Anda di halaman 1dari 33

Format Tugas Laporan Tutorial

I. Nama : Hayatun Nufus


Nim : 19171057
Kelompok :4
Tutor : dr. Fia Dewi Auliani, MARS
Skenario ke- :2
Blok : VI (Enam)

II. Seven Jumps

Langkah I : Identifikasi Istilah

1) Malaise
2) Lidah Atrofi
3) Sclera Subikterik
4) MCHC
5) Konjungtiva Palpebra Inferior Anemis
6) MCV
7) Spoon Shaped Nails
8) Sianosis Central
9) MCH
10) Anemia
11) Sianosis Perifer
12) Pupura

Lankah II : Analisis Istilah

1. Malaise

 Malaise adalah perasaan tidak nyaman, pegal-pegal, dan lelah tanpa alasan yang jelas.
Kondisi ini bukanlah penyakit, melainkan gejala dari gangguan medis tertentu. Malaise
dapat timbul secara tiba-tiba, atau bertahap. Durasi kemunculan dan tingkat keparahannya
juga berbeda-beda. Pada beberapa orang, keluhan malaise bersifat sementara dan ringan.
Sedangkan sebagian orang lainnya mengalami kondisi ini untuk waktu yang lama dan
lebih parah.
 Malaise adalah istilah medis untuk menggambarkan kondisi umum yang lemas, tidak
nyaman, kurang fit atau merasa sedang sakit. Malaise ini bukanlah suatu penyakit,
melainkan suatu gejala dari penyakit.
 Malaise adalah perasaan tidak nyaman secara umum, ketidaknyamanan, atau rasa sakit,
sering kali merupakan tanda pertama infeksi atau penyakit lain. Kata tersebut telah ada
dalam bahasa Prancis sejak setidaknya abad ke-12.
2. Lidah Atrofi

 Glossitis atrofi (lidah atrofi) adalah atrofi pada papilla lidah yang mengakibatkan lidah
menjadi licin/halus. Lidah mungkin pucat atau eritematous dan mungkin pula tampak
mengecil atau membesar. Ia mungkin terkait dengan anemia, pellagra, defisiensi vitamin
B kompleks, seriawan, atau penyakit sistemik lain atau mungkin juga karena sebab lokal.
Karena atrofi mungkin adalah satu fase, dan ekskoriasi lidah yang terbatas dan nyeri
adalah fase lain dari satu atau lebih penyakit sistemik yang sama, banyak terminologi
yang membingungkan muncul (seperti glossitis Moeller, glossitis Hunter, bald tongue,
glossitis eritematosa superfisial kronis, eksfoliativa glossodinia, beefy tongue, dan
glossitis pellagrous).
 Atrofi Lidah adalah permukaan Lidah menjadi licin dan mengkilap Karena papil Lidah
menghilang.
 lidah atrofi adalah papil pada lidah yang menipis bahkan hilang menyebabkan lidah licin

3. Sklera Subikterik

 lapisan luar bola mata yang hampir ikterik (kuning).

4. MCHC

 Mean corpuscular hemoglobin concentration atau MCHC adalah konsentrasi hemoglobin


rata-rata untuk setiap sel darah merah. Nilai MCHC dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan massa sel darah merah (Hematokrit) sehingga didapatkan hasil dalam
satuan persen (%) atau gram/desiliter (g/dL).
 MCHC adalah singkatan dari Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration yang artinya
adalah perhitungan mengukur konsentrasi rata-rata hemoglobin per unit volume eritrosit.
Jadi dengan kata lain suatu nilai MCHC dikatakan tinggi apabila nilai rata-rata Hb tinggi
atau nilai rata-rata volume eritrosit kecil. Dan sebaliknya, nilai MCHC dikatakan rendah
ketika nilai rata-rata Hb rendah atau nilai rata-rata volume eritrosit tinggi.
 MCHC (MeanCorpuscular Hemoglobin Concentration) atau KHER (Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) adalah konsentrasi hemoglobin yang didapat per-eritrosit
yang dinyatakan dengan satuan gram per desiliter (gr/dl).

Rumus perhitungannya :
Nilai  Hemoglobin( gr %)
MCHC = Jumlah  Hematokrit (Vol %) x 10

Nilai normal MCHC= 30-35 gram perdesiliter (gr/dl). Penurunan MCHC terjadi pada
pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik dan peningkatan MCHC terjadi pada
pasien anemia defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013).
 MCHC adalah singkatan dari Mean Corpuscular Hemoglobin, kadar hemoglobin yang
didapat per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%). Atau singkatan
untuk konsentrasi hemoglobin sel rata-rata , yang merupakan konsentrasi rata-rata
hemoglobin dalam volume darah tertentu. MCHC adalah nilai yang dihitung yang berasal
dari pengukuran hemoglobin dan hematokrit . (Nilai hemoglobin adalah jumlah
hemoglobin dalam volume darah sedangkan hematokrit adalah rasio volume sel darah
merah dengan volume seluruh darah) MCHC adalah bagian standar dari jumlah darah
lengkap. Rumus hitung MCHC : 100 x Hb : Ht present (%).

5. Konjungtiva Palpebra Inferior Anemis

 Konjungtiva palpebra adalah lapisan inferior kelopak mata dan membran mukosa.
 Konjungtiva anemis adalah keadaan dimana tampak pucat pada mukosa mata.

