SKENARIO 3
BENJOLAN HITAM PADA WAJAH
NAMA : GHINANNISA JD
NPM : 118170039
KELOMPOK: 7A
FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2020
BENJOLAN HITAM PADA WAJAH
Seorang wanita berusia 51 tahun datang dengan keluhan benjolan hitam pada
pipi sebelah kanan yang mulai disadari sejak +/- 1 tahun yll. Menurut pasien,
mulanya benjolan hanya berupa bintik kecil yang terasa gatal. Namun, semakin lama
semakin membesar dan terasa nyeri. Pasien juga mengaku sering menggaruk benjolan
tersebut hingga kadang berdarah. Keluhan benjolan seperti ini hanya ada di pipi
kanan. Pasien adalah seorang petani. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum dalam
batas normal. Status dermatologikus ditemukan papul berbentuk tidak teratur dengan
diameter 1,5 cm, batas tidak tegas, dengan warna hitam yang homogen di bagian
tengah dan tampak warna putih pada tepinya. Dokter menduga adanya kemungkinan
ke arah keganasan dan mengedukasi pasien untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
STEP I
STEP II
STEP III
STEP IV
MIND MAP
Keganasan Kulit
STEP V
1. Etiologi, factor resiko, patofisiologi, penegakan diagnosis,
tatalaksana (lini pertama yang bisa dilakukan oleh dr umum, dan
pembedahan) ( farmako dan non farmako), komplikasi, prognosis
dari keganasan kulit (Karsinoma sel basal , Karsinoma sel
skuamosa, melanoma maligna, kaposi sarcoma)
STEP VI
Belajar Mandiri
STEP VII
A. Etiologi
3) Pemeriksaan penunjang
Gold standar untu BCC ini dapat dilakukan biopsy kulit, dengan hasil :
a) Tipe superficial
Menunjukkan sel tumor seperti tunas atau proliferasi yang irregular dibawah
epidermis
b) Basosquamous (metatypical) carcinoma
Ditemukan dengan daerah ber sel-sel squamous. Biasanya lebih agresif
disbanding tipe yang lain.
c) Granular
Ditemukan gambaran bahwa sitoplasma sel-sel tumor bergranula
d) Clear cell BCC
Ditemukan sitoplasma sel yang bervakuola, signet ring cell
D. Tatalaksana
1) Nonfarmakologi
menghindari sinar matahari
menggunakan baju yang tertutup
menggunakan sun block
2) Farmakologi
Bedah skapel
Bedah beku
Bedah listrik
Bedah laser
Bedah mohn
radio terapi
Krim imiquimod 5% setiap hari/minggu selama 12 minggu
5-fluorourasil 5% topical, untuk mengobati BCC yang berukuran kecil dan
superficial
Tazarotene
E. Prognosis
Pada kasus BCC yang belum bermetastasis, prognosisnya sangat baik.
Jika diagnosis dan pengobatannya tertunda, BCC ini dapatmembesar perlahan
dan dapat menyerang orbita dan menyebabkan kebutaan. BCC ini dapat
kambuh terutama pada tahun pertama mengalami BCC atau berkembang di
lokasi baru.
F. Komplikasi
Karsinoma sel basal yang kambuh
Kanker kulit jenis lain seperti SCC atau melanoma
Metastasis kanker ke organ sekitar seperti ke otot, pembuluh darah dan
tuulang.
