KASUS 1
Disusun oleh :
Kelompok 3.3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNGJATI
CIREBON
2020
LEMBAR PENGESAHAN
“Kasus 1”
Pada tanggal :
Disusun oleh
Kelompok 3.3
Cirebon, ........................
Tutor:
Nama Tutor
Identitas Pasien
Nama: an. IR
Umur: 16 th
Alamat: cirebon
Jaminan: BPJS
Kalsium 7,2
Warna Kuning
Kosistensi Cair
Bakteri +
B. DASAR TEORI
1. Assesment 1
a. Patofisiologi Gastroenteritis Akut
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor di antaranya faktor infeksi, proses ini dapat diawali
adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus menyebabkan sistem transpor
aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian
sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat kemudian menyebabkan
diare. Kerusakan pada mukosa usus juga dapat menyebabkan
malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang
mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga
usus sehingga terjadilah diare.1
Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan
ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan
besimasih normal.3
Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin
atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup
untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun,
sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin (FEP)
meningkat. 3
Tahap ketiga
Tahapinilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut. 3
Diare, Demam, Mual, • Feses : kuning, Gastroenteritis • Diberikan Cairan secara Iv dengan Ringer lactat
Muntah, ,Nafsu makan konsistensi cair, akut ec bakteri • Mual dan muntah : Ondansetron 0,15mg/KgBB
menurun, pusing, nyeri perut Bakteri (+). • Antibiotik empirik : azitromisin 1x500mg
melilit • Suhu 38, 37,2
• Demam : Paracetamol 500mg 3x1
demam
• Anti diare: Loperamide 4 mg pada pemberian awal. Lalu
• Leukositosis
2 mg pd pemebrian selanjutnya setiap kali BAB, <18 mg/
• Elektrolit :
hari.
Hipokalemi,
Hipokalsemi
Pusing, Lemas Hb (5,8) rendah Anemia Pemberian suplemen zat besi ferro sulfat
Pemberian vitamin C
D. PEMBAHASAN
1. Rehidrasi dengan Cairan Ringer Laktat
Mekanisme kerja
Memahami metabolisme laktat dan meninjau secara singkat
biokimia dan fisiologinya adalah penting untuk mengenali manfaat
spesifik dari pemanfaatan laktat Ringer. Sering dikacaukan dengan
asam laktat, laktat adalah basa pengganti asam laktat. Di bawah
kondisi fisiologis aerobik, metabolisme glukosa mengarah pada
produksi piruvat menjadi respirasi sel. Namun, selalu ada keadaan
kecil metabolisme anaerob yang terjadi pada waktu tertentu,
menyebabkan piruvat mengalami reaksi reduksi oksidasi dengan
NADH yang mengarah pada oksidasi NADH menjadi NAD + dan
pembentukan laktat melalui enzim laktat dehidrogenase (LDH) .
Reaksi ini mempertahankan tingkat NAD +, bahkan dalam
metabolisme anaerob, untuk memungkinkan glikolisis lebih lanjut
terjadi tanpa adanya oksigen. Biasanya, melalui respirasi seluler,
selalu ada rasio seimbang NADH / NAD + dengan transfer proton
dan elektron untuk akhirnya menjadikan ATP, air (H2O), dan karbon
dioksida (CO2) sebagai produk akhir. Jika sistem aerobik ini mati,
proton tidak punya tempat untuk pergi. Laktat terbentuk dan
dikeluarkan dari sel untuk menjaga rasio NADH / NAD + tetap.
