Anda di halaman 1dari 20

REFERAT BLOK GENITO URINARY SYSTEM

“HIPOSPADIA”

Pembimbing :
dr. Madya Ardi Wicaksono, M.Si.

Disusun oleh :
Kelompok 1
G1A011001 Iman Hakim Wicaksana
G1A011002 Imelda Widyasari Situmorang
G1A011003 Mutia Milidiah
G1A011004 Gilang Rara Amrullah
G1A011005 Irma Nuraeni Hidayat
G1A011006 Raditya Bagas Wicaksono
G1A011007 Isnila F Kelilauw
G1A011066 Yefta
G1A011009 Nyimas Eva Fitriani
G1A011010 Fiska Praktika Widyawibowo
G1A009008 Fickry Adiansyah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2013

1
HALAMAN PENGESAHAN

TUGAS REFERAT BLOK NU


HIPOSPADIA

Oleh
Kelompok 1 :
G1A011001 Iman Hakim Wicaksana
G1A011002 Imelda Widyasari Situmorang
G1A011003 Mutia Milidiah
G1A011004 Gilang Rara Amrullah
G1A011005 Irma Nuraeni Hidayat
G1A011006 Raditya Bagas Wicaksono
G1A011007 Isnila F Kelilauw
G1A011066 Yefta
G1A011009 Nyimas Eva Fitriani
G1A011010 Fiska Praktika Widyawibowo
G1A009008 Fickry Adiansyah

Disusun untuk memenuhi tugas blok Nefrourinari pada Jurusan


Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto.

Diterima dan disahkan,


Purwokerto, September 2013

Dosen Pembimbing,

dr. Madya Ardi WIcaksono, M.Si

2
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang atas
rahmat dan karuniaNya lah kami bisa menyelesaikan tugas referat kami ini yang
berjudul Hipospadia. Pembuatan referat ini merupakan salah satu dari tugas di
blok Genito Urinary dalam rangka menambah pengetahuan dan keilmuan kami
tentang penyakit Hipospadia. Dengan pembuatan referat ini kami berharap dapat
menambah pengetahun mengenai penyakit Hipospadia kepada para pembaca.
Dalam proses pembuatan laporan ini, terimakasih kami ucapkan kepada beliau
dibawah ini atas bimbingannya selama proses pembuatan referat:
1. dr. Madya Ardi Wicaksono, M.Si selaku pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan referat
ini.
2. Teman-teman Kedokteran Unsoed Angkatan 2011 serta semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
kekurangan. Namun, kami telah berusaha menyusun referat ini sebaik mungkin
dengan komprehensif berdasarkan berbagai referensi baik dari jurnal maupun text
book. Oleh karena itu, kami mengharap masukan untuk menyempurnakan
penyusunan referat ini.

Purwokerto, September 2013


Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. 1
Halaman Pengesahan........................................................................................ 2
Kata Pengantar.................................................................................................. 3
Daftar Isi........................................................................................................... 4
I. Pendahuluan............................................................................................... 5
II. Tinjauan Pustaka........................................................................................ 6
A. Tanda dan Gejala Klinis Hipospadia................................................... 6
B. Patofisiologi Hipospadia...................................................................... 8
C. Pemeriksaan Penunjang Hipospadia.................................................... 9
D. Penegakan Diagnosis........................................................................... 11
E. Penatalaksanaan................................................................................... 11
F. Prognosis............................................................................................. 13
G. Komplikasi........................................................................................... 13
III. Pembahasan............................................................................................... 15
A. Teori Baru Penatalaksanaan Hipospadia............................................. 15
B. Kelebihan dan Kekurangan Teori Baru dibandingkan Teori
Sebelumnya......................................................................................... 16
C. Harapan Penatalaksanaan yang Lebih Baik......................................... 17
IV. Kesimpulan................................................................................................ 18
Daftar Pustaka................................................................................................... 19

