja : penyakit yang disebabkan karena pekerjaannya / lingkungan kerja.
Keadaan ini harus dilaporkan paling lama 2 x 24 jam. Contoh: keracunan Pb, asbestosis, silikosis.

Faktor penyebab penyakit akibat kerja :

- Faktor fisik  kebisingan, suhu dan kelembaban, kecepatan aliran udara/angin,


getaran/vibrasi mekanis, radiasi gelombang elektromagnetik dan tekanan udara/atmosfir.
- Faktor kimia  gas, uap, debu, kabut, fume, larutan.
- Faktor biologis  bakteri, virus, jamur, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.
- Faktor fisiologis  sikap dan cara kerja, jam kerja, dan istirahat.
- Faktor mental psikologis  suasana kerja, hubungan antara karyawan dan pengusaha,
pemilihan kerja.

Pencegahan penyakit akibat kerja:

Pengurus perusahan wajib melakukan tindakan preventif agar penyakit akibat kerja tidak
terulang, dan menyediakan alat pelindung diri untuk digunakan tenaga kerja. Tenaga kerja wajib
memberi keterangan pada dokter, memakai APD, memenuhi syarat pencegahan PAK, meminta
kepada pengurus agar melaksanakan syarat pencegahan. Tenaga kerja berhak menyatakan keberatan
kerja bila pencegahan PAK diragukan olehnya.

Penyakit akibat hubungan kerja: penyakit yang berhubungan atau terkait dengan pekerjaan,
namun bukan akibat karena pekerjaan. Terdapat jaminan seperti kecelakaan kerja, hak jaminan paling
lama 3 tahun sejak hubungan kerja tersebut berakhir. Contoh: asma, TBC, hipertensi. Prinsipnya
kedua penyakit adalah sama. Pada dasarnya penyakit akibat kerja adalah sama dengan penyakit yang
timbul karena hubungan kerja. Perbedaannya hanya pada penyakit akibat kerja terjadi hanya diantara
populasi pekerja, penyebab spesifik, adanya paparan di tempat kerja, diatur oleh
kep.men.No.01/MEN/1981 , meliputi 30 jenis penyakit , dasar : keselamatan kerja. Sedangkan
penyakit hubungan kerja terjadi juga pada populasi penduduk, penyebab multifaktor, pemaparan di
tempat kerja mungkin salah satu faktor, diatur dalam kep.pres.No.22/KEPRES/1993 , meliputi 31
jenis penyakit , dasar : mungkin dapat kompensasi ganti rugi. 31 jenis penyakit yaitu 30 jenis
penyakit + 1 klausul = penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk obat.

Pemeriksaan Rapid Tes dan Swab Tenggorkan

Rapid Test

Rapid test adalah metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi, yaitu IgM dan IgG, yang
diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus Corona. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila
ada paparan virus Corona. Ketika ada antigen yang masuk ke dalam tubuh kita, dalam hal ini
virus SARS-CoV-2, sistem pertahanan tubuh akan melawan dengan perantara sel darah putih.

Tidak semua sel darah putih menjadi tentara yang antigen. Ada juga yang menjalankan fungsi
sebagai pengingat jenis antigen yang pernah memasuki tubuh. Setelah terbentuk sel memori untuk
antigen, akan ada sel lainnya yang akan melawan virusnya yang disebut sebagai antibodi. Untuk
melawan virus, antibodi akan menempel pada antigen sehingga kemampuan virus memasuki sel
dan memperbanyak diri dapat dicegah. Rapid test antibodi akan mendeteksi apakah ada antibodi
dalam sampel darah yang diperiksa.

Dengan kata lain, bila antibodi ini terdeteksi di dalam tubuh seseorang, artinya tubuh orang
tersebut pernah terpapar atau dimasuki oleh virus Corona. Namun perlu Anda ketahui,
pembentukan antibodi ini memerlukan waktu. Jadi, rapid test di sini hanyalah sebagai
pemeriksaan skrining bukan pemeriksaan untuk mendiagnosa infeksi virus Corona atau Covid-
19. Tes yang dapat memastikan apakah seseorang reaktif terinfeksi virus Corona sejauh ini
hanyalah pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan ini bisa mendeteksi
langsung keberadaan virus Corona, bukan melalui ada tidaknya antibodi terhadap virus ini.
Swab Tenggorokan

Saluran pernapasan atas Swab Nasofharing (rongga hidung ) dan swab Oropharing (rongga
mulut) dilakukan dengan menggunakan swab sintetis dengan tangkai yang terbuat dari plastic.
Jangan menggunakan swab dengan tangkai kayu karena mengandung kalsium alginate atau bahan
dapat menginaktivasi virus dan menghambat pemeriksaan PCR.

Cara pengambilan swab :


 Masukkan swab ke dalam lubang hidung paralel untuk langit-langit.
 Biarkan swab selama beberapa detik untuk menyerap sekresi.
 Usap kedua daerah nasofaring.

Protokol penggunaan APD baik untuk masyarakat dan petugas puskesmas

APD (Alat Pelindug Diri) Bagi Masyarakat


Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan penularan penyakit
saluran napas, termasuk infeksi COVID-19, namun pada masyarakat yang tidak termasuk
dalam keadaan sakit dapat menggunakan pemakaian pada masker kain sebagai bentuk
pencegahan. Akan tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi
seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha pencegahan lain. Pengunaan
masker harus dikombinasikan dengan hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya.
Pengunaan masker medis tidak sesuai indikasi bisa jadi tidak perlu, karena selain
dapat menambah beban secara ekonomi, penggunaan masker yang salah dapat mengurangi
keefektivitasannya dan dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha
pencegahan lain yang sama pentingnya seperti hygiene tangan dan perilaku hidup sehat.

