Anda di halaman 1dari 37

RESUME PBL

SKENARIO 3
BENJOLAN HITAM PADA WAJAH

NAMA : GHINANNISA JD

NPM : 118170039

TUTOR : dr. Fanny Trianjani

KELOMPOK: 7A

UNIVERSITAS SWADAYA GUUNG DJATI

FAKULTAS KEDOKTERAN

CIREBON

2020
BENJOLAN HITAM PADA WAJAH

Seorang wanita berusia 51 tahun datang dengan keluhan benjolan hitam pada
pipi sebelah kanan yang mulai disadari sejak +/- 1 tahun yll. Menurut pasien,
mulanya benjolan hanya berupa bintik kecil yang terasa gatal. Namun, semakin lama
semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien juga mengaku sering menggaruk benjolan
tersebut hingga kadang berdarah. Keluhan benjolan seperti ini hanya ada di pipi
kanan. Pasien adalah seorang petani. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum dalam
batas normal. Status dermatologikus ditemukan papul berbentuk tidak teratur dengan
diameter 1,5 cm, batas tidak tegas, dengan warna hitam yang homogen di bagian
tengah dan tampak warna putih pada tepinya. Dokter menduga adanya kemungkinan
ke arah keganasan dan mengedukasi pasien untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

STEP I

1. Papul : penonjolan padat diatas permukaan kulit, berbatas tegas, berukuran


kurang dari 1,5cm

STEP II

1. Mengapa pada pasien benjolan semakin lama semakin membesar ?


2. Apa saja factor resiko dari keganasan dan bagaimana hubungan pekerjaan
pasien dengan keluhan yang dialami ?
3. Diagnosis banding apa yang mengarah pada status dermatologis dengan papul
tidak teratur dengan diameter 1,5 cm dan batas tidak tegas?
4. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut ?
5. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut ?

STEP III

1. Mengapa pada pasien benjolan semakin lama semakin membesar ?


- Karena adanya mutasi gen yang mengakibatkan sel berproliferasi secara
berlebihan
2. Apa saja factor resiko dari keganasan dan bagaimana hubungan pekerjaan
pasien dengan keluhan yang dialami ?
- Karena pada petani sering terkena sinar matahari, sedangkan factor resiko
dari keganasan karena seringnya terpapar sinar matahari
- Ras, gender, usia, imun, tahi lalat, paparan radiasi, bahan karsinogen, sinar
UV, genetic
3. Diagnosis banding apa yang mengarah pada status dermatologis dengan papul
tidak teratur dengan diameter 1,5 cm dan batas tidak tegas?
- Karsinoma sel basal
- Karsinoma sel skuamosa
- Melanoma maligna
4. Bagaimana penegakan Diagnosis pada pasien ?
- Anamnesis
 Riwayat terkena factor resiko
 Riwayat menderita keganasan atau keluarga yang pernah
mengalami
 Letak lesi
- Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : asimetris, border, color, diameter
- Pemeriskaan penunjang
 Biopsy kulit atau histopatologi
5. Bagaimana tatalaksana pada kasus tersebut ?
- Melakukan bedah  kemoterapi  imunoterapi
- Edukasi menghindari sinar UV, penggunaan baju yang panjang ketika
keluar, penggunaan sunscreen.

