Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SEMINAR 2

MODUL 1.11 (BIOETIKA)


Semester Ganjil 2019/2020 - Paralel 1

KELOMPOK B

NAMA NIM
Anastasia Stevany Dhira Audrey 040001900017
Andarini Joyowidarbo 040001900018
Andira Lusiana 040001900019
Andra Ghitha Pramesti Krishna 040001900020
Angela Winson 040001900021
Angela Audrey Natasya 040001900022
Annisa Nabilah Fattah 040001900023
Aqila Fildzah Safira Saldy 040001900024
Arlyn Laurensia 040001900025
Aryanto Bhagaskoro Prabowo 040001900026
Athaya Haura Khaerunnisa 040001900027
Audrey Anastasia Tedjo 040001900028
Audrey Aura Farhani 040001900029
Audrey Valencia 040001900030
Ayunda Adelia
040001900031
Beatrice Rosabel Sutanto 040001900032
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Bioetika (Modul 1.11)​ - ​tentang usaha tukang gigi​ ​ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas yang diberikan oleh para dosen pada mata kuliah ini. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Bioetika dan usaha tukang gigi
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah


memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 10 September 2019

Kelompok B

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................
1

DAFTAR ISI........................................................................................................... 2

BAB 1...................................................................................................................... 5

PENDAHULUAN....................................................................................... 5

1.1 Latar Belakang Masalah….................................................................... 5

1.2 Rumusan Masalah A............................................................................. 5

1.2.1 Apakah perlu izin dalam usaha tukang gigi dan siapa yang

harus mengeluarkan?........................................................................5

1.2.2 Sebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai usaha tukang gigi!...........................................................5

1.2.3 Sebutkan perawatan apa saja yang boleh dilakukan oleh

tukang gigi………………………………………………………....5

1.2.4 Apa akibat buruk yang dapat terjadi bila banyak orang

Memasang behel pada tukang gigi………………………………...5

1.3 Rumusan Masalah B…………………………….……………………..5

2
1.3.1 Kenapa pemasangan behel oleh tukang gigi dapat

Menimbulkan dampak yang buruk?.................................................5

1.3.2 Instansi mana yang berwenang untuk mengatur pekerjaan

tukang gigi…………………………………………………………6

1.3.3 Apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah korban pada

masyarakat akibat pekerjaan tukang gigi?.......................................6

1.3.4 Bagaimana pandangan menurut Humaniora, Antropologi,

Sosiologi, Pancasila, Kadeham, dan Filsafat Ilmu mengenai kasus

ini?....................................................................................................6

BAB 2...................................................................................................................... 7

PEMBAHASAN..........................................................................................7

2.1 Keperluan izin dalam usaha tukang gigi…….…..................................7

2.2. Peraturan perundang-undangan mengenai usaha tukang gigi...............8

2.3 Perawatan yang boleh dilakukan oleh tukang gigi................................ 9

2.4 Akibat buruk bila banyak orang memasang behel pada tukang gigi....12

2.5 Penyebab pemasangan behel oleh tukang gigi yang menimbulkan

dampak buruk……………………………………………………………13

2.6 Instansi yang mengatur kewenangan tukang gigi Pencegahan korban

pada masyarakat akibat pekerjaan dari tukang gigi……………………....14

3
2.7 Pandangan menurut Humaniora, Antropologi, Sosiologi, Pancasila,

Kadeham, dan Filsafat Ilmu mengenai kasus ini…....................................15

BAB 3.....................................................................................................................19

KESIMPULAN..........................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 25

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Tukang gigi bukanlah hal yang asing bagi masyarakat di Indonesia karena
di Indonesia banyak sekali orang yang membuka usaha tukang gigi. Namun,
pekerjaan tukang gigi sebenarnya tidak boleh disamakan dengan praktik dokter
gigi. Misalnya, seorang tukang gigi sebenarnya tidak boleh memasang behel atau
kawat gigi. Pemasangan behel seharusnya dilakukan oleh seorang dokter gigi.
Akan tetapi, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak menyadari hal
tersebut dan hanya tertarik dengan harganya yang murah dan tidak memperhatikan
kesehatan giginya. Selain itu, banyak juga tukang gigi yang tidak peduli dengan
konsumennya dengan bertindak semena-mena atau melakukan hal yang
sebenarnya bukan ahli di bidangnya. Maka dari itu, melalui makalah ini, akan
dibahas tentang usaha tukang gigi, peraturan apa yang mendasari usaha tukang
gigi ini, bahaya apa saja bila seorang tukang gigi memasang behel, dan kaitannya
dengan Pancasila, Kadeham, Filsafat ilmu, dan lain-lain.

