Anda di halaman 1dari 6

Pengertian Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena berkurangnya masa hidup sel
darah merah (kurang dari 100 hari). Pada keadaan normal, umur sel darah merah 110- 120 hari.
Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk
menggganti lebih dari 5% sel darah merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah
merah kira-kira 20 hari.

Penyebab Anemia
Penyebab anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan ukuran sel darah merah pada apusan darah
tepi dan parameter automatic cell counter. Sel darah merah normal mempunyai vo-lume 80-96
femtoliter (1 fL = 10-15 liter) dengan diameter kira-kira 7-8 micron, sama dengan inti limfosit
kecil. Sel darah merah yang berukuran lebih besar dari inti limfosit kecil pada apus darah tepi
disebut makrositik. Sel darah merah yang berukuran lebih kecil dari inti limfosit kecil disebut
mikrositik. Automatic cell counter memperkirakan volume sel darah merah dengan sampel
jutaan sel darah merah dengan mengeluarkan angka mean corpuscular volume (MCV) dan angka
dispersi mean tersebut. Angka dispersi tersebut merupakan koefi sien variasi volume sel darah
merah atau RBC distribution width (RDW). RDW normal berkisar antara 11,5-14,5%.
Peningkatan RDW menunjukkan adanya variasi ukuran sel. Berdasarkan pendekatan morfologi,
anemia diklasifikasikan menjadi:
1. Anemia makrositik (gambar 1)
2. Anemia mikrositik (gambar 2)
3. Anemia normositik (gambar 3)

Anemia makrositik
Anemia makrositik merupakan anemia dengan karakteristik MCV di atas 100 fL. Anemia
makrositik dapat disebabkan oleh :
1. Peningkatan retikulosit
Peningkatan MCV merupakan karakteristik normal retikulosit. Semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan retikulosit akan memberikan gambaran peningkat-an MCV
2. Metabolisme abnormal asam nukleat pada prekursor sel darah merah (defi siensi folat
atau cobalamin, obat-obat yang mengganggu sintesa asam nukleat: zidovudine,
hidroksiurea)
3. Gangguan maturasi sel darah merah (sindrom mielodisplasia, leukemia akut)
4. Penggunaan alcohol Penyakit hati Hipotiroidisme.
Anemia mikrositik
Anemia mikrositik merupakan anemia dengan karakteristik sel darah merah yang kecil (MCV
kurang dari 80 fL). Anemia mikrositik biasanya disertai penurunan hemoglobin dalam eritrosit.
Dengan penurunan MCH ( mean concentration hemoglobin) dan MCV, akan didapatkan
gambaran mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab anemia mikrositik hipokrom :
1. Berkurangnya Fe: anemia defi siensi Fe, anemia penyakit kronis/anemia infl amasi, defi
siensi tembaga.
2. Berkurangnya sintesis heme: keracunan logam, anemia sideroblastik kongenital dan
didapat.
3. Berkurangnya sintesis globin: talasemia dan hemoglobinopati.

Anemia normositik
Anemia normositik adalah anemia dengan MCV normal (antara 80-100 fL). Keadaan ini dapat
disebabkan oleh:
1. Anemia pada penyakit ginjal kronik.
2. Sindrom anemia kardiorenal: anemia, gagal jantung, dan penyakit ginjal kronik.
3. Anemia hemolitik: Anemia hemolitik karena kelainan intrinsic sel darah merah:
Kelainan membran (sferositosis herediter), kelainan enzim (defi siensi G6PD), kelainan
hemoglobin (penyakit sickle cell). Anemia hemolitik karena kelainan ekstrinsik sel darah
merah: imun, autoimun (obat, virus, berhubungan dengan kelainan limfoid, idiopatik),
alloimun (reaksi transfusi akut dan lambat, anemia hemolitik neonatal), mikroangiopati
(purpura trombositopenia trombotik, sindrom hemolitik uremik), infeksi (malaria), dan
zat kimia (bisa ular).

