Anda di halaman 1dari 72

EVALUASI KINERJA, NILAI TAMBAH, MITIGASI RISIKO,

DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK KELAPA


SAWIT: STUDI KASUS DI PT X

SAFRIYANA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kinerja, Nilai
Tambah, Mitigasi Risiko, dan Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Kelapa Sawit:
Studi Kasus di PT X adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2017

Safriyana
NIM F34130002
ABSTRAK
SAFRIYANA. Evaluasi Kinerja, Nilai Tambah, Mitigasi Risiko, dan Peningkatan
Kinerja Rantai Pasok Kelapa Sawit: Studi Kasus di PT X. Dibimbing oleh
MARIMIN.

Dalam rantai pasok kelapa sawit, produktivitas dan pasar ekspor kelapa sawit
cenderung meningkat dan berimbas negatif pada isu keberlanjutan yang meliputi
aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan serta terkait langsung dengan
rantai pasok. Penelitian ini dilakukan secara terintegrasi untuk mengevaluasi
kinerja, nilai tambah, risiko, dan strategi perbaikan kinerja secara berkelanjutan
dalam rantai pasok kelapa sawit di PT X. Penilaian kinerja rantai pasok dengan
metode SCOR-AHP menunjukkan bahwa tingkat kinerja untuk bagian perkebunan
baik (91.24%) dan bagian pengolahan sedang (86.19%). Rasio nilai tambah
dilakukan dengan metode Hayami termodifikasi menunjukkan hasil berturut-turut
pada perkebunan dan pengolahan adalah 21.86% dan 37.55%. Evaluasi dan mitigasi
risiko dengan metode FMEA-HOR, dari 31 kejadian risiko dan 20 sumber risiko,
dipilih 8 prioritas sumber risiko yang diberikan aksi penanganan dan diurutkan
berdasarkan efektivitas biaya. Untuk mengurangi dampak secara keseluruhan,
dilakukan pemilihan strategi peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara
berkelanjutan menggunakan metode ANP dengan analisis BOCR (benefit,
opportunity, cost, and risk), hasil pembobotan menunjukkan prioritas alternatif
strategi perbaikan rancangan produksi.

Kata kunci: ANP, FMEA-HOR, Hayami, keberlanjutan, kelapa sawit, SCOR-AHP

ABSTRACT
SAFRIYANA. Evaluation of Palm Oil Supply Chain’s Performance, Value Added,
Risk Mitigation, and Performance Improvement: A Case Study at X Co. Supervised
by MARIMIN.

In palm oil supply chain, productivity and export market being increase and
build the negative impacts to sustainability issues (economic, social, and
environmental aspects) and have direct impacts to supply chain itself. This research
aims to evaluate performance, added value, risk, and develop sustainability
improvement strategies to increase performance of palm oil supply chain at X Co.
Palm oil supply chain’s performance measurement was obtained by SCOR-AHP
approach shows the performance level of plantation is above average (91.24%) and
manufacture is average (86.19%). Added value ratio using modified Hayami
method shows each of plantation and manufacture are 21.86% and 37.55%. Risk
evaluation and mitigation using FMEA-HOR method, from 31 risk events and 20
risk agents identified in operational risk, converged 8 risk agents’ priorities to be
treated by proactive actions and then prioritize it by cost-effectiveness. In order to
reduce the aggregate impacts of supply chain, ANP method with BOCR (benefit,
opportunity, cost, and risk) analysis was used in selecting sustainability
improvement strategies to increase performance of palm oil supply chain, the
weighting results show that production plan’s improvement is the highest.

Keywords: ANP, FMEA-HOR, Hayami, palm oil, SCOR-AHP, sustainability


RINGKASAN
SAFRIYANA. Evaluasi Kinerja, Nilai Tambah, Mitigasi Risiko, dan Peningkatan
Kinerja Rantai Pasok Kelapa Sawit: Studi Kasus PT X. Dibimbing oleh MARIMIN.

Dalam rantai pasok kelapa sawit, produktivitas dan ekspor kelapa sawit
Indonesia cenderung meningkat seiring dengan tingginya permintaan global dan
peningkatan budidaya kelapa sawit secara signifikan. Hal ini berimbas negatif pada
isu keberlanjutan (aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan) serta terkait langsung
dengan dampak yang muncul dalam rantai pasok. Oleh sebab itu, perlu
dilakukannya analisis terhadap kinerja dan berbagai risiko yang timbul dalam rantai
pasok produksi minyak kelapa sawit sehingga dapat meminimalisir adanya dampak
negatif yang mungkin terjadi. Secara khusus, penelitian ini dilakukan di PT X untuk
mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme rantai pasok kelapa sawit, mengukur
dan menganalisis kinerja dan nilai tambah rantai pasok kelapa sawit, menganalisis
risiko atau gangguan yang berpeluang timbul pada kegiatan rantai pasok kelapa
sawit, menghitung dan menganalisis nilai indeks prioritas risiko terhadap penyebab
risiko-risiko pada kegiatan rantai pasok kelapa sawit, dan mengetahui perbaikan
potensial terhadap kinerja rantai pasok kelapa sawit.
Penilaian kinerja rantai pasok dilakukan dengan metode SCOR-AHP
menunjukkan tingkat kinerja bagian perkebunan dalam kondisi baik (91.24%) dan
bagian pengolahan sedang (86.19%), diketahui bahwa tingkat kinerja perusahaan
belum mencapai titik maksimum, hal ini mengindikasikan adanya profit lost pada
setiap atribut kinerja yang dijalankan secara kurang optimal dan dikategorikan
dalam hilangnya kesempatan (lost opportunity). Rasio nilai tambah dengan metode
Hayami termodifikasi menunjukkan hasil pada perkebunan dan pengolahan adalah
21.86% dan 37.55%. rendahnya rasio tersebut diakibatkan oleh rendahnya
produktivitas lahan karena adanya permasalahan iklim dan keadaan tanah, kondisi
lahan curam, dan curah hujan yang cukup tinggi. Evaluasi dan mitigasi risiko dengan
metode FMEA-HOR, dari 31 kejadian risiko dan 20 sumber risiko, dipilih 8
prioritas sumber risiko yang diberikan aksi penanganan dan diurutkan berdasarkan
efektivitas biaya. Hasil prioritas aksi penangangan risiko, diperoleh bahwa
pelatihan pekerja mengenai maintenance, melakukan preventive dan predictive
maintenance secara rutin, dan penyiapan unit alat dan mesin stand by sebagai
pengganti merupakan aksi mitigasi yang harus dilakukan.
Untuk mengurangi dampak secara keseluruhan, dilakukan pemilihan strategi
peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara berkelanjutan menggunakan
metode ANP dengan analisis BOCR (benefit, opportunity, cost, and risk), terpilih
lima alternatif peningkatan kinerja rantai pasok secara berkelanjutan, antara lain
kontinuitas pasokan bahan baku, peningkatan kerjasama dengan stakeholder
terkait, perbaikan perancangan produksi, pemilihan teknologi untuk perbaikan
proses produksi, serta penjagaan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Hasil
pemilihan alternatif strategi peningkatan kinerja berdasarkan hasil pembobotan
pakar menunjukkan bahwa dua prioritas alternatif strategi peningkatan kinerja yang
terpilih berturut-turut adalah perbaikan perancangan produksi dengan bobot 4.853
dan pemilihan teknologi untuk perbaikan proses produksi dengan bobot 4.518.

Kata kunci: ANP, FMEA-HOR, Hayami, keberlanjutan, kelapa sawit, SCOR-AHP


EVALUASI KINERJA, NILAI TAMBAH, MITIGASI
RISIKO, DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOK
KELAPA SAWIT: STUDI KASUS DI PT X

SAFRIYANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan izin,
pertolongan, dan segala karunia-Nya, karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Ungkapan cinta, kasih sayang, dan terima kasih tidak akan pernah cukup untuk
dikatakan, kepada kedua orang tua penulis, yang tanpa henti mendoakan dan
merestui seluruh langkah yang diambil penulis hingga sampai pada titik ini, semoga
Abu dan Mama selalu berada dalam lindungan Allah SWT dan semoga Allah
memberi kesempatan pada penulis untuk membalas sedikit dari jasa Abu dan Mama
yang tak akan bisa terhitung besarnya. Tidak luput juga, untuk Kakak dan Abang,
serta seluruh keluarga besar yang turut mendoakan dan menyemangati penulis, anak
manja ini akhirnya sarjana!
Secara khusus, terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Marimin Msc
selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan dan bimbingan, serta secara
tidak langsung telah memberikan ilmu kehidupan kepada penulis. Di samping itu,
ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pihak yang berperan
membantu penulis dalam menjalankan penelitian hingga karya ilmiah ini
terselesaikan, baik melalui diskusi, ilmu, dukungan, maupun hal-hal lain yang
memberikan kontribusi dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Penulis menyadari
bahwa banyak pihak yang telah memberi warna dalam perjalanan hidup penulis,
baik yang tetap tinggal ataupun hanya datang selintas, terima kasih tidak dapat
dihaturkan secara khusus, karena tak akan cukup lembaran kertas untuk
menyebutkan semua nama, rasa syukur dan bangga penulis ungkapkan karena telah
diberi kesempatan mengenal setiap individu yang luar biasa.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat berguna bagi kebutuhan
pembelajaran dan memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang manajemen rantai pasok.

Bogor, Juni 2017

Safriyana
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
DAFTAR ISTILAH vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
METODE 4
Kerangka Pemikiran 4
Tata Laksana Penelitian 6
Prosedur Analisis dan Pengolahan Data 8
Perancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Konfigurasi Rantai Pasok Kelapa Sawit 14
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 17
Analisis Nilai Tambah 23
Analisis Risiko Rantai Pasok (House of Risk 1) 25
Analisis Penangangan Risiko (House of Risk 2) 31
Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Kelapa Sawit 34
Rancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis 40
Implikasi Manajerial 45
Keterbatasan Penelitian 46
SIMPULAN DAN SARAN 46
Simpulan 46
Saran 47
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN 50
RIWAYAT HIDUP 58
DAFTAR TABEL
1 Jumlah produksi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia 1
2 Metode yang digunakan dalam setiap tahapan penelitian 8
3 Perhitungan nilai tambah metode Hayami yang dimodifikasi 9
4 SNI 01-2901-2006 Minyak kelapa sawit 18
5 SNI 01-0002-1987 Inti kelapa sawit 18
6 Skala penilaian pada perbandingan berpasangan 19
7 Matrik kinerja dari atribut kinerja rantai pasok 21
8 Klasifikasi nilai standar kerja 22
9 Nilai kinerja rantai pasok di PT X 22
10 Perhitungan niali tambah 24
11 Tingkat kepearahan terjadinya kejadian risiko 25
12 Dampak potensial dari risk event 26
13 Frekuensi kemungkinan terjadinya sumber risiko 28
14 Prioritas nilai ARP untuk sumber risiko (risk agent) 30
15 Klasifikasi sumber risiko 31
16 Peringkat aksi mitigasi 34
17 Bobot kriteria dan subkriteria dalam struktur ANP 39
18 Prioritas pemilihan alternatif berdasarkan kriteria BOCR 40

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 5
2 Hubungan keterkaitan dalam House of Risk 1 11
3 Hubungan keterkaitan dalam House of Risk 2 12
4 Konfigurasi sistem 14
5 Pola aliran rantai pasok kelapa sawit 15
6 Hirarki hasil pembobotan matrik kinerja rantai pasok kelapa sawit 20
7 Diagram Pareto dari ETD untuk penanganan risiko 34
8 Struktur ANP pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok 35
9 Struktur ANP dalam elemen benefit 37
10 Struktur ANP dalam elemen opportunity 37
11 Struktur ANP dalam elemen cost 38
12 Struktur ANP dalam elemen risk 38
13 Beranda Palm Oil-SCDM 41
14 Tampilan pengukuran kinerja rantai pasok 42
15 Tampilan informasi hasil nilai tambah tahun 2016 42
16 Tampilan prioritas risiko terpilih 43
17 Tampilan hasil identifikasi aksi penanganan risiko 44
18 Tampilan alternatif terpilih strategi peningkatan kinerja 44
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan matrik kinerja rantai pasok kelapa sawit 50
2 Kemungkinan terjadinya risiko (risk event) 50
3 Hubungan keterkaitan antara risk event dan risk agent 51
4 Pemodelan House of Risk 1 52
5 Pemodelan House of Risk 2 53
6 Struktur ANP pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok 53
7 Data Flow Diagram (DFD) 54
8 Instalasi sistem Palm Oil-SCDM 55

DAFTAR ISTILAH
AHP : Analytical Hierarchy Process adalah metode analisis untuk
pengambilan keputusan yang disederhanakan dalam hirarki
kerangka berpikir yang terstruktur dan terorganisir
ANP : Analytical Network Process adalah metode analisis untuk
pengambilan keputusan dengan mempresentasikan tingkat
kepentingan dan hubungan saling ketergantungan elemen dalam
cluster yang tidak terstruktur
ARP : Aggregate Risk Potentials adalah nilai hasil analisis risiko dari
metode HOR 1 (House of Risk 1)
CPO : Crude Palm Oil adalah minyak hasil olahan kelapa sawit berwarna
kemerahan dan digunakan sebagai bahan baku untuk produk turunan
yang bernilai tambah lebih tinggi, seperti industri pangan, non-
pangan, dan bahan bakar alternatif
Difficulty : Derajat kesulitan berdasarkan sumber daya dan efisiensi biaya dalam
masing-masing tindakan mitigasi risiko dalam HOR 2
DFD : Data Flow Diagram adalah penampakan secara grafik suatu aliran
data untuk menampilkan proses dalam suatu sistem
Effluent : Limbah cair buangan yang mengandung biological oxygen demand
(BOD) tinggi dan polutan lainnya, dihasilkan dari proses pengolahan
tandan buah segar menjadi minyak sawit kasar
ETD : Effectiveness to difficulty ratio adalah hasil perhitungan total
efektivitas pelaksanaan mitigasi risiko dengan memperhitungkan
derajat kesulitan
FMEA : Failure Mode and Effect Analysis adalah pendekatan yang digunakan
untuk identifikasi risiko dalam rantai pasok
HAM : Hak Asasi Manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma
yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia yang
dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum
HOR : House of Risk adalah pendekatan analisis dan evaluasi risiko untuk
memprioritaskan risiko terpilih untuk kemudian diambil tindakan
penanganan yang paling efektif dalam rangka mengurangi potensi
risiko dari sumber risiko
Implikasi : Pembahasan kesimpulan atau hasil akhir penelitian berdasarkan
pengambilan keputusan secara keseluruhan dengan pendekatan
manajerial, yang bersifat prosedural (analisis, perencanaan, dan tata
cara) maupun substantif (perencanaan maupun perumusan tindakan)
Kernel : Inti kelapa sawit dihasilkan sebagai produk samping dari pemisahan
daging buah selama proses pengolahan minyak sawit kasar
Maintenance : Tindakan pemeliharaan yang dilakukan
Mitigasi : Suatu aksi atau tindakan pencegahan maupun penanganan untuk
risiko potensial terpilih
Occurence : Kemungkinan atau frekuensi terjadinya suatu sumber risiko
Preventive : Upaya yang dilakukan sebagai tindakan pencegahan terhadap
kerusakan yang mungkin timbul
Predicitive : Upaya yang dilakukan sebagai tindakan prediksi untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya perubahan atau kelainan fisik atau fungsi
PHP : Hypertext Preprocessor adalah bahasa script yang dapat digunakan
untuk pemrograman situs web dinamis dan dapat terhubung dengan
database serta kegunaan lainnya
Severity : Tingkat efek keseriusan munculnya suatu kejadian risiko
SCOR : Supply Chain Operations Reference adalah suatu model referensi
proses untuk mengukur kinerja/performa rantai pasok berdasarkan
pada proses bisnis dalam rantai pasok
SNI : Standar Nasional Indonesia adalah satu-satunya standar yang berlaku
secara nasional di Indonesia untuk berbagai komoditas dan produk
TBS : Tandan buah segar adalah buah kelapa sawit yang digunakan sebagai
bahan baku dalam pengolahan minyak sawit kasar
TE : Total Effectiveness adalah nilai hasil perhitungan total efektivitas
masing-masing tindakan mitigasi risiko dalam HOR 2
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia, secara
total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia. Saat ini,
Indonesia menjadi produsen dan eksportir minyak sawit yang terbesar di dunia
dengan pertumbuhan pesat tampak dalam jumlah produksi dan ekspor dari
Indonesia serta pertumbuhan luas area perkebunan sawit. Pada saat permintaan
global kuat, bisnis minyak sawit di Indonesia menguntungkan karena menghasilkan
margin laba yang besar, sementara komoditi ini mudah diproduksi dan biaya
produksi relatif rendah sehingga menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi.
Didorong oleh permintaan global yang terus meningkat dan keuntungan yang juga
naik, budidaya kelapa sawit telah ditingkatkan secara signifikan baik oleh petani
kecil maupun para pengusaha besar di Indonesia (dengan imbas negatif pada
lingkungan hidup dan penurunan jumlah produksi hasil-hasil pertanian lain karena
banyak petani beralih ke budidaya kelapa sawit) (VSII 2016). Peningkatan
produktivitas dan jumlah ekspor minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah produksi dan ekspor minyak kelapa sawit Indonesia
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Produksi
19.2 19.4 21.8 23.5 26.5 30.0 31.5 32.5 32.0
(juta ton)
Eskpor
15.1 17.1 17.1 17.6 18.2 22.4 22.4 26.4 27.0
(juta ton)
Ekspor
15.6 10.0 16.4 20.2 21.6 20.6 21.1 18.6 18.6
(US$)
Sumber: Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) 2016
Namun, seiring dengan peningkatan produktivitas dan ekspor tersebut timbul
isu keberlanjutan yang meliputi aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek lingkungan
untuk menjamin keberlangsungan operasional agroindustri kelapa sawit. Hal ini
perlu diperhatikan karena terkait langsung dengan dampak dan risiko potensial
rantai pasok akibat perubahan ekonomi dan sosial dari berbagai pihak di dalam
rantai pasokan. Seperti di dalam perusahaan, dampak yang ditimbulkan dapat
menyebabkan kerugian atau berkurangnya keuntungan perusahaan serta lebih lanjut
dapat menimbulkan pemberhentian karyawan sebagai dampak sosialnya. Oleh
sebab itu, perlu dilakukannya analisis terhadap berbagai risiko yang timbul dalam
rantai pasok produksi minyak kelapa sawit sehingga dapat meminimalisir adanya
dampak negatif yang mungkin terjadi. Pengukuran rantai pasok dilakukan melalui
analisis terhadap proses bisnis perusahaan meliputi analisis kinerja dan nilai tambah
rantai pasok yang berperan dalam menciptakan kondisi perbaikan dan pengurangan
risiko (Laudon dan Laudon 2007). Berdasarkan hasil analisis kinerja dan nilai
tambah, maka dapat dilakukan identifikasi risiko yang mengakibatkan rantai pasok
kurang optimal serta menentukan arah perbaikan rantai pasok kelapa sawit yang
terintegrasi hulu hingga ke hilir secara kontinu, efektif, dan efisien (Marimin dan
Maghfiroh 2010). Berkaitan dengan adanya faktor risiko yang terjadi dalam
manajemen rantai pasok baik yang disebabkan oleh faktor internal maupun faktor
2

eksternal sehingga berdampak buruk dan mempengaruhi kinerja perusahaan, jenis


risiko yang teramati sering terjadi di dalam rantai pasok kelapa sawit dan masih
minim diperhatikan adalah faktor risiko operasional.
Faktor risiko operasional/teknologi ini mencakup diantaranya kesalahan
perencanaan, kekurangan bahan baku, kendala kapasitas, masalah kualitas, kegagalan
mesin atau down time, kegagalan sistem software, hasil yang tidak sempurna,
inefisiensi, perubahan proses, kerugian harta benda karena kecelakaan/bencana, risiko
transportasi (keterlambatan, kerusakan selama perjalanan), risiko gudang (tidak
sempurnanya order pelanggan, tidak cukup tempat penyimpanan dan lain-lain),
pengeluaran anggaran, munculnya gangguan teknologi, syarat perjanjian (batas
minimum dan maksimum permintaan pelanggan) dan gangguan komunikasi atau
sistem informasi (Deleris dan Erhun 2007 dalam Ulfah 2016). Berbagai penelitian
yang terkait dengan evaluasi kinerja, nilai tambah, risiko rantai pasok, dan
peningkatan kinerja secara umum diantaranya rancang bangun model manajemen
risiko rantai pasok gula rafinasi (Ulfah 2016), rancang bangun model manajemen
risiko rantai pasok agroindustri susu berbasis pengetahuan (Septiani 2016), aplikasi
model house of risk (HOR) untuk mitigasi risiko pada supply chain bahan baku kulit
(Kristanto dan Hariastuti 2014), sistem pendukung keputusan cerdas
pengembangan agroindustri karet alam dengan pendekatan produktivitas hijau
(Hendra 2014), model penyeimbangan nilai tambah berdasarkan tingkat risiko pada
rantai pasok minyak sawit (Hidayat 2012), model penilaian risiko berbasis kinerja
untuk rantai pasok kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia (Hadiguna 2012), sistem
penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit
(Fibrian 2010), dan manajemen risiko dan aksi mitigasi untuk menciptakan rantai
pasok yang robust (Geraldin et al. 2007).
Penelitian evaluasi kinerja, nilai tambah, dan mitigasi risiko rantai pasok
kelapa sawit ini dilakukan pada PT X yang merupakan agroindustri yang bergerak
di bidang pengolahan kelapa sawit di provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode SCOR-AHP (Supply Chain Operations Refference-
Analytical Hierarchy Process) berdasarkan pada kemampuan perusahaan yang
bertujuan untuk mengetahui arah perbaikan yang perlu dilakukan untuk
menciptakan keunggulan pada perusahaan, serta analisis nilai tambah
menggunakan metode Hayami untuk mengetahui kemerataan distribusi keuntungan
sepanjang rantai pasokan. Selain itu, tahap identifikasi risiko dilakukan dengan
pendekatan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk melakukan
analisis tingkat dampak potensial timbulnya gangguan, probabilitas timbulnya
suatu gangguan, dan cara pencegahannya. Proses perancangan strategi pembobotan
untuk prioritas risiko yang akan diberikan aksi perbaikan, dilakukan dengan
pengembangan metode QFD (Quality Function Deployment) menggunakan
bantuan matriks HOR (House of Risk) untuk penyusunan aksi mitigasi dalam
penanganan risiko potensial yang teridentifikasi (Geraldine et al. 2007).
Selanjutnya, diberikan sebuah perumusan strategi peningkatan kinerja untuk rantai
pasok kelapa sawit secara berkelanjutan secara terintegrasi menggunakan
Analytical Networking Process (ANP) yang diprioritaskan melalui opini pakar.
Tahapan akhir dari penelitian dilakukan perancangan perangkat lunak pendukung
analisis berbasis web programming, sehingga diharapkan dapat memperoleh
informasi secara kompeherensif mengenai rantai pasok kelapa sawit.
3