1.2 RUMUSAN MASALAH A

1.2.1 Apakah perlu izin dalam usaha tukang gigi dan siapa yang harus
mengeluarkan?
1.2.2 Sebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai usaha
tukang gigi!
1.2.3 Sebutkan perawatan apa saja yang boleh dilakukan oleh tukang gigi?

5
1.2.4 Apa akibat buruk yang dapat terjadi bila banyak orang memasang behel pada
tukang gigi?

1.3 RUMUSAN MASALAH B

1.3.1 Kenapa pemasangan behel oleh tukang gigi dapat menimbulkan dampak
yang buruk?
1.3.2 Instansi mana yang berwenang untuk mengatur pekerjaan tukang gigi?
1.3.3 Apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah korban pada masyarakat
akibat pekerjaan dari tukang gigi?
1.3.4 Bagaimana pandangan menurut Humaniora, Antropologi, Sosiologi,
Pancasila, Kadeham, dan Filsafat Ilmu mengenai kasus ini?

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Apakah perlu izin dalam usaha tukang gigi dan siapa yang harus
mengeluarkan?

Dalam usaha tukang gigi diperlukan izin. Izin tersebut digunakan untuk
membatasi ruang lingkup tukang gigi yang tidak memiliki pengetahuan tentang
kesehatan gigi untuk tidak bertindak diluar pengetahuannya sehingga tidak banyak
orang yang menjadi korban dari tukang gigi tersebut.

Mengenai legalitas praktik tukang gigi ini sebenarnya sempat dicabut


dengan dikeluarkannya UU no 29 tahun 2004 dan juga ada peraturan menteri
kesehatan 1871/MENKES /PER/ IX/2011 tentang pencabutan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 tentang pekerjaan tukang gigi.
Pencabutan Peraturan tersebut berakibat pada tidak diberikannya izin berpraktik
maupun memperpanjang izin praktik tukang gigi. Namun, seiring berjalannya
waktu, lalu diajukan permohonan pengujian pasal 73 ke Mahkamah Konstitusi
dan Mahkamah Konstitusi ini mengabulkan permohonan ujian pasal 73 ayat 2 dan
pasal 78 UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dengan ini maka
tukang gigi mendapat izin lagi dalam melaksanakan usahanya.

Menurut ​Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia ​pasal 2 ayat 1,


“Semua tukang gigi yang menjalankan pekerjaan tukang gigi wajib mendaftarkan
diri kepada pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan
kabupaten/kota setempat untuk mendapat izin tukang gigi.” Jadinya, yang

7
mengeluarkan surat izin adalah pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas
kesehatan kabupaten/kota setempat.

2.2 Sebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai


usaha tukang gigi!

Di dalam Jurnal Unika dituliskan bahwa, dasar hukum pekerjaan tukang


gigi telah diatur oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan yang
mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53/DPK/1/K/1969 dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339/MENKES/PER/V/1989 tentang
Pekerjaan Tukang Gigi.

Pengertian tukang gigi dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


339/MENKES/PER/V/1989 adalah mereka yang melakukan pekerjaan di bidang
penyembuhan dan pemulihan kesehatan gigi yang tidak mempunyai pendidikan
berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran gigi serta tidak memiliki izin menteri
kesehatan untuk melakukan pekerjaannya.

Aturan lain mengenai tukang gigi juga dapat kita temukan di dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan,
Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi. Menurut Pasal 1 angka 1
Permenkes 39/2014, yang dimaksud dengan tukang gigi adalah setiap orang yang
mempunyai kemampuan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan.

Menurut Pasal 2 ayat 1 Permenkes 39/2014, semua tukang gigi yang


menjalankan pekerjaan tukang gigi wajib mendaftarkan diri kepada pemerintah
daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota setempat untuk
mendapat izin tukang gigi . Izin tukang gigi tersebut berlaku selama dua tahun dan

8
dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan, berdasarkan Pasal 2 ayat 3
Permenkes 39/2014.

UU no. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Dalam pasal 73 ayat (2)
yang berisi dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan
pelayanan seolah-seolah dr atau drg dengan STR & SIP. Selain itu, ada
pelanggaran pasal 73 ayat (2) ada dalam pasal 78 yaitu dikenakan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 150 juta.

Pekerjaan tukang gigi hanya dapat dilakukan apabila (Pasal 6 ayat (1)
Permenkes 39/2014):
a. tidak membahayakan kesehatan, tidak menyebabkan kesakitan dan kematian
b. aman
c. tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
d. tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat.
Pekerjaan tukang gigi tersebut hanya berupa (Pasal 6 ayat (2) Permenkes
39/2014):
a. membuat gigi tiruan lepasan sebagian dan penuh yang terbuat dari bahan heat
curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan
b. memasang gigi tiruan lepasan sebagian penuh yang terbuat dari bahan heat
curing acrylic dengan tidak menutupi sisa akar gigi.

