Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

POST CRANIOTOMY (CRANIOPHARYNGIOMA)

A. DEFINISI
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh
di otak, meningen dan tengkorak.
Craniopharyngioma adalah Tumor otak yang terletak di area hipotalamus di atas sella tursica
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud
untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.

B. ETIOLOGI
Kongenital : Beberapa tumor otak tertentu seperti kraniofaringioma, teratoma, berasal dari
sisa-sisa embrional yang kemudian mengalami pertumbuhan neoplastik

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik umum (akibat dari peningkatan TIK, obstruksi dari CSF)
• Sakit kepala
• Nausea atau muntah proyektil
• Pusing
• Perubahan mental
• Kejang

Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari otak)
1. Perubahan penglihatan, misalnya: hemianopsia, nystagmus, diplopia, kebutaan, tanda-tanda
papil edema.
2. Perubahan bicara, msalnya: aphasia
3. Perubahan sensorik, misalnya: hilangnya sensasi nyeri, halusinasi sensorik.
4. Perubahan motorik, misalnya: ataksia, jatuh, kelemahan, dan paralisis.
5. Perubahan bowel atau bladder, misalnya: inkontinensia, retensia urin, dan konstipasi.
6. Perubahan dalam pendengaran, misalnya : tinnitus, deafness.
7. Perubahan dalam seksual

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membantu menentukan lokasi tumor yang tepat, sebuah deretan pengujian dilakukan.
1. CT-Scan memberikan info spesifik menyangkut jumlah, ukuran, dan kepadatan jejas
tumor, serta meluasnya edema serebral sekunder.
2. MRI membantu mendiagnosis tumor potak. Ini dilakukan untuk mendeteksi jejas tumor
yang kecil, alat ini juga membantu mendeteksi jejas yang kecil dan tumor-tumor didalam
batang otak dan daerah hipofisis.
3. Biopsy stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan
informasi prognosis.
4. Angiografi serebral memberikan gambaran tentang pembuluh darah serebral dan letak
tumor serebral.
5. EKG dapat mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

E. KOMPLIKASI POST OPERASI


1. Edema cerebral
2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral
3. Hypovolemik syok
4. Hydrocephalus
5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus)
6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi. Bahaya besar
tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan
ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini.
7. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aurens, organisme; gram positif.
Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptik.
8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan

F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri pasien.
5. Mempersiapkan pasien pulang.

Perawatan pasca pembedahan


1. Tindakan keperawatan post operasi
a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output
b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.
c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril.
2. Makanan
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan
sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah
makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses
penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.
pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral)
Biasanya makanan baru diberikan jika:
 Perut tidak kembung
 Peristaltik usus normal
 Flatus positif
 Bowel movement positif
3. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil.
Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi
agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan
untuk melakukan ambulasi dini.
4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
Sistem Perkemihan.
- Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal.
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi  retensio urine.
- Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli).
- Dower catheter  kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam 
komplikasi ginjal.
Sistem Gastrointestinal.
- Mual muntah  40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan
stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher
serta TIO meningkat.
- Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.
- Kaji paralitic ileus  suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus.
- jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.
- Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi
dan drainase lambung.
 Meningkatkan istirahat.
 Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
 Memonitor perdarahan.
 Mencegah obstruksi usus.
 Irigasi atau pemberian obat.

Proses penyembuhan luka


 Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah
baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai
kerangka.
 Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel
timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
 Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan
baru dan otot dapat digunakan kembali.
 Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka


1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.
2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
3. Pencegahan infeksi.
4. Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan
batuk efektif, latihan mobilisasi dini.

