Anda di halaman 1dari 38

Anemia Defisiensi Besi

Wendy Purnama
Mahasiswa Semester VI
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita masyarakat, baik anak-anak,
remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua. Penyebabnya sangat beragam, dari yang
karena perdarahan, kekurangan zat besi, asam folat, vitamin B12, sampai kelainan hemolitik.
Anemia dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan
laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan secara laboratorik didapatkan
penurunan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah dari harga normal.
Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena
kurangnya zat besi.
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrositik hipokrom yang terjadi akibat
defisiensi besi dalam gizi, atau hilangnua darah secara lambat dan kronik. Defisiensi besi
adalah masalah pada bayi dan anak yang memiliki peningkatan kebutuhan akan gizi. Wanita yang
haid cenderung mengalami defisiensi besi karena hilangnya besi setiap bulan dan diet yang kurang
zat besi. Wanita pada masa subur yang berolah raga memiliki peningkatan risiko karena olahraga
meningkatkan kebutuhan metabolik sel-sel otot. Pada pria, defisiensi besi biasanya terjadi pada
pengidap ulkus atau penyakit hati yang ditandai oleh perdarahan. Penurunan jumlah sel darah merha
memacu sumsum tulang untuk meningkatkan pelepasan sel-sel darah merah abnormal yang
berukuran kecil dan defisiensi hemoglobin.

Anamnesis
Dilihat dari gejala nya, pasien kemungkinan menderita anemia, oleh karena itu perlu
ditanyakan pertanyaan yang lebih rinci untuk mengetahui anemia jenis apakah itu.1
1. Gejala apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada, mata
berkunang-kunang, atau tanpa gejala? Bila terdapat gejala tersebut, itu merupakan
suatu sindrom anemia yang biasanya dijumpai apabila kadar hemoglobin turun di
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 1

bawah 7-8 g/dL.


2. Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi
tubuh.
3. Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat
pernah menderita penyakit yang kronis.
4. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,
pendarahan rektal, muntah butiran kopi.
5. Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
6. Tanyakan juga sumber perdarahan lain.
7. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan yang tidak lazim seperti es, tanah,
dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan pada anemia defisensi Fe.
Riwayat Penyakit dahulu 1
Tanyakan apakah ada dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya, riwayat penyakit
kronis (reumatoid arthritis atau gejala keganasan), tanda kegagalan sumsung tulang (memar,
perdarahan, dan infeksi yang tak lazim atau rekuren), tanda defisiensi vitamin seperti
neuropati perifer (defisiensi vitamin B12 subacute combined degeneration of cord
[SACDOC]), adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis (ikterus, katup buatan yang
bocor), riwayat anemia sebelumnya atau pemeriksaan endoksopi gastrointestinal, adakah
disfagia (akibat lesi esofagus yang menyebabkan anemia atau ada selaput pada esofagus
akibat anemia defisiensi Fe).
Riwayat keluarga
Menanyakan adakah riwayat anemia dalam keluarga khususnya pertimbangkan
penyakit sel sabit, talasemia, dan anemia hemolitik herediter. 1
Lain-lain
Menanyakan adakah riwayat bepergian dan pikirkan kemungkinan infeksi parasit
seperti cacing tambang dan malaria, mengkonsumsi obat-obatan misal OAINS yang
menyebabkan erosi lambung atau supresi sumsung tulang akibat obat sitotoksik, penurunan
berat badan yang drastis baru-baru ini dan riwayat operasi seperti gastrektomi.2

Pemeriksaan Fisik
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 2

Inspeksi 1
1. Keadaan umum dan kesadaran : lihat apakah pasien sakit ringan atau berat, sering
merasa sesak napas atau syok akibat kehilangan darah akut.
2. Adakah tanda-tanda ikterus yang ditandai dengan mata berwarna kuning, atau kulit yg
berubah warna menjadi kuning contoh pada anemia hemolitik dapat dijumpai keadaan
ini.
3. Adakah koilonikia (kuku seperti sendok) atau keilotis angularis (peradangan pada
sudut mulut sehingga tampak bercak pucat keputihan. Gejala tersebut terdapat pada
anemia defisiensi Fe.
4. Adakah tanda kerusakan trombosit (memar dan petechiae) dan bila ada menandakan
kadar trombosit yang menurun misal pada anemia aplastik.
5. Adakah atrofi papil lidah yang ditandai dengan permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang. Biasa gejala ini timbul pada anemia
defisiensi besi.

Gambar 1. Atrofi Papil Lidah


Palpasi
1. Konjungtiva
Minta pasien untuk melihat ke atas sementara pemeriksa menekan kedua
kelopak mata ke bawah dengan menggunakan ibu jari tangan sehingga membuat
sclera dan konjuctiva terpajan. Inspeksi sklera dan konjugtiva palpebralis untuk
menilai warnanya.
Patologis : Sklera yang berwarna kuning menunjukkan ikterus, konjunctiva
dapat berwarna pucat yang disebut konjuctiva anemis dan merupakan salah satu
sindrom anemia.3

Gambar 2. Konjungtiva pucat dan sklera berwarna kuning


Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 3

2. Kuku
Lakukan inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki. Perhatikan warna dan
bentuk dan lesi yang ada.
Patologis : Pada anemia defisiensi Fe dapat dijumpai koilonikia (kuku yang
berbentuk seperti sendok, rapuh, bergaris vertical dan menjadi cekung mirip seperti
sendok). 4

Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia
defisiensi besi
3. Limfa
Palpasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal anterior yang lokasi
nya di sebelah anterior dan superficial M.Sternocleidomastoideus. kemudian lakukan
plapasi rangkaian nodus limfatikus pada daerah servikal posterior di sepanjang
M.Trapezius (anterior) dan M. Sternocleidomastoideus (posterior). Lakukan
pemeriksaan nodus limfatikus supraklavikular pada sudut antara os clavicula dan
M.Sternocleidomastoideus.5
Patologis : Bila terdapat limfadenopati mungkin menandakan adanya tanda
infeksi atau keganasan. Bila limfa yang di palpasi sakit menandakan peradangan,
limfa yang membesar dank eras menandakan keganasan. Nodus limfatikus supra
klavikular yang membesar menandakan kemungkinan adanya keganasan di abdomen
atau torax.5
4. Palpasi hati , limpa, abdomen
Lakukan palpasi hati dan limpa untuk menilai apakah ada hepatomegali atau
splenomegali yang biasanya terdapat pada anemia hemolitik dan kadang pada anemia
defisiensi besi juga dapat ditemukan bila anemia tersebut tidak diterapi. Palpasi juga
abdomen untuk melihat apakah ada massa di abdomen.6

Pemeriksaan Laboratorium
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 4

1. Hitung sel darah lengkap


Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau
complete blood count (CBC). Tes ini, yang juga sering disebut sebagai hematologi,
memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit
(platelet).7
a. Eritrosit

Hemoglobin (Hb) yaitu protein dalam sel darah merah bertugas mengangkut oksigen
dari paru ke bagian tubuh lain. Nilai rujukan : pria 13 g/dL, wanita 12 g/dL, wanita
hamil 11 g/dL.7

Hematokrit (Ht atau HCT) mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh
volume darah. Eritrosit, Hb dan Ht yang rendah menunjukkan adanya anemia. Nilai
rujukan : pria 40-54 %, wanita 34-46 %. 7

Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV) mengukur
besar rata-rata sel darah merah. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus adalah
VER = Ht (%) / E ( juta/uL) x 10 (fL). Nilai rujukan : 82-92 fL. VER yang kecil
berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini
disebabkan oleh kekurangan zat besi atau penyakit kronis.. Keadaan ini tidak
berbahaya. Namun VER yang besar dapat menunjukkan adanya

anemia

megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini
disebabkan oleh kekurangan asam folat.7,8

Red Blood Cell Distribution Width (RDW) mengukur kisaran/variasi ukuran sel darah
merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan
beberapa vitamin. Nilai normal 11,5-14,5 CV ( coefisient of variation ) dari ukuran
eritrosit. Bila semua eritrosit ukuran mikrositik dan makrositik maka nilai RDW
normal dan VER akan menurun atau meningkat. Bila ukuran eritrosit beraneka ragam
namun ukuran rata-arta eritrosit normal makan RDW akan meningkat dan VER
normal. 7,8

Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH).


Dapat dihitung dengan rumus: Hb (g/dL ) / E ( juta/uL) x 10 (pg) dan nilai rujukan 2731 pg Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular
hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM). Dapat dihitung dengan rumus : Hb

Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 5

(g/dL) / Ht ( % ) x 100 %. Nilai rujukan : 32-37 %

7,8

b. Leukosit8
Hitung Leukosit Dapat menggunakan pipet Thoma atau pipet Sahli. Nilai rujukan : 4,5-11
x 103 /uL
c. Trombosit8
Trombosit atau platelet dapat dihitung dengan menggunakan cara kuantitatif dan kualitatif.
Nilai rujukan : 150-350 x 103 / uL.
d. Retikulosit8
Retikulosit merupakan eritrosit muda tidak berinti, ada sisa RNA minimal 2 partikel
granula atau 1 partikel granula dengan filament, tidak di tepi membrane sel.Dapat
diperiksa dengan pewarnaan New Methylen Blue, Brilliant cresyl blue, purified azure B,
acridine orange. Nilai relative : 0,5-1,5 %. Nilai absolute : 25000-75000 / uL darah.