2.3 Sebutkan perawatan apa saja yang boleh dilakukan oleh tukang gigi?

Sebelum dibuatnya peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor


39 tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan dan perizinan pekerjaan tukang
gigi, dibentuk peraturan menteri kesehatan republik Indonesia nomor
53/dpkk/i/k/69 dijelaskan bahwa kewenangan tukang gigi adalah sebagai berikut
1. Penambahan gigi vital tanpa pengobatan urat syaraf gigi.

9
2. Pembuatan prothesa gigi , yang dimana yang dimaksud di sini adalah
pembuatan gigi palsu sebagai alat bantu fungsional pengganti gigi
yang hilang akibat proses pencabutan atau trauma.
3. Pembuatan mahkota dan jembatan gigi ( ​crown and bridge​) ​crown
adalah pemasangan selubung gigi palsu di atas gigi yang rusak untuk
memperbaiki tampilan dan melindungi gigi dari kerusakan yang lebih
parah​. Bridge d​ igunakan sebagai jembatan untuk mengisi gigi yang
hilang
4. Pekerjaan laboratorium teknik gigi.

Jadi, pada intinya tukang gigi hanya memiliki kewenangan untuk membuat
alat yang digunakan untuk memperbaiki gigi seperti gigi palsu dan juga
memasang gigi palsu tersebut. Tapi tukang gigi tidak mempunyai kewenangan
untuk melakukan tindakan spesialistik seperti tindakan pencabutan gigi baik
dengan suntikan maupun tanpa suntikan, penambalan gigi dengan tambalan
apapun, perawatan ortodonti , menggunakan obat-obatan yang berhubungan
dengan bahan tambahan gigi, baik sementara ataupun tetap dan pembuatan
mahkota akrilik atau porselen. Apabila tukang gigi dalam melakukan
pekerjaannya menemui kasus di luar batas kemampuannya harus merujuk ke
sarana kesehatan atau dokter gigi terdekat yang memang sudah mempunya
ilmu-ilmu kedokteran.

Pada hakikatnya profesi tukang gigi dan profesi dokter gigi berbeda,
karena tukang gigi hanya mempelajari pembuatan gigi tiruan tanpa
mempertimbangkan hal-hal lain, sedangkan dokter gigi mempelajari semua
tentang gigi dan mulut termasuk jaringan-jaringan penyangga gigi. Ruang lingkup
dokter gigi adalah di daerah mulut dengan ilmu yang cukup banyak tentang gigi
dan rongga mulut serta hubungannya dengan organ di luar mulut. Tukang gigi
juga berbeda dengan tekniker gigi yang berprofesi membantu dokter gigi dalam

10
pekerjaan laboratorium. Tekniker gigi melakukan pekerjaan laboratorium dengan
pengawasan dan arahan dokter gigi dengan dasar pengetahuan tekniker gigi yang
didapatkan dari sekolah Akademi teknik/laboratorium Kedokteran Gigi, bukan
keahlian yang didapatkan secara otodidak atau turunan seperti tukang gigi.

Praktik tukang gigi merupakan salah satu praktik kesehatan dibidang


kesehatan gigi yang memiliki pengakuan dari pemerintah sebagai pengobatan
tradisional.Saat ini banyak tukang gigi yang melakukan praktik melampaui dari
batas kewenangannya. Kewenangan tukang gigi ini menjadi luas karena adanya
permintaan dari masyarakat, sehingga tukang gigi tidak hanya melakukan
pembuatan gigi palsu saja, tetapi tukang gigi juga mulai banyak yang berani
menawarkan jasa lain seperti pemasangan kawat gigi/behel ataupun melakukan
pencabutan gigi, walaupun tukang gigi tidak mempelajari langsung mengenai gigi
yang terdapat pada tengkorak manusia. Jadi, pada dasarnya tukang gigi tidak tahu
dan tidak mempelajari mengenai aspek medis terkait dengan alat-alat yang mereka
gunakan.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 339 /MENKES/PER/V/1989


tentang Pekerjaan Tukang Gigi disebutkan bahwa: “Tukang gigi adalah mereka
yang melakukan pekerjaan di bidang penyembuhan dan pemulihan kesehatan gigi
dan tidak mempunyai pendidikan berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran gigi
serta telah mempunyai izin Menteri Kesehatan untuk melakukan pekerjaannya.
Diatur pula wewenang seorang tukang gigi meliputi: a. membuat sebagian/seluruh
gigi tiruan dari aklirik; dan b. memasang gigi tiruan lepasan”.