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang teridentifikasi, muncul


beberapa pertanyaaan untuk menyelesaikan permasalahan dalam rantai pasok,
antara lain:
1. Bagaimana mekanisme rantai pasok kelapa sawit pada PT X?
2. Bagaimana kondisi kinerja dan nilai tambah kelapa sawit pada PT X?
3. Bagaimana risiko yang teridentifikasi dan upaya perbaikan risiko dalam rantai
pasok kelapa sawit pada PT X?
4. Bagaimana strategi yang tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja
rantai pasok kelapa sawit pada PT X?

Tujuan Penelitian

Secara khusus, berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah


teridentifikasi, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme rantai pasok kelapa sawit.
2. Mengukur dan menganalisis kinerja dan nilai tambah rantai pasok kelapa sawit.
3. Menganalisis risiko atau gangguan yang berpeluang timbul pada kegiatan rantai
pasok kelapa sawit.
4. Menghitung dan menganalisis nilai indeks prioritas risiko terhadap penyebab
risiko-risiko pada kegiatan rantai pasok kelapa sawit.
5. Mengetahui perbaikan potensial terhadap kinerja rantai pasok kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

Kontribusi atau manfaat penelitian terhadap rantai pasok diharapkan:


1. Hasil pengukuran analisis kinerja rantai pasok dan nilai tambah dapat
digunakan untuk menguraikan tingkat performa rantai pasok di perusahaan
secara keseluruhan dari aktivitas rantai pasok.
2. Analisis risiko dalam rantai pasok dapat digunakan untuk mengatasi risiko-
risiko dalam rantai pasok dan mengetahui sumber risiko potensial yang muncul,
serta dampak yang timbul akibat risiko yang telah ditimbulkan. Hasil analisis
risiko akan mempermudah dalam pengimplementasian penanganan risiko dan
penerapan perbaikan sebagai solusi untuk permasalahan rantai pasok.
3. Penentuan alternatif strategi peningkatan kinerja secara berkelanjutan dapat
diterapkan dalam proses bisnis rantai pasok sebagai masukan untuk perbaikan
kinerja perusahaan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian yang merupakan batasan dalam proses


rantai pasok kelapa sawit ini adalah:
1. Perusahaan yang dijadikan tempat penelitian adalah PT X Cigudeg, Bogor
dengan cakupan keseluruhan rantai pasok kelapa sawit dari proses budidaya dan
4

pasca panen kelapa sawit yang dilakukan di perkebunan hingga proses bisnis
pengolahan kelapa sawit menjadi CPO dan Kernel.
2. Analisis proses bisnis agroindustri kelapa sawit, meliputi:
a. Analisis mekanisme rantai pasok kelapa sawit
b. Analisis faktor yang berpengaruh pada kinerja rantai pasok (Supply Chain
Operations Reference-Analytical Hierarchy Process)
c. Analisis nilai tambah komponen penyusun rantai pasok kelapa sawit
(konsep nilai tambah Hayami).
d. Identifikasi risiko operasional rantai pasok kelapa sawit berdasarkan proses
bisnis (Failure Mode Effect Analysis).
e. Analisis risiko untuk proses evaluasi dan mitigasi risiko operasional rantai
pasok kelapa sawit (House of Risk).
f. Analisis strategi peningkatan kinerja secara berkelanjutan (Analytical
Networking Process).
g. Perancangan perangkat lunak pendukung analisis berbasis web sistem.

METODE

Kerangka Pemikiran

Analisis kinerja manajemen rantai pasok diawali dengan permasalahan


peningkatan produksi dan ekspor minyak kelapa sawit yang selain meningkatkan
ekonomi Indonesia, juga menimbulkan dampak negatif berupa isu berkelanjutan
yang meliputi aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Hal ini perlu
dikaji lebih lanjut untuk mengetahui tingkat produktivitas dan kinerja perusahaan
pengolahan kelapa sawit sehingga dari tingkat kinerja dan nilai tambah tersebut
dapat diketahui posisi kinerja perusahaan dan arah perbaikan serta peningkatan
kinerja yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi perusahaan, sehingga dapat
meminimalisir risiko potensial yang muncul dalam isu keberlanjutan produksi
minyak kelapa sawit. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan
manajemen rantai pasok minyak kelapa sawit dan manajemen risiko di dalam rantai
pasokan minyak kelapa sawit sehingga tercipta integrasi hulu dan hilir rantai pasok
yang efektif dan efisien. Proses tersebut dilakukan dengan melakukan identifikasi
terhadap risiko dalam rantai pasokan berdasarkan kondisi di lapangan dan hasil
pengukuran terhadap kinerja dan nilai tambah, lalu dilanjutkan proses analisis dan
evaluasi risiko sehingga dapat diketahui mitigasi yang layak diterapkan dalam
permasalahan rantai pasok, serta dapat dirumuskan alternatif strategi untuk
peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Analisis kinerja rantai pasok kelapa sawit
ditentukan dengan metode SCOR dengan pembobotan dari hasil kuesioner AHP
untuk mendapatkan pengukuran kinerja rantai pasok. Perlakuan analisis nilai
tambah dilakukan mengunakan metode Hayami untuk mengetahui tingkat
keuntungan dari rantai pasok kelapa sawit. Identifikasi risiko dilakukan
berdasarkan kondisi dalam proses bisnis rantai pasok secara langsung dan
dilakukan identifikasi berdasarkan metode FMEA dan pemodelan HOR untuk
analisis risiko dan mitigasi sehingga diketahui berbagai alternatif perbaikan dan
mitigasi risiko di dalam rantai pasok kelapa sawit. Tahapan akhir dari penelitian
5

adalah perumusan strategi peningkatan secara berkelanjutan pada rantai pasok


kelapa sawit dan proses pengimplementasian ke dalam sistem berupa perancangan
perangkat lunak pendukung analisis. Diagram kerangka pemikiran penelitian secara
strategis dapat dilihat pada Gambar 1.

Peningkatan produksi dan Dampak negatif terhadap


ekspor minyak kelapa sawit isu keberlanjutan

Identifikasi sistem dan aktivitas rantai pasok kelapa sawit

Analisis nilai tambah rantai Analisis kinerja rantai pasok


pasok kelapa sawit (Hayami) kelapa sawit (SCOR-AHP)

Pemerataan nilai tambah Hasil pengukuran kinerja


rantai pasok rantai pasok

Identifikasi risiko rantai pasok kelapa sawit

Analisis dan evaluasi risiko rantai pasok kelapa sawit

Mitigasi risiko rantai pasok kelapa sawit

Perumusan strategi peningkatan kinerja berkelanjutan


rantai pasok kelapa sawit

Perancangan perangkat lunak pengukuran kinerja


rantai pasok kelapa sawit

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian


6

Tata Laksana Penelitian

Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem yang ditandai dengan
pengkajian faktor-faktor berpengaruh dalam sistem dan adanya rancangan model
sebagai solusi dalam mencapai tujuan (Eriyatno dan Fajar dalam Wijiono 2016).
Pada penelitian ini, terdapat beberapa tahapan dalam pendekatan sistem, antara lain
identifikasi sistem rantai pasok, analisis kinerja anggota rantai pasok pada setiap
matrik kinerja dan pembobotan dari masing-masing matrik kinerja dengan
pengkombinasian beberapa pendapat pakar dilakukan dengan pendekatan SCOR-
AHP, pengukuran nilai tambah pada aktivitas masing-masing anggota rantai pasok
dengan menggunakan metode Hayami, identifikasi risiko rantai pasok dengan
pendekatan FMEA secara terintegrasi dengan pemodelan HOR untuk analisis dan
evaluasi risiko serta mitigasi risiko potensial dalam rantai pasok pada setiap proses
bisnis, serta perumusan strategi dan pembobotan prioritas peningkatan kinerja
rantai pasok kelapa sawit secara berkelanjutan dengan menggunakan metode ANP.
Sebagai tahapan akhir dalam penelitian, dilakukan perancangan perangkat lunak
(software) pendukung analisis untuk mempermudah proses pengukuran kinerja
rantai pasok agroindustri kelapa sawit.

Pengumpulan Data
Penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder sebagai pemenuhan
tujuan penelitian. Data primer dan data sekunder yang diperlukan diantaranya:
1. Sumber dan informasi konfigurasi rantai pasok yang meliputi struktur dan aliran
rantai pasok, produk dan proses bisnis rantai pasok.
2. Sumber data untuk perhitungan kinerja rantai pasok yang meliputi matrik
kinerja dari atribut reliabilitas, responsivitas, agilitas, dan biaya.
3. Data pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan
mengoorganisir pendapat pakar melalui hasil kuesioner.
4. Sumber data terkait nilai tambah berdasarkan perhitungan Hayami (Tabel 3).
5. Data faktor yang mempengaruhi terjadinya suatu kegagalan/risiko rantai pasok
dan data pembobotan oleh pakar berdasarkan faktor peluang terjadinya risiko
dan keparahan dampak yang ditimbulkan dari risiko yang telah teridentifikasi.
6. Data solusi dan atau aksi pencegahan sebagai aksi mitigasi terhadap risiko dan
data pembobotan oleh pakar berdasar tingkat kemungkinan pelaksanaannya.
7. Data persepsi pakar untuk pembobotan perbandingan berpasangan dalam
perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok secara berkelanjutan.
Data-data yang diperlukan dikumpulkan melalui beberapa cara, yaitu:
1. Studi pustaka, diperlukan untuk mempelajari konsep manajemen rantai pasok
produksi minyak kelapa sawit di PT X, konsep identifikasi dan penilaian risiko
rantai pasok, serta langkah mitigasi risiko.
2. Observasi lapang, yaitu melihat secara langsung kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan manajemen dan aktivitas rantai pasok, serta risiko yang terjadi
pada rantai pasok kelapa sawit.
3. Wawancara, diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat serta untuk
mengklarifikasi konfigurasi rantai pasok maupun permasalahan yang
ditemukan di lapangan baik kepada praktisi ataupun akademisi.
7

4. Opini pakar, merupakan data yang diperoleh langsung dari pakar (akademisi
dan praktisi) berdasarkan pada keahlian di bidangnya untuk mensintesis kondisi
terkait baik berdasarkan pada keahlian di bidang formal maupun praktis. Untuk
masing-masing kuesioner, digunakan sebanyak 5 pakar, antara lain:
o Dr Ir Syarif Hidayat MEngSc MM, Dosen Departemen Teknik Industri,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al-Azhar Indonesia, sebagai
pakar akademisi dalam bidang sistem dan rantai pasok untuk menentukan
pembobotan matrik kinerja rantai pasok kelapa sawit, penilaian risiko rantai
pasok kelapa sawit, serta membantu validasi untuk perhitungan nilai tambah
kelapa sawit metode Hayami termodifikasi.
o Dr Rika Ampuh Hadiguna ST MT, Dosen Departemen Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Andalas, sebagai pakar akademisi dalam
bidang rantai pasok agroindustri untuk menentukan pembobotan matrik
kinerja rantai pasok kelapa sawit, penilaian risiko rantai pasok kelapa sawit,
dan pembobotan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok kelapa
sawit secara berkelanjutan.
o Prof Dr-Ing Ir Suprihatin , Dosen Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, sebagai pakar
akademisi dalam pembobotan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai
pasok kelapa sawit secara berkelanjutan.
o Asep Zaenal Muttaqin SP, Asisten Kepala Tanaman PT X, sebagai pakar
praktisi dalam agroindustri kelapa sawit untuk menentukan pembobotan
matrik kinerja rantai pasok kelapa sawit, penilaian risiko rantai pasok kelapa
sawit, dan pembobotan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok
secara berkelanjutan.
o Tedi Darmansyah SE, Asisten Administrasi PT X, sebagai pakar praktisi
dalam agroindustri kelapa sawit untuk menentukan pembobotan matrik
kinerja rantai pasok kelapa sawit, penilaian risiko rantai pasok kelapa sawit,
dan pembobotan perumusan strategi peningkatan kinerja rantai pasok secara
berkelanjutan, serta membantu dalam penilaian matrik pengukuran kinerja
rantai pasok kelapa sawit.
o Alfi Andrianto ST, Masinis Kepala Pabrik PT X, sebagai pakar praktisi
dalam agroindustri kelapa sawit untuk menentukan pembobotan kinerja
rantai pasok kelapa sawit dan penilaian risiko rantai pasok kelapa sawit.
o Galih Yudiana S.Si, Kepala Laboratorium PT X, sebagai pakar praktisi
dalam agroindustri kelapa sawit untuk menentukan penilaian terhadap aksi
mitigasi rantai pasok kelapa sawit dan pembobotan perumusan strategi
peningkatan kinerja rantai pasok secara berkelanjutan.

Metode Pengolahan Data


Dalam tahapan penelitian yang dilakukan, pengolahan data penilaian kinerja,
analisis nilai tambah, evaluasi dan mitigasi risiko, serta perumusan strategi
perbaikan kinerja rantai pasok dilakukan dalam beberapa tahapan penelitian,
dengan metode yang digunakan, serta luaran yang diharapkan seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
8

Tabel 2 Metode yang digunakan dalam setiap tahapan penelitian


No Tahapan Metode Output
1. Analisis kinerja rantai pasok SCOR-AHP Tingkat kinerja rantai pasok
Analisis nilai tambah rantai Nilai tambah di bagian
2. Hayami
pasok perkebunan dan pengolahan
Pendekatan Risiko rantai pasok
3. Identifikasi risiko rantai pasok
FMEA teridentifikasi
Pengukuran dan penilaian
4. HOR 1 Kategori risiko potensial
risiko rantai pasok
Evaluasi dan mitigasi risiko Upaya penanganan terhadap
5. HOR 2
rantai pasok risiko
Perumusan strategi peningkatan Alternatif terbaik peningkatan
6. ANP
kinerja rantai pasok kinerja rantai pasok

Prosedur Analisis dan Pengolahan Data

Tahapan Pengukuran Kinerja Rantai Pasok


Tahapan pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan model SCOR dengan
pembobotan menggunakan AHP yang sebagai pendekatan kolaboratif untuk
klasifikasi standar kerja, pemodelan hirarki berdasarkan pada lima proses
manajemen yang berbeda, yaitu perencanaan, sumber pasokan/pengadaan bahan
baku, pengolahan/produksi, distribusi dan pengiriman, serta pengembalian ynag
membentuk tingkat atas dari model SCOR, setiap proses selanjutnya didekomposisi
menjadi tingkat yang lebih rendah. Struktur hirarki pemilihan matrik pengukuran
kinerja rantai pasok kelapa sawit terdiri atas level 1 yaitu tipe proses bisnis, level 2
yaitu parameter kinerja, level 3 yaitu atribut kinerja, dan level 4 yaitu matrik kinerja.
Ruang lingkup pengukuran kinerja rantai pasok kelapa sawit pada penelitian ini
mencakup proses yang dilakukan di PT X. Proses bisnis pada level satu meliputi
perencanaan, pengadaan, pengolahan, pengiriman, dan pengembalian. Parameter
kinerja rantai pasok meliputi nilai tambah, kualitas dan risiko. Atribut kinerja rantai
pasok meliputi reliabilitas, responsivitas, agilitas, dan biaya. Matrik kinerja dalam
atribut reliabilitas meliputi pesanan terkirim penuh dan kondisi sempurna. Atribut
responsivitas meliputi waktu siklus pengolahan bahan baku dan waktu siklus
penjadwalan produksi. Atribut agilitas meliputi pemenuhan kapasitas produksi dan
persediaan produk bebas kontrak, serta atribut biaya meliputi biaya pengolahan,
biaya utilitas, dan biaya karyawan. Menurut Saaty (1990) pengembangan hirarki
dan pembobotan melalui pendapat pakar dan disintesis menggunakan AHP serta
bantuan perangkat lunak Expert Choice 11. Pembobotan matrik kinerja rantai pasok
dilakukan dengan pendekatan AHP melalui hirarki pembobotan perbandingan
berpasangan untuk menghasilkan bobot prioritasnya.