2. Pemeriksaan Hapus Darah Tepi8


Pemeriksaan ini bertujuan untuk evaluasi morfologi sel darah tepi, memperkirakan
jumlah leukosit, dan trombosit serta mengidentifikasi parasit. Misalnya malaria, microfilaria,
trypanosome.
a. Eritrosit : pelaporan meliputi Size, Shape, dan warna ( staining characteristic).
Eritrosit normal ukuran 6-8 u, warna merah dengan daerah pucat bagian tengah.
Ukuran normal diesbut normosit. Bila ukuran bervariasi disebut anisositosis, variasi
abnormal bentuk disebut poikilositosis. Eritrosit hipokrom yaitu eritrosit dengan
daerah berwarna pucat di tengah lebih luas. Polikromasi adalah eritrosit berwarna
kebiruan di antara eritrosit normal berwarna merah.
b. Leukosit : Dilakukan dengan hitung jenis leukosit. Urutan baku : Basofil, eosinofil,
batang, segmen, limfosit, monosit. Dilakukan pemeriksaan terhadap 100 sel.
Tabel 1.Hitung Jenis Leukosit8
Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit

%
0-1
1-3
1-5
50-70
20-40
1-6

/uL
0-100
50-300
50-500
2500-7000
1000-4000
50-600

3. Laju Endap Darah8


Untuk mengukur kecepatan pengendapan eritrosit dalam plasma pada suatu interval
waktu. Sensitif tapi tidak spesifik. Nilai rujukan : 0-10 mm/jam pada pria dan 0-15 mm/jam
pada wanita.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 6

4. Pemeriksaan Kadar / status besi9


a. Kadar besi serum (BS) : mengukur kadar besi serum yang berikatan dengan transferin.
b. Total Iron Binding Capasity (TIBC) : Mengukur banyaknya besi yang dapat diikat
transferin bila serum dijenuhkan dengan besi. Normal : rasio BS :DIBT = 1:3
c. Saturasi Transferin : Persentase transferin yang berikatan dengan besi dengan rumus:
BS / DIBT x 100 %. Nilai rujukan : 20-45 % transferin jenuh dengan besi.
d. Ferritin serum : indikator awal mendeteksi defisiensi besi. Nilai rujukan : wanita 10200 ng/mL. Pria 30-300 ng/mL
Tabel 2. Tahapan Anemia Defisiensi Besi dan Pemeriksaan Laboratorium9
Tahap I
Tahap II
Tahap III

Ferritin
Menurun
Menurun
Menurun

Saturasi Transferin
Normal
Menurun
Menurun

Hemoglobin
Normal
Normal
Menurun

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang8


Dapat dipakai untuk membantu menetapkan diagnosis kelainan hematologi,
menentukan stadium penyakit, memantau kemoterapi, dan menetapkan cadangan besi
sumsung tulang. Hal yang dinilai :
a. Penilaian kepadatan sel , normal densitas 25-50 %
b. Penilaian trombopoesis : menilai keadaan megakariosit, mudah ditemukan/normal/
jarang.
c. Aktivitas eritropoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.
d. Aktivitas granulopoesis : dominan sel, kelainan morfologi, dll.
Pada defisiensi besi periksa juga hemosiderin sumsung tulang dengan Perls Stain,
pada anemia defisiensi besi hemosiderin sumsum tulang berkurang / kosong.

6. Pemeriksaan Feses8
Mencari adanya perdarahan melalui traktus digestivus. Secara makroskopik dilihat
warna tinja, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, telur cacing, parasit, untuk
pemeriksaan kimia lakukan tes darah samar.

7. Pemeriksaan Urin8
Mencari ada tidaknya perdarahan di traktus urinarius. Pemeriksaan makroskopik
dilihat warna urin, mikroskopik dilihat ada tidak nya eritrosit, silinder eritrosit, dan
hemosiderinuria. Kimia dilakukan tes darah samar.
8. Pemeriksaan Histopatologi10
Tidak adanya iron stainable di jaringan tubuh, termasuk sumsum tulang dan hati,
adalah penemuan histologis yang paling berguna pada pasien yang kekurangan zat besi.
Kelainan jaringan epitel yang non spesifik dilaporkan dalam kekurangan zat besi. Ini
termasuk gastric atrophy dan clubbing dari vili usus halus.
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah: 11
Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 7

Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin


mulai dari ringan sampai beart. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan
pada anemia anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada
defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal
defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red cell
distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan
ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis
anemia ini hasilnya sering tumpang
Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memakai angka < 80 fl, tetapi apada
penilitian kasus ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik
pemilah < 78 fl memberi sensitivitas dan spesifisitas paling bail. Dijumpai juga bahwa
penggabungan MCV, MCH. MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks
eritrosit. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin
menurun.
Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan
poikilositosis. Makin berat derajat anemia makin berat derajat hipokromia. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis esktrim, maka sel tampak sebagai
sebuah cincin sehingga disebut sel cincin (ring cell), atau memanjang seperti clips, disebut
sebagai sel pencil (pencil cell atau cigar cell). Kadangkadang dijumpai sel target.
Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai
eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode perdarahan akut.
Konsentrasi Besi Serum Menurun pada ADB, dan TIBC (total iron binding capacity)
Meningkat
TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi
transferin dihitung clan besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis
ADB, kadar besi serum menurun < 50 g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >
350 g/dl, dan saturasi transferin < 15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin <
16%, atau < 18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang
sangat besar, dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.
Feritin Serum Merupakan Indikator Cadangan Besi yang Sangat Baik, Kecuali pada Keadaan
Inflamasi dan Keganasan Tertentu
Titik pemilah (cut off point) untuk feritin serum pada ADB dipakai angka < 12
g/l, tetapi ada juga yang memakai < 15 g/l. Untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 8

inflamasi maslh tinggi, titik pemilah yang diajukan di negeri Barat tampaknya perlu
dikoreksi. Pada suatu penelitian pada pasien anemia di rumah saint di Bali pemakaian
feritin serum < 12 g/l dan < 20 g/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masingmasing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivitas tertinggi (84%) justru dicapai
pada pemakaian feritin serum < 40 mg/1, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak
(92%). Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum < 20
mg/1 sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat infeksi atau inflamasi yang jelas
seperti arthritis rematoid, maka feritin serum sampai dengan 50-60 g/l masih dapat
menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium
untuk diagnosis IDA yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik
maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif.
Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi.
tetapi feritin serum di atas 100 mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
Protoporfirin Merupakan Bahan Antara pada Pembentukan Heme
Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin
akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/d1. Untuk defisiensi
besi protoporfirin bebas adalah lebih dan 100 mg/d1. Keadaan yang sama juga didapatkan pada
anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.
Kadar Reseptor Transferin Datum Serum Meningkat pada Defisiensi Besi
Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 g/L. Pengukuran reseptor transferin
terutarna dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik
lagi apabila dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan
ADS dan rasio < 1,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik.
Sumsum Tulang Menunjukkan Hiperplasia Normoblastik Ringan Sampai Sedang dengan
Normoblas Kecil-kecil
Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai
micronormoblast.
Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan
cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60%
normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada
defisiensi besi maka sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap
sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya
banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.
Studi Ferokinetik
Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada
dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT) yang mengukur kecepatan besi
meninggalkan plasma, dan erythrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur pergerakan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 9

besi dan sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini
tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penelitian.
Perlu Dilakukan Pemeriksaan untuk Mencari Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses,
endoskopi, barium intake atau barium inloop, tergantung dari dugaan penyebab efisiensi besi
tersebut.

Working Diagnosis11
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah
kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi,
sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.
Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan
tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria
Kerlin et al) sebagai berikut:
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC
<31% dengan salah satu dan a, b, c, atau d.

Dua dan tiga parameter di bawah ini:


- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC >350 mg/dI
- Saturasi transferin: <15%, atau
Ferritin serum <20 mg/1, atau

Pewarnaan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif, atau

Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditemukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi.

Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis
pemeriksaan tetapi merupakan tahap yang sangat panting untuk mencegah kekambuhan
defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan somber perdarahan yang
membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADS tidak
diketahui penyebabnya.
Untuk pasien dewasa fokus utama aalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 10

anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang.
Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin),
tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz,
untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat
dianggap sebagai penyebab utama ADB, hams dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing
tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses (TPG) atau egg per
gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada laki-laki. Dalam suatu penelitian
lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan
cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada perempuan.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang
disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG > 2000). Anemia akibat cacing
tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada
pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya
eosinofilia. Pada suatu penelitian di Bali, anemia akibat cacing tambang dijumpai pada 3,3%
pasien infeksi cacing tambang atau 12,2% dan 123 kasus anemia defisiensi besi yang
dijumpai.
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah samar (occult
blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan endoskopi saluran cerna atas atau
bawah.
Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi
Jika dilihat dari beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan :

Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun tetapi penyediaan besi
untuk eritropoesis belum terganggu.

Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi kosong,


penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul anemia secara
laboratorik.

Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi

Gejala Anemia Defisiensi Besi 11


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu :
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 11

gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin hemoglobin turun di bawah 78 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin
yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok
dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih
cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan bails Anemia
bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konyungtiva dan jaringan di bawah kuku.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah:

koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan
menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok (Gambar 1).

atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.

stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak
sebagai bercak berwama pucat keputihan

disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia

pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, tern, dan
lain-lain.
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah

kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan
disfagia.
Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya penyakit anemia akibat penyakit
cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker
kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari
lokasi kanker tersebut.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 12

Gambar 4. Gejala-gejala anemia

Diagnosis Banding
Pada pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utama
adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik, keracunan timbal,
dan anemia sideroblastik. Beberapa tes laboratorium sering berguna untuk diagnosis
banding (Tabel 1). Defisiensi zat besi ringan dapat membingungkan dengan turunan
talasemia atau dengan bentuk dua penghapusan dari talasemia (-/- atau --/). Pada
bentuk ringan dari talasemia ini, mikrositosis lebih nyata daripada hipokromia; karenanya;
konsentrasi hemoglobin rata-rata (MCHC) biasanya normal. Distribusi ukuran sel darah
merah lebih seragam dibandingkan pada defisiensi zat besi. Sel target dan bintik-bintik
basofilik biasanya lebih nyata pada talasemia dibandingkan pada defisiensi zat besi.
Hemoglobin A2 meningkat pada turunan talasemia dan menurun pada defisiensi zat besi
dan talasemia . Jika pasien dengan turunan talasemia mengalami defisiensi zat besi,
kadar hemoglobin A2 dapat turun menjadi normal. Zat besi serum normal atau
meningkat pada talasemia dan menurun baik pada defisiensi sat besi dan anemia akibat
penyakit kronik. Tes laboratorium yang ditunjukkan pada tabel tersebut tidak terlalu
membantu dalam menentukan apakah pasien dengan penyakit inflamasi kronik, seperti
artritis reumatoid, telah mengalami kekurangan zat besi. Temuan kadar serum feritin yang
rendah atau tidak adanya cadangan zat besi pada aspirasi sumsum tulang dapat merupakan
diagnostik defisiensi zat besi pada pasien yang demikian. Suatu percobaan terapi zat besi
mungkin diperlukan untuk meredakan prasangka tersebut. Diagnosis anemia skleroblastik
tergantung pada penampakan sideroblas bercincin pada sumsum tulang. Pasien ini sering
memiliki populasi sel darah merah mikrositik hipokrom, walaupun MCHC biasanya
normal.12

Tabel 3. Diagnosis Banding Anemia Mikrositik Hipokrom 12


Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 13

Anemia

Turunan

Anemia karena

Anemia

defisiensi besi

talasemia trait

penyakit kronis

sideroblastik

Zat besi

TIBC

Feritin serum

Protoporfirin sel

atau N

darah
HbA2

Catatan : = meningkat, = menurun, N = normal, TIBC = kapasitas ikat besi total

1.Anemia pada Penyakit Kronik


Di antara berbagai anemia yang paling sering ditemukan terdapat anemia yang
menyertai berbagai penyakit kronik. Anemia ini hanya dapat diperbaiki bila penyakit
primernya reversibel. Anemia sering ditemukan pada keadaan terdapatnya mediator inflamasi
kronik yang beragam (seperti misalnya tumor necrosis factor-a [TNF-] dan interleukin-1),
yang meningkatkan pelepasan hepsidin dari hati. Hepsidin menyekat aktivitas feroportin pada
makrofag; akibatnya, akan terjadi sekuestrasi besi dan progenator eritroidnya. Kadar besi serum
tampak rendah tetapi kadar feritinnya tinggi. Mediator inflamasi juga mengurangi produksi
eritropoietin sehingga memperberat keadaan anemia. Anemia yang terjadi bersifat
normositik/normokromik atau mikrositik/hipokromik. Penanganan keadaan yang mendasari akan
mengoreksi anemia ini; hanya sebagian dari terapi eritropoitin yang berhasil dengan baik.12
Lemah badan, penurunan berat badan, pucat merupakan tanda-tanda dari penyakit kronis.
Baru kemudian diketahui bahwa bahwa pada pasien tuberkulosis, misalnya timbul keluhan
seperti tadi dan ternyata disebabkan oleh anemia pada infeksi. Cartwright dan Wintrobe
menyebutkan bahwa peneliti-peneliti di Perancis tahun 1842 membuktikan bahwa pasien
tifoid dan cacar mengandung massa eritrosit yang lebih rendah dibandingkan orang normal.
Belakangan diketahui bahwa penyakit infeksi seperti pneumonia, syphilis, HIV-AIDS dan juga
pada penyakit lain seperti artritis reumatoid, limfoma Hodgkin, kanker, sering disertai
anemia, dan diintroduksi sebagai anemia penyakit kronik.13
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 14

Alasan untuk mengatakan bahwa anemia yang ditemukan pada berbagai kelainan
klinis kronis berhubungan, karena mereka mempunyai banyak macam gambaran klinis, yakni:

kadar Hb berkisar 7-11 g/dl

kadar Fe serum menurun disertai TIBC yang rendah

cadangan Fe jaringan tinggi

produksi sel darah merah berkurang. 13


Tentunya gambaran ini sangat khas, bahwa nama sideropenic anemia with reticulo-

endothelial siderosis telah disangsikan, sesuatu yang beralasan akan tetapi tidak enak
diucapkan. Secara konsekuen, agaknya diputuskan untuk mempertahankan anemia of chronic
disease sampai diperoleh penjelasan yang lebih dalam mengenai patogenesis kelainan ini.13
Laboratorium13
Anemia umumnya berbentuk normokrom-normositer, meskipun banyak pasien
memberi gambaran hipokrom dengan MCHC < 31g/dl dan beberapa mempunyai sel
mikrositer dengan MCV <80 fl. Nilai retikulosit absolut dalam batas normal atau sedikit
meningkat. Perubahan pada leukosit dan trombosit tidak konsisten, tergantung dari penyakit
dasarnya.
Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondis sine qua non untuk diagnosis
anemia penyakit kronis. Keadaan ini timbul segera setelah onset suatu infeksi atau inflamasi dan
mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat

Fe - transferin menurun

menyebabkan saturasi Fe yang lebih tinggi daripada anemia defisiensi besi. Proteksi saturasi
Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang
kurang dari Fe dalam sirkulasi kepada sel eritroid imatur.
Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat daripada penurunan
kadar Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferin lebih lama (8-12 hari) dibandingkan
dengan Fe (90 menit) dan karena fungsi metabolik yang berbeda.
Etiologi dan Patogenesis13
Kemajuan dalam bidang antibiotik menyebabkan menurunnya kejadian infeksi kronis, dan
anemia karena infeksi. Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam,
penurunan berat badan, debilitas umum. Untuk tedadinya anemia memerlukan waktu 1-2
bulan pasta infeksi.
Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti pada infeksi kronis, tetapi
mempunyai kepentingan lebih karena tidak adanya tempi yang efektif. Penyakit kolagen dan
artritis reumatoid merupakan penyebab terbanyak. Enteritis regional, kolitis ulseratif serta
sindrom inflamasi lainnya juga dapat disertai anemia penyakit kronis. Penyakit lain yang
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 15

sering disertai anemia adalah }canker, walaupun masih dalam stadium dint dan asimtomatik,
seperti pada sarkoma dan limfoma. Anemia ini biasanya disebut dengan anemia pada kanker
(cancer-related anemia).
Anemia pada penyakit kronis ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan
metabolisme besi, dan gangguan produksi eritosit akibat tidak efektifnya rangsangan
eritropoeitin. Pada umumnya anemia derajat sedang, dengan mekanisme yang masih belum
jelas.
Pemendekan Masa Hidup Eritrosit
Diduga mekanisme anemia merupakan bagian dari sindrom stres hematologik
(haematological stress syndrome), di mana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena
kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi atau kanker. Sitokin tersebut dapat menyebabkan
sekuestrasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak zat besi, meningkatkan destruksi eritrosit di
limpa, dan menekan produksi eritropoietin oleh ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang
inadekuat pada eritropoiesis di sumsum tulang. Lebih lanjut, malnutrisi dapat
menyebabkan penurunan transformasi T 4 (tetra-iodothyronine) menjadi T3 (triiodothyronine), menyebabkan hipotiroid fungsional dimana terjadi penurunan kebutuhan
hemoglobin yang mengangkut 02 sehingga sintesis eritropoietinpun alchimya berkurang.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa masa hidup eritrosit memendek pada
sekitar 20-30% pasien. Defek ini terjadi ekstrakorpuskular, karena bila eritrosit pasien
ditranfusikan ke resipien normal, maka dapat hidup normal.Aktivasi makrofag oleh sitokin
menyebabkan peningkatan days fagositosis yang merupakan bagian dart filter limpa
(Compulsive screening) dan menjadi kurang toleran terhadap perubahan minor dart eritrosit.
Kedua mekanisme ini telah dibuktikan pada infeksi eksperimental apabila eritrosit
diselubungi antibodi atau dirusak oleh panas.
Gangguan Metabolisme Zat Besi
Terdapatnya kadar besi yang rendah meskipun cadangan besi cukup, menunjukkan
adanya gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronis. Hal ini memberikan konsep
bahwa anemianya disebabkan karena penurunan kemampuan Fe dalam sintesis hemoglobin.
Penelitian terakhir menunjukkan parameter Fe yang ada mungkin lebih penting untuk diagnosis
daripada untuk patogenesis anemianya.
Pengukuran kecepatan penyerapan zat besi oleh saturan cerna pada beberapa kasus
dengan kelainan kronis memberikan hasil yang sangat bervariasi, sehingga tidak dapat
disimpulkan. Pada umumnya memang terdapat gangguan absorbsi, walaupun ringan. Uptake
zat besi ke sel-sel usus dan pengikatan oleh apoferitin intrasel masih dipertahankan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 16