STEP IV

1. Mengapa pada pasien benjolan semakin lama semakin membesar ?


- Terdapat aktivitas sel yang abnormal,karena benjolan warna hitam maka
mengalami hiperpigmentosus. Pigmen melanin dihasilkan oleh sel
melanosit maka ada yang mempengaruhi sel melanosit, factor resiko nya
adanya mutasi gen, dipengaruhi oleh sinar matahari  mempengaruhi
DNA pasien itu  gen gen yang mengatur sel akan terganggu  fungsi
abnormal  digambarkan dengan sel mengalami proliferasi yang
berlebihan  benjolan semakin besar  proliferasi sel yang berlebihan 
terbentuk masa yang luas.
- Produksi pigmen lebih sedikit  barrier perlindungan lebih tipis 
mudah menembus  karsinogenic  stuktur DNA rusak  kanker kulit.
- Petani : terpapar sinar UV  menyebabkan membentuk sel yang
abnormal  merusak protein p350  seharusnya istirahat  tapi karena
protein p350 nya rusak jadi tidak istirahat.
2. Apa saja factor resiko dari keganasan dan bagaimana hubungan pekerjaan
pasien dengan keluhan yang dialami ?
- Sudah jelas
3. Diagnosis banding apa yang mengarah pada status dermatologis dengan papul
tidak teratur dengan diameter 1,5 cm dan batas tidak tegas?
- Karsinoma sel basal : lukanya seperti gigitan tikus, ada ulkus bag tengah,
disertai talengietaksis, yang dipenagruhi di stratum basalis
- Karsinoma sel skuamosa : warna kulit kekuningan , batas tidak tegas,
permukaan nya licin, di stratum bagian atas
- Melanoma maligna : di lapisan epidermis paling bawah
- Kaposi sarcoma :
4. Bagaimana penegakan diagnosis
- Anamnesis Keganasan : gatal, nyeri, batas nya ireguler, warna nya
bervariasi, ukuran nyasemakin membesar 6mm, tidak rata permukaanya,
pelebaran tidak merata, mudah terjadi perdarahan, tumbuh yang tadinya
kecil lama lama menumbuh,
- Pemeriksaan Fisik (squamosa) : papul  permukaan nya kasar  krusta.
- Melanoma maligna :
 Asimetris
 Border
 Color
 Diameter >6mm
 Elevasi terdapat peninggian pada lesinya
- Kriteria mayor
 Perubahan bentuk
 Ukuran
 Warna
- Minor
 Lesi > 6mm
 Berkusta
 Perubahan sensasi
- Staging
Clark & Mihm
 Intraepidermal (insitu)
 Junctional ( papilla dermis )
 reticular dermis
 menginfiltrasi seluruhnya
 menginfiltrasi jaringan lemak subkutan
- pemeriksaan penunjang
 biopsy
 foto polos
5. tatalaksana dari kasus
- melanoma maligna
 tindakan bedah
 terapi sistemik sitostatistika : DTIC (dimetil triazon imidazole
carboksamid dekarbazin), Me-CCNU, atau kombinasi keduanya
 ajuvan
 terapi lini pertama yang bisa dilakukan dr umum ??
- prognosis nya cari!!!
- Komplikasi :
 Selulitis : lesi kanker yang terkena bakteri
 Metastasis : KGB, jaringan ke sekitar, otak, paru, hati, tulang.

MIND MAP

Keganasan Kulit

Karsinoma sel basal ,


Karsinoma sel skuamos,
melanoma maligna,
kaposi sarcoma

etiologi patofisiologi penegakan diagnosis tatalaksana Komplikasi Prognosis

anamnesis pemeriksaan fisik pemeriksaa penunjang

STEP V
1. Etiologi, factor resiko, patofisiologi, penegakan diagnosis,
tatalaksana (lini pertama yang bisa dilakukan oleh dr umum, dan
pembedahan) ( farmako dan non farmako), komplikasi, prognosis
dari keganasan kulit (Karsinoma sel basal , Karsinoma sel
skuamosa, melanoma maligna, kaposi sarcoma)
STEP VI

Belajar Mandiri

STEP VII

1. KARSINOMA SEL BASAL

A. Etiologi

 Adanya mutasi atau perubahan DNA sel basal


 Paparan sinar matahari yang sering dan lama : Overexposure
(pembakaran) UVA & UVB memiliki keduanya telah terlibat dalam
menyebabkan kerusakan DNA mengakibatkan kanker
 Pernah menjalani terapi radiasi
 Berusia > 50 tahun
 Memiliki anggota keluarga yang pernah menderita karsinoma sel basal
 Terpapar racun arsenic :
Arsenik logam beracun yang ditemukan secara luas di lingkungan,
meningkatkan risiko karsinoma sel basal dan kanker lainnya. Setiap orang
memiliki beberapa paparan arsenik karena terjadi secara alami di udara,
tanah dan air tanah. Tetapi orang-orang yang mungkin terekspos pada
tingkat yang lebih tinggi dari arsenik termasuk petani,nelayan , pekerja
kilang, dan orang yang minum air sumur yang tercemar atau tinggal di
dekat pabrik peleburan. jadi paparan arsen itu ada 2 ada organic dan
anorganic dimana organic itu digunakan sebagai bahan baku pembuatan
insektisida atau pemberantasan hama dan herbidisda , ini biasanya tidak
beracun bagi manusia namun ketika terpapar teurs menerus dan terpapar
dalam jumlah besar bisa terpapar misalkan pada petani yang kerjanya
disawah dan selalu terkontaminasi dengan tanah juga Selanjutnya ada
anorganik ini terkandung dalam tanah, tembaga, biji timah dan air ini
berbahaya juga
 Memiliki penyakit keturunan yang beresiko menyebabkan canker seperti
nevoid basal cell carcinoma syndrome.
 Imunosupresi
 Xeroderma pigmentosum
 Jeniskulit
 Penggunaan hydrochlorothiazide

B. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis


C. Penegakkan diagnosis
1) Anamnesis
Ditemukan papul atau nodus, permukaan mengkilap. seperti lilin, berpigmen
atau kemerahan, dan ditemukan telangiektasis.
2) Pemeriksaan Fisik
Predileksi pada kepala dan leher.
Tipe superficial banyak ditemukan di badan. Tipe fibropitelioma banyak
ditemukan di punggung
 BCC tipe noduloulseratif
Kistik, berpigmen, karatotik, papula bundar, berwarna mutiara, seperti daging
dengan telangiektasis.