6. MCV

 Indek eritrosit atau mean cospuscular value adalah suatu nilai rata-rata yang dapat
memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin
per-eritrosit.
 Mean Corpuscular Volume atau MCV adalah ukuran atau volume rata-rata sel darah
merah pada tubuh manusia. Kadar MCV bisa diketahui melalui tes darah lengkap
(complete blood count / CBC) yang digunakan untuk mengukur berbagai komponen
darah, termasuk sel darah merah.
 Mengetahui nilai MCV dapat bermanfaat untuk mendiagnosis atau memantau kelainan sel
darah merah. Pada pembahasan ini kita akan mengetahui berapa nilai MCV normal,
kondisi yang dapat menyebabkan MCV abnormal serta bagaimana mengobati kelainan-
kelainannya.
 MCV adalah singkatan dari mean corpuscular volume. Artinya, nilai MCV akan
menunjukkan ukuran sel darah merah atau eritosit pada sampel darah yang diambil saat
pemeriksaan. Rendahnya nilai MCV disebut sebagai mikrositosis, sedangkan jika nilai
MCV lebih dari normal maka disebut sebagai makrositosis. Nilai MCV bisa menunjukkan
informasi penting bagi tubuh, salah satunya untuk mendiagnosis beberapa jenis
anemia.Meski begitu, nilai MCV tidak bisa digunakan begitu saja untuk mendiagnosis
penyakit. Biasanya, dokter juga akan mempertimbangkan nilai lain dalam pemeriksaan
darah lengkap seperti mean corpuscular hemoglobin consenteration (MCHC) dan red cell
distribution width (RDW).

7. Spoon Shaped Nails

 Spoon shaped nails atau dikenal juga dengan Koilonychia, merupakan


kelainan pada kuku dimana bentuknya menjad i melengkung ke dalam
menyerupai sendok, 
 Koilonychia adalah kuku sendok (spoon nail) : kuku menjadi rapuh bergaris-
garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

8. Sianosis Sentral
 Sianosis Sentral (biru pada bibir, kulit, dan lidah)
Biru atau keabu-abuan pada kulit wajah atau sebagian besar tubuh biasanya merupakan
tanda bahwa tidak ada cukup oksigen di dalam darah karena adanya masalah seperti:

 Asma atau pneumonia


 Saluran napas tersumbat
 Gangguan fungsi hati
 Kejang yang berlangsung lama

 Sianosis sentral disebabkan oleh penyakit jantung atau paru-paru, atau hemoglobin
abnormal (methaemoglobinaemia atau sulfhaemoglobinaemia).
 Sianosis sentral : penurunan jumlah saturasi oksigen atau derivat hemoglobin yang
abnormal. Biasanya sianosis sentral terdapat pada membran mukosa dan kulit.Adanya
penurunan saturasi oksigen merupakan tanda dari penurunan tekanan oksigen dalam
darah. Penurunan tersebut dapat diakibatkan oleh penurunan laju oksigen tanpa adanya
kompensasi yang cukup dari paru-paru untuk menambah jumlah oksigen tersebut.

9. MCH

 MCH berbeda dengan MCHC. MCH menunjukkan berat rata-rata hemoglobin yang ada
di setiap sel darah merah, sedangkan mean corpuscular hemoglobin concentration
(MCHC) menunjukkan berat rata-rata hemoglobin berdasarkan volume sel darah merah.
Keduanya merupakan cerminan kesehatan hemoglobin dalam darah.
 Mean corpuscular hemoglobin atau MCH adalah perkiraan jumlah atau berat rata-rata
hemoglobin pada setiap sel darah merah dalam tubuh. Hemoglobin adalah protein dalam
sel darah merah (eritrosit) yang berfungsi mengantarkan oksigen ke sel dan jaringan di
seluruh tubuh.
 MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit
Rata-rata) adalah jumlah hemoglobin per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan
pikogram (pg).

Rumus perhitungannya :
Nilai  Hemoglobin( gr %)
MCH = Jumlah  Eritrosit ( Juta / uL) x 10

Nilai Normal MCH = 27– 31 pg. Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia
mikrositik dan anemia hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia
defisiensi besi (Gandasoebrata R, 2013).

10. Anemia
 Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah merah yang
sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, organ tubuh
tidak mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat dan mudah
lelah.
 Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit atau hemoglobin (protein
pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer sehingga pengiriman
O2 ke jaringan menurun.
 Anemia adalah penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer
( penurunan oxygen carrying capasity).

11. Sianosis Perifer

 Sianosis perifer disebabkan oleh menurunnya sirkulasi lokal dan meningkatnya ekstraksi
oksigen dalam jaringan perifer, perifer artinya tepi.
 Sianosis perifer adalah warna biru pada jari atau ekstremitas, karena sirkulasi yang
tidak adekuat atau terhambat. Darah yang mencapai ekstremitas tidak kaya
oksigen dan ketika dilihat melalui kulit kombinasi faktor dapat menyebabkan
munculnya warna biru . Semua faktor yang berkontribusi terhadap sianosis sentral
juga dapat menyebabkan gejala perifer muncul tetapi sianosis perifer dapat
diamati tanpa adanya gagal jantung atau paru-paru. Pembuluh darah kecil dapat
dibatasi dan dapat diobati dengan meningkatkan tingkat oksigenasi normal darah.

12. Pupura

 Purpura adalah lesi berbentuk makula atau plakat pada kulit dan membrane mukosa,
yang tidak memudar dengan penekanan. Purpura disebabkan oleh perdarahan dibawah
kulit atau membrane mukosa, seringkali sekunder akibat vaskulitis atau defisiensi vitamin
C (scurvy).
 Purpura adalah kondisi bintik-bintik berwarna merah atau ungu pada kulit yang tidak
pucat saat memberikan tekanan. Bintik-bintik tersebut disebabkan oleh perdarahan di
bawah kulit sekunder akibat gangguan trombosit, gangguan pembuluh darah, gangguan
koagulasi, atau penyebab lainnya.
Langkah III : Identifikasi Masalah

1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis anemia!

2. Anemia jenis apa yang dialami oleh anak dian?

3. Jelaskan penyebab dari anemia?

4. Jelaskan hubungan serta pengaruh antara pola makan dengan kadar MCH, MCV, MCHC, dan
Hb

5. Apakah anemia bisa menjadi penyakit keturunan?

6. Mengapa pasien dalam skenario tersebut sering mengalami sariawan?

7. Bagaimana pola makan dapat mempengaruhi terjadinya anemia?

Langkah IV : Analisis Masalah

1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis anemia!