Berikut hal-hal yang harus dilakukan ketika pasien dilakukan perawatan di rumah dan APD
yang digunakan:

 Pasien dengan curiga infeksi COVID-19 dengan gejala respirasi ringan

- Lakukan cuci tangan sesering mungkin (dengan sabun atau alkohol)


- Jaga jarak dengan individu sehat minimal 1 meter

- Etika batuk dan bersin

- Gunakan masker medis, jika tidak bisa, praktikkan etika batuk dan bersin

- Ventilasi rumah yang baik (buka jendela dan pintu), ruangan privat

. - Batasi jumlah perawat yang merawat pasien, pastikan perawat sehat serta tidak ada
penyakit penyerta atau faktor risiko. Tidak boleh ada pengunjung

. - Batasi perpindahan pasien, pastikan ruangan bersama (seperti dapur) memiliki ventilasi
yang baik

 Keluarga atau perawat pasien yang curiga infeksi COVID19 dengan gejala respirasi ringan -
Lakukan hand hygiene
- Jaga jarak minimal 1 meter, atau tinggal diruangan berbeda dengan pasien
- Gunakan masker bedah ketika satu ruangan sama dengan pasien
- Buang benda segera setelah digunakan, cuci tangan setelah kontal dengan sekret saluran
napas
- Tingkatkan ventilasi ruangan dengan membuka jendela sesering mungkin
- Hindari kontak dengan cairan tubuh, sekret mulut atau saluran napas
- Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan mulut atau urin, feses dan lainnya.
- Tissu sarung tangan, dan benda lain yang tidak terpakai oleh pasien harus di masukkan ke
wadah linen diruangan pasien sebelum dibawa keluar kamar.
- Hindari pemakaian barang bersama seperti sikat gigi, rokok, alat makan, minum, handuk dan
lainnya.
- Pembersihan dan desinfektan rutin area yang tersentuh oleh pasien seperti furnitur kasur
menggunakan diluted bleach solution (5% sodium hypochlorite).
- Pembersihan dan desinfektan kamar dan toilet setidaknya sehari sekali.
- Pembersihan pakaian, sprei, alat mandi secara rutin dengan sabun dan air dengan mesin
bersuhu 60-900C dengan deterjen biasa. Hindari kontak langsung dengan kulit pakaian yang
terkontaminasi.
- Menggunakan sarung tangan dan baju pelindung (apron) ketika mencuci baju dan
membersihkan lingkungan sekitar. Praktikan hand hygiene sebelum dan sesudah melepas
sarung tangan
. - Seseorang dengan gejala harus tetap di rumah sampai gejala menghilang berdasarkan klinis
atau pemeriksaan laboratorium (2 hasil negatif dari RTPCR dengan jarak setidaknya 24 jam)
- Semua anggota keluarga harus memperhatikan kontak dan harus memantau kesehatan.
- Jika anggota keluarga mengalami gejala infeksi saluran napas akut, segera kontak atau
datang ke layanan kesehatan.

APD Bagi Paramedis

Alat Pelindung Diri (APD) digunakan untuk melindungi dari penularan virus
khususnya Covid-19. Untuk tenaga kesehatan yang melakukan tindakan pelayanan kesehatan
berisiko tinggi seperti tindakan bedah atau tindakan lain yang memiliki risiko penularan tinggi
harus menggunakan APD yang telah memenuhi standar mutu dan keamanan.

1) Masker Bedah (Medical/Surgical Mask)


 Kegunaan: Melindungi pengguna dari partikel yang dibawa melalui udara (airborne particle),
droplet, cairan, virus atau bakteri.
 Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).
 Masker bedah tidak direkomendasikan untuk penanganan langsung pasien terkonfirmasi
Covid-19.
 Masker dapat menahan dengan baik terhadap penetrasi cairan, darah dan droplet.
 Bagian dalam dan luar masker harus dapat terindentifikasi dengan mudah dan jelas.
 Penempatan masker pada wajah longgar (loose fit)
 Masker dirancang agar tidak rusak dengan mulut (misalnya berbentuk mangkok atau
duckbill).
 Memiliki Efisiensi Penyaringan Bakteri (bacterial filtration efficiency) 98%.
 Dengan masker ini pengguna dapat bernafas dengan baik saat memakainya (Differential
Pressure/ΔP < 5.0 mmH2O/cm2).
 Lulus uji Bacteria Filtration Efficiency in vitro (BFE), Particle Filtration Efficiency,
Breathing Resistance, Splash Resistance, Dan Flammability.

2) Respirator N95
 Kegunaan: Melindungi pengguna atau tenaga kesehatan dengan menyaring atau menahan
cairan, darah, aerosol (partikel padat di udara), bakteri atau virus.
 Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use)
 Penempatan pada wajah ketat (tight fit).
 Masker dirancang untuk tidak dapat rusak dengan mulut (misalnya berbentuk mangkok atau
duckbill) dan memiliki bentuk yang tidak mudah rusak
 Memiliki efisiensi filtrasi yang baik dan mampu menyaring sedikitnya 95% partikel kecil (0,3
micron).
 Kemampuan filtrasi lebih baik dari masker bedah.
 Direkomendasikan dalam penanganan langsung pasien terkonfirmasi Covid-19.
 Dengan masker ini pengguna dapat bernafas dengan baik saat memakainya (Differential
Pressure/ΔP < 5.0 mmH2O/cm2).
 Lulus uji Bacteria Filtration Efficiency in vitro (BFE), Particle Filtration Efficiency,
Breathing Resistance, Splash Resistance, dan Flammability.

3) Pelindung Mata (Goggles)


 Kegunaan: Melindungi mata dan area di sekitar mata pengguna atau tenaga medis dari
percikan cairan atau darah atau droplet.
 Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use) atau dapat dipergunakan kembali setelah
dilakukan desinfeksi/dekontaminasi.
 Goggle tahan terhadap air dan goresan.
 Frame goggle bersifat fleksibel untuk menyesuaikan dengan kontur wajah tanpa tekanan yang
berlebihan.
 Ikatan goggle dapat disesuaikan dengan kuat sehingga tidak longgar saat melakukan aktivitas
klinis.
 Tersedia celah angin/ udara yang berfungsi untuk mengurangi uap air.
 Goggle tidak diperbolehkan untuk dipergunakan kembali jika ada bagian yang rusak.

4) Pelindung Wajah (Face Shield)


 Kegunaan: Melindungi mata dan wajah pengguna/tenaga medis (termasuk bagian tepi wajah)
dari percikan cairan atau darah atau droplet.
 Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use) atau dapat dipergunakan kembali setelah
dilakukan desinfeksi/dekontaminasi.
 Face shield tahan terhadap uap air (disarankan).
 Ikatan face shield dapat disesuaikan untuk melekat dengan kuat di sekeliling kepala dan pas
pada dahi.
 Face shield tidak diperbolehkan untuk dipergunakan kembali jika ada bagian yang rusak.
5) Sarung Tangan Pemeriksaan (Examination Gloves)
 Kegunaan: Melindungi tangan pengguna atau tenaga medis dari penyebaran infeksi atau
penyakit selama pelaksanaan pemeriksaan atau prosedur medis.
 Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).
 Non steril
 Bebas dari tepung (powder free).
 Memiliki cuff yang panjang melewati pergelangan tangan (minimum 230 mm, ukuran S, M,
L).
 Desain bagian pergelangan tangan harus dapat menutup rapat tanpa kerutan.
 Sarung tangan tidak boleh menggulung atau mengkerut selama penggunaan.
 Sarung tangan tidak boleh mengiritasi kulit.