Peningkatan produksi laktat, pada gilirannya, bertindak sebagai
sistem penyangga karena mengambil asam laktat H +. Selanjutnya,
laktat dapat dimetabolisme kembali menjadi piruvat melalui LDH
dan melalui respirasi sel, membentuk CO2 dan H2O. CO2 dan H2O
ini membentuk asam karbonat (H2CO3) melalui karbonat anhidrase,
dengan cepat terdisosiasi membentuk HCO3. Laktat dapat
dimetabolisme untuk membentuk bikarbonat.4
Efek teurapetik/ indikasi obat
Larutan laktat Ringer, atau larutan Ringer laktat, adalah jenis
cairan kristaloid isotonik yang selanjutnya diklasifikasikan sebagai
larutan seimbang atau buffer yang digunakan untuk penggantian
cairan. Isi Ringer laktat termasuk natrium, klorida, kalium, kalsium,
dan laktat dalam bentuk natrium laktat, dicampur menjadi larutan
dengan osmolaritas 273 mOsm / L dan pH sekitar 6,5. Sebagai
perbandingan, saline normal (NS) memiliki osmolaritas sekitar 286
mOsm / L. Laktat Ringer sebagian besar digunakan dalam resusitasi
volume agresif dari kehilangan darah atau luka bakar; namun, laktat
Ringer adalah cairan yang hebat untuk penggantian cairan agresif
dalam banyak situasi klinis, termasuk sepsis dan pankreatitis akut. 4
Hubungan pengobatan dengan data klinik pasien
Pada pasien didapatkan data klinik pasien mengalami
hiponatremi, hipokalemia, dan hipokalsemia. Pemberian cairan
dengan IV line Ringer Laktat dapat menggantikan cairan yang hilang
dan mengembalikan kadar normal elektrolit. Rehidrasi dengan IV
line juga dapat berfungsi untuk memberikan obat lain secara bolus. 4
Dosis obat
Pada tahap pertama dapat diberikan sebanyak 20 mL. 4
Efek samping
-
Interaksi obat-obat, obat-makanan, obat-jamu
Cairan ringer laktat dapat dikombinasikan dengan obat obat
antibiotic dan dapat juga dengan obat antiemetic. 4
Hubungan umur pasien dengan obat
2. Ondansetron
Mekanisme Kerja
Efek terapeutik
Dosis obat
Kontraindikasi
Dosis obat
1x500mg, 3 hari. 6
ADME
4. Loperamide
Loperamid adalah golongan fenilpiperidin opioid yang secara
struktural terkait dengan difenoksilat dan haloperidol, obat ini
digunakan dalam pengobatan diare akut dan kronis. Efek farmakologis
dicapai terutama dengan mengikat reseptor opioid di pleksi mesenterika
dinding enterik, menghambat pelepasan asetilkolin dan prostaglandin
dan dengan demikian mengurangi peristaltik dan meningkatkan waktu
transit usus. Loperamide juga dianggap menginhibisi saluran kalsium,
yang juga dapat mengakibatkan berkurangnya motilitas
gastrointestinal.6
Dosis Obat:
Regimen antibiotik dapat dikombinasikan dengan
loperamide, dosis pertama 4 mg, dan kemudian dosis 2 mgs setiap
kali BAB, tidak melebihi 16 mg dalam periode 24 jam. Sediaan 1
tablet adalah 2 mg, untuk sediaan liquid 1mg, dan suspension 1mg.5
Hubungan umur pasien dengan obat:
Pasien berumur 53 tahun dapat menggunakan obat ini namun
hindari dosis yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan pada
orang dewasa dan pasien anak berusia 2 tahun ke atas karena risiko
efek samping jantung yang serius.5
Hubungan Pengobatan dengan data klinik dan data
laboratorium:
Loperamide (juga dikenal sebagai Imodium) adalah salah
satu dari kelompok obat disebut anti-diare. Obat-obatan ini
dirancang untuk menebalkan feses, yang akan membantu
mengurangi atau menghentikan diare. Itu juga akan mengencangkan
feses yang terbentuk tetapi sedikit lunak.5
Hal ini berhubungan dengan data klinik pasien berupa
keluhan BAB cair lebih dari 8 kali dalam sehari. Dan pada data
laboratorium pemeriksaan feses ditemukan konsistensi feses cair
berwarna hijau. Selain itu, didapatkan juga bakteri (+), oleh karena
itu penggunaan obat ini direkomendasikan dengan penggunaan obat
antibiotik.5
Hubungan pengobatan dengan riwayat penyakit dan riwayat
pengobatan:
Pasien memiliki riwayat penyakit gastritis, dan pada data
disebutkan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penggunaan obat.5
Interaksi obat-obat, obat-mekanisme, dan obat-jamu:
Tidak ditemukan adanya interaksi obat loperamid dengan
ondansetron maupun dengan omeprazole. 5
Namun pada pasien dengan dosis sesuai namun ketika
digunakan berasa obat (cimetidine, clarithromycin, erythromycin,
gemfibrozil, itraconazole, ketoconazole, quinine, ranitidine,
ritonavir) terjadi peningkatan kadar loperamid dalam darah.7
Aturan pemakaian obat:
Sediaan 1 tablet 2mg. Setelah setiap buang air besar: 2 tablet
sekali pada awalnya, kemudian 1 tab / dosis dengan setiap tinja
longgar berikutnya hingga tidak melebihi 16 mg dalam 24jam.7
Lama penggunaan obat untuk terapi:
Selama 4 hari.7
Efek terapeutik atau indikasi obat:
Diindikasi pada pasien berusia >18 tahun dengan diare akut
yang nonspesifik dan diare kronik sehubungan dengan Inflammatory
bowel disease yang refrakter.7
Efek samping obat:
Kelelahan, sakit perut, sembelit, mual, mulut kering,
angioedema, erupsi bulosa, perut kembung, ruam 8
Pada penggunaan dan penyalahgunaan obat antidiare
loperamid (Imodium) dosis tinggi, US FDA menerima laporan kasus
masalah jantung yang paling sering dilaporkan adalah syncope,
cardiac arrest, QT interval, Torsade de Pointes.8
ADME:
Absorbsi Distribusi Metabolisme Ekskresi
Onset 1-3 Poor In vitro loperamide Waktu paruh
jam, durasi penetration is metabolized eliminasi
41 jam, through mainly by sekitar 7-14
durasi blood-brain cytochrome P450 jam.
