Anda di halaman 1dari 29

A.

Latar Belakang Masalah

Peserta demkokrasi lima tahunan ntuk menjadi anggota dewan


yang terhormat di DPR Kabupaten, provinsi dan DPR RI sedang
hangat diperbincangkan di berbagai media. Banyak kisah sukses
yang mengharukan hingga kisah pilu calon anggota dewan yang
gagal dan terkena gangguan mental perilaku.

Dalam persaingan politik, menang ataupun kalah seharusnya


sudah menjadi hal yang wajar, jika saja individu yang berkaitan
memiliki jiwa dan pikiran yang sehat. Realitas persaingan politik
akan menjadikan kepahitan bagi mereka yang kalah. Dan
kenyataan pahit itulah yang harus diterima oleh caleg yang tidak
lolos atau kalah. Kenyataan pahit itulah tampkanya yang belum
dapat diprediksi oleh para caleg, terutama dari para pendatang baru
yang masih sangat minim pengalamannya dalam melakukan
kalkulasi politik.

Ketika apa yang diharapkan tidak tercapai sementara


pengorbanan yang dilakukan sudah sangat besar, maka mental
caleg yang kalah dalam pemilu bisa saja melemah atau terganggu.
Gangguan mental ini seringkali disebut dengan gangguan psikosis,
bentuknya dapat berupa diam dan tidak mau diajak bicara,
berbicara sendiri atau menangis. munculnya caleg depresi atau
terkena gangguan psikosis ini berulang setiap kali Pemilu, hal ini
dikarenakan jumlah caleg yang masuk dalam pasar bebas politik

1
ini semakin banyak jumlahnya, sementara kuota sedikit. Sehingga
pada akhirnya persaingan tidak dapat dihindarkan sementara
mental atau psikis belum siap.

Selain dari masalah kesiapan mental calon anggota dewan juga


dibebani dengan biaya politik yang sangat mahal. Untuk calon
anggota di sebuah kabupaten atau kota saja minimal harus
menyiapkan dana Rp 1 Miliyar. Tentu menjadi tantangan yang
berat bagi mereka yang tidak memiliki modal dan jaringan
sehingga harus melakukan apapun untuk kesuksesan
pencalonannya itu. Bahkan ada kasus calon anggota dewan yang
menggadaikan rumah tinggalnya sendiri untuk modal kampanye
dan akhirnya di sita oleh bank. Dengan ketidak siapan mental dan
materi ini banyak kasus calon anggota dewan yang tidak siap
menerima hasil pemilu dan akhirnya mengidap gangguan setres
dan depresi dari level yang ringan hingga yang berat.1

Adapun gejala stress dan defresi yang biasa muncul seperti


sakit kepala berulang ulang, menderita insomnia,
berhalusinasi/delusi, pola makan berubah, bicara tidak jelas, sering
mnyendiri, tidak mau bersosialisasi, merasa tidak percaya diri,
menjadi pelupa, berprasangka buruk, tidak semangat pada bakat

1
Azwar, S. Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. (Liberty
Yogyakarta. 1988).h 19.

2
dan minat, tidak bisa mengambil keputusan, tidak bisa berfikir
jernih, mudah tersinggung dan marah, stamina dan energi
berkurang, pandangan cenderung kosong, perawatan diri menurun,
menyakiti diri sendiri/orang lain, berbicara sendiri, ada keinginan
dan usaha bunuh diri.

Dalam masyarakat kita gangguan seperti ini sering terjadi dan


mereka malu mengakses layanan kesehatan jiwa. Mereka lebih
nyaman memilih pengobatan alternative seperti datang ke
paranormal atau ahli spiritual, karena gejala yang muncul banyak
seperti gangguang jin, santet, atau yang berbau mistis lainnya.
Padalah gangguan seperti itu dapat dijelaskan secara medis dan
dapat dipulihkan dengan pengobatan yang tepat. Menurut Prof,
DR. dr H Dadang Hawar. Psikiater bahwa gangguan mental dan
perilaku seperti ini dapat di pulihkan dan disembuhkan dengan
model pendekatan terpadu antara penanganan medis dan agama
dalam konsep BPSS (Biologis, psikologis, Sosial, dan Spritual).