Analisis Nilai Tambah Rantai Pasok


Analisis nilai tambah bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan yang
diperoleh oleh masing-masing anggota rantai pasokan (Marimin et al. 2010). Pada
penelitian ini, data mengenai analisis nilai tambah diperoleh melalui wawancara
pihak terkait dan laporan manajemen perusahaan. Prosedur perhitungan nilai
9

tambah dianalisis mengikuti model matematik yang dikembangkan dalam metode


Hayami et al. (1987) yang telah dimodifikasi khusus untuk perhitungan nilai
tambah kelapa sawit oleh Hidayat (2012) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Perhitungan nilai tambah metode Hayami yang dimodifikasi
No Variabel Nilai
Interaksi Rantai Pasok Sawit
1. Harga beli bahan (Rp/kg) (1)
2. Harga jual produk (Rp/kg) (2)
3. Total nilai tambah per kg output (Rp/kg) (3) = (2) – (1)
Output, Input, dan Harga
4. a. Output volume penjualan (kg) (4a)
b. Output nilai penjualan (Rp) (4b)
5. Bahan baku pokok (Rp) (5)
6. Tenaga kerja langsung (HOK) (6)
7. Faktor konversi (7) = (4b) / (5)
8. Koefisien tenaga kerja langsung (Rp/HOK) (8) = (5) / (6)
9. Upah tenaga kerja langsung (Rp) (9)
Penerimaan dan Nilai Tambah
10. a. Biaya input lain-produksi (Rp) (10a)
b. Biaya input lain-non produksi (Rp) (10b)
11. a. Nilai tambah (Rp) (11a) = (4b) - (5+10a+10b)
b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a) / (4b)*100
12. a. Keuntungan (Rp) (12a) = (11a) – (9)
b. Tingkat keuntungan (%) (12b) = (12a)/(4b)*100
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
13. Marjin (Rp) (13) = (4b) – (5+10a)
a. Sumbangan biaya input lain (%) (13a) = (10a+10b)/(13)*100
b. Keuntungan perusahaan (%) (13b) = (12a)/(13)*100

Tahap Perancangan Model House of Risk


Identifikasi Risiko
Tahap identifikasi risiko diawali dengan studi pendahuluan mengenai struktur
rantai pasok dan hubungan antar anggota rantai pasok. Pengambilan data dilakukan
melalui studi pustaka, observasi lapang, pengisian kuesioner, dan wawancara
mendalam dengan praktisi industri (profesional) yang terlibat dalam rantai pasok
kelapa sawit. Risiko rantai pasok dikaji berdasarkan dampak dari kejadian serta
tingkat kejadiannya berdasarkan pendekatan FMEA dan diidentifikasi berdasarkan
pada penyesuaian model dan alternatif sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Penentuan alternatif didasarkan pada identifikasi secara langsung dan interview
mendalam dengan pakar yang dituliskan dalam bentuk pemodelan House of Risk
dan ditentukan titik kritis kegiatan dari setiap alternatif yang berkaitan.
10

Analisis Risiko
Tahap analisis risiko dilakukan berdasarkan parameter umum dalam Failure
Mode and Effect Analysis, yaitu menentukan nilai severity (keparahan) yang
ditimbulkan oleh risk event, occurrence (frekuensi) dari risk agent, dan correlation
(korelasi) antara risk event dan risk agent. Nilai severity menggunakan skala 1–10
(tidak ada efek kegagalan-pasti terjadi efek kegagalan), nilai occurence
menggunakan skala 1-10 (hampir tidak pernah terjadi-sering terjadi), dan
correlation (hubungan antara kejadian risiko dengan sumber risiko, Rij) dengan
skala 0 (tidak ada korelasi), nilai 1, 3, 9 (korelasi rendah, sedang, dan tinggi).
Hubungan korelasi dinyatakan sebagai Rij 𝜖 {0,1}, untuk Rij = 1 maka terdapat
korelasi antara risiko i dengan agen risiko j dan Rij = 0 bila tidak terdapat korelasi antara
risiko i dan agen risiko j. Pembobotan komponen risiko dilakukan untuk memberikan
nilai terhadap komponen risiko, rumus untuk kombinasi pakar (Franen et al. 2013):
𝑆𝑖 = median [Si1, Si2, ..., Sik] ∀ i
Oj = median [Oj1, Oj2, ..., Ojk] ∀ j
Si = Tingkat dampak suatu risiko (severity level of risk)
Oj = Tingkat kemunculan/frekuensi risiko (occurence level of risk)
i, j = 1, 2, ...., n
k = Penilaian orang ke- k
Pujawan dan Geraldine (2009) menyatakan bahwa dapat dirumuskan jika Oj
adalah kemungkinan dari kejadian sumber risiko j, Si adalah keparahan dari
pengaruh kejadian risiko ke i, dan Rij adalah korelasi antara kejadian risiko i dengan
sumber risiko j, maka ARPj (Aggregate Risk Potentials of risk agent j):
𝐴𝑅𝑃𝑗=𝑂j ∑𝑛𝑖=1 Si x Rij
Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko bertujuan untuk menentukan ranking ARPj, menentukan
prioritas risiko berdasarkan nilai ARPj dari terbesar hingga terkecil, menentukan
potentials impact dari risk event, dan membuat korelasi antar risk agent untuk
komponen atap HOR 1. Setelah diperoleh nilai ARP (hasil analisis risiko), dibuat
pemeringkatan/ranking dengan menggunakan rumus (Geraldine et al. 2007):
P𝑗 = Oj ∑𝑛𝑖=1 Si x (Rij x wij) ∀ j
Pj = Prioritas risiko (risk priority index)
Oj = Tingkat kemunculan risiko (occurence level of risk) dari sumber risiko
j = 1, 2, …, m ; Rij 𝜖 {0,1}
Si = Tingkat dampak suatu risiko (severity level of risk)
Rij = Hubungan (korelasi) antara risiko i dengan agen risiko j
wij = Bobot korelasi antara risiko i dengan sumber risiko j
Dari hasil nilai ARP, dilakukan penanganan risiko menggunakan prinsip
Pareto (aturan 80:20) sebagai gambaran pengurutan nilai ARP untuk membantu
menemukan permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan dan dilakukan
aksi mitigasi terkait (Ulfah 2016). Tahapan HOR 1 dilakukan sebagai berikut:
1. Identifikasi kekurangan dan kejadian risiko yang terjadi pada setiap bisnis
proses, melalui mapping rantai pasok (plan, source, make, deliver dan return).
2. Perkiraan dampak dari beberapa kejadian risiko, beri penilaian skala 1–10 yang
menunjukkan tingkat keparahan yang dinyatakan sebagai Si (severity).
3. Penentuan dampak/potensi yang diakibatkan tiap kejadian risiko (risk event),
dinyatakan sebagai Ci, penentuan dampak ditentukan oleh pakar dibidangnya.
11

4. Penentuan frekuensi timbulnya kejadian tiap sumber risiko (occurence),


ditetapkan skala 1-10 yang menunjukkan frekuensi timbulnya risiko.
5. Pengembangan hubungan matriks. Tentukan adanya keterkaitan antar setiap
sumber risiko dan setiap kejadian risiko, Rij (0, 1, 3, 9), 0 menunjukkan tidak
ada korelasi dan 1, 3, 9 menunjukkan korelasi rendah, sedang dan tinggi.
6. Perhitungan kumpulan potensi risiko (Aggregate Risk Potentials of agent j =
ARPj) yang ditentukan sebagai hasil dari kemungkinan kejadian dari sumber
risiko j dan kumpulan dampak penyebab dari setiap kejadian risiko yang
disebabkan oleh sumber risiko j seperti dalam persamaan ARPj = O j Σ Si Rij
7. Penentuan hubungan/keterkaitan antar sumber risiko (risk agent) dengan notasi
Raij (0, θ, *, •); 0 menunjukkan tidak ada korelasi dan θ, *, • menunjukkan
berturut-turut lemah, sedang dan kuat.
8. Pembuatan ranking sumber risiko berdasarkan kumpulan potensi risiko.

Gambar 2 Hubungan keterkaitan dalam House of Risk 1 (Ulfah 2016)


Tahap Penanganan Risiko
Tahap penanganan risiko adalah tahapan memitigasi risiko dengan
menggunakan model HOR 2, dilakukan identifikasi mitigasi risiko, evaluasi
mitigasi risiko, penentuan korelasi antar aksi mitigasi, dan pemilihan/prioritas aksi
mitigasi dengan efektivitas paling tinggi dan biaya yang efisien. HOR 2 digunakan
untuk menentukan tindakan/kegiatan yang dilakukan dengan mempertimbangkan
perbedaan secara efektif seperti keterlibatan sumber dan tingkat kesukaran dalam
pelaksanaannya, serta secara efektif mengurangi kemungkinan terjadinya sumber
risiko. Adapun langkah selengkapnya dari model HOR 2 adalah (Ulfah 2016):
1. Seleksi sejumlah sumber risiko dengan rangking prioritas tinggi menggunakan
analisis Pareto dari ARPj, lalu ditempatkan sebagai to be treated risk agent.
2. Identifikasi pertimbangan tindakan relevan untuk pencegahan sumber risiko
dengan lebih dari satu tindakan dan atau satu tindakan bisa secara serempak
mengurangi kemungkinan kejadian lebih dari satu sumber risiko, tindakan ini
sebagai preventive action (PAk).
3. Pembobotan nilai korelasi antara sumber risiko dengan tindakan
pencegahannya, nilainya (0, 1, 3, 9) menunjukkan berturut-turut tidak ada
korelasi, rendah, sedang dan tingginya korelasi antar tindakan k dan sumber j.
12

Hubungan ini (Ejk) dapat dipertimbangkan sebagai tingkat dari keefektifan


pada tindakan k dalam mengurangi kemungkinan sumber risiko.
4. Perhitungan total efektivitas dari tiap tindakan : TEk = 𝐴𝑅𝑃𝑗 𝐸𝑗𝑘 ∀𝑘𝑗
5. Perkiraan tingkat derajat kesulitan dalam melakukan masing-masing tindakan,
Dk (difficulty) dengan skala Likert (3, 4, 5) yang mencerminkan dana dan
sumber lain yang diperlukan dalam melakukan tindakan mitigasi risiko tersebut.
6. Perhitungan total efektivitas dengan kesulitan, rumus ETDk = TEk/Dk.
Penentuan tingkat prioritas masing-masing tindakan (Rk), tingkat pertama
menunjukkan tindakan dengan ETDk paling tinggi.
7. Penentuan hubungan/keterkaitan antar aksi mitigasi risiko (mitigation action)
dengan notasi Rajk (0, θ, *, •) dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi dan θ, *, •
menunjukkan berturut-turut lemah, sedang dan kuat.

Gambar 3 Hubungan keterkaitan dalam House of Risk 2 (Ulfah 2016)

Tahapan Pemilihan Alternatif Strategi Peningkatan Kinerja


Pemilihan alternatif strategi untuk peningkatan kinerja rantai pasok kelapa
sawit secara berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan metode ANP
(Analytical Networking Process) yang digunakan untuk pemecahan suatu masalah
tidak terstruktur dan membutuhkan ketergantungan hubungan antar elemennya.
Konsep penggunaan ANP merupakan sebuah hirarki kontrol atau network kontrol
antar elemen pada level yang lebih tinggi dengan elemen pada level yang lebih
rendah, pengambilan keputusan secara hirarki ditentukan oleh kepentingan
alternatif yang ditentukan oleh kepentingan kriteria untuk menjelaskan sebuah
cluster di dalam elemen, bentuk interaksi saling ketergantungan pada level yang
sama dalam sebuah analisis ditunjukkan dengan adanya loop pada cluster itu sendiri
dapat disebut sebagai sebuah level. Penggunaan ANP secara umum sebagai kriteria
diatur dengan melakukan analisis keuntungan (benefit), peluang (opportunity),
biaya (cost), dan risiko (risk) (Saaty 1996 dalam Sugiyanto 2004). Perbandingan
tingkat kepentingan dalam setiap elemen maupun cluster direpresentasikan dalam
sebuah matrik dengan memberikan skala rasio perbandingan berpasangan yang
menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen dalam sebuah komponen
dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau juga dalam elemen
terhadap elemen itu sendiri (inner dependence). Matrik hasil perbandingan
13

dipresentasikan dalam bentuk matrik yang bersifat stokhastik sebagai sebuah


supermatrik. Hubungan antara elemen direpresentasikan dengan vektor prioritas
yang diturunkan dari perbandingan berpasangan seperti dalam AHP, sehingga
menghasilkan hasil bobot prioritas (Sugiyanto 2004).
Pada penelitian ini, perumusan alternatif strategi untuk peningkatan kinerja
rantai pasok kelapa sawit secara berkelanjutan, didasarkan pada kriteria utama
analisis BOCR dan disintesis menjadi kriteria teknologi, kriteria sosial, kriteria
ekonomi, dan kriteria lingkungan. Perumusan alternatif didasarkan pada empat
kriteria tersebut, sehingga dari perumusan alternatif dapat dilakukan pemilihan
alternatif strategi dengan bobot paling tinggi untuk mengetahui tingkat
kepentingannya. Dalam penelitian ini, pengolahan data yang diperoleh berdasarkan
perbandingan berpasangan, dilakukan dengan bantuan software Superdecisions
2.2.6, penelitian menggunakan analisis kategori normal yang masih
mempertahankan kesempatan dan risiko dalam pemilihan alternatif terbaik.

Perancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis

Perancangan perangkat lunak pendukung analisis dirancang sebagai


perbaikan sistem untuk memudahkan pihak manajerial PT X dalam mengambil
keputusan dengan cepat dan tepat sasaran terkait aliran rantai pasok. Perancangan
perangkat lunak ini dilakukan setelah semua informasi yang berkaitan dengan
pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok di PT X telah lengkap sehingga
dapat diimpelementasikan ke dalam sistem. Perangkat lunak yang dirancang
mengintegrasikan antara pengguna, pendapat pakar dan formulasi matematika
secara berkesinambungan untuk pemudahan pengambilan keputusan.

Konfigurasi Sistem
Perangkat lunak antarmuka yang dirancang terdiri atas beberapa bagian
utama yaitu sistem pengolahan terpusat, sistem manajemen dialog, sistem
manajemen basis pengetahuan yang terkait dengan representasi basis model sistem,
serta sistem manajemen basis model yang memberikan fasilitas komputasi
matematik pendukung pengukuran dan peningkatan kinerja rantai pasok kelapa
sawit, perhitungan nilai tambah rantai pasok kelapa sawit, pemodelan perhitungan
nilai risiko kelapa sawit dan aksi perbaikan dari risiko, serta pemilihan alternatif
untuk perbaikan dalam upaya peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara
berkelanjutan, sehingga terintegrasi menjadi sebuah sistem penunjang keputusan.
Konfigurasi sistem perancangan perangkat lunak disajikan pada Gambar 4.

Implementasi Sistem
Model yang dirancang pada konfigurasi sistem diimplementasikan dalam
sebuah perangkat lunak yang menggunakan bahasa PHP dengan bantuan HTML5
dan Javascript melalui basis web programming. Pemodelan aliran data pada sistem
dan aplikasi digambarkan dalam Data Flow Diagram (DFD) level 0 dan level 1
melalui aplikasi Sybase Power Designer 16.5 yang berfungsi untuk
menggambarkan sistem manajemen dalam struktur yang lebih sederhana. Perangkat
lunak ini dibangun atas enam subsistem utama yaitu subsistem informasi rantai
pasok kelapa sawit, subsistem penilaian kinerja rantai pasok kelapa sawit,
susbsistem perhitungan nilai tambah, dan subsistem analisis risiko rantai pasok
14

kelapa sawit, subsistem aksi mitigasi rantai pasok kelapa sawit, dan subsistem
strategi peningkatan kinerja secara berkelanjutan dalam rantai pasok kelapa sawit.

Pengguna

Sistem manajemen dialog

Sistem pengolahan terpusat

Sistem Manajemen Basis Model Sistem Manajemen Basis Pengetahuan

Model perhitungan kinerja Representasi kinerja rantai


rantai pasok kelapa sawit pasok kelapa sawit

Model perhitungan nilai Representasi nilai tambah


tambah kelapa sawit kelapa sawit

Model analisis risiko rantai Representasi analisis risiko


pasok kelapa sawit rantai pasok kelapa sawit

Model evaluasi dan aksi Inferensi evaluasi dan aksi


mitigasi risiko rantai pasok mitigasi risiko rantai pasok

Model alternatif strategi Infererensi alternatif strategi


rantai pasok berkelanjutan rantai pasok berkelanjutan

Gambar 4 Konfigurasi sistem

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konfigurasi Rantai Pasok Kelapa Sawit

Struktur Jaringan dan Proses Bisnis Rantai Pasok Kelapa Sawit


Rantai pasok dibagi dalam beberapa tingkatan yang berisikan unit dengan
fungsi yang sama secara umum, tingkatan dalam rantai pasok biasanya
didekomposisi menjadi tingkatan supplier, tingkatan pengolahan, tingkatan
distribusi, dan tingkatan konsumen. Aliran umum yang terjadi dalam tingkatan
tersebut terbagi menjadi aliran produk dan aliran informasi (Chandra dan Grabis
15

2007). Proses bisnis dalam rantai pasok, selain adanya aliran produk dan aliran
informasi, terdapat juga aliran yang ditinjau melalui proses dorong-tarik (push-pull
strategy), berdasarkan pada kegiatan operasional pada rantai pasok untuk aliran
yang berkesinambungan tepat sesuai dengan kebutuhan konsumen. Proses push
dilakukan dengan melakukan produksi secara terus menerus dan melakukan
penyimpanan, sehingga ketika ada permintaan dari konsumen, perubahan
permintaan dapat dipenuhi secara cepat. Proses pull didasarkan pada adanya
pesanan dari konsumen. Dengan menggunakan pendekatan push-pull strategy,
dapat menunda perubahan secara mendadak dari produk dan proses yang berjalan,
sehingga seminimal mungkin menyebabkan perubahan dalam proses bisnis
(Chandra dan Grabis 2007). Secara umum, aliran rantai pasok kelapa sawit dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Pola aliran rantai pasok kelapa sawit


Struktur jaringan rantai pasok kelapa sawit, dimulai dari penyediaan tandan
buah segar kelapa sawit di PT X hingga diolah menjadi crude palm oil (CPO) untuk
didistribusikan kepada konsumen yang merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi
dalam penentuan tingkat produktivitas dari perusahaan dalam upaya memenuhi
target perusahaan melalui aliran bisnis dan informasi yang terkait antara satu
dengan yang lainnya. Proses aliran produk yang terjadi dimulai dari penyediaan
bahan baku yang berasal dari tiga jenis aliran, yaitu perkebunan unit usaha, kebun
seinduk, dan supplier. Pemenuhan permintaan bahan baku oleh supplier dilakukan
berdasarkan kapasitas yang dikirim oleh supplier tanpa ada batas minimum
pengiriman dengan tujuan memenuhi target produksi pengolahan perusahaan.
Selanjutnya, pabrik kelapa sawit PT X bertanggung jawab untuk mengolah bahan
baku hingga menjadi produk crude palm oil (CPO) dan hasil sampingnya berupa
inti kelapa sawit. Produk CPO dan inti kelapa sawit kemudian didistribusikan
kepada konsumen agroindustri sekunder, baik berupa pasar luar negeri maupun
pasar dalam negeri melalui kontrak kerja dan pelelangan yang telah disetujui oleh
pihak kantor pusat PT X. Selain kedua produk tersebut, dihasilkan pula produk
16

samping lainnya berupa cangkang sawit dan effluent yang juga dikirimkan kepada
konsumen.
Proses bisnis dalam rantai pasok kelapa sawit dari tingkat supplier ke tingkat
pengolahan merupakan suatu siklus dorong, karena dalam hal ini tandan buah segar
diproduksi secara terus menerus, sedangkan, proses yang terjadi antara PT X
dengan konsumen baik dari dalam negeri maupun luar negeri, merupakan silkus
dorong-tarik, dikarenakan dari pihak PT X melakukan proses produksi secara
simultan dan proses jual beli yang terjadi berdasarkan strategi pelelangan dan
perjanjian kontraktual dengan konsumen. Siklus yang terjadi dari perusahaan
pengolahan ke pedagang merupakan siklus tarik, karena adanya permintaan
berkala, sedangkan dari pedagang ke konsumen akhir terjadi siklus dorong, hal ini
karena adanya berbagai produk sejenis di pasaran.