DEFINISI
Tumor ganas kulit yang berasal dari sel keratinosit, dapat bermetastasis, dan
berkembang dari ulkus atau radang kronik, prakanker atau rangsangan
karsinogen tertentu
ETIOLOGI
- Sinar matahari UV
- Sinar radiasi
- Panas kronik
- Granuloma kronik
- Ulkus atau radang kronik
- Serta bahan karsinogen (arsen dll)
- Virus HPV sipe 16 dan 18
FAKTOR RESIKO
PATOFISIOLOGI
Dimulai dengan nodula berwarna kulit normal atau ulkus dengan tepi yang
tidak teratur. Permukaan nodula berbenjol menyerupai kembang kol, pada
perabaan keras dan mudah berdarah sedangkan ulkus tepi meninggi, warna
kekuningan. Perkembangan selanjutnya menyerupai kembang kol kemudian
menyebar melalui KGB dan ke alat-alat lain
- Gambaran klinis plak atau tumor teraba padat, dapat verukosa, atau
berbenjol-benjol dan berbentuk ulkus
- Tepi tumor tidak jelas
- Lokasi tumor tergantung penyebab missal bila disebabkan sinar
matahari maka lesi banyak pada wajah dan lengan bawah
3. MELANOMA MALIGNA
a) Sinar Matahari
Paparan sinar matahari, terutama radiasi ultraviolet (UV) merupakan
faktor resiko utama terjadinya melanoma. Resiko terjadinya melanoma akan
meningkat seiring dengan terjadinya sunburn. Diduga insidensi melanoma
lebih sering dijumpai pada penduduk atau populasi di daerah sekitar ekuator.
Paparan sinar matahari mungkin merupakan faktor risiko lingkungan yang
paling relevan untuk melanoma. Ambang paparan sinar UVA dan UVB yang
diperlukan untuk meningkatkan resiko melanoma masih belum diketahui.
b) Jenis Kulit
Resiko terbesar melanoma terjadi pada tipe kulit 1 dan 2, yaitu pada
jenis kulit putih, sedangkan pada tipe kulit gelap yaitu tipe 5 dan 6 jarang
ditemui melanoma maligna.
c) Nevi
Nevi adalah tumor jinak melanosit yang mulai muncul di masa kecil,
terus berkembang di masa dewasa awal, dan menurun secara bertahap pada
usia 40-50 tahun dan seterusnya. Nevi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Pada
anak perempuan, nevi lebih banyak ditemukan di anggota badan sedangkan
pada anak laki-laki sering ditemukan pada batang badan. Alasan mengapa
gender mempengaruhi distribusi pada melanoma belum diketahui. Nevi
merupakan faktor risiko terkuat untuk melanoma, jauh lebih besar daripada
resiko relatif yang berhubungan dengan paparan sinar matahari.
d) Anak-anak, Keluarga, dan Kehamilan
Melanoma jarang terjadi pada anak yang belum pubertas. Riwayat
keluarga terhadap melanoma akan meningkatkan resiko terjadinya melanoma
terhadap seseorang. Melanoma yang terjadi pada wanita hamil mempunyai
ukuran ketebalan yang lebih besar daripada melanoma yang terjadi pada
wanita yang tidak hamil.
e) Faktor Bologis
Trauma mekanis yang berkepanjangan merupakan resiko terjadinya
keganasan ini, misalnya iritasi akibat pemakaian gigi tiruan yang tidak pas.
Selain itu juga dilaporkan adanya hubungan antara oral melanoma maligna
dengan merokok konsumsi alkohol dan iritasi karena oral appliances lain.
f) Faktor Genotip
Faktor resiko melanoma oleh karena genetik memberikan kontribusi
10% dari semua kasus melanoma. Mutasi gen yang ditemukan di keluarga
dengan kecenderungan terjadi melanoma memiliki kontribusi tinggi tetapi
prevalensinya rendah di populasi umum dan kelompok risiko tinggi
ditemukan mutasi cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDNK2A).
Tes mutasi pada gen CDKN2A mengungkapkan alasan mengapa
melanoma dapat menurun pada keluarga, lebih banyak gen yang dikaitkan
dengan melanoma mempunyai kontribusi yang rendah dan biasa di populasi
umum, dimana sebagian besar tidak akan menyebabkan melanoma. Mutasi
pada beberapa lokus genetik, CDNK2A (p16INK dan p14ARF) dan Cyclin-
dependent
B. Gambaran Klinis
1) Superficial Spreading Melanoma (SSM)
Merupakan jenis melanoma kedua terbanyak (15-30%), sifat lesi ini lebih
agresif.
Predileksi terjadi paling sering di kaki dan badan.
Nodular melanoma adalah lesi berupa nodul berbentuk setengah bola (dome
shaped) atau polipoid dan eksofitik, berwarna coklat kemerahan atau biru
sampai kehitaman.