Diagnostik
Riwayat penyakit
Beberapa komponen penting dalam riwayat penyakit yang berhubungan dengan anemia :
1. Riwayat atau kondisi medis yang menyebabkan anemia (misalnya, melena pada penderita
ulkus peptikum, artritis reumatoid, gagal ginjal).
2. Waktu terjadinya anemia: baru, subakut, atau lifelong. Anemia yang baru terjadi pada
umumnya disebabkan penyakit yang didapat, sedangkan anemia yang berlangsung
lifelong, terutama dengan adanya riwayat keluarga, pada umumnya merupakan kelainan
herediter (hemoglobinopati, sferositosis herediter).
3. Etnis dan daerah asal penderita: talasemia dan hemoglobinopati terutama didapatkan pada
penderita dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub-Sahara, dan Asia Tenggara.
4. Obat-obatan. Obat-obatan harus dievaluasi dengan rinci. Obat-obat tertentu, seperti
alkohol, asam asetilsalisilat, dan antiinfl amasi nonsteroid harus dievaluasi dengan
cermat.
5. Riwayat transfusi.
6. Penyakit hati.
7. Pengobatan dengan preparat Fe.
8. Paparan zat kimia dari pekerjaan atau lingkungan.
9. Penilaian status nutrisi.

Pemeriksaan fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisistem dan untuk
menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fi sik perlu memperhatikan :
1. adanya takikardia, dispnea, hipotensi postural.
2. pucat: sensitivitas dan spesifi sitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah atau
konjungtiva sebagai prediktor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
3. ikterus: menunjukkan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Ikterus sering sulit
dideteksi di ruangan dengan cahaya lampu artifi sial. Pada penelitian 62 tenaga medis,
ikterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2,5 mg/dL dan pada 68%
penderita dengan bilirubin 3,1 mg/dL.
4. penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada talasemia.
5. lidah licin (atrofi papil) pada anemia defi siensi Fe.
6. limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri tulang
dapat disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infi ltratif (seperti pada leukemia
mielositik kronik), lesi litik ( pada myeloma multipel atau metastasis kanker).
7. petekhie, ekimosis, dan perdarahan lain.
8. kuku rapuh, cekung (spoon nail) pada anemia defi siensi Fe.
9. Ulkus rekuren di kaki (penyakit sickle cell, sferositosis herediter, anemia sideroblastik
familial).
10. Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.

Pemeriksaan laboratorium
1. Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran eritrosit,
dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan trombosit, hitung
jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan pemeriksaan (tidak rutin
diperiksa). Pada banyak automated blood counter, didapatkan parameter RDW yang
menggambarkan variasi ukuran sel.
2. Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah tidak dapat
dideteksi dengan automated blood counter.
3. Sel darah merah berinti (normoblas)
Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam sirkulasi. Normoblas dapat
ditemukan pada penderita dengan kelainan hematologis (penyakit sickle cell, talasemia,
anemia hemolitik lain) atau merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada
penderita dengan bone marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis
sebe-lumnya, adanya normoblast dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam
jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat.
4. Hipersegmentasi neutrophil
Hipersegmentasi neutrofi l merupakan abnormalitas yang ditandai dengan lebih dari 5%
neutrofi l berlobus >5 dan/atau 1 atau lebih neutrofi l berlobus >6. Adanya
hipersegmentasi neutrofi l dengan gambaran makrositik berhubungan dengan gangguan
sintesis DNA (defisiensi vitamin B12 dan asam folat).
5. Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa persentasi dari
sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit absolut terkoreksi, atau
reticulocyte production index. Produksi sel darah merah efektif merupakan proses
dinamik. Hitung retikulosit harus dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada
penderita tanpa anemia. Rumus hitung retikulosit terkoreksi adalah :

