Tutor : GADAR B
Nama Kelompok KAD :
1. Desiana Rachmawati 1710711038 10. Nada Naflah 1710711058
2. Nur Aulia Fikri 1710711039 11. Aulia Afifah H 1710711059
3. Rifah Miladdina 1710711040 12. Yahya Syukria 1710711060
4. Lies Rahmayanti 1710711041 13. Asa Alamanda 1710711062
5. Rani Mutrika 1710711045 14. Natasya Dwiyustiani 1710711063
6. Valery Oktavia 1710711051 15. Refa Refiana 1710711065
7. Kandia Dwi S P 1710711052 16. Mastika Chusnul 1710711067
8. Latifah Khusnul K 1710711056 17. Dila Sari P 1710711071
9. Norma Amalia 1710711057
Pemicu Berpikir
1. Diagnosis penyakit yang mungkin atau kegawatan yang mungkin terjadi pada
pasien?
- Ketoasidosis adalah keadaan kegawatan atau akut dari diabetes tipe 1,disebabkan oleh
meningkatnya keasaman tubuh benda-benda keton akibat kekurangan atau defiensi
insulin (Krisanty Paula.2016)
Ketoasidosis diabetik adalah gangguan metabolik paling serius pad DM tipe 1. Efek
metabolik dari ketidacukupan insulin pada metbolisme lemak sebelumnya. Pada
ketoasidosis dibetik,penyangga asam basa dengan bikarbonat, yang diekskresikan
sebagai CO2 dan air , gagal untuk mengompensasi ketosis.( Black .M Joyce.2014)
2. Pemberian insulin
a. Berikan insulin kerja cepat
b. Monitor kadar gula darah setiap 4 jam sekali
3. Pemberian Natrium
Penderita dengan KAD kadang mempunyai kadar natrium serum yang rendah, oleh
karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap peningkatan gula darah 100mg/dl di
atas 100 mg/dl maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1.6 mEq/l daripada kadar
yang diukur
4. Pemberian Kalium
Kadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signifikan.Pada kasus tersebut,
penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl mEq/l, dan terapi insulin harus
ditunda hingga kadar kalium>3,3 mEq/L untuk menghindari aritmia atau gagal jantung
dankelemahan otot pernapasan.
Intervensi terapeutik yang bisa dilakukan pada pasien KAD, yaitu:
- Diberikannya terapi bikarbonat, Pemakaian bikarbonat pada KAD masih
kontroversial. Pada pH > 7,0, pengembalian aktifitas insulin memblok lipolisis dan
memperbaiki ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah
gagal menunjukkan baik keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau
mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9 – 7,1.
Tidak didapatkan studi random prospektif yang mempelajari pemakaian bikarbonat
pada KAD dengannilaipH <6,9. Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan
banyak efek vaskular yang tidak dinginkan, tampaknya cukup bijaksana
menentukan bahwa pada pasien dewasa dengan pH <6,9,100 mmol natrium
bikarbonat ditambahkan kedalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan
kecepatan 200ml/jam. Pada pasien dengan pH 6,9 – 7, 0,50 mmol natrium bikarbonat
dicampur dalam 200 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200ml/jam.
Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0. 7,15 Sebagaimana natrium
bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu pemberian
kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor secara berkala. Setelah
itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH menjadi 7,0, dan terapi harus
diulangi setiap 2 jam jika perlu.
- Lalu ada terapi fosfat, Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami
penurunan hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau
meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif gagal
untuk menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada hasil akhir
pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia berat tanpa
buktiadanya tetanus. Bagaimanapun untuk menghindari lemahnya otot rangka dan
jantung serta depres pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat
secara hati-hati mungkin kadang-kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan
jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar serum
posfat< 1,0 mg/dl. Ketika diperlukan, 20– 30 mEq/lb kalium fosfat dapat
ditambahkan pada terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan
pemantauan secara kontinu. Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kalium fosfat
rutin karena mereka percaya akan dapat menurunkan hiperkloremia setelah terapi
dengan membatasi pemberian anion Cl-. Pemberian fosfat juga mencetuskan
hipokalsemia simtomatis pada beberapa pasien.
- Yang terahir ada hiperkloremik asidosis selama terapi, Oleh karena pertimbangan
pengeluaran ketoacid dalam urine selama fase awal terapi, substrat atau bahan turunan
bikarbonat akan menurun. Sebagian defisit bikarbonat akan diganti dengan infus ion
klorida pada sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan
pasien akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang
rendah dengan anion gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan
dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12 – 24 jam jika pemberian cairan intravena
tidak diberikan terlalu lama.