 1. Anemia defisiensi desi


Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi.
Kondisi ini terjadi akibat tubuh kekurangan zat besi, yaitu komponen penting dalam
pembentukan sel darah merah. Sejumlah kondisi bisa menyebabkan anemia defisiensi
besi, termasuk pola makan rendah zat besi, kehamilan, perdarahan kronis seperti akibat
luka di saluran cerna atau menstruasi, gangguan penyerapan zat besi, efek samping obat-
obatan, hingga penyakit tertentu, seperti kanker, radang usus, dan miom. Kondisi
umumnya ditangani dengan konsumsi suplemen zat besi dan menjalani pola makan
tinggi zat besi. Selain itu, penyebab anemia defisiensi besi juga perlu diatasi.

2. Anemia defisiensi vitamin B12 dan Folat


Tubuh membutuhkan vitamin B12 dan folat (vitamin B9) untuk membuat sel
darah merah baru. Kekurangan salah satu atau kedua vitamin tersebut bisa menyebabkan
anemia defisiensi vitamin B12 dan folat. Jenis anemia ini dapat terjadi akibat pola makan
rendah kandungan kedua vitamin tersebut. Selain itu, anemia kekurangan vitamin juga
bisa terjadi karena tubuh sulit atau gagal menyerap folat ataupun vitamin B12. Kondisi
ini juga disebut anemia pernisiosa. Penanganan anemia ini umumnya berupa perubahan
pola makan, serta pemberian suplemen vitamin B12 dan asam folat untuk mencukupi
kebutuhan tubuh akan kedua asupan tersebut.
3. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi saat kerusakan sel darah merah terjadi lebih cepat
daripada kemampuan tubuh untuk menggantinya dengan sel darah sehat yang baru.
Penyebab anemia hemolitik cukup beragam, mulai dari penyakit keturunan, seperti
thalasemia dan G6PD, penyakit autoimun, infeksi, efek samping obat, hingga gangguan
pada katup jantung. Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan
penyebab terjadinya anemia hemolitik. Penanganan yang diberikan bisa berupa transfusi
darah, pemberian obat-obatan kortikosteroid, atau operasi.

4. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan anemia yang perlu diwaspadai karena berisiko
tinggi mengancam nyawa. Kondisi ini terjadi saat tubuh tidak dapat menghasilkan sel
darah merah dalam jumlah cukup akibat gangguan di sumsum tulang, yaitu produsen sel
darah di dalam tubuh. Anemia aplastik dapat diturunkan dari orang tua, namun bisa juga
terjadi akibat infeksi, efek samping obat-obatan, penyakit autoimun, terapi radiasi pada
kanker, serta paparan zat beracun. Kondisi ini umumnya diatasi dengan pemberian
antibiotik dan antivirus jika terdapat infeksi, transfusi darah, transplantasi sumsum
tulang, atau pemberian obat penekan daya tahan tubuh.

5. Anemia sel sabit


Anemia sel sabit terjadi akibat kelainan genetik yang membuat sel darah merah
berbentuk seperti sabit. Sel- sel ini mati terlalu cepat sehingga tubuh tidak pernah
memiliki sel darah merah yang cukup. Selain itu, bentuk sel darah abnormal ini juga
membuatnya lebih kaku dan lengket sehingga bisa menghalangi aliran darah. Pemberian
obat dapat dilakukan untuk mencegah kondisi bertambah parah. Namun, satu-satunya
cara mengatasi anemia jenis ini adalah dengan transplantasi sumsum tulang.

 A. Anemia Defisiensi
Karena kekurangan(defisiensi) zat gizi tertentu.
1.Anemia Gizi Besi : Anemia karenakekuranganzat besi di dalamtubuh
2. Anemia Megaloblastik :Anemia karenakekuranganasamfolat
3. Anemia karena kekurangan zat gizi mikrolain (VitB12, mineral)

B. Anemia Aplastik
Kekurangan produksi sel darah merah.Hal ini bisa terjadi bila sumsum tulang
berhenti bekerja sehingga tidak cukup seldarah merah yang dibentuk
C. Anemia Hemoragik
Karena pengeluaran darah dari tubuh lewatpendarahan

D. Anemia Hemolitik
Karena penghancuran (destruksi) sel darahmerah di dalam tubuh

 Menurut buku sherwood edisi 9 fisiologi manusia dari sel ke sistem anemia
itu terbagi 6 kategori yang pertama ada anemia nutrisional itu disebabkan oleh
Defisiensi suatu faktor dalam makanan yang dibutuhkan untuk eritopoyesis di mana
pembentukan sel darah merah bergantung pada pasokan bahan-bahan dasar Esensial
sebagian di antaranya tidak di Sintesis di tubuh tetapi harus disediakan melalui makanan
contohnya anemia Defisiensi Besi terjadi jika tidak cukup banyak besi tersedia untuk
membentuk hemoglobin kemudian ada anemia vernis IOSA disebabkan oleh ketidak
mampuan untuk menyerap vitamin B12 yang masuk melalui makanan dari saluran cerna
kemudian ada Anemia Aplastik disebabkan oleh kegagalan susum tulang menghasilkan
cukup sel darah merah meskipun semua bahan yang dibutuhkan untuk eritopoyesis
tersedia kemudian ada anemia renal dapat terjadi akibat penyakit ginjal kemudian ada
anemia pendarahan disebabkan oleh kehilangan banyak darah kehilangan darah ini dapat
bersifat akut misalnya pendarahan saat luka ataupun saat haid kemudian ada anemia
hemolitik disebabkan oleh pecahnya terlalu banyak eritrosit dalam sirkulasi

2. Anemia jenis apa yang dialami oleh anak Dian?


 Menurut saya kemungkinan penyakit yang diderita yaitu anemia defisiensi zat besi,
anemia ini timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis karena
cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin
berkurang. Gejala anemia defisiensi zat besi yaitu atrofi papil lidah stomatitis angularis
dan kuku sendok ( koilonychia ).
 Menurut saya animenya dialami pasien merupakan anemia Defisiensi Besi karena
merasakan gejala gejala seperti pada skenario tersebut seperti adanya kongtiva palpebra
inferior anemia Lalu ada sclera subikterik,lidah atrofi dan adanya seperti kuku sendok
lalu berdasarkan gejala merujukkan kepada anemia Defisiensi Besi dan juga di situ
anamnesis yang dilakukan dilakukan diketahui bahwa pasien tersebut sering sekali
mengkonsumsi mie instan dan tidak suka makan ikan daging maupun telur asupan zat
besi didapat melalui makanan makanan seperti ikan daging sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasiean tersebut kekurangan zat besi dalam darahnya sehingga menyebabkan
terjadinya anemia Defisiensi Besi.
3. Jelaskan penyebab dari anemia?