normal, sehingga defek agaknya terjadi saat pembebasan Fe dart makrofag dan sel-sel hepar
pada pasien penyakit kronis. Dengan demikian dapat dimengerti bila cadangan Fe dalam tubuh
masih dapat tercukupi.
Fungsi Sumsum Tulang
Karena sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi suatu penurunan sedang
dari masa hidup eitrosit, memerlukan stimulus eritropoietin oleh hipoksia karena anemianya.
Pada penyakit kronis, diduga respons terhadap eritropoietin berkurang, sehingga terjadi
anemia. Mekanisme ini masih kontroversial, karena pada beberapa penelitian temyata kadar
eritropoietin tidak berbeda bermakna pada pasien anemia tanpa kelainanan kronis. Sedangkan
penelitian lain menyebutkan adanya penurunan produksi eritropoietin. Agaknya sitokin, seperti
IL-1 dan TNF-, yang dikeluarkan oleh sel-sel yang rusak bertanggung jawab dalam hal
respons ini. Penelitian invitro pada sel hepatoma juga memproduksi eritropoietin menunjukkan
bahwa sitokinsitokin ini mengurangi sintesis eritropoietin. Lebih penting lagi, IL-1 bila disuntikkan
pada ginjal tikus akan menekan produksi eritropoietin dalam respons terhadap hipoksia. Banyak
penelitian yang membuktikan bahwa faktor-faktor yang dihasilkan oleh sel-sel yang mengalami
inflamasi menurunkan respons eritropoietin endogen dan atau eksogen.
Ada 3 sitokin, yakni TNF-, IL-1, IFN, yang menank perhatian. Semua sitokin tersebut ada
dalam plasma pasien inflamasi dan kanker, serta didapatkan hubungan langsung antara
kadarnya dan beratnya anemia. TNF- dihasilkan oleh makrofag aktif dan bila disuntikan
pada
tikus menyebabkan anemia ringan dengan gambaran khas seperti anemia penyakit kronis. Pada
kultur sumsum tulang manusia ia akan menekan eritropoiesis pada pembentukan BFU-E dan
CFU-E. Penelitian terkini menunjukkan bahwa efek TNF- ini melalui IFN- yang diinduksi oleh
TNF dari sel stroma.
IL-1 yang dikeluarkan dari beberapa sel yang teraktivasi dan bertanggung jawab untuk
berbagai manifestasi inflamasi, juga terdapat dalam serum pasien penyakit kronis. IL-1, seperti
halnya TNF, akan menginduksi anemia pada rodentia dan menekan pembentukan CFU-E
pada kultur sumsum tulang manusia. Perbedaannya efek IL-1 melalui mediator IFN- yang
dihasilkan oleh limfosit T yang teraktivasi.
Kedua interferon tadi diduga dapat langsung menghambat CFU-E tanpa melalui efek
TNF- , serta dapat menekan progenitor non-eritroid. Walaupun demikian, bagaimana
peranannya dalam patogenesis anemia secara pasti belum dapat dijelaskan, karena masih banyak
faktor-faktor lain yang tak terduga yang mungkin berperan penting dalam patogenesis anemia
jenis ini.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 17

Gambaran Klinis
Pada anemia derajat ringan dan sedang, sering kali gejalanya tertutup oleh gejala penyakit
dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7-11 gr/dl umunya asimtomatik. Meskipun demikian apabila
demam atau debiltas fisik meningkat, maka pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Gambaran khasnya adalah:
1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV
jarang < 75 fl);
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (hemoglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl)beratnya anemia terkait dengan beratnya penyakit;
3. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar sTfR normal;
4. Kadar feritin serum normal atau meningkat; dan
5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikulo-endotel) normal tetapi kadar besi
dalam eritroblas berkurang.13
Pada pemeriksaan fisik tidak ada kelainan yang khas dari anemia jenis ini, diagnosis
biasanya tergantung dari hasil laboratorium.13
Pasien yang menderita penyakit peradangan sistemik kronik yang menetap lebih dan
sebulan biasanya mengalami anemia ringan atau sedang. Berat ringannya anemia secara kadar
setara dengan lama dan keparahan proses peradangan. Penyakit ini adalah infeksi kronik
misalnya endokarditis infektif subakut, osteomielitis, abses paru, tuberkulosis, dan
pielonefritis. Penyakit peradangan noninfeksi yang sering berkaitan dengan anemia adalah
artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik, vaskulitis (misalnya arteritis temporalis),
sarkoidosis, enteritis regionalis, dan cedera jaringan misalnya fraktur.12
Anemia jenis ini juga sering ditemukan pada penyakit keganasan, termasuk penyakit
Hodgkin dan berbagai tumor padat misalnya karsinoma paru dan payudara. Pada pasien
kanker, faktor lain mungkin berperan menimbulkan anemia yang lebih parah. Pada
pasien kanker saluran makanan atau uterus, kehilangan darah merupakan faktor utama.
Perdarahan kronik akan menimbulkan defisiensi besi. Selain itu, pasien kanker dapat
menderita anemia progresif bila sumsum tulangnya terinvasi oleh sel tumor. Pasien kanker
sering mengalami malnutrisi dan mungkin menderita defisiensi folat. Walaupun jarang,
pasien dengan keganasan diseminata dapat mengalami anemia hemolitik traumatik yang
berat. Akhirnya, penekanan hematopoisis oleh obat kemoterapi atau terapi radiasi dapat
memperparah anemia.12
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 18

Tabel 4. Anemia akibat penyakit sistemik sekunder 12


1. Anemia pada peradangan kronik
a. Infeksi
b. Penyakit jaringan ikat, dstnya
c. Keganasan
2. Anemia pada uremia
3. Anemia pada kegagalan endokrin
4. Anemia pada penyakit hati
Pengobatan13
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya.
Terdapat beberapa pilihan dalam mengobati anemi jenis ini, antara lain:
Transfusi
Merupakan pilihan pada kasus-kasu yang disertai gangguan hemodinamik, tidak ada
batasan yang pasti pada kadar hemoglobin berapa kita harus memberi transfusi. Beberapa
literatur disebutkan bahwa pasien anemia penyakit kronik yang terkena infark miokard, transfusi
dapat menrunkan angka kematian secara bermakna. Demikian juga pada pasien anemia akibat
kanker, sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 gr/dL.
Preparat besi
Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronis masih terus dalam perdebatan.
Sebagian pakar masih memberikan preparat besi dengan alasan besi dapat mencegah
pembentukan TNF-. Alasan lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat besi
terbukti dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra, sampai
saat ini pemberian masih belum dapat direkomendasikan untuk diberikan pada pada anemia
penyakit kronis.
Eritropoietin
Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian eritropeitin bermanfaat dan sudah
disepakati untuk diberikan pada pasien anemia akibat kanker, gagal ginjal, mieloma multipel,
arthritis reumatoid dan pasien HIV.
Saat ini terdapat tiga jenis eritropoietin, yakni eritropoietin alfa, eritropoietin beta dan
darbopoietin. Masing-masing berbeda struktur kimiawi, afinitas terhadap reseptor, dan waktu
paruhnya sehingga memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.
Selain dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya, pemberian eritropoietin
mepunyai beberapa keuntungan, yakni: mempunyai efek antiinflamasi dengan cara menekan
produksi TNF-alfa dan interferon-gamma. Dilain pihak, pemberian eritropoietin akan
menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 19

leher.
Dengan demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis merupakan hal
yang harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan transfusi, preparat besi maupun
eritropoietin.

Anemia pada Uremia12


Anemia hampir selalu terdapat pada sindroma uremik (Bab 237). Walaupun kadar
hemoglobin sangat bervariast di antara para pasien uremik, keparahan anemia secara kasar
setara dengan derajat azotemia. Penyebab gagal ginjal biasanya kurang berpengaruh
terhadap anemia. Namun, untuk setiap kadar kreatinin, pasien dengan penyakit polikistik
cenderung kurang anemik dibandingkan dengan jenis gagal ginjal lain. Berlainan dengan
anemia yang berkaitan dengan penyakit kronik yang dibahas di bab ini, anemia pada
uremia dapat sangat parah, dengan kadar hemoglobin sampai serendah 40 g/L. Namun,
pasien sering dapat mentoleransi anemia separah ini dengan cukup baik. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh penyesuaian kompensatorik misalnya redistribusi aliran darah dan
penurunan afinitas darah terhadap oksigen.
Anemia pada uremia bersifat normokromik dan normositik. Pemeriksaan sumsum tulang
jarang memperlihatkan kelainan. Morfologi sel darah merah biasanya normal. Pada sekitar
sepertiga pasien, dijumpai apa yang disebut burr cell pada apusan darah tepi. Sel-sel darah merah
ini memiliki tepi yang berlekuk-lekuk merata yang khas. Baik derajat anemia maupun masa
hidup sel darah merah tidak dipengaruhi oleh adanya burr cell. Dengan demikian, rendahnya
massa sel darah merah disebabkan oleh penurunan pembentukan sel darah merah. Dasar utama
gangguan ini adalah bahwa ginjal yang sakit tidak mampu menghasilkan eritropoeitin dalam
jumlah yang sesuai. Kadar eritropeitin plasma jauh lebih rendah daripada pasien nonuremik yang
menderita anemia dengan derajat setara. Pada pasien yang telah mengalami nefrektomi bilateral,
pembentukan eritropeitin juga semakin terganggu tetapi tidak berhenti. Selain itu, eritropoesis
mungkin agak tertekan akibat penumpukan zat yang secara normal dikeluarkan oleh ginjal.
Pengukuran kinetik besi memperlihatkan gangguan inkorporasi besi ke dalam sel darah
merah dalam darah. Dengan demikian, anemia mungkin sebagian disebabkan oleh
eritropoiesis yang tidak efektif. Setelah hemodialisis, dilaporkan terjadi perbaikan pada
kecepatan penggunaan besi oleh sumsum tulang.
Sejumlah kecil pasien uremik, terutama mereka yang menderita penyakit tahap
lanjut, mengalami hemolisis berat. Kajian mengenai kesintasan sel darah merah
mengisyaratkan bahwa hemolisis bersifat ekstrakorpuskuler. Faktor metabolik maupun
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 20