Pekerjaan tukang gigi di luar wewenangnya dan secara tidak profesional


dengan tawaran biaya yang murah sangatlah berisiko bagi masyarakat penerima
jasa tukang gigi. Tukang gigi melakukan pekerjaan dengan menyediakan jasa

11
yang dijual kepada masyarakat sebagai konsumennya, maka tukang gigi dapat
dikatakan pelaku usaha sebagai penyedia jasa (penyelenggara usaha).
2.4 Apa akibat buruk yang dapat terjadi bila banyak orang
memasang behel padau tukang gigi?

Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Palembang, Sumatera


Selatan, drg. Erwan Nauval mengatakan, kawat gigi yang dipasang tidak sesuai
prosedur selain dapat menjadi penyebab gigi bergeser juga dapat menimbulkan
berbagai penyakit. Pemasangan kawat gigi seharusnya dilakukan oleh dokter gigi,
prosedur pemasangannya belum tentu memenuhi standar. Akibat pemasangan
kawat gigi yang mengakibatkan pemakai sulit mengunyah, juga menjadi rentan
menimbulkan radang gusi.

Praktek pemasangan kawat gigi oleh tukang gigi juga sangat ditentang
oleh PDGI. PDGI beralasan, pelayanan tukang gigi yang ada saat ini tidak
didasarkan pada pemahaman dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran gigi. Jika hal ini dilakukan oleh pihak yang tidak berkompeten, maka
dapat membawa efek samping yang lebih parah pada pasien. Efek itu mulai dari
infeksi ringan pada gusi sampai ke jaringan yang lebih dalam pada tulang yang
menyebabkan pembengkakan.

Dalam jurnal menjelaskan bahwa adanya dampak negatif dalam memakai


behel pada gigi ini sudah jelas akan dihadapi pada pemakainya yaitu munculnya
kuman dan bakteri karena kondisi gigi yang susah dibersihkan. Kuman dan bakteri
akan mudah sekali hidup di mulut, kuman akan mudah sekali terselip di sela-sela
behel jika tidak rajin memakai obat kumur. Lalu kuman dan bakteri yang hidup di
mulut akan menimbulkan bau mulut. Selain itu pemakaian behel gigi di tukang
gigi yang tidak berizin resmi atau ilegal untuk sekedar gaya semakin menambah
buruk resiko terkena penyakit menular. Hal ini disebabkan alat-alat yang

12
digunakan belum terjamin kebersihannya, apalagi langsung bersentuhan dengan
mulut. Yang paling berbahaya yaitu dapat menimbulkan hepatitis bahkan HIV.
Kawat logam yang dipasang pada gigi sering berbenturan dan dapat menyebabkan
luka kecil pada bibir dan bagian dalam pipi. Selain itu orang yang tidak memiliki
alergi sebelum mereka memakai behel gigi pun bisa berpotensi terkena alergi
setelah mereka memakainya.

2.5 Kenapa pemasangan behel oleh tukang gigi dapat menimbulkan dampak
yang buruk?

Pemasangan kawat gigi atau behel oleh tukang gigi kepada pasien sangat
berbahaya karena tukang gigi tidak memiliki kemampuan medis yang tepat
apalagi pemasangan behel pada gigi memerlukan treatment yang benar.
Pemasangan behel yang tidak tepat akan membuat dampak buruk kepada pasien
seperti struktur gigi pasien akan menjadi tidak teratur atau bahkan gusi pasien bisa
infeksi karena pemakaian alat yang tidak higienis.

Selain itu, infeksi gusi maupun penyakit menular juga bisa saja terjadi
karena peralatan tukang gigi yang tidak higienis dan pemasangannya tidak sesuai
standar. Penyakit ini dapat menjalar sampai ke jaringan yang ada di bawahnya,
seperti tulang penyangga gigi sehingga resiko pembengkakan, luka pada jaringan
sekitar dan bau mulut dapat timbul oleh karena hal tersebut. Maka pemasangan
kawat gigi yang dipasang oleh tukang gigi di tentang oleh PDGI (Persatuan
Dokter Gigi Indonesia). PDGI beralasan, tukang gigi yang saat ini ada tidak
didasari oleh pemahaman dan ilmu kedokteran gigi. Lalu, tukang gigi sendiri tidak
pernah mempelajari aspek medis yang terkait dengan alat kedokteran gigi. Oleh
karena itu, pemasangan kawat gigi dengan tukang gigi berdampak buruk bagi
penggunanya.