 Penyebab anemia meliputi:


• Konsumsi obat-obatan tertentu.
• Adanya eliminasi yang terjadi lebih awal dari biasanya pada sel darah merah, yang
disebabkan oleh masalah kekebalan tubuh.
• Memiliki riwayat penyakit kronis, seperti kanker, ginjal, rheumatoid arthritis, atau
ulcerative colitis.
• Mengidap beberapa bentuk anemia, seperti talasemia atau anemia sel sabit, yang bisa
diturunkan.
• Sedang hamil.
• Memiliki masalah kesehatan dengan sumsum tulang seperti limfoma, leukemia, anemia
aplastik atau myelodysplasia, dan multiple myeloma.

 Anemia dapat di sebebkan oleh penurunan laju eritropoiesis, kehilangan eritrosit dalam
jumlah besar, atau defisiensi kandungan hemoglobin eritrosit.

 Salah satu penyebab anemia itu pendarahan yaitu pendarahan yang terjadi menyebabkan
seorang bisa terkane anemia, pendarahan yang sering menyerang wanita,wanita yang
memiliki hormon tidak normal pendarahan itu bisa saja muncul pada saat kita stress atau
hormon estrogennya meningkat tidak hanya itu saja pendarahan juga bisa terjadi saat
seseorang mengalami kecelakaan yang mengeluarkan banyak darah dan bisa
menyebabkan seseorang terkena anemia. Kemudian ada kelainan antibodi salah satu hal
yang menyebabkan seseorang terkena anemia adalah kelainan antibodi, antibodi yang
seharusnya bisa melindugi sel darah merah justru akan menghancurkan sel darah merah
didalam tubuh tersebut membuat orang itu akan mengalami anemia.

4. Jelaskan hubungan serta pengaruh antara pola makan dengan kadar MCH, MCV,
MCHC, dan Hb

 Hemoglobin berasal dari asupan zat besi, asam folat, atau vitamin B12 yang dikonsumsi
sehari-hari, zat besi terdiri dari zat besi heme, dan nonheme, zat besi heme terdapat
dalam daging dan ikan, dimana proporsi absorpsinya tinggi, sedangkan besi nonheme
berasal dari sumber tumbu-tumbuhan, dan proporsi absorpsinya rendah. Zat besi ini
penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya
(contoh : myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase) Jumlah total
besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di jumpai dalam
bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen dalam bentuk
varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen bergabung dengan
protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan untuk
penggunaan selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati,
dalam bentuk ferritin. Apabila asupan zat besi berkurang, produksi sel darah merah
dan kandungan hemoglobin bisa turun. Jadi hubungannya yaitu, jika asupan yang penting
untuk pembentukan tsb kurang, maka produksi hemoglobin akan menurun, serta hal itu
dapat mempengaruhi kadar MCH, MCV dan MCHC, serta kadar hb itu sendiri dan akan
menyebabkan gejala² dari anemia.
(Guyton 11th edition, 2006 )
 Menurut Saya pola makan dengan kadar MCH,MCV,MCHC dan Hb itu sangat
pengaruh karena contohnya saja zat besi sangat dibutuhkan oleh tubuh dan hanya d i
dapat dari asupan makanan makanan dari luar tidak bisa diproduksi oleh tubuh sendiri
contoh saja pada pasien tersebut tidak suka makan daging,ikan maupun telur. Sehingga
dia mengalami anemia nah kenapa bisa mengalami anemia karena kekurangan zat besi di
mana hemoglobin mengikat oksigen nya tersebut jadi apabila kekurangan Zat besi
kemungkinan MCH,MCV,MCHC beserta hb juga terpengaruh karena tidak adanya
asupan zat besi di makanan tersebut.

5. Apakah anemia bisa menjadi penyakit keturunan?

 Ada beberapa jenis anemia yang menjadi penyakit keturununan seperti :


1. Anemia Sel Sabit
Orang dengan anemia sel sabit biasanya memiliki gen yang dapat menyebabkan
hemoglobin protein darah terbentuk secara tidak normal. Kondisi ini membuat sel darah
merah yang diproduksi berbentuk sabit (tidak normal), sehingga tidak bisa membawa
oksigen secara sempurna dan mudah pecah. 

2. Thalasemia
Thalasemia terjadi karena faktor genetik. Di dalam tubuh pengidap thalasemia, tidak
dapat menghasilkan hemoglobin yang cukup dan berfungsi membawa oksigen ke seluruh
tubuh.

3. Anemia Pernisiosa Kongenital


Jenis anemia ini terbilang langka. Anemia pernisiosa kongenital ini terjadi ketika
seseorang dilahirkan dengan ketidakmampuan untuk menghasilkan faktor intrinsik
protein di lambung, yang membantu tubuh menyerap vitamin B12. Nah, tanpa vitamin
B12 ini, tubuh tidak dapat membuat sel darah merah yang sehat, sehingga terjadilah
anemia.
4. Anemia Fanconi
Jenis anemia ini akan mencegah sumsum tulang menghasilkan cukup pasokan sel darah
baru bagi tubuh. Selain memiliki tanda-tanda klasik anemia, seperti kelelahan dan
pusing, beberapa pengidap anemia fanconi juga berisiko lebih besar untuk mengalami
infeksi. Kok bisa? Alasannya tubuh mereka tidak menghasilkan sel darah putih yang
cukup untuk melawan kuman.