Anggota Rantai Pasok


Dalam struktur model rantai pasok di PT X, terdapat berbagai pihak yang
secara terintegrasi merupakan stakeholders yang turut andil dalam kesatuan
manajemen rantai pasok, selanjutnya disebut sebagai anggota primer rantai pasok.
Rantai pasok modern sangat kompleks karena terdapatnya arus barang dan
informasi yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk yang benar, dengan
jumlah yang benar, dikirimkan ke tempat yang benar, dengan jumlah, harga dan
waktu serta biaya yang benar (Chapman et al. 2002). Berdasarkan Gambar 5 yang
telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat bahwa anggota primer rantai pasok di PT
X terdiri atas penyedia bahan baku (perkebunan unit usaha, kebun seinduk, dan
supplier), industri pengolahan, dan konsumen. Untuk lebih jelasnya, penjabaran
fungsi masing-masing anggota primer rantai pasok di PT X, antara lain:
1. Penyedia Bahan Baku
Bahan baku utama yang dibutuhkan dalam proses pengolahan minyak kelapa
sawit (CPO) adalah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang memenuhi kriteria
standar mutu TBS agar mencapai target rendemen hasil. Bahan baku TBS yang
utama berasal dari perkebunan unit usaha yang terdiri atas enam unit
afdeling/kebun. Pemenuhan bahan baku juga berasal dari perkebunan seinduk,
yaitu perkebunan milik unit usaha lain dari PT X yang dikirimkan ke pabrik kelapa
sawit untuk dilakukan pengolahan, kebun seinduk yang memasok tandan buah
segar antara lain kebun Suka, kebun Tan/Gedeh, kebun Tambak Sari, dan kebun
Alak. Selain itu, untuk pemenuhan bahan baku juga dilakukan hubungan kemitraan
dengan pihak ketiga/supplier untuk memenuhi kekurangan bahan baku. Pemilihan
pemasok untuk menjalin kerjasama dengan pihak PT X didasarkan pada konsep
open supplier, yaitu pihak perusahaan bersedia menerima pasokan dari pemasok
yang mampu memenuhi standar kualitas TBS, mutu panen, dan harga TBS. Untuk
saat ini, ada dua pemasok tetap yang menjalin kontrak kerjasama dengan PT X,
antara lain IPB dan Kebun Sukamaju.
2. Industri Pengolahan
PT X merupakan agroindustri yang bergerak di bidang pengolahan tandan
buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO). Proses pengolahan yang
berlangsung di dalam pabrik secara garis besar meliputi penimbangan, penyortiran,
sterilisasi, penebahan, pengempaan, dan pemurnian. Keseluruhan proses
pengolahan dilakukan secara semi-automatic, yaitu penggunaan alat dengan tenaga
17

manusia untuk pengontrolan dan pengecekan proses yang berlangsung. Proses


produksi diakhiri dengan penyimpanan produk hasil di dalam tangki timbun sebagai
media penyimpanan yang tersedia di PT X. Selain itu, PT X juga bertanggung jawab
dalam penjadwalan pengiriman produk di bawah mandat kantor pusat PT X. Selain
menghasilkan CPO, dihasilkan pula inti kelapa sawit, cangkang sawit, tandan
kosong, dan effluent. Semua produk hasil dari pengolahan tersebut lalu
didistribusikan kepada konsumen, baik pasar luar negeri maupun agroindustri
sekunder. Pihak yang merupakan konsumen primer dari PT X, dibagi berdasarkan
hasil olahan, antara lain konsumen CPO yaitu PT Wahana Citra Nabati, PT Mikie
Oleo Nabati Industri, PT Bina Karya Prima, PT Asianagro Agung Jaya, PT Musim
Mas, PT Bijin Kumita Mutiara, dan PT Bina Karya Prima; konsumen inti kelapa
sawit (kernel) yaitu PT Aman Jaya Perdana, PT Sinar Jaya Inti Mulya, dan CV
Melinda Inti Pratama. Selain itu, hasil samping berupa cangkang sawit dibeli secara
simultan oleh CV Harum Jaya dan effluent dibeli oleh PT K2 Industries Indonesia,
PT Monek Jaya Mandiri, dan Surfactant and Bioenergy Research Center (IPB) -
Palm Oil Mill Effluent.
3. Retailer
Peran retailer dalam rantai pasok kelapa sawit erat kaitannya dengan
distribusi berbagai produk olahan dari agroindustri sekunder kelapa sawit, retailer
merupakan pedagang skala besar dan pedagang skala kecil.
4. Konsumen akhir
Anggota rantai pasok terakhir dalam struktur rantai pasok kelapa sawit
berupa konsumen rumah tangga yang menggunakan produk untuk kebutuhan
pribadi tanpa diperdagangkan kembali.

Entitas Rantai Pasok


1. Produk
Peningkatan produksi kelapa sawit di dalam negeri diakibatkan oleh semakin
meningkatnya permintaan pasar global akan hasil olahan dari kelapa sawit, disertai
peningkatan pada penggunaan kelapa sawit dalam berbagai produk baik dalam
industri pangan maupun non pangan. PT X menghasilkan produk berupa crude
palm oil (CPO) dan inti kelapa sawit (kernel) yang digunakan sebagai bahan baku
bagi agroindustri sekunder untuk diolah menjadi produk turunan kelapa sawit
maupun produk komersial yang memiliki nilai tambah tinggi. Persyaratan mutu
untuk produk kelapa sawit yang diproduksi PT X mengikuti regulasi sesuai dengan
standar nasional sehingga dapat diterima baik dalam perdagangan dalam negeri dan
luar negeri. Syarat mutu minyak kelapa sawit diatur dalam SNI 01-2901-2006
(Tabel 4), sedangkan syarat mutu inti kelapa sawit diatur dalam SNI 01-0002-1987
(Tabel 5). Dalam pelaksanaan produksi aktual di perusahaan, produksi CPO (crude
palm oil) PT X diketahui memiliki warna jingga kemerahan, kadar air 0.29%, kadar
kotoran 0.02%, dan kadar asam lemak bebas 5.05%. Berdasarkan data aktual
tersebut, diketahui bahwa untuk produksi CPO kadar asam lemak bebas melebihi
batas maksimum yang tertera dalam SNI 01-2901-2006 yang menyatakan bahwa
kadar asam lemak bebas untuk minyak kelapa sawit maksimum sebesar 4.5%,
sedangkan untuk warna, kadar air, dan kadar kotoran masih berada dalam batas
standar produksi minyak kelapa sawit. Kadar asam lemak bebas yang melebihi
batas maksimum standar diindikasikan karena perlakuan selama pemanenan hingga
pengolahan yang menyebabkan kenaikan pada asam lemak bebasnya. Untuk
18

produksi kernel (inti kelapa sawit), mutu aktual hasil produksi diketahui bahwa
kadar minyak sebesar 46.45%, kadar asam lemak bebas sebesar 1.32%, kadar air
6.4%, dan kadar kotoran sebesar 16.9%. Dari hasil mutu produksi, diketahui bahwa
ketidaksesuaian dengan SNI 01-0002-1987 terlihat pada kadar kotoran yang sangat
tinggi, hal ini diakibatkan pembersihan serat yang tidak maksimal.
Tabel 4 SNI 01-2901-2006 Minyak kelapa sawit
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu
1. Warna - Jingga kemerahan
2. Kadar air dan kotoran % fraksi massa 0.5 maks
3. Asam lemak bebas % fraksi massa 4.5 maks
4. Bilangan yodium g yodium/100 g 50-55
Tabel 5 SNI 01-0002-1987 Inti kelapa sawit
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan Mutu
1. Kadar Minyak (b/b) kering % Min 46
2. Kadar asam lemak bebas (b/b) % Maks 3
3. Kadar air (b/b) % Maks 8.0
4. Kadar kotoran (b/b) % Maks 6

2. Pasar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana
Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPI) tahun 2015-2035, industri
pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan
memiliki nilai tambah yang lebih tinggi untuk pemanfataan produk olahan turunan
dari kelapa sawit sebagai bahan baku industri, baik di industri pangan maupun non
pangan (Kemenperin 2014). Hal ini juga didukung oleh prospek pangsa pasar
minyak sawit yang terus meningkat diikuti tingginya permintaan dunia terhadap
minyak sawit yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, menyebabkan peluang
tingkat persaingan di pasar produksi pengolahan kelapa sawit Indonesia semakin
terbuka. Seiring dengan meningkatnya penduduk, menyebabkan konsumsi minyak
nabati dunia juga terus meningkat dan didominasi oleh minyak sawit sebesar
39.85 % dari total konsumsi, dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi 3.15% per
tahun pada 2015-2030 dan diproyeksikan semakin meningkat pada 2030-2050, hal
ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pasar dunia cenderung semakin tinggi pada
minyak sawit. Pasar CPO di pasar global juga cenderung meningkat, dari 53.19 juta
ton (2016) menjadi 59.5 ton (2020), dengan negara tujuan ekspor antara lain India,
China, Uni Eropa, dan USA (PASPI 2017).

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Pemodelan SCOR ditujukan untuk pemodelan dan peningkatan kinerja rantai


pasok dengan mengkombinasikan konsep teknik dan proses bisnis (Georgise et al.
2012). Camargo et al. (2013) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dengan
pemodelan SCOR didahului pada pemodelan proses yang bertujuan untuk
meningkatkan hubungan reaksi strategis dari rantai pasok dalam performansi rantai
pasok dengan sistem manajemen yang efektif melalui lima indikator proses bisnis
yaitu plan (proses penyeimbangan permintaan dengan pasokan dalam pemenuhan
19

sumber daya), source (proses pengadaan barang maupun jasa dalam memenuhi
permintaan), make (proses penambahan nilai tambah pada suatu komoditas atau
barang sehingga terjadi transformasi bahan baku menjadi produk yang diinginkan),
deliver (proses pemenuhan permintaan oleh pelanggan terhadap barang atau jasa),
dan return (proses pengembalian atau penerimaan produk kembali dari pelanggan).
Setelah itu, dilakukan pengukuran kinerja rantai pasok pada matrik-matrik
kinerja berdasarkan data aktual dari indikator kinerja yang dibandingkan dengan
target tertinggi perusahaan guna meningkatkan nilai objektif performa perusahaan,
proses ini merupakan proses benchmarking performa rantai pasok perusahaan, dari
hasil data aktual matrik kinerja yang dikalikan persentase pencapaian perusahaan.

Pembobotan Matrik Kinerja Rantai Pasok


Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu model pendukung
keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty melalui penguraian masalah
multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki terstuktur.
Menurut Palma-Mendoza et al. (2014), penggunaan metode AHP dilakukan untuk
membedakan tingkat kepentingan antara beberapa proses rantai pasok dalam
penggunaan analisis keputusan multi-kriteria sebagai pendukung keputusan pada
proses seleksi. Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), terdapat tiga prinsip dalam
memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu penyusunan hirarki,
penentuan prioritas, dan konsistensi logis.
a. Penyusunan hirarki
Hirarki disusun berdasarkan permasalahan kompleks yang diuraikan menjadi
beberapa level berdasarkan elemen pokoknya yang dilakukan berdasarkan studi
literatur dan hasil diskusi dengan pakar. Struktur hiraki pengukuran kinerja rantai
pasok yang diukur pada PT X terbagi menjadi lima level, yaitu tujuan, proses bisnis,
parameter kinerja, atribut kinerja, dan matrik kinerja. Struktur hirarki kinerja rantai
pasok agroindustri kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 6.
b. Penentuan prioritas
Penentuan prioritas dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan
(pairwise comparison) antar elemen dalam suatu tingkatan level pada hirarki.
Penentuan prioritas dilakukan berdasarkan pendapat atau opini pakar dengan skala
penilaian perbandingan berpasangan seperti dapat dilihat pada Tabel 6. Hubungan
antar elemen tersebut menggambarkan pengaruh relatif elemen pada tingkat hirarki
terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi.
Tabel 6 Skala penilaian pada perbandingan berpasangan
Nilai intensitas Defenisi
1 Sama penting
3 Sedikit lebih penting
5 Sangat penting
7 Jelas lebih penting
9 Mutlak lebih penting
2, 4, 6, 8 Nilai antara dua perbandingan berdekatan
c. Konsistensi logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Penilaian konsistensi tinggi
sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan agar hasil keputusannya
20

akurat. Nilai maksimal dari inkonsistensi rasio sebesar 0.1, jika nilai inkonsistensi
lebih besar maka perlu dilakukan perbaikan dalam penilaian. Proses pembobotan
matrik dilakukan melalui sintesis opini para pakar dengan bantuan software Expert
Choice, hasil pembobotan matrik kinerja rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Hirarki hasil pembobotan matrik kinerja rantai pasok kelapa sawit
Hasil pembobotan menunjukkan bahwa proses bisnis perencanaan (bobot
0.47) merupakan proses paling penting bila dibandingkan dengan proses lainnya,
karena perencanaan merupakan bagian utama dalam berjalannya proses bisnis guna
memenuhi ketersinambungan secara keseluruhan baik dari segi sumber daya fisik,
teknologi, permodalan, dan sumber daya manusia. Untuk parameter kinerja,
diketahui bahwa terdapat tiga faktor penting yang digunakan dalam pengukuran,
antara lain diperoleh bahwa nilai tambah memiliki bobot sebesar 0.225, kualitas
memiliki bobot 0.508, dan risiko memiliki bobot sebesar 0.266. Dari hasil
pembobotan tersebut diketahui bahwa menurut pakar, parameter kinerja kualitas
merupakan parameter yang paling penting bila dibandingkan dengan dua faktor
lainnya. Hasil penilaian pakar tersebut menunjukkan bahwa kualitas menjadi sangat
perlu diperhatikan karena berkaitan dengan mutu produk akhir yang akan
didistribusikan kepada konsumen dan tolak ukur tingkat kepercayaan konsumen.
Selanjutnya, pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok
agroindustri kelapa sawit dilakukan terhadap atribut kinerja dan matriks kinerja
yang juga digunakan dalam pengukuran kinerja rantai pasok metode SCOR (Supply
Chain Operations Refference). Hasil pembobotan atribut kinerja menunjukkan
bahwa reliabilitas menghasilkan bobot tertinggi, sebesar 0.465, mengindikasikan
bahwa tingkat kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dalam mengelola
manajemen rantai pasok melalui pemenuhan permintaan konsumen dan kondisi
21

sempurana perlu diperhatikan dalam menjamin keberlangsungan rantai pasok


kelapa sawit. Pada level matrik kinerja, diketahui prioritas hasil pembobotan
terhadap pesanan terkirim penuh dan kondisi sempurna bobot masing-masing
sebesar 0.233.

Hasil Pengukuran Kinerja Rantai Pasok


Pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggunakan metode SCOR
dilakukan dengan penilaian terhadap atribut-atribut kinerja pada rantai pasok, yaitu:
a. Reliabilitas merupakan atribut kinerja yang menilai kemampuan perusahaan
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan target, performa rantai pasok yang
berkaitan dengan waktu, jumlah, dan tempat dan terdokumentasi dengan baik.
b. Responsivitas merupakan atribut kinerja yang menilai kecepatan rantai pasok
produk dalam pemenuhan permintaan pelanggan atau konsumen.
c. Agilitas merupakan atribut kinerja yang menilai kemampuan rantai pasok dalam
merespon perubahan untuk meningkatkan kompetitif rantai pasokan.
d. Biaya merupakan atribut kinerja yang menghitung biaya yang dikeluarkan
dalam suatu proses rantai pasok.
Masing-masing atribut kinerja memiliki satu atau lebih matrik kinerja yang
merupakan indikator dalam pengukuran kinerja rantai, banyaknya matrik kinerja
disesuaikan dengan jenis dan banyaknya proses serta tingkatan proses rantai pasok
yang diterapkan sesuai dengan kondisi pada perusahaan (SCC 2012), matrik kinerja
dalam rantai pasok kelapa sawit PT X teridentifikasi seperti tertera pada Tabel 7.
Tabel 7 Matrik kinerja dari atribut kinerja rantai pasok
No Atribut Kinerja Matrik Kinerja Keterangan
Persentase kuantitas pengiriman barang
Pesanan terkirim
1. Reliabilitas yang dikirim sesuai dengan permintaan
penuh
ataupun target
Persentase keadaan produk memenuhi
Kondisi sempurna
persyaratan dan mutu tanpa kerusakan
Waktu siklus Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
2. Responsivitas
pengolahan proses pengolahan menjadi produk
Siklus penjadwalan Penjadwalan untuk memenuhi
produksi kebutuhan minimal produksi
Persentase kemampuan maksimum
Pemenuhan terhadap perubahan permintaan yang
3. Agilitas
kapasitas produksi dapat diterima dari segi pemenuhan
kapasitas produksi
Persediaan produk Persediaan produk yang tersedia pada
bebas kontrak waktu tertentu
Total biaya yang dibutuhkan dalam
4. Biaya Biaya produksi
aktivitas untuk menghasilkan produk
Biaya utilitas Total biaya untuk pemenuhan utilitas
Total biaya untuk karyawan yang
Biaya karyawan
bekerja pada bagian produksi
22

Penilaian kinerja rantai pasok di PT X berdasarkan matrik kinerja seperti pada


di atas dilakukan dengan nilai persentase pencapaian aktual dari indikator matrik
kinerja dan tinjauan kinerja yang dibandingkan terhadap target tertinggi dalam
perusahaan untuk tiap matrik pengukuran. Hasil perhitungan kinerja rantai pasok
selanjutnya berguna untuk pengklasifikasian nilai standar kerja yang mengacu pada
Monckza et al. (2011) yang membagi klasifikasi nilai standar kerja seperti dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Klasifikasi nilai standar kerja
Nilai Kinerja (%) Kriteria
95-100 Sangat baik (Excellent)
90-94 Baik (Above average)
80-89 Sedang (Average)
70-79 Kurang (Below average)
60-69 Sangat kurang (Poor)
< 60 Buruk (Unacceptable)
Penilaian kinerja rantai pasok melalui perbandingan berpasangan
menghasilkan bobot hasil pendapat pakar, untuk memperoleh nilai matrik kinerja
maka hasil pembobotan tersebut harus dikalikan dengan pencapaian perusahaan
dalam nilai persentasenya, data dan perhitungan untuk masing-masing matrik
kinerja dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil penilaian kinerja rantai pasok kelapa
sawit yang dilakukan pada tingkat kebun dan pabrik tertera pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai kinerja rantai pasok di PT X
% Nilai Matrik Kinerja
Atribut Kinerja Matrik Kinerja
Kebun Pabrik
Reliabilitas Pesanan terkirim penuh 23.24 23.26
Kondisi sempurna 22.09 23.26
Responsivitas Waktu siklus pengolahan 9.12 7.46
Siklus penjadwalan produksi 7.31 7
Agilitas Pemenuhan kapasitas produksi 6.74 4.87
Persediaan produk bebas kontrak 4.01 2.9
Biaya Biaya produksi 7.79 5.64
Biaya utilitas 3.73 4.43
Biaya karyawan 7.22 7.37
91.24 86.19
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap nilai kinerja rantai pasok kelapa
sawit pada tingkat kebun dan pabrik seperti tertera pada Tabel 9, diketahui bahwa
tingkat kinerja rantai pasok PT X sebesar 91.24% untuk kebun dan 86.19% untuk
pabrik. Nilai tersebut menunjukaan bahwa kinerja rantai pasok perkebunan berada
pada kriteria baik (above average) sedangkan kriteria untuk kinerja rantai pasok
pada bagian pabrik/pengolahan berada dalam kondisi sedang (average). Hasil
performa rantai pasok tersebut dipengaruhi oleh penerapan manajemen rantai
pasok secara keseluruhan, dari hasil penilaian diketahui bahwa tingkat kinerja
perusahaan belum mencapai titik maksimum, hal ini mengindikasikan adanya
profit lost pada setiap atribut kinerja yang dijalankan secara kurang optimal. Profit
lost yang terjadi pada keseluruhan matrik dikategorikan dalam hilangnya
23

kesempatan (lost opportunity) karena tidak terpenuhinya target perusahaan,


sehingga menimbulkan dampak pada kehilangan tingkat keuntungan yang telah
ditargetkan. Perbaikan kinerja secara teknis pada bagian perkebunan maupun
bagian pengolahan, terletak pada atribut agilitas, perusahaan dianggap belum
mampu mengatasi perubahan yang terjadi, khususnya untuk pemenuhan kapasitas
produksi, hal ini disebabkan adanya kesenjangan antara bahan baku yang tersedia
dengan rancangan yang ditargetkan, sehingga berimplikasi pada atribut biaya pada
bagian pengolahan, sehingga menghasilkan nilai kinerja total yang tidak
maksimal, sehingga perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja
rantai pasok kelapa sawit adalah peningkatan kerjasama dengan pemasok bahan
baku untuk memenuhi kapasitas terpasang pada bagian pengolahan agar tercapai
suatu desain rantai pasok kelapa sawit yang efektif dan efisien.