Dari fenomena ini peneliti tertarik untuk mengakaji metode


bimbinga mental yang dilakukan oleh Madani Mental Health Care
Jakarta Timur dan bagaimana penanganan caleg setalah mengikuti
metote bimbingan mental. Jika caleg defresi ini dibiarkan tanpa
ada penanggulan akan menambah masalah sosial di negara kita.

3
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti mengambil judul
“Metode Bibingan Mental Terhadap Calon Legislatif (Caleg)
Defresi Kalah Dalam Pemilu 2019 Di Madani Mental Health Care
Jakarta Timur”.

B. Batasan dan Perumusan Masalah


1. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut agar lebih


terarah dan mencapai sasaran yang tepat, yang penulis
kemukakan di atas, banyak hal yang patut dikaji dan
ditemukan jawabannya, kemudian dideskripsikan, maka
peneliti membatasi penelitian ini pada Pelaksanaan metode
terapi Mental Terhadap calon legislative (Caleg) Defresi
kalah dalam pemilu di Madani Mental Health Care Jakarta
Timur yang meliputi: tujuan dan fungsi metode terapi
mental, fator yang menjadi pendukung dan penghamabat
dalam pelaksanaan terapi mental, bagaimana bimbingan
mengubah sikap dan tingkah laku, serta pembinaan lebih
lanjut agar mampu berperan aktif dalam kehidupan
masyarakat.

2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang perlu dirumuskan dalam


penelitian ini adalah rinciannya sebagai berikut:

4
a. Bagaimana model terapi mental terhadap calon
legislative (Caleg) Defresi kalah dalam pemilu di
Madani Mental Health Care Jakarta Timur .
b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan
penghambat menentukan keberhasilan Madani
Mental Health Care Jakarta Timur .
c. Bagaimana pembinaan tindak lanjut setelah
mengikuti proses terapi mental?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitan
1. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan titik tolak dari setiap penelitian,


sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah yang
telah dikemukan. Pada pokonya penelitian ilmiah bertujuan
untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui.

Dari sisi bidang ilmu pengetahuan yang penulis


tempuh, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
menganalisis faktor pendukung dan penghambat yang
menentukan keberhasilan pembinaan mental dan metode
apa yang digunakan pembimbing dalam pelaksanaan
bimbingan terapi Terhadap calon legislative (Caleg)
Defresi kalah dalam pemilu di Madani Mental Health Care
Jakarta Timur .

5
Penelitian ini pastinya memiliki manfaat yang banyak,
baik bagi penulis maupun masyarakat secara umum.

2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu:
a) Teoritis

Secara teoritis penulis berharap hasil penelitian ini


dapat menjadi acuan bagi para peneliti selanjutnya,
khususnya penelitian yang berkaitan dengan ilmu
bimbingan Terhadap calon legislative (Caleg) Defresi
kalah dalam pemilu.

b) Praktis

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan


dapat menambah ilmu dan wawasan masyarakat
tentang metode bimbinga mental terhadap sesama
Sehingga dalam penelitian ini menjadi bahan rujukan
dan pertimbangan bagi para pembimbim lainnya.