6) Sarung Tangan Bedah (Surgical Gloves)


 Kegunaan: Melindungi tangan pengguna atau tenaga kesehatan dari penyebaran infeksi atau
penyakit dalam pelaksanaan tindakan bedah.
 Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).
 Steril.
 Bebas dari tepung (powder free).
 Memiliki cuff yang panjang, melewati pergelangan tangan, dengan ukuran antara 5-9.
 Desain bagian pergelangan tangan harus dapat menutup rapat tanpa kerutan.
 Sarung tangan tidak boleh menggulung atau mengkerut selama penggunaan.
 Sarung tangan tidak boleh mengiritasi kulit.

7) Gaun Sekali Pakai

• Kegunaan: Melindungi pengguna atau tenaga kesehatan dari penyebaran infeksi atau
penyakit, hanya melindungi bagian depan, lengan dan setengah kaki.

• Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).

• Berwarna terang/cerah agar jika terdapat kontaminan dapat terdeteksi dengan mudah.

• Tahan terhadap penetrasi cairan darah dan cairan tubuh lainnya, virus.

• Kegunaan: Melindungi pengguna atau tenaga kesehatan dari penyebaran infeksi atau
penyakit, hanya melindungi bagian depan, lengan dan setengah kaki.

• Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).

• Berwarna terang/cerah agar jika terdapat kontaminan dapat terdeteksi dengan mudah.

• Tahan terhadap penetrasi cairan darah dan cairan tubuh lainnya, virus.
8) Coverall Medis

• Kegunaan: Melindungi pengguna atau tenaga kesehatan dari penyebaran infeksi atau penyakit
secara menyeluruh dimana seluruh tubuh termasuk kepala, punggung, dan tungkai bawah
tertutup.

• Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).

• Berwarna terang/ cerah agar jika terdapat kontaminan dapat terdeteksi/ terlihat dengan mudah.

• Tahan terhadap penetrasi cairan, darah, virus.

• Tahan terhadap aerosol, airborne, partikel padat

9) Heavy Duty Apron

• Kegunaan: Melindungi pengguna atau tenaga kesehatan terhadap penyebaran infeksi atau
penyakit.

• Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use) atau dapat dipergunakan kembali setelah
dilakukan desinfeksi atau dekontaminasi.
• Apron lurus dengan kain penutup dada.

• Kain: tahan air, dengan jahitan tali pengikat leher dan punggung.

• Berat minimal: 300g/m2.

• Covering size: lebar 70-90 cm x tinggi 120-150 cm.

10) Sepatu Boot Anti Air (Waterproof Boots)

• Kegunaan: Melindungi kaki pengguna/tenaga kesehatan dari percikan cairan atau darah.

• Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use) atau dapat dipergunakan kembali setelah
dilakukan desinfeksi atau dekontaminasi.

• Bersifat non-slip, dengan sol PVC yang tertutup sempurna.

• Memiliki tinggi selutut supaya lebih tinggi daripada bagian bawah gaun.

• Berwarna terang agar kontaminasi dapat terdeteksi dengan mudah.

• Sepatu boot tidak boleh dipergunakan kembali jika ada bagian yang rusak.
11) Penutup Sepatu (Shoe Cover)

• Kegunaan: Melindungi sepatu pengguna/tenaga kesehatan dari percikan cairan/darah.

• Frekuensi penggunaan: Sekali pakai (Single Use).

• Tidak boleh mudah bergerak saat telah terpasang.

• Disarankan tahan air

● Cara penggunaan masker medis yang efektif


- Pakai masker secara seksama untuk menutupi mulut dan hidung, kemudian eratkan dengan
baik untuk meminimalisasi celah antara masker dan wajah
- Saat digunakan, hindari menyentuh masker.
- Lepas masker dengan tehnik yang benar (misalnya; jangan menyentuh bagian depan
masker, tapi lepas dar belakang dan bagian dalam.)
- Setelah dilepas jika tidak sengaja menyentuh masker yang telah digunakan segera cuci
tangan.
- Gunakan masker baru yang bersih dan kering, segera ganti masker jika masker yang
digunakan terasa mulai lembab.
- Jangan pakai ulang masker yang telah dipakai.
- Buang segera masker sekali pakai dan lakukan pengolahan sampah medis sesuai SOP.
- Masker pakaian seperti katun tidak direkomendasikan.

Prinsip Pencegahan Infeksi dan Strategi Pengendalian Berkaitan dengan


Pelayanan Kesehatan
Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan memerlukan
penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai “pengendalian”. Secara hirarki hal
ini telah di tata sesuai dengan efektivitas PPI, yang meliputi pengendalian administratif,
pengendalian dan rekayasa lingkungan serta APD.

Pengendalian administratif

Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI, meliputi penyediaan
kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam mencegah, mendeteksi, dan mengendalikan
infeksi selama perawatan kesehatan. Kegiatan akan efektif bila dilakukan mulai dari
antisipasi alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana pelayanan.
Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang diterapkan meliputi penyediaan
infrastruktur dan kegiatan PPI yang berkesinambungan, pembekalan pengetahuan petugas
kesehatan, mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang tunggu
khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap, mengorganisir pelayanan
kesehatan agar persedian perbekalan digunakan dengan benar, prosedur–prosedur dan
kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans ISPA diantara
petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan medis, dan pemantauan
kepatuhan disertai dengan mekanisme perbaikan yang diperlukan.
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi identifikasi dini pasien
dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat, diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan
yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi awal
semua pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang diidentifikasi harus
ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan segera lakukan kewaspadaan tambahan.
Aspek klinis dan epidemiologi pasien harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus
dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
Pengendalian lingkungan

Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan kesehatan dasar


dan di rumah tangga yang merawat pasien dengan gejala ringan dan tidak membutuhkan
perawatan di RS. Kegiatan pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa
ventilasi lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan
kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang memadai. Harus
dijaga jarak minimal 1 meter antara setiap pasien dan pasien lain, termasuk dengan
petugas kesehatan (bila tidak menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini
dapat membantu mengurangi penyebaran beberapa patogen selama pemberian pelayanan
kesehatan.