 BCC tipe pigmen


 BCC tipe superficial
Terlihat sebagian besar dibatang atas atau bahu, muncul dengan klinis sebagai
plak atau plak eritemtous yang terbatasi dengan baik, seringkali dengan skala
keputihan

 BCC tipe morfea


Muncul sebagai plak putih atau kuning, berlilin, sklerotik yang jarang
mengalami ulserasi, datar atau sedikit tertekan, fibrotic dan kencang.

 BCC Tipe Fibroepitelioma

Pada basal cell carcinoma terdapat beberapa sindrom, yaitu diantaranya :


a) Nevoid basal cell carcinoma : diturunkan secara dominan autosomal, dapat
muncul pubertas sampai usia 35 tahun
b) Linear unilateral basal cell nevus : dapat timbul dari sejak lahir
c) Sindrom bazex : dapat diturunkan secara dominan, dapat muncul pada saat
remaja dan dewasa muda.

3) Pemeriksaan penunjang
Gold standar untu BCC ini dapat dilakukan biopsy kulit, dengan hasil :
a) Tipe superficial
Menunjukkan sel tumor seperti tunas atau proliferasi yang irregular dibawah
epidermis
b) Basosquamous (metatypical) carcinoma
Ditemukan dengan daerah ber sel-sel squamous. Biasanya lebih agresif
disbanding tipe yang lain.

c) Granular
Ditemukan gambaran bahwa sitoplasma sel-sel tumor bergranula
d) Clear cell BCC
Ditemukan sitoplasma sel yang bervakuola, signet ring cell

e) Fibroepitelial tumor/ pinkus tumor/ Fibroepitelioma


Basal sel dengan pola pertumbuhan papilomatous, seperti pita tipis, panjang,
bercabang dan saling berhubungan didalam stroma yang fibrosis.
f) Infundibulocystic BCC
Banyak ditemukan diferensiasi folikel rambut

D. Tatalaksana
1) Nonfarmakologi
 menghindari sinar matahari
 menggunakan baju yang tertutup
 menggunakan sun block
2) Farmakologi
 Bedah skapel
 Bedah beku
 Bedah listrik
 Bedah laser
 Bedah mohn
 radio terapi
 Krim imiquimod 5% setiap hari/minggu selama 12 minggu
 5-fluorourasil 5% topical, untuk mengobati BCC yang berukuran kecil dan
superficial
 Tazarotene
E. Prognosis
Pada kasus BCC yang belum bermetastasis, prognosisnya sangat baik.
Jika diagnosis dan pengobatannya tertunda, BCC ini dapatmembesar perlahan
dan dapat menyerang orbita dan menyebabkan kebutaan. BCC ini dapat
kambuh terutama pada tahun pertama mengalami BCC atau berkembang di
lokasi baru.

F. Komplikasi
 Karsinoma sel basal yang kambuh
 Kanker kulit jenis lain seperti SCC atau melanoma
 Metastasis kanker ke organ sekitar seperti ke otot, pembuluh darah dan
tuulang.

2. KARSINOMA SEL SQUAMOSA

DEFINISI

Tumor ganas kulit yang berasal dari sel keratinosit, dapat bermetastasis, dan
berkembang dari ulkus atau radang kronik, prakanker atau rangsangan
karsinogen tertentu

ETIOLOGI

- Sinar matahari UV
- Sinar radiasi
- Panas kronik
- Granuloma kronik
- Ulkus atau radang kronik
- Serta bahan karsinogen (arsen dll)
- Virus HPV sipe 16 dan 18
FAKTOR RESIKO

- Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah, seperti pada pengidap


leukemia, limfoma, sedang mengonsumsi obat imunosupresan (misalnya
kortikosteroid), atau baru menjalani transplantasi organ.
- Orang dengan warna kulit terang atau cerah.
- Orang dengan riwayat kelainan pada kulit, seperti pernah mengalami
KSS atau kanker kulit jenis lain, kulit melepuh, gejala keracunan arsenik pada
kulit, atau kulit yang terserang lesi pra-kanker seperti solar keratosis atau
penyakit Bowen.
- Orang dengan kelainan genetik yang diturunkan, antara lain
xeroderma pigmentosum, albinisme, sindrom Gorlin, dan sindrom Bazex.
- Orang yang berusia tua.
- Orang dengan jenis kelamin pria.
- Orang dengan warna mata biru, hijau, atau abu-abu.
- Orang yang berambut merah atau pirang.
- Orang yang terpapar bahan kimia seperti arsen dalam waktu lama.
- Orang yang terpapar radiasi.