Analisis Nilai Tambah

Konsep nilai tambah merupakan suatu pengembangan nilai terhadap suatu


komoditas akibat terjadinya penambahan input atau karena pengolahan lebih lanjut,
nilai tambah di dalam rantai pasok memiliki perbedaan nilai berdasarkan pada input
dan perlakuan yang terjadi di dalam setiap tingkatan anggota rantai pasok (Marimin
dan Maghfiroh 2010). Hines dalam Hidayat dan Marimin 2014 menyatakan bahwa
nilai tambah didefenisikan sebagai perbedaan antara nilai output dengan biaya
input, konsepnya berupa peningkatan nilai karena adanya perlakuan input
fungsional yang mempengaruhi komoditas. Input fungsional yang dimaksudkan
berupa perlakuan yang meningkatkan utilitas dan nilai dari komoditas (Harjanto
1999 dalam Hidayat dan Marimin 2014). Analisis nilai tambah dilakukan pada
setiap anggota rantai pasok dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pembagian
keuntungan pada setiap tingkatan anggota rantai pasok sehingga tidak terjadi
ketimpangan tingkat keuntungan pada anggota rantai pasok. Nilai tambah
mengalami peningkatan pada setiap anggota rantai pasok dari hulu hingga ke hilir,
yang berarti nilai tambah bermula dari penyedia bahan baku sebagai anggota rantai
pasok paling utama, lalu dilanjutkan oleh industri pengolahan yang umumnya
memberikan nilai tambah terbesar pada komoditas pertanian akibat perlakuan
pengolahan yang memberikan nilai guna terhadap komoditas sehingga harga jual
menjadi tinggi, selanjutnya nilai tambah diperoleh oleh distributor ataupun anggota
rantai pasok sektor hilir lainnya melalui penyediaan produk dan pelayanan kepada
konsumen akhir. Analisis nilai tambah pada pada rantai pasok kelapa sawit PT X,
dilakukan pada bagian perkebunan dan pengolahan dengan perhitungan nilai
tambah yang dilakukan berdasarkan metode Hayami termodifikasi (Hidayat 2012)
dengan perhitungan semua besaran input dan output dalam kurun waktu satu tahun
untuk tingkat produksi tanaman menghasilkan pada bagian perkebunan dan total
pengolahan di pabrik seperti pada Tabel 10.
24

Tabel 10 Perhitungan Nilai Tambah


No Variabel Kebun Pabrik
Interaksi Rantai Pasok Sawit
1. Harga beli bahan (Rp/kg) 839 1 082
2. Harga jual produk (Rp/kg) 1 082
Produk 1 9200
Produk 2 7500
3. Total nilai tambah per kg output (Rp/kg) 243
Output, Input, dan Harga
4. a. Output volume penjualan (kg) 38 636 830 18 583 120
b. Output nilai penjualan (Rp) 41 805 050 060 168 062 000 000
5. Bahan baku pokok (Rp) 1 264 586 349 84 881 428 480
6. Tenaga kerja langsung (HOK) 310 317
7. Faktor konversi 33.058 1.979
8. Koefisien tenaga kerja langsung (Rp/HOK) 4 079 310.803 267 764 758.6
9. Upah tenaga kerja langsung (Rp) 6 503 328 000 1 232 285 400
Penerimaan dan Nilai Tambah
10. a. Biaya input lain-produksi (Rp) 16 616 529 827 11 571 066 321
b. Biaya input lain-non produksi (Rp) 14 785 867 695 8 494 640 980
11. a. Nilai tambah (Rp) 9 138 066 189 63 114 648 219
b. Rasio nilai tambah (%) 21.859 37.554
12. a. Keuntungan (Rp) 2 634 738 189 37 249 489 859
b. Tingkat keuntungan (%) 6.302 22.164
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
13. Marjin (Rp) 23 923 933 884 71 609 289 199
a. Sumbangan biaya input lain (%) 1.313 42.714
b. Keuntungan perusahaan (%) 11.013 79.294
Hasil perhitungan nilai tambah seperti pada Tabel 10, diketahui bahwa rasio
nilai tambah pada bagian perkebunan tahun 2016 sebesar 21.86% dan tingkat
keuntungan sebesar 11%. Rasio nilai tambah yang cukup rendah pada bagian
perkebunan disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan karena adanya
permasalahan iklim dan keadaan tanah, kondisi perkebunan yang memiliki lahan
curam (datar bergelombang hingga berbukit bergunung) dan curah hujan yang
cukup tinggi yaitu 2756 mm/tahun, padahal optimumnya berkisar antara 2000-2500
mm/tahun (KPPU 2006), serta dipengaruhi oleh umur kelapa sawit itu sendiri.
Pada bagian pengolahan, diperoleh bahwa rasio nilai tambah pada tahun 2016
sebesar 37.55% dan tingkat keuntungan sebesar 79.3%, rendahnya rasio nilai
tambah dipengaruhi oleh faktor konversi dari input bahan baku produksi menjadi
output produk, hal ini dipengaruhi langsung oleh jumlah rendemen minyak yang
dihasilkan dari kg TBS yang diolah serta losses yang terjadi selama proses
pengolahan dan terjadi proses kehilangan bahan baku akibat penanganan bahan
yang dilakukan antar stasiun pengolahan, seperti berondolan yang tidak seluruhnya
25

lepas dari tandan, proses kempa tidak berlangsung maksimum, dan berbagai
penyebab lainnya. Namun demikian, tingkat keuntungan yang diperoleh bagian
pengolahan kelapa sawit memiliki nilai yang cukup tinggi dipengaruhi tingginya
harga jual CPO dan kernel.

Analisis Risiko Rantai Pasok (House of Risk 1)

Rantai pasok kelapa sawit berdasarkan tingkat performa rantai pasok dan
hasil analisis nilai tambah pada bagian perkebunan dan pengolahan, diketahui
bahwa rantai pasok kelapa sawit belum mencapai nilai maksimum sehingga perlu
dilakukan evaluasi guna meningkatkan tingkat performa rantai pasokan. Tidak
tercapainya tingkat performa maksimal dari rantai pasok dapat dianggap sebagai
kerugian yang diakibatkan oleh masalah-masalah dalam rantai pasok yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung dalam rantai pasok kelapa
sawit, hal inilah yang didefenisikan sebagai risiko rantai pasok. Septiani et al.
(2016b) juga menyebutkan bahwa risiko yang muncul dalam rantai pasok saling
berhubungan dan berpengaruh terhadap kinerja rantai pasok. Oleh sebab itu, perlu
dilakukan pengendalian risiko rantai pasok agar terhindar dari akibat berkelanjutan
yang terjadi pada setiap titik dalam jaringan pasokan dengan melakukan analisis
risiko rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2013).

Hasil Identifikasi Kemungkinan Terjadinya Risiko (Risk Event)


Identifikasi risiko dilakukan pada proses bisnis rantai pasok kelapa sawit,
berdasarkan pada dimensi SCOR, yaitu proses perencanaan, pengadaan,
pengolahan, pengiriman, dan pengembalian yang didekomposisi menjadi masing-
masing sub proses sehingga kesalahan atau risiko yang umum terjadi dan
berpotensial terjadi di sepanjang rantai pasok dapat diketahui secara mendetail
(Septiani et al. 2016b). Identifikasi risiko didasarkan pada penentuan titik kritis
kegiatan dari setiap sub proses yang berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan
terhadap rantai pasok, sehingga diperoleh risiko operasional seperti pada Lampiran
2. Berdasarkan hasil identifikasi risiko, diperoleh sejumlah 31 jenis kejadian risiko
operasional dalam aliran rantai pasok. Hasil identifikasi kemungkinan terjadinya
risiko (risk event) dengan hasil penilaian tingkat keparahannya terjadinya (severity)
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Tingkat keparahan terjadinya kejadian risiko
Code Risk Event Si
E1 Ketidaksesuaian perencanaan kapasitas dengan realisasi pengolahan 4
E2 Kesenjangan bahan baku tersedia dengan rancangan 4
E3 Ketidaksesuaian rantai pasok dengan anggaran biaya 4
E4 Rendemen yang dihasilkan tidak memenuhi standar 4
E5 Target produksi tidak tercapai 4
E6 Keterlambatan bahan baku dari pemasok dan afdeling 4
E7 Bahan baku tidak memenuhi rancangan kapasitas 4
E8 Rendahnya mutu pasokan bahan baku 4
E9 Bahan baku yang tidak sesuai/tidak lolos sortasi 4
E10 Perubahan kualitas bahan baku 4
E11 Tidak melakukan evaluasi kinerja pemasok 4
26
lanjutan
Code Risk Event Si
E14 Keterlambatan pelaksanaan produksi 7
E12 Ketidaksesuaian bahan yang dikirim pemasok 4
E13 Bahan baku rusak sehingga tidak dapat diolah 4
E15 Proses produksi tidak efisien 5
E16 Kegagalan mesin (mesin rusak atau kurangnya perawatan) 8
E17 Hasil produksi tidak sempurna 4
E18 Terhambatnya produksi akibat kerusakan mekanis 6
E19 Tidak dilakukannya pengecekan kualitas selama proses berlangsung 4
E20 Kerusakan pada produk hasil 4
E21 Kegiatan produksi tidak dilakukan/terhenti 5
E22 Permintaan tidak mampu dipenuhi 5
E23 Limbah dihasilkan dalam jumlah besar 2
E24 Kekurangan kapasitas pengiriman produk 4
E25 Kekurangan produk di pusat distribusi 3
E26 Keterlambatan pengiriman produk ke konsumen 4
E27 Kerusakan produk selama transportasi 4
E28 Kuantitas bahan baku tidak sesuai 4
E29 Stabilitas produksi terganggu 5
E30 Biaya pengolahan ulang produk 4
E31 Penjadwalan ulang pengiriman 4

Hasil Identifikasi Potentials Impact


Identifikasi kemungkinan akibat suatu kejadian risiko dari setiap risiko
ditunjukkan pada Tabel 12, akibat risiko (potentials impact) menyatakan gangguan
yang mungkin timbul bila terjadi suatu kejadian risiko (Geraldine et al. 2007).
Dampak potensial yang ditimbullkan dari 31 risk event merupakan hasil dari
pendapat pakar yang berkompeten dan mengetahui dampak dari kejadian risiko.
Tabel 12 Dampak potensial dari risk event
Code Risk Event Potentials Impact
Ketidaksesuaian perencanaan Target tidak tercapai, gangguan pada proses
E1
kapasitas dengan realisasi pengolahan produksi
Kesenjangan bahan baku tersedia Terganggunya stabilitas produksi, kapasitas
E2
dengan rancangan produksi tidak tercapai
Ketidaksesuaian rantai pasok dengan
E3 Sistem tidak efisien, total biaya meningkat
anggaran biaya
Rendemen yang dihasilkan tidak
E4 Harga jual rendah, kerugian perusahaan
memenuhi standar
Pesanan tidak dapat dipenuhi, kerugian
E5 Target produksi tidak tercapai
perusahaan
Keterlambatan bahan baku dari
E6 Stagnasi pengolahan (idle capacity)
pemasok dan afdeling
Bahan baku tidak memenuhi
E7 Kapasitas olah tidak maksimal
rancangan kapasitas
E8 Rendahnya mutu pasokan bahan baku Rendemen tidak sesuai standar/mutu rendah
Bahan baku yang tidak sesuai/tidak Rendemen tidak sesuai standar/mutu rendah,
E9
lolos sortasi harga jual CPO rendah
27
lanjutan
Code Risk Event Potentials Impact
Kualitas produk turun dan harga jual CPO
E10 Perubahan kualitas bahan baku
rendah
Tidak melakukan evaluasi kinerja
E11 Kualitas bahan baku rendah/tidak terkontrol
pemasok
Ketidaksesuaian bahan yang dikirim Mutu produk rendah dan harga jual CPO
E12
pemasok rendah
Bahan baku rusak sehingga tidak dapat
E13 Target produksi tidak tercapai
diolah
Pesanan tidak terpenuhi, gangguan pada
E14 Keterlambatan pelaksanaan produksi
jadwal pengiriman
E15 Proses produksi tidak efisien Peningkatan biaya
Kegagalan mesin (mesin rusak atau Target produksi tidak tercapai, tambahan
E16
kurangnya perawatan) biaya untuk perbaikan
Pesanan tidak dapat terpenuhi, mutu CPO
E17 Hasil produksi tidak sempurna
rendah
Terhambatnya produksi akibat Kualitas bahan baku menurun, target
E18
kerusakan mekanis produksi tidak terpenuhi
Tidak dilakukannya pengecekan Mutu produk di bawah standar dan ditolak
E19
kualitas selama proses berlangsung konsumen
E20 Kerusakan pada produk hasil Produk ditolak konsumen, harga jual rendah
Kegiatan produksi tidak dilakukan / Penumpukan bahan baku, target produksi
E21
terhenti tidak tercapai
E22 Permintaan tidak mampu dipenuhi Klaim dari konsumen
Kerusakan lingkungan, biaya penanganan
E23 Limbah dihasilkan dalam jumlah besar
limbah
Kekurangan kapasitas pengiriman
E24 Keterlambatan pemenuhan pesanan
produk
E25 Kekurangan produk di pusat distribusi Opportunity lost
Keterlambatan pengiriman produk ke
E26 Klaim dari konsumen
konsumen
E27 Kerusakan produk selama transportasi Produk ditolak konsumen
E28 Kualitas bahan baku tidak sesuai Stagnasi pengolahan (idle capacity)
Stagnasi pengolahan (idle capacity), target
E29 Stabilitas produksi terganggu
tidak tercapai
E30 Biaya pengolahan ulang produk Peningkatan biaya total
Keterlambatan penjualan, inventory
E31 Penjadwalan ulang pengiriman
menumpuk

Hasil Identifikasi Sumber Risiko (Risk Agent)


Identifikasi sumber risiko dilakukan berdasarkan pada hasil kejadian risiko
yang telah teridentifikasi sebelumnya. Masing-masing sumber risiko yang telah
teridentifikasi dapat memunculkan satu atau lebih kejadian risiko dan sebaliknya,
satu kejadian risiko dapat disebabkan oleh satu atau lebih sumber risiko yang
menyebabkan gangguan (Pujawan 2009). Hasil identifikasi sumber risiko rantai
pasok kelapa sawit diperoleh sebanyak 20 sumber risiko yang teridentifikasi dengan
masing-masing frekuensi kemunculan (occurence) seperti pada Tabel 13.
28

Tabel 13 Frekuensi kemungkinan terjadinya sumber risiko


Code Risk Agent Oi
A1 Kesalahan perhitungan rancangan produksi 1
A2 Permintaan mendadak dari konsumen 1
A3 Bahan baku tidak mencukupi kapasitas produksi 1
A4 Tenaga kerja tidak kompeten 1.5
A5 Kesalahan pemilihan pemasok bahan baku 1
A6 Pemasok tidak memenuhi kontrak 1
A7 Gangguan teknis/stagnasi pengolahan 4.5
A8 Target produksi relatif tinggi 3
A9 Kerusakan mesin produksi 5
A10 Kurangnya maintenance pada mesin-mesin produksi 1.5
A11 Kelalaian tenaga kerja 2
A12 Penumpukan bahan baku dan atau produk yang terlalu lama 2.5
A13 Kerusakan bahan baku selama transportasi 2
A14 Faktor efisiensi proses 3
A15 Faktor keterandalan peralatan mesin proses 3
A16 Penurunan kualitas produk selama dalam perjalanan 2.5
A17 Kurangnya koordinasi dalam proses pengiriman 1.5
A18 Faktor jarak dan komunikasi antara produsen dan konsumen 1
A19 Kondisi lingkungan 1
A20 Terbatasnya sarana transportasi 2

Korelasi Kejadian Risiko dengan Sumber Risiko


Analisis keterkaitan antara setiap risk event dan risk agent ditunjukkan dalam
skala nilai 0, 1, 3, dan 9 berdasarkan pada masing-masing tingkat keterkaitannya
satu sama lain. Korelasi antara keduanya didefinisikan bila suatu sumber risiko
terjadi maka diakibatkan munculnya kejadian-kejadian risiko dengan masing-
masing tingkat keterkaitan lemah, sedang, hingga tinggi berdasarkan penilaian
pakar. Sebagai contoh, karena adanya kesalahan perhitungan rancangan produksi
(A1) maka mengakibatkan terjadinya beberapa kejadian risiko, seperti
ketidaksesuaian perencanaan kapasitas dengan realisasi (E1), kesenjangan antara
bahan baku tersedia dengan rancangan (E2), ketidaksesuaian anggaran biaya (E3),
target produksi tidak tercapai (E5), bahan baku tidak mampu memenuhi rancangan
kapasitas (E7), perubahan kualitas bahan baku (E10), ketidaksesuaian bahan baku
(E12), proses produksi tidak efisien (E15), kegiatan produksi tidak dilakukan (E21),
permintaan tidak mampu dipenuhi (E22), kekurangan produk di pusat distribusi
(E25), dan stabilitas produksi terganggu (E29). Diketahui, bahwa dari satu sumber
risiko (A1) dapat mengakibatkan terjadinya 12 kejadian risiko, sehingga bila suatu
sumber risiko dapat ditangani maka kejadian risiko tersebut bisa dikurang bahkan
dihilangkan. Hubungan antara kejadian risiko (risk event) dan sumber risiko (risk
agent), serta tingkat keterkaitannya ditunjukkan pada Lampiran 3.

Hubungan antar Sumber Risiko


Hubungan antar sumber risiko pada House of Risk 1 diletakkan pada bagian
komponen atap HOR yang menyatakan hubungan antara masing-masing risk agent.
Hubungan tersebut terdiri atas empat kategori, yaitu hubungan kuat (•) jika suatu
sumber risiko akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan dengan sumber
29

risiko lainnya, hubungan sedang (*) jika suatu sumber risiko akan memberikan
cukup berpengaruh dengan sumber risiko lainnya, hubungan lemah (θ) jika sumber
risiko akan memberikan hubungan lemah dengan sumber risiko lainnya, dan tidak
ada hubungan (0) antar sumber risiko. Dari 20 risk agent yang teridentifikasi,
hubungan/keterkaitan antar risk agent seperti berikut:
1. Kesalahan perhitungan rancangan produksi (A1) berhubungan lemah dengan
penumpukan bahan baku dan atau produk yang terlalu lama (A12), namun
berhubungan kuat dengan bahan baku tidak mencukupi kapasitas produksi (A3)
dan kerusakan mesin produksi (A9).
2. Bahan baku tidak mencukupi kapasitas produksi (A3) berhubungan lemah
dengan kurangnya koordinasi dalam proses pengiriman (A17) dan terbatasnya
sarana transportasi (A20); serta berhubungan sedang dengan pemasok tidak
memenuhi kontrak (A6).
3. Gangguan teknis/stagnasi pengolahan (A7) berhubungan kuat dengan bahan
baku tidak mencukupi kapasitas produksi (A3), tenaga kerja tidak kompeten
(A4), dan kerusakan mesin produksi (A9).
4. Kesalahan pemilihan pemasok bahan baku (A5) berhubungan sedang dengan
penurunan kualitas produk selama dalam perjalanan (A16); serta berhubungan
kuat dengan pemasok tidak memenuhi kontrak (A6).
5. Kurangnya maintenance pada mesin produksi (A10) berhubungan kuat dengan
gangguan teknis/stagnasi pengolahan (A7) dan kerusakan mesin produksi (A9).
6. Kelalaian tenaga kerja (A11) berhubungan sedang dengan penumpukan bahan
baku dan atau produk yang terlalu lama (A12); serta berhubungan kuat dengan
gangguan teknis/stagnasi pengolahan (A7), kerusakan mesin produksi (A9), dan
kurangnya maintenance pada mesin-mesin produksi (A10).
7. Kerusakan bahan baku selama transportasi (A13) berhubungan kuat dengan
kerusakan mesin produksi (A9), kurangnya maintenance pada mesin produksi
(A10), penumpukan bahan baku dan atau produk yang terlalu lama (A12).
8. Faktor efisiensi proses (A14) berhubungan lemah dengan bahan baku tidak
mencukupi kapasitas produksi (A3), pemasok tidak memenuhi kontrak (A6),
gangguan teknis/stagnasi pengolahan (A7), kerusakan mesin produksi (A9),
kurangnya maintenance pada mesin produksi (A10), kelalaian tenaga kerja
(A11), dan penumpukan bahan baku dan produk yang terlalu lama (A12); serta
berhubungan sedang dengan kerusakan bahan baku selama transportasi (A13).
9. Faktor keterandalan peralatan mesin proses (A15) berhubungan lemah dengan
tenaga kerja tidak kompeten (A4); serta berhubungan sedang dengan gangguan
teknis/stagnasi pengolahan (A7), kurangnya maintenance pada mesin-mesin
produksi (A10), kelalaian tenaga kerja (A11), penumpukan bahan baku dan atau
produk yang terlalu lama (A12), dan faktor efisiensi proses (A14).
10. Kondisi lingkungan (A19) berhubungan lemah dengan kesalahan perhitungan
rancangan produksi (A1), bahan baku tidak mencukupi kapasitas produksi (A3),
pemasok tidak memenuhi kontrak (A6), gangguan teknis/stagnasi pengolahan
(A7), target produksi relatif tinggi (A8), dan penurunan kualitas produk selama
dalam perjalanan (A16).