c) Akademis

Manfaat yang di harapkan dalam penelitian ini


adalah dapat dijadikan referensi dalam peningkatan
wawasan dakwah sekaligus menerapkan ilmu yang di
dapat selama proses perkuliahan. Manfaat selanjutnya
adalah dapat menambah khazanah penelitian, model,
6
dan objek penelitian mahasiswa jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan islam khususnya dalam bidang Bimbingan
dan Penyuluhan Islam pada Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka
Upaya menghidari bentuk plagiat, penulis melakukan
tinjauan kepustakaan di perpustakaan Utama Universitas
Islam Negri Syarif Hidyatullah Jakarta terhadap beberapa
skripsi kemiripan Judul, diantaranya:
1. Riana Amelia 107052002746 (2011) jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah
Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dengan Judul Skripsi “Metode Bimbingan
Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna
Susila Di Panti Sosial Karya Wanita (Pskw) Mulya
Jaya Jakarta”. Pembahasan dalam penelitian ini,
menjelaskan tentang metode bimbingan mental
spiritual, dan masalah mengenai agama para
penyandang wanita tuna susila yang kurang terarah
supaya tidakterjerumus dalam lembah hitam
pelacuran/prostitusi di Jakarta timur.
2. Lusia Astrika 5220147784 (2016) Jurusan Ilmu
Politik, Fakultas Ilmu Social Universitas di Panegoro
7
Semarang, dengan judul “Fenomenologi Calon
Legeslatif (Caleg) Depresi Karena Kalah Dalam
Pemilu 2014” pembahasana dalan peneitian ini
menjelaskan tentang fenomena defresi caleg kalah
melihat dari konsep diri tentang kekuasaan dan motif
diri caleg yang depresi di kota Semarang.
3. Murti sari Puji Rahayu 10220040 (2014) Jurusan
Bimbingan Dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah
Dan Komunikasi Universitas Islam Negri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, dengan judul skripsi
“Bimbingan Mental Bagi Eks Penderita Psikotik Panti
Social Bina Karya Yaogyakarta”. Penelitina ini
menjelaskan tentang kegiata binaan mental bagi eks
psikotik melaluin bimbingan kegaamaan, bimbingan
kedisiplinan, dan layanan kesehatan jiwa, di Panti
Social Bina Karya Yogyakarta.
E. Tinjauan Teoritis
1. Pengertian Moetode

Metode adalah cara teratur yang digunakan


untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai
sesuai dengan apa yang dikehendaki, dan juga
merupakan cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna

8
mencapai tujuan yang direncanakan.2 Sehubungan
dengan upaya untuk dapat memahami obyek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.3

Kata ‘metode’ berasal dari bahasa latin,


methodus yang bermakna, cara atau jalan.4 Secara
etimologi, istilah metode berasal dari bahasa yunani
yang bermakna jalan.5 Kata ini terdiri dari dua suku
kata; metha dan hodas yang berarti suatu jalan
yang dilalui untuk mencapai tujuan.6 Menurut Arif
Burhan, “Metode menunjukkan pada proses,
prinsip serta prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati masalah dan mencari jawaban atas
masalah tersebut”.7 Senada dengan Arif Burhan, M.
Arifin mengatakan bahwa metode secara harfiyah
adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai
suatu tujuan yang diinginkan Dari definisi di atas

2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1988), Cet.Ke-1, Edisi ke Tiga, h. 740.
3
Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat
(Jakarta:PT.Gramedia, 1983), h 81.
4
Asman Ralby, Kamus Internasional, (Jakarta: Bulan Bintang: 1956), h.
318.
5
Mulia Tsg, Dkk, Ensiklopedia Indonesia jilid II, (Bandung: Van hoeve),
h. 928.
6
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. Ke-1, h. 50
7
Arif Burhan, Pengantar Metode Kualitatif, (Surabaya: Usaha nasional,
1992), h. 17.
9
dapat difahami bahwa metode dapat bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan.8

2. Pengertian bimbingan

Secara etimologis kata bimbingan merupakan


terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata
kerja “to guide” yang mempunyai arti
menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun
membantu. Sesuai dengan istilahnya, maka secara
umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu
bantuan atau tuntunan.9

Definisi bimbingan yang pertama dikemukakan


dalam Years‟s Book of Education 1955 yang
menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu proses
membantu individu melalui usahanya sendiri untuk
menentukan dan mengembangkan kemampuannya
agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan
kemanfaatan social.10

8
Syahidin, Metode Pendidikan Qur’ani: Teori dan Aplikasi,
(Jakarta:Misaka Galiza, 1999), Cet. Ke-1, h. 39
9
Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: Ciputat pers,
2002), h.3
10
Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta: Ciputat
pers, 2002), h.4
10
Bimbingan ialah suatu proses pemberian
bantuan yang terus menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai
kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan
diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam
mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuain diri dengan lingkungan.11

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan


kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang
agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi
pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup
lima fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh
pribadi mandiri, yaitu: (a) mengenal diri sendiri dan
lingkunagnnya, (b) menerima diri sendiri dan
lingkungannya secara positif dan dinamis, (c)
mengambil keputusan, (d) mengarahkan diri, dan
(c) mewujudkan diri12.