- Apabila mengalami gejala memiliki gula darah secara konsisten di atas 300
mg/desiliter. Jika hal itu terjadi pada orang di sekitar pasien, segera bawa penderita ke
IGD untuk mendapatkan pengobatan karena ketoasidosis diabetik yang tidak segera
ditangani bisa berakibat fatal. Penderita diabetes harus mengikuti program
pengobatan yang diberikan oleh dokter dan melakukan kontrol secara rutin.
Pemeriksaan gula darah yang lebih sering juga disarankan ketika sedang cedera, sakit,
stres, atau merasa tidak enak badan. Berkonsultasilah dengan dokter jika gula darah
lebih tinggi daripada biasanya walaupun dapat dikontrol dengan bantuan obat.
- Ketoasidosis diabetes dapat berakhir dengan kematian jika tikdak ditangani dengan
cepat dan tepat. Sehingga adanya suatu check list terstruktur yang berisi langkah-
langkah penanganan gawat darurat (ABCDE) akan sangat membantu dalam kondisi
gawat darurat yang bersifat stressful. Ikuti pendekatan ABCDE dengan sistematis dan
usulkan pemeriksaan penunjang yang diperlukan atau lakukan tatalaksana dasar pada
setiap tahap, sebelum beranjak ke tahapan selanjutnya.
- Keberhasilan penatalaksanaan KAD membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia,
asidosis dan kelainan elektrolit, indikasi factor presepitasi komorbid, dan yang
terpenting adalah pemantauan pasien terus menerus.Apabila tidak ada perubahan yang
lebih baik atau berlanjutya komplikasi pasien syok, penurunan kesadaran maka pasien
memerlukan monitoring yang lebih ketat terhadap kondisi dan responnya terhadap
terapi yang diberikan. Pasien tersebut sebaiknya di rawat di (ICU) ruang perawatan
intensif care unit.
A. Airway
Perkenalkan dirimu dan jelaskan pemeriksaan apa yang akan kamu lakukan.
Responseverbal yang baik dari pasien menunjukkan airway bebas. Jika pasien
kesulitan memberikan respons verbal, lalukan pemeriksaan atau upaya membuka
airway (head tilt,chin lift). Jika airway tidak ada gangguan namun pasien masuk
mengalami kesulitan memberikan response verbal, maka evaluasi breathing.
B. Breathing
1. Hitung frekuensi napas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
2. Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan
3. Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan frekuensi
napas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit
4. Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thoraks (CXR) atau analisis gas darah
C. Circulation
1. Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan capillary refill tme (CRT). Pasang
EKG jika perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
2. Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
3. Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini
Urea (BUN), serum kreatinin
Serum elektrolit
Darah lengkap
Tes fungsi hati
Amilase
Serum keton
Laktat dan kultur darah jika pasien demam.
D. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan memberikan
respons terhadap penyinaran.
E. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan, atau edema. Lakukan inspeksi dan
palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah suatu kondisi gawat darurat yang merupakan
komplikasi dari diabetes mellitus dengan tanda hiperglikemia, asidosis, dan ketosis.
Berdasarkan epidemiologi, kejadian KAD berkisar antara 4 hingga 8 kasus untuk 1000
pasien diabetes. Angka ini ditunjang dengan angka kematian sebesar 0,5 hingga 7%. Di
Amerika jumlah perawatan inap untuk pasien KAD mencapai angka lebih dari 140.000
perawatan per tahun pada tahun 2009 yang meningkat dari tahun 1988. Jumlah ini
menyebabkan beban keuangan yang ditanggung semakin besar, mencapai angka 2,4
milyar dolar amerika. Data epidemiologi KAD di indonesia belum tersedia. Namun,
KAD menjadi tantangan untuk pengobatan diabetes melitus di indonesia. Pada tahun
2000, dari beberapa penelitian di RSUPN, cipto mangunkusumo tahun 1998- 1999
menunjukkan jumlah kasus sebanyak 37 kasus dalam waktu 12 bulan dengan persentase
kematian sebesar 51%.
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya jaringan
lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan
bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan ketoasidosis diabetik
(KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis diabetik (KAD) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan menyebabkan
kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi
(diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan ketonuria.
Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan
elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi
terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi (pernafasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan
elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor
ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang
berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan
elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang
berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat
defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut.
Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.
4. Komplikasi
8. Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
a. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu
makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
b. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya karena
kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila terkena
penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
c. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita diabetes
millitus lebih mudah terserang infeksi.
Status Hidrasi
Penilaian tingkat hidrasi adalah sebagai berikut:
- Nil atau ringan: < 4%, biasanya tidak tampak tanda klinisnya
- Moderat: 4%-7%, dehidrasi mudah dideteksi, yaitu turgor kulit menurun,
pengisian kembali pembuluh darah kapiler buruk
- Berat: >7%, perfusi jaringan buruk, nadi cepat, tekanan darah menurun sebagai
tanda-tanda pasien mengalami syok
Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama ketoasidosis diabetik adalah hiperglikemia hiperosmolar
nonketotik. Pada kondisi ini, hiperglikemia berat terjadi tanpa adanya ketoasidosis.
Lakukan pemeriksaan keton dan analisa gas darah untuk menentukan apakah
ketoasidosis terjadi atau tidak.
Diagnosis banding ketoasidosis diabetik lainnya adalah:
- Infeksi seperti pankreatitis, appendicitis, atau infeksi saluran kemih pada wanita
- Gangguan metabolik seperti ketoasidosis alkoholik, asidosis laktat, asidosis
metabolic
- Keracunan salisilat
- Syok sepsis
- Koma hyperosmolar
- Hipofosfatemia[2,9,10]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk ketoasidosis diabetik harus dilakukan secara berulang.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan darah, urin, dan
kultur.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa pada ketoasidosis diabetik adalah
hitung jenis, kadar glukosa darah, kadar serum bikarbonat, analisa gas darah, keton
darah dan kadar elektrolit.
Kadar glukosa darah pada ketoasidosis diabetik umumnya di atas 250 mg/dL. Kadar
serum bikarbonat penting diperiksa untuk menentukan tingkat keparahan penyakit.
Hasil analisa gas darah akan menunjukkan pH <7.3 dan peningkatan anion gap. Kadar
pH juga bermanfaat untuk menentukan tingkat keparahan penyakit. Hitung jenis
lekosit meningkat meski tidak ada infeksi, namun bila > 15 x 109/L atau bergeser ke
kiri mengarah kepada terjadinya infeksi.
Ketonemia pada pengambilan darah kapiler dapat diukur menggunakan uji strip untuk
menilai kadar β-hidroksibutirat atau dengan mengukur kadar keton darah secara
langsung. Keduanya sama efektif untuk mendiagnosis ketoasidosis diabetik.
Pada pemeriksaan elektrolit, didapatkan kadar sodium, klorida, dan fosfor yang
rendah, serta peningkatan kadar kalium. Fosfat menurun pada orang dengan gizi
buruk, atau pada alkoholisme kronik.
Pemeriksaan Urin
Pada pemeriksaan urin, akan didapatkan glukosuria dan ketonuria.
Kultur
Pemeriksaan kultur darah dan urin dapat bermanfaat untuk menentukan organisme
penyebab bila terdapat kecurigaan infeksi.
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan X-ray toraks berguna untuk menyingkirkan diagnosa pneumonia.
Pemeriksaan MRI bermanfaat untuk deteksi dini edema serebral. Walau demikian,
terdapat risiko ketika melakukan MRI pada pasien dengan penyakit kritis seperti
edema serebral, misalnya pasien tidak bisa berada ICU dalam waktu yang cukup lama
akibat pemeriksaan, dan keterbatasan alat monitoring dan ventilasi yang dapat
digunakan saat pemeriksaan.
6. Managemen Pengobatan
Penilaian dilakukan terhadap tingkat dehidrasi, kesadaran (Glasgow Coma Scale),
pemeriksaan sampel darah dan urin. Lakukan pemasangan intravenous line bersama
dengan pengambilan darah.
Pastikan pernafasan pasien baik. Jika terganggu, lakukan resusitasi sesuai panduan.
Amankan jalan nafas pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Setelah jalan
nafas berhasil diamankan, lakukan pemasangan nasogastric tube bila pasien koma atau
muntah dan biarkan nasogastric tube tetap terbuka untuk drainase.
Pasang EKG untuk memonitor dampak perubahan kadar kalium pasien akibat
ketoasidosis dan penanganannya. Lakukan pengukuran urin untuk mengukur balans
cairan. Pada pasien yang tidak sadar, pasang kateter urin supaya balans cairan dapat
diukur.