Dapat mengalami ulserasi dan mudah terjadi perdarahan hanya dengan trauma
ringan. Metastase dapat secara limfogen dan hematogen.
Secara histologis, lesi ini tidak memiliki fase pertumbuhan radial.
Paling jarang terjadi hanya sekitar 1%, namun paling ganas. Predileksinya
pada telapak kaki atau tangan, dasar kuku. tampak makula kehitaman dengan
bagian yang menimbul atau nodus.
Melanoma pada rongga mulut secara klinis biasanya sering didiagnosa dalam
kondisi nodul, dan biasanya datar pada awal lesi. Dua dari tiga pasien terjadi pada
laki-laki. Empat dari lima melanoma pada rongga mulut ditemukan pada palatum
durum atau alveolus pada maksila.
Lesi awal biasanya berupa makula berwarna kecoklatan hingga kehitaman
dengan tepi tidak teratur. Dapat terjadi ulserasi pada lesi, tetapi pada banyak lesi
ditemukan warna hitam, berlobul, masa yang eksofitik dan tanpa ulserasi pada saat
didiagnosa. Pasien dapat mengeluhkan rasa gatal, dan rasa sakit jika terjadi ulser.
Sebagian besar lesi terasa lunak waktu dipalpasi. Pada pemeriksaan radiografis
terdapat gambaran kerusakan yang irregular atau “moth-eaten.
b. Dengan ulserasi
T3 2,01-4,0 a. Tanpa Ulserasi
b. Dengan Ulserasi
T4 >4,0 a. Tanpa Ulserasi
b. Dengan Ulserasi
Clark :
b. Mikrometastasis b
N2 Metastasis ke 2 atau ke 3 a. Mikrometastasis a
kelanjar limfe
b. Mikrometastasis b
Keterangan :
3) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan histopatologi
1) Pada SSM akan menunjukkan melanosit atipik uniformis, besar dan agak
bulat tersebar secara pagetoid dalam epidermis yang sebagian tebal serta
sebagian tipis, sel tersebut soliter atau terdapat dalam sarang sel, dalam dermis
tampak melanofag dan infiltrate limfosit padat seperti pita
2) Pada NM sel tumor yang atipik terlihat tumbuh masuk ke dermis, infiltrate
limfosit dalam dermis sehingga lebih jarang
3) Pada LLM tampak proliferasi melanosit seperti spindle yang atipik dengan
sebagian tersusun tidak teratur dan makin banyak dibagian tengah, terletak dalam
epidermis yang menipis, sarang-sarang sel sedikit dan akan meningkat bila tumor
invasive. Dermis mengandung melanofag, infiltrate limfosit dan degenerasi
elastosis aktinik
4) Pada ALM sel tumor yang atipik umumnya soliter, terletak sepanjang dermo
epidermal pada epidermis yang akantotik dan tidak teratur dapat terlihar juga sel
infiltrate melanofag dalam dermis.
E. Diagnosis Banding
1) Karsinoma sel basa berpigmen
2) Tumor jinak berpigmen misal : Keratosis seboroik, Nevus melanositik, dan
Angiokeratoma tipe nodular
F. Tata laksana
2) Bedah scalpel dengan irisan 1-2 cm diluar batas tumor, tergantung besar dan
tebalnya tumor
3) Kemoterapi , imunoterapi, terapi biologis dan radioterapi dilakukan untuk
melanoma yang tidak dapat operasi, stadium lanjut dana atau telah terjadi
metastasis
4) Radiasi menggunakan sinar x-ray dengan energi tinggi untuk membunuh sel
kanker Radiasi bukanlah untuk menyembuhkan kanker, melainkan sebagai
terapi adjuvan setelah pembedahan untuk mencegah rekurensi dari sel kanker
atau untuk mencegah metastasi
G. Prognosis
Melanoma harus ditemukan secara dini dengan ketebalan kurang dari 0,76 mm dan
kedalaman masih lapisan clarck 1 dan 2 bila makin dalam level ini kemungkinan
metastasis makin besar dan kemungkinan hidup 5 tahun makin kecil.