PATOFISIOLOGI

Dimulai dengan pertumbuhan sel atipik diepidermis berupa karsinoma insitu


 kemudian menembus membrane basal masuk ke dermis  lalu sel tumor
ini dapat menyebar ke KGB .
MANIFESTASI KLINIS

Dimulai dengan nodula berwarna kulit normal atau ulkus dengan tepi yang
tidak teratur. Permukaan nodula berbenjol menyerupai kembang kol, pada
perabaan keras dan mudah berdarah sedangkan ulkus tepi meninggi, warna
kekuningan. Perkembangan selanjutnya menyerupai kembang kol kemudian
menyebar melalui KGB dan ke alat-alat lain

- Gambaran klinis  plak atau tumor teraba padat, dapat verukosa, atau
berbenjol-benjol dan berbentuk ulkus
- Tepi tumor tidak jelas
- Lokasi tumor tergantung penyebab missal bila disebabkan sinar
matahari maka lesi banyak pada wajah dan lengan bawah

3. MELANOMA MALIGNA

A. Etologi dan Faktor Risiko

a) Sinar Matahari
Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan
faktor resiko utama terjadinya melanoma. Resiko terjadinya melanoma akan
meningkat seiring dengan terjadinya sunburn. Diduga insidensi melanoma
lebih sering dijumpai pada penduduk atau populasi di daerah sekitar ekuator.
Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang
paling relevan untuk melanoma. Ambang paparan sinar UVA dan UVB yang
diperlukan untuk meningkatkan resiko melanoma masih belum diketahui.
b) Jenis Kulit
Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada
jenis kulit putih, sedangkan pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang
ditemui melanoma maligna.
c) Nevi
Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil,
terus berkembang di masa dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada
usia 40-50 tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada
anak perempuan, nevi lebih banyak ditemukan di anggota badan sedangkan
pada anak laki-laki sering ditemukan pada batang badan. Alasan mengapa
gender mempengaruhi distribusi pada melanoma belum diketahui. Nevi
merupakan faktor risiko terkuat untuk melanoma, jauh lebih besar daripada
resiko relatif yang berhubungan dengan paparan sinar matahari.
d) Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan
Melanoma jarang terjadi pada anak yang belum pubertas. Riwayat
keluarga terhadap melanoma akan meningkatkan resiko terjadinya melanoma
terhadap seseorang. Melanoma yang terjadi pada wanita hamil mempunyai
ukuran ketebalan yang lebih besar daripada melanoma yang terjadi pada
wanita yang tidak hamil.
e) Faktor Bologis
Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya
keganasan ini, misalnya iritasi akibat pemakaian gigi tiruan yang tidak pas.
Selain itu juga dilaporkan adanya hubungan antara oral melanoma maligna
dengan merokok konsumsi alkohol dan iritasi karena oral appliances lain.
f) Faktor Genotip
Faktor resiko melanoma oleh karena genetik memberikan kontribusi
10% dari semua kasus melanoma. Mutasi gen yang ditemukan di keluarga
dengan kecenderungan terjadi melanoma memiliki kontribusi tinggi tetapi
prevalensinya rendah di populasi umum dan kelompok risiko tinggi
ditemukan mutasi cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDNK2A).
Tes mutasi pada gen CDKN2A mengungkapkan alasan mengapa
melanoma dapat menurun pada keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan
dengan melanoma mempunyai kontribusi yang rendah dan biasa di populasi
umum, dimana sebagian besar tidak akan menyebabkan melanoma. Mutasi
pada beberapa lokus genetik, CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan Cyclin-
dependent

B. Gambaran Klinis
1) Superficial Spreading Melanoma (SSM)

 Merupakan jenis melanoma terbanyak yang ditemukan di Indonesia (70%).


Subtipe ini paling sering terlihat pada individu usia 30-50 tahun.
 Pada umumnya SSM timbul pada kulit normal (de novo), berupa plak
archiformis berukuran 0,5-3 cm dengan tipe meninggi dan irregular.
 Pada permukaannya terdapat campuran dari bermacam-macam warna, seperti
coklat, abu-abu, biru, hitam dan sering kemerahan Lesi ini meluas secara
radial.
 Pada umumnya mempunyai ukuran 2 cm dalam waktu 1 tahun, untuk
melanjutkan tumbuh secara vertical dan berkembang menjadi nodula biru
kehitaman. Dapat mengalami regresi spontan dengan meninggalkan bercak
hipopigmentasi.
 Predileksinya pada wanita sering dijumpai di tungkai bawah, sedangkan pada
pria di badan dan leher
 Secara histologis, ditandai buckshot (pagetoid) melanosit pada epidermis.

2) Nodular Melanoma (NM)

 Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih
agresif.
 Predileksi terjadi paling sering di kaki dan badan.
 Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome
shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru
sampai kehitaman.
 Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi perdarahan hanya dengan trauma
ringan. Metastase dapat secara limfogen dan hematogen.
 Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan radial.

3) Lentigo Maligna Melanoma (LMM)


 Merupakan kelainan yang jarang ditemukan (4-10%). Pertumbuhan lesi ini
 secara vertikal, terjadi sangat lambat bisa sampai 5-20 tahun.
 Biasanya sering ditemukan di kepala, leher, dan lengan pada individu yang
lebih tua dengan ratarata umur 65 tahun.
 Lesi precursor in situ biasanya besar, berdiameter lebih dari 1-3 cm dengan
tepi tidak teratur, telah terjadi minimal 10-15 tahun, dan menunjukkan
pigmentasimakula dari coklat tua sampai kehitaman, namun pada beberapa
area dapat tampak hipopigmentasi.