Secara terminologi, bimbingan adalah usaha


membantu orang lain dengan mengungkapkan dan
membangkitkan potensi yang dimilikinya. Sehingga

11
Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h.2.
12
Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), h.3.

11
dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan
untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan
optimal, yakni dengan cara memahami dirinya,
maupun mengambil keputusan untuk hidupnya,
maka dengan itu ia akan dapat mewujudkan
kehidupan yang baik, berguna dan bermanfaat
untuk masa kini dan masa yang akan datang.13

Adapun definisi bimbingan berikut ini akan di


kutipkan dan yang sudah dirumuskan para ahli,
yaitu:

a. Menurut Crow, bimbingan adalah “bantuan yang


diberikan oleh seseorang, yang memiliki
kepribadian baik dan pendidikan yang memadai
kepada seseorang individu dari setiap usia, untuk
menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan
hidupnya sendiri, dan memikul bebannya
sendiri”.14
b. Menurut W.S Winkel Bimbingan berarti
pemberian bantuan kepada sekelompok orang

13
Arifin. M. Ed, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, Cet, Ke-5 1994). h. 1
14
Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan
dankonseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet.Ke-2, h. 6

12
dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana
dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap
tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat
psikis (kejiwaan) bukan “pertolongan” financial,
media, dan lain sebagainya. Dengan adanya
bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi
sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan
menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah
yang akan dihapainya kelak ini menjadi tujuan
bimbingan. Jadi, yang memberikan bantuan
menganggap orang lain mampu menuntun
dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu
mungkin harus digali dan dikembangkan melalui
bimbingan.15
c. Stoops mengatakan bahwa bimbingan adalah
“suatu proses yang berlangsung terus menerus
dalam hal membantu individu dalam
perkembangannya untuk mencapai kemampuan
secara maksimal, dalam mengarahkan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi dirinya, orang lain
maupun masyarakat di sekitarnya”.

15
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), h.7
13
d. Menurut Miller, bimbingan adalah “bantuan
terhadap individu untuk mencapai pemahaman
dan pengarahan diri secara maksimal kepada
keluarga dan masyarakat”.16
Adapun tujuan dari bimbingan adalah agar individu
yang bersangkutan dapat:
a) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi,
perkembangan karir serta kehidupannya dimasa
yang akan datang.
b) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan
yang dimilikinya, seoptimal mungkin.
c) Menyesuaikan diri dengan lingkungan
pendidikan, lingkungan masyarakat, serta
lingkungan kerjanya.
d) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi
dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan
kerja.17
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,
seseorang harus mendapat kesempatan untuk,

16
M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling)
Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h.
6-7
17
M. Lutfi, MA, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling)
Islam, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008),
h.8
14
mengenal dan memahami potensi,kekuatan dan
tugas perkembangannya, mengenal dan memahami
potensi atau peluang yang ada dilingkungannya,
serta menentukan rencana tujuan hidupnya.18
3. Pengertian mental
Mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan
batin dan watak manusia yang bukan bersifat tenaga.19

Menurut Notosoedirjo dan Latipun, Kata mental


diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama
dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis,
jiwa atau kejiwaan. Jadi istilah mental hygiene
dimaknai sebagai kesehatan mental atau jiwa yang
dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya
usaha peningkatan.20

Mental itu adalah cara berfikir dan berperasaan


berdasarkan Nurani petunjuk yang berasal dari Agama,
petunjuk atau pedoman hidup.

18
Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan
dan Konseling, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet. Ke-2, h. 13
19
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998),
Cet, Ke-1, Edisi Tiga, h. 733.
20
Notosoedirjo & Latipun, (Penerjemah: Zakiah Daradjat), Kesehatan
Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1985), Cet, Ke-12.
15
Dalam istilah lain H.M Arifin menyatakan bahwa,
“arti mental adalah sesuatu kekuatan yang abstrak
(tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra
tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak
adalah hanya gejalanya saja dan gejala inilah yang
mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan ilmu jiwa
atau lainnya.21

