Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH FISIOTERAPI TUMBUH KEMBANG

“PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TORTIKOLIS ”

OLEH :

NAMA : SUCI AULIYA RUSTAN

NIM : PO713241201045

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

JURUSAN FISIOTERAPI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Sebagai penulis tiada kata yang pantas untuk diucapkan selain rasa syukur dan terima
kasih yang tak terhingga kehadirat Allah SWT atas anugerah yang telah diberikannya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas ini.
Sangat disadari laporan ini diselesaikan hanya dengan petunjuk dari Allah SWT.
penulis juga menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan dan banyak
keterbatasan sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat
konstruktif dan membangun sehingga terarah pada kesempurnaan tulisan ini kemudian dapat
menjadikan pembelajaran kepada penulis pada tugas-tugas selanjutnya.
Akhir kata penulis sangat mengharapkan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sebagai bahan referensi dan pembelajaran dikemudian hari. Penulispun
mengharapkan agar laporan ini juga dapat menjadi pemandu dalam pembuatan tugas-tugas
selanjutnya.

Makassar, 16 September 2022

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 5
A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 5
C. Tujuan Makalah ..................................................................................................................... 5
D. Manfaat Makalah................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 7
1. Anatomi Fisiologi Tortikolis .................................................................................................... 7
2. Definisi Tortikolis ................................................................................................................. 14
3. Etiologi Tortikolis ................................................................................................................. 15
4. Patologi Tortikolis ................................................................................................................ 15
5. Gambaran Klinis ................................................................................................................... 16
BAB III PROSES ASSESMEN FISIOTERAPI ........................................................................................... 17
A. Identitas Pasien ................................................................................................................... 17
B. Anamnesis (Auto/Hetero) .................................................................................................... 17
C. Anamnesis Sistem ................................................................................................................ 17
D. Inspeksi/ Obsevasi ............................................................................................................... 18
E. Pemeriksaan Fisioterapi ....................................................................................................... 18
1. Pemeriksaan Fisik................................................................................................................. 18
2. Pemeriksaan Spesifik ........................................................................................................... 20
3. Diagnosa Fisioterapi ............................................................................................................. 21
4. Problematik Fisioterapi ........................................................................................................ 21
BAB IV PROSEDUR INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI ........................................................... 22
A. Rencana Intervensi Fisioterapi ............................................................................................. 22
B.Strategi Intervensi Fisioterapi ................................................................................................... 22
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi ........................................................................ 23
D. Hasil Evaluasi Akhir .............................................................................................................. 25
E. Edukasi Dan Komunikasi ...................................................................................................... 26
BAB V PENUTUP ............................................................................................................................. 27
A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 27
B. Saran ................................................................................................................................... 27

3
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 28

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah utama bayi baru lahir adalah masalah yang sangat spesifik yang terjadi pada
masa perinatal serta dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Timbulnya masalah pada
masa perinatal akibat kondisi kesehatan ibu yang jelek, perawatan selama kehamilan yang
optimal, menanganan persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta neonatal yang tidak
adekuat (Hasan, 2002), Salah satu permasalahan yang terjadi pada perinatal adalah torticollis.
Torticollis (bahasa Latin: Torquere, tortio- putar, collum leher), terjadi akibatan trauma
persalinan biasanya pada bayi lahir letak sungsang Bila dilakukan traksi (tarikan) pada kepala
untuk melahirkan bayi terjadi cedera pada muskulus sternokleidomastoideus (otot yang
menyilang leher dari telinga ke depan dada). yang menimbulkan hematoma sehingga terjadi
pemendekan otot akibat fibrosis Cedera pada muskulus sternokleidomastoideus dapat terjadi
pada setiap cara penarikan bayi Selainan trauma persalmam juga bisa disebabkan malposts intra
uteri. Torticollis banyak terjadi pada wanita dari pada laki-laki Penderita yang mengalami
penyakit ini akan menunjukkan adanya kepala dan wajah yang asimetri pada congenital
muscular torticollis dan pada aquired torticollis tidak disertai wajah yang asimetris dan biasanya
disebabkan oleh kebiasaan sikap dalam aktivitas dalam kurun waktu yang cukup lama (Tandiyo
2012)

Berdasarkan data Statistik di Indonesia menunjukkan I dari 300 bayi lahir dengan
tortkolis otot bawaan Kelaman ini lebih sering terjadi pada anak pertama Tortikolis terjadi pala
0.4% dari seluruh kelahiran 3 untuk torticollic muscular nonkongenital, rata-rata terjadi pada
usia 40 tahun Perempuan lebih sering terkena dengan perbadingan 21 dibandingkan laki Laki
(Putri 2010).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Tortikolis ?

C. Tujuan Makalah

1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus


Tortikolis
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pemeriksaan Fisioterapi pada kasus Tortikolis

5
b. Untuk mengetahui diagnosis Fisioterapi pada kasus Tortikolis
c. Untuk mengetahui problematik Fisioterapi pada kasus Tortikolis
d. Untuk mengetahui intervensi Fisioterapi pada kasus Tortikolis
e. Untuk mengetahui hasil dan evaluasi Fisioterapi pada kasus Tortikolis

D. Manfaat Makalah

1. Manfaat Ilmiah
Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa dan institusi dapat
mengembangkan dan menambah wawasan mengenai Tortikolis dan cara
penanganannya.
2. Manfaat Praktisi
a. Manfaat bagi penulis
Hasil makalah ini dapat menambah pengetahuan mengenai cara
penanganan Tortikolis diharapkan dengan adanya makalah ini dapat
bermanfaat bagi kedepannya.
b. Manfaat bagi masyarakat
Hasil makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai Tortikolis dan bagaiaman cara penatalaksanaannya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Fisiologi Tortikolis