4
I. PENDAHULUAN

Hipospadia adalah kelainan letak lubang uretra pada bayi laki-laki yang
baru lahir, yang bersifat kongenital dari yang seharusnya diujung penis menjadi
lebih ke arah ventral. Kelainan ini bisa bersifat ringan maupun ekstrem. Sebagian
bayi memperlihatkan letak meatus (lubang) uretra di daerah skrotum atau perianus
(Corwin, 2009).
Kelainan ini terdapat pada kira-kira 1 diantara 500 bayi baru lahir
(Behrman, 2000). Jika salah satu saudara kandung mengalami hipospadia, risiko
kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%. Jika bapak dan anak laki-
lakinya terkena, maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25%
(Heffner, 2005). Gambaran klinis pada kelainan ini antara lain letak anatomis
uretra yang lebih ke arah ventral serta ketidakmampuan berkemih secara adekuat
dengan posisi berdiri. Kemudian bisa juga disertai dengan chordee
(melengkungnya penis) (Corwin, 2009).
Mengingat gejala klinis hipospadia mengganggu proses fisiologis
mikturisi secara normal, diperlukan penatalaksanaan yang adekuat. Penanganan
hipospadia dimulai pada periode bayi baru lahir. Usia ideal untuk reparasi adalah
sebelum umur 18 bulan. Sirkumsisi harus dihindari, karena preputium terkadang
diperlukan untuk reparasi. Pada hipospadia ringan, reparasi dilakukan untuk
alasan kosmetik saja. Sedangkan pada kasus hipospadia berat, reparasi bertujuan
untuk memungkinkan anak mengosongkan urin dengan berdiri, untuk
memungkinkan fungsi seksual di masa depan, dan juga untuk menghindari
gangguan psikologis pada anak, karena memiliki genitalia externa yang cacat
(Behrman, 2000). Apabila penanganan tidak segera dilakukan, kelainan ini akan
menimbulkan berbagai komplikasi di kemudian hari. Komplikasi paling sering
dari hipospodia adalah fistula, divertikulum, penyempitan uretra dan stenosis
meatus. Selain itu, komplikasi yang paling ringan yaitu kelainan pada organ
genitalia yang dapat menimbulkan gangguan psikologis, kemudian terjadi
disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee sudah parah, maka
penetrasi selama hubungan intim tidak dapat dilakukan sehingga penderita dapat
mengalami infertilitas (Corwin, 2009).

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanda dan Gejala Klinis Hipospadia


1. Anamnesis
a. Penderita mengeluh terjadinya pelengkungan penis kearah bawah
pada saat ereksi. Hal ini disebabkan karena adanya chordee, yaitu
suatu jaringan fibrosa yang menyebar mulai dari meatus yang
letaknya abnormal ke glans penis. Jaringan fibrosa ini adalah bentuk
rudimenter dari uretra, korpus spongiosum, dan tunika Dartos.
Walaupun adanya chordee adalah salah satu ciri khas untuk
mencurigai suatu hipospadia, perlu diingat bahwa tidak semua
hipospadia memiliki chordee (Mansjoer, 2000).
b. Urin keluar melalui muara uretra yang terletak disebelah ventral
penis. Hal ini disebabkan maskulinisasi inkomplit dari genitalia
karena involusi yang premature dari sel interstisial testis (Mansjoer,
2000).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik untuk menegakkan hipospadia lebih
menekankan pada inspeksi pemeriksa yang teliti. Pada inspeksi didapatkan
meatus uretra terletak kepermukaan inferior penis (Bickley, 2008). Tidak
didapatkan prepusium ventral sehingga prepusium dorsal menjadi
berlebihan (dorsal hood) dan sering disertai dengan chordee (penis
angulasi ke ventral) (Purnomo, 2012).
Pada penis normal, meatus urethra externa dapat ditemukan pada
ujung distal penis. Preputium muncul di bagian dorsal dan ventral.
Sedangkan pada hipospadia, meatus uretrhra externa dapat dijumpai di
bagian ventral penis, misalnya di dekat glans penis, penoskrotal, skrotal,
dan perineal. Selain itu, preputium pada hipospadia hanya dijumpai di
dorsal penis (Mansjoer, 2000).

6
Perbandingan antara penis normal (muara uretra terdapat pada
ujung glans penis) (Martini, 2012) dengan hipospadia (muara uretra
terdapat pada bagian ventral batang penis):

Gambar 1: Penis normal Gambar 2: Hipospadia


Klasifikasi hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus
uretra yaitu tipe glandular, distal penis, penile, penoskrotal, skrotal dan
perineal. Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang
diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada kasus ini, 90% terletak di
distal dimana meatus terletak diujung batang penis atau diglans penis.
Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang penis,
skrotum atau perineum (Mansjoer, 2000).