4) Acral Lentiginous Melanoma (ALM)

 Paling jarang terjadi hanya sekitar 1%, namun paling ganas. Predileksinya
pada telapak kaki atau tangan, dasar kuku. tampak makula kehitaman dengan
bagian yang menimbul atau nodus.

Gambaran Klinis Melanoma Malignan Rongga Mulut

Melanoma pada rongga mulut secara klinis biasanya sering didiagnosa dalam
kondisi nodul, dan biasanya datar pada awal lesi. Dua dari tiga pasien terjadi pada
laki-laki. Empat dari lima melanoma pada rongga mulut ditemukan pada palatum
durum atau alveolus pada maksila.
Lesi awal biasanya berupa makula berwarna kecoklatan hingga kehitaman
dengan tepi tidak teratur. Dapat terjadi ulserasi pada lesi, tetapi pada banyak lesi
ditemukan warna hitam, berlobul, masa yang eksofitik dan tanpa ulserasi pada saat
didiagnosa. Pasien dapat mengeluhkan rasa gatal, dan rasa sakit jika terjadi ulser.
Sebagian besar lesi terasa lunak waktu dipalpasi. Pada pemeriksaan radiografis
terdapat gambaran kerusakan yang irregular atau “moth-eaten.

C. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis


D. Penegakkan Diagnosis
1) Anamnesis
 Ditanyakan apakah sering terpapar sinar matahari dalam waktu yang
cukup lama secara terus menerus?
 Apakah ada riwayat kulit terbakar yang berulang akibat paparan sinar
matahari?
 Apakah menderita penyakit-penyakit yang mengakibatkan supresi pada
imunitas seperti HIV?
 Apakah pernah terpapar bahan arsenik dan polycyclic hydrocarbons?
 Apakah pasien merokok?
 Apakah pasien pernah menderita Melanoma Maligna sebelumnya?
 Apakah ada riwayat keluarga yang menderita Melanoma Maligna?
2) Pemeriksaan Fisik
Dalam penentuan kategori MM menggunakan :

Kategori T Kedalaman (mm) Status ulserasi


T1 <1,0 a. Tanpa ulserasi level II/III

b. Dengan ulserasi atau level


IV/V
T2 1,01-2,0 a. Tanpa ulserasi

b. Dengan ulserasi
T3 2,01-4,0 a. Tanpa Ulserasi

b. Dengan Ulserasi
T4 >4,0 a. Tanpa Ulserasi

b. Dengan Ulserasi

Clark :

1. Level I  lesi hanya meliputi epidermis


2. Level II  invasi pada pars papilar dermis, tidak mencapai permukaan papilary
reticular dermis
3. level III  invasi masuk dan meluas pada dermis papilar tetapi tidak masuk
kereticular
4. level IV  invasi masuk dermis retikuler
5. level V  invasi kedalam jaringan subkutis.
Kategori N Jumlah kelenjar limfe yang Massa kelenjar limfe yang
termetastasis termetastasis
N1 Metastasi 1 kelenjar limfe a. Mikrometastasis a

b. Mikrometastasis b
N2 Metastasis ke 2 atau ke 3 a. Mikrometastasis a
kelanjar limfe
b. Mikrometastasis b

c. Metastasis in transit atau satelit


tanpa metastasis kelenjar limfe
N3 Metastasi atau lebih kelenjar
limfe atau metastasis in transit
satelit dengan metastasis
kelenjar limfe

Keterangan :

a. Mikrostastis bila terdiagnosis setelah tidakan lymphadenectomy;


b. Makrometastasis bila KGB ditemukan bermetastasis pada saat pemeriksaan fisik
dikonfirmasi oleh tindakan lyphadencetomy
Kategori M Lokasi Kadar serum laktat
dehidrogenase
M1 a Metastasis kekulit yang jauh dari Normal
lesi atau metastasis kejaringan
kulit yang lebih dalam, yaitu
subkutis, atau ditemukan
metastasis KGB
M1 b Metastasis paru-paru Normal
M1 c Metastasis ke orga viseral Meningkat

3) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan histopatologi

1) Pada SSM  akan menunjukkan melanosit atipik uniformis, besar dan agak
bulat tersebar secara pagetoid dalam epidermis yang sebagian tebal serta
sebagian tipis, sel tersebut soliter atau terdapat dalam sarang sel, dalam dermis
tampak melanofag dan infiltrate limfosit padat seperti pita
2) Pada NM  sel tumor yang atipik terlihat tumbuh masuk ke dermis, infiltrate
limfosit dalam dermis sehingga lebih jarang
3) Pada LLM  tampak proliferasi melanosit seperti spindle yang atipik dengan
sebagian tersusun tidak teratur dan makin banyak dibagian tengah, terletak dalam
epidermis yang menipis, sarang-sarang sel sedikit dan akan meningkat bila tumor
invasive. Dermis mengandung melanofag, infiltrate limfosit dan degenerasi
elastosis aktinik
4) Pada ALM  sel tumor yang atipik umumnya soliter, terletak sepanjang dermo
epidermal pada epidermis yang akantotik dan tidak teratur dapat terlihar juga sel
infiltrate melanofag dalam dermis.