Menurut Sigmund Freud, seorang bapa psikolog


dari aliran Psikoanalisa, kejiwaan seseorang terstruktur
atas tiga sistem pokok, yaitu:

a) Id (das es) adalah sistem kepribadian biologis yang


asli, berisikan sesuatu yang telah ada sejak lahir. Ia
merupakan reservoir energi psikis yang
menyediakan seluruh daya untuk sistem ego dan
super ego. Freud menyebut id dengan the true
psychic reality (kenyataan psikis yang
sebenarnya), karena id mempresentasikan dunia
batin pengalaman subjektif dan tidak mengenal
kenyataan objektif. Prinsip kerjanya adalah serba
merngejar kenikmatan (pleasure principle) yang
cenderung bersifat rasional, primitif, impulsif, dan

21
H. M Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Ruhaniah
Manusia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), Cet, Ke-2, h. 17

16
agresif. Untuk menghindari ketidaknikmatan maka
id mempunyai dua cara: pertama, refleks, yaitu
reaksi-reaksi otomatis dalam tubuh, misalnya
bersin, berkedip, dan sebagainya; kedua, proses
primer, yaitu reaksi psikologis yang menghentikan
tegangan melalui hayalan, seperti orang lapar
membayangkan makanan.
b) Ego (das ich) adalah aspek psikologis kepribadian
yang timbul karena kebutuhan organisme
memerlukan transaksi dengan kenyataan objektif.
Ego mengikuti prinsip kenyataan (reality
principle) yang bersifat rasional logis dan
reaksinya menurut proses skunder. Tujuan prinsip
ini adalah mencegah terjadinya ketegangan sampai
ditemukan suatu objek yang cocok untuk
pemuasan kebutuhan. Ego disebut eksekutif
kepribadian, karena ia mengontrol tindakan,
memilih lingkungan untuk memberi respon,
memuaskan insting yang dikehendaki dan berperan
sebagai arbitrator atau pengendali konflik antara
id dan super ego.
c) Super ego (das ueber ich) adalah aspek-aspek
sosiologis kepribadian yang mengintegrasikan
nilai-nilai moral dan cita-cita luhur. Ia

17
mencerminkan yang ideal bukan riil, mengejar
kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatian
utamanya adalah membedakan yang benar dan
yang salah dan memilih yang benar. Timbulnya
super ego ini bersumber dari suara hati
(conscience) sehingga fungsinya: merintangi
impuls-impuls seksual dan agresif yang
aktualisasinya sangat ditentang masyarakat,
mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang
moralitas daripada realistic, mengejar
kesempurnaan. Jadi super ego menentang ukuran
baik-buruk id ataupun ego, dan membuat dunia
menurut gambarannya sendiri yang tidak rasional
bahkan menunda dan merintangi pemuasan
insting.22
4. Pengertian Defresi
Depresi adalah merupakan salah satu gangguan
perasaan yang di tandai dengan perasaan sedih yang
berlebihan, murung, gangguan gejala tidur, tidak
bersemangat, merasa tidak berharga, merasa
kosong, dan tidak ada harapan (Kelleiat, B.A, 1996)

22
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey, Teori-teori Holistik Organismik
Fenomenologi, (Terjemahan: Yustinus, judul asli, Theories of Personality”,
Yogyakarta: Kanisius, 1993).

18
Sedangkan menurut Dr. Benhard R.S, Sp.KJ
depresi adalah gangguan mental yang meliputi
dengan munculnya rasa sedih yang
berkepanjangan, hilangnya minat akan semangat,
harga diri dan kepercayaan diri berkurang,
munculnya rasa bersalah dan perasaan tidak
berguna,pesimistis akan masa depannya,serta pada
akhirnya membayakan dirinya untuk melakukan
tindakan bunuh diri.
Menurut (Hennry A Murray 1991) bahwa
depresi merupakan persaan akan kehilangan
sesuatu hal seperti berpisah dengan barang,
seseorang, kehilangan status, dan kehilangan
sesuatu hal yang ia inginkan menimbulkan perasaan
sedih yang berkepanjangan.23
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai
defresi tentunya ada beberapa gejaga gangguan
psikosis. Gejala dan pola – pola gangguan psikosis
adalah sebagai berikut (Sobur, 2003: 348):
a) Reaksi “schizophrenic” yang menyangkut
proses emosional dan intelektual. Gejalanya
adalah sama sekali tidak mengacuhkan apa