Gambar 3. Tipe-tipe Hipospadia

7
Gambar 4. Hipospadia tipe penile Gambar 5. Chordee Berat

B. Patofisiologi Hipospadia
Perkembangan genitalia eksterna pada pria berada di bawah pengaruh
berbagai androgen yang disekresikan oleh testis janin dan ditandai oleh
pemanjangan cepat tuberkulum genitale (phallus atau penis). Selama
pemanjangan ini, phallus menarik lipatan uretra ke arah depan sehingga
lipatan-lipatan tersebut membentuk dinding lateral dari alur uretra (urethral
groove). Alur ini berjalan di sepanjang aspek kaudal phallus yang telah
memanjang tetapi tidak mencapai bagian paling distal, glans. Lapisan epitel
alur yang berasal dari endoderm, membentuk lempeng uretra (Sadler, 2009).
Pada akhir bulan ketiga, kedua lipatan uretra menutupi lempeng
uretra, membentuk uretra penis. Saluran ini tidak memanjang hingga ke ujung
phallus. Bagian paling distal uretra terbentuk selama bulan keempat, saat sel-
sel ektoderm dari ujung glans penis menembus ke arah dalam dan membentuk
suatu chordee epitel pendek. Chordee ini kemudian memperoleh lumen
sehingga terbentuklah Ostium uretrae eksternum (Sadler, 2009).
Hipospadia terjadi akibat penyatuan lipatan uretra yang tidak
sempurna sehingga terbentuk muara uretra abnormal. Muara uretra abnormal
ini terletak pada sisi ventral penis, di sepanjang permukaan inferior penis,
biasanya di dekat glans, di sepanjang batang penis, atau di dekat pangkal
penis (Price & Wilson, 2005; Sadler, 2009).
Ada berbagai tipe kelainan letak, seperti pada glandular (letak meatus
yang salah pada glans), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang

8
batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum), dan
perineal (pada perineum). Preputium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura
(lengkungan) ventral dari penis (Price & Wilson, 2005).
Hipospadia dapat menimbulkan gangguan psikologi pada penderita.
Selain itu chordee akan menghalangi hubungan seksual, dapat timbul stenosis
meatus yang menyebabkan kesulitan dalam mengatur aliran urin, serta
disfungsi ejakulasi pada pria dewasa (Corwin, 2009; Price & Wilson, 2005).

C. Pemeriksaan Penunjang pada Hipospadia


Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis
hipospadia. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG
mengingat hipospadia sering disertai kelainan pada ginjal. Karena pada
hipospadia ini kelainan cukup dapat dilihat saat pemeriksaan fisik, terkecuali
ada keluhan sulit saat miksi (Purnomo, 2000).
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang
dilakukan adalah pemeriksaan radiologis urografi seperti BNO-IVP untuk
menilai gambaran saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras.
Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit
berkemih (Purnomo, 2000).
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu
ureteroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal
terbentuk secara normal. Namun ureteroscopy dilakukan lebih fokus untuk
masalah batu pada saluran urinarius.  Excretory urography dilakukan untuk
mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter
(Purnomo, 2000).
1. BNO-IVP (Blass Nier Overzicht-Intra Venous Pyelography)
BNO merupakan satu istilah medis dari bahasa Belanda yang
merupakan kependekan dari Blass Nier Overzicht (Blass = Kandung
Kemih, Nier = Ginjal, Overzicht = Penelitian). Dalam bahasa Inggris,
BNO disebut juga KUB (Kidney Ureter Blass). Jadi, pengertian BNO

9
adalah suatu pemeriksaan didaerah abdomen / pelvis untuk mengetahui
kelainan-kelainan pada daerah tersebut khususnya pada sistem urinaria.
IVP atau Intra Venous Pyelography merupakan pemeriksaan radiografi
pada sistem urinaria (dari ginjal hingga blass) dengan menyuntikkan zat
kontras melalui pembuluh darah vena. Untuk mendapatkan gambaran
radiografi dari letak anatomi dan fisiologi serta mendeteksi kelainan
patologis dari ginjal, ureter dan blass (Purnomo, 2000).

Gambar 6. Pemeriksaan radiologi BNO-IVP fase 60 menit


2. Cystoscopy
Pemeriksaan bagian dalam kandung kemih dan uretra, tabung yang
membawa urin dari kandung kemih ke luar tubuh. Pada pria, uretra adalah
tabung yang berjalan melalui penis. Dokter melakukan pemeriksaan
menggunakan cystoscope-panjang, instrumen tipis dengan lensa mata di
ujung eksternal dan lensa kecil dan cahaya di ujung yang dimasukkan ke
dalam kandung kemih. Para dokter memasukan cystoscope ke uretra
pasien, dan lensa kecil memperbesar lapisan dalam uretra dan kandung
kemih, yang memungkinkan dokter untuk melihat ke dalam kandung
kemih kosong. Banyak cystoscopes memiliki saluran ekstra dalam
sarungnya untuk memasukkan instrumen kecil lainnya yang dapat
digunakan untuk mengobati atau mendiagnosa masalah miksi (Michael,
2012).