% retikulosit penderita x hematokrit


Hitung retikulosit terkoreks =
45

Faktor lain yang memengaruhi hitung retikulosit terkoreksi adalah adanya pelepasan
retikulosit prematur di sirkulasi pada penderita anemia. Retikulosit biasanya berada di
darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi sel darah merah.
Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat
berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terutama terjadi pada anemia berat yang
menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan hitung retikulosit dengan koreksi
untuk retikulosit imatur disebut reticulocyte production index (RPI)

(%retikulosit x hematokrit penderita /45)


RPI =
Faktor koreksi

Faktor koreksi dapat dilihat pada tabel 1


Hematokrit penderita (%) Faktor koreksi
40 – 45 1,0
35 – 39 1,5
25 – 34 2,0
15 – 24 2,5
<15 3,0

RPI di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi sel
darah merah atau anemia hipoproliferatif. RPA 3 atau lebih merupakan indikasi adanya
hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia.
6. Jumlah leukosit dan hitung jenis Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat
disebabkan supresi atau infi ltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12
atau asam folat. Adanya leukositosis dapat menunjukkan adanya infeksi, infl amasi atau
keganasan hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat memberikan
petunjuk ke arah penyakit tertentu :
1. Peningkatan hitung neutrofil absolut pada infeksi
2. Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
3. Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
4. Penurunan nilai neutrofi l absolut setelah kemoterapi
5. Penurunan nilai limfosit absolut pada infeksi HIV atau pemberian
kortikosteroid
6. Jumlah trombosit
Abnormalitas jumlah trombosit memberikan informasi penting untuk diagnostik.
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan dengan anemia,
misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada sumsum tulang, destruksi
trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat), sepsis, defisiensi folat atau B12.
Peningkatan jumlah trombosit dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defi
siensi Fe, infl amasi, infeksi atau keganasan. Perubahan morfologi trombosit (trombosit
raksasa, trombosit degranulasi) dapat ditemukan pada penyakit mieloproliferatif atau
mielodisplasia.
7. Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia.
Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defisiensi folat, vitamin B12,
atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia ringan dapat ditemukan pada
penderita dengan splenomegali dan splenic trapping sel-sel hematologis.
Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara serial dapat membantu diagnostik.
Contoh: Pada seorang penderita, Hb turun dari 15 g% menjadi 10 g% dalam 7 hari. Bila
disebabkan oleh ganguan produksi total (hitung retikulosit = 0) dan bila destruksi sel
darah merah berlangsung normal (1% per hari), Hb akan turun 7% dalam 7 hari.
Penurunan Hb seharusnya 0,07 x 15 g% = 1,05 g%. Pada penderita ini, Hb turun lebih
banyak, yaitu 5 g%, sehingga dapat diasumsikan supresi sumsum tulang saja bukan
merupakan penyebab anemia dan menunjukkan adanya kehilangan darah atau destruksi
sel darah merah.
Klasifi kasi anemia berdasarkan ukuran sel darah merah (MCV) dan RDW dapat dilihat
pada tabel 2. Tabel 2 Klasifi kasi anemia berdasarkan MCV dan RDW.
MCV Normal RDW Peningkatan RDW
Mikrositik (MCV 100 fL) Talasemia , anemia Defi siensi Fe, penyakit
inflamasi, trait HbH, beberapa kasus
hemoglobinopati anemia infl amasi,
beberapa kasus talasemia,
fragmentasi hemolisis
Normositik (MCV 80-100 Anemia infl amasi, Awal atau partialy treated
fL) sferositosis herediter, trait defi siensi Fe atau defi
hemoglobinopati, siensi vitamin, penyakit
perdarahan akut sickle cell
Makrositik (MCV >100 Anemia aplastik, Defi siensi B12, folat,
fL) mielodisplasia anemia hemolitik
autoimun, cold aglutinin
disease, penyakit tiroid,
alkohol

Daftar Pustaka
Oehadian, A. (2012). Pendekatan klinis dan diagnosis anemia. Continuing Medical
Education, 39(6), 407-412.

Anda mungkin juga menyukai