G. Kriteria Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;
1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.
2. Luka insisi normal tanpa infeksi.
3. Tidak timbul komplikasi.
4. Pola eliminasi lancar.
5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.
6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.
7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :
 Pengobatan lanjutan.
 Jenis obat yang diberikan.
 Diet.
 Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

H. PENGKAJIAN
a. Primary Survey
1) Airway
 Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair)
setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
 Potency jalan nafas,  meletakan tangan di atas mulut atau
hidung.
 Auscultasi paru  keadekwatan expansi paru,
kesimetrisan.
2) Breathing
 Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi
maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung
terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
 Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR
< 10 X / menit  depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal  gangguan
cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
 Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu
pernafasan diafragma, retraksi sternal  efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
3) Circulating:
 Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan
darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan
frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
 Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor
kulit, balutan.
4) Disability : berfokus pada status neurologi
 Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata,
respon motorik dan tanda-tanda vital.
 Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara,
kesulitan menelan, kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan
gelisah.
5) Exposure
 Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan

b. Secondary Survey : Pemeriksaan fisik


Pasien nampak tegang, wajah menahan sakit, lemah. Kesadaran somnolent,
apatis, GCS : 4-5-6, T 120/80 mmHg, N 98 x/menit, S 374 0C, RR 20 X/menit.
1) Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa tidak
membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus dilakukan pada
gastrointestinal.
2) Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4 dan
ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
3) Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4) Pemeriksaan neurologis
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu
sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

c. Tersiery Survey
1) Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat. Tekanan darah
120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik. Pemeriksaan laboratorium: HB
= 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
2) Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah, refleks
dalam batas normal.
3) Blader
Klien terpasang doewer chateter urine tertampung 200 cc, warna kuning kecoklatan.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan higiene luka yang buruk.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.
6. Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi.
7. Bersihan jalan napas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret.
8. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan efek anastesi.
9. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Kriteria Hasil/ Intervensi Rasionalisasi


Keperawatan Tujuan Keperawatan
1. Ganggguan Tujuan: 1. Kaji nyeri, 1. Berguna
rasa nyaman  Setelah catat lokasi, dalam pengawasan
nyeri dilakukan karakteristik, skala keefektifan obat,
berhubungan tindakan (0-10). Selidiki kemajuan
dengan luka keperawatan dan laporkan penyembuhan.
insisi. rasa nyeri perubahan nyeri perubahan pada
dapat teratasi dengan tepat. karakteristik nyeri
atau tertangani menunjukkan
dengan baik. terjadinya abses.
Kriteria hasil: 2. Pertahankan 2. Mengurangi
 Melaporkan posisi istirahat tegangan abdomen
rasa nyeri semi fowler. yang bertambah
hilang atau dengan posisi
terkontrol. telentang.
 Mengungkapka 3. Dorong 3. Meningkatk
n metode ambulasi dini. an normalisasi
pemberian fungsi organ,
menghilang contoh merangsang
rasa nyeri. peristaltic dan
 Mendemonstra kelancaran flatus,
sikan dan menurunkan
penggunaan ketidaknyamanan
teknik relaksasi abdomen.
dan aktivitas 4. Berikan 4. menghilang
hiburan sebagi kantong es pada kan dan
penghilang abdomen. mengurangi nyeri
rasa nyeri. melelui
penghilangan
ujung saraf.
catatan:jangan
lakukan kompres
panas karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Berikan 5. menghilang
analesik sesuai kan nyeri
indikasi. mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
2. Kerusakan Tujuan: 1. Kaji dan 1. Mengidentif
integritas kulit Setelah diberikan catat ukuran, ikasi terjadinya
berhubungan tindakan pasien warna, keadaan komplikasi.
dengan luka tidak mengalami luka, dan kondisi
insisi. gangguan sekitar luka.
integritas kulit. 2. lakukan 2. merupakan
Kriteria hasil: kompres basah dan tindakan protektif
 Menunjukkan sejuk atau terapi yang dapat
penyembuhan rendaman. mengurangi nyeri.
luka tepat 3. lakukan 3. Memungkin
waktu. pasien perawatan luka dan kan pasien lebih
menukjukkan hygiene sesudah bebas bergerak dan
 Pasien mandi, lalu meningkatkan
menunjukkan keringkan kulit kenyamanan
perilaku untuk dengan hati hati. pasien.
meningkatkan 4. berikan 4. mempercepa
penyembuhan priopritas untuk t proses
dan mencegah meningkatkan penyembuhan dan
komplikasi. kenyamanan dan rehabilitasi pasien,
kehilanan pasien.