10
D. Penegakan Diagnosis Hipopadia
Pada hipospadia, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cermat dari genitalia eksterna. Cek posisi meatus,
dimensi penis, dan ada tidaknya kedua testis. Tidak adanya meatus urethra
externa di daerah glans penis pada tempat seharusnya dan bentuk penis
melengkung ke ventral menunjukkan ciri khas dari hipospadia. Selain itu
hipospadia menunjukkan penis tampak berkerudung karena kulit depan penis
berlebihan dan tidak ada pada bagian bawah serta ada tidaknya kedua testis
(Hohenfellner, 2006).
Dalam penilaian tipe hipospadia, perlu dideskripsikan posisi meatus
urethra, serta lokasi dan derajat chordee. Penjelasan ini penting dalam
merencanakan penatalaksanaan (Hohenfellner, 2006). Semakin proksimal
posisi meatus urethra semakin besar kemungkinan pancaran urin akan
memancar ke bawah yang mengharuskan penderita miksi dengan posisi
duduk. Adanya chordee akan memperparah kelainan ini. Ejakulasi yang
abnormal akan mengganggu proses inseminasi yang efektif dan adanya
chordee menyebabkan nyeri saat ereksi (Duckett, 2002).
Jika hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya yang
sering menyertai seperti cryptorchidism (9%), hernia inguinalis (9%),
megalourethra, fistula urethra, hypoplastic testicular dan defek pada traktus
urinarius bagian atas (46%). Pada hipospadia sering disertai dengan
undesensus testis dan kelainan kongenital lainnya sehingga kadang-kadang
diperlukan pemeriksaan BNO-IVP (Duckett, 2002).

E. Penatalaksanaan pada Hipospadia


Penanganan hipospadia adalah dengan cara pembedahan. Tujuan
prosedur pembedahan pada hipospadia adalah (Bhat, 2008):
1. Membuat penis lurus dengan memperbaiki chordee
2. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti)

11
3. Untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
dengan merekonstruksi jaringan yang membentuk radius ventral penis
(glans, corpus spongiosum dan kulit)
Pembedahan sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam
bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini anak
diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan berbeda dengan
teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi
(buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya
dengan jongkok agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak yang
menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan
dengan tindakan pembedahan rekonstruksi yang akan mengambil kulit
preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu
pada penderita hipospadia (Baskin, 2006).
Pembedahan dilakukan berdasarkan kondisi malformasinya. Pada
hipospadia glanular, uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal
(misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and
glanuloplasty], termasuk preputium plasti) (McAninch, 2008).
Tahapan pembedahan rekonstruksi antara lain : (Bhat, 2008)
1. Release Chordee dan Tunneling
Meluruskan penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal
mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita hipospadia biasanya
terdapat suatu chordee yang merupakan jaringan fibrosa yang
mengakibatkan penis bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi
(memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup
sulcus urethra dan dibuat lubang di gland penis sehingga meatus
urethrae externus berada di ujung penis.

12
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa
navicularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fossa
navicularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan
dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap
pertama.

Gambar 8. Perbandingan sebelum dan sesudah pembedahan

F. Prognosis Hipospadia
Prognosis pasien dengan hipospadia baik jika mendapatkan
penanganan intensif dan cepat dan tidak dilakukan sirkumsisi, dan prognosis
memburuk dan penderita akan mengalami infertilitas apabila tidak dilakukan
penatalaksanaan secara cepat (Muscari, 2005).

G. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada hipospadia sangat dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi,
ketelitian teknik operasi, serta perawatan paska hipospadia. Macam
komplikasi yang terjadi menurut Corwin (2009), yaitu :
1. Perdarahan
2. Infeksi
3. Fistula urethrocutan
4. Striktur urethra, stenosis urethra
5. Divertikel urethra.
Komplikasi paling sering dari hipospodia adalah fistula,
divertikulum, penyempitan uretra dan stenosis meatus. Penyebab paling

13
sering dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh
terkumpulnya darah dibawah flap. Fistula tersebut dapat dibiarkan sembuh
spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan sesudahnya. Untuk itu keteter
harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh, dengan harapan
tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus
diversi lebih lama dari dua minggu. Penyempitan uretra adalah suatu
masalah. Bila penyempitan ini padat, maka dilatasi dari uretra akan efektif.
Pada penyempitan yang hebat, operasi sekunder diperlukan. Urethrotomy
internal akan memadai untuk penyempitan yang pendek. Sedang untuk
penyempitan yang panjang uretra itu harus dibuka disepanjang daerah
penyempitan dan ketebalan penuh dari graft kulit yang dipakai untuk
menyusun kembali ukuran uretra Suatu kateter bisa dipergunakan untuk
mendukung skin graft (Corwin, 2009).