mekanis mungkin berperan dalam hemolisis ini. Sebagian pasien mungkin mengalami
gangguan pada shunt heksosa monofosfat sehingga sel darah merah rentan terhadap
pembentukan badan Heinz. Hemolisis dapat diperberat oleh obat oksidan atau senyawa
oksidan misalnya kloramin dalam rendaman dialisis. Bila jagal ginjal disebabkan oleh
purpura trombositopenik trombotik atau sindroma hemolitik-uremik, maka pasien akan
menderita anemia hemolitik mikroangiopati yang parah, dengan morfologi sel darah merah
yang khas.
Pada beberapa pasien, garam aluminium yang mencemari air keran yang
digunakan dalam hemodialisis dapat menyebabkan perburukan anemia dan munculnya
mikrositosis dan hipokromia.
Terapi anemia pada uremia harus berfokus pada usaha untuk memperbaiki gagal
ginjal. Pembentukan sel darah merah dapat sedikit diperbaiki dengan hemodialisis. Setelah
transplantasi ginjal yang berhasil, akan terjadi perbaikan anemia yang cepat dan
dramatik. Kadang-kadang, terjadi polisitemia setelah transplantasi ginjal dan mungkin
merupakan pertanda akan terjadi penolakan.
Pembuatan eritropoeitin manusia rekombinan memungkinkan terapi definitif untuk
anemia pada uremia. Pemberian prosuk yang dirancang secara genetis ini melalui infus
intravena atau suntikan subkutis akan memperbaiki anemia dan gejala, obat ini strukturnya
identik dengan eritropoeitin asli sehingga aman dan hampir bebas dari efek samping.
Namun, pemberian terapi berlebihan harus dihindari, karena obat ini dapat memperparah
hipertensi dan meningkatkan kemungkinan trombosis. Dengan demikian, eritropoeitin
rekombinan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai untuk mempertahankan hematokrit
pasien antara 0,32 sampai 0,37.
Perlu waspadai bahwa faktor lain dapat memperparah anemia pada penyakit ginjal.
Pasien uremik rentan terhadap perdarahan, akibat gangguan kualitatif pada fungsi
trombosit. Dengan demikian, kehilangan darah melalui saluran cerna sering terjadi. Selain
itu, selama hemodialisis terjadi kehilangan darah yang sedikit namun bermakna. Karena itu,
beberapa pasien uremik mengalami defisiensi besi. Defisiensi asam folat juga dapat terjadi
akibat nutrisi yang buruk atau akibat hilangnya vitamin ini selama dialisis.

Anemia akibat Kegagalan Endokrin 12


Sejumlah hormon, termasuk tiroksin, glukorkortikoid, testosteron dan hormon
pertumbuhan (growth hormone), diketahui mempengaruhi proliferasi sel eritroid manusia in
vitro. Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa anemia normositik normokromik ringan
sampai sedang biasanya menyertai sejumlah keadaan defisiensi hormon, yaitu hipotiroidisme,
penyakit Addison, hipogonadisme, dan panhipopituitarisme. Anemia uang berkaitan dengan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 21

hipotiroidisme dan hipopituitarisme mungkin berkaitan dengan penurunan kebutuhan akan


transpor oksigen, karena konsumsi oksigen menurun bila hormon tiroid atau hormon
pertumbuhan berkurang.
Anemia pada miksedema biasanya normositik. Lama hidup sel darah merah normal, dan
eritropoeisisnya efektif. Sejumlah kecil pasien memiliki sel darah merah makrositik yang
biasanya disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12. Pasien miksedema memiliki
peningkatan insidensi anemia pernisiosa. Pasien hipotiroid, terutama wanita dengan menoragia,
sering mengalami defisiensi besi dan anemia mikrositik. Karena volume plasma mungkin
berkurang bersama dengan massa sel darah merah, anemia pada hipotiroidisme mungkin
tertutupi. Karena gejala dan tanda miksedema kadangkadang sukar ditangkap, diagnosis
ini harus dipertimbangkan dalam evaluasi setiap pasien dengan anemia yang tidak dapat
dijelaskan.
Anemia pada penyakit Addison biasanya tertutupi oleh penurunan volume plasma.
Pasien yang tidak dioban memiliki kadar hemoglobin rerata sekitar 130 g/L. Setelah terapi
penggantian hormon, volume plasma cepat membaik, dan kadar hemoglobin turun sampai 80
persen dari nilai sebelum pengobatan. Bila terapi diteruskan, massa sel darah merah kembali
ke normal.
Testosteron memiliki pengaruh fisiologik pada massa sel darah merah. Selama
perkembangan masa remaja, kadar hemoglobin rerata pada laki-laki meningkat dari 130
menjadi 150 g/L. Laki-laki kasim umumnya memiliki kadar hemoglobin rerata sekitar 130
g/L. Disfungsi atau ablasi hipofisis berkaitan dengan anemia normokromik normositik ringan
serta kadang-kadang leukopenia.
Anemia akibat kegagalan endokrin mudah dikoreksi bila diberikan terapi penggantian
hormon.

Anemia pada Penyakit Hati12


Pasien penyakit hati kronik, apapun etiologinya, biasanya mengalami anemia ringan
sampai sedang yang bersifat normositik atau sedikit makrositik. Peningkatan volume
plasma mungkin menurunkan secara artificial hematokrit dan membuat anemia tampak
lebih buruk daripada sebenarnya. Morfologi sel darah normal, kecuali adanya sel-sel target
dan kadang-kadang stomatosit yang memiliki peningkatan luas permukaan membran akibat
peningkatan endapan kolesterol dan fosfolipid. Sumsum tulang biasanya normal. Eritropoeisis
tidak dapat mengkompensasi berkurangnya masa hidup sel darah merah. Anemia menetap selama
fungsi hati masih terganggu, tetapi dapat diperbaiki bila fungsi hati kembali normal.
Keadaan jauh lebih kompleks pada pasien penyakit hati alkoholik. Banyak faktor
dapat berperan menimbulkan anemia. Alkohol adalah penekan langsung proses eritropoisis.
Pada pecandu alkohol yang terus minum sampai evaluasi klinis, sumsum tulang sering
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 22

memperlihatkan vakuol dalam sitoplasma prekursor sel darah merah dan putih. Selain itu, dapat
dijumpai sideroblas bercincin, terutama pada pasien yang mengalami malnutrisi. Pada pecandu
alkohol, sering terjadi kekurangan asam folat dalam makanan dan gangguan penggunaan folat.
Selain itu, anemia pada pecandu alkohol sering disertai oleh perdarahan akibat gastritis, varises
esofagus, atau tukak duodenum. Risiko kehilangan darah melalui saluran makanan lebih
ditingkatkan dengan adanya trombositopenia atau defisiensi faktor pembekuan darah.
Walaupun biasanya memiliki peningkatan simpanan besi, para pecandu alkohol mungkin
mengalami defisiensi besi setelah perdarahan gastrointestinal berkepanjangan. Walaupun jarang,
pasien sirosis alkohol dapat mengalami anemia hemolitik berat yang disertai kemunculan sel
darah merah kaku dengan tepi ireguler yang discbut akantosit, atau sel spur. Selain itu,
pecandu alkohol mungkin mengalami gangguan pada shunt heksosa monofosdat eritrosit,
serupa dengan yang dijumpai pada pasien uremia.