1. Anatomi Vertebra
Tulang vertebra adalah sekumpulan tulang yang tersusun dalam columna
vertebralis yang berfungsi untuk menjaga tubuh pada posisi berdiri di atas dua kaki.
Garis berat tubuh manusia di kepala berawal dari vertex, diteruskan melalui
columna vertebralis ke tulang panggul yang selanjutnya akan meneruskan lagi ke
tungkai melalui acetabulum. Dalam menjalankan fungsinya menahan berat badan,
tulang-tulang vertebrae diperkuat oleh ligamen dan otot-otot yang sekaligus
mengatur keseimbangan gerakannya. Columna vertebralis dibentuk oleh
serangkaian tulang vertebra yang teridiri dari 7 buah vertebrae cervicales, 12 buah
vertebrae thoracicae, 5 buah vertebrae lumbal, os sacrum dan coccyx. Os sacrum
merupakan penyatuan dari 5 buah vertebrae sacrales, dan coccyx terdiri dari 4 buah
vertebrae coccyeae. Dengan demikian dikatakan bahwa columna vertebralis
dibentuk oleh 33 buah tulang vertebra (Wibowo, 2009).

Tulang-tulang vertebra pada columna vertebralis membentuk curva lordosis dan


kifosis secara bergantian jika dilihat pada bidang sagital. Segmen cervical dan
lumbal membentuk kurva lordosis dimana derajat lordosis pada segmen cervical
lebih kecil dari pada derajat lordosis pada segmen lumbal. Pada segmen thoracic
dan sacrococcygeal memebentuk kurva kifosis. Posisi kurva pada posisi netral
tersebut bukanlah posisi yang mutlak.Antara ruas-ruas tulang vertebra dihubungkan
oleh discus intervertebralis yang memungkinkan untuk terjadinya gerakan secara
dinamis (Neumann, 2002).

7
2. Vertebra Cervical
Tulang vertebra cervical memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau
procesus spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali
tulang ke-2 dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan
urutannya dari C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus
seperti C1 atau atlas, C2 atau aksis. Setiap mamalia memiliki 7 tulang punggung
leher, seberapapun panjang lehernya (Wibowo, 2009). Tulang belakang cervical
terdiri dari 7 vertebra. Pertama 2, C1 dan C2, sangat khusus dan diberi nama yang
unik: atlas dan sumbu, masingmasing. C3-C7 adalah tulang lebih klasik, memiliki
tubuh, pedikel, lamina, proses spinosus, dan sendi facet. C1 dan C2 membentuk
seperangkat unik artikulasi yang memberikan mobilitas yang besar untuk tulang
tengkorak. C1 berfungsi sebagai cincin dimana tengkorak bersandar pada dan
berartikulasi pada sendi poros dengan dens atau odontoid prosesus dari C2. Sekitar
50% dari ekstensi fleksi cervical terjadi antara oksiput dan C1; 50% dari rotasi leher
terjadi antara C1 dan C2. Tulang belakang cervical jauh lebih mobile daripada
tulang belakang pada daerah toraks atau lumbal . Berbeda dengan bagian lain dari
tulang belakang, tulang belakang cervical memiliki foramen melintang di setiap
tulang belakang untuk arteri vertebralis yang memasok darah ke otak. Tulang
belakang cervical terdiri dari 7 vertebra pertama , disebut sebagai C1-7 (lihat
gambar di bawah). Ini berfungsi untuk memberikan mobilitas dan stabilitas pada
kepala yang berhubungan ke tulang belakang dada yang relatif tidak bergerak.
Tulang belakang cervical dapat dibagi menjadi 2 bagian: atas dan bawah. (Wibowo,
2009).

8
3. Tulang Belakang cervical bagian atas
Tulang belakang cervical bagian atas terdiri dari atlas (C1) dan axis (C2). 2
vertebra ini sangat berbeda dari tulang belakang cervical lainnya (lihat gambar di
bawah).

a. Atlas (C1)
Atlas adalah vertebra berbentuk cincin dan tidak memiliki body, tidak
seperti tulang belakang lainnya. bagian seperti body pada atlas merupakan
bagian dari C2, di mana disebut prosesus odontoid, atau dens. Prosesus
odontoid berikatan kuat dengan bagian posterior dari lengkung anterior atlas
oleh ligamentum transversus, yang menstabilkan sendi atlantoaxial.
Ligamen Apikal, alar, dan transverssus memungkinkan rotasi tulang
belakang, 1.3 Cervical Vertebra 1.4 Tulang belakang cervical. Catatan atlas
berbentuk unik dan axis (C1 dan C2). memberikan stabilisasi lebih lanjut
dan mencegah perpindahan posterior dari dens dalam kaitannya dengan
atlas (Kurniasih, 2011). Atlas ini terdiri dari lengkungan tebal di bagian
anterior, lengkungan yang tipis di bagian posterior, 2 lateral mass yang
menonjol, dan 2 prosesus transversus. Foramen transversus, di mana arteri
vertebralis lewat dan ditutupi oleh prosesus transversus. Menurut aturan
sepertiga dari Steele, di tingkat atlas, prosesus odontoid, ruang
subarachnoid, dan sumsum tulang belakang masingmasing menempati
sepertiga dari wilayah kanal tulang belakang (Kurniasih, 2011).