Analisis Aggregate Risk Potentials (ARP)


Penilaian risiko adalah sebuah satuan logika, secara sistematis dan tergambar
dengan jelas untuk menghasilkan suatu keputusan hasil identifikasi, penilaian, dan
30

evaluasi risiko terkait dengan kondisi aktual dan aktivitas dalam rantai pasok
(Septiani et al. 2016a). Penentuan bobot dari setiap risiko yang terjadi berdasarkan
penilaian pakar yang berpengalaman, menghasilkan nilai Aggregate Risk Potentials
(ARP) yang akan digunakan untuk menentukan prioritas risiko yang perlu untuk
dilakukan penanganan, hasil perhitungan ARP ditunjukkan pada Tabel 14.
Tabel 14 Prioritas nilai ARP untuk sumber risiko (risk agent)
Rank Code Risk Agent Nilai ARP
1 A9 Kerusakan mesin produksi 1680
2 A7 Gangguan teknis/stagnasi pengolahan 1224
3 A12 Penumpukan bahan baku dan atau produk yang terlalu lama 400
4 A13 Kerusakan bahan baku selama transportasi 368
5 A8 Target produksi relatif tinggi 360
6 A10 Kurangnya maintenance pada mesin-mesin produksi 350
7 A15 Faktor keterandalan peralatan mesin proses 243
8 A1 Kesalahan perhitungan rancangan produksi 227
9 A14 Faktor efisiensi proses 210
10 A11 Kelalaian tenaga kerja 156
11 A3 Bahan baku tidak mencukupi kapasitas produksi 150
12 A4 Tenaga kerja tidak kompeten 104
13 A5 Kesalahan pemilihan pemasok bahan baku 85
14 A19 Kondisi lingkungan 67
15 A20 Terbatasnya sarana transportasi 54
16 A2 Permintaan mendadak dari konsumen 48
17 A18 Faktor jarak dan komunikasi antara produsen dan konsumen 44
18 A6 Pemasok tidak memenuhi kontrak 35
19 A17 Kurangnya koordinasi dalam proses pengiriman 34.5
20 A16 Penurunan kualitas produk selama dalam perjalanan 30
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas nilai ARP, diketahui bahwa urutan
nilai ARP untuk 20 sumber risiko teridentifikasi, menunjukkan nilai ARP tertinggi
adalah kerusakan mesin produksi (A9) dengan nilai ARP 1680 dan sumber risiko
terendah adalah penurunan kualitas produk selama dalam perjalanan (A16) dengan
nilai ARP sebesar 30. Dari keseluruhan hasil nilai ARP, dilakukan analisis diagram
pareto prioritas sumber risiko untuk diberikan aksi mitigasi. Dari klasifikasi sumber
risiko, terpilih 8 sumber risiko (risk agent) yang diprioritaskan untuk mendapatkan
aksi mitigasi. Berturut-turut, sumber risiko yang terpilih, antara lain kerusakan
mesin produksi (ARP=1680), gangguan teknis/stagnasi pengolahan (ARP=1224),
penumpukan bahan baku/produk yang terlalu lama (ARP=400), kerusakan bahan
baku selama transportasi (ARP=368), target produksi relatif tinggi (ARP=360),
kurangnya maintenance pada mesin produksi (ARP=350), faktor keterandalan
peralatan dan mesin proses (ARP=243), dan kesalahan perhitungan rancangan
produksi (ARP=227). Dari hasil nilai ARP, diklasifikasikan prioritas agen risiko
dari keseluruhan risiko yang akan diberikan aksi penanganan sebagai upaya untuk
meminimalisir terjadinya risiko menggunakan diagram Pareto 80:20. Klasifikasi
dibagi menjadi 3, yaitu klasifikasi A (agen risiko tingkat tinggi, 50% dari
keseluruhan agen risiko), klasifikasi B (agen risiko tingkat sedang, 30% dari
31

keseluruhan agen risiko), dan klasifikasi C (agen risiko tingkat rendah), 20% dari
keseluruhan agen risiko) (Ulfah 2016). Hasil klasifikasi, menunjukkan bahwa
56.29% sumber risiko masuk ke dalam klasifikasi A, 26.37% sumber risiko dalam
klasifikasi B, dan 17.34% dalam klasifikasi C dapat dilihat pada Tabel 15. Secara
lengkap, pemodelan House of Risk 1 dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 15 Klasifikasi sumber risiko
Total Cum % Total
Rank Risk Agent Nilai ARP Klasifikasi ABC
ARP Cum ARP
1 A9 1680 1680 28.62
2 A7 1224 2904 49.48 A (risiko tinggi)
3 A12 400 3304 56.29
4 A13 368 3672 62.56
5 A8 360 4032 68.69
6 A10 350 4382 74.66 B (risiko sedang)
7 A15 243 4625 78.8
8 A1 227 4852 82.66
9 A14 210 5062 86.24
10 A11 156 5218 88.9
11 A3 150 5368 91.46
12 A4 104 5472 93.23
13 A5 85 5557 94.68
14 A19 67 5624 95.82
C (risiko rendah)
15 A20 54 5678 96.74
16 A2 48 5726 97.56
17 A18 44 5770 98.3
18 A6 35 5805 98.9
19 A17 34.5 5839.5 99.49
20 A16 30 5869.5 100

Analisis Penangangan Risiko (House of Risk 2)

Aksi penanganan risiko diusulkan berdasarkan risiko potensial terpilih untuk


tindakan korektif, yang dilakukan dalam bentuk pengurangan risiko, memindahkan
risiko, menghindari risiko, dan menerima risiko (Wessiani dan Sarwoko 2015).
Tahapan analisis penanganan risiko dilakukan dengan pemberian aksi mitigasi yang
dianggap efektif untuk mengurangi probabilitas prioritas sumber risiko berdasarkan
pada model House of Risk 2. Berdasarkan hasil peringkat sumber risiko, tindakan
pencegahan yang teridentifikasi terbagi menjadi 8, antara lain melakukan
preventive dan predictive maintenance secara rutin (PA1), penyiapan unit alat dan
mesin stand by sebagai pengganti kerusakan (PA2), koordinasi manajemen dan
bagian terkait yang bersangkutan (PA3), perbaikan rancangan produksi berdasarkan
pada kesesuaian kondisi lapangan (PA4), peningkatan kerjasama dan koordinasi
dengan stakeholder terkait bahan baku (PA5), koordinasi dengan pihak transportir
(penerimaan dan pengiriman) (PA6), optimalisasi proses produksi sesuai ketentuan
dan instruksi kerja (PA7), pelatihan pekerja mengenai maintenance (PA8).
32

Korelasi Sumber Risiko dan Aksi Mitigasi


Analisis keterkaitan antara setiap sumber risiko yang akan ditangani dengan
aksi mitigasi yang direncanakan ditunjukkan dalam skala nilai 0, 1, 3, dan 9
berdasarkan pada masing-masing tingkat keterkaitannya satu sama lain. Korelasi
antara keduanya didefinisikan tingkat keefektifan suatu tindakan mitigasi dalam
mengurangi sumber risiko. Aksi mitigasi melakukan preventive dan predictive
maintenance secara rutin (PA1) menunjukkan nilai 9 (korelasi tinggi) dengan
sumber risiko kerusakan mesin produksi (A9), gangguan teknis/stagnasi
pengolahan (A7), kurangnya maintenance pada mesin-mesin produksi (A10), dan
faktor keterandalan peralatan dan mesin proses (A15). Aksi mitigasi penyiapan unit
alat dan mesin stand by sebagai pengganti kerusakan (PA2) menunjukkan nilai 9
(korelasi tinggi) dengan sumber risiko kerusakan mesin produksi (A9), gangguan
teknis/stagnasi pengolahan (A7), dan faktor keterandalan peralatan dan mesin
proses (A15). Aksi mitigasi koordinasi manajemen dan bagian terkait yang
bersangkutan (PA3) menunjukkan nilai 1 (korelasi rendah) dengan kerusakan bahan
baku selama transportasi (A13), target produksi relatif tinggi (A8), dan kurangnya
maintenance pada mesin-mesin produksi (A10); serta nilai 9 (korelasi tinggi)
dengan sumber risiko penumpukan bahan baku/produk yang terlalu lama (A12) dan
kesalahan perhitungan rancangan produksi (A1).
Aksi mitigasi perbaikan rancangan produksi berdasarkan pada kesesuaian
kondisi lapangan (PA4), menunjukkan nilai 1 (korelasi rendah) dengan kesalahan
perhitungan rancangan produksi (A1); nilai 3 (korelasi sedang) dengan target
produksi relatif tinggi (A8); serta nilai 9 (korelasi tinggi) dengan sumber risiko
penumpukan bahan baku/produk yang terlalu lama (A12). Aksi mitigasi
peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan stakeholder terkait bahan baku
(PA5), menunjukkan nilai 1 (korelasi rendah) dengan target produksi relatif tinggi
(A8) dan nilai 3 (korelasi sedang) dengan kerusakan bahan baku selama transportasi
(A13). Aksi mitigasi koordinasi dengan pihak transportir (penerimaan dan
pengiriman) (PA6), menunjukkan nilai 1 (korelasi rendah) dengan kerusakan bahan
baku selama transportasi (A13) dan nilai 9 (korelasi tinggi) dengan sumber risiko
penumpukan bahan baku/produk yang terlalu lama (A12). Aksi mitigasi
optimalisasi proses produksi sesuai ketentuan dan instruksi kerja (PA7),
menunjukkan nilai 3 (korelasi sedang) dengan sumber risiko penumpukan bahan
baku/produk yang terlalu lama (A12) dan faktor keterandalan peralatan dan mesin
proses (A15); serta nilai 9 (korelasi tinggi) dengan target produksi relatif tinggi
(A8). Aksi mitigasi pelatihan pekerja mengenai maintenance (PA8), menunjukkan
nilai 1 (korelasi rendah) dengan faktor keterandalan peralatan dan mesin proses
(A15) dan nilai 9 (korelasi tinggi) dengan risiko kerusakan mesin produksi (A9),
gangguan teknis/stagnasi pengolahan (A7), dan kurangnya maintenance pada
mesin-mesin produksi (A10).

Hubungan antar Aksi Mitigasi Risiko


Hubungan antar aksi mitigasi risiko pada House of Risk 2 diletakkan pada
bagian komponen atap HOR yang menyatakan hubungan masing-masing aksi
mitigasi. Hubungan tersebut terdiri atas empat kategori, yaitu hubungan kuat (•)
jika suatu aksi mitigasi akan memberikan pengaruh yang sangat signifikan dengan
aksi mitigasi lainnya, hubungan sedang (*) jika suatu aksi mitigasi akan
memberikan cukup berpengaruh dengan aksi mitigasi lainnya, hubungan lemah (θ)
33

jika aksi mitigasi akan memberikan hubungan lemah dengan aksi mitigasi lainnya,
dan tidak ada hubungan (0) antar aksi mitigasi. Dari 8 aksi mitigasi yang
teridentifikasi, hubungan/keterkaitan antar aksi mitigasi seperti berikut:
1. Penyiapan unit alat dan mesin stand by sebagai pengganti kerusakan (PA2)
berhubungan kuat dengan melakukan preventive dan predictive maintenance
secara rutin (PA1).
2. Koordinasi manajemen dan bagian terkait yang bersangkutan (PA3)
berhubungan sedang dengan melakukan preventive dan predictive maintenance
secara rutin (PA1); serta berhubungan kuat dengan penyiapan unit alat dan mesin
stand by sebagai pengganti kerusakan (PA2).
3. Perbaikan rancangan produksi berdasarkan pada kesesuaian kondisi lapangan
(PA4) berhubungan lemah dengan melakukan preventive dan predictive
maintenance secara rutin (PA1), penyiapan unit alat dan mesin stand by sebagai
pengganti kerusakan (PA2), dan koordinasi manajemen dan bagian terkait yang
bersangkutan (PA3).
4. Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan stakeholder terkait bahan baku
(PA5) berhubungan lemah dengan melakukan preventive dan predictive
maintenance secara rutin (PA1), penyiapan unit alat dan mesin stand by sebagai
pengganti kerusakan (PA2), koordinasi manajemen dan bagian terkait yang
bersangkutan (PA3), dan perbaikan rancangan produksi berdasarkan pada
kesesuaian kondisi lapangan (PA4).
5. Koordinasi dengan pihak transportir (penerimaan dan pengiriman) (PA6)
berhubungan lemah dengan peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan
stakeholder terkait bahan baku (PA5); serta berhubungan sedang dengan
melakukan preventive dan predictive maintenance secara rutin (PA1) dan
koordinasi manajemen dan bagian terkait yang bersangkutan (PA3).
6. Optimalisasi proses produksi sesuai ketentuan dan instruksi kerja (PA7)
berhubungan lemah dengan melakukan preventive dan predictive maintenance
secara rutin (PA1), koordinasi manajemen dan bagian terkait yang bersangkutan
(PA3), dan koordinasi dengan pihak transportir (penerimaan dan pengiriman)
(PA6); berhubungan sedang dengan perbaikan rancangan produksi berdasarkan
pada kesesuaian kondisi lapangan (PA4) dan peningkatan kerjasama dan
koordinasi dengan stakeholder terkait bahan baku (PA5); serta berhubungan
kuat dengan penyiapan unit alat dan mesin stand by pengganti kerusakan (PA2).
7. Pelatihan pekerja mengenai maintenance (PA8) berhubungan lemah dengan
koordinasi manajemen dan bagian terkait yang bersangkutan (PA3), perbaikan
rancangan produksi berdasarkan pada kesesuaian kondisi lapangan (PA4),
peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan stakeholder terkait bahan baku
(PA5), dan koordinasi dengan pihak transportir (penerimaan dan pengiriman)
(PA6); berhubungan sedang dengan penyiapan unit alat dan mesin stand by
sebagai pengganti kerusakan (PA2) dan optimalisasi proses produksi sesuai
ketentuan dan instruksi kerja (PA7); serta berhubungan kuat dengan melakukan
preventive dan predictive maintenance secara rutin (PA1).

Prioritas Tindakan Penanganan Risiko


Penilaian terhadap tindakan penanganan risiko dilakukan dengan
mempertimbangkan sumber daya dengan biaya yang efektif, dilakukan perhitungan
total efektivitas dari tiap tindakan, dengan mempertimbangkan sumber daya dan
34

biaya, tingkat kesulitan pelaksanaan (Dk) juga diperhitungkan sehingga diperoleh


nilai keefektifan untuk melakukan aksi mitigasi seperti pada Tabel 16. Secara
lengkap, pemodelan House of Risk 2 dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 16 Peringkat aksi mitigasi
Rank Code Aksi Mitigasi TEk Dk ETD
1 PA8 Pelatihan pekerja mengenai maintenance 29529 3.5 8436.86
Melakukan preventive dan predictive
2 PA1 31473 4 7868.25
maintenance secara rutin
Penyiapan unit alat dan mesin stand by sebagai
3 PA2 28323 4.5 6294
pengganti kerusakan
Koordinasi manajemen dan bagian terkait yang
4 PA3 6721 3 2240.33
bersangkutan
Optimalisasi proses produksi sesuai ketentuan
5 PA7 5169 3 1723
dan instruksi kerja
Perbaikan rancangan produksi berdasarkan pada
6 PA4 4907 3.5 1402
kesesuaian kondisi lapangan
Koordinasi dengan pihak transportir
7 PA6 3968 3 1322.67
(penerimaan dan pengiriman)
Peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan
8 PA5 1464 3 488
stakeholder terkait bahan baku
Berdasarkan hasil dari prioritas tindakan penanganan risiko yang diusulkan
dengan pertimbangan efektivitas berdasarkan sumber daya dan biaya, tindakan
penanganan diklasifikasikan dalam diagram Pareto untuk pemilihan tindakan yang
paling baik dan layak untuk dilakukan. Hasil akumulasi dari persentase tingkat
keefektivan tindakan, diperoleh empat tindakan prioritas yang tergolong dalam
83.42% dari nilai total. Masing-masing prioritas tindakan penanganan tersebut,
antara lain pelatihan pekerja mengenai maintenance (PA8 = 28.34%), melakukan
preventive dan predictive maintenance secara rutin (PA1 = 26.43%), penyiapan unit
alat dan mesin stand by sebagai pengganti kerusakan (PA2 = 21.14%), dan
koordinasi manajemen dan bagian terkait yang bersangkutan (PA3 = 7.52%).

Gambar 7 Diagram Pareto dari ETD untuk penanganan risiko


35

Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Kelapa Sawit

Strategi peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara berkelanjutan


dilakukan berdasarkan indikator analisis benefit, opportunity, cost, dan risk
(BOCR) untuk pemilihan alternatif pada struktur ANP, pemilihan prioritas dari
alternatif diperoleh dari benefit-cost ratio dengan membandingkan antara bobot
yang memiliki pengaruh positif terhadap bobot pengaruh negatif, alternatif terpilih
merupakan hasil rasio nilai terbesar (Saaty 2005). Metode ANP merupakan sebuah
metode pengambilan keputusan multi kriteria yang digunakan untuk memperoleh
kepentingan prioritas relatif berdasarkan individual judgemental yang dipengaruhi
oleh semua ketidaktergantungan dalam struktur secara sistematis (Lee et al. 2008).
Berdasarkan tujuan untuk peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara
berkelanjutan, maka elemen kriteria yang dinilai antara lain mempertimbangkan
ketiga aspek utama yakni aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, namun saat ini,
telah banyak berkembang penilaian keberlanjutan yang memperhatikan berbagai
aspek dan bahkan bukan hanya tiga pilar penting, beberapa diantaranya dilengkapi
dengan penambahan aspek lainnya seperti teknologi (Musango et al. 2011; Kurka
dan Blackwood 2013). Penambahan aspek teknologi dalam elemen kriteria juga
dianggap penting terkait dengan evaluasi kinerja dan risiko rantai pasok kelapa
sawit yang telah dilakukan. Pemodelan struktur strategi peningkatan kinerja rantai
pasok kelapa sawit secara berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Struktur ANP pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok


kelapa sawit secara berkelanjutan
36

Pemilihan Strategi Peningkatan Kinerja Rantai Pasok


Alternatif strategi untuk peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara
berkelanjutan diperoleh lima rekomendasi alternatif, antara lain kontinuitas
pasokan bahan baku, peningkatan kerjasama dengan stakeholder terkait, perbaikan
perancangan produksi, pemilihan teknologi untuk perbaikan proses produksi, serta
penjagaan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Penjelasan untuk masing-
masing alternatif strategi peningkatan kinerja rantai pasok kelapa sawit secara
berkelanjutan adalah sebagai berikut:
a. Kontinuitas pasokan bahan baku (KPBB)
Pemenuhan kapasitas produksi sesuai dengan kapasitas alat yang terpasang
membutuhkan kesinambungan penyediaan pasokan bahan baku secara kontinu dan
tetap sehingga mencapai efisiensi dari proses pengolahan, sistem yang terintegrasi
serta pertukaran informasi yang cepat dibutuhkan agar supply-demand terpenuhi.
b. Peningkatan kerjasama stakeholder terkait (PKS)
Kerjasama perlu dilakukan, tidak hanya dengan konsumen, namun dengan
pemasok bahan baku, transportir, pemerintah, dan berbagai stakeholder terkait
untuk memenuhi supply-demand yang berhubungan dengan peningkatan pasokan
bahan baku, sehingga meningkatkan jumlah dan hasil produksi, serta distribusi hasil
produksi kepada konsumen. Peningkatan kerjasama dengan pemerintah dilakukan
untuk menstabilkan harga bahan baku dan harga produk serta kebijakan terkait
kelapa sawit dan perizinan lainnya, serta peran lainnya dari berbagai pihak terkait.
c. Perbaikan rancangan produksi (PRP)
Perbaikan rancangan produksi perlu dilakukan dengan menganalisis berbagai
kemungkinan yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap
berjalannya proses produksi, seperti ketersediaan bahan baku yang memenuhi
persyaratan, gangguan yang terjadi baik sebelum dan selama proses produksi,
hingga ketersediaaan tenaga kerja; yang berimplikasi pada rancangan biaya.
d. Pemilihan teknologi untuk perbaikan proses produksi (PTPP)
Proses produksi yang dilakukan dalam rantai pasok kelapa sawit, dilakukan
dari bagian pemeliharaan tanaman kelapa sawit menghasilkan, hingga pemanenan,
dan pengolahan kelapa sawit tersebut menjadi CPO dan inti sawit. Proses tersebut
dalam pelaksanaannya membutuhkan berbagai peralatan dan mesin, sehingga
penggunaan teknologi tepat guna sangat dibutuhkan dalam keberlanjutan proses
produksi dan optimasi produksi.
e. Penjagaan dan pelestarian keanekaragaman hayati (PPKH)
Penjagaan dan pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan guna menjawab
isu keberlanjutan yang memiliki titik kritis pada aspek lingkungan, hal ini juga
semakin dipicu dengan adanya resolusi parlemen uni Eropa menolak ekspor dari
Indonesia karena perkebunan kelapa sawit dianggap merusak hutan dan degradasi
terhadap habitat, sehingga diperlukan suatu upaya untuk menjaga keanekaragaman
hayati untuk memenuhi aspek lingkungan.
Penentuan alternatif terpilih tersebut ditentukan berdasarkan pada elemen
BOCR (benefit, opportunity, cost, dan risk) yang masing-masing didekomposisi
menjadi empat elemen kriteria, yaitu teknologi, sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Masing-masing elemen kriteria tersebut kemudian dijabarkan dalam subkriteria
yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk alternatif strategi peningkatan
kinerja secara berkelanjutan, seperti dijelaskan sebagai berikut.
37

Gambar 9 Struktur ANP dalam elemen benefit


Gambar 9 menunjukkan bahwa pada elemen benefit, kriteria teknologi
memiliki subkriteria pengembangan teknologi produksi, kriteria sosial memiliki
subkriteria peningkatan permintaan, peningkatan jaringan bisnis, dan peningkatan
citra perusahaan. Kriteria ekonomi memiliki subkriteria kualitas produk,
peningkatan produksi, dan peningkatan keuntungan, serta kriteria lingkungan
memiliki subkriteria pengurangan penggunaan pestisida/bahan kimia. Hasil
perhitungan berdasarkan perbandingan berpasangan, diperoleh bahwa bobot
kepentingan benefit bagi perusahaan adalah sebesar 0.552 dengan elemen ekonomi
(bobot 0.365) memiliki pengaruh lebih besar dibanding elemen lainnya.