APD yang tepat

Alat Pelindung Diri (APD) digunakan untuk melindungi dari penularan virus
khususnya Covid-19. Untuk tenaga kesehatan yang melakukan tindakan pelayanan
kesehatan berisiko tinggi seperti tindakan bedah atau tindakan lain yang memiliki risiko
penularan tinggi harus menggunakan APD yang telah memenuhi standar mutu dan
keamanan

Kategori pasien menurut skenario yang ada:

• Orang tanpa gejala: suami perawat senior, istri dan anak dokter, anggota/pegawai
puskesmas lainnya, masyarakat yang berobat

• Kontak erat : dokter, perawat senior,

• Orang dalam pengawasan: perawat senior

Pasien dalam pengawasan: Pasien puskesmas dengan hasil swab +

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap Orang dalam Pemantauan

Mengingat bukti saat ini yang masih sangat terbatas mengenai infeksi
COVID-19 dan pola penularannya maka kasus dalam pengawasan COVID-19

19
dilakukan dan dipantau di rumah sakit. Namun, untuk orang dalam pemantauan
diberikan perawatan di rumah (isolasi diri) dengan tetap memperhatikan
kemungkinan terjadinya perburukan. Pertimbangan lokasi dapat dilakukan di rumah,
fasilitas umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi
setempat. Bila gejala klinis mengalami perburukan maka segera memeriksakan diri
ke fasyankes.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif
untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut.
Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk pemantauan
harus diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan
menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas
kesehatan masyarakat.
Selama proses 14 hari pemantauan, harus selalu proaktif berkomunikasi
dengan petugas kesehatan. Pemantauan ini dilakukan oleh petugas kesehatan layanan
primer berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Petugas melakukan
pemantauan kesehatan terkini melalui telepon namun idealnya dengan melakukan
kunjungan secara berkala (harian). Petugas kesehatan yang melakukan pemantauan
menggunakan APD minimal berupa masker. Pasien diberikan edukasi untuk
menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) meliputi:
 Melakukan kebersihan tangan rutin, terutama sebelum memegang mulut, hidung
dan mata; serta setelah memegang instalasi publik.
 Mencuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya 20 detik. Cuci
dengan air dan keringkan dengan handuk atau kertas sekali pakai. Jika tidak ada
fasilitas cuci tangan, dapat menggunakan alkohol 70-80% handrub.
 Menutup mulut dan hidung dengan tissue ketika bersin atau batuk.
 Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke fasyankes.

Petugas juga sebaiknya memberi saran-saran mengenai kemana mencari


pertolongan bila orang dalam pemantauan mengalami sakit, moda transportasi apa
yang sebaiknya digunakan, kapan dan kemana unit tujuan di sarana kesehatan yang
telah ditunjuk serta kewaspadaan apa yang dilakukan dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi.

20
Bila selama dalam masa pemantauan, petugas kesehatan menemukan orang
dalam pemantauan mengalami gejala sesuai definisi pasien dalam pengawasan
COVID- 19 maka disarankan untuk mengunjungi fasyankes terdekat. Fasyankes
yang akan menerima harus diberitahu bahwa akan datang kasus yang mempunyai
gejala infeksi COVID-19. Ketika melakukan perjalanan menuju sarana pelayanan
rujukan, kasus harus menggunakan APD. Kasus disarankan untuk melakukan
kebersihan pernapasan serta sedapat mungkin berdiri atau duduk jauh (> 1 meter)
dari orang lain ketika sedang transit dan berada di sarana kesehatan. Kasus dan
petugas yang merawat harus melakukan kebersihan tangan secara benar. Setiap
permukaan peralatan yang menjadi kotor oleh sekret pernapasan atau cairan tubuh
ketika dibawa, harus dibersihkan dengan menggunakan pembersih rumah tangga atau
larutan pembersih.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap Kontak Erat

Penularan COVID-19 dari manusia ke manusia saat ini sudah terkonfirmasi


oleh WHO namun bukti epidemiologinya masih terbatas. Oleh karenanya perlu
dilakukan juga observasi terhadap kontak erat untuk mewaspadai munculnya gejala
sesuai definisi operasional. Lokasi observasi dapat dilakukan di rumah, fasilitas
umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi setempat.
Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan kondusif untuk
memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang diperlukan orang tersebut.
Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat digunakan untuk observasi harus
diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen kesiapsiagaan menghadapi
COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat atau petugas kesehatan
masyarakat.

Kontak erat risiko rendah sebaiknya membatasi diri dan tidak bepergian ke
tempat umum, bila terpaksa dilakukan sebaiknya menggunakan APD berupa masker
bedah. Kontak erat risiko tinggi harus menghindari bepergian ke tempat-tempat
umum. Orang- orang termasuk petugas kesehatan yang mungkin terpajan dengan
pasien dalam pengawasan atau konfirmasi infeksi COVID-19 harus disarankan untuk
memantau kesehatannya selama 14 hari sejak pajanan terakhir dan segera mencari

21
pengobatan bila timbul gejala terutama demam, batuk diserta gejala gangguan
pernapasan lainnya.
Selama proses 14 hari observasi, harus selalu proaktif berkomunikasi dengan
petugas kesehatan. Observasi ini dilakukan oleh petugas kesehatan layanan primer
berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat. Petugas melakukan Observasi
kesehatan terkini melalui telepon namun idealnya dengan melakukan kunjungan
secara berkala (harian). Pasien diberikan edukasi untuk menerapkan Perilaku Hidup
Bersih Sehat (PHBS) meliputi:
 Melakukan kebersihan tangan rutin, terutama sebelum memegang mulut, hidung
dan mata; serta setelah memegang instalasi publik.
 Mencuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya 20 detik. Cuci
dengan air dan keringkan dengan handuk atau kertas sekali pakai. Jika tidak ada
fasilitas cuci tangan, dapat menggunakan alkohol 70-80% handrub.
 Menutup mulut dan hidung dengan tissue ketika bersin atau batuk.
 Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan berobat ke fasyankes.

Petugas juga sebaiknya memberi saran-saran mengenai kemana mencari


pertolongan bila kontak mengalami sakit, moda transportasi apa yang sebaiknya
digunakan, kapan dan kemana unit tujuan di sarana kesehatan yang telah ditunjuk
serta kewaspadaan apa yang dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Bila selama dalam masa observasi, petugas kesehatan menemukan kontak
erat mengalami gejala sesuai definisi pasien dalam pengawasan COVID-19 maka
disarankan untuk mengunjungi fasyankes terdekat. Fasyankes yang akan menerima
harus diberitahu bahwa akan datang kasus yang mempunyai gejala infeksi COVID-
19. Ketika melakukan perjalanan menuju sarana pelayanan rujukan, kasus harus
menggunakan APD. Kasus disarankan untuk melakukan kebersihan pernapasan serta
sedapat mungkin berdiri atau duduk jauh (> 1 meter) dari orang lain ketika sedang
transit dan berada di sarana kesehatan. Kasus dan petugas yang merawat harus
melakukan kebersihan tangan secara benar.

22
Alur diagnosis klinis pada kasus skenario

Anamnesis

DIAGNOSIS

Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada


parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
(SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak
berkomplikasi (ringan) sampai syok septik (berat).

Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama: demam,
batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat
bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri
atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala,
nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan
gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory Infection-SARI). Definisi
SARI yaitu infeksi saluran napas akut dengan riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk
dengan onset dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya
demam tidak mengeksklusikan infeksi virus.

Definisi kasus

a. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible


1) Seseorang yang mengalami
0
b. Demam (≥38 C) atau riwayat demam

23
c. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
d. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan
atipikal)DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
 Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara
yang terjangkit* dalam 14 hari sebelum timbul gejala
 Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat
pasien infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak
diketahui penyebab / etiologi penyakitnya, tanpa memperhatikan
riwayat bepergian atau tempat tinggal.

ATAU

2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat
dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-
19, ATAU
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah
teridentifikasi), ATAU
c. Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus
terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit.*
d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu

0
≥38 C) atau riwayat demam.

*Keterangan: saat ini ada 12 negara yang dikategorikan terjangkit yaitu Tiongkok,
Singapura, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Vietnam, Amerika Serikat, Jerman,
Perancis, Inggris, Spanyol dan Thailand; tetapi tetap mengikuti perkembangan
negara yang terjangkit menurut WHO dan Litbangkes Kemenkes RI.

b. Orang dalam Pemantauan


Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa pneumonia

24
yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/negara yang
terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat paparan diantaranya:
 Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
 Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan
pasien konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang
terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit),
 Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah
teridentifikasi) di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai
dengan perkembangan penyakit.
c. Kasus Probable
Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi inkonklusif
atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil konfirmasi positif pan-
coronavirus atau beta coronavirus.

d. Kasus terkonfirmasi
Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.

Definisi Kontak:

a. Kontak
Kontak didefinisikan individu yang berkaitan dengan beberapa aktivitas sama dengan
kasus dan memiliki kemiripan paparan seperti kasus. Kontak mencakup anggota
rumah, kontak keluarga, pengunjung, tetangga, teman kuliah, guru, teman sekelas,
pekerja, pekerja sosial atau medis, dan anggota group sosial.

b. Kontak eratKontak erat didefinisikan seseorang yang memiliki kontak (dalam 1


meter) dengan kasus yang terkonfirmasi selama masa simptomatiknya termasuk satu
hari sebelum onset gejala. Kontak tidak hanya kontak fisik langsung.
 Kontak pekerja sosial atau pekerja medis
Paparan terkait perawatan kesehatan, termasuk menangani langsung untuk pasien
COVID-19, bekerja dengan petugas kesehatan yang terinfeksi COVID-19 atau
memeriksa pasien yang terkonfimari kasus atau dalam lingkungan ruangan sama,

25
ketika prosedur aerosol dilakukan.
 Kontak lingkungan rumah atau tempat tertutup
- Berbagi lingkungan ruangan, bekerja bersama, belajar bersama dalam jarak
dekat dengan pasien COVID-19.
- Bepergian bersama pasien COVID-19 dalam segala jenis mode transportasi.

- Anggota keluarga atau tinggal di rumah yang sama dengan pasien COVID-19.

Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya manifestasi
klinis.

 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran


 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan darah
normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal atau
turun.
 Dapat disertai retraksi otot pernapasan
 Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,
fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya:
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada pencitraan
dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar atau kolaps
paru atau nodul, tampilan ground- glass. Pada stage awal, terlihat bayangan multiple
plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas menunjukkan di perifer paru dan
kemudian berkembang menjadi bayangan multiple ground-glass dan infiltrate di
kedua paru. Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-
lung” dan efusi pleura (jarang

26
(A) CT Toraks Transversal, laki-laki 40 tahun, menunjukkan multiple lobular bilateral
dan area subsegmental konsolidasi hari ke-15 setelah onset gejala.

(B) CT Toraks transversal, wanita 53 tahun, opasitas ground-glass bilateral dan area
subsegmental konsolidasi, hari ke-8 setelah onset gejala.

(C) Dan bilateral ground-glass opacity setelah 12 hari onset gejala.

2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah


 Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal)26

27
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, sequencing bila tersedia).
Ketika melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika
mengambil sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron steril
atau rayon bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil
atau hidung. Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia
atau sakit berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi
diagnosis dan tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi
dapat hanya mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung tersedia
seperti pasien dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum karena
meningkatkan risiko transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan
bawah) dapat diperiksakan jenis patogen lain.26 Bila tidak terdapat RT-PCR
dilakukan pemeriksaan serologi.
Pada kasus terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel
dari saluran napas atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi
pemeriksaan 2- 4 hari sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta secara
klinis perbaikan, setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk keperluan
pencegahan infeksi dan transmisi, specimen dapat diambil sesering mungkin
yaitu harian.
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah
 Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit
menurun. Pada kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer meningkat
Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)

28
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas (sputum, bilasan
bronkus, cairan pleura) dan darah Kultur darah untuk bakteri dilakukan, idealnya
sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi antibiotik dengan
menunggu hasil kultur darah)
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).27

Alur Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Covid-19

Pasien dengan gejala:

 Demam atau riwayat demam 
 Batuk atau pilek atau sakit tenggorokan 
 Sesak atau kesulitan bernapas 
 Riwayat bepergian ke Tiongkok atau daerah yang  sudah terjangkit 
lainnya dalam 14 hari terakhir 

 Gambaran Pneumonia pada foto toraks    ATAU  (Bila tidak)


 Kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID‐19 ATAU 
 Bekerja/mengunjungi fasilitas kesehatan yang merawat 
kasus konfirmasi COVID‐19 ATAU 
 Riwayat kontak hewan penular (jika sudah teridentifikasi

(Bila Ya)

Hubungi Dinkes dan


Posko KLB

Bila hasil swab tenggorok / sputum / BAL


terkonfirmasi positif, diagnosis COVID-19
Tatalaksana:

 Terapi  simptomatik 
Masuk ruang  isolasi 

Periksa : DPL, Fungsi hepar, fungsi ginjal, Laktat dan PCT 
 Terapi cairan

Pemeriksaan swab nasofaring, sputum, cairan BAL untuk 
pemeriksaan Coronavirus (spesimen dikirim ke Lab di Litbangkes)
 Terapi  oksigen  29
Bila hasil swab tenggorok /
Ventilator mekanik (bila gagal napas) sputum / BAL bukan Orang dalam
virus SARSpemantauan
(rawat jalan)
CoV-2, maka tatalaksana seperti
Faktor eksternal dan internal pada kasus di scenario

faktor • Dokter memiliki riwayat penyakit asma yang dideritanya dari sejak kecil
Internal • Perawat berusia 49 tahun

Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua, Semua orang secara umum
rentan terinfeksi. Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan
kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Pada skenario dokter
memiliki penyakit penyerta sedangkan perawat berusia 49 tahun Sehingga Dokter dan perawat
tersebut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terkena corona virus

Faktor • Pegawai puskesmas sebanyak 11 orang yang terdiri dari 2 orang dokter, 2 orang perawat, 1
Eksternal orang analis, 2 orang bidan, 2 orang tenaga administrasi dan keuangan, 1 orang farmasi dan
1 orang pramubakti
• Pengunjung puskesmas yang datang pada hari senin
• Perawat tinggal 500 M dari puskesmas dan sehari-hari bejalan kaki atau menaiki kendaraan
roda 2

Pneumonia Coronavirus dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal,
bergantung paparan jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu waktu,
dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Pada kasus semua
pegawai terutama dokter dan perawat yang menangani pasien tersebut memiliki resiko terpapar
lebih lebih tinggi dan dapat menulaikan kepada pegawai dan pasien lainnya.

30
Diagnosis penyakit akibat kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah suatu penyakit atau keadaan kesehatan yang
diakibatkan oleh rutinitas pekerjaan atau lingkungan kerja. PAK dapat ditimbulkan dari
berbagai faktor contohnya dari faktor pekerjaan itu sendiri, proses kerja, alat kerja yang
dipakai, lingkungan kerja dan juga bahan yang dipakai untuk bekerja.
Melalui beberapa tahapan 7 langkah diagnosis dapat dibuktikan bahwa minimal
ada satu faktor pekerjaan yang berperan sebagai penyebab penyakit yang termasuk
kategori PAK. Tanpa 7 langkah diagnosis, Penyakit Akibat Kerja tidak dapat ditegakkan.
Sehingga pemeriksaan dari segala aspek lingkungan, penderita dan pajanan dapat saling
berhubungan hingga dapat didiagnosis sebagai penyakit akibat kerja (PAK).
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik dan asosiasi kuat dengan
pekerjaan, umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui. Beberapa faktor
yang mendasari penyakit akibat kerja:
 Faktor fisik
 Faktor kimia
 Faktor biologis
 Faktor ergonomi
 Faktor psikososial
 Faktor lifestyle
 Accident/kecelakaan

Dalam menentukan diagnosis penyakit akibat kerja, digunakan pengkodean


penyakit dengan ICD 10. ICD 10 Covid19 sebagai berikut:

31
Faktor risiko pada kasus di skenario dan pengendaliannya

32
Identifikasi potensi bahaya dapat dilakukan oleh pengelola keselamatan dan
kesehatan kerja. Untuk itu perlu adanya peningkatan kompetensi mengenai keselamatan
dan kesehatan kerja bagi pengelola.

Berikut penjelasan hirarki dari pengendalian:

 Eliminasi merupakan langkah pengendalian yang menjadi pilihan pertama untuk


mengendalikan pajanan karena menghilangkan bahaya dari tempat kerja. Namun,
beberapa bahaya sulit untuk benar-benar dihilangkan dari tempat kerja.
 Subtitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja dengan
alternatif lain dengan tingkat bahaya yang lebih rendah sehingga dapat menekan
kemungkinan terjadinya dampak yang serius. Contohnya:
a) Mengganti tensi air raksa dengan tensi digital
b) Mengganti kompresor tingkat kebisingan tinggi dengan tipe yang kebisingan
rendah (tipe silent kompresor)
 Pengendalian teknik merupakan pengendalian rekayasa desain alat dan/atau
tempat kerja. Pengendalian risiko ini memberikan perlindungan terhadap pekerja
termasuk tempat kerjanya. Untuk mengurangi risiko penularan penyakit infeksi
harus dilakukan penyekatan menggunakan kaca antara petugas loket dengan
pengunjung/pasien.
 Pengendalian administrasi berfungsi untuk membatasi pajanan pada pekerja.
Pengendalian administrasi diimplementasikan bersamaan dengan pengendalian
yang lain sebagai pendukung.
 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam mengendalikan risiko
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat penting, khususnya
terkait bahaya biologi dengan risiko yang paling tinggi terjadi, sehingga
penggunaan APD menjadi satu prosedur utama di dalam proses asuhan pelayanan
kesehatan.

33
Mengendalikan risiko penularan dalam skenario

Penyakit menular pada manusia disebabkan oleh mikroorganisme yang bersifat


patogen termasuk bakteri, virus, parasit dan jamur (WHO, 2016). Mereka dapat
ditularkan melalui kontak langsung, percikan, udara, kendaraan penular (seperti makanan,
air dan permukaan yang terkontaminasi) serta vektor. Pola penularan penyakit juga
relevan bagi mereka yang pekerjaannya mengharuskan bersentuhan dengan hewan,
menempatkan mereka pada risiko infeksi zoonosis2 (Su et al. 2019).

Secara umum, risiko di tempat kerja adalah kombinasi dari kemungkinan


terjadinya suatu peristiwa berbahaya dan tingkat keparahan cedera atau kerusakan pada
kesehatan orang yang disebabkan oleh peristiwa tersebut (ILO, 2001).

Oleh karena itu penilaian risiko penularan di tempat kerja harus mempertimbangkan:

 Probabilitas terkena penularan, dengan mempertimbangkan karakteristik penyakit


menular (yaitu, pola penularan) dan kemungkinan bahwa pekerja dapat bertemu
dengan orang yang menulari atau mungkin terpapar dengan lingkungan atau bahan
yang terkontaminasi (misalnya, sampel laboratorium, limbah) selama mereka
bertugas.
 Keparahan dampak kesehatan yang dihasilkan, dengan mempertimbangkan faktor-
faktor yang memengaruhi individu (termasuk usia, penyakit yang sudah diderita dan
kondisi kesehatan), serta langkahlangkah yang tersedia untuk mengendalikan
dampak infeksi.