Mulailah rehidrasi dengan normal saline + potasium (kalium). Tipe cairan yang
dimasukkan memerlukan penyesuaian terhadap kadar glukosa, natrium dan kalium dalam
darah.
Bolus Cairan
Tidak semua pasien dengan ketoasidosis diabetik memerlukan bolus cairan. Perlu
diingat bahwa asidosis itu sendiri sudah mengakibatkan perfusi perifer yang buruk dan
mengacaukan keakuratan penilaian dehidrasi. Perfusi perifer akan diperbaiki dengan
koreksi asidosis. Bila terdapat hipoperfusi, berikan 0,9% saline 10 ml/kgBB. Pasien
dengan ketoasidosis diabetik jarang memerlukan > 20 ml/kgBB total sebagai bolus.
Waspadai bahaya terhadap kelebihan pemberian cairan. Konsultasikan dengan spesialis
endokrin, atau dokter anak mengenai pemberian bolus cairan tambahan ini terutama yang
melebihi total 20 ml/kgBB.
Penyesuaian Pemberian Cairan
Rehidrasi dengan normal saline dan kalium sebaiknya dilanjutkan sedikitnya 6
jam pertama. Bila glukosa darah menurun sangat cepat dalam beberapa jam, atau
mencapai sekitar 216-270 mg/dL ubahlah ke normal saline dengan juga memasukkan 5%
dextrosa dan kalium. Pilihan cairan setelah 6 jam pertama akan dipengaruhi oleh kadar
serum sodium (natrium) yang telah dikoreksi melalui pemberian cairan sebelumnya, dan
kadar glukosa darah. Kadar natrium yang telah terkoreksi semestinya akan stabil, atau
meningkat seiring dengan menurunnya kadar glukosa darah Setelah 6 jam pertama
pemberian cairan, 0,45% NaCl dengan 5% dextrosa dan kalium mungkin dapat
dimasukkan ketika kadar glukosa darah < 216-270 mg/dL. Namun, 0,9% saline +
dextrose dan kalium sebaiknya dilanjutkan, apabila:
Hiponatremia terjadi
Kadar serum natrium yang telah terkoreksi gagal untuk menstabilkan keadaan
Kadar serum natrium meningkat seiring dengan penurunan kadar glukosa darah
Terjadi hiperosmolar, atau ada kemungkinan pergeseran cepat terhadap
osmolaritas darah
Usahakan untuk menjaga kadar glukosa darah antara 90-216 mg/dL. Naikkan
konsentrasi dextrosa ke 10% seiring dengan pemberian normal saline dan kalium,
bilamana asidosis masih tetap terjadi dan kadar glukosa darah < 100 mg/dL, atau jatuh
secara cepat ke dalam kisaran 100-270 mg/L.
Pemberian insulin dalam infus diturunkan bila kadar glukosa darah terus
menurun meski sudah diberikan dextrosa 10%. Pasien dalam keadaan ini, diturunkan
pemberian insulinnya ke 0.05 unit/kgBB/hari, dengan mengingat bahwa ada perbaikan
terhadap metabolik asidosis. Dalam hal ini, perlu untuk konsultasi dengan spesialis
pediatrik endokrin.
Bila pasien menjadi hipoglikemik, lakukan tata laksana hipoglikemia. Bila pasien
secara metabolik stabil, rehidrasi dilanjutkan secara oral setelah 24-36 jam pertama terapi
cairan intravena. Keadaan stabil ini biasanya akan terjadi bersamaan dengan terapi insulin
yang diubah pemasukannya dari infus ke suntikan subkutan.
Kalium
Mulailah dengan memasukkan KCl pada konsentrasi 40 mmol/L bila BB < 30 kg,
atau 40-60 mmol/L bila BB > 30 kg. Pemberian kalium selanjutnya ditentukan
berdasarkan kadar serum kalium. Ketika terapi insulin dimulai, pemberian kalium
ulangan diberikan tiap satu jam. Tunda pemberian kalium bila kadar serum
kalium > 5,5 mmol/L, atau pasien anuria, sampai kadar kalium adalah < 5,5
mmol/L, atau output urine tercatat. Mulailah dengan memasukkan KCl pada
konsentrasi 40 mmol/L bila berat < 30 kg, atau 40-60 mmol/L bila berat di atas 30
kg.