13
Pemasangan kawat gigi selain di dokter gigi spesialis ortodonti (spesialis
pemasangan kawat gigi) tentulah sangat tidak tepat dan menimbulkan resiko.
Mengapa demikian?, karena seorang “ahli gigi” tidak memiliki kemampuan klinis
yang terpadu dengan ilmu pengetahuan mengenai anatomi rongga mulut,
kesehatan, serta ilmu pendukung lainnya. Pemasangan kawat gigi tidak boleh
sembarangan, karena harus melalui berbagai prosedur pemeriksaan klinis dan
analisa yang cukup rumit, di antaranya analisa model gigi anda, analisa foto
rontgen panoramik dan cephalometrik. Kesimpulan dari hasil analisa tersebut
mencakup perlu dilakukan pencabutan atau tidak, pelebaran rahang atau tidak,
pengasahan gigi atau tidak, pemilihan alat dan bahan ortodonsia yang tepat, serta
perkiraan hasil akhir perawatan. Dampak yang sering ditimbulkan oleh
pemasangan behel ilegal antara lain rasa ngilu yang sangat menyiksa, kerusakan
email gigi, resiko infeksi karena penggunaan alat yang tidak steril, dan sampai
kegoyangan serta lepasnya gigi.

2.6 Instansi mana yang berwenang untuk mengatur pekerjaan tukang gigi?

Kewenangan tukang gigi yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan


Nomor 53/DPK/I/K/69 adalah sebagai berikut:
a. Penambahan gigi vital tanpa pengobatan urat syaraf gigi.
b. Pembuatan prothesa gigi.
c. Pembuatan mahkota dan jembatan gigi (crown and bridge).
d. Pekerjaan laboratorium teknik gigi.

Sementara menurut Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


339/MENKES/PER/V/1989 adalah sebagai berikut:
(2) Tukang gigi dalam melakukan pekerjaannya diberikan kewenangan dalam
hal:
b. Membuat gigi tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh;

14
c. Memasang gigi tiruan lepasan
(3) Tukang gigi dalam pemasangan gigi tiruan sebagaimana dimaksud huruf b
ayat (1) tidak menutupi sisi akar gigi.

Dalam peraturan yang terbaru yakni Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


1871/MENKES/PER/IX/2011 kewenangan tukang gigi yang diatur di Pasal 2 ayat
(2) kewenangan yang diberikan kurang lebih sama yaitu membuat gigi tiruan
lepasan dari akrilik sebagian atau penuh dan memasang gigi tiruan lepasan.

2.7 Apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah korban pada
masyarakat akibat pekerjaan dari tukang gigi?

Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen


adalah melalui peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu konsumen
pengguna jasa dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan,
Pengawasan dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi.

Oleh sebab itu diperlukan perlindungan hukum bagi konsumen agar


konsumen merasa aman dan nyaman dalam penggunaan barang dan atau jasa.
Selain itu juga pemerintah perlu melakukan pembinaan ataupun pengawasan
secara berkala terhadap praktik tukang gigi supaya dalam melakukan pekerjaan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dari barang dan/atau jasa


yang merugikan dapat dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi,

15
mengendalikan produksi, distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen
tidak dirugikan, baik kesehatannya maupun keuangannya. Peranan tersebut dapat
dikategorikan sebagai peranan yang berdampak jangka panjang sehingga perlu
dilakukan secara kontinu memberikan penerangan, penyuluhan, dan pendidikan
bagi semua pihak.

Jadi, perlindungan hukum bagi konsumen dan tukang gigi belum


terpenuhi. Hal ini terlihat dari konsumen jasa tukang gigi hanya dapat menikmati
hasil dari pekerjaan tukang gigi, tetapi tidak mengetahui adanya perlindungan
hukum bagi konsumen apabila dalam praktiknya tukang gigi melanggar aturan
yang telah ditetapkan. Kesadaran konsumen bahwa mereka memiliki hak dan
kewajiban serta perlindungan hukum atas mereka harus diberdayakan, mengingat
tindakan yang dilakukan oleh tukang gigi yang memiliki risiko terhadap praktik
pelayanan jasa yang dilakukannya. Selain itu tukang gigi dalam melakukan
pekerjaannya tidak dapat terlindungi oleh peraturan yang telah ditetapkan. Hal ini
disebabkan karena dalam melakukan praktik tukang gigi tidak sesuai dengan
ketentuan- ketentuan yang berlaku. Perlindungan hukum bagi tukang gigi sebagai
pelaku usaha maupun sebagai tenaga kesehatan dapat diterapkan apabila dalam
melakukan praktik sesuai dengan standar operasional prosedur.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI membuat Peraturan Menteri


Kesehatan (Permenkes) nomor 39 tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan
dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi. Permenkes itu dibuat untuk mencegah
terjadinya korban oknum tukang gigi yang saat ini banyak dilaporkan.

Pembinaan, Pengawasan, dan Perizinan Pekerjaan Tukang Gigi tercantum


pada Pasal 2 dan Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014.
Pada pasal 2, perizinan dimaksudkan sebagai legalisasi tukang gigi untuk
menjalankan pekerjaan sesuai kemampuan dan keahlian yang dimiliki tukang gigi.