ILO telah menerbitkan Daftar Pencegahan dan Mitigasi COVID-19 di Tempat Kerja
sebagai upaya menyediakan tindakan praktis yang dapat mengurangi penyebaran

34
pandemi COVID-19 di tempat kerja. Daftar ini menyediakan langkah yang berbeda-beda
dalam menangani masalah-masalah berikut:

 Jarak fisik. Misalnya: Menilai risiko interaksi antara pekerja, kontraktor, pelanggan
dan pengunjung dan langkah-langkah penerapan untuk mengurangi risiko ini;
pengorganisasian kerja dengan cara yang memungkinkan jarak fisik antara orang-
orang; ketika memungkinkan harus menggunakan panggilan telepon, surat elektronik
atau rapat virtual dibandingkan dengan pertemuan tatap muka; memperkenalkan
jadwal kerja untuk menghindari konsentrasi besar pekerja di tempat kerja pada satu
waktu tertentu.
 Higienitas. Sebagai contoh: Menyediakan desinfektan untuk tangan termasuk
penyanitasi tangan dan tempat-tempat yang mudah diakses untuk mencuci tangan
dengan sabun dan air; mempromosikan budaya mencuci tangan; mempromosikan
higienitas pernapasan yang baik di tempat kerja (misalnya menutup mulut dan
hidung dengan siku yang menekuk atau dengan tisu saat batuk atau bersin).
 Kebersihan. Misalnya: Mempromosikan budaya untuk membersihkan permukaan
meja dan tempat kerja secara teratur, gagang pintu, telepon, papan tombol dan benda
kerja dengan disinfektan dan harus secara rutin memberikan disinfektan untuk area
umum seperti kamar kecil
 Pelatihan dan Komunikasi. Misalnya: Melatih manajemen, pekerja dan perwakilan
mereka tentang langkah-langkah yang dapat diadopsi untuk mencegah risiko pajanan
terhadap virus dan tentang bagaimana bertindak dalam kasus infeksi COVID-19;
pelatihan tentang penggunaan, pemeliharaan, dan pembuangan alat pelindung diri
yang benar; memelihara komunikasi yang teratur dengan pekerja untuk memberikan
informasi terkini terkait situasi di tempat kerja, wilayah atau negara;
menginformasikan pekerja tentang hak mereka untuk menyingkir dari situasi kerja
yang menimbulkan bahaya serius bagi kehidupan atau kesehatan, sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan dan segera memberi tahu atasan langsung terkait situasi
tersebut..
 Alat pelindung diri (APD). Bila perlu, berikan APD yang memadai dan sediakan
tempat pembuangan tertutup untuk membuang bahan-bahan tersebut secara higienis.

35
 Tanggapan. Misalnya: Sejalan dengan panduan pemerintah setempat, mendorong
pekerja dengan gejala yang dicurigai COVID-19 agar tidak datang ke tempat kerja
dan memperluas akses untuk cuti sakit, tunjangan sakit, dan cuti orang
tua/perawatan/ pengasuhan dan memberikan informasi kepada semua pekerja;
mengatur isolasi siapa saja yang mengidap gejala COVID-19 di tempat kerja seraya
menunggu pemindahan ke fasilitas kesehatan yang sesuai; cukup melakukan
disinfektasi tempat kerja; menyediakan pengawasan kesehatan terhadap orang-orang
yang telah melakukan kontak dekat dengan pekerja yang terinfeksi tersebut (ILO,
2020i).

Dalam konteks COVID-19, berbagai jenis tindakan dapat diterapkan untuk mengurangi
risiko penularan di antara pekerja perawatan kesehatan dan pekerja darurat, seperti:

 Pengendalian lingkungan dan rekayasa yang bertujuan mengurangi penyebaran


patogen dan kontaminasi permukaan serta benda-benda. Ini akan termasuk
menyediakan ruang yang memadai guna memungkinkan jarak fisik antara pasien
dengan pasien dan antara pasien dan pekerja perawatan kesehatan serta memastikan
ketersediaan ruang isolasi yang
 Tindakan administratif bertujuan untuk mencegah perilaku berisiko. Ini termasuk
sumber rujukan yang memadai bagi tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI), seperti infrastruktur yang tepat, pengembangan kebijakan PPI yang jelas, akses
yang dimudahkan untuk pengujian laboratorium, triase dan penempatan pasien yang
tepat, rasio staf-pasien yang memadai dan pelatihan staf (WHO, 2020f).

APD yang tepat. Ini melibatkan pemilihan APD yang tepat dan pelatihan tentang cara
memakai, melepas dan membuangnya (WHO, 2020).

Penatalaksaan secara kuratif terhahap kasus di skenario

Tatalaksana kasus .

 Tatalaksana covid 19 terkonfirmasi

36
 Tatalaksana pasien yang belum terkonfirmasi

1. Tatalaksana covid 19 terkonfirmasi

Pada kasus disebutkan pasien memiliki gejala covid 19 namun tidak secara spesifik
disebutkan apa saja gejala yang dimiliki.

Gejala ringan

Gejala sedang

37
2. Tatalaksana pasien yang belum terkonfirmasi covid19
Dalam hal ini yang termasuk terkonfirmasi covid19 adalah dokter, perawat, pegawai
dan keluarga.

Dokter dan pegawai lain serta keluarga tidak menunjukkan gejala

Perawat mengalami demam tinggi dan batuk


Gejala ringan

Penatalaksaan secara promotif terhadap kasus di scenario

Secara umum, risiko di tempat kerja adalah kombinasi dari kemungkinan


terjadinya suatu peristiwa berbahaya dan tingkat keparahan cedera atau kerusakan pada
kesehatan orang yang disebabkan oleh peristiwa tersebut (ILO, 2001).

38
Oleh karena itu penilaian risiko penularan di tempat kerja harus mempertimbangkan:

 Probabilitas terkena penularan, dengan mempertimbangkan karakteristik penyakit


menular (yaitu, pola penularan) dan kemungkinan bahwa pekerja dapat bertemu
dengan orang yang menulari atau mungkin terpapar dengan lingkungan atau bahan
yang terkontaminasi (misalnya, sampel laboratorium, limbah) selama mereka
bertugas.
 Keparahan dampak kesehatan yang dihasilkan, dengan mempertimbangkan faktor-
faktor yang memengaruhi individu (termasuk usia, penyakit yang sudah diderita dan
kondisi kesehatan), serta langkahlangkah yang tersedia untuk mengendalikan
dampak infeksi.