5. Sferositosis Herediter
Penyakit ini biasanya diturunkan dari orangtua ke anaknya. Sferositosis herediter
ditandai oleh sel darah merah yang abnormal yang disebut sferosit yang tipis dan rapuh.
Sel-sel ini tidak dapat berubah bentuk untuk melewati organ-organ tertentu, seperti yang
dilakukan sel-sel darah merah normal. Akibatnya, sel-sel itu tinggal di limpa lebih lama
di mana akhirnya dihancurkan. Nah, penghancuran sel-sel darah merah inilah yang bisa
menyebabkan anemia.
 Ada beberapa jenis anemia yang dapat menjadi penyakit keturunan
 Anemia Sel Sabit
 Thalasemia
 Anemia Pernisiosa Kongenital
 Anemia Fanconi
 Sferositosis Herediter
 Jadi anemia bisa jadi penyakit keturunan seperti anemia sel Sabit anemia sel Sabit ini
termasuk dalam klasifikasi anemia karena keturunan yaitu pewarisan resesif autosom
dimana jenis anemia ini disebabkan oleh kerusakan genetik pada akhir pembentukkan
hemoglobin di dalam darah. Ini kemudian mengakibatkan Keping sel darah merah yang
diproduksi jadi berbentuk seperti bulan sabit dengan tekstur kaku dan lengket seharusnya
sel darah merah yang sehat berbentuk bulat pipih yang mudah melalui darah pembuluh
darah. Anemia sel sabit dapat menyebabkan kondisi seperti stroke dan serangan jantung,
pasien anemia juga mengalami pembengkakan pada bagian kaki dan tangan serta
mengalami penurunan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

6. Mengapa pasien dalam skenario tersebut sering mengalami sariawan?

 Penyebab pasien dalam skenario tersebut sering menderita sariawan yaitu karena faktor
kekurangan nutrisi dan juga kekurangan zat besi dalam tubuhnya, kemungkinan dapat
disebabkan oleh jamur juga. Kaitan antara kandidiasis mulut dengan defisiensi zat besi
dideskripsikan pertama kali oleh Cawson (1963), dengan prevalensi tinggi infeksi
Candida pada pasien defisiensi besi disertai angular cheilitis dan glossitis atrofik.
Adanya perubahan kinetik sel, yaitu peningkatan ketebalan keratin sehingga lingkungan
tersebut menjadi lebih kondusif untuk adhesi dan invasi Candida serta pertumbuhannya.
 vitamin yang terkait dengan defisiensi zat besi adalah vitamin C yang dapat membantu
mempercepat penyerapan besi di dalam tubuh serta berperan dalam memindahkan besi
ke dalam darah, mobilisasi simpanan besi terutama hemosiderin dalam limpa. Seseorang
yg kekurangan vitamin C dapat mengalami sariawan.

7. Bagaimana pola makan dapat mempengaruhi terjadinya anemia?

 Timbulnya anemia juga dapat disebabkan oleh asuhan pola makan yang salah, tidak
teratur dan tidak menyeimbangkan kecukupan sumber gizi yang dibutuhkan tubuh,
terutama kekurangan sumber makanan yang mengandung zat besi, karena zat besi
merupakan senyawa penting sebagai penyusun hemoglobin (sel darah merah). Meskipun
ada banyak zat besi yang bisa diperoleh baik dai golongon heme dan non heme, namun
jangan lupa untuk mengetahui bahan makanan yang membantu penyerapan zat besi
yaitu :
- Golongan vitamin C ( sangat membantu penerapan zat besi non heme, contohnya :
tomat, brokoli, jeruk, stroberi).
- Golongan daging, ikan dan unggas : banyak mengandung zat besi heme yang sangat
mudah diserap dan dapat membantu penyerapan zat besi non heme dari sumber lain.

Sedangkan makanan yang harus diwaspadai karena bisa menghambat penyerapan zat besi
yaitu :
- Golongan polifenol : beberapa sayuran, buah, teh, kopi dan bumbu-bumbu seperti
bawang merah, cabai, paprika, dan kunyit.
- Golongan asam oksalat : sangat mudah berikatan dengan zat besi membentuk kompleks
yang sulit diserap oleh tubuh, misalnya bayam, ubi manis, wortel, teh hitam, kopi, dan
cokelat.
- Golongan asam fitrat : gandum utuh, nasi, kacang-kacangan dan produknya. Sedikit saja
asam fitrat (5-10 mg) dapat menurunkan penyerapan besi non heme sampai 50%.

Sehingga agar tidak terkena penyakit anemia, perhatikan asupan atau pola makanan yang
dikonsumsi untuk tubuh serta menjaga kesehatan tubuh. Karena mencegah lebih baik
daripada mengobati, jadi ayo semuanya pedulilah pada diri kita mulai dari sekarang.

 penyebab anemia adalah akibat faktor gizi dan non gizi. Faktor gizi terkait dengan
defisiensi protein, vitamin, dan mineral, sedangkan faktor non gizi terkait penyakit
infeksi. Protein berperan dalam proses pembentukan hemoglobin, ketika tubuh
kekurangan protein dalam jangka waktu lama pembentukan sel darah merah dapat
terganggu dan ini yang menyebabkan timbul gejala anemia, sedangkan vitamin yang
terkait dengan defisiensi zat besi adalah vitamin C yang dapat membantu mempercepat
penyerapan besi di dalam tubuh serta berperan dalam memindahkan besi ke dalam darah,
mobilisasi simpanan besi terutama hemosiderin dalam limpa.
Langkah V : Strukturisasi

Pasien dengan gejala anemia

Pemeriksaan Hb

Hb menurun Hb Normal

Tegakkan diagnosis anemia Bukan Anemia

Makrositik Normositik (MCV Mikrositik


(MCV > 100 fl) 80-100 fl) (MCV<80 fl) Cek studi besi darah

Cek SADT Ferritin normal atau Ferritin menurun


meningkat

Sel makrositer atau Ditemukan sel Bukan anemia


normositer mikrositer defisiensi besi

Bukan anemia Anemia campuran


TIBC menurun
defisiensi besi TIBC meningkat

Bukan anemia
Anemia defisiensi besi
defisiensi besi

Etiologi Gejala klinis Patofisiologi Diagnosis Penatalaksana


an

Kebutuhan ↑scra Koilonychias, atropi


fisiologis, ↓ Besi yg lidah, angular Tahap 1 : Iron Dilakukan Pemberian preparat
diserap, Tranfusi cheilitis, disfagia depletion berdasarkan besi, pemberian
darah , pendarahan anamnesis, preparat besi
Tahap 2: iron pemeriksaan fisik parenteral dan
deficient dan pemeriksaan tranfusi darah
erythripoietin laboratorium

Tahap 3: iron
deficiency anemia
Langkah VI : Learning Objective
1. Jelaskan Anemia Defisiensi Besi
2. Jelaskan etiologi anemia defisiensi besi !
3. Jelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis anemia defisiensi besi
4. Jelaskan penatalaksanaan anemia defisiensi besi
5. Jelaskan pemeriksaan penunjang Anemia Defisiensi zat besi?
6. Jelaskan pemeriksaan fisik anemia defisiensi besi
7. Jelaskan diagnosis anemia defisiensi besi

Langkah VII : Sintesis hasil belajar mandiri sesuai LO, sebutkan sumbernya ditiap
paragraf bahasan

1. Jelaskan Anemia Defisiensi Besi

(Amalia dan Agustyas, 2016 )

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat rendahnya kadar zat besi
dalam tubuh sehingga terjadi kekosongan persediaan cadangan besi tubuh dan menyebabkan
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, sehingga pembentukan hemoglobin berkurang.
Dilihat dari derajat beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu: deplesi besi (iron depleted state) dimana cadangan besi
menurun, dicerminkan dengan penurunan feritin serum, tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu dan pasien belum menderita anemia; eritropoesis defisiensi besi
(iron deficient erythropoiesis) yaitu cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk
eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara laboratorik.

Ditandai dengan konsentrasi besi serum dan saturasi transferin yang rendah, kadar
reseptor transferin serum meningkat; anemia defisiensi besi yaitu cadangan besi kosong
disertai dengan anemia defisiensi besi yang ditandai dengan anemia hipokromik mikrositik,
besi serum menurun, TIBC (total ironbinding capacity) meningkat, saturasi transferin
menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sumsum tulang negatif, dan adanya respon
terhadap pengobatan dengan preparat besi.
Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporpirin mempunyai peranan yang

penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim
yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sitesis DNA, neurotransmitter, dan proses
katabolisme. Berdasarkan bentuk ikatan dan fungsinya zat besi di dalam tubuh terbagi atas 2
macam, yaitu:

(1) . Zat besi yang membentuk ikatan heme dengan protein (heme-protein) adalah sekitar 10%
berasal dari makanan. Zat besi ini dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan
besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat yang dikonsumsi.

(2) . Cadangan dan transport zat besi (non heme iron) ada sekitar 90% berasal dari makanan,
yaitu dalam bentuk senyawa besi inoerganik feri (Fe3+), agar diserap dalam usus besinya
harus diubah dulu menjadi bentuk fero (Fe2+), contoh non heme iron adalah hemosiderin dan
ferritin.

Penyerapan besi oleh tubuh terutama dimukosa usus duodenum sampai pertengahan
jejunum. Penyerapan besi akan meningkat pada keadaan asam, defisiensi besi dan kehamilan
sedangkan penyerapan akan menurun pada keadaan basa, infeksi, adanya bahan makanan
yang mengandung phytat dan kelebihan zat besi. Proses penyerapan besi dibagi menjadi 3
fase:

 Fase Luminal : Besi dalam makanan diolah di lambung kemudian siap diserap di
duodenum.

 Fase Mukosal : Proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu
proses aktif.

 Fase Korpereal : Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi oleh sel-
sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.
(Setiati dkk, 2014)

Prevalensi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering ditemukan. Dari
berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia
defisiensi besi seperti pada tabel :

Tabel 1 Prevalensi Anemia Defisiensi Besi.

Yang paling rentan terkena anemia defisiensi besi adalah perempuan hamil. Di India,
Amerika Latin, dan Filipina prevalensi anemia defisiensi besi pada perempuan hamil berkisar
di antara 35% sampai 99%.

2. Jelaskan etiologi anemia defisiensi besi !


Terjadinya Anemia Defisiensi Besi (ADB) sangat ditentukan oleh kemampuan
absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang
hilang. Berikut tabel penyebab anemia defisiensi berdasar umur : ( Fitriany dan Amelia,
2018)

Kekurangan besi dapat disebabkan oleh :

 Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

a. Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja
kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada
bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi
mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan sangat cepat,
pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan masa hemoglobin dalam
sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.

b. Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan
darah lewat menstruasi.

 Kurangnya besi yang diserap

a. Masukan besi dan makanan yang tidak adekuat

Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang


banyak mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi selama
1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang
mendapat ASI eksklusif jarang menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini
disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu yang
terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsropsi bayi,
sedangkan dari PASI hanya 10% besi yang dapat diabsropsi.

Pada bayi yang mengkonsumsi susu sapi lebih banyak daripada ASI lebih berisiko tinggi
terkena anemia defisiensi besi.

b. Malabsorpsi besi

Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi
parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup
besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat
melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme.

 Perdarahan
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya ADB.
Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan
mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga darah 3-4 ml/hari (1,5 – 2 mg) dapat
mengakibatkan keseimbangan negatif besi. Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran
cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat,
kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infeksi cacing (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan
menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.

 Faktor Nutrisi

Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau bioavabilitas besi yang
rendah. Contoh makanan yang kaya akan zat besi adalah daging, telur, sayuran berdaun
hijau.

 Transfusi feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada
akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.

 Hemoglobinuria
Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memiliki katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melaui urin rata-rata 1,8 – 7,8
mg/hari.

 Iatrogenic blood loss

Pada anak yang banyak bisa diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium
berisiko untuk menderita ADB.

 Idiopathic pulmonary hemosiderosis

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat
dan berulang serta adanya infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat
menyebabkan kadar Hb menurun drastis hingga 1,5 – 3 g/dl dalam 24 jam.

 Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolaraga berat seperti olahraga lintas alam, sekitar 40% remaja
perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran
cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan
berat terjadi pada 50% pelari.

3. Jelaskan patofisiologi dan manifestasi klinis anemia defisiensi besi

( Fitriany dan Amelia, 2018)

 Patofisiologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel berikut 3 tahap defisiensi besi,
yaitu :
a. Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non
heme. Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.

b. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan
saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)
meningkat.

c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif.
Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

 Gejala Klinis

Kebanyakan anak-anak dengan defisiensi besi tidak menunjukkan gejala dan baru
terdeteksi dengan skrining laboratorium pada usia 12 bulan.

Gejala khas dari anemia defisiensi besi adalah:

1. Koilonychias /spoon nail/ kuku sendok: kuku berubah menjadi rapuh dan bergaris-garis

vertical dan menjadi cekung sehingga mirip dengan sendok.

2. Akan terjadi atropi lidah yang menyebabkan permukaan lidah tampak licin dan mengkilap

yang disebabkan oleh menghilangnya papil lidah


3. Angular cheilitis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai

bercak berwarna pucat keputihan.

4. Disfagia yang disebabkan oleh kerusakan epitel hipofaring.

Defisiensi besi memiliki efek sistemik non-hematologis. Efek yang paling


mengkhawatirkan adalah efek terhadap bayi dan remaja yaitu menurunnya fungsi
intelektual, terganggunya fungsi motorik dapat muncul lebih dahulu sebelum anemia
terbentuk. Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara keadaan kurang
besi dan uji kognitif. di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan, ditemukan bahwa
terdapat perbedaan skor mental dan skor motoric antara kelompok anak dengan anemia
defisiensi besi dan dengan anak normal. Penelitian juga dilakukan terhadap anak usia 3-6
tahun di Inggris yang menunjukkan bahwa anak dengan anemia defisiensi besi menunjukkan
skor yang lebih rendah terhadap uji oddity learning jika dibandingkan kelompok kontrol.
Terdapat bukti bahwa perubahan-perubahan tersebut dapat menetap walaupun dengan
penanganan, sehingga pencegahan menjadi sangat penting. Pica, keinginan untuk
mengkonsumsi bahan-bahan yang tidak dapat dicerna, atau pagofagia, keinginan untuk
mengkonsumsi es batu merupakan gejala sistemik lain dari defisiensi besi. Pica dapat
menyebabkan pengkonsumsian bahan bahan mengandung timah sehingga akan
menyebabkan plumbisme.

4 . Jelaskan penatalaksanaan anemia defisiensi besi

( Fitriany dan Amelia, 2018)

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan


mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80 –
85% penyebab ADB dapat diketahui dengan penanganannya dapat dilakukan dengan
tepat. Pemberian preparat Fe dapat dilakukan secara oral atau parenteral. Pemberian
peroral lebih aman, murah, dan sama efektifnya dengan pemberian secara parenteral.
Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak dapat memakan obat
peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat dipenuhi secara peroral karena ada
gangguan pencernaan.

a. Pemberian preparat besi


Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri.
Preparat tersedia berupa ferous glukonat, fumarat, dan suksinat. Yang sering dipakai
adalah ferous sulfat karena harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous
fumarat, dan ferous suksinat diabsropsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat
besi berupa tetes (drop). Untuk mendapat respon pengobatan dosis yang dipakai 4 – 6
mg besi elemental/kgBB/hari.
Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental yang ada dalam
garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis
obat yang terlalu besar akan meninmbulkan efek samping pada saluran pencernaan
dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebih cepat. Absropsi besi yang
terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu makan, akan tetapi
dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna. Untuk mengatasi hal tersebut
pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan meskipun
akan mengurangi absropsi obat sekitar 40 – 50%.
Obat diberikan dalam 2 – 3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting
karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita. Preparat
besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada penderita teratasi.
Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari
pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel dibawah ini

Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada orang
dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang berifat sementara dapat
dihindari dengan meletakkan larutan tersebut ke bagian belakang lidah dengan cara
tetesan.

Dosis dan lama pemberian suplemen besi


b. Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi parenteral intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan
untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibandingkan peroral. Preparat yang
sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg besi/ ml.
Dosis dihitung berdasarkan :
Dosis besi 9mg = BB (9kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5

c. Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dpaat
mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu
secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hipervolemia dan
dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang cukup
untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi.
Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya diberi
PRC dengan dosis 2 – 3 mg/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretik
seperti furosemide. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan
pemberian transfusi tukar menggunakan PRC yang segar.

5. Jelaskan pemeriksaan penunjang Anemia Defisiensi zat besi?


(Setiati dkk, 2014)
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai
adalah sebagai berikut.
Pada pemeriksaan kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan sediaan apusan
darah didapatkan anemia hipokromik mikrositik dengan penurunan kadar
hemoglobin. MCV (Mean Corpuscular Volume), MCHC (Mean Corpuscular
Hemoglobin Concentration), dan MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) menurun di
mana MCV < 70 fl, MCH < 27 pg. RDW (red cell distribution width) meningkat yang
berarti ada anisositosis. Pada anemia, indeks eritrosit menurun secara progresif sejalan
dengan memberatnya anemi.
Sediaan apusan darah menunjukkan sel mikrositik hipokrom dan kadang-
kadang ditemukan sel target poikilosit berbentuk pensil. Hitung retikulosit rendah,
ditemukan gambaran sediaan apus dimorfik pada penderita anemia yang baru
mendapat terapi besi dan menghasilkan suatu populasi eritrosit baru yang terisi
dengan baik dan berukuran normal. Jumlah trombosit seringkali meningkat, terutama
jika pendarahan berlanjut.

Pada pemeriksaan besi sumsum tulang, pada pasien dengan anemia defisiensi
besi, tidak ada besi dari eritroblas cadangan (makrofag) dan yang sedang berkembang
yang ditemukan dari pengecatan sumsum tulang denagn biru prusia (Perl’s stain)
dengan hasil cadangan besi negatif. Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia
normoblastik dengan normoblas kecil-kecil (mikronormoblas) dominan. Didapatkan
pula besi serum turun < 50 mg/dl dan daya ikat besi total (total iron-binding capacity,
TIBC) meningkat > 350 mg/dlsehingga TIBC kurang dari 10% tersaturasi.
Reseptor transferin serum berperan dalam transportasi besi transferin ke dalam
sel. Peningkatan kadar reseptor transferin ditemukan pada penderita anemia defisiensi
besi. Pengukuran kadar reseptor transferin digunakan untuk membedakan anemia
defisiensi besi dengan anemia akibat penyakit kronik. Rasio reseptor transferin
dengan log feritin serum biasanya digunakan untuk membedakan kedua anemia
tersebut. Rasio > 1,5 menunjukkan anemia defisiensi besi sedangkan rasio < 1,5
menunjukkan anemia akibat penyakit kronik.
Kadar feritin serum sangat rendah < 20 µg/dl. Apabila terjadi inflamasi, feritin
serum sampai 60 µg/dl masih dapat menunjukkan anemia defisiensi besi. Feritin
serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia defisiensi besi
yang paling kuat yang banyak dipakai di klinik maupun di lapangan karena cukup
reliabel dan praktis.
Pada anemia defisiensi besi, sintesis heme terganggu yang menyebabkan
protoporfirin menumpuk dalam eritrosit. Protoporfirin bebas meningkat sampai lebih
dari 100 mg/dl di mana keadaan normalnya kurang dari 30 mg/dl. Dapatpula
dilakukan pemeriksaan feses untuk cacing tambang atau pemeriksaan lain tergantung
dari dugaan penyebab anemia defisiensi besi tersebut.

6. Jelaskan pemeriksaan fisik anemia defisiensi besi


Fuqua, Brie K., Christopher D. Vulpe, and Gregory J. Anderson. 2012. “Intestinal Iron
Absorption.” Journal of Trace Elements in Medicine and Biology 26: 115–19.
 CBC (Complete Blood Count):
a. Hb, MCV dan MCH yang rendah
b. MCV menurun → <80-100 fL
c. MCH menurun → < 70 fL
d. RDW meningkat yang menandakan adanya anisositosis → >14 %.
e. Hb <12 g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl (perempuan)
 Retikulosit rendah
 Saturasi transferin dibawah 10%,
 Kadar serum ferritin <10μg/L (<16%)
 Protoporfirin eritrosit bebas meningkat yaitu 200 μg/dl
 Terjadi peningkatan TIBC [normal orang dewasa 240- 360 μg/dl]
 Kadar besi serum kurang dari 40μg/dl.

7. Jelaskan diagnosis anemia defisiensi besi

(Setiati dkk, 2014)

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis anemia defisiensi besi. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia
dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,
sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.

Secara laboratorium untuk menegakkan diagnosis anemiia defisiensi besi (tahap satu
dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi modifikasi dari kriteria
Kerlin et al) sebagai berikut :

Anemia hipokromik mikrositer pada apusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC
< 31 % dengan salah satu dari a, b, c atau d :

a) Dua dari parameter ini : Besi serum < 50 mg/dl, TIBC > 350 mg/dl, Saturasi transferin <
15% atau

b) Serum feritinin < 20 g/dl atau

c) Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (perl’s stain) menunjukan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif atau

d) Dengan pemberian sulfas fenosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi.
Tahap ini merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber pendarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20 % kasus anemia defisiensi besi tidak diketahui
penyebabnya.

Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi
yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Pada suatu
penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3 % pasien infeksi cacing
tambang atau 12,2% dari 123 kasus anemia defisiensi besi yang dijumpai. Jika tidak
ditemukan pendarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult blood test) pada
feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau bawah.
DIAGNOSIS BANDING

Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya seperti :
anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, anemia sideroblastik. Cara membedakan
keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabelberikut :

Daftar Pustaka :

 Amalia, A dan Agustyas T. 2016. Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia.
MAJORITY. Vol. 5(5).
 Fitriany J dan Amelia I.S. 2018. Iron Deficiency Anemia. Jurnal Averrous. Vol. 4(2).
 Fuqua, Brie K., Christopher D. Vulpe, and Gregory J. Anderson. 2012. “Intestinal Iron
Absorption.” Journal of Trace Elements in Medicine and Biology 26: 115–19.
 Setiati, S., dkk. (Ed). 2014. Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta : Internal
Publishing.
Rubrik Penilaian Tutorial Online

2 1 0
Langkah I-IV seven jumps Langkah I-IV seven jumps Tidak membahas pokok
searah, sesuai pokok bahasan keluar dari pokok bahasan tapi bahasan
masih sesuai tema
Langkah V: Seluruh LO Langkah V; hanya memenuhi Langkah V; tidak mengenai
terpenuhi disertai penambahan 2-3 LO LO sama sekali
LO sesuai pokok bahasan
Seluruh hasil sintesis valid, Hasil sintesis ada yang valid Seluruh sintesis tidak valid
sesuai referensi ada yang tidak atau tidak menyebutkan
referensi
Seluruh pembahasan sintesis Sebagian pembahasan sintesis Pembahasan sama sekali tidak
sesuai LO sesuai LO sesuai LO
Pembahasan sintesis tidak Dijumpai plagiat sebagian Plagiat total
plagiat dengan teman kelompok

Penilaian Tutorial : total poin x 10


Nilai :

Anda mungkin juga menyukai