23
Gerunga, W. A, Psikologi Sosial, (PT. ersco, Bandung. 1998).
h.35
19
yang terjadi di sekitarnya. Atau peran pribadi
yang berbelah dua (berkepribadian ganda).
b) Reaksi paranoid, seseorang selalu dibayang-
bayangi oleh hal – hal yang seolah – olah
mengancam dirinya. Oleh karena itu
seseorang akan menyerang atau agresif.
c) Reaksi afektif dan involutional, seseorang
merasakan adanya depresi yang sangat kuat.
Ada dua kategori gangguan psikosis, yaitu”
a) Schizophrenia yaitu gangguan psikotik berat
yang ditandai distorsi berat atas realitas,
menarik diri dari interaksi social,
disorganisasi, dan fragmentasi persepsi,
pikiran, dan emosi. Gangguan skizophrenia
berkembang secara pelan – pelan dan
tersembunyi, ciri umumnya meliputi: sifat
menyendiri, hilangnya perhatian terhadap
dunia sekitar secara bertahap, melamun secara
berlebihan, emosi yang menumpul, dan
tingkah laku yang tidak sesuai. Ditinjau dari
segi proses munculnya, dapat dibedakan:
schizophrenia proses yakni berkembang
secara pelan bertahap. Dan schizophrenia
reaktif, yakni yang muncul secara tiba – tiba

20
serta ditandai dengan kekacauan emosi yang
cukup berat.
b) Gangguan suasana hati, depresi yang parah
dan perubahan suasana hati seringkali
diasosiasikan dengan gangguan proses
berpikir dan halusinasi. Halusinasi dapat
diasosiakan dengan suasana hati penderita
yang mendalam.

F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Dan Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis


penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penulis
beralasan karena data dan informasi yang di teliti adalah
sekitar metode bimbingan mental pada caleg Defresi,
penulis hanya mendeskripsikan metode-metode bimbingan
mental yang dilaksanakan, kemudian menganalisanya
secara kualitatif.

Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang


menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang yang diamati.

2. Subjek Dan Objek Penelitian


a. Subjek Penelitian

21
Subjek penelitian ini Peneliti menetapkan pada
beberapa kriteria dalam menentukan subjek penelitian
dan mampu memberikan informasi, Didalam penelitian
ini penulis mengambil subjek penelitian, kalien yaysan
yang mengikuti kegiatan bimbingan mental.

b. Objek Penelitian

Objek adalah sasaran yang dituju dalam penelitian


setelah subjek di temukan, dalam penelitian ini
objeknya adalah metode bimbingan mental spiritual
yang di laksanakan diIslamic Spiritual Health Center
Madani Jakarta Timur.

3. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh24. Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan selebihnya adalah tambahan.25
Sehingga sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 2
(dua) sumber yang keduanya masing-masing menghasilkan
data-data. Dalam penelitian kualitatif deskriptif sumber
data yang diperoleh yaitu dari data primer dan sekunder.

24
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
Edisi Revisi 5, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 107.
25
Lexy Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet.ke-23, h.157.
22
a. Data primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari
para inrforman yang ada di pada waktu peneltian
dilakukan. Data primer ini juga diperoleh saat peneliti
mengamati langsung dan wawancara kepada subjek.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan
untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang
sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan
cepat. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data
sekunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta situs di
internet yang berkenaan dengan penelitian yang
dilakukan.26 Peneliti dapat mengumpulkan data dari
sumber-sumber yang ada, berupa data, dokumentasi,
dan lain sebagainya.