2. Anemia Sideroblastik14
Ini adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom dalam darah tepi dan besi sumsum
tulang yang meningkat; anemia ini dipastikan dengan adanya banyak sideroblas cincin (ring
sideroblast) yang patologis dalam sumsum tulang. Sideroblas cincin ini adalah eritroblas
abnormal yang mengandung banyak granula besi yang tersusun dalam suatu bentuk cincin
atau kerah yang melingkari inti; bukan beberapa granula besi yang tersebar secara acak yang
tampak bila eritroblas normal diwarnai dengan pewamaan besi. Anemia sideroblastik didiagnosis bila 15% atau lebih eritroblas dalam sumsum tulang adalah sideroblas cincin, tetapi
sideroblas cincin ini dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada berbagai kondisi
hematologic.
Anemia sideroblastik digolongkan menjadi beberapa jenis dan persamaannya adalah
adanya suatu defek dalam sintesis heme. Pada bentuk herediter, anemia dicirikan oleh suatu
gambaran darah yang sangat hipokrom dan mikrositik. Mutasi tersering adalah pada gen asam
-aminolevulinat sintase (ALA-S) yang terdapat pada kromosom X. Piridoksal-6-fosfat
adalah suatu koenzim untuk ALA-S. Jenis lain yang jarang dijumpai meliputi defek
mitokondria, responsif tiamin, dan defek autosom lain. Bentuk didapat primer yang lebih
sering ditemukan adalah salah satu subtipe mielodisplasia. Bentuk ini juga dinamakan
'anemia refrakter dengan sideroblas cincin'.
Pada beberapa pasien, khususnya yang menderita jenis herediter, terdapat suatu
respons terhadap pemberian terapi piridoksin. Defisiensi folat dapat terjadi dan dapat dicoba
pemberian terapi asam folat. Walaupun demikian, pada banyak kasus berat, transfusi darah
berulang adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang cukup dan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 23

penimbunan besi akibat transfusi menjadi suatu masalah utama. Pengobatan lain yang telah
dicoba pada mielodisplasia (mis. eritropoietin) dapat dicoba pada bentuk didapat primer.
Ditandai oleh sideroblas bercincin pada precursor eritroid yang ternukleasi di dalam sumsum
tulang. Karena langkah awal dan akhir dari dari sintesis heme terletak di mitokondria, sulit
untuk mengetahui apakah kelainan itu merupakan penyebab atau akibat dari pemberian zat
besi dalam jumlah besar. Sebagai tambahan terhadap munculnya sideroblas bercincin,
kelainan ini memiliki gambaran lain yang sama : hyperplasia eritroid sumsum tulang dengan
penurunan produksi sel darah merah ( eritropoesis tidak efektif ) ; populasi sel darah merah
mikrositik hipokrom yang merefleksikan sintesis heme yang terganggu ; dan peningkatan
nyata zat ebsi serum dan saturasi transferin, kadang diikuti kelebihan zat besi secara umum.
Anemia sideroblastik dibagi 2 yaitu kongenital dan didapat. Anemia sideroblastik kongenital
merupakan kelainan terangkai X yang jarang. Anemia sideroblastik didapat sering kali
berhubungan dengan obat dan toksin (alkohol, timbal, INH, kloramfenikol), neoplasma dan
inflamasi (Ca, leukemia, limfoma, rheumatoid arthritis), kemoterapi dengan agen alkilasi
(siklofosfamid).
Anemia sideroblastik yang didapat lebih sering idiopatik dan muncul secara spontan
pada individu yang lebih tua. Pertumbuhan dan maturasi yang terganggu muncul pada semua
garis yang memancar dari sel induk hemopoetik.

3. Talasemia15
Adalah sekelompok penyakit kongenital yang berbeda menimbulkan terjadinya defek
pada sintesis satu atau lebih subunit hemoglobin. Akibat penurunan pembentukan
hemoglobin, sel darah merah menjadi mikrositik-hipokromik. Talasemia mengalami
gangguan pembentukan rantai. Talasemia dibagi 2 yaitu talasemia mayor dan talsemia
minor. Talasemia minor jarang menyebabkan gejala klinis yang bermakna. Diagnosa
umumnya ditegakkan pada pasien yang sedang dievaluasi untuk anemia ringan atau pada
tindak lanjut kelainan yang dijumpai pada pemeriksaan darah rutin.
Talasemia mayor disebut juga anemia Cooley, merupakan bentuk terparah dari
anemia hemolitik congenital. Pasien mengalami gejala anemia berat. Pada pasien juga
dijumpai temuan yang berkaitan dengan hemolisis intramedularis dan eprifer yang parah serta
kelebihan besi. Kulit pasien berwarna aneh karena kombinasi ikterus, kepucatan, dan
penigkatan endapan melanin. Pasien biasanya mengalami kelainan tulang akibat ekspansi
sumsum eritroid. Pembesaran tulang malar dapat menimbulkan wajah khas tupai atau
maloklusi rahang. Kardiomegali, hepatomegali, dan splenomegali juga dapat ditemukan.
Diagnosis talasemia mayor harus dipertimbangkan pada tiap pasien anemia
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 24

hemolitik dan sel darah merah mikrositik dan hipokrom.

Tabel 5. Diagnosis Diferensial Anemia Defisiensi Besi 11


Anemia Akibat
Penyakit
Kronik
sampai Ringan

Anemia
Defisiensi Besi
Derajat
anemia
MCV

Ringan
berat
Menurun

MCH

Trait
Thalassemia

Menurun/N

Menurun

Ringan sampai
berat
Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Menurun

Menurun/N

Besi serum

Menurun < 30

Menurun < 50

Normal /

Normal /

TIBC

Meningkat >360

Menurun<300

Normal /

Normal /

Saturasi
Menurun < 15%
transferin
Besi sumsum Negatif
tulang

Menurun/N
10-20%
Positif

Meningkat
20%
Positif kuat

Protoporfirin
eritrosit
Feritin
serum
Elektrofoesis

Meningkat

Normal

> Meningkat >


20%
Positif dengan
ring
sideroblast
Normal

Meningkat
Menurun
20g/l
Normal

Ringan

Anemia
Sideroblastik

< Normal 20-200 Meningkat > Meningkat


g/l
50 g/l
50 g/l
Normal
Hb
A2 Normal
meningkat

>

Etiologi11
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, ganguan
absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


-

Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Perdarahan kronik, khususnya uterus atau saluran cerna adalah penyebab yang utama,
sebaliknya, defisiensi dari makanan jarang sekali menjadi penyebab tunggal di negara
maju. Setengah liter darah mengandung sekitar 250 mg besi, walaupun absropsi besi
dari makanan meningkat pada tahap awal defisiensi besi, keseimbngan besi negative

biasa terjadi pada perdarahan kronik.


Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia

Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 25

Menorrhagia sulit dinilai secara klinis, walaupun pardarahan berupa bekuan,


peggunaan pembalut atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa menstruasi yang
-

lama kesemuanya menunjukkan perdarahan yang berlebih.


Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe11

Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi

(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah

daging). 11
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan. Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan, menyusui dan
pada wanita yang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya resiko anemia pada
kelompok klinis tersebut. Bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3 sampai 6 bulan, terdapat kecenderungan
kesetimbangan besi negative akibat pertumbuhan. Susu formula bersuplemen serta makan
campuran yang diberikan sejak usia 6 bulan, khusunya dengan makanan yang ditambah besi
dapat mencegah difisiensi besi. Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa
eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, transfer 300 mg besi ke janin, dan karena
perdarahan pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga meningkat, terapi besi serigkali
diperlukan bilah hemoglobin turun sampai kurang dari 10 g/dl atau MCV dibawah 82 fl pada
trimester ketiga.16

Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.


Diperkirakan perlu 8 tahun bagi seorang pria dewasa normal untuk menderita anemia

defisiensi besi hanya akibat diet yang buruk atau malabsorbsi yang menyebabkan tidak
adanya asupan besi sama sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak adekuat atau
malabsorbsi jarang meupakan penyebab tunggal anemua defisiensi besi, walaupun di negara
berkembang dapat terjadi defisiensi besi akibat diet yang buruk seumur hidup, yang teutama
terdiri dari biji-bijian dan sayuran. Meskipun demikian, enteropati yang diinduksi gluten,
gasterktomi total atau parsial, dan gastritis atopic dapat merupakan factor predisposisi untuk
terjadinya defisiensi besi.16
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab
utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di
negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam
masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.11
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 26

Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat dan di lapangan dengan ADB di
rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau
sedang, sedangkan di klinik ADB pada umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan
faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Fakta, pada penelitian di Desa
Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya pada sekitar
30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus, terutama pada anemia
derjat ringan sampai sedang. Sedangkan di klinik, seperti misalnya pada praktek swasta, ternyata
perdarahan kronik memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%)
dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing
tambang masing-masing 17%.11

Epidemiologi11
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di
klinik maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini, didapatkan gambaran
prevalensi anemia defisiensi besi seperti tertera pada tabel.
Tabel 6. Prevalensi Anemia Defisiensi Besi di Dunia
Afrika

Amerika Latin

Indonesia

Laki dewasa

6%

3%

16-50%

Wanita tak hamil

20%

17-21%

25-48%

Wanita hamil

60%

39-46%

46-92%

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et al
memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada
pensiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% dengan 61% disebabkan
oleh karena defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka
prevalensi ADB sebesar 27%.
Wanita hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ABD. Di India, Amerika
Latin dan Filipina prevalensi ABD pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%.
Sedangkan di Bali, pada suatu pungunjung puskesmas didapatkan prevalensi anemia sebesar
50% dengan 75 % anemia yang disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu survei pada 42
desa di Bali yang melibatkan 1684 Perempuan hamil didapatkan prevalensi ADB sebesar 46%,
sebagian besar derajat anemia ialah ringan. Faktor risiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan
dan kepatuhan meminum pil besi.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 27

Di Amerika Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES

tahun 1988 sampai tahun 1994,

defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laid dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 24% pada laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa
reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause.