14
III. PEMBAHASAN

Hipospadia merupakan malformasi kongenital dari traktus urinarius, yaitu


dengan adanya pembukaan semacam meatus atau saluran uretra proksimal tidak
seperti biasanya. Hipospadia bisa terjadi di distal, medial, dan proksimal. Ada
berbagai derajat kelainan letak, seperti pada glandular (letak meatus yang salah
pada glans), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis),
penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum), dan perineal (pada
perineum). ( Ehrlich et all, 2009). Tujuan tata laksana hipospadia adalah untuk
memperbaiki keadaan penis dengan orthoplasty untuk memperbaiki saluran uretra
(urethroplasty), memperbaiki bentuk glans penis (glansplasty), serta kosmetik
permukaan atau kulit penis dan untuk membuat scrotum yang normal (Gatti dkk,
2013).
Reparasi hipospadia dianjurkan pada usia pra sekolah agar tidak
mengganggu kegiatan belajar pada saat operasi karena sering sekali operasi
hipospadi dilakukan berulangkali jika terjadi komplikasi. Misalnya striktura
uretra, fistula uretrokutan, dan timbulnya divertikel uretra (Purnomo, 2012).

A. Penjelasan Teori Baru mengenai Penatalaksanaan Masalah


Hipospadia berpotensi sekali disebabkan oleh adanya kelainan gen.
Oleh karena itu, satu-satunya cara terapinya adalah dengan operasi. Waktu
operasi yang optimal adalah saat anak berusia 3-18 bulan. Pada saat ini anak
akan mengalami amnesia dari prosedur operasi dan 70-80% kelainan dapat
ditangani tanpa perlu dirawat. Dua tahap utama operasi hipospadia adalah
eksisi chordee dan urethroplasty. Ada 2 teknik operasi terbaru yang dapat
dilakukan yaitu dengan teknik satu langkah yang disarankan oleh Snodgrass
dan teknik free transplant oleh Bracca, menggunakan mucosa bucal atau
preputium dorsal (Snodgrass, 2005).

15
Langkah yang harus dilakukan adalah : (Snodgrass, 2005)
1. Check up pre operative.
2. Teknik insisi mucosa collar sekitar 2mm ke proksimal meatus.
3. Setelah itu dilakukan insisi kulit penis dengan 69 Beaver scalpel secara
longitudinal di sepanjang junctional antara glans penis dengan urethra,
sebelumnya menggunakan infiltrasi 1:100000 noradrenalin, dengan
meletakkan torniquet di sepanjang penis.
4. Insisi basis uretra dengan menggunakan gunting tenotomy. Kedalaman
insisi biasanya sampai mendekati corpora cavernosa.
5. Sebuah silastic stent dilewatkan ke dalam kandung kemih dan melakukan
tubularisasi, yang ditempatkan di sepanjang epitel bagian distal glans
penis untuk membuat neourethra.
6. Pedikel dartos diseksi dari bagian preputial dan kulit bagian dorsal,
kemudian menutup neourethra.
7. Melakukan glansplasty dengan menggunakan jahitan interuptur
menggunakan 6-0 polyglactin subepithelial di bagian sutura proksimal ke
corona.
8. Aplikasi tegoderm dressing.
9. Penyembuhan setelah operasi membutukan waktu sekitar 3-18 bulan.
10. Melakukan check up post operative

B. Penjelasan Kekurangan dan Kelebihan Teori Baru dibandingkan


dengan Teori Sebelumnya
Teori lama Thiersche dan Duplay memberikan hasil yang memuaskan
terhadap perbaikan hipospadia dengan melakukan perbaikan dua tahap, yaitu
melakukan reseksi jaringan yang menyebabkan chordee dan meluruskan
penis. Kulit penis ditutup dan bulan berikutnya membentuk neouretha dengan
membuat insisi longitudinal di bawah permukaan ventral saluran penis ke
uretra dan merusak kulit laps lateral dan menutupi salurannya. Kekurangan
dari operasi ini adalah tidak adekuat karena memperpanjang uretra ke ujung
glans penis dan tanpa teknik dressing untuk perbaikan estetika penis
(Snodgrass, 2005).