puncak barrier. 5 (CYP450) isozymes, Dieksresikan
plasma CYP2C8 and melalui feses
5jam untuk CYP3A4, to form – sekitar 30-
sediaan N- 40%, dan
kapsul, dan demethylloperamide. melalui urin
2,5 jam In an invitro study sekitar 1%.5
untuk quercetin (CYP2C8
sediaan inhibitor) and
liquid. 5 ketoconazole
(CYP3A4 inhibitor)
significantly
inhibited the N-
demethylation
process by 40% and
90%, respectively.
In addition,
CYP2B6 and
CYP2D6 appear to
play a minor role in
loperamide N-
demethylation. 5
5. Besi (Fe)
Besi dibutuhkan untuk produksi hemogoblin (Hb) sehingga
kekurangan besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah
yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah. Besi akan
menggantikan cadangan zat besi pada hemoglobin, myoglobin, dan
enzim. Besi juga digunakan sebagai transport oksigen lewat
hemoglobin. 10
Indikasi obat
Sediaan Fe diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan
anemia defisiensi besi, penggunaan diluar indikasi cenderung
menyebabkan penimbunan besi dan keracunan besi. 10
Hubungan dengan data klinik
Pada data klinik didapatkan penurunan kadar Hb mencapai
5,8. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporpirin
mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan
hemoglobin.10
Dosis obat
3-6 mg/kgbb setiap 8 jam dengan dosis maksimal 15 mg/hari11
Efek samping
Efek samping untuk sediaan oral berupa intoleransi seperti
mual, nyeri lambung (7%), konstipasi (10%), dan diare (5%) yang
biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan pemberian sesudah
makan walaupun absorpinya dapat berkurang
Pemberian secara IM menyebabkan reaksi lokal pada tempat
suntika berupa sakit, warna coklat, peradangan lokal. Pada 0,5-
0,8% kasus terjadi reaksi sistemik 10 menit setelah pemberian
seperti sakit kepala, nyeri otot, takikardi, dan hipotensi. 11
Interaksi obat
Interaksi dengan antibiotik ciprofloxacin, norvofloxacin, dan
ofloxacin akan menurunkan efek dari obat karena adanya
penghambatan absorpsi oleh besi. Saran penggunaan adalah
meminum obat ciprofloxacin 2 jam sebelum atau 6 jam sesudah
penggunaan sediaan besi. Absorbsi zat besi dapat lebih
ditingkatkan dengan pemberian vitamin C, hal ini dikarenakan
karena faktor reduksi dari vitamin C. Zat besi diangkut melalui
dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau dengan
vitamin C. Tanin yang terdapat pada teh dapat menurunkan
absorbsi zat besi sampai dengan 80%. Minum teh satu jam setelah
makan dapat menurunkan absorbsi hingga 85%. Kafein di dalam
kopi juga juga dapat menurunkan absorbsi zat besi. 11
Hubungan dengan umur pasien
Kebutuhan zat besi wanita lebih tinggi dari pada pria karena
terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50-80 cc setiap
bulan dan kehilangan zat besi sebesar 30-40 mg. Pada infeksi zat
besi banyak digunakan oleh sistem kekebalan tubuh yaitu pada
aktivitas fagositik netrofil dan proliferasi sel limfosit. Kehilangan
darah yang banyak karena menstruasi pada remaja atau
perempuan juga dapat menyebabkan anemia. Semua faktor ini
akan meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi, karena zat
besi dibutuhkan untuk membuat sel darah merah baru11
Aturan pengobatan
Besi dalam bentuk fero paling mudah diabsopsi karena
efektif dan tidak mahal. Sediaan oral tersedia dalam bentuk garam
fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat.
Penggunaan sediaan IM dan IV hanya diberikan apabila pasien
bersifat intoleran terhadap sediaan oral atau pemberian oral tidak
memberikan respon terapeutik. Iron dextran (imferon)
mengandung 50 mg Fe setiap ml untuk penggunaan IM atau IV. 12
Hubungan pengobatan dengan riwayat pengobatan
Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya.