Patogenesis11
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron
balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut sebagai : iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama
yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhirakhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan transferin dalam serum. Apabila jumlah
besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobik mulai
menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Perubahan Fungsional Non-Anemia pada Defisiensi Besi
Di samping pada hemoglobi, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin
dan berbagai enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transpor elektron. Oleh
karena itu defisiensi besi di samping menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai
dampak negatif, misalnya pada (1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas
kerja; (2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan; (3) gangguan imunitas dan
ketahanan terhadap infeksi; (4) gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungannya.
Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia manifes.
Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat
oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat penumpukan asam laktat sehingga
mempercepat kelelahan otot. Defisiensi besi terbukti menurunkan kesegaran jasmani, sedangkan
pada buruh pemetik teh terbukti menurunkan produktivitas kerja. Dampak negatif ini dapat
dihilangkan jika diberikan preparat besi.
Defisiensi besi menimbulkan gangguan perkembangan kognitif dan non-kognitif pada
anak dan bayi sehingga dapat menurunkan kapasitas belajar. Hal ini diperkirakan karena gangguan
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 28

pada enzim aldehid oksidase yang menyebabkan penumpukan serotonin, serta enzim
monoaminoksidase yang menyebabkan penumpukan katekolamin dalam otak.
Pengaruh defisiensi besi terhadap infeksi masih kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa
defisiensi besi menyebabkan berkurangnya penyediaan besi pada bakteri sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri yang berakibat pada ketahanan terhadap infeksi. Di pihak lain besi
dibutuhkan oleh enzim untuk sintesis DNA dan enzim mieloperoksidase netrofil sehingga
menurunkan imunitas selular.
Defisiensi besi dihubungkan dengan risiko prematuritas serta morbiditas dan mortalitas
fetomaternal. Ibu hamil yang menderita anemia disertai peningkatan angka kematian
maternal, lebih mudah terkena infeksi dan sering mengalami gangguan partus.

Patofisiologi2
1. Mekanisme Absorpsi Besi
Fe diabsorpsi dengan lebih efisien dalam bentuk heme-Fe2+ (ditemukan dalam daging
dan ikan). Fe (berasal dari pemecahan heme) masuk ke dalam darah atau menetap di dalam
mukosa dalam bentuk Fe3+, dan akan kembali ke lumen pada pergantian mukosa sel. Fe non
heme hanya akan diserap dalam bentuk Fe2+ oleh simporter Fe2+-H+(DCT1) (bersaing
dengan Mn2+, Co2+, dll ). pH kimus yang rendah sangat penting untuk penyerapan karena
akan:
a. Meningkatkan perbedaan pH sehingga mendorong Fe2+ masuk ke sel melalui DCT1
b. Melepaskan Fe dari komponen nya di makanan.
Fe3+ nonheme yang terdapat di dalam makanan harus direduksi oleh Ferri reduktase
(+askorbat) menjadi Fe2+ di permukaan lumen mukosa. Ambilan Fe ke dalam darah diatur
oleh mukosa usus halus : pada defisiensi Fe, translasi feritin mukosa dihambat melalui
pengikatan protein pengatur Fe 1RP1 ke m-RNA feritin sehingga Fe2+ yang diserap dapat
lebih banyak masuk ke darah. Di sini fe2+ akan dioksidasi oleh seruloplasmin (+ tembaga)
menajdi Fe3+ dan berikatan dengan apotransferin yang mentransfer Fe ke dalam plasma.
Transferin (= apotransferin dengan 2 Fe3+) ditangkap melalui reseptor transferin secara
endositosis ke eritroblas dan ke hati, plasenta, dan sel lainnya. Setelah fe ditransfer ke sel
target, apotransferin dapat kembali digunakan untuk menyerap Fe dari usus halus dan
makrofag.
2. Mekanisme penyimpanan besi
Ferritin (di mukosa usus halus, hati, sumsum tulang, eritrosit, dan plasma ) yang
mempunyai kantung untuk menampung 4500 ion Fe3+ merupakan cadangan besi yang segera
dapat digunakan (sekitar 600 mg) sementara Fe dari hemosiderin lebih sulit untuk di
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 29

mobilisasi (250 mg Fe di makrofag dari hati dan sumsum tulang ). Hb-Fe dan heme-Fe
dilepaskan dari eritroblast yang mengalami malformasi (eritropoesis tidak efisien) dan
eritroblast yang hemolisis, dan masing-masing akan terikat pada haptoglobin dan
hemopeksin. Kemudian akan diambil oleh makrofag di sumsum tulang atau hati dan limpa
secara endositosis, serta 97 % akan digunakan kembali.
3. Defisiensi besi (Fe serum 0,4 mg/L : feritin serum menurun)
Defisiensi besi menghambat sintesis Hb sehingga terjadi anemia mikrositik hipokrom:
MCH < 26 pg, MCV <70 fL, Hb <11 g/dL. Penyebab nya adalah :
a. Kehilangan darah (saluran cerna, peningkatan darah menstruasi) pada orang dewasa
merupakan penyebab tersering defisiensi besi (kehilangan 0,5 mg Fe / mL darah).
b. Daur ulang Fe berkurang bentuk anemia ini terjadi pada infeksi kronis. Pada keadaan
ini fe yang diambil kembali oleh makrofag tidak lagi dilepaskan secara adekuat
sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
c. Asupan Fe terlalu rendah (malnutrisi, terutama di engara berkembang).
d. Absorpsi Fe berkurang karena aklorhidria akibat gastritis atrofi, setelah gastrektomi
dan malabsorpsi pada penyakit usus halus bagian atas atau karena ada bagian
makanan yang mengikat Fe seperti fitat yang terdapat dalam gandum dan sayuran,
asam tanat yang ditemukan di the, oksalat, dll).
e. Kebutuhan Fe yang meningkat (pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui).
f. Kelainan apotransferin ( jarang).

Hubungan Patogenesis dan Manifestasi Klinis


Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini
ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorpsi besi dalam usus, dan
penegcatan besi dalam sumsung tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus
maka cadangan besi akan kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis akan
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pembentukan eritrosit tapi secara klinis belum
tampak, keadaan ini dinamakan iron deficiency erithropoesis. Pada fase ini kelainan pertama
yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorpyrin atau zinc protoporphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun atau TIBC meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang
sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin serum. Apabila jumlah besi menurun
terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibat nya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.
Pada saat itu juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat
menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut, dan faring serta gejala lainnya. Jika terjadi
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 30

pengendapan fe yang berlebihan dalam tubuh terutama akan merusak hati, pancreas, dan
miokardium (hemokromatosis).11
Tabel 7. Macam-Macam Kelainan pada Defisiensi Fe dan Hasil Laboratoriumnya11
Normal

Fe serum :

1 mg / L :

kemampuan

3,3 mg / L

Defisiensi Fe

Kelainan

Kelainan

Kelainan

apotransferin

penggunaan

daur ulang

Fe
: Normal

Fe
:

< 10 %

>50 %

>10 %

pengikatan Fe
( TIBC )
Saturasi

Sekitar 33 %

Transferin

Penatalaksanaan11
Setelah didiagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
terhadap anemia defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan,
kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy):
Terapi Besi Oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat
pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg.
Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3
x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan
eritropoesis dua sampai tiga kali normal.
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir
sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated yang dianggap
memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat mengurangi absorbsi besi.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong. tetapi efek samping
lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami
intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 31

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai
pada 15 sampai 20%. yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa
mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi diberikan saat makan
atau dosis dikurangi menjadi 3 x 100 mg.
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis
pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi dapat
meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung
hati dan daging yang banyak mengandung besi.
Terapi besi parenteral
Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mernpunyai risiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena risiko ini maka besi parenteral hanya diberikan atas
indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral adalah: (1) intoleransi terhadap
pemberian besi oral; (2) kepatuhan terhadap obat yang rendah; (3) gangguan pencernaan
seperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi
terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi; (5) keadaan di mana kehilangan darah yang
banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya
pada hereditary hemorrhagic teleangiectasia; (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu
pendek, seperti pada kehamilan trimester tiga atau sebelum operasi; (7) defisiensi besi
fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau
anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi /ml), iron
sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dart iron sucrose
yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena
pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam
pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang
(0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut
dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan untuk mengembalikan kadar hemoglobin dan
mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui
rumus di bawah ini:
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 32

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

b. Pengobatan lain

diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal
dari protein hewani

vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi

transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi
darah pada anemia kekurangan besi adalah:
1. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.
2. Anemia yang sangat simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok.
3. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti path
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya

overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.


Respons Terhadap Terapi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan
respons baik bila retikulosit naik pada minggu penama. mencapai puncak pada hari ke10 dan normal lagi setelah hari ke14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/ hari atau 2 g/dl
setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respons terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:

Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum

Dosis besi berkurang

Masih ada perdarahan cukup banyak

Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan mcnahun atau pada
saat yang sama ada defisiensi asam folat

Diagnosis defisiensi besi salah


Jika dijumpai keadaan di atas, lakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang
tepat.

Pencegahan17
Banyak jenis anemia tidak dapat dicegah. Namun, Anda dapat membantu menghindari
anemia kekurangan zat besi dan anemia kekurangan vitamin dengan makan yang sehat,
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 33

variasi makanan, termasuk:


1.

Besi. Sumber terbaik zat besi adalah daging sapi dan daging lainnya. Makanan lain
yang kaya zat besi, termasuk kacang-kacangan, lentil, sereal kaya zat besi, sayuran
berdaun hijau tua, buah kering, selai kacang dan kacang-kacangan.

2.