9
b. Axis (C2)
Axis ini memiliki tubuh vertebral yang besar, yang berisi prosesus odontoid
(dens). Prosesus odontoid berartikulasi dengan lengkungan anterior atlas
melalui bagian anterior facet artikulasi dan ditahan pada tempatnya oleh
ligamentum transversus. axis ini terdiri dari vertebral body, pedikel yang
berat, lamina, dan proses transversus, yang berfungsi sebagai titik
perlekatan untuk otot. axis berartikulasi dengan atlas melalui faset artikular
superior, yang cembung dan menghadap ke atas dan ke luar (Kurniasih,
2011).
c. Embryologi
Menurut Sudaryanto (2004), C2 memiliki perkembangan embryologic
yang kompleks. Ini berasal dari 4 pusat osifikasi: 1 untuk tubuh, 1 untuk
prosesus odontoid, dan 2 untuk lengkungan saraf. Prosesus odontoid berfusi
pada bulan kehamilan ketujuh. Saat lahir, ruang diskus tulang rawan
vestigial yang disebut synchondrosis neurocentral memisahkan prosesus
odontoid dari bodi C2. Synchondrosis ini terlihat hampir pada semua anak
usia 3 tahun dan tidak ada pada mereka yang berusia 6 tahun. Bagian apikal
dens 12 mengeras pada usia 3- 5 tahun dan berfusi dengan seluruh struktur
sekitar usia 12 tahun.
d. Vaskularisasi
Ada jaringan anastomotic arteri yang luas di sekitar dens, diberi makan
oleh bagian anterior dan posterior ascending arteri yang berpasangan yang
timbul dari arteri vertebralis sekitar level C3 dan arcade arteri karotid dari
dasar tengkorak. Anterior dan posterior arteri ascending mencapai dasar
dens melalui ligamen aksesori dan berjalan ke arah cephalad di pinggiran
untuk mencapai ujung dari prosesus.
e. Ligament
Ligamen internal memiliki 5 komponen, sebagai berikut :
1. Ligamentum transversus memegang prosesus odontoid di tempat
terhadap atlas posterior, yang mencegah subluksasi anterior pada C1
pada C2.
2. Ligamen aksesori muncul dari bagian posterior dan dalam
hubungannya dengan ligamentum transversus dan menyelip ke
dalam aspek lateral dari atlantoaxial sendi ligamentum apikal

10
terletak bagian anterior dari bibir foramen magnum dan berinsersi
ke puncak prosesus odontoid.
3. Ligamen alar yang berpasangan mengamankan puncak dari
odontoid ke foramen magnum bagian anterior.
4. Membran tectorial merupakan kelanjutan dari ligamentum
longitudinal posterior ke batas bagian anterior dari foramen
magnum.
5. 3 cm x 5 mm dari atlantoaxial aksesori ligamen tidak hanya
menghubungkan atlas dengan aksis tetapi juga terus ke arah
cephalad ke tulang oksipital; secara fungsional, menjadi lebih
maksimal menegang dengan 5-8 ° rotasi kepala, lemah dengan
ekstensi cervical, dan maksimal menegang dengan 5-10 ° untuk
fleksi cervical. Hal ini terlihat berpartisipasi dalam stabilitas
craniocervical, perbaikan di masa depan pada magnetic resonance
imaging (MRI) dapat menyebabkan apresiasi yang lebih baik dari
struktur dan integritas ligamen ini.
4. Tulang Belakang Cervical Bagian Bawah
5 vertebra cervikal yang membentuk tulang belakang cervical bagian bawah ,
C3-C7, mirip satu sama lain, tetapi sangat berbeda dari C1 dan C2. Masing-masing
memiliki vertebral body yang cekung pada permukaannya superiornya dan
cembung di permukaan inferiornya (lihat gambar di bawah). Pada permukaan
superior dari body terdapat prosesus yang menonjol ke atas seperti kait yang disebut
prosesus uncinate, yang masing-masing berartikulasi dengan daerah yang tertekan
pada aspek lateral inferior body pada vertebral superior, yang disebut echancrure
atau anvil (Kurniasih, 2011). Sendi ini dapat berkembang menjadi Proses spinosus
dari C3-C6 biasanya bifida, sedangkan proses spinosus C7 biasanya nonbifid dan
agak bulat di ujungnya. osteophytic Spurs, yang dapat mempersempit foramen
intervertebralis (Kurniasih, 2011).
a. Kolumns Anterior and posterior
Tulang belakang cervical subaxial dengan mudah dapat dibagi menjadi
kolom bagian anterior dan posterior. Kolom bagian anterior terdiri dari body
vertebral cervical yang khas diapit antara diskus yang mendukung.
Permukaan bagian anterior diperkuat oleh ligamentum longitudinal bagian
anterior sedangkan bagian posterior vertebral body oleh ligamentum

