Anda di halaman 1dari 11

Gangguan Sirkulasi dan Cairan Tubuh (Air dan Elektrolit)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Patofisiologi

Dosen Pengampu : Bu Arista Maisyaroh,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :

NAMA : PUTRI OKTAVIA IRGIANTI

NIM : 202303101119

KELAS : 1C

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG

2021
 Buat Algoritma Patofisiologi dan Tatalaksana serta Contoh Penyakit/Kasus dari:

• Hipernatremia/Hiponatremia.

• Hiperkalemia/Hipokalemia.

• Asidosis/Alkalosis Metabolik.

• Asidosis/Alkalosis Respiratorik.

• Syok Hipovolemia/Hemoragi.

• Syok Kardiogenik.
Jawaban :

• Hipernatremia/Hiponatremia :

a) Tata Laksana :
1. Untuk tatalaksana hiponatremia berupa perbaiki akses terhadap air atau
mencukupi kebutuhan air harian (≥1 L/hari atau biasanya 30-35 mL/kg/hari)
serta mengganti defisit air beserta defisit volume cairan.
2. Setelah volume cairan diperbaiki, langkah selanjutnya adalah menghitung
defisit air dan jumlah cairan pengganti.
3. Adapun jika penyebab hipernatremia akibat diabetes insipidus, jika
penyebabnya sentral maka dapat diberikan desmopressin (dDAVP). Apabila
penyebab DI nefrogenik, jika memungkinkan atasi penyebabnya, lakukan
restriksi asupan garam plus thiazide. Hal ini akan menyebabkan deplesi
volume ringan sehingga menurunkan keluaran natrium oleh ginjal. Pada
kehamilan yang menyebabkan DI, dapat diberikan dDAVP.
b) Contoh Penyakit :
Pada kondisi hiponatremia kronis, kadar natrium turun secara bertahap dalam
dua hari atau lebih. Komplikasi yang timbul pun belum berbahaya. Namun, jika
kadar natrium turun dalam waktu cepat (hiponatremia akut), dapat terjadi
pembengkakan otak yang dapat menyebabkan koma dan bahkan kematian
 Hiperkalemia/Hipokalemia :
a. Tata Laksana :
1. Pengobatan penyebab dasar
2. Pembatasan asupan kalium, menghindari makanan yang mengandung kalium
tinggi
3. Pengecekan ulang kadar kalium 1-2 jam setelah terapi untuk menilai
keefektifan terapi dan diulang rutin sesuai kadar kalium awal dan gejala klinis
4. Akut: rapid correction
Kalsium glukonat intravena: untuk menstabilkan otot jantung akibat
hiperkalemia, mencegah aritmia. Dosis: 1-2 ampul, bolus pelan 20-20
menit
Glukosa dan insulin intravena: untuk memindahkan kalium ke
dalam sel, dengan efek penurunan kalium kira-kira 6 jam. Dosis:
insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, lalu diikuti
dengan infuse Dekstrosa 5% untuk mencegah hiperkalemia. Cek kadar
kalium 1 jam kemudian.
5. Pemberian B2 agonis albuterol: untuk memindahkan kalium ke dalam sel,
mendukung efek insulin. Dosis 10-20 mg secara inhalasi maupun tetesan
intravena.
6. Furosemid: untuk meningkatkan ekskresi kalium lewat ginjal. Mengurangi
total body kalium. Dosis: 20-40 mg iv.
7. Dialisis: untuk membuang kalium dari tubuh paling efektif.
b. Contoh Penyakit :
1. Penyakit Ginjal
2. Diet tinggi kalium
3. Penyakit bernama Addison yang bisa muncul ketika tubuh Anda tidak
memproduksi cukup hormon. Hormon merupakan bahan kimia yang
memproduksi kelenjar dan organ, termasuk ginjal, untuk memicu respon
tertentu di tubuh.
4. Diabetes yang tidak dikontrol dengan baik hingga mempengaruhi fungsi ginjal
sebagai penanggung jawab keseimbangan kalium dalam tubuh.
 Asidosis/Alkalosis Metabolik :