Gambar 10 Struktur ANP dalam elemen opportunity


Gambar 10 menunjukkan bahwa pada elemen opportunity, kriteria teknologi
memiliki subkriteria peningkatan sarana dan infrastruktur, kriteria sosial memiliki
subkriteria pelatihan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan pekerja, dan
peningkatan jumlah tenaga kerja. Kriteria ekonomi memiliki subkriteria optimasi
hasil produksi, peningkatan mutu bahan baku dan produk, dan peningkatan
ketersediaan bahan baku, serta kriteria lingkungan memiliki subkriteria alokasi
keuntungan untuk pemberdayaan lingkungan (produktivitas hijau). Hasil
perhitungan berdasarkan perbandingan berpasangan, diperoleh bahwa bobot
kepentingan opportunity bagi perusahaan adalah sebesar 0.138 dengan elemen
ekonomi (bobot 0.348) memiliki pengaruh lebih besar dibanding elemen lainnya.
38

Gambar 11 Struktur ANP dalam elemen cost


Gambar 11 menunjukkan bahwa pada elemen cost, kriteria teknologi
memiliki subkriteria biaya peralatan dan teknologi, kriteria sosial memiliki
subkriteria biaya tunjangan dan jaminan sosial tenaga kerja. Kriteria ekonomi
memiliki subkriteria biaya tenaga kerja dan biaya produksi, serta kriteria
lingkungan memiliki subkriteria instalasi pengolahan limbah menjadi kompos.
Hasil perhitungan berdasarkan perbandingan berpasangan, diperoleh bahwa bobot
kepentingan cost bagi perusahaan adalah sebesar 0.179 dengan elemen teknologi
(bobot 0.295) memiliki pengaruh lebih besar dibanding elemen lainnya.

Gambar 12 Struktur ANP dalam elemen risk


Gambar 12 menunjukkan bahwa pada elemen risk, kriteria teknologi
memiliki subkriteria ketidaksesuaian teknologi serta perubahan harga peralatan dan
material lainnya, kriteria sosial memiliki subkriteria penurunan citra perusahaan.
Kriteria ekonomi memiliki subkriteria kebijakan pemerintah, ketersediaan sarana
dan prasarana proses produksi, dan kekurangan pasokan bahan baku, serta kriteria
lingkungan memiliki subkriteria terjadinya kebakaran lahan. Hasil perhitungan
berdasarkan perbandingan berpasangan, diperoleh bahwa bobot kepentingan risk
bagi perusahaan adalah sebesar 0.131 dengan elemen lingkungan (bobot 0.297)
memiliki pengaruh lebih besar dibanding elemen lainnya.
Rancangan perhitungan keseluruhan strategi peningkatan kinerja rantai pasok
secara berkelanjutan disintesis dalam software Superdecisions sehingga diperoleh
bobot prioritas hasil perhitungan untuk perbandingan berpasangan masing-masing
alternatif dalam subkriteria. Beberapa contoh bentuk struktur ANP dalam software
Superdecisions seperti pada Lampiran 6. Berdasarkan hasil penilaian perbandingan
berpasangan, masing-masing bobot kriteria dan subkriteria seperti pada Tabel 17,
serta tingkat prioritas alternatif terpilih diperoleh seperti pada Tabel 18.
39

Tabel 17 Bobot kriteria dan subkriteria dalam stuktur ANP


Kriteria Subkriteria
Benefit Teknologi 0.319 Pengembangan teknologi produksi 1
(0.552) Sosial 0.179 Peningkatan permintaan 0.381
Peningkatan jaringan bisnis 0.197
Peningkatan citra perusahaan 0.422
Ekonomi 0.365 Kualitas produk 0.344
Peningkatan produksi 0.304
Peningkatan keuntungan 0.352
Lingkungan 0.138 Pengurangan penggunaan pestisida
1
/ bahan kimia
Opportunity Teknologi 0.309 Peningkatan sarana dan
1
(0.138) infrastruktur
Sosial 0.162 Pelatihan tenaga kerja 0.365
Peningkatan kesejahteraan pekerja 0.470
Peningkatan jumlah tenaga kerja 0.165
Ekonomi 0.348 Optimasi hasil produksi 0.281
Peningkatan mutu bahan baku dan
0.573
produk
Peningkatan ketersediaan bahan
0.146
baku
Lingkungan 0.181 Alokasi keuntungan untuk
1
pemberdayaan lingkungan
Cost (0.179) Teknologi 0.295 Biaya peralatan dan teknologi 1
Sosial 0.194 Biaya tunjangan dan jaminan sosial
1
tenaga kerja
Ekonomi 0.283 Biaya tenaga kerja 0.445
Biaya produksi 0.555
Lingkungan 0.228 Instalasi pengolahan limbah
1
menjadi kompos
Risk (0.131) Teknologi 0.184 Ketidaksesuaian teknologi 0.555
Perubahan harga peralatan dan
0.445
material lainnya
Sosial 0.271 Penurunan citra perusahaan 1
Ekonomi 0.248 Kebijakan pemerintah 0.334
Ketersediaan sarana dan prasarana
0.370
proses produksi
Kekurangan pasokan bahan baku 0.297
Lingkungan 0.297 Terjadinya kebakaran lahan 1
Hasil yang untuk masing-masing kriteria dan subkriteria seperti tertera di atas
merupakan nilai prioritas untuk masing-masing alternatif di dalam cluster,
sedangkan untuk bobot total keseluruhan alternatif, dilakukan perkalian antara
alternatif dengan masing-masing kriteria dan subkriteria, sehingga bobot kumulatif
masing-masing alternatif dalam elemen BOCR diperoleh seperti pada Tabel 18.
40

Tabel 18 Prioritas pemilihan alternatif berdasarkan kriteria BOCR


KPBB PKS PRP PTPP PPKH
Benefit Bobot kriteria 0.287 0.178 0.200 0.210 0.126
(0.552) Bobot global 0.158 0.098 0.110 0.116 0.070
Opportunity Bobot kriteria 0.199 0.164 0.239 0.268 0.130
(0.138) Bobot global 0.028 0.023 0.033 0.037 0.018
Cost Bobot kriteria 0.283 0.151 0.190 0.212 0.165
(0.179) Bobot global 0.051 0.027 0.034 0.038 0.029
Risk Bobot kriteria 0.189 0.196 0.170 0.194 0.251
(0.131) Bobot global 0.025 0.026 0.022 0.025 0.033
Hasil rasio BO/CR bobot global 3.470 3.211 4.853 4.518 1.317
Prioritas alternatif 3 4 1 2 5
Hasil perhitungan prioritas alternatif berdasarkan hasil pendapat pakar
menunjukkan bahwa prioritas alternatif paling berpengaruh adalah perbaikan
perancangan produksi disebabkan alternatif ini memiliki peluang dalam perbaikan
kinerja dan peningkatan keuntungan bila diterapkan dalam rantai pasok. Dari aspek
teknologi, alternatif ini lebih menguntungkan karena pengembangan teknologi
produksi perlu dilakukan untuk peningkatan kinerja. Dari aspek ekonomi,
peningkatan kualitas produksi dan mutu bahan baku/produk dapat dicapai dengan
perbaikan rancangan produksi. Dari aspek sosial, alternatif ini dapat meningkatkan
permintaan dari konsumen sehingga berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan
pekerja dan peningkatan citra perusahaan. Dari aspek lingkungan, perbaikan
rancangan produksi secara langsung meningkatkan kualitas produk hasil dengan
mengurangi penggunaan pestisida/bahan kimia sehingga tingkat keuntungan
meningkat dan dapat dialokasikan untuk pemberdayaan lingkungan.

Rancangan Perangkat Lunak Pendukung Analisis

Pengembangan rancangan perangkat lunak pendukung analisis disusun dalam


sebuah program menggunakan bahasa PHP (Hypertext Preprocessor) berbasis web
programming yang diberi nama Palm Oil-SCDM (Supply Chain’s Decision Maker),
yang ditujukan untuk sebagai alat bantu untuk memudahkan para pengambil
keputusan dalam rantai pasok kelapa sawit dengan keluaran/output berupa
informasi umum mengenai agroindustri kelapa sawit, tingkat kinerja/performa
rantai pasok, nilai tambah rantai pasok, analisis dan mitigasi risiko rantai pasok,
sertaa rekomendasi strategi perbaikan secara berkelanjutan dalam rantai pasok
kelapa sawit. Aliran data pada sistem digambarkan melalui Data Flow Diagram
(DFD) level 0 dan level 1 seperti pada Lampiran 7.

Verifikasi dan Validasi Model


Verifikasi dan validasi dilakukan untuk membuktikan kesesuaian model
secara matematis dan kesesuaian dengan rancangan, tahapan verifikasi dibutuhkan
untuk mengetahui kelayakan sistem, sedangkan tahapan validasi dilakukan untuk
memastikan bahwa data yang diperlukan untuk pembentukan, evaluasi, pengujian,
dan percobaan model untuk memecahkan masalah memadai dan konsisten terhadap
penerapan model yang dimaksud (Sargent 2015). Proses verifikasi dilakukan
dengan metode blackbox testing, dengan menguji tampilan masukan data dengan
41

kesesuaian keluaran data, tanpa melihat kode sumber (Sommerville 2011). Proses
validasi dilakukan dengan membandingkan kemampuan sistem dalam
mengakodomasi kebutuhan pengguna. Program Palm Oil-SCDM yang terdiri atas
subsistem, dijalankan dengan halaman utama berupa Beranda dan tersedia beberapa
pilihan subsistem yang dapat diakses oleh pengguna antara lain subsistem informasi
rantai pasok, subsistem pengukuran kinerja rantai pasok, subsistem nilai tambah,
subsistem analisis dan evaluasi risiko, subsistem mitigasi risiko, serta subsistem
perumusan pemilihan strategi kinerja rantai pasok. Program Palm Oil-SCDM dapat
digunakan dengan kebutuhan perangkat keras, perangkat lunak, dan cara instalasi
paket program seperti dijelaskan pada Lampiran 8.

Subsistem Informasi Rantai Pasok Kelapa Sawit


Subsistem informasi rantai pasok kelapa sawit terdapat di bagian Beranda,
yang berisikan tentang informasi mengenai pengenalan sistem dan informasi umum
terkait rantai pasok kelapa sawit yang menjelaskan mengenai struktur dan
mekanisme rantai pasok serta aliran yang terdapat di dalamnya. Tampilan subsistem
informasi rantai pasok kelapa sawit seperti pada Gambar 13.

Gambar 13 Beranda Palm Oil-SCDM

Subsistem Pengukuran Kinerja Rantai Pasok


Subsistem pengukuran kinerja rantai pasok terdiri atas tiga bagian, yaitu
tampilan hasil pengukuran kinerja rantai pasok, bagian petunjuk pengisian, dan
bagian pengukuran kinerja. Bagian tampilan hasil pengukuran kinerja rantai pasok
menunjukkan hasil pembobotan matrik kinerja dan tingkat kinerja dari perusahaan
yang telah dihitung berdasarkan hasil penelitian. Bagian petunjuk pengisian
berisikan informasi untuk pengisian matrik kinerja dan klasifikasi standar kerja.
Bagian terakhir pada subsistem ini, berupa bagian pengukuran kinerja untuk bagian
kebun maupun bagian pabrik, bagian pengukuran kinerja rantai pasok ini digunakan
untuk menghitung kinerja rantai pasok dengan memasukkan input kinerja
perusahaan pada matrik kinerja, hasil pengukuran kinerja akan ditampilkan di
bagian paling bawah dan nilai standar kerja juga akan ditampilkan ketika
42

keseluruhan data telah selesai diisi, tampilan untuk perhitungan kinerja rantai pasok
untuk bagian perkebunan dan pengolahan dapat dilihat seperti pada Gambar 14.

Gambar 14 Tampilan pengukuran kinerja rantai pasok bagian perkebunan

Subsistem Nilai Tambah Rantai Pasok Kelapa Sawit


Subsistem nilai tambah rantai pasok kelapa sawit terdiri dari bagian tampilan
hasil nilai tambah bagian perkebunan dan pengolahan, serta bagian untuk
perhitungan nilai tambah. Bagian perhitungan nilai tambah digunakan untuk
menghitung besarnya nilai tambah yang diperoleh berdasarrkan perhitungan model
matematik Hayami yang dimodifikasi oleh Hidayat (2012). Bagian tampilan hasil
perhitungan nilai tambah hasil penelitian pada tahun 2016, seperti pada Gambar 15.

Gambar 15 Tampilan informasi hasil nilai tambah tahun 2016


43

Subsistem Analisis dan Evaluasi Risiko Rantai Pasok Kelapa Sawit


Subsistem analisis dan evaluasi risiko terdiri atas bagian hasil identifikasi
risiko rantai pasok, bagian prioritas risiko terpilih, dan perhitungan ARP. Bagian
hasil identifikasi risiko rantai pasok menampilkan jenis dan sumber risiko yang
teridentifikasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bagian prioritas
risiko terpilih menampilkan hasil perhitungan ARP yang ditunjukkan dalam HOR,
serta ditampilkan analisis pareto untuk jenis risiko potensial yang dipilih. Bagian
perhitungan Aggregate Risk Potentials merupakan bagian yang dapat digunakan
untuk menghitung nilai agregat dari sumber risiko potensial dengan mengisi tingkat
keseriusan efek akibat risiko (severity) dan kemungkinan kemunculan risiko
(occurence). Bagian prioritas risiko potensial terpilih seperti pada Gambar 16.

Gambar 16 Tampilan prioritas risiko terpilih

Subsistem Aksi Penanganan Risiko Rantai Pasok Kelapa Sawit


Subsistem aksi penanganan risiko terdiri atas bagian hasil identifikasi dan
prioritas aksi mitigasi serta perhitungan efektivitas aksi penanganan risiko. Bagian
hasil identifikasi dan prioritas aksi mitigasi menampilkan aksi penanganan risiko
hasil penelitian serta hasil penilaian terhadap efektivitas dari pelaksanaan
penanganan risiko, selain itu ditunjukkan pula hasil analisis Pareto untuk pemilihan
aksi penanganan risiko yang layak untuk diimplementasikan dalam perusahaan.
Bagian perhitungan efektivitas dari aksi penanganan risiko merupakan bagian yang
dapat digunakan untuk memperhitungkan nilai efektivitas dari pelaksanaan aksi
penanganan dengan memasukkan nilai agregat dari risiko potensial dan tingkat
kesulitan pelaksaan tindakan penanganan risiko berdasarkan pada efektivitas
sumber daya dan biaya. Tampilan untuk bagian hasil identifikasi dan prioritas aksi
mitigasi seperti pada Gambar 17.
44

Gambar 17 Tampilan hasil identifikasi aksi penanganan risiko

Subsistem Perumusan dan Pemilihan Strategi Kinerja Rantai Pasok


Subsistem strategi peningkatan kinerja terdiri atas tiga bagian, antara lain
bagian penjelasan alternatif strategi, bagian kriteria umum, dan bagian altenatif
terpilih. Bagian penjelasan alternatif strategi menampilkan penjelasan hirarki
alternatif strategi peningkatan kinerja berdasarkan indikator benefit, opportunity,
cost, dan risk yang didekomposisi berdasarkan kriteria berdasarkan aspek
berkelanjutan dan penjelasan alternatif strategi secara detail. Bagian kriteria umum
menampilkan penjelasan khusus terkait subkriteria di dalam masing-masing kriteria
yang dijelaskan berdasarkan indikator BOCR (benefit, opportunity, cost, dan risk),
tampilan kriteria umum. Bagian alternatif terpilih menunjukkan hasil perhitungan
bobot kepentingan dari masing-masing alternatif berdasarkan pada perbandingan
berpasangan yang telah dihitung dalam software Superdecisions sehingga diperoleh
masing-masing bobot kepentingan dan peringkat alternatif terpilih berdasarkan
rasio BO/CR, tampilan hasil alternatif terpilih ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18 Tampilan alternatif terpilih strategi peningkatan kinerja