4. Teknik dan Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga
teknik pengumpulan data, antara lain sebagai berikut:
a. Wawancara
Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara
sebagai berikut. Wawancara adalah pertemuan dua

26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta), 2009, Cet. Ke 8, h. 137.
23
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam
suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin
melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden
yang lebih mendalam.27
Pada tahap ini peneliti akan mendeskripsikan
keseluruhan yang didapat dari hasil wawancara,
melalui deskripsi naratif, dan peneliti menggunakan
wawancara tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur
bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-
kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat
wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan, dan
kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik
sosial-budaya informan yang dihadapi.
b. Observasi atau pengamatan
Observasi atau pengamatan merupakan susunan
proses pengamatan dan ingatan baik biologis maupun
psikologis.28 Semua bentuk penelitian psikologis, baik

27
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),
(Bandung: CV Alfabeta, 2014), Cet. Ke-6, h. 316.
28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2011), Cet. Ke-14, h. 145.
24
kualitatif maupun kuantitatif mengandung aspek
observasi didalamnya yang diarahkan pada kegiatan
memerhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang
muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek
fenomena tersebut.29
Adapun observasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara mengamati kegiatan bimbingan mental
secara langsung berupa pastisipasi dalam aktivitas di
tempat penelitian, dan dalam pengumpulan data peneliti
memilih beberapa subjek yang menjadi kriteria dalam
penelitian ini. Peneliti memilih untuk mengamati dan
berinteraksi secara langsung terhadap subjek agar
memperoleh data yang lebih sesuai.

c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, legger, agenda dan sebagainya.30 Peneliti
mendokumentasikan kegiatan pembinaan agama Islam,

29
E. Kristi Perwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Perilaku Manusia,
(Depok: LPSP3-UI, 2011), Cet. Ke-4, h. 134.
30
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), edisi revisi IV, h. 236
25
serta mencari dokumen-dokumen tertulis lain yang
relevan dengan kebutuhan penelitian.

5. Teknik Analisis Data


Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan
bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan
kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan
mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.31
Untuk menganalisis data secara garis besar meliputi
bagian-bagian sebagai berikut:

a) Reduksi data (Data Reduction), berarti merangkum,


memilih hal-hal yang pokok dari data kasar yang
diperoleh di lapangan. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila

31
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),
(Bandung: CV Alfabeta, 2014), Cet. Ke-6, h. 332.
26
diperlukan. Kemudian data yang diperoleh selama
penelitian baik melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi kepada petugas dan anak berhadapan
hukum (ABH) di PSMP Handayani ditulis dalam
catatan yang sistematis.
b) Penyajian Data (Data Display), Miles dan Huberman
(1984) menyatakan bahwa yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah teks yang bersifat naratif. Selanjutnya
disarankan, dalam melakukan display data, selain
dengan teks naratif, juga dapat berupa grafik, matrik,
network (jejaring kerja), chart.
c) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing),
merupakan langkah yang terakhir dalam analisis data.
Penarikan kesimpulan didasarkan pada reduksi data.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawah rumusan masalah yang dirumuskan sejak
awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian di lapangan.32

32
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),
(Bandung: CV Alfabeta, 2014), Cet. Ke-6, h. 336-343.
27
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengacu pada
pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
karya Hamid Nasuhi dkk yang diterbitkan oleh CeQDA
(Center for Quality Development and Assurance) Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sistem
penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam enam bab:
BAB I : PENDAHULUAN. Isi BAB I merupakan
pendahuluan dari keseluruhan BAB yang ada pada skripsi ini.
BAB I terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika
Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI. BAB ini akan dipaparkan


mengenai teori-teori ataupum pepmabahsan yang berkaitan
dengan metode bimbingan mental terhadap caleg defresi.

BAB III : GAMBARAN UMUN PENELITIAN, BAB ini


akan dibahas mengenai gambaran secara umun tempat
dilakukan penelitian yang terdiri dari, Lokasi dan jadwal
penelitian, subjek dan objek penelitian, model penelitian.

BAB IV : ANALISI DAN TEMUAN PENELITIAN, pada


BAB ini akan diuraikan mengenai analisis focus masalah,
teknik pengambilan data, sumber data, fokus pengamatan

28
penelitian, teknik pemilihan informan, asumsi peneliti, teknik
analisa data, teknik pemeriksaan data, serta temuan yang ada
ketika melakukan penelitia.

BAB V : PEMBAHASAN. Bagian ini berisi uraian yang


mengaitkan latarbelakang, teori dan rumusaln masalah dari
penelitian.
BABA VI : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN.

29

Anda mungkin juga menyukai