Lama pengobatan
Untuk mengatasi defisiensi besi dibutuhkan sekitar 200-400
mg elemen besi selama kurang lebih 3-6 bulan. 12
ADME obat
6. Vitamin C
Pemberian dengan konsumsi buah-buahan yang mengandung
vitamin C sangat berperan dalam absorbsi besi dengan jalan
meningkatkan absorbsi zat besi non heme hingga empat kali lipat.12
Indikasi Obat
Vitamin C diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan
skorbut. Vitamin C tidak mengurangi insidens common colds
meskipun dapat sedikit mengurangi beratnya sakit dan lamanya
masa sakit. Vitamin C juga tidak bermanfaat untuk kanker lanjut12
Hubungan dengan data klinik
Hubungannya dengan keluhan pasien adalah adanya tanda
dari anemia adalah adanya tanda dari anemia, sehingga pemberian
vitamin C dapat berguna untuk meningkatkan absorpsi dari zat
besi yang diberikan12
Dosis obat dan aturan pakai
Sediaan Tablet : 50-1500 mg
Larutan : 50-1500 mg
Efek samping
Vitamin C meningkatkan absorpsi besi, sehingga dosis besar
dapat berbahaya pada pasien hemokromastosis, talasemia dan
anemia sideroblastik. Vitamin C dengan dosis l gr/hari dapat
menyebabkan diare. 13
Interaksi obat
Interaksi vitamin C dengan zat besi menunjukan bahwa efek
vitamin C dalam meningkatkan kadar zat besi, zat besi dan
Vitamin C merupakan suplementasi yang dapat diberikan pada
penderita anemia karena terbukti rerata Hb meningkat13
Hubungan dengan umur pasien
Karena pasien 16 tahun, dapat diberikan dengan dosis dewasa14
Hubungan pengobatan dengan riwayat pengobatan
Tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya14
Lama pengobatan
Lama pengobatan vitamin C disesuaikan dengan besi(Fe) 14
ADME14
7. Paracetamol
Parasetamol memiliki spektrum mirip dengan non-steroid
antinflamasi obat matory(NSAID) dan terutama mengikat
siklooksigenase tipe 2(COX-2) secara selektif inhibitor. Meskipun
memiliki kesamaan NSAID, aksi paracetamol ini belum sepenuhnya
diklarifikasi tetap sekarang sudah umum bahwa itu menghambat
jenis siklooksigenase 1(COX-1) dan COX-2 melalui metabolisme
oleh fungsi peroksidase dari isoenzim ini yang menyebabkan
penghambatan pembentukan radikal fenoksil sehingga penting untuk
aktibasi COX-1 dan COX-2 dan prostaglandin(PG).15
Efek terapetik / indikasi obat
Terapi jangka pendek untuk demam dan nyeri derajat ringan-
sedang dan pedoman WHO untuk penggunaan obat parasetamol
diindikasikan apabila suhu tubuh anak >39ºC.15
Hubungan pengobatan dengan data klinik pasien
Pada masyarakat sering ditemukan adanya kasus orangtua
yang memberikan antipiretik pada suhu anak <38ºC dan
membangunkan anaknya untuk diberikan antipiretik.
Dosis obat
Badan pengawas obat-obatan dan produk kesehatan (MRHA)
dosis berlisensi parasetamol adalah sama untuk semua pemberian
pada orang dewasa lebih dari 50 kg(ex. 1 gram hingga 4xsehari)
dengan minimah 4-6 jam dengan dosis 325-650 mg. Sedangkan
pada anak-anak 10-15 mg/Kg/BB sedangkan dosis maksimum 50-
75 mg/kg. 15
Efek samping
Malaise, kenaikan kadar transaminase, ruam, reaksi
hipersensitif, hepatotoksik (overdosis).15
Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan
jamu
E. RESEP
dr.Zidan Nawalie
SIP 04/04/830003785
Alamat: Jln. Merdeka no. 05 Cirebon
2 Juni 2020
∫ s.3.d.d.1.pc
R/ vitamin c 50 mg no xxi
∫ s.3.dd.1.pc
∫ inj
∫ 1 dd 1
R/ Azithromycin 500mg no III
∫ 1dd 1
R/ Paracetamol 500mg no XV
∫ 3 dd 1
R/ loperamide 2 mg no X
∫ 2 dd 1
Pro : An. IR
Umur : 16 Tahun
Alamat : Cirebon
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar V, Abbas A.K, Aster J.C. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9.
Singapore: Elsevier; 2013.