1) Tata Laksana :
a. Asidosis metabolic akut
Sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping
yang mendasari dariasi dosis metabolic akut, pemberian basa-terutama dalam
bentuk natrium bikarbonat-telah menjadi terapi andalan. Namun,studi
mengenaiasi dosis laktat dan studi acak-terkontrol dari ketoasidosis, penyebab
yang paling sering dari asidosis metabolik akut, dengan pemberian bicnat
tidak menunjukkan penurunan morbiditas atau mortalitas.Studi selanjutnya,
pemberian natrium bikarbonat tidak terbukti meningkatkan disfungsi
kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat. Pemberian natrium
bikarbonat juga telah menjadi faktor yang mencetuskan edema serebral pada
anak-anak dengan ketoacidosis. Terapi selain pemberian basa mungkin
diindikasikan pada pasien asidosis dengan aniongap tinggi. Sebagai contoh,
pemberian fomepizole, inhibitor selektif dehidrogenase alkohol, akan
mengurangi pembentukan asam organic dari metabolism metanol, etilen
glikol, atau dietilen glikol Diuresis paksa alkali atau dialysis diindikasikan
pada pasien dengan intoksikasi salisilat.
b. Asidosis metabolic kronik
Terdapat beberapa, tetapi tidak semua, studi pasien dengan metabolic asidosis
kronis dengan dan tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa
pemberian basa dapat meningkatkanatau mengurangi perkembangan bone
disease, menormalkan pertumbuhan, mengurangi degradasi otot,
meningkatkan sintesis albumin, dan menghambat perkembangan yang dari
CKD. Saat ini,kebanyakan ahli merekomendasikan bahwa konsentrasi serum
HCO3- dinaikkan menjadi setidaknya 22-23mmol/l, meskipun normalisasi
lengkap mungkin lebih menguntungkan. Basa dapat diberikan secara oral pada
pasien dengan fungsi ginjal normal atau pasien dengan CKD tidak
dialisis.Pada pasien hemodialisis, penggunaan dialisat dengan konsentrasi
HCO3 tinggi (~ 40mmol/l) biasanya cukup untuk memperbaiki asidosis
metabolik. Bagi pasien dengan peritoneal dialisis, dialisat dengan konsentrasi
basa yang tinggi biasanya akan efektif.
2) Contoh penyakit :
1. Hipoventilasi
2. Diare
3. Ginjal
4. Dehidrasi berat
5. Keracunan aspirin
 Asidosis/Alkalosis Respiratorik :

A. Tata Laksana :
1. Mengobati penyakit dasarnya
2. Gagal nafas akut dengan gagal mengobati penyakit dasarnya indikasi
pemasangan ventilator
3. Bila terdapat hipoksemia berikan terapi oksigen
4. Pemberian oksigen pada psiaen dengan retensi CO2 kronik dan
hipoksia pada PPOK harus hati-hati karena dapat meningkatkan Pa
CO2.
5. Pasien dengan retensi CO2 kronik umunya sudah beradaptasi dengan
hiperkapnia kronik dan stimulus pernafasan adalah hipoklemianya
6. Retensi CO2 kronik (gagal nafas kronik) ditandai dengan tubuh PH
darah normal dan HCO, meningkat
B. Contoh Penyakit :
1) Asma
2) Penyakit paru obstruktif kronis
3) Edema paru
4) Gangguan pada sistem saraf dan otot, misalnya multiple sclerosis dan
distrofi otot.
5) Kondisi lain yang membuat sesorang terganggu dalam bernapas,
misalnya obesitas atau skoliosis.
6) Demam tinggi
7) Berada di dataran tinggi
8) Penyakit paru
9) Penyakit liver
10) Kekurangan oksigen
11) Keracunan salisilat
 Syok Hipovolemia/Hemoragi :