E. Diagnosis Banding
1) Karsinoma sel basa berpigmen
2) Tumor jinak berpigmen misal : Keratosis seboroik, Nevus melanositik, dan
Angiokeratoma tipe nodular

F. Tata laksana

1) Non medikamentosa  Menghindari sinar matahari

2) Bedah scalpel dengan irisan 1-2 cm diluar batas tumor, tergantung besar dan
tebalnya tumor
3) Kemoterapi , imunoterapi, terapi biologis dan radioterapi dilakukan untuk
melanoma yang tidak dapat operasi, stadium lanjut dana atau telah terjadi
metastasis
4) Radiasi menggunakan sinar x-ray dengan energi tinggi untuk membunuh sel
kanker Radiasi bukanlah untuk menyembuhkan kanker, melainkan sebagai
terapi adjuvan setelah pembedahan untuk mencegah rekurensi dari sel kanker
atau untuk mencegah metastasi
G. Prognosis

Melanoma harus ditemukan secara dini dengan ketebalan kurang dari 0,76 mm dan
kedalaman masih lapisan clarck 1 dan 2 bila makin dalam level ini kemungkinan
metastasis makin besar dan kemungkinan hidup 5 tahun makin kecil.

4. SARKOMA KAPOSI

Sarkoma Kaposi (SK) diungkapkan oleh Moritz Kaposi pertama kali pada tahun
1872. Pada awal tahun 1980-an, prevalensi SK mulai meningkat drastis dan menjadi
keganasan paling banyak pada pasien dengan Acquired immune deficiency syndrome
(AIDS), terutama pada laki-laki homoseksual.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa penularan seksual menjadi faktor
yang bertanggung jawab terhadap SK. Kejadian terakhir menunjukkan bahwa SK
berhubungan dengan infeksi virus herpes yang dapat menyebar secara vertikal dan
seksual. Sebuah temuan baru mengarah pada pertumbuhan, isolasi, dan karakterisasi
dari sebuah virus herpes manusia baru yang sekarang dikenal dengan Kaposi’s
sarcoma-associated herpes virus (KSHV) atau Human herpesvirus type 8 (HHV-8)
dari lesi SK
PATOFISIOLOGI

SK adalah kanker yang berkembang dari sel-sel yang melapisi pembuluh getah
bening atau pembuluh darah. SK seringkali muncul sebagai tumor pada kulit atau
pada permukaan mukosa, seperti di dalam mulut. Pada populasi dengan HIV
negatif, SK jarang didapatkan. Orang yang terinfeksi HIV mempunyai risiko 100
hingga 300 kali lebih sering terkena SK dibandingkan populasi dengan HIV
negatif. Seseorang dengan HIV positif tanpa adanya HHV-8 tidak akan berkembang
menjadi SK. Sebaliknya, pada orang dengan HIV negatif yang terinfeksi HHV-8,
bisa berkembang menjadi SK, seperti pada pada SK tipe klasik. Saat ini dipercaya
bahwa HHV-8 diperlukan, namun tidak cukup untuk menyebabkan SK dan bahwa
faktor-faktor lain seperti imunosupresi juga ikut memainkan peran.
KSHV memiliki genom double-stranded DNA, dan memiliki karakteristik
morfologi yang khas, yaitu virus herpes dengan diameter antara 100-150 nm,
partikel dikelilingi oleh selubung lipid, dan inti yang kaya elektron. KSHV
pertama kali diperkenalkan oleh Chang dan kawan-kawan pada tahun 1994 atas
dasar rangkaian DNA yang terdeteksi pada jaringan dari pasien yang menderita
SK-AIDS. KSHV adalah virus herpes gamma-2 (rhadinovirus), dan mewakili
sebagai anggota pertama “human” dalam kelompok ini.
Seperti halnya virus herpes lainnya, KSHV memperlihatkan 2 fase berbeda
dalam siklus hidupnya. Fase laten KSHV ditandai dengan pelepasan genom virus
ekstra-kromosomal (episom) dan ekspresi dari transkrip laten dengan bagian yang
sangat kecil dalam sel yang terinfeksi, tidak ada partikel-partikel virus infeksius
atau fungsional yang diproduksi selama fase laten.. Siklus litik ditandai dengan
replikasi dari genom virus linier, dan ekspresi dari lebih dari 80 transkrip dengan
pengaturan yang tinggi dengan urutan kategori immediate-early (α), early (β), dan
late (γ).

PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan yang cermat pada kulit dan rongga mulut pada pasien dengan
infeksi HIV merupakan kunci untuk diagnosis dini SK. Evaluasi awal pada pasien
dengan kecurigaan SK adalah dengan memperhatikan riwayat penyakit secara
menyeluruh termasuk durasi dan laju perkembangan lesi kulit, serta ada tidaknya
gejala pernafasan dan gastrointestinal. Dengan mempertimbangkan adanya variasi
dari kondisi klinis yang serupa dengan lesi kutaneus SK, pemeriksaan biopsi kulit
diperlukan untuk penegakan diagnosis.
Kulit adalah bagian tubuh pertama yang terbanyak mengalami gejala klinis.
Selain menyerang kulit, SK juga bisa mengenai pembuluh limfa, mukosa oral, paru,
gastrointestinal, hepar, jantung, pankreas, otak, limfa, testis, adrenal, tonsil, ginjal,
vesikula seminalis, vesika urinaria, dan tiroid. Ada empat varian klinis SK, yaitu
tipe klasik, endemik, iatrogenik, dan epidemik.
Lebih dari 65% pasien SK klasik adalah berusia lebih dari 50 tahun pada saat
terdiagnosis. Tumor biasanya muncul pada kulit sebagai makula berwarna merah
kebiruan (seperti hematoma) yang terdistribusi unilateral atau bilateral pada bagian
distal dari ekstremitas bawah. Lesi ini berkembang dengan lambat kearah horisontal
dan vertikal dan berubah menjadi plak keras dan setelah itu menjadi bentukan nodul
(Gambar 1).

Gambar 1. Sarkoma Kaposi klasik. A. Nodul Sarkoma Kaposi klasik B. Plak


dan papul pada dorsum pedis, yang merupakan predileksi Sarkoma Kaposi klasik.

Onset SK endemik lebih muda dibanding SK tipe klasik, yaitu antara usia
35-39 tahun untuk laki- laki dan 25-39 tahun untuk wanita. SK endemik juga
dikenal sebagai African SK, muncul dengan empat subvarian klinis, yaitu nodular,
florid, infiltratif, dan limfadenopatik. Tipe florid atau vegetatif dan infiltratif
ditandai dengan sifat biologis yang lebih agresif dan lesinya bisa meluas ke lapisan
yang lebih dalam hingga dermis, subkutis, otot dan tulang. Tipe limfadenopatik
utamanya menyerang anak-anak dan dewasa muda dan dapat bertambah parah
dengan perjalanan yang cepat. Kulit dan mukosa juga terkena namun dengan
tingkat keparahan yang lebih ringan.
SK iatrogenik merupakan SK yang berkaitan dengan transplantasi terutama
mengenai penerima donor ginjal dan lebih jarang terjadi pada penerima organ solid
lain dan sumsum tulang. Muncul kurang dari 1 bulan atau lebih dari 10 tahun
setelah transplantasi. Faktor risiko terpenting dalam perkembangan SK dan
menentukan perjalanan klinisnya adalah dosis dan tipe dari obat imunosupresif.
Sebagai contoh, risiko terkait penggunaan siklosporin lebih besar dibanding obat
lain seperti glukokortikoid dan azatioprin dan onset penyakitnya lebih awal.
Regresi dari SK ini bisa diperoleh dengan mengurangi atau menghentikan
pemberian agen imunosupresif. Begitu juga halnya dengan peningkatan dosis bisa
mempercepat progresi dari tumor.
SK epidemik atau SK-AIDS merupakan keganasan terkait AIDS terbanyak
yang ditemukan. Lesi awal SK-AIDS tampak sebagai makula keunguan berbentuk
oval kecil yang berkembang cepat menjadi plak dan nodul kecil, yang seringkali
timbul di banyak tempat dan memiliki kecenderungan mengalami progresi yang
cepat. Lesi awal SK-AIDS seringkali muncul di bagian wajah, terutama pada
hidung, kelopak mata, telinga, dan punggung, dan lesinya mengikuti arah garis kulit
dan lesi pada palatum yang merupakan tanda khas SK terkait AIDS (Gambar 2).
Gambar 2. Lesi multipel pada punggung yang mengikuti arah garis kulit dan lesi
pada palatum yang merupakan tanda khas Sarkoma Kaposi terkait
AIDS.

Gambaran histopatologis SK tergantung pada stadium perkembangan SK,


yaitu dimulai dengan stadium makula, plak, dan terakhir adalah stadium nodular.
SK stadium makula, merupakan fase awal dari perkembangan SK kutaneus. Kesan
pertama yang tampak adalah “busy dermis” atau mungkin bentukan inflamasi
dermatosis ringan (Gambar 3).SK nodular menunjukkan ekspansi dermal yang
relatif terbatas, berbagai proliferasi selular dari sel spindle neoplastik berbentuk
lembaran (Gambar 4). Stadium plak ditandai dengan infiltrat vaskular dermal yang
lebih difus. Banyak saluran vaskular yang terpotong berisi eritrosit mengisi dermis
yang terlibat, dan didapatkan tanda sel inflamasi kronis dengan kelompok yang
banyak mengandung sel plasma bercampur dengan siderophage dan pigmen
hemosiderin bebas (Gambar 5).