11
longitudinal posterior, yang keduanya berjalan dari aksis ke sakrum
(Kurniasih, 2011). Artikulasi meliputi artikulasi dari diskus -vertebra body,
uncovertebral sendi, dan zygapophyseal (facet) sendi. Diskusnya tebal di
bagian anterior, memberikan kontribusi pada lordosis cervical normal, dan
sendi uncovertebral pada bagian posterior dari bodi menentukan panjangnya
lateral eksposur saat pembedahan .
b. Suplai Saraf
Pada neuroanatomy dari tulang belakang cervical bagian bawah (lihat
gambar di bawah), cord diperbesar, dengan ekstensi lateral dari gray matter
yang terdiri dari sel-sel tanduk bagian anterior. Dimensi lateral yang
mencakup 13-14 mm, dan ukuran batas bagian anterior-posterior 7 mm.
Tambahan 1 mm penting bagi cairanserebrospinal (CSF) di bagian anterior
dan di posterior, serta 1 mm untuk dura. Sebanyak 11 mm diperlukan untuk
spinal cord cervical. Keluar di setiap tingkat -vertebra adalah saraf tulang
belakang, yang merupakan hasil dari gabungan anterior dan posterior akar
saraf (Kurniasih, 2011). Foramen yang terbesar adalah di C2-C3 dan
semakin menurun dalam ukuran C6-C7. Saraf tulang belakang dan spinal
ganglion menempati 25-33% dari ruang foraminal. Foramen neural
berbatasan pada anteromedial dengan sendi uncovertebral, posterolateral
dengan sendi facet, di bagian superior dengan pedikel dari vertebra di
atasnya, dan di bagian inferior dengan pedikel dari vertebra di bawahnya.
c. Vaskularisasi
Anatomi vaskular terdiri dari arteri spinal bagian anterior yang lebih
besar terletak di sulkus sentral dari cord dan berpasangan dengan arteri
spinal posterior yang terletak pada dorsum dari cord. Hal ini diterima secara
umum bahwa bagian dua pertiga anterior dari cord dipasok oleh arteri spinal
bagian anterior dan yang sepertiga posterior disuplai oleh arteri posterior.
d. Sendi Facet
Sendi facet pada tulang belakang cervical merupakan sendi sinovial
diarthrodial dengan kapsul fibrosa. Kapsul sendi lebih longgar di tulang 1.6
Cross-sectional natomi dari spinal cord cervikal belakang cervical bagian
bawah daripada di daerah lainnya pada tulang belakang untuk
memungkinkan gerakan gliding dari facet. Sendi ini miring pada sudut 45 °
dari bidang horizontal dan 85 ° dari bidang sagital. Kesejajaran ini

12
membantu mencegah pergeseran bagian anterior yang berlebihan dan
penting dalam menahan beban (Kurniasih, 2011).
e. Suplai saraf
Kapsul fibrosa dipersarafi oleh mechanoreceptors (tipe I, II, dan III), dan
ujung saraf bebas telah ditemukan pada areolar longgar subsynovial dan
jaringan kapsuler padat. Bahkan, ada mechanoreceptors lebih banyak di
tulang belakang cervical dibandingkan tulang belakang lumbar. Input neural
dari faset ini mungkin penting untuk propriosepsi dan sensasi nyeri dan
dapat memodulasi refleks otot pelindung yang penting untuk mencegah
ketidakstabilan sendi dan degenerasi (Sudaryanto, 2004). Sendi facet pada
tulang belakang cervical dipersarafi oleh kedua bagian anterior dan
posterior rami. atlanto-oksipital dan atlantoaxial sendi dipersarafi oleh rami
bagian anterior saraf spinal 18 cervical pertama dan kedua. C2-C3 sendi
facet dipersarafi oleh 2 cabang ramus posterior dari cervical ketiga spinal
saraf, cabang communicating dan cabang medial dikenal sebagai saraf
oksipital ketiga (Guntara, 2016).
f. Diskus intervertebralis
Diskus intervertebralis terletak antara korpus vertebra C2-C7. diskus
intervertebralis terletak antara setiap korpus vertebra caudad mulai dari
aksis. Diskus ini terdiri dari 4 bagian: nukleus pulposus pada bagian tengah,
anulus fibrosis mengelilingi inti, dan 2 lempeng akhir yang melekat pada
badan vertebra yang berdekatan. Mereka berfungsi sebagai gaya penyerapan
energi, mentransmisikan beban kompresi selama terjadinya pergerakan.
diskus lebih tebal di bagian anterior dan karena itu berkontribusi terhadap
lordosis servikal yang normal (Guntara, 2016). Diskus intervertebralis
terlibat dalam gerakan servikal tulang belakang, kestabilan, dan menahan
beban. Serat annular tersusun dari kolagen lembaran (lamellae) yang
berorientasi pada sudut 65-70 ° dari 19 vertikal. Akibatnya, mereka rentan
terhadap cedera oleh gaya rotasi karena hanya satu setengah dari lamellae
yang berorientasi untuk menahan gaya yang diterapkan pada arah ini
(Guntara, 2016). Bagian tengah dan sepertiga luar dari anulus dipersarafi
oleh nociceptors. Fosfolipase A2 telah ditemukan di diskus dan dapat
menjadi mediator inflamasi (Guntara, 2016).

13
g. Ligament
Meskipun tulang belakang cervical terdiri dari 7 vertebra cervikal yang
diselingi oleh diskus intervertebralis, jaringan ligamen yang kompleks
menjaga elemen-elemen individual tulang sebagai satu kesatuan
(Sudaryanto, 2004). Sebagaimana dicatat, tulang belakang servikal
terbentuk dari kolom bagian anterior dan posterior. Ini juga berguna untuk
berpikir bahwa terdapat kolom ketiga (tengah), sebagai mana berikut ini :
1. Kolom bagian anterior terdiri dari ligamentum anterior longitudinal
dan dua pertiga anterior dari badan vertebra, anulus fibrosus, dan
diskus intervertebralis.
2. Kolom bagian tengah terdiri dari ligamentum posterior longitudinal
dan posterior sepertiga dari badan vertebra, anulus fibrosus, dan
diskus intervertebralis.
3. Kolom posterior terdiri dari lengkungan posterior, termasuk pedikel,
prosesus transverssus, artikulasi faset, lamina, dan prosesus
spinosus. Sudaryanto (2004) mengatakan bahwa Ligamen
longitudinal penting untuk menjaga integritas kolom tulang
belakang. Sedangkan anterior dan posterior ligamen longitudinal
mempertahankan integritas struktural dari kolom anterior dan
middle, Kesejajaran kolom posterior distabilkan oleh kompleks
ligamen, termasuk nuchal dan ligamen kapsular, serta ligamentum
flavum.