1. Tata Laksana :
a. Patogenesis utama dari syok hipovolemik adalah kehilangan darah dan
cairan (bisa karena proses perdarahan, diare dan sebagainya). Terapi
cairan yang adekuat adalah tatalaksana utama. Transfusi darah perlu
dipertimbangkan (< 10 g/dL)
b. Pada keadaan hipovolemia yang berat atau berlanjut, dukungan obat-obat
inotropik mungkin dibutuhkan untuk menjaga performans ventrikular
yang adekuat setelah volume darah dikembalikan ke normal
c. Keberhasilan resusitasi juga memerlukan dukungan fungsi respirasi.
Suplementasi oksigen harus diberikan, dan intubasi endoktrakeal mungkin
penting untuk menjaga oksigenasi arterial
d. Tips Praktis Tatalaksana Syok Hipovolemik :
 Tentukan defisit cairan (lihat tabel di atas)
 Terapi cairan: cairan kristaloid 20 mL/kgBB
 Dalam ½ - 1 jam, dapat diulang
 Sisa defisit: 50% dalam 8 jam pertama,
 50% dalam 16 jam berikutnya
 Cairan RL atau NaCl 0,9%
 Indikator Syok Teratasi: produksi urin: 0,5 – 1 mL/kgBB/jam
2. Contoh penyakit :
a) Luka robek yang luas
b) Patah tulang
c) Robek atau pecahnya aneurisma aorta
d) Pecah atau rupturnya kehamilan ektopik
e) Solusio plasenta
f) Cedera yang merusak organ, seperti hati, limpa, atau ginjal
g) Perdarahan saluran cerna
h) Diare yang terus menerus
i) Muntah yang terus menerus
j) Luka bakar yang luas
k) Keringat yang berlebihan
 Syok Hemoragi

1) Tata Laksana :
Awal pada syok hemoragik adalah menghentikan perdarahan dan mengganti
volume yang hilang dengan pemberian cairan atau transfusi darah. Derajat
perdarahan dan respons terhadap intervensi perlu dinilai sebagai panduan dalam
resusitasi. Selain itu, tindakan pembedahan dapat dilakukan pada beberapa kasus
untuk mengendalikan perdarahan
2) Patofisiologi
Patofisiologi syok hemoragik adalah berkurangnya volume intravaskular karena
kehilangan sejumlah darah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen
 Syok Kardiogenik

a) Tata Laksana Syok Kardiogenik :


Syok kardiogenik adalah komplikasi yang banyak ditemui pada pasien sindroma
coroner akut. Tata laksana syok kardiogenik adalah penilaian masalah utamanya
adalah volume, pompa atau irama.
1. Bila masalah utamanya pada volume cairn maka pemberian cairn atau
darah/ komponennya adalah langkah pertama yang harus diambil. Setelah
volume diyakini cukup maka seperti halnya bila masalah utama pada
pompa jantung, perhatikan keadaan tekanan darah
2. Bila tekanan darah sistolik lebih dari 100mmHg, apalagi bila terdapat
kondisi edema paru, vasodilator seperti nitroglisirin dapat digunakan
3. Bila tekanan darah sistolik 70-100 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
syok, dapat diberikan inotropic seperti dobutamine
4. Bula tekanan darah sistolik 70-100 mmHg dengan disertai gejala dan
tanda syok, pemakaian vasopressor seperti dopamine dianjurkan bila
tekanan darah sistolik kurang dari 70 mmHg disertai gejala dan tanda
syok, gunakan vasopressor kuat seperti norefinefrin
5. Bila masalah utamanya pada irama jantung, dapat diklasifikasi atas
bradiaritma dan takiaritma yang tata laksananya disesuaikan dengan
diagnosis gangguan irama tersebut
6. Pada keadaan syok yang berhasil diatasi, tata laksana lanjutan dapat
berupa :
 Identifikasi dan tatalaksana penyebab yang reversibel
 Kateterisasi arteri pulmonalis bila diperlukan
 Pompa balon intra-aorta bila diperlukan
 Angiografi dan Intervensi Kardiovaskular perkutan
 Intervensi bedah
 Pemeriksaan penunjang tambahan
 Terapi obat tambahan
b) Contoh Penyakit :
1. Peradangan pada otot jantung
2. Infeksi pada katup jantung
3. Kelemahan jantung akibat berbagai penyebab
4. Overdosis obat atau keracunan zat yang memengaruhi kemampuan
jantung untuk memompa darah

Anda mungkin juga menyukai