4. SARKOMA KAPOSI
Sarkoma Kaposi (SK) diungkapkan oleh Moritz Kaposi pertama kali pada tahun
1872. Pada awal tahun 1980-an, prevalensi SK mulai meningkat drastis dan menjadi
keganasan paling banyak pada pasien dengan Acquired immune deficiency syndrome
(AIDS), terutama pada laki-laki homoseksual.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa penularan seksual menjadi faktor
yang bertanggung jawab terhadap SK. Kejadian terakhir menunjukkan bahwa SK
berhubungan dengan infeksi virus herpes yang dapat menyebar secara vertikal dan
seksual. Sebuah temuan baru mengarah pada pertumbuhan, isolasi, dan karakterisasi
dari sebuah virus herpes manusia baru yang sekarang dikenal dengan Kaposi’s
sarcoma-associated herpes virus (KSHV) atau Human herpesvirus type 8 (HHV-8)
dari lesi SK
PATOFISIOLOGI
SK adalah kanker yang berkembang dari sel-sel yang melapisi pembuluh getah
bening atau pembuluh darah. SK seringkali muncul sebagai tumor pada kulit atau
pada permukaan mukosa, seperti di dalam mulut. Pada populasi dengan HIV
negatif, SK jarang didapatkan. Orang yang terinfeksi HIV mempunyai risiko 100
hingga 300 kali lebih sering terkena SK dibandingkan populasi dengan HIV
negatif. Seseorang dengan HIV positif tanpa adanya HHV-8 tidak akan berkembang
menjadi SK. Sebaliknya, pada orang dengan HIV negatif yang terinfeksi HHV-8,
bisa berkembang menjadi SK, seperti pada pada SK tipe klasik. Saat ini dipercaya
bahwa HHV-8 diperlukan, namun tidak cukup untuk menyebabkan SK dan bahwa
faktor-faktor lain seperti imunosupresi juga ikut memainkan peran.
KSHV memiliki genom double-stranded DNA, dan memiliki karakteristik
morfologi yang khas, yaitu virus herpes dengan diameter antara 100-150 nm,
partikel dikelilingi oleh selubung lipid, dan inti yang kaya elektron. KSHV
pertama kali diperkenalkan oleh Chang dan kawan-kawan pada tahun 1994 atas
dasar rangkaian DNA yang terdeteksi pada jaringan dari pasien yang menderita
SK-AIDS. KSHV adalah virus herpes gamma-2 (rhadinovirus), dan mewakili
sebagai anggota pertama “human” dalam kelompok ini.
Seperti halnya virus herpes lainnya, KSHV memperlihatkan 2 fase berbeda
dalam siklus hidupnya. Fase laten KSHV ditandai dengan pelepasan genom virus
ekstra-kromosomal (episom) dan ekspresi dari transkrip laten dengan bagian yang
sangat kecil dalam sel yang terinfeksi, tidak ada partikel-partikel virus infeksius
atau fungsional yang diproduksi selama fase laten.. Siklus litik ditandai dengan
replikasi dari genom virus linier, dan ekspresi dari lebih dari 80 transkrip dengan
pengaturan yang tinggi dengan urutan kategori immediate-early (α), early (β), dan
late (γ).
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Pemeriksaan yang cermat pada kulit dan rongga mulut pada pasien dengan
infeksi HIV merupakan kunci untuk diagnosis dini SK. Evaluasi awal pada pasien
dengan kecurigaan SK adalah dengan memperhatikan riwayat penyakit secara
menyeluruh termasuk durasi dan laju perkembangan lesi kulit, serta ada tidaknya
gejala pernafasan dan gastrointestinal. Dengan mempertimbangkan adanya variasi
dari kondisi klinis yang serupa dengan lesi kutaneus SK, pemeriksaan biopsi kulit
diperlukan untuk penegakan diagnosis.
Kulit adalah bagian tubuh pertama yang terbanyak mengalami gejala klinis.
Selain menyerang kulit, SK juga bisa mengenai pembuluh limfa, mukosa oral, paru,
gastrointestinal, hepar, jantung, pankreas, otak, limfa, testis, adrenal, tonsil, ginjal,
vesikula seminalis, vesika urinaria, dan tiroid. Ada empat varian klinis SK, yaitu
tipe klasik, endemik, iatrogenik, dan epidemik.
Lebih dari 65% pasien SK klasik adalah berusia lebih dari 50 tahun pada saat
terdiagnosis. Tumor biasanya muncul pada kulit sebagai makula berwarna merah
kebiruan (seperti hematoma) yang terdistribusi unilateral atau bilateral pada bagian
distal dari ekstremitas bawah. Lesi ini berkembang dengan lambat kearah horisontal
dan vertikal dan berubah menjadi plak keras dan setelah itu menjadi bentukan nodul
(Gambar 1).
Onset SK endemik lebih muda dibanding SK tipe klasik, yaitu antara usia
35-39 tahun untuk laki- laki dan 25-39 tahun untuk wanita. SK endemik juga
dikenal sebagai African SK, muncul dengan empat subvarian klinis, yaitu nodular,
florid, infiltratif, dan limfadenopatik. Tipe florid atau vegetatif dan infiltratif
ditandai dengan sifat biologis yang lebih agresif dan lesinya bisa meluas ke lapisan
yang lebih dalam hingga dermis, subkutis, otot dan tulang. Tipe limfadenopatik
utamanya menyerang anak-anak dan dewasa muda dan dapat bertambah parah
dengan perjalanan yang cepat. Kulit dan mukosa juga terkena namun dengan
tingkat keparahan yang lebih ringan.
SK iatrogenik merupakan SK yang berkaitan dengan transplantasi terutama
mengenai penerima donor ginjal dan lebih jarang terjadi pada penerima organ solid
lain dan sumsum tulang. Muncul kurang dari 1 bulan atau lebih dari 10 tahun
setelah transplantasi. Faktor risiko terpenting dalam perkembangan SK dan
menentukan perjalanan klinisnya adalah dosis dan tipe dari obat imunosupresif.
Sebagai contoh, risiko terkait penggunaan siklosporin lebih besar dibanding obat
lain seperti glukokortikoid dan azatioprin dan onset penyakitnya lebih awal.
Regresi dari SK ini bisa diperoleh dengan mengurangi atau menghentikan
pemberian agen imunosupresif. Begitu juga halnya dengan peningkatan dosis bisa
mempercepat progresi dari tumor.
SK epidemik atau SK-AIDS merupakan keganasan terkait AIDS terbanyak
yang ditemukan. Lesi awal SK-AIDS tampak sebagai makula keunguan berbentuk
oval kecil yang berkembang cepat menjadi plak dan nodul kecil, yang seringkali
timbul di banyak tempat dan memiliki kecenderungan mengalami progresi yang
cepat. Lesi awal SK-AIDS seringkali muncul di bagian wajah, terutama pada
hidung, kelopak mata, telinga, dan punggung, dan lesinya mengikuti arah garis kulit
dan lesi pada palatum yang merupakan tanda khas SK terkait AIDS (Gambar 2).
Gambar 2. Lesi multipel pada punggung yang mengikuti arah garis kulit dan lesi
pada palatum yang merupakan tanda khas Sarkoma Kaposi terkait
AIDS.
TATALAKSANA
Komplikasi yang terdapat terjadi antara lain : Selulitis adalah lesi kanker yang
terkontaminasi bakteri, tanda-tanda yang dapat dilihat pada kulit adalah tanda-tanda
inflamasi seperti rubor, kalor, dolor, dan functiolesa. Abses pada kulit. Penyebaran
kanker ke organ lain terutama pada jenis Melanoma Maligna yang merupakan tipe
yang paling sering bermetastasis ke organ lain dan dengan jarak yang jauh.
Peningkatan resiko infeksi diakibatkan oleh kurangnya higienitas saat perawatan lesi
maupun saat proses pembedahan. Terjadi efek samping akibat radioterapi seperti kulit
terbakar, susah menelan, lemah, kerontokan rambut, nyeri kepala, mual muntah, berat
badan menurun, kemerahan pada kulit. Terjadi efek samping akibat kemoterapi
seperti anorexia, anemia aplastik, trombositopeni, leukopeni, diare, rambut rontok,
mual muntah, mulut kering, dan rasa lelah.