2. Definisi Tortikolis

Torticollis adalah suatu keadaan keterbatasan gerakan leher dimana kepala


miring kesisi yang terkena dan dagu mengarah ke sisi berlawanan, yang disebabkan
oleh pemendekan otot sternokleidomastoideus (Tandiyo, 2012).
Torticollis adalah suatu kondisi dimana otot sternocleidomastoideus memendek
pada satu sisi (Nelson, 1997). Sedangkan menurut Ji Eun Juni (2007) Torticollis
adalah keadaan dimana otot sternocleidomastoideus yang mengalami pemendekan
pada sisi yang terlibat dengan fibrosis, yang menyebabkan kemiringan ipsilateral
dan kontralateral rotasi wajah dan dagu.
Jadi Torticollis adalah suatu keadaan dimana terjadi keterbatasan gerak pada
leher yang disebabkan oleh pemendekan otot stemocleidomastoideus pada salah

14
satu sisi dan mengakibatkan kepala dipertahankan pada sisi yang mengalami
gangguan yang menyebabkan kontralateral pada dagu. Pada kasus ini otot yang
mengalami masalah adalah otot sternocleidomastoideus yang fungsi utamnya yaitu
untuk memutar kepala ke arah berlawanan, fleksi kepala jika bergeraknya
bersamaan dan membantu mengangkat.

3. Etiologi Tortikolis

Torticollis sering terjadi pada anak yang dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: bawaan
(congenital) dan yang didapat setelah lahir (acquired). Pada torticollis congenital,
terjadi kontraktur/ kekakuan otot sterncleidomastoid pada satu sisi. Otot
sternocleidomastoid adalah otot pada leher yang berfungsi untuk menolehkan
kepala ke kiri dan ke kanan. Kekakuan pada otot ini akan mengakibatkan terjadinya
keterbatasan pergerakan leher bayi karena pemendekan serabut-serabut otot
tersebut. Sedangkan Torticollis yang di dapat setelah lahir (acquired) biasanya
terjadi beberapa bulan setelah kelahiran, ada faktor yang lebih jelas yang
mendasarinya dan tidak terjadi asymetri wajah (Nelson, faktor yang lebih jelas yang
mendasarinya dan tidak terjadi asymetri wajah (Nelson, 2002) Faktor utama masih
belum diketahui (idiopatik), sedangkan faktor-faktor resiko: terjadinya Torticollis
yaitu:

a. Iskemik otot SCM di intrauterine karena posisinya yang menyimpang


(presentasi bokong)
b. Trauma saat kelahiran
c. Riwayat lahir sungsang
d. Kebiasaan posisi yang salah pada leher

4. Patologi Tortikolis

Keadaan iskemik pada otot SCM akan mengakibatkan otot tersebut mengalami
fibrosis dan tidak akan berkembang seperti otot lainnya. Bila terjadi pada salah satu
sisi otot SCM saja, maka akan menimbulkan manifestasi yang membuat kepala
anak menjadi miring ke arah sisi yang terkena tersebut (Nelson, 1997).

15
5. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis yang didapat dari pemeriksaan pada penderita torticolis, yaitu

a. Kepala miring ke arah yang sakit (setelah menyingkirkan penyebab lain seperti
anomali tulang, diskitis, limfadenitis) ke satu sisi dan berputar sedemikian rupa.
b. Leher menjadi tidak seimbang dan pendek pada bagian yang fibrosis, di sisi
yang fibrosis telinga mendekati bahu, garis mata dan garis bahu membentuk
sudut (normalnya sejajar).
c. Otot yang ketat dan memendek membuat bayi nyaman berbaring di sisi yang
sakit.
d. Perkembangan muka dapat menjadi asimetris dalam jangka waktu yang
panjang, dan tendapat benjolan berbatas tegas yang melibatkan satu atau kedua
caput stemocledomastoideus. Benjolan ini bersifat firm, tidak nyeri, terdiri dari
jaringan fibrotic dengan deposit kolagen dan migrasi fibroblast disekitar serat
sternokleidomastoideus yang atrofi
e. Kelainan ini juga menghambat perkembangan motorik anak. Bayi menjadi
susah telungkup, susah duduk, cenderung menggunakan satu tangan saja, susah
untuk merangkak dan cenderung malas berjalan.

16
BAB III
PROSES ASSESMEN FISIOTERAPI

A. Identitas Pasien

Nama : Adik A
Umur : 16 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : BTP
Pekerjaan :-

B. Anamnesis (Auto/Hetero)

a. Keluhan utama
Pasien datang ke fisioterapi dengan keluhan kepala cenderung condong ke sisi kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke klinik fisioterapi dengan mengeluhkan sakit di leher anaknya
dengan posisi kepala anak miring ke kiri, gejala ini timbul di usia anak menginjak
12 bulan.
c. Riwayat Peyankit Dahulu
Penyakit ini dirasakan 4 bulan lalu ketika, dirumah anak sering menangis
d. Riwayat Penyakit Penyerta
-
e. Riwayat Pengobatan
-

C. Anamnesis Sistem

a. Kepala dan Leher


Kepala dan leher cenderung condong ke sebelah kiri
b. Kardiovaskular
Normal
c. Respirasi
Normal
d. Gastrointestinal
Normal

17
e. Urogenital
Normal
f. Musculoskeletal
Spasme pada otot leher terutama otot sternocleidomastoideus
g. Nervorum
Normal

D. Inspeksi/ Obsevasi

a. Inspeksi
a. Statis
• Raut wajah menangis menahan sakit di leher
• Terlihat posisi leher dan kepala condong ke kiri
• Asimetris bahu (bahu kiri lebih naik daripada bahu kanan)
b. Dinamis
• Mampu menegakkan kepala dan leher tapi terbatas
c. Palpasi
• Spasme pada otot leher sternocleidomastoideus
• Suhu lokal normal
• Kekuatan otot leher menurun
• Pemendekan otot sternocledomastoideus pada daerah leher
• Tidak ada bengkak