16
Dalam pasal 10, pembinaan dimaksudkan agar tukang gigi mempunyai
pengetahuan dasar ilmu kedokteran gigi sehingga dapat menjalankan pekerjaan
sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjamin perlindungan kepada masyarakat.
Pembinaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut dapat berupa
supervisi secara berkala dan pengarahan dan/atau penyuluhan berkala.
Pengawasan dimaksudkan untuk mengontrol pekerjaan tukang gigi agar
menjalankan pekerjaan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah
dan memberikan sanksi kepada tukang gigi yang melanggar atau
menyalahgunakan pekerjaannya.

Salah satu permasalahan yang muncul dari oknum tukang gigi tersebut
adalah terjadinya infeksi karena pemasangan gigi secara permanen. Infeksi yang
terjadi di antaranya abses leher dalam yang diakibatkan dari kesalahan
pemasangan gigi palsu oleh oknum tukang gigi.

Dalam Pasal 6 Permenkes 34/2014 disebutkan pekerjaan tukang gigi hanya


membuat dan memasang gigi tiruan lepasan sebagian atau penuh yang terbuat dari
bahan heat curing acrylic yang memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan dengan
tidak menutupi sisa akar gigi.

Untuk mencegah korban pada masyarakat, kita bisa:


-Memberikan penyuluhan kepada masyarakat
-Mengawasi pekerjaan dokter gigi
-Meningkatkan pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat
-Peningkatan Sosialisasi Jamkesmas

Seperti yang telah dituliskan pada Pasal 6 Permenkes 34/2014 maka,


tukang gigi dilarang melakukan pekerjaan di luar pekerjaan yang telah ditentukan.

17
Dalam banyak kasus, oknum tukang gigi melakukan pekerjaan di luar ketentuan
tersebut seperti pencabutan gigi dan pemasangan kawat.
Masyarakat pun banyak memilih tukang gigi daripada dokter gigi di
Puskesmas atau rumah sakit karena harga lebih murah. Harga gigi palsu di dokter
gigi berbahan fleksi sekira Rp. 1 juta, berbahan akrilik sekira Rp. 600 ribu.
Sementara itu di tukang gigi, gigi palsu dipatok sekira Rp. 200 ribu/gigi, bahkan
Rp. 1 juta/set gigi.

Selain itu, terkait pemasangan kawat gigi, harus melalui proses rontgen
gigi terlebih dahulu kemudian pencetakan struktur gigi, pencabutan gigi, dan
pemasangan kawat. Setelah itu diperlukan penggantian karet mulai dari 2 minggu
sekali. Masyarakat diimbau tidak sembarangan memilih dokter gigi, pemeriksaan,
pemasangan, atau pencabutan gigi lebih baik dilakukan oleh ahlinya baik di
Puskesmas atau di rumah sakit.

drg. Widya Apsari, Sp. PM, spesialis penyakit mulut memberikan


penjelasan resiko perawatan ortodonti yang dilakukan di tukang gigi. Dari
pemakaian behel misalnya, para tukang gigi tak mengetahui hitungan pasti
kekuatan kawat gigi yang dipasang. Akibatnya, gigi dapat melenceng, bahkan
lepas, dan membuat bentuk rahang jadi tak proporsional. Lalu pada pemasangan
veneer dengan pengeleman yang tidak tepat, atau langsung menempel akrilik
tanpa melihat masalah gigi lain, seperti ompong atau karang gigi. Tindakan
tersebut bisa mengakibatkan pembengkakan gusi dan infeksi menahun.

Pada jurnal ilmiah disebutkan agar pemerintah melakukan pengawasan


secara berkala dan berkelanjutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan
berkoordinasi dengan pemerintah daerah terhadap tempat-tempat praktik tukang
gigi. Bentuk pengawasan ini dapat dilakukan terhadap masalah perizinan dan
terutama mengenal kewenangan dari tukang gigi tersebut. Kemudian, pemerintah

18
hendaknya melakukan pengawasan pembinaan terhadap tukang gigi yang ada
dengan cara memberikan pendidikan bagi tukang gigi tersebut agar tidak terjadi
penyelewengan wewenang yang telah diatur dalam perundang-undangan.

2.8 Bagaimana pandangan menurut Humaniora, Antropologi, Sosiologi,


Pancasila, Kadeham, dan Filsafat Ilmu mengenai kasus ini?

Pandangan menurut Pancasila :

Dalam melakukan usahanya, pekerjaan tukang gigi juga dapat dikaitkan


dengan Pancasila. Dalam sila pertama disebutkan :”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam hal ini, bukan hanya saja harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
tetapi juga harus menaati perintah-perintah dan larangan-laranganNya. Dalam
setiap agama dan kepercayaan pasti mengajarkan untuk mengasihi dan tidak
merugikan sesama. Oleh sebab itu, dalam menjalankan usahanya, tukang gigi
harus tidak boleh merugikan orang lain dengan mengikuti batasan yang berlaku.