3. Resiko tinggi Tujuan: 1. awasi tanda- 1. Deteksi dini


infeksi Setelah dilakukan tanda vital, adanya infeksi.
berhubungan tindakan perhatikan demam,
dengan keperawatan menggigil,
higiene luka pasien diharapkan berkeringat dan
yang buruk. tidak mengalami perubahan mental
infeksi. dan peningkatan
Kriteria hasil: nyeri abdomen. 2. Memberikan
 Tidak 2. Lihat lika deteksi dini
menunjukkan insisi dan balutan. terjadinya proses
adanya tanda catat karakteristik, infeksi.
infeksi. drainase luka. 3. Menurunkan
 Tidak terjadi 3. Lakukan penyebaran bakteri
infeksi. cuci tangan yang
baik dan lakukan
perawatan luka
aseptik. 4. Mungkin
4. Berikan diberikan secara
antibiotik sesuai profilaktif untuk
indikasi. menurunkan
jumlah organisme,
dan untuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhannya.
4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi 1. Tirah baring
perfusi  Setelah ekstermitas lama dapat
jaringan dilakukan terhadap mencetuskan statis
berhubungan perawatan pembengkakan, venadan
dengan tidak terjadi dan eritema. meningkatkan
pendarahan. gangguan resiko
perfusi pembentukan
jaringan. trombosis.
Kriteria hasil: 2. Evaluasi
 Tanda-tanda status mental. 2. Indikasi
vital stabil. perhatikan yang menunjukkan
 Kulit klien terjadinya embolisasi
hangat dan hemaparalis, sistemik pada otak.
kering afasia, kejang,
 Nadi perifer muntah dan
ada dan kuat. peningkatan TD.
 Masukan atau
haluaran
seimbang.
5. Kekurangan Tujuan: 1. awasi intake 1. memberikan
volume cairan  setelah dan out put cairan. informasi tentang
berhubungan dilakukan penggantian
dengan tindakan kebutuhan dan
perdarahan keperawatan fungsi organ.
post operasi. pasien 2. Awasi TTV, 2. indicator
menunjukkan kaji membrane keadekuatan
keseimbangan mukosa, turgor volume sirkulasi/
cairan yang kulit, membrane perfusi.
adekuat. mukosa, nadi
 Tanda-tanda perifer dan
vital stabil. pengisian kapiler.
 Mukosa 3. Awasi 3. Memberikan
lembab pemeriksaan informasi tentang
 Turgor kulit/ laboratorium. volume sirkulasi,
pengisian keseimbangan
kapiler baik. cairan dan
 Haluaran urine elektrolit.
baik. 4. Berikan 4. Mempertaha
cairan IV atau nkan volume
produk darah sirkulasi.
sesuai indikasi
6. Pola nafas Tujuan: 1. Evaluasi 1. Kecepatan
inefektif setelah dilakukan frekuensi dan upayamungkin
berhubungan tindakan pernafasan dan meningkat karena
dengan efek perawatan pasien kedalaman. nyeri, takut,
anastesi. menunjukkan demam, penurunan
pola nafas yang volume sirkulasi
efektif. darah dan
Kriteria hasil: akumulasi
 volume nafas secretatau juga
adekuat. hipoksia.
 klien dapat 2. Bunyi nafas
mempertahank 2. Auskultasi sering menurun
an pola nafas bunyi nafas. pada dasar paru
normal dan selama periode
efektif dan waktu setelah
tidak ada tanda pembedahan
hipoksia. sehubungan
dengan terjadinya
atelektasis.
3. Sianosis
3. Lihat kulit menunjukkan
dan membran adanya hipoksia
mukosa untuk sehubungan
melihat adanya dengan gagal
sianosis. jantung atau
komplikasi paru.
4. Untuk
memaksimalkan
4. Berikan pengambilan
tambahan oksigen oksigen yang akan
sesuai kebutuhan. diikat oleh Hb
yang
menggantikan
tempat gas