E. Pemeriksaan Fisioterapi
1. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda- tanda vital


Tekanan darah : -
Denyut nadi : 100x / menit
Pernapasan : 27x / menit
Temperatur : 36 derajat
Tinggi badan : 80 cm
Berat badan : 9 kg

18
b. Pemeriksaan Gerak Dasar
a. Gerak Aktif

Regio Gerakan ROM Nyeri


Flexi Terbatas Nyeri
Extensi terbatas Nyeri
Neck Lateral flexi Terbatas Nyeri
Rotasi terbatas Nyeri

b. Gerak Pasif

Regio Gerakan ROM Endfeel


Flexi Terbatas Springy
Extensi Terbatas Springy
Neck Lateral flexi Terbatas Springy
Rotasi terbatas Springy

c. Isometrik

Regio Gerakan ROM Tahanan


Flexi Terbatas Minimal
Extensi Terbatas Minimal
Neck Lateral flexi Terbatas Minimal
Rotasi Terbatas Minimal

c. Pemeriksaan Kognitif, Intra- Personal, Inter- Personal

Kognitif : orangtua mampu menjelaskan perjalanan penyakit anaknya dari


awal kejadian sampai sekarang dengan jelas

Intra-Personal : si anak menangis selama diterapi namun keluarga nya


memiliki keinginan yang tinggi supaya si anak untuk sembuh

Inter-Personal : komunikasi fisioterapi dengan pasien , fisioterapi dengan


keluarga terjalin dengan baik dan lancar.

d. Kemampuan Fungsional Dasar, Aktivitas Fungsional, & Lingkungan


Aktivitas

19
a. Kemampuan Fungsional Dasar

pasien mengalami keterbatasan gerak (Gerakan flexi , extensi , lateral fleksi


, rotasi neck).

b. Aktivitas Fungsional

pasien belum mampu melakukan aktivitas seperti biasanya seperti


memiringkan kepala , menoleh kanan kiri , mendangak ke atas ,
menundukkan kepala.

c. Lingkungan Aktivitas

Pasien belum mampu bermain seperti biasanya dan tidak bisa bersosialisasi
atau bermain bersama teman teman nya.

2. Pemeriksaan Spesifik

(Nyeri, Mmt, Lgs, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, Dll)


• Nyeri
Menggunakan VAS dengan skala 1 – 10

0 5 10

Nyeri Tekan : 7
Nyeri Gerak : 7
Nyeri Diam : 5
• MMT
Group otot head neck : 4
• ROM
Gerakan Nilai
Ekstensi - Flexi S : 20 – 0 - 25
Lateral Flexi Dextra - F : 30 – 0 – 28
Sinistra
Rotasi Dextra – Sinistra R : 30 – 0 – 30

• Sensibilitas
Test Hasil
Panas X Dingin Normal

20
Tajam X Tumpul Normal
Halus X Kasar Normal
Tactile Normal

3. Diagnosa Fisioterapi

(International Clatification Of Functonal And Disability) Pain, Spasme,


Hipomobility e.c Torticollis Sinistra.

4. Problematik Fisioterapi

• Impairment
Nyeri pada otot sekitar Neck (sternocledomastoid)
Spasme pada otot sekitar Neck (sternocledomastoid)
Keterbatasan ROM pada Neck
Penurunan kekuatan otot sekitar Neck (sternocledomastoid)
• Functional Limitation
Pasien kesulitan dalam menggerakkan kepala dan leher seperti menunduk,
mendongak, menoleh kanan, kiri dan memiringkan kepala.
• Disability
Pasien belum mampu melakukan aktivitas sehari- hari terutama
menggerakkan kepala dan lehernya.

21
BAB IV
PROSEDUR INTERVENSI DAN EVALUASI FISIOTERAPI

A. Rencana Intervensi Fisioterapi

A. Tujuan jangka pendek


• Mengurangi nyeri
• Mengurangi spasme
• Meningkatkan ROM
• Meningkatkan kekuatan otot
• Perbaikan postur
B. Tujuan Jangka Panjang
Mengembalikan Fungsional Pasien Dan Mengembalikan Fungsi Gerak Tubuh
Agar Pasien Mampu Melakukan Aktivitas Sehari- Hari

B.Strategi Intervensi Fisioterapi

• Infrared merupakan modalitas fisioterapi yang dihasilan dari lampu pijar


dengan mengeluarkan sinar inframerah sebesar 3.500-40.000 Å. Tujuan
dari diberikan infrared yaitu dari efek fisiologi meningkatkan temeratur
tubuh dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka sirkulasi darah
menjadi lancar, sehingga pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan
akan meningkat, dengan demikian kadar sel darah putih dan antibodi
didalam jaringan tersebut juga meningkat. Sehingga pemeliharaan jaringan
menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang
juga semakin baik dan nyeri menjadi berkurang. Maka dari itu efek
terapeutik nya reliefe of pain yang berarti bahwa pemberian mild heating
dapat memberikan efek sedatif (rasa nyaman) pada superficial sensory
nerve ending (ujung- ujung saraf sensorik superfisial), stronger heating
dapat memberikan counter iritation yang berefek pada pengurangan nyeri
dan sinar infra merah dapat memperlancar sirkulasi darah sehingga rasa
nyeri yang disebabkan karena penumpukan sisa-sisa metabolisme yang
disebut zat “P” dapat ikut terbuang.