Dalam sila kedua disebutkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.


Dalam melaksanakan usahanya, tukang gigi tidak boleh bertindak semena-mena
dan hanya mementingkan penghasilan saja, namun seorang tukang gigi haruslah
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dengan memperlakukannya secara adil dan
beradab, serta mencintai sesama manusia.

Dalam sila ketiga disebutkan “persatuan Indonesia”. Maka dalam hal ini,
tukang gigi harus menjalankan usahanya sesuai dengan aturan-aturan yang
berlaku sehingga tidak terjadi keributan atau bentrok dengan pihak lain, misalnya
dokter gigi. Dengan demikian, maka persatuan di Indonesia akan tetap terjamin
dan Negara Indonesia menjadi aman.

Dalam sila keempat disebutkan “Kerakyatan yang dipimpin hikmat


kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dalam sila ini, tukang gigi

19
tidak boleh mementingkan kepentingan sendiri, melainkan harus mementingkan
kepentingan Negara dan masyarakat. Kalaupun terjadi perbedaan pendapat dengan
pihak lain misalnya konsumen atau dokter gigi, harus diselesaikan dengan cara
kekeluargaan atau musyawarah.

Dalam sila kelima disebutkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat


Indonesia”. Setiap tukang gigi boleh melakukan usahanya seperti yang tercantum
dalam aturan permenkes, sehingga tukang gigi juga dapat memperoleh
penghidupan yang layak. Namun, dalam menjalankan tugasnya, harus
menghormati hak-hak orang lain dan tujuan dari setiap tindakannya adalah untuk
menolong sesama.

Pandangan menurut filsafat ilmu :

Filsafat ilmu pada dasarnya adalah suatu telaah kritis terhadap metode
yang digunakan untuk mengkaji ilmu tertentu, baik itu secara empiris maupun
rasional. Berdasarkan urutan sejarah pengetahuan yaitu mitos, seni terapan,
rasionalisme, empirisme, metode eksperimen, dan metode ilmiah. Dunia kita
sekarang telah mencapai pada masa metode ilmiah, seharusnya dengan data-data
dan pengetahuan yang semakin berkembang, masyarakat bisa lebih kritis dan
lebih mengerti tentang suatu keadaan yang terjadi di sekitarnya salah satu
kejadiannya adalah pemasangan behel oleh tukang gigi yang sangat beresiko.
Masyarakat seharusnya mengetahui akibat-akibat atau dampak-dampak yang akan
terjadi jika memasang behel pada tukang gigi

Pandangan menurut kadeham:

20
Menurut Buku Pendidikan Kadeham karangan H.A. Prayitno dan Trubus
Rahadiansah P. Kadeham merupakan singkatan dari Kebangsaan, Demokrasi, dan
Hak Asasi Manusia. Pendidikan kadeham dalam arti luas merupakan proses yang
berkaitan dengan upaya pengembangan diri seseorang pada tiga aspek dalam
kehidupannya yaitu pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup.

Kasus ini berhubungan dengan HAM karena menurut respotitory.UNIKA bahwa


tukang gigi hanya mempelajari pembuatan gigi tiruan tanpa mempertimbangkan
hal-hal lain sehingga sebenarnya kewajiban tukang gigi hanya membuat dan
memasang gigi tiruan lepas. Namun saat sekarang tukang gigi banyak yang
menyediakan jasa pemasangan kawat gigi sehingga hal ini bisa dikatakan
menyimpang dari kewajibannya. Tukang gigi pun seharusnya mencari informasi
tentang pekerjaannya dan sadar bahwa pekerjaannya hanya membuat dan
memasang gigi tiruan lepas karena hal ini telah diatur dalam peraturan Menteri
Kesehatan nomor 39 tahun 2014 pasal 1 angka 1. Selain itu jika dilihat dari
masyarakat memasang kawat gigi di tukang gigi sebenarnya hak mereka untuk
memilih, terlebih lagi biaya yang dikeluarkan untuk memasang kawat gigi di
tukang gigi lebih terjangkau daripada di dokter gigi. Namun sebelum itu
masyarakat seharusnya mencari informasi terlebih dahulu tentang pemasangan
kawat gigi di tukang gigi apakah akan berdampak baik atau berdampak buruk
terhadap kesehatan giginya.