16
Sedangkan teori Snodgrass sudah melakukan teknik operasi
hipospadia dengan alat dan teknologi yang lebih canggih. Selain itu teori ini
juga melakukan tahap akhir untuk memperbaiki estetika penis pasca operasi
yaitu teknik tegoderm dressing (Snodgrass, 2005).

C. Harapan untuk Penatalaksanaan Masalah Dalam Referat


Harapan dalam penatalaksanaan referat hipospadia ini adalah dengan
menggunakan teknik yang baru karena teknik yang baru memiliki risiko yang
lebih kecil dengan teknologi modern dibandingkan dengan teknik lama.
Karena pada teknik yang baru setelah dilakukan operasi, dilakukan tegoderm
dressing untuk memperbaiki estetika penis. Sedangkan pada teknik lama
teknik tegoderm tidak dilakukan sehingga kurang memperbaiki estetika penis.
Sehingga selain memperbaiki dari segi anatomis juga bisa mengembalikan
estetika organ pasca operasi.

17
IV. KESIMPULAN

1. Hipospadia adalah kelainan letak lubang uretra pada bayi laki-laki yang baru
lahir, yang bersifat kongenital dari yang seharusnya diujung penis menjadi
lebih ke arah ventral.
2. Kelainan ini terdapat pada kira-kira 1 diantara 500 bayi baru lahir.
3. Gambaran klinis pada kelainan ini adalah letak anatomis uretra yang lebih ke
arah ventral, ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri,
selain itu bisa juga disertai dengan chordee (melengkungnya penis).
4. Penanganan hipospadia adalah dengan cara pembedahan.
5. Prognosis pasien dengan hipospadia baik jika mendapatkan penanganan
intensif dan cepat dan tidak dilakukan sirkumsisi, dan prognosis memburuk
dan penderita akan infertile apabila tidak dilakukan penatalaksanaan secara
cepat.
6.

18
DAFTAR PUSTAKA

Baskin, S. Laurence. 2006. Cambridge Pediatric Surgery & Urology 2nd ed.
Hypospadias. New York : Cambridge University Press.

Behrman, Kliegman., Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 3.
Jakarta: EGC

Bhat, Amila. 2008. General considerations in hypospadias surgery. Indian


Journal of Urology 2008;24(2):188-194

Bickley, Lynn. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates
Edisi 5. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC

Duckett, J. W. 2002. Hypospadias Repair. In : Operative Pediatric Urology 2nd


Edition. London: Churchill Livingstone

Ehrlich, Richard., William, J. 2009. One Step or Two Steps for Complex
Hypospadias Forms. Brazil: Federal University of Saulo Paulo

Heffner L. J., Danny, J. S. 2005. At a Glance SISTEM REPRODUKSI Edisi


Kedua. Jakarta: EMS

Hohenfellner, R. 2006. Hypospadia Repair : The Past and The Present-also the
Future. In: Urethral Reconstructive Surgery. Berlin: Springer

Mansjoer, Arief; Suprohaita; dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas


Kedokteran UI Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius

Martini, F. H., Nath, J. L & Bartholomew, E. F., 2012. Fundamentals of Anatomy


and Physiology 9th ed. San Fransisco: Pearson Edication Inc

McAninch, W. Jack W. 2008. Disorders of the Penis & Male Urethra. In Smith’s
General Urology 17th ed. California: The McGraw-Hill Companies

Michael, B. Chancellor, M.D. 2012. National Kidney and Urologic Diseases


Information Clearinghouse. National Institute of Diabetes and Digestive
and Kidney Disease (NIDDK). University of Pittsburgh Medical Center

Muscari, Mary, F. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Price, Sylvia, A., Lorraine, M. Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

19
Purnomo B. B. 2000. Uretra dan Hipospadia, Dalam Dasar-Dasar Urologi.
Malang: Sagung Seto

Purnomo, Basuki. 2012. Dasar-Dasar Urologi Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto

Sadler, Thomas W. 2009. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 10. Jakarta:


EGC

Smith, Donald. 2011. The Treatment of Hypospadias. San Fransisco: University


of California

Snodgrass, Warrent T. 2005. Snodgrass Technique for Hypospadias Repair.


Departement of Pediatric Urology, Children’s Medical Center and
University of Texas South-Western Medical Center : USA Available at
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1464-410X.2005.05384.x/pdf

20

Anda mungkin juga menyukai