45

Implikasi Manajerial

Evaluasi kinerja rantai pasok kelapa sawit pada PT X dapat dilakukan melalui
laporan manajemen harian/bulanan untuk menjalankan fungsi controlling guna
menjaga efisiensi perusahaan dan menjalankan fungsi evaluasi proses bisnis secara
keseluruhan dalam rantai pasok. Pengukuran kinerja rantai pasok dilakukan secara
terintegrasi pada setiap dimensi rantai pasok berdasarkan target optimal kinerja
perusahaan sehingga dapat juga diketahui faktor-faktor risiko yang muncul dan
dapat dirumuskan strategi alternatif perbaikan potensial untuk rantai pasok kelapa
sawit. Peningkatan kinerja rantai pasok dapat dihasilkan setelah dilakukannya
alternatif perbaikan terhadap perusahaan dan berdampak positif terhadap kemajuan
dan daya saing perusahaan ke depannya, dengan pengimplementasian perumusan
strategi sesuai kondisi perusahaan dan kepentingan bobot faktor berdasarkan
pendapat pakar yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan terhadap rantai pasok kelapa sawit pada PT X, untuk perhitungan matrik
kinerja dan nilai tambah, diketahui bahwa matrik pemenuhan kapasitas produksi
dan biaya produksi memiliki nilai yang rendah dan berkaitan dengan tingkat
produktivitas baik di bagian perkebunan maupun pengolahan, juga teridentifikasi
prioritas risiko potensial berupa kerusakan pada mesin produksi, permasalahan
transportasi, hingga kelalaian tenaga kerja, sehingga hal-hal tersebut menjadi titik
fokus untuk peningkatkan kinerja dari sisi manajerial.
Peluang perbaikan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil analisis tersebut,
antara lain dengan peningkatan pasokan bahan baku untuk meningkatkan nilai
pemenuhan kapasitas produksi yang juga berimplikasi pada biaya produksi,
perbaikan dilakukan dengan peningkatan produktivitas perkebunan sehingga dapat
meningkatkan hasil panen serta dapat pula dilakukan dengan menjalin kerja sama
dengan pihak ketiga sebagai pemasok bahan baku untuk memenuhi kebutuhan
produksi. Selain itu, perlu dilakukan penerapan strategi pemanenan dan penjagaan
buah setelah dipanen, pengangkutan/sistem transportasi, dan perlakuan terhadap
tandan buah segar sebelum diolah guna menjaga mutu bahan baku tetap baik yang
berimplikasi pada kualitas produk CPO yang dihasilkan berdasarkan rendemen
akhirnya. Peluang perbaikan lainnya yang dapat dilakukan adalah peningkatan
sarana infrastruktur dengan monitoring dan maintenance secara rutin, sehingga
dapat dihindari kerusakan alat dan mesin produksi. Perbaikan juga perlu dilakukan
terhadap kualitas sumber daya manusia, dengan pelatihan untuk peningkatan
ketrampilan pekerja, penerapan standar waktu kerja yang lebih pendek untuk
menghindari kefatikan pada pekerja, pengawasan terhadap kinerja karyawan, dan
peningkatan kesadaran akan bahaya pekerjaan dengan penerapan pemakaian alat
pelindung diri dan standar operasional kerja. Selain itu, peningkatan kinerja rantai
pasok secara keberlanjutan dapat dilakukan dengan pengimplementasian
perumusan alternatif, hasil penilaian pakar menunjukkan alternatif perbaikan
rancangan produksi, yang dapat dilakukan melalui perbaikan pada rancangan
kapasitas produksi, alat dan mesin, biaya, serta pekerja sehingga memberikan
peluang untuk perbaikan kinerja dan peningkatan keuntungan dalam rantai pasok.
Terkait resolusi sawit Eropa yang berjudul Palm Oil and Deforestation of the
Rainforests yang menuding bahwa sawit menciptakan masalah deforestasi, korupsi,
pekerja di bawah umur, hingga pelanggaran HAM (MI 2017), hasil penelitian
terhadap aspek lingkungan pada peningkatan kinerja diperoleh bahwa terdapat
46

peluang negatif (risiko) potensial terjadinya kebakaran lahan yang berdampak pada
keanekaragaman hayati. Berdasakan hasil alternatif strategi pemilihan teknologi
untuk perbaikan produksi, dapat dilakukan penerapan teknologi untuk pengelolaan
air untuk lahan gambut, penerapan teknologi untuk monitoring dan deteksi api, serta
instalasi unit pengolahan limbah untuk menjadi kompos.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian evaluasi kinerja dan analisis nilai tambah rantai pasok
kelapa sawit terletak pada subtansi analisis yang terlalu sempit, meliputi aliran
rantai pasok dari TBS dihasilkan hingga CPO didistribusikan, untuk ke depannya
substansi dalam ruang lingkup penelitian perlu ditambahkan mengikuti aliran rantai
pasok hilir untuk pengolahan CPO hingga menjadi produk siap pakai oleh
konsumen akhir. Selain itu, untuk analisis nilai tambah bagian perkebunan,
diasumsikan bahwa produktivitas TBS sama untuk semua input berdasarkan tahun
tanam kelapa sawit. Secara keseluruhan, proses evaluasi kinerja dan nilai tambah,
serta risiko rantai pasok hanya dilakukan untuk satu tahun ke belakang (tahun
2016), sehingga tidak diketahui tingkat perbandingan kinerja perusahaan dari tahun
ke tahun. Untuk identifikasi risiko, hanya dilakukan identifikasi jenis risiko
operasional pada proses bisnis, sehingga jenis risiko potensial lainnya, seperti risiko
kualitas, risiko kebijakan, risiko lingkungan, dan berbagai risiko lainnya tidak
teridentifikasi di dalam penilaian dan penanganan risiko.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kinerja rantai pasok kelapa sawit menjadi sangat penting terkait


keberlangsungan dan keberlanjutan proses bisnis yang berpengaruh terhadap
tingkat keuntungan perusahaan maupun kendala/risiko yang dihadapai perusahaan.
Hasil penilaian terhadap evaluasi rantai pasok kelapa sawit pada substansi
perkebunan dan pabrik pengolahan, diketahui bahwa tingkat performa kinerja
berada pada tingkat baik dan sedang, dengan nilai tambah yang menunjukkan
persentase cukup baik, namun nilai tersebut belum optimal sehingga masih
teridentifikasi adanya lost profit akibat tingkat kinerja dan nilai tambah yang belum
maksimum. Terjadinya lost profit tersebut terindikasi adanya gangguan risiko
operasional, sehingga perlu diberikan aksi perbaikan untuk sumber risiko yang
terjadi, antara lain perlu dilakukannya pelatihan pekerja mengenai maintenance
sehingga gangguan akibat kerusakan mesin produksi dan stagnasi pengolahan dapat
teratasi. Secara terintegrasi, diberikan alternatif untuk peningkatan kinerja secara
berkelanjutan pada rantai pasok kelapa sawit, perbaikan perancangan produksi
dengan bobot 4.853 dianggap lebih berpengaruh daripada alternatif lainnya.
47

Saran

Ruang lingkup penelitian untuk rantai pasok kelapa sawit harus dilakukan
pada substansi analisis yang lebih luas, meliputi aliran rantai pasok hilir dari
produksi CPO hingga konsumen akhir, juga perlu dilakukan penelitian terhadap
jenis risiko potensial lainnya di dalam anggota rantai pasok yang berkaitan dengan
isu berkelanjutan, terutama aspek sosial dan lingkungan. Selain itu, perlu ditinjau
aspek sumber daya manusia, infrastruktur, serta alat dan mesin yang berpengaruh nyata
terhadap proses produksi secara khusus dan rantai pasok secara umum.

DAFTAR PUSTAKA

[APSF] Apache Friends Support Forum. 2011. Overall hardware requirements for
XAMPP. [internet]. [diakses 2017 Mei 31]. Tersedia pada:
https://community.apachefriends.org/f/viewtopic.php?f=16&t=43949
Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-01-
2901-2006. Minyak Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi
Indonesia.
. 1987. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-01-0018-1987. Inti
Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Indonesia.
Camargo ME, Zanandrea G, Pacheco MTM, Malafia, GC, da Motta MEV. 2013.
Supply chain management operations reference (SCOR): study bibliometric.
International Journal of Operations and Logistics Management. 2(4): 1-13.
Chandra C, Grabis J. 2007. Supply Chain Configuration: Concepts, Solutions, and
Applications. Michigan (USA): Springer.
Chapman P, Christoper M, Jutnerr U, Peck H, Wilding R. 2002. Identifying and
managing supply-chain vulnerability. Journal Institute of Logistics and
Transport. 4: 59-64.
Fibrian DC. 2010. Sistem penunjang keputusan untuk optimalisasi pemanfaatan
limbah pabrik kelapa sawit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Franen SC, Franen BR, Hawkins N, Susel I. 2013. Median Aggregation of
Distribution Functions. California (US): Published Articles & Papers.
Georgise FB, Thoben KD, dan Seifert M. 2012. Adapting the SCOR model to suit
the different scenarios: a literature review&research agenda. International
Journal of Busniness and management. 7(6): 1-17.
Geraldin LH, Pujawan IN, Dewi DS. 2007. Manajemen risiko dan aksi mitigasi
untuk menciptakan rantai pasok yang robust. Jurnal Teknologi dan Rekayasa
Teknik Sipil “TORSI”. 53-64.
Hadiguna RA. 2012. Model penilaian risiko berbasis kinerja untuk rantai pasok
kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. Jurnal Teknik Industri. 14 (1): 13-
24.
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural Marketing and
Processing in Upland Java A Perspective from a Sunda Village. Bogor (ID):
The CPGRT Centre.
48

Hendra. 2014. Sistem pendukung keputusan cerdas pengembangan agroindustri


karet alam dengan pendekatan produktivitas hijau [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hidayat S. 2012. Model penyeimbangan nilai tambah berdasarkan tingkat risiko
pada rantai pasok minyak sawit [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hidayat S dan Marimin. 2014. Agent based modelling for investment and
operational risk considerations in palm oil supply chain. International
Journal of Supply Chain Management. 3(1): 34-40.
[Kemenperin] Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. 2014. Pengembangan
Industri Prioritas Agro. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Industri Agro
Kementrian Perindustrian.
[KPPU] Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2006. Evaluasi Kebijakan
Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Republik Indonesia.
Kristanto BK, Hariastuti NLP. 2014. Aplikasi model house of risk (HOR) untuk
mitigasi risiko pada supply chain bahan baku kulit. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri. 13 (2): 149-157.
Kurka T, Blackwood D. 2013. Participatory selection of sustainability criteria and
indicators for bioenergy developments. Renewable Sustainibility Energy
Journal. 24: 92–102.
Laudon KC, Laudon JP. 2007. Sistem Informasi Manajemen Mengelola
Perusahaan Digital, Edisi 10. Jakarta (ID): Salemba Empat.
Lee Y, Wu W, dan Tzeng G. 2008. An effective decision-making method using a
combined QFD and ANP approach. WSEAS Transactions on Business and
Economics. 5:541-551.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press.
Marimin, Feifi D, Martini S, Suharjito, Hidayat S. 2010. Added value and
performance analyses of edamame soybean supply chain: a case study.
Operations and Supply Chain Management. 3(3): 148-163.
[MI] Mongabay Indonesia. 2017. Ketika parlemen eropa keluarkan resolusi soal
sawit. [internet]. [diakses pada 2017 Mei 18]. Tersedia pada:
http://www.mongabay.co.id/2017/05/18/mongabay-berita-ketika-parlemen-
eropa-keluarkan-resolusi-soal-sawit/
Monczka R, Trent RJ, Handfield RB. 2011. Purchasing and Supply Chain
Management 5th Edition. Ohio, South-Western (US): Cengage Learning.
Musango JK, Brent AC. 2011. A conceptual framework for energy technology
sustainability assessment. Energy Sustainibility Development Journal. 15 (1),
84–91.
Palma-Mendoza JA, Neailey K, Roy R. 2014. Business process re-design
methodology to support supply chain integration. International Journal of
Information Management. 34(2):167-176.
[Paspi] Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute. 2017. Kebijakan nasional
dalam industri sawit menuju ekonomi Indonesia pada urutan 10 besar dunia.
Monitor Isu Strategis Sawit. 3 (17): 767-778.
49

Pujawan, Geraldin LH. 2009. Supply chain house of risk: a model risk management
for proactive supply chain. Business Process Management Journal. 15(6):
953-67.
Saaty TL. 2005. Theory and Applications of the Analytic Network Process.
Pittsburgh (PA): Ellsworth Avennue.
Saaty TL. 1990. How to make a decision: The analytic hierarchy process. European
Journal of Operational Research. 48(1): 9–26.
Sargent RG. 2015. An introductory tutorial on verification and validation of simulation
models. Proceedings of the 2015 Winter Simulation Conference. New York
(USA): Syracuse University.
[SCC] Supply Chain Council. 2012. Supply Chain Operations Reference Model
Revision 11.0. Dictionary, United States of America.
Septiani W. 2016. Rancang bangun model manajemen risiko rantai pasok
agroindustri susu berbasis pengetahuan. [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Septiani W, Marimin, Herdiyeni Y, Haditjaroko L. 2016a. Method and approach
mapping for agri-food supply chain risk management: a literature review.
International Journal of Supply Chain Management. 5(2): 51-64.
Septiani W, Marimin, Herdiyeni Y, Haditjaroko L. 2016b. Risk depedency chain
model of dairy agro-industry supply chain using fuzzy logic approach. Supply
Chain Forum: An International Journal. 17(4): 218-230.
Sommerville I. 2011. Software Engineering 9th Edition. California (USA):
Addison-Wesley.
Sugiyanto M. 2004. Rancang bangun sistem penunjang keputusan agroindustri
jambu mete (studi kasus di Kabupaten Wonogiri). [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ulfah M. 2016. Rancang bangun model manajemen risiko rantai pasok gula rafinasi
[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[VSII] Van der Schaar Indonesia Investments. 2016. Minyak kelapa sawit
[internet]. [diakses 2016 Des 04]. Tersedia pada: http://www.indonesia-
investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166?
Wessiani NA dan Sarwoko SO. 2015. Risk analysis of poultry feed production
using fuzzy FMEA. Science Direct: Procedia Manufacturing. 4: 270-281.
Wijiono RC. 2016. Analisis kinerja, nilai tambah, dan risiko rantai pasok produksi
pintu PT X. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
50

LAMPIRAN

Lampiran 1 Perhitungan matrik kinerja rantai pasok kelapa sawit


Bobot Nilai Aktual % Nilai Matrik Kinerja
Atribut
Matrik Kinerja Matrik
Kinerja Kebun Pabrik Kebun Pabrik
Kinerja
Reliabili- Pesanan terkirim
0.233 99.89 100 23.24 23.26
tas penuh
Kondisi sempurna 0.233 94.95 100 22.09 23.26
Respon- Waktu siklus
0.091 100 81.79 9.12 7.46
sivitas pengolahan
Siklus penjadwalan
0.073 100 95.8 7.31 7
produksi
Pemenuhan
Agilitas 0.097 69.6 50.24 6.74 4.87
kapasitas produksi
Persediaan produk
0.04 99.89 72.18 4.01 2.9
bebas kontrak
Biaya Biaya produksi 0.102 76.2 55.14 7.79 5.64
Biaya utilitas 0.047 79.09 93.98 3.73 4.43
Biaya karyawan 0.083 87.06 88.93 7.22 7.37
0.999 91.24 86.19

Lampiran 2 Kemungkinan terjadinya risiko (risk event)


Sub Proses Risk Event Kode
Perancangan Ketidaksesuaian perencanaan kapasitas dengan
Plan E1
kapasitas produksi realisasi pengolahan
Pengendalian
Kesenjangan bahan baku tersedia dengan rancangan E2
bahan baku
Penyesuaian rantai
Ketidaksesuaian rantai pasok dengan anggaran
pasok dengan E3
biaya
perencanaan biaya
Kondisi sempurna Rendemen yang dihasilkan tidak memenuhi standar E4
Target produksi tidak tercapai E5
Penerimaan Keterlambatan bahan baku dari pemasok dan
Source E6
pengiriman bahan afdeling
baku Bahan baku tidak memenuhi rancangan kapasitas E7
Rendahnya mutu pasokan bahan baku E8
Bahan baku yang tidak sesuai/tidak lolos sortasi E9
Perubahan kualitas bahan baku E10
Pemilihan dan Tidak melakukan evaluasi kinerja pemasok E11
evaluasi pemasok Ketidaksesuaian bahan yang dikirim pemasok E12
Make Pengendalian Bahan baku rusak sehingga tidak dapat diolah E13
produksi Keterlambatan pelaksanaan produksi E14
Proses produksi tidak efisien E15
Kegagalan mesin (mesin rusak atau kurangnya
E16
perawatan)
Hasil produksi tidak sempurna E17
51
lanjutan
Sub Proses Risk Event Kode
Penjadwalan
Terhambatnya produksi akibat kerusakan mekanis E18
produksi
Pengecekan Tidak dilakukannya pengecekan kualitas selama
E19
kualitas produk proses berlangsung
Kerusakan pada produk hasil E20
Kegiatan produksi Kegiatan produksi tidak dilakukan/terhenti E21
Permintaan tidak mampu dipenuhi E22
Limbah dihasilkan dalam jumlah besar E23
Deliver Seleksi pengiriman Kekurangan kapasitas pengiriman produk E24
Kekurangan produk di pusat distribusi E25
Keterlambatan pengiriman produk ke konsumen E26
Kerusakan produk selama transportasi E27
Pengembalian
Return Kuantitas bahan baku tidak sesuai E28
bahan baku
Pengembalian Stabilitas produksi terganggu E29
produk Biaya pengolahan ulang produk E30
Penjadwalan ulang pengiriman E31

Lampiran 3 Hubungan keterkaitan antara risk event dan risk agent


A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
E1 9 9 1 9 3
E2 9 3 1
E3 3 1 3 3 1 3 1
E4 3 3 9 3 3 1 9 1
E5 9 1 1 9 9 3 3
E6 9 9 3
E7 3 9 1 9
E8 3 1 3 3
E9 3 3 1 3 3 3
E10 3 3 9 9 9
E11 3
E12 1 3 1
E13 3 9 9
E14 3 9 3 3 1
E15 9 1 3 3 3 3 1 9 3 1
E16 9 9 3 3
E17 3 3 1 3 3 1
E18 3 9 9 1 1
E19 3
E20 1 1 3 3 1 1
E21 3 1 3 9
E22 1 1 1 1 3 9
E23 1 1 1
E24 9 3 1 1
E25 3 1 3 3 3 1
52
lanjutan
A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
E26 3 3 3 3
E27 3 3
E28 1 1 3 9
E29 1 1 1 3 9 3 3 3 1 1
E30 1 1
E31 1 1 1

Lampiran 4 Pemodelan House of Risk 1


53

Lampiran 5 Pemodelan House of Risk 2

Lampiran 6 Struktur ANP pemilihan alternatif peningkatan kinerja rantai pasok


kelapa sawit secara berkelanjutan dalam software Superdecisions
a. Kriteria utama BOCR (benefit, opportunity, cost, dan risk)
54

b. Subnet dalam kriteria BOCR (benefit, opportunity, cost, dan risk)

c. Subkriteria dan alternatif dalam subnet sosial dalam kriteria benefit

Lampiran 7 Data Flow Diagram (DFD)


a. Data Flow Diagram (DFD) Level 0
55

b. Data Flow Diagram (DFD) Level 1

Lampiran 8 Instalasi sistem Palm Oil-SCDM

Instalasi sistem dilakukan agar program Palm Oil-SCDM dapat dijalankan,


kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan dalam program
penunjang pengambilan keputusan ini, mempunyai spesifikasi antara lain:
1. Perangkat keras terdiri atas satu unit komputer atau notebook dengan processor
minimal Pentium II, RAM 128 MB, dan 20 GB hardisk (APSF 2011).
2. Perangkat lunak berupa sistem operasi minimal Microsoft Windows 7 dan
XAMPP-Win32-5.6.30

Prosedur instalasi XAMPP-Win32-5.6.30


1. Klik dua kali file xampp-win32-5.6.30-1-VC11-installer, maka akan muncul
kotak dialog seperti Gambar 1, lalu centang semua fitur pada XAMPP seperti
Gambar 2, klik next untuk melanjutkan.
56

Gambar 1 Tampilan awal instalasi XAMPP Gambar 2 Pemilihan fitur aplikasi XAMPP

2. Pilih lokasi instalasi XAMPP, lalu klik next, selanjutnya klik next beberapa kali
agar instalasi berjalan hingga, setelah instalasi berhasil, klik Finish.

Gambar 3 Pemilihan lokasi instalasi XAMPP Gambar 4 Proses instalasi XAMPP selesai

3. Jalankan XAMPP dengan mengklik start pada Apache dan MySQL.

Gambar 5 Tampilan XAMPP Control Panel


57

4. Jalankan web browser, ketik localhost/phpmyadmin/ pada alamat tujuan, pilih


menu new, lalu buat file dengan nama sistem. Kemudian klik tab import, klik
choose file, dan pilih file sistem.sql lalu Go, seperti Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6 Pemilihan lokasi instalasi XAMPP Gambar 7 Proses upload database MySQL
5. Copy foler palm_oil ke direktori c:\xampp\htdocs seperti pada Gambar 8

Gambar 8 Direktori aplikasi XAMPP

6. Pengaplikasian dari program Palm Oil-SCDM dapat dibuka di web browser


dengan mengakses http://localhost/palm_oil/pages/login.php serta masukkan
username admin dan password admin, sehingga akan masuk ke bagian Beranda
(http://localhost/palm_oil/pages/index.php) dan beberapa subsistem lainnya
seperti yang telah dijelaskan pada bagian rancangan perangkat lunak pendukung
analisis rantai pasok kelapa sawit.
58

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Bapak


Muhammad Yusuf dan Ibu Salmiah, lahir pada 02 Desember
1995 di Aceh Tengah dan besar di Medan. Sejak kecil, penulis
selalu memilih sekolah yang diinginkannya, dengan
dukungan penuh dari sang Ayah dan kekhawatiran yang
selalu dirasakan sang Ibu karena pilihan yang diambil penulis.
Penulis menjadi lulusan dari TK Wih Pesam Sp. Balik (2001),
TPA-MDA Muhammadiyah Medan (2007), SD Swasta Al-
Ittihadiyah Mamiyai Medan (2007), SMP Negeri 3 Medan
(2010) dan SMA Negeri 3 Medan (2013), setelahnya penulis melanjutkan
pendidikan di departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN.
Selama mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif
dalam kegiatan berbagai kepanitian intra kampus hingga event internasional. Selain
itu, penulis merupakan staff Biro Internal di Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa (BEM KM) IPB Kabinet Ayo Gerak tahun 2015/2016, manajerial
Human Resources Development (HRD) Inovasi untuk Indonesia tahun 2015, dan
divisi konservasi primata Uni Konservasi Fauna (UKF) tahun 2013/2014. Penulis
juga merupakan awardee dari Cargill Global Scholarship Program pada tahun 2015.
Pada bulan Juni - Agustus 2016, penulis melaksanakan praktik lapangan di PT
Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina dengan judul Analisis Manajemen
Rantai Pasok Kelapa Sawit di PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina.

Anda mungkin juga menyukai