Insulin
Pemberian awal insulin sebesar 0,1 unit/kgBB/hari. Pada anak dengan riwayat
diabetes yang sebelumnya mendapat terapi insulin secara rutin dengan kadar
glukosa <270 mg/dL, berikan 50 unit insulin rapid-acting ke dalam 49,5 ml 0,9%
NaCl (1 unit/mL solution) atau 0,05 unit/kgBB/jam. Dosis ini diberikan pada anak
yang masih muda dan dengan rujukan selama perjalanan ke rumah sakit bila
monitoring biokemikal terbatas.
Seorang dokter semestinya mendampingi tiap pasien ketoasidosis diabetik yang
memerlukan infus insulin selama transfer ke rumah sakit. Infus insulin biasanya
berdampingan di sisi tubuh yang lain dengan three-way IV tap cairan rehidrasi
infus. Pemberian insulin yang adekuat dilanjutkan untuk membersihkan zat-zat
keton dalam darah dan mengkoreksi asidosis. Sesuaikan konsentrasi dextrosa
dalam cairan IV, untuk mempertahankan kadar glukosa darah 90-216 mg/dL.
Infus insulin dapat dihentikan bila pasien sudah sadar dan secara metabolik stabil
dengan pH > 7,30 dan HCO3 > 15. Waktu terbaik untuk mengubah cara
pemberian insulin ke subkutan adalah pada waktu sebelum makan. Infus insulin
hanya boleh dihentikan 30 menit setelah suntikan insulin rapid-acting secara
subkutan pertama. Waspadai koma karena hiperosmolar hiperglikemik
nonketotik, dan konsultasikan keadaan ini dengan tim pediatrik dan/atau pediatrik
endokrin dalam hal pemberian insulin.
Bikarbonat
Pemberian bikarbonat tidak rutin direkomendasikan karena dapat menyebabkan
asidosis paradoksikal pada susunan saraf pusat. Asidosis yang berlanjut
menunjukkan pemberian insulin dan cairan yang tidak adekuat.
Pada kasus yang jarang, pasien anak yang sangat sakit, contohnya dengan
pH<7,0, HCO3< 5 mmol/L, diberikan adrenalin untuk menaikkan tekanan darah,
atau mereka yang mengalami hiperkalemia, mungkin dapat ditolong dengan
pemberian bikarbonat ini. Pada keadaan tersebut, konsultasikan terlebih dahulu
dengan spesialis endokrin sebelum memberikan dosis kecil bikarbonat.
Dosis HCO3 (mmol) = 0,15 x BB (kg) x defisit basa. Masukkan dalam waktu
lebih dari 30-60 menit dosis tersebut dengan monitoring jantung, kemudian
lakukan penilaian kembali status basa darah. Awasi risiko hipokalemia akibat
pemberian bikarbonat ini.
- Memberikan terapi cairan melalui pemasangan infus untuk mengatasi dehidrasi dan
mengencerkan glukosa dalam darah
- Memberikan insulin melalui infus intravena (melalui pembuluh darah vena) yang
dilanjutkan dengan pemberian insulin melalui suntikan subkutan (melalui bawah
kulit), untuk menurunkan kadar gula darah
- Memberikan elektrolit, seperti kalium, natrium, dan klorida untuk menyeimbangkan
kadar elektrolit tubuh
8. Tindakan keperawatan
A. Airway
Response verbal yang baik dari pasien menunjukkan airway bebas. Jika pasien
kesulitan memberikan respons verbal, lalukan pemeriksaan atau upaya membuka
airway (head tilt, chin lift). Jika airway tidak ada gangguan namun pasien masuk
mengalami kesulitan memberikan response verbal, maka evaluasi breathing.
B. Breathing
- Hitung frekuensi napas dan saturasi oksigen (bila memungkinkan)
- Lakukan auskultasi dada dan lakukan perkusi jika diperlukan
- Berikan oksigen dosis tinggi jika pasien mengalami peningkatan frekuensi
napas, memiliki saturasi yang rendah, atau tampak sakit
- Pertimbangkan untuk mengusulkan foto thoraks (CXR) atau analisis gas darah
C. Circulation
- Periksa denyut nadi, tekanan darah, dan capillary refill tme (CRT). - Pasang
EKG jika perlu dan pulse oximetry untuk monitoring
- Pasang 1-2 kanul cairan intravena jika terdapat tanda-tanda syok (takikardi,
hipotensi, pemanjangan CRT) dan berikan cairan IV bolus.