• Massage terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cedera sendi leher


(vertebrae cervicalis) yaitu dengan menggunakan teknik yang

22
menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan
(efflurage) dengan ibu jari untuk merileksasikan atau mengurangi
ketegangan otot. Setelah itu dilakukan penarikan (traksi) dan pengembalian
(reposisi) sendi-sendi yang berada di leher (vertebrae cervicalis) pada
tempatnya (Wijanarko,dkk, 2010). Massage Efflurage (gosokan) adalah
gerakan mengusap dengan menggunakan telapak tangan atau bantalan jari
tangan. Gerakan ini dilakukan sesuai dengan peredaran darah menuju
jantung maupun kelenjar- kelenjar getah bening. Manfaat gerakan ini
adalah merelaksasi otot dan ujung-ujung saraf (Alimah, 2011). Friction
(gerusan) adalah gerakan menekan dengan menggunakan ibu jari tangan.
Gerakan ini dilakukan sesuai dengan otot yang mengalami spasme/
ketegangan.

• Stretching merupakan teknik penguluran secara aktif maupun pasif.


Tujuan utama dari stretching adalah untuk meningkatkan elatisitas dan
fleksibelitas jaringan lunak (Lowe, 2009). Stretching dilakukan tidak
melebih LGS normal, tidak menimbulkan nyeri, jika dapat meningkatkan
fleksibelitas, stretching dilakukan secara gentle dan meningkat setiap saat
setiap sesi berlangsung. Stretching tidak boleh dilakukan saat keadaan
akut. Jika masih akut, jaringan cukup dipanjangkan tidak perlu
diregangkan. Stretching digunakan saat kondisi kronis, dan dilakukan tidak
melebihi LGS normal (Fritz, 2015).
C. Prosedur Pelaksanaan Intervensi Fisioterapi

1. Infrared

a. Persiapan pasien

Pasien Diposisikan Tidur Terlentang Dengan Posisi Senyaman


Mungkin, Pastikan Tidak Ada Penghalang Kecuali Media Kontak, Cek Kontra
Indikasi Dan Indikasi Pasien seting alat sesuai kebutuhan pasien.

b. Treatment

Sinar Infra Merahakan Menghasilkan Energ yang Panas Dan Berwarna


Merah Engan Adanya Panas Yang Dihasilkan Oleh Sinar Infra Merah ini Akan
Menaikkan Temperature Dan Akan Menjadi Pengaruh Lain Bagi Meningkatnya

23
Proses Metabolisme, Vasodilatasi Pembuluh Darah Akan Lancar, Pengaruh
Terhadap Urat Saraf Sensoris, Menaikkan Temperature Tubuh Dan Lain-
Lainnya

c. Intervensi

Lampu Infra Red Diposisikan Tegak Lurus Pada Sendi Bahu Kanan Dengan
Jarak Sekitar 30-45 Cm Dari Kulit. Atur Waktu Pada Pengatur Waktu Selama
15 Menit Lalu Lampu Dihidupkan. Tanyakan Atau Rasakan Dengan Tangan
Terapis Sendiri Untuk Mengetahui Apakah Terasa Panas Atau Hangat. Jika
Terasa Panas Maka Lampu Infrared Dapat Dijauhkan Atau Ditambah Jaraknya
Waktu Pertemuan 3X Dalam 1 MINGGU

2. Massage

a. Persiapan pasien

Pasien diposisikan tidur telentang dengan posisi senyaman mungkin

b. Treatment

Massage terapi Massage terapi yang dilakukan pada rehabilitasi cedera sendi
leher (vertebrae cervicalis) yaitu dengan menggunakan teknik yang
menggabungkan teknik gerusan (friction) dengan teknik gosokan (efflurage)
dengan ibu jari untuk merileksasikan ataumengurangi ketegangan otot.

c. Intervensi

 Teknik yang di gunakan untuk massage yaitu efflurage dan friction


 Massage Efflurage (gosokan) adalah gerakan mengusap dengan
menggunakan telapak tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan
indilakukan sesuai dengan peredaran darah menuju jantung maupun
kelenjar- kelenjar getah bening.
 Friction (gerusan) adalah gerakan menekan dengan menggunakan ibu
jari tangan. Gerakan ini dilakukan sesuai dengan otot yang mengalami
spasme/ ketegangan. Dilakukan 8 kali pengulangan.

Setelah itu dilakukan penarikan (traksi) dan pengembalian (reposisi) sendi-


sendi yang berada di leher (vertebrae cervicalis) pada tempatnya.

3 set Dengan pertemuan 3x dalam1 minggu

24
3. Streetching

a. Persiapan pasien

Pasien Diposisikan Tidur Terlentang Dengan Posisi Senyaman Mungkin

b. Treatment

Stretching merupakan teknik penguluran secara aktif maupun pasif.


Tujuan utama dari stretching adalah untuk meningkatkan elatisitas dan
fleksibelitas jaringan lunak (Lowe, 2009). Stretching dilakukan tidak melebih
LGS normal, tidak menimbulkan nyeri, jika dapat meningkatkan fleksibelitas,
stretching dilakukan secara gentle dan meningkat setiap saat setiap sesi
berlangsung.

c. Intervensi

Stretching yang digunakan dalam keadaan ini yaitu dengan cara gentle
stretching kearah yang seperti di gambar bawah ini Dilakukan selama 3 -5x
pengulangan dan dengan pertemuan 3x dalam 1 minggu Latihan Penguatan
Otot Ini. Dilakukan Dengan Cara Memberikan Rasangan Berupa Stimulus
Dengan Bentuk Mainan Atau Makanan Contoh Berupa Permen Atau Empeng
Susu Yang Di Letakkan Di Sisi Tubuh Yang Lemah Di Suruh Anak Untuk
Menjilat Atau Meraih Empeng Susu Dengan Mulutnya Dilakukan Selama 3x
Dalam 1 Minggu 3 – 5x Pengulangan