anestesidan
mendorong
pengeluaran gas
tersebut melalui zat
instalasi
7. Bersihan jalan Tujuan: 1. Awasi 1. Perubaahan
napas setelah dilakukan frekuensi, irama, sputum
inefektif tindakan kedalaman menunjukkan
berhubungan keperawatan pernafasan. terjadi distres
dengan pasien pernafasan.
penumpukan menunjukkan 2. Deteksi
secret. bunyi nafas yang 2. Auskultasi adanya obstruksi.
jelas. paru, perhatikan
Kriteria hasil: stridordan
 frekuensi nafas penurunan bunyi
dalam rentang nafas. 3. Meningkatk
normal. 3. Dorong an ekspansi paru
 bebas dipsnea. batuk atau latihan optimal/fungsi
pernafasan. pernafasan.
4. Dugaan
adanya hipoksemia
4. Perhatikan atau karbon
adanya warna monoksida.
pucat atau merah
pada luka.
8. Perubahan Tujuan: 1. Catat 1. Penurunan
pola eliminasi setelah dilakukan keluaran urine, aliran urine tiba-
urin tindakan selidiki penurunan tiba dapat
berhubungan keperawatan aliran urine secara mengindikasikan
dengan efek pasien tiba-tiba. adanya obstruksi
anastesi. menunjukkan atau juga karena
aliran urine yang dehidrasi.
lancar.
Kriteria hasil: 2. Awasi TTV, 2. Indikator
 Haluaran urine kaji nadi perifer, keseimbangan
adekuat. turgor kulit, cairan.
pengisian kapiler.
3. Dorong 3. Mempertaha
peningkatan cairan nkan hidrasi dan
dan pertahankan aliran urine baik.
pemasukan akurat.
9. Perubahan Tujuan: 1. Timbang 1. kehilangan
nutrisi kurang Setelah dilakukan BB secara teratur. atau peningkatan
dari tindakan menunjukkan
kebutuhan keperawatan perubahan hidrasi,
berhubungan pasien tapi kehilangan
dengan mual menunjukkan lanjut juga
muntah. keseimbangan menunjukkan
berat badan. defisit nutrisi.
Kriteria hasil: 2. Auskultasi 2. Meskipun
 Berat badan bising usus, catat bising usus sering
klien tetap bunyi tak ada atau tak ada, inflamasi
seimbang. hiperaktif. atau iritasi usus
dapat menyertai
hiperaktifitas usus,
penurunan absorbsi
air atau juga diare.
3. Kemajuan
3. Tambahkan diet yang hati-hati
diet sesuai saat memasukkan
toleransi. nutrisi dimulai lagi
dapat menurunkan
iritasi gaster.
Patofisiologi Post Craniotomy

Craniotomy

Luka insisi

Higiene luka buruk Jaringan kulit Ujung- ujung saraf Pendarahan ↓ Vol darah
rusak

Infasi kuman Kerusakan Reseptor nyeri Gangguan perfusi Kekurangan vol


integritas kulit jaringan cairan

Gangguan rasa
Resti Infeksi
nyaman nyeri
Efek anastasi

Menekan pusat Sistem Sistem G.I.


pernapasan perkemihan

↓ fungsi ginjal Stimulasi medula


Penumpukan
↓ Kerja organ secret
pernapasan
Reflek berkemih ↓ Reflek muntah

Bersihan jalan
↓ Ekspansi paru napas inefektif Inkontinensia Nausea, vomitas

Suplai Oksigen
inadekuat Perubahan pola Gangguan nutrisi
eliminasi urin kurang dari
kebutuhan

Pola napas
inefektif
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical


Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.
2. Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.
EGC, Jakarta.
3. Carolyn M. Hudak, Barbara M. Gallo (1996), Keperawatan Kritis;
Pedekatan Holistik Volume II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. www.CerminDuniaKedokteran.co.id
5. www.medicastore.com

Anda mungkin juga menyukai