Gambar 3. Gambaran histopatologis Sarkoma Kaposi stadium makula. Ditandai


dengan proliferasi pembuluh darah yang tidak beraturan di sekitar
pembuluh darah normal dan diantara bundle kolagen dermal.
Hematoxylin-eosin (H&E, 200x).
Gambar 4. Gambaran histopatologis Sarkoma Kaposi nodular. Ditandai oleh
kumpulan sel spindlemonomorfik dan celah pembuluh darah
mengandung banyak eritrosit (H&E, 200x).12

Gambar 5. Gambaran histopatologis Sarkoma Kaposi stadium plak. Pembuluh


darah yang tidakberaturan dikelilingi oleh infiltrat sel mononuklear yang
mengandung banyak sel-sel plasma (H&E, 400x).

TATALAKSANA

Terapi lokal-penyakit terlokalisir


Bedah eksisi
Cryotherapy
9-cis-retinoic acid topikal
Terapi radiasi
Terapi sistemik-penyakit tersebar
luas/keterlibatan organ dalam
Untuk pasien dengan AIDS: memulai highly
active antiretroviral therapy (HAART)
Untuk pasien menggunakan terapi
imunosupresif: evaluasi ulang terapi
Untuk pasien AIDS tidak respons dengan
HAART: kemoterapi sitotoksik sistemik
Liposomal anthracyclines (misal
liposomal doxorubicin 20-40 mg/m2 setiap
2-4 minggu)
Paclitaxel (100 mg/m2 setiap 2 minggu)
Untuk pasien dengan KS klasik
Liposomal anthracyclines (misal liposomal
doxorubicin 20-40 mg/m2 setiap 2-4
minggu)
Vinblastine (6mg IV sekali seminggu)
Doxorubicin/bleomycin/vincristine (20-30
mg/m2,atau 10 mg/m2, atau 1-2 mg setiap
2-4 minggu)
Interferon-α (3-30 juta unit setiap haritiga
kali seminggu)
Terapi dalam penelitian
Thalidomid
VEGF-antisense
COL-3 (penghambat MMP)

KOMPLIKASI KANKER KULIT

Komplikasi yang terdapat terjadi antara lain : Selulitis adalah lesi kanker yang
terkontaminasi bakteri, tanda-tanda yang dapat dilihat pada kulit adalah tanda-tanda
inflamasi seperti rubor, kalor, dolor, dan functiolesa. Abses pada kulit. Penyebaran
kanker ke organ lain terutama pada jenis Melanoma Maligna yang merupakan tipe
yang paling sering bermetastasis ke organ lain dan dengan jarak yang jauh.
Peningkatan resiko infeksi diakibatkan oleh kurangnya higienitas saat perawatan lesi
maupun saat proses pembedahan. Terjadi efek samping akibat radioterapi seperti kulit
terbakar, susah menelan, lemah, kerontokan rambut, nyeri kepala, mual muntah, berat
badan menurun, kemerahan pada kulit. Terjadi efek samping akibat kemoterapi
seperti anorexia, anemia aplastik, trombositopeni, leukopeni, diare, rambut rontok,
mual muntah, mulut kering, dan rasa lelah.

PROGNOSIS KANKER KULIT

Prognosis Kanker kulit disesuaikan dengan masing-masing tipenya. Pada


Karsinoma Sel Basal prognosisnya cukup baik bila deteksi dan pengobatannya
dilakukan secara cepat dan tepat. Pada Karsinoma Sel Skuamosa prognosisnya
tergantung pada diagnosis dini, cara pengobatan dan keterampilan dokter, serta
prognosis yang paling buruk bila tumor ditemukan diatas kulit normal (de novo),
sedangkan tumor yang ditemukan pada kepala dan leher prognosisnya lebih baik
daripada di tempat lain. Demikian juga prognosis yang ditemukan di ekstrimitas
bawah lebih buruk daripada ekstrimitas atas. Pada Melanoma Maligna prognosis
penyakitnya adalah buruk. Yang mempengaruhinya adalah lokasi tumor primer,
stadium, organ yang telah terinfiltrasi (metastasis ke tulang dan hati lebih buruk
daripada ke kelenjar getah bening dan kulit), jenis kelamin (wanita lebih baik
daripada laki-laki), melanogen di urin (bila terdapat melanogen di urin prognosisnya
lebaih buruk), dan kondisi hospes (jika fisik lemah dan imun menurun prognosisnya
lebih buruk).
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi Ke-6 Jilid 2. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
2. Huether, Sue E. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi keenam. Volume 2. Elsevier :
Singapura. 2017.
3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: FK UI;
2017.
4. Kumar V, Abbas A.K, Aster J.C. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9.
Singapore: Elsevier; 2013.
5. Syarif A, Estuningtyas A, Setiawati A, Muchtar A, Arif A, Bahry B, dkk.
Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012.

Anda mungkin juga menyukai