D. Hasil Evaluasi Akhir

 Nyeri

Menggunakan VAS dengan skala 1- 10

0 5 10

Nyeri T0 T1 T2 T3
Tekan 7 7 6 5
Gerak 7 7 6 6
Diam 5 4 4 3

 MMT

Group otot T0 T1 T2 T3
Neck 4 4 4 4

 ROM

25
Gerakan T0 T1 T2 T3
Ekstensi - S : 20 – 0 - S : 20 – 0 - S : 25 – 0 - S : 28 – 0 -
Flexi 25 25 30 35
Lateral Flexi F : 30 – 0 F : 30 – 0 F : 35 – 0 F : 35 – 0 –
Dextra - – 28 – 28 – 33 35
Sinistra

Rotasi R : 30 – 0 R : 30 – 0 R : 35 – 0 R : 37 – 0
Dextra – – 30 – 30 – 33 – 35
Sinistra
Pasien atas nama adik A dengan usia 16 serta diagnose medis torticollis sinistra
telah diberikan treatment berupa INFRARED , MASSAGE , dan
STRETCHING dengan jumlah pertemuan 3x dalam 1 minggu di dapatkan hasil
yaitu terdapat penurunan nyeri , penurunan spasme otot , peningkatanROM ,
untuk peningkatan kekuatan otot harus dilakukan terapi rutin selama 1 bulan
kira kira untuk melihat perkembangan secara signifikan , Kemampuan
Fungsional Yang Semakin Membaik , untuk postur dari sang anak sendiri harus
di evaluasi secara berkala dengan cara terapi yangrutin , Dari LGS Sendiri
Terdapat Perubahan Nilai Dan Akan Terdapat Perubahan Lagi Dengan
Melakukan Terapi Yang Rutin Untuk Evaluasi Berkala.
E. Edukasi Dan Komunikasi

Tetap melaksanakan terapi yang rutin ke poli fisioterapi yaitu 1 minggu 3xpertemuan
untuk meningkatkan kesembuhan dan evaluasi secara berkala Serta dirumah bisa
melakukan Latihan atau stretching yang sudah dijelaskan oleh terapis , bisa
dilakukan 1 hari 3x pada saat pagi , siang ,dan malam

26
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Torticollis adalah suatu keadaan keterbatasan gerakan leher dimana kepala


miring kesisi yang terkena dan dagu mengarah ke sisi berlawanan, yang disebabkan
oleh pemendekan otot sternokleidomastoideus (Tandiyo, 2012).
Torticollis adalah suatu kondisi dimana otot sternocleidomastoideus memendek
pada satu sisi (Nelson, 1997). Sedangkan menurut Ji Eun Juni (2007) Torticollis adalah
keadaan dimana otot sternocleidomastoideus yang mengalami pemendekan pada sisi
yang terlibat dengan fibrosis, yang menyebabkan kemiringan ipsilateral dan
kontralateral rotasi wajah dan dagu.
Jadi Torticollis adalah suatu keadaan dimana terjadi keterbatasan gerak pada
leher yang disebabkan oleh pemendekan otot stemocleidomastoideus pada salah satu
sisi dan mengakibatkan kepala dipertahankan pada sisi yang mengalami gangguan yang
menyebabkan kontralateral pada dagu. Pada kasus ini otot yang mengalami masalah
adalah otot sternocleidomastoideus yang fungsi utamnya yaitu untuk memutar kepala
ke arah berlawanan, fleksi kepala jika bergeraknya bersamaan dan membantu
mengangkat.

B. Saran

Dalam penanganan kondisi tortikolis sebagai fisioterapi harus bekerja sama


dengan disiplin ilmu dan tenaga medis, peran keluarga menjadi peran utama dalam
kesembuhan anak.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alter, M, J, “Science Of Stretching”, Champaingn, Human Kinetics


Books, LosAngeles, 1988.

Atkinson, Coutts and Hassenkamp,. “Physiotherapy In Orthopaedics”.


HarcourtPublishers Limited, London, 2000.

Basmajian V, John, “Theraupeutic Exercise”, Edisi 3, Harcourt


PublishersLimited London, 1980.

Burgess, Jeffry and O’Keefe. “The Hippocampal and Parietal


Foundations OfSpatial Cognition”. Oxford University Press, New York,
1999.

Cotta, Horst. “Orthopaedics” 178 Illustration, Georg Thieme Verlag


Stuttgart,New York, 1980.

Cryriax, James, “Cervical Spondylosis”, Butterworths, London, 1971.

Flehmig, Inge, “Normal Infant Development And Borderline Deviations”,


ThiemeMedical Publishers, New York, 1992.

Kapandji, I. A, “The Physiology Of The Joint (The Trunk and The


VertebralColumn)”. Volume 3. Edisi kedua Chruchill Licings-tone, New
York, 1974.

Magee, David, “Orthopedic Physical Assesment”, Edisi Ketiga W.B.


SaundersCompany, Philadelphia, 1992.

Markam, Soemarmo, “Neurologi Praktis”, Cetakan Pertama Widya


Medika, Jakarta, 2002.

R. Fiorentino, Mary, “Reflex Testing Methods For Evaluating C. N.


S.Development”, Second Edition, Charles C. Thomas Publisher, USA,
1973.

Merenstein, Koplan, Rosenberg, ”Buku Pegangan Pediatri”. Edisi 17


WidyaMedika, Jakarta, 2001.

Moore, Keith dan Agur, Anne, “Anatomi Klinis Dasar”. Edisi Bahasa
Indonesia, Hipokrates, Jakarta, 2002.
28

Anda mungkin juga menyukai