- Pertimbangkan untuk mengusulkan beberapa pemeriksaan di bawah ini :
Urea (BUN), serum kreatinin
Serum elektrolit
Darah lengkap
Tes fungsi hati
Amilase
Serum keton
Laktat dan kultur darah jika pasien demam.
Pertimbangkan pemasangan kateter urine untuk memantau produksi urin 24 jam. Jika
pasien demam dan penyebabnya tidak diketahui, mulailah memberikan antibiotik spektrum
luas. Bila memungkinkan, usulkan pemeriksaan keton urin. Jika hasilnya positif, akan
sangat menunjang diagnosis ketoasidosis diabetes (jika juga didapatkan bukti
hiperglikemia dan asidosis metabolik).
Terapi KAD :
1. Cairan
Patogenesis utama ketoasidosis diabetes adalah dehidrasi cairan tubuh, sehingga
langkah pertama yang harus dipikirkan adalah melakukan rehidrasi.
a) Untuk rehidrasi tahap awal kamu bisa memberikan 500 mL NaCl 0,9% bolus
selama 1 jam jika Tekanan Darah (TD) Sistolik pasien > 90 mmHg
b) Jika Tekanan Darah Sistolik < 90 mmHg kamu bisa memberikan 1000 mL NaCl
0,9% dalam 1 jam
c) Jika Tekanan Darah Sistolik masih < 90 mmHg kamu bisa mengulangi dosis di
atas
2. Insulin
Pasien Diabetes ketoasidosis membutuhkan insulin untuk menurunkan hiperglikemia.
Berikan bolus insulin 0,1 unit/kgBB dilanjutkan maintenance infus insulin intravena
dosis tetap 0,1 unit/kgBB/jam, dibuat dengan mencampur 50 unit insulin dengan 50
mL NaCl 0,9%
3. Kalium
Lakukan koreksi kalium. Bila K < 5,5 mEq/L, berikan 20-30 mEq/L kalium di dalam
tiap liter kantong infus. Target kalium berada di rentang 4-5 mEq/L.
D. Disability
Lakukan penilaian AVPU atau GCS. Periksa apakah pupil isokor dan memberikan
respons terhadap penyinaran.
E. Exposure
Buka pakaian pasien, cari tanda ruam, perdarahan, atau edema. Lakukan inspeksi dan
palpasi abdomen untuk mendapatkan tanda klinis lain.
9. ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS DIABETIK (KAD)
KASUS
Pasien seorang wanita, 56 tahun, masuk unit gawat darurat rumah sakit Siaga diantar oleh
keluarganya. Pada pengkajian, pasien ditemukan tidak sadar didalam kamarnya oleh anak
pasien, 2 jam sebelum masuk RS. Pasien tidak respon saat diajak bicara, sehari
sebelumnya pasien sempat mengeluh sesak nafas dan badan lemas. Sesak tidak berkurang
dengan istirahat. kelemahan sesisi tubuh tidak ada, kejang tidak ada, demam tidak ada,.
Pasien diketahui menderita sakit kencing manis sejak ± 4 tahun yang lalu tetapi tidak
rutin minum obat. Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh luka di
kaki kanannya tak kunjung sembuh yang awalnya disebabkan menginjan kaca tanpa
disadari. Hasil pemeriksaan, TD 140/90 mmHg, Nadi 120 x/mnt, suhu 36.7 C, RR 32
x/mnt. Hasil pemeriksaan laboratorium, GD 528 mg/dl, HbAiC 8.2 %. Hasil AGD Ph
7.23, PO2 97, HCO3 18 Meq/L, PCO2 32 .Dokter melakukan pemberian teraphy cairan
dan penatalaksanaan lainnya sesuai algorytma.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Diri :
Nama Klien : Ny. X
Usia : 56 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pakuan Barat No. 112
Tanggal/Jam Masuk RS : 25 Agustus 2019/ 14.00 WIB
Tanggal/Jam Pengkajian : 25 Agustus 2019/ 14.10 WIB
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
No. RM : 161111
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : An. X
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pakuan Barat No. 112
Hubungan dengan pasien : Anak
B. ANALISA DATA
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea.
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten.
3. Atur peralatan
oksigenasi.
4. Monitor aliran
oksigen.
5. Pertahankan posisi
pasien.
6. Observasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi.
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
· Mendorong pasien
untuk memantau gula
darah