ILO telah menerbitkan Daftar Pencegahan dan Mitigasi COVID-19 di Tempat Kerja
sebagai upaya menyediakan tindakan praktis yang dapat mengurangi penyebaran
pandemi COVID-19 di tempat kerja. Daftar ini menyediakan langkah yang berbeda-beda
dalam menangani masalah-masalah berikut:

 Jarak fisik. Misalnya: Menilai risiko interaksi antara pekerja, kontraktor, pelanggan
dan pengunjung dan langkah-langkah penerapan untuk mengurangi risiko ini;
pengorganisasian kerja dengan cara yang memungkinkan jarak fisik antara orang-
orang; ketika memungkinkan harus menggunakan panggilan telepon, surat elektronik
atau rapat virtual dibandingkan dengan pertemuan tatap muka; memperkenalkan
jadwal kerja untuk menghindari konsentrasi besar pekerja di tempat kerja pada satu
waktu tertentu.
 Higienitas. Sebagai contoh: Menyediakan desinfektan untuk tangan termasuk
penyanitasi tangan dan tempat-tempat yang mudah diakses untuk mencuci tangan
dengan sabun dan air; mempromosikan budaya mencuci tangan; mempromosikan
higienitas pernapasan yang baik di tempat kerja (misalnya menutup mulut dan
hidung dengan siku yang menekuk atau dengan tisu saat batuk atau bersin).
 Kebersihan. Misalnya: Mempromosikan budaya untuk membersihkan permukaan
meja dan tempat kerja secara teratur, gagang pintu, telepon, papan tombol dan benda

39
kerja dengan disinfektan dan harus secara rutin memberikan disinfektan untuk area
umum seperti kamar kecil
 Pelatihan dan Komunikasi. Misalnya: Melatih manajemen, pekerja dan perwakilan
mereka tentang langkah-langkah yang dapat diadopsi untuk mencegah risiko pajanan
terhadap virus dan tentang bagaimana bertindak dalam kasus infeksi COVID-19;
pelatihan tentang penggunaan, pemeliharaan, dan pembuangan alat pelindung diri
yang benar; memelihara komunikasi yang teratur dengan pekerja untuk memberikan
informasi terkini terkait situasi di tempat kerja, wilayah atau negara;
menginformasikan pekerja tentang hak mereka untuk menyingkir dari situasi kerja
yang menimbulkan bahaya serius bagi kehidupan atau kesehatan, sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan dan segera memberi tahu atasan langsung terkait situasi
tersebut..
 Alat pelindung diri (APD). Bila perlu, berikan APD yang memadai dan sediakan
tempat pembuangan tertutup untuk membuang bahan-bahan tersebut secara higienis.
 Tanggapan. Misalnya: Sejalan dengan panduan pemerintah setempat, mendorong
pekerja dengan gejala yang dicurigai COVID-19 agar tidak datang ke tempat kerja
dan memperluas akses untuk cuti sakit, tunjangan sakit, dan cuti orang
tua/perawatan/ pengasuhan dan memberikan informasi kepada semua pekerja;
mengatur isolasi siapa saja yang mengidap gejala COVID-19 di tempat kerja seraya
menunggu pemindahan ke fasilitas kesehatan yang sesuai; cukup melakukan
disinfektasi tempat kerja; menyediakan pengawasan kesehatan terhadap orang-orang
yang telah melakukan kontak dekat dengan pekerja yang terinfeksi tersebut (ILO,
2020i).

Dalam konteks COVID-19, berbagai jenis tindakan dapat diterapkan untuk mengurangi
risiko penularan di antara pekerja perawatan kesehatan dan pekerja darurat, seperti:

 Pengendalian lingkungan dan rekayasa yang bertujuan mengurangi penyebaran


patogen dan kontaminasi permukaan serta benda-benda. Ini akan termasuk
menyediakan ruang yang memadai guna memungkinkan jarak fisik antara pasien
dengan pasien dan antara pasien dan pekerja perawatan kesehatan serta memastikan
ketersediaan ruang isolasi yang

40
 Tindakan administratif bertujuan untuk mencegah perilaku berisiko. Ini termasuk
sumber rujukan yang memadai bagi tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI), seperti infrastruktur yang tepat, pengembangan kebijakan PPI yang jelas, akses
yang dimudahkan untuk pengujian laboratorium, triase dan penempatan pasien yang
tepat, rasio staf-pasien yang memadai dan pelatihan staf (WHO, 2020f).
APD yang tepat. Ini melibatkan pemilihan APD yang tepat dan pelatihan tentang
cara memakai, melepas dan membuangnya (WHO, 2020f).

1. Kontrol administratif adalah pelatihan, prosedur, kebijakan atau desain shift yang
mengurangi ancaman bahaya terhadap seorang individu. Kontrol administratif
biasanya mengubah perilaku orang (misalnya pekerja pabrik) alih-alih menghilangkan
bahaya yang sebenernya atau menyediakan alat pelindung diri (APD). Kontrol
administratif berada di urutan keempat dalam hierarki kontrol bahaya yang lebih
besar, yang memberi peringkat efektifitas dan efisiensi pengendalian bahaya.

Diantaranya upaya dalam kontrol administratif:

 Membatasi waktu kerja:


- Adanya jam istirahat kerja
- Shift / rotasi pembagian kerja
 Training dan komunikasi:
- Pelatihan dan pendidikan
- Papan informasi
- Safety meetings
- MSDS (Material Safety Data Sheet)
 Safe work practices:
- Dilarang meroko, makan-minum di area bahan kimia
- Review MSDS terlebih dahulu
- Jaga kebersihan dan keteraturan ruang kerja (house keeping)
 Adanya tempat bilas mata dan mandi darurat

41
 Kebersihan pribadi
 Kesehatan surveilans
 Rencana tanggap darurat
 SOP
 Investigasi kecelakaan
 Fasilitas kesehatan bagi pekerja :
Pemeriksaan kesehatan sebelum pekerja mulai melaksanakan pekerjaannya,
pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan
dengan besarnya risiko kesehatan yang dihadapi, pemeriksaan khusus jika
ditemukannya keadaan yang mengganggu kesehatan pekerja
 Pemberian vaksin / imunisasi
 Pemantauan tempat kerja
 Inspeksi dan audit

2. Kontrol teknik merupakan pendekatan secara teknis untuk mencegah seseorang


terpapar risiko berbahaya.
 1. Eliminasi : penghilangan sumber bahaya
 Eliminasi merupakan suatu pengendalian resiko yang bersifat permanen dan harus dicoba
untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai dengan
memindahkan obyek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang
tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya
melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Cara pengendalian yang baik
dilakukan adalah dengan eliminasi karena potensi bahaya dapat ditiadakan.
 2. Subtitusi : mengganti dengan bahan yang kurang berbahaya
 Cara pengendalian substitusi adalah dengan menggantikan bahan - bahan dan peralatan
yang lebih berbahaya dengan bahanbahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau
yang lebih aman.
 3. Minimasi

42
 Pengendalian rekayasa teknik atau minimasi termasuk merubah struktur obyek kerja
untuk mencegah seseorang terpapar potensi bahaya. Cara pengendalian yang dilakukan
adalah dengan pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur
pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber
suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain.
 4. Isolasi : proses kerja yang berbahaya disendirikan
 Cara pengendalian yang dilakukan dengan memisahkan seseorang dari obyek kerja,
seperti menjalankan mesin-mesin produksi dari tempat tertutup (control room)
menggunakan remote control.
 5. Ventilasi
 Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan
dialirkan keluar.

43

Anda mungkin juga menyukai