Folat. Gizi ini, dan bentuk sintetik, asam folat, dapat ditemukan di jus jeruk dan
buah-buahan, pisang, sayuran berdaun hijau tua, kacang polong dan dibentengi roti,
sereal dan pasta.

3.

Vitamin B-12. Vitamin ini banyak dalam daging dan produk susu.
4.

Vitamin C. Makanan yang mengandung vitamin C, seperti jeruk, melon dan beri,
membantu meningkatkan penyerapan zat besi.
Makan banyak makanan yang mengandung zat besi sangat penting bagi orang-orang

yang memiliki kebutuhan besi yang tinggi, seperti anak-anak - besi yang diperlukan selama
ledakan pertumbuhan - dan perempuan hamil dan menstruasi. Asupan zat besi yang memadai
juga penting untuk bayi, vegetarian ketat dan pelari jarak jauh.
Beberapa orang dengan beresiko tinggi terkena defisiensi besi harus di pertimbangkan
dalam menggunakan terapi profilaksis. Orang-orang yang memerlukan terapi profilaksis
tersebut adalah bayi, wanita hamil, anak-anak, pendonor darah, orang yang menggunakan
terapi aspirin dosis tinggi.
AS Preventive Services Task Force (USPSTF) merekomendasikan skrining ibu hamil
untuk anemia defisiensi besi, tetapi tidak ditemukan bukti yang cukup terhadap suplemen besi
pada pasien asimptomatik. Namun, pedoman itu merekomendasikan suplemen zat besi rutin
pada bayi yang asimptomatik enam hingga 12 bulan usia yang berisiko tinggi IDA. Bayi
dianggap beresiko tinggi jika mereka hidup dalam kemiskinan, berkulit hitam, penduduk asli
Amerika, atau penduduk asli Alaska, imigran dari negara berkembang, lahir prematur atau
berat lahir rendah, atau jika asupan utama makanan mereka adalah susu sapi.
Mendorong ibu untuk menyusui bayi mereka dan untuk memberikan makanan yang
diperkaya zat besi dalam makanan bayi dan anak-anak muda juga dianjurkan. Meskipun
USPSTF menemukan bukti yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin
suplemen zat besi pada bayi sehat atau wanita hamil, sebuah penelitian baru menunjukkan
penurunan yang signifikan dalam jumlah bayi dengan berat kurang dari 2,5 kg ketika ibu
mengkonsumsi suplemen iron rutin saat prenatal. Hal ini mendukung penggunaan suplemen
besi untuk semua wanita hamil, yang merupakan standar saat perawatan di Amerika Serikat.
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 34

US Food and Nutrition Board menerbitkan referensi intake asupan sehari - hari untuk
banyak vitamin dan mineral, termasuk besi. Telah ditetapkan asupan besi adalah 8 mg per
hari untuk orang dewasa sehat dan tidak menstruasi; 18 mg per hari untuk perempuan
menstruasi; 16 mg per hari untuk vegetarian karena perbedaan absorpsi dari besi nonheme
dan Untuk donor darah, dosis harian 20 mg besi dianjurkan.
Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat maka diperlukan
suatu tindakan pencegahan yang terpadu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa :

Pendidikan kesehatan:

- kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja,


misalnya pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang
- penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi

Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling yang sering
dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan massal dengan anthelmentik dan perbaikan sanitasi.

Sumplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan,
seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada wanita hamil dan anak balita
memakai pil besi dan folat. Dokter mungkin meresepkan suplemen zat besi atau
multivitamin yang mengandung besi untuk orang dengan persyaratan besi yang tinggi.
Namun suplemen zat besi sesuai hanya ketika Anda memerlukan lebih zat besi dari diet
yang seimbang dapat menyediakan. Jangan berasumsi bahwa jika Anda lelah, Anda hanya
perlu mengambil suplemen zat besi. Kelebihan dengan zat besi pada tubuh Anda bisa
berbahaya.

Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di
negara Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.

Konseling genetik
Jika Anda memiliki riwayat keluarga anemia yang diturunkan, seperti sickle cell anemia,
bicaralah dengan dokter Anda dan mungkin konselor genetik tentang risiko pada diri anda
dan risiko apa yang mungkin Anda teruskan kepada anak-anak Anda.

Komplikasi18

Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 35

1. Anemia defisiensi besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot untuk bekerja pada
tingkat yang lebih tinggi dari pada orang sehat, selama metabolisme anaerobik. Hal ini
diyakini karena kekurangan enzim pernapasan yang mengandung besi daripada anemia.
2. Anemia berat karena penyebab apapun dapat menyebabkan hipoksemia dan meningkatkan
terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula, dapat memperburuk
status paru pasien dengan penyakit paru kronis.
3. Cacat dalam struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada defisiensi besi. Kuku
menjadi rapuh atau kaku dengan perkembangan koilonychia (kuku berbentuk sendok).
Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan tampak mengkilap. Angular stomatitis
dapat terjadi dengan fisure di sudut-sudut mulut. Disfagia mungkin terjadi dengan
makanan padat, dengan anyaman dari mukosa pada pertemuan hipofaring dan esofagus
(Plummer-Vinson sindrom); hal ini dapat dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah
krikoid. Atrophic gastritis terjadi pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif
sekresi asam, pepsin, dan faktor intrinsik dan pengembangan antibodi untuk sel parietal
lambung. vili usus kecil menjadi tumpul.
4. Intoleransi udara dingin berkembang di seperlima dari pasien dengan anemia kekurangan
zat besi kronis dan terjadi oleh karena gangguan vasomotor, nyeri neurologik, atau mati
rasa dan kesemutan.
5. Anemia defisiensi besi berat dapat dikaitkan dengan papilledema, peningkatan tekanan
intrakranial, dan gambaran klinis cerebri pseudotumor. Manifestasi ini diperbaiki dengan
terapi besi.
6. Gangguan fungsi imun dilaporkan pada pasien kekurangan zat besi, dan ada laporan
bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa hal tersebut adalah akibat
langsung yang disebabkan oleh kekurangan zat besi kurang meyakinkan karena adanya
faktor lain.
7. Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan perilaku. Gangguan
perkembangan neurologis pada bayi dan kinerja skolastik berkurang pada anak usia
sekolah. IQ anak-anak sekolah dengan defisiensi zat besi terlihat lebih rendah daripada aak
seusianya. Gangguan perilaku dapat bermanifestasi sebagai gangguan defisit perhatian.
Pertumbuhan terganggu pada bayi dengan defisiensi besi. Semua manifestasi dapat
membaik pada terapi besi.

Prognosis19
Anemia defisiensi zat besi adalah gangguan yang mudah diobati dengan hasil yang
sangat baik, namun bisa buruk jika disebabkan oleh suatu keadaan yang mendasarinya
memiliki prognosis buruk, seperti neoplasia. Demikian pula, prognosis dapat diubah oleh
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 36

suatu kondisi penyerta seperti penyakit arteri koroner.

Daftar Pustaka
1. Anemia. Dalam : Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan
Fisik.Jakarta:Erlangga; 2003. h. 84-5.
2. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Silbernagl,Stefan. Teks & Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2007. h.38-9
3. Pemeriksaan Konjuctiva dan Sklera. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar
Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta: EGC; 2009.h.151
4. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI; 2006.h.634-40
5. Pemeriksaan Kelenjar Limfe. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku Ajar Pemeriksaan
Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009.h.167-8
6. Pemeriksaan Hati, Limpa, dan Massa Abdomen. Dalam: Bickley, Lynn. Bates Buku
Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Edisi 8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 342-9
7. Hitung Darah Lengkap.Diunduh dari http://spiritia.or.id/li/pdf/LI121.pdf. Diunduh 20
April 2011
8. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk.
Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Jakarta : FK UKRIDA; 2009. h.38-43 ; 69-74;
79-81; 88
9. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Sudiono, Herawati, dkk. Penuntun Patologi Klinik
Hematologi. Jakarta : FK UKRIDA ; 2009. h.109
10. Conrad, Marcel. Iron Deficiency Anemia Workup. 4 Agustus 2009. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/202333-workup#showall. Diunduh 20 April
2011
11. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI ; 2006. h.634-40
12. Anemia pada Penyakit Kronik. Dalam : Isselbacher, Braunwald, dkk. Harrison
Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta : EGC ; 2000. h.
1929-31
13. Anemia pada Penyakit Kronis. Dalam : Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FK UI ; 2006. h.641-42
14. Kapita Selekta Hematologi / A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss; alih bahasa,
Lyana Setiawan; editor edisi bahasa Indonesia, A.M. Dewi. Ed. 4. Jakarta : EGC,
2005.h.35-7
15. Talasemia. Dalam: Isselbacher, Braunwald, dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam volume 4. Edisi 13. Jakarta : EGC ; 2000.h.1938-40
16. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Essensial haematology. Jakarta: EGC; 2005.h.2831
Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 37

17. Greer JP. Wintrobe's Clinical Hematology. USA: Lippincot Williams and Wilkins;
2008.h.829
18. Iron
deficiency

anemia.

Edisi

2007.

Diunduh

dari

http://www.aafp.org/afp/2007/0301/p671.html. 20 april 2011


19. Iron
deficiency
anemia.
Edisi
2009.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/202333-followup#a2649.20 april 2011

Wendy Purnama, 10-2008-032, A5. Email: swe3tz_blue@hotmail.com

Page 38

Anda mungkin juga menyukai