Pandangan menurut Sosiologi:

Dalam kasus ini masyarakat masih belum menyadari resiko besar yang
dapat terjadi dengan memasang behel di tukang gigi karena tidak adanya
dorongan sosial. Maksudnya adalah tidak adanya kesadaran dari masyarakat itu

21
sendiri akan besarnya dampak buruk pemasangan behel di tukang gigi bukannya
di dokter gigi. Selain itu juga adanya faktor penghalang suatu perubahan, yaitu:

1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain


2. Perkembangan ilmu pengetahuan lambat
3. Sikap masyarakat yang tradisional
4. Adanya kepentingan yang tertanam kuat
5. Rasa takut akan kegoyahan integrasi kebudayaan
6. Sikap yang tertutup
7. Hambatan yang bersifat ideologis
8. Adat atau kebiasaan
9. Fatalisme

Pandangan menurut Antropologi:

Antropologi merupakan ilmu tentang ciri fisik dan sosial dari manusia
secara fisik masyarakat harus tahu dampak buruk dari memasang behel di tukang
gigi. Misalnya, seperti struktur gigi yang pada awalnya tidak ada masalah namun
setelah dipasang behel di tukang gigi malah menyebabkan struktur gigi menjadi
rusak, sehingga hal tersebut akan merugikan si pasien sendiri. Maka dari itu,
secara sosial, ada baiknya masyarakat diberi penyuluhan akan bahayanya
memasang behel gigi di tukang gigi. Selain itu, dokter gigi dan tukang gigi dapat
saling bekerjasama satu sama lain di bidangnya masing-masing sehingga tidak
merugikan pihak manapun.

Pandangan menurut Humaniora :

22
Dalam 5 aspek tujuan berbangsa dan bernegara, terdapat sosialitas yang
memiliki makna sebagai kesejahteraan masyarakat,dimana kondisi masyarakat itu
damai. Dalam kasus ini, masyarakat memilih jalur alternatif yaitu pergi ke tukang
gigi, dimana dari segi ekonomis memiliki keuntungan harga yang lebih murah,
tetapi tanpa berpikir panjang mengenai dampak buruk yang akan didapat setelah
dikenai tindakan terhadapnya. Dampak buruk yang ditimbulkan dari pemasangan
kawat gigi sembarangan yaitu mengganggu kondisi kesejahteraan masyarakat.
Selain daripada itu, dari 5 aspek tujuan berbangsa dan bernegara ini, tukang gigi
harus memperlakukan pasiennya sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
yakni melaksanakan praktek sesuai dengan kewenangannya.

23
BAB III

KESIMPULAN

Pemasangan behel di tukang gigi merupakan hal yang melanggar hukum


karena menurut Permenkes No. 399/ Menkes/Per/V/1989 tentang Pekerjaan
Tukang Gigi telah menjelaskan bahwa wewenang tukang gigi hanya membuat
tiruan lepasan dari akrilik sebagian atau penuh dan memasang gigi tiruan lepasan.
Dalam usaha tukang gigi diperlukan izin. Izin tersebut digunakan untuk
membatasi ruang lingkup tukang gigi yang tidak memiliki pengetahuan tentang
kesehatan gigi untuk tidak bertindak diluar pengetahuannya sehingga tidak banyak
orang yang menjadi korban dari tukang gigi tersebut. Selain itu, dari segi budaya
dan perilaku masyarakat juga harus diubah dengan memberi penyuluhan tentang
usaha tukang gigi. Dengan dilakukannya hal ini, tentunya dapat mewujudkan
salah satu tujuan negara kita dan juga sekaligus mengamalkan Pancasila, yaitu
dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

24
DAFTAR PUSTAKA

https://fh.unram.ac.id › uploadsPDFWeb resultsJURNAL ILMIAH EKSISTENSI


TUKANG GIGI SEBAGAI PELAYAN KESEHATAN TRADISIONAL
DITINJAU DARI HUKUM KESEHATAN ... - Fakultas Hukum UNRAM -
Universitas Mataram

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENERIMA


LAYANAN ORTODONTI OLEH TUKANG GIGI BERDASARKAN HUKUM
PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN HUKUM KESEHATAN
Oleh Flavia Pinasthika , ui juli 2012
Mohammad Iqbal. 2017. Eksistensi Tukang Gigi sebagai Pelayan Kesehatan
Tradisional Ditinjau dari Hukum Kesehatan [Jurnal Ilmiah]. Mataram (ID) :
Universitas Mataram.

http://repository.unika.ac.id/15015/2/13.93.0079%20drg.%20Febia%20Astiawati
%20Sugiarto%20BAB%20I.pdf

http://digilib.unila.ac.id/31702/3/TESIS%20TANPA%20BAB%20PEMBAHASA
N.pdf

http://repository.unpas.ac.id/41838/1/BAB%20III.pdf

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2014/bn1098-2014.pdf

25
Jurnal Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya dalam
mengatasi Persoalan Kebangsaan.

​http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts7fe36c1ae0full.pdf

http://blog.unnes.ac.id/prestia/2015/11/04/antropologi-kesehatan/

http://repository.unika.ac.id/15015/2/13.93.0079%20drg.%20Febia%20Astiawati
%20Sugiarto%20BAB%20I.pdf

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20313656-S43783-Perlindungan%20hukum.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai