Anda di halaman 1dari 21

Anemia Defisiensi Besi pada Dewasa

Alfrida Ade Bunapa/102011137


Email: Bunapa_ade@yahoo.co.id
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510.

Pendahuluan
Defisiensi besi merupakan penyebab anemia tersering pada semua negara di dunia, dan
merupakan etiologi terpenting dari anemia mikrositik hipokrom, di mana terjadi penurunan dari
2 indikator sel darah merah yaitu MCV (Mean Corpuscular Volume), dan MCH (Mean
Corpuscular Haemoglobin), serta hapusan darah menunjukkan adanya sel darah merah yang
kecil (mikrositik) dan pucat (hipokromik). Penampakan seperti ini disebabkan karena adanya
defek dari sintesis hemoglobin.1

Pembahasan
ANAMNESIS
Dilihat dari gejala nya, pasien kemungkinan menderita anemia, oleh karena itu perlu
ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui anemia jenis apakah itu.1
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan suatu
sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8
g/dL.
2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi tubuh.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat pernah
menderita penyakit yang kronis.

4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten dengan
malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap, pendarahan
rektal, muntah butiran kopi.
5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah, dan
sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya, riwayat penyakit
kronis (reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang
(memar, perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin
seperti neuropati perifer (defisiensi vitamin B12),subacute combined degeneration of
cord [SACDOC), adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup
buatan yang bocor), riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi
gastrointestinal, adakah disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau ada
selaput pada esofagus akibat anemia defisiensi Fe).1
Riwayat keluarga
Menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan
penyakit sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter. 1
Lain-lain
Menanyakan adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit
seperti cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang
menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik,
penurunan berat badan yang drastis baru-baru ini dan riwayat operasi seperti
gastrektomi.2

PERIKSAAN FISIK
Inspeksi
1. Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering merasa
sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut.
2. Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg
berubah warna menjadi kuning contoh pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan
ini.
3. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada sudut
mulut sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut terdapat pada anemia
defisiensi Fe.
4. Adakah tanda kerusakan trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan
kadar trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.
5. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada anemia defisiensi
besi. 1
Palpasi
1. Konjungtiva
Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua kelopak mata ke
bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat sclera dan konjuctiva
terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk menilai warnanya.
Patologis: Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva dapat
berwarna pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu sindrom
anemia.3
2. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan bentuk
dan lesi yang ada.
Patologis: Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang berbentuk
seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti sendok). 4
3. Limfa
Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior yang lokasi nya di
sebelah anterior dan superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan plapasi
rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di sepanjang M.Trapezius

(anterior) dan M. Sternocleidomastoideus (posterior). Lakukan pemeriksaan nodus


limfatikus supraklavikular pada sudut antara os clavicula dan M.Sternocleidomastoideus.5
Patologis : Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda infeksi atau
keganasan. Bila limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan, limfa yang
membesar dan keras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra klavikular yang
membesar menandakan kemungkinan adanya keganasan di abdomen atau torax.5
4. Palpasi hati , limpa, abdomen
Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau
splenomegali yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia
defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi.6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung sel darah lengkap
Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete
blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai hematologi, memeriksa
jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet).7
a. Eritrosit
- Hemoglobin(Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas mengangkut
oksigen dari paru ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan : pria 13 g/dL, wanita 12
-

g/dL, wanita hamil 11 g/dL.7


Hematokrit(Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam
seluruh volume darah.Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya

anemia. Nilai rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %. 7


Volume Eritrosit Rata-Rata(VER) atau mean corpuscular volume(MCV)
mengukur besar rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan
menggunakan rumus adalah VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai
rujukan : 82-92 fL. VER yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih
kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat
besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak berbahaya. Namun VER yang
besar dapat menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan sel darah
merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh

kekurangan asam folat.7,8


Red Blood CellDistribution Width(RDW) mengukur kisaran/variasi ukuran sel
darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan
kekurangan beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV ( coefisient of
variation ) dari ukuran eritrosit. Bila semua eritrosit ukuran mikrositik dan
makrositik maka nilai RDW normal dan VER akan menurun atau meningkat.
Bila ukuran eritrosit beraneka ragam namun ukuran rata-arta eritrosit normal

makan RDW akan meningkat dan VER normal. 7,8


Hemoglobin
Eritrosit
Rata-Rata(HER)
atau

mean

corpuscular

hemoglobin(MCH). Dapat dihitung dengan rumus: Hb (g/dL ) / E ( juta/uL) x


-

10 (pg) dan nilai rujukan 27-31 pg


Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata(KHER) atau mean corpuscular
hemoglobin concentration(MCHC atau CHCM). Dapat dihitung dengan

rumus : Hb (g/dL) / Ht ( % ) x 100 %. Nilai rujukan : 32-37 %. 7,8


b. Leukosit8
Hitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet Sahli. Nilai rujukan:
4,5-11 x 103 /uL
c. Trombosit8
Trombosit atau platelet dapat dihitung dengan menggunakan cara kuantitatif dan
kualitatif. Nilai rujukan : 150-350 x 103 / uL.
d. Retikulosit8
Retikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada sisa RNA minimal 2
partikel granula atau 1 partikel granula dengan filament, tidak di tepi membrane
sel. Dapat diperiksa dengan pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue,
purified azure B, acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5 %. Nilai absolute :
25000-75000 / uL darah.
2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi8
Pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluasi morfologi sel darah tepi, memperkirakan
jumlah leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi parasit. Misalnya malaria,
microfilaria, trypanosome.
a. Eritrosit: pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna ( staining characteristic).

Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat bagian tengah.
Ukuran normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut anisositosis,
variasi abnormal bentuk disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit
dengan daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi adalah eritrosit
berwarna kebiruan di antara eritrosit normal berwarna merah.
b. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit. Urutan baku : Basofil,
eosinofil, batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan terhadap 100
sel.
3. Laju Endap Darah8
Untuk mengukur kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma pada suatu interval
waktu. Sensitif tapi tidak spesifik. Nilai rujukan : 0-10 mm/jam pada pria dan 0-15
mm/jam pada wanita.
4. Pemeriksaan Kadar / status besi9
a. Kadar besi serum (BS): mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan
transferin.
b. Total Iron Binding Capasity (TIBC): Mengukur banyaknya besi yang dapat diikat
transferin bila serum dijenuhkan dengan besi. Normal : rasio BS :DIBT = 1:3
c. Saturasi Transferin: Persentase transferin yang berikatan dengan besi dengan
rumus:BS / DIBT x 100 %. Nilai rujukan : 20-45 % transferin jenuh dengan besi.
d. Ferritin serum: indikator awal mendeteksi defisiensi besi. Nilai rujukan : wanita
10-200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL
5. Pemeriksaan Sumsum Tulang8
Dapat dipakai untuk membantu menetapkan diagnosis kelainan hematologi, menentukan
stadium penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan cadangan besi sumsung tulang.
Hal yang dinilai :
a. Penilaian kepadatan sel , normal densitas 25-50 %
b. Penilaian
trombopoesis
:
menilai
keadaan

megakariosit,

mudah

ditemukan/normal/ jarang.
c. Aktivitas eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.
d. Aktivitas granulopoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.
Pada defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung tulang dengan Perls Stain,
pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang berkurang / kosong.
6. Pemeriksaan Feses8

Mencari adanya perdarahan melalui traktus digestivus. Secara makroskopik dilihat warna
tinja, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing, parasit, untuk pemeriksaan
kimia lakukan tes darah samar.
7. Pemeriksaan Urin8
Mencari ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan makroskopik dilihat
warna urin, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, silinder eritrosit, dan
hemosiderinuria. Kimia dilakukan tes darah samar.
8. Pemeriksaan Histopatologi10
Tidak adanya iron stainable di jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang dan hati, adalah
penemuan histologis yang paling berguna pada pasien yang kekurangan zat besi.
Kelainan jaringan epitel yang non spesifik dilaporkan dalam kekurangan zat besi. Ini
termasuk gastric atrophy dan clubbing dari vili usus halus.

DIAGNOSIS KERJA
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap
diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria
WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan
tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap
dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al)
sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 dan MCHC <31%
dengan salah satu dan a, b, c, atau d.

Dua dari tiga parameter di bawah ini:


- Besi serum <50 mg/dl

- TIBC>350 mg/dI
- Saturasi transferin: <15%, atau
Ferritin serum <20 mg/l, atau
Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan

besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau


Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)selama
4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini
sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tetapi
merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta
kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun
dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.
Untuk pasien dewasa fokus utama aalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis tentang
menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk laki-laki
dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak cukup
hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tetapi sebaiknya
dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, untuk menentukan
beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap sebagai
penyebab utama ADB, harus dicari penyebab lainnya.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala Anemia Defisiensi Besi 11
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu : gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin hemoglobin turun di bawah 7-8
g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan

anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme
kompensasi tubuh dapat berjalan dengan bails Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin
telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama
pada konyungtiva dan jaringan di bawah kuku.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah:

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok (Gambar 1).

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwama pucat keputihan

Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, tern, dan lain-

lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala
yang

Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi


Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan :

Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi untuk

eritropoesis belum terganggu.


Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,
penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.

Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

DIAGNOSIS BANDING
Pada pasien dengan anemia mikrositik hipokrom, kemungkinan diagnostik utama
adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena penyakit kronik, dan anemia
sideroblastik. Beberapa tes laboratorium sering berguna untuk diagnosis banding. Defisiensi
zat besi ringan dapat membingungkan dengan turunan talasemia atau dengan bentuk dua
penghapusan dari talasemia (-/- atau --/). Pada bentuk ringan dari talasemia ini,
mikrositosis lebih nyata daripada hipokromia; karenanya; konsentrasi hemoglobin rata-rata
(MCHC) biasanya normal. Distribusi ukuran sel darah merah lebih seragam dibandingkan
pada defisiensi zat besi. Sel target dan bintik-bintik basofilik biasanya lebih nyata pada
talasemia dibandingkan pada defisiensi zat besi. Hemoglobin A2 meningkat pada turunan
talasemia dan menurun pada defisiensi zat besi dan talasemia . Jika pasien dengan turunan
talasemia mengalami defisiensi zat besi, kadar hemoglobin A2 dapat turun menjadi normal.
Zat besi serum normal atau meningkat pada talasemia dan menurun baik pada defisiensi zat
besi dan anemia akibat penyakit kronik.

Anemia pada Penyakit Kronik


Di antara berbagai anemia yang paling sering ditemukan terdapat anemia yang
menyertai berbagai penyakit kronik.Anemia yang terjadi bersifat normositik/normokromik atau
mikrositik/hipokromik. Penanganan keadaan yang mendasari akan mengoreksi anemia ini; hanya
sebagian dari terapi eritropoitin yang berhasil dengan baik.12
Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan klinis
kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni:

kadar Hb berkisar 7-11 g/dl

kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah

cadangan Fe jaringan tinggi

produksi sel darah merah berkurang. 13

Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit
dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umunya asimtomatik. Meskipun demikian apabila
demam atau debiltas fisik meningkat, maka pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya.

Anemia Sideroblastik
Ini adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepi dan besi sumsum
tulang yang meningkat; anemia ini dipastikan dengan adanya banyak sideroblas cincin (ring
sideroblast) yang patologis dalam sumsum tulang. Sideroblas cincin inadalah eritroblas abnormal
yang mengandung banyak granula besi yang tersusun dalam suatu bentuk cincin atau kerah yang
melingkari inti; bukan beberapa granula besi yang tersebar secara acak yang tampak bila
eritroblas normal diwarnai dengan pewamaan besi. Anemia sideroblastik didiagnosis bila 15%
atau lebih eritroblas dalam sumsum tulang adalah sideroblas cincin, tetapi sideroblas cincin ini
dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada berbagai kondisi hematologic.
Anemia sideroblastik digolongkan menjadi beberapa jenis dan persamaannya
adalah adanya suatu defek dalam sintesis heme. Pada bentuk herediter, anemia dicirikan
oleh suatu gambaran darah yang sangat hipokrom dan mikrositik. Mutasi tersering adalah
pada gen asam -aminolevulinat sintase (ALA-S) yang terdapat pada kromosom X.
Piridoksal-6-fosfat adalah suatu koenzim untuk ALA-S. Jenis lain yang jarang dijumpai
meliputi defek mitokondria, responsif tiamin, dan defek autosom lain. Bentuk didapat
primer yang lebih sering ditemukan adalah salah satu subtipe mielodisplasia. Bentuk ini
juga dinamakan 'anemia refrakter dengan sideroblas cincin'.
Anemia sideroblastik yang didapat lebih sering idiopatik dan muncul secara
spontan pada individu yang lebih tua. Pertumbuhan dan maturasi yang terganggu muncul
pada semua garis yang memancar dari sel induk hemopoetik.9
Talasemia
Adalah sekelompok penyakit kongenital yang berbeda menimbulkan terjadinya defek
pada sintesis satu atau lebih subunit hemoglobin. Akibat penurunan pembentukan hemoglobin,

sel darah merah menjadi mikrositik-hipokromik. Talasemia mengalami gangguan pembentukan


rantai. Talasemia dibagi 2 yaitu talasemia mayor dan talsemia minor. Talasemia minor
jarang menyebabkan gejala klinis yang bermakna. Diagnosa umumnya ditegakkan pada pasien
yang sedang dievaluasi untuk anemia ringan atau pada tindak lanjut kelainan yang dijumpai pada
pemeriksaan darah rutin.
Talasemia mayor disebut juga anemia Cooley, merupakan bentuk terparah dari anemia
hemolitik congenital. Pasien mengalami gejala anemia berat. Pada pasien juga dijumpai temuan
yang berkaitan dengan hemolisis intramedularis dan eprifer yang parah serta kelebihan besi.
Kulit pasien berwarna aneh karena kombinasi ikterus, kepucatan, dan penigkatan endapan
melanin. Pasien biasanya mengalami kelainan tulang akibat ekspansi sumsum eritroid.
Pembesaran tulang malar dapat menimbulkan wajah khas tupai atau maloklusi rahang.
Kardiomegali, hepatomegali, dan splenomegali juga dapat ditemukan.
Diagnosis talasemia mayor harus dipertimbangkan pada tiap pasien anemia
hemolitik dan sel darah merah mikrositik dan hipokrom.10
Tabel 5. Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi 11
Anemia

Anemia Akibat

Defisiensi Besi

Penyakit

Derajat

Kronik
Ringan sampai Ringan

anemia
MCV

berat
Menurun

MCH

Trait

Anemia

Thalassemia

Sideroblastik

Ringan

Ringan

Menurun/N

Menurun

sampai berat
Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Besi serum

Menurun < 30

Menurun < 50

Normal /

Normal /

TIBC

Meningkat

Menurun<300

Normal /

Normal /

Saturasi

>360
Menurun < 15% Menurun/N

Meningkat

> Meningkat

transferin
Besi sumsum Negatif

10-20%
Positif

20%
Positif kuat

20%
Positif dengan

tulang

ring

Protoporfirin Meningkat

sideroblast
Normal

eritrosit
Feritin

Menurun

serum
Elektrofoesis

20g/l
Normal

Meningkat
< Normal
200 g/l
Normal

Normal
20- Meningkat
50 g/l
Hb
meningkat

>

> Meningkat
50 g/l
A2 Normal

>

ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, ganguan absorbsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


-

Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. Perdarahan
kronik, khususnya uterus atau saluran cerna adalah penyebab yang utama, sebaliknya,
defisiensi dari makanan jarang sekali menjadi penyebab tunggal di negara maju. Setengah
liter darah mengandung sekitar 250 mg besi, walaupun absropsi besi dari makanan
meningkat pada tahap awal defisiensi besi, keseimbngan besi negative biasa terjadi pada

perdarahan kronik.
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Menorrhagia sulit dinilai secara klinis, walaupun pardarahan berupa bekuan, peggunaan
pembalut atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa menstruasi yang lama

kesemuanya menunjukkan perdarahan yang berlebih.


Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe11

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging). 11
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui dan pada
wanita yang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya resiko anemia pada kelompok klinis
tersebut. Bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari pemecahan eritrosit yang
berlebihan. Sejak usia 3 sampai 6 bulan, terdapat kecenderungan kesetimbangan besi negative
akibat pertumbuhan. Susu formula bersuplemen serta makan campuran yang diberikan sejak usia
6 bulan, khusunya dengan makanan yang ditambah besi dapat mencegah difisiensi besi.
Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu sekitar 35% pada
kehamilan, transfer 300 mg besi ke janin, dan karena perdarahan pada saat persalinan. Walaupun
absorpsi besi juga meningkat, terapi besi serigkali diperlukan bilah hemoglobin turun sampai
kurang dari 10 g/dl atau MCV dibawah 82 fl pada trimester ketiga.12

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.


Diperkirakan perlu 8 tahun bagi seorang pria dewasa normal untuk menderita anemia
defisiensi besi hanya akibat diet yang buruk atau malabsorbsi yang menyebabkan tidak
adanya asupan besi sama sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak adekuat atau
malabsorbsi jarang meupakan penyebab tunggal anemua defisiensi besi, walaupun di negara
berkembang dapat terjadi defisiensi besi akibat diet yang buruk seumur hidup, yang teutama
terdiri dari biji-bijian dan sayuran. Meskipun demikian, enteropati yang diinduksi gluten,
gasterktomi total atau parsial, dan gastritis atopic dapat merupakan factor predisposisi untuk
terjadinya defisiensi besi.12
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan

perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama.
Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik
paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi
paling sering karena meno-metrorhagia.11
Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat dan di lapangan dengan ADB di
rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang,
sedangkan di klinikADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi
lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Fakta, pada penelitian di Desa Jagapati, Bali,

mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada sekitar 30% kasus, faktor
nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia derjat ringan sampai
sedang. Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik
memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%),
sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%.11

EPIDEMIOLOGI
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik
maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara berkembang.
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan oleh
karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalensi
ADB sebesar 27%.
Wanita hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ABD. Di India, Amerika
Latin dan Filipina prevalensi ABD pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%.
Sedangkan di Bali, pada suatu pungunjung puskesmas didapatkan prevalensi anemia sebesar 50%
dengan 75 % anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42 desa di
Bali yang melibatkan 1684 Perempuan hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%, sebagian
besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan
kepatuhan meminum pil besi

PATOFISIOLOGI
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan

pengecatan besi dalam sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka
cadangan besi akan kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan berkurang
sehingga menimbulkan gangguan pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum tampak,
keadaan ini dinamakan iron deficiency erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang
dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam eritrosit.
Saturasi transferin menurun atau TIBC meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat
spesifik adalah peningkatan reseptor transferin serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka
eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibat nya timbul
anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat itu juga terjadi
kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi pengendapan fe yang berlebihan
dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan miokardium (hemokromatosis).11

TATALAKSANA
Setelah didiagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap
anemia defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak
maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy):
Terapi Besi Oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan
preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah
3 x 200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian
sulfas ferosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat
meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.

Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir
sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated yang
dianggap memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat mengurangi absorbsi
besi.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong. tetapi efek
samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang
mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan.
Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang
dijumpai pada 15 sampai 20%. yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini
dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi
diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100 mg.
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan
sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh.
Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan
dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi
dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi.

Terapi besi parenteral


Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mernpunyai risiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan
atas indikasi tertentu.
Indikasi pemberian besi parenteral adalah:
-

intoleransi terhadap pemberian besi oral


kepatuhan terhadap obat yang rendah
gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan

besi
penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi
keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup

dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary


-

hemorrhagic teleangiectasia
kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan

trimester tiga atau sebelum operasi


defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia
gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi /ml),

iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate daniron
sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam
atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan
memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi
anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala,
flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui
rumus di bawah ini:
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali
pemberian.
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
c. Pengobatan lain

diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani

vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi

transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi
darah pada anemia kekurangan besi adalah:
1. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
2. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok.
3. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepatseperti path
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena. 11

PENCEGAHAN
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat membantu menghindari anemia
kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat, variasi makanan,
termasuk:
1. Besi. Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain
yang kaya zat besi, termasuk lentil, sereal kaya zat besi, sayuran berdaun hijau tua,
buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.
2. Folat. Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan buahbuahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti, sereal
dan pasta.
3. Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
4. Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri,
membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang yang
memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak - besi yang diperlukan selama ledakan
pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi. Asupan zat besi yang memadai juga
penting untuk bayi, vegetarian ketat dan pelari jarak jauh.
Beberapa orang dengan beresiko tinggi terkena defisiensi besi harus di pertimbangkan dalam
menggunakan terapi profilaksis. Orang-orang yang memerlukan terapi profilaksis tersebut adalah
bayi, wanita hamil, anak-anak, pendonor darah, orang yang menggunakan terapi aspirin dosis
tinggi. 17

KOMPLIKASI

Anemia defisiensi besi kronis jarang menimbulkan komlikasi berat. Perdarahan hebat
dapat menimbulkan kematian, berkaitan dengan hipoksia yang disebabkan oleh anemia pasca
perdarahan.

PROGNOSIS
Prognosis baik apabila pengobatanya tepat dan kepatuhan minum obat baik. Tanda respon
pengobatan yang baik antara lain retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada
hari ke-10 dan kembali normal pada hari ke-14, kenaikan Hb 0,15 g/dl per hari atau 2 gr/dl
setelah 3-4 minggu sehingga Hb akan kembali normal setelah 4-10 minggu.

Penutup
Anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana terjadi kekurangan penyediaan besi oleh
berbagai macam sebab sehingga mengakibatkan terggunya proses eritropoesis hingga kadar
hemoglobindarah menurun akibatnya badan menjadi lemas, lemah, cepat lelah, pucat mata
berkunang-kunang dan adapun kejala khas yang ditimbulkan sepertikoilonikia, atrofi papil
lidah,stomatitis angulariris, disfagia dan pica. ADB dapat mengakibatkan kematian apabila ADB
diakibatkan oleh perdarahan yang sangat hebat. Pengobatan ADB dengan terapi kausal dan
pemberian preparat besi, prognosisnya baik apabila ditangani secara cepat dan kepatuhan minum
obat baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hoffbrand AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential haematology. 5th ed. Massachusets:
Blackwell Publishing; 2006.p.21-2, 28-37,40-1
2. Anemia. Dalam: Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik.Jakarta:Erlangga; 2003. h. 84-5.
3. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Silbernagl,Stefan. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta : EGC ; 2007. h.38-9
4. Pemeriksaan Konjuctiva dan Sklera. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2009.h.151
5. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi IV. Jakarta : FK UI; 2006.h.634-40
6. Pemeriksaan Kelenjar Limfe. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik
& Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009.h.167-8
7. Pemeriksaan Hati, Limpa, dan Massa Abdomen. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 342-9
8. Hitung Darah Lengkap.Diunduh dari http://spiritia.or.id/li/pdf/LI121.pdf. Diunduh
14April 2015
9. .V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. Kapita Selekta Hematologi Ed. 4. Jakarta : EGC,
2005.h.35-7
10. Anemia pada Penyakit Kronik. Dalam : Isselbacher, Braunwald, dkk. Harrison PrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta : EGC ; 2000. h. 1929-31
11. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk. Penuntun
Patologi Klinik Hematologi. Jakarta : FK UKRIDA; 2009. h.38-43 ; 69-74; 79-81; 88
12. Anemia pada Penyakit Kronis. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI ; 2006. h.641-42

Anda mungkin juga menyukai