Anda di halaman 1dari 17

STIKes HORIZON KARAWANG

LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMY

WINDI DEA SAPUTRI

NIM: 4399814901210007

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN NON REGULER

STIKes HORIZON KARAWANG

Jln. Pangkal Perjuangan Km. 1 By Pass Karawang 41316

2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN

CRANIOTOMY

1.1 Definisi

Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala)


dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. (Brown,
2009).
Craniotomy ialah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan
untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan
mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth, 2005).
Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan
pertumbuhan atau abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan
penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur
intracranial. (Susan M, Tucker, 2008)

1.2 Tujuan

Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum
dilakukan untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk
menghilangkan bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari
pembuluh, darah lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki
malformasi arteriovenosa (koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk
menguras abses otak, untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak, untuk
melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.

1.3 Indikasi

Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai


berikut :
1) Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.

2) Mengurangi tekanan intrakranial.

3) Mengevakuasi bekuan darah.


4) Mengontrol bekuan darah.

5) Pembenahan organ-organ intrakranial, 6) Tumor otak.


7) Perdarahan (hemorrage).

8) Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms).

9) Peradangan dalam otak

10) Trauma pada tengkorak.

1.3 Penatalaksanaan Medis

1.4.1 Pra Operasi

Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan


medikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi.
Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai
edema serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik
(furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama
pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang
mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum
pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama
pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien
dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada
praoperasi untuk menghilangkan ansietas. Kulit kepala di cukur segera sebelum
pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak
semua mengalami infeksi.
1.4.2 Pasca Operasi

Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak
diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema
serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan
menarik air bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini
kemudian dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan
melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya
dikurangi secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya
diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan
mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit
kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat
parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi
antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani
kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah
neuro supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi
dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor
fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan
kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan
menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser.
TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu
banyak dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil.
Ahli bedah neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel
kadang dilakuakan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi
intrakranial, terutama pada pasien tumor fossa posterior

1.5 Pemeriksaan Penunjang

1) Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada


sistem ventrikel dan cisterna.
2) CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
3) Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur;
dan posisi selatursika.

4) Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan


kepekaan neuron.
5) Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan
intra serebral.
6) Sidik otak radioaktif : Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal
dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak
yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.

1.6 Perawatan Post Operasi

1) Tindakan keperawatan post operasi

a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output

b. Observasi dan catat sifat drain (warna, jumlah) drainage.

c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati – hati jangan
sampai drain tercabut.
d. Perawatan luka operasi secara steril

2) Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan


makanan sesudah pembedahan, makanan yang dianjurkan pada pasien post
operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein sangat
diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan vitamin C yang
mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi.
Pembatasan diet yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral) Biasanya
makanan baru diberikan jika: a. Perut tidak kembung.
b. Peristaltik usus normal

c. Flatus positif

d. Bowel movement positif

3) Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus
tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang
menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4) Pemenuhan kebutuhan eliminasi

a. Sistem Perkemihan

• Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post


anesthesia inhalasi, IV, spinal
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi → retensio urine.

• Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi → abdomen bawah (distensi


buli- buli)
• Dower catheter → kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam

→ komplikasi ginjal

b. System Gastrointestinal

• Mual muntah → 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat


menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK
pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat
• Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
• Kaji paralitik ileus → suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus

• Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam


• Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan
decompresi dan drainase lambung  Meningkatkan istirahat.
• Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
• Memonitor perdarahan.
• Mencegah obstruksi usus.
• Irigasi atau pemberian obat.

7. PATHWAY
1.8 Konsep Asuhan Keperawatan

1.8.1 Pengkajian

1) Pengkajian Primer

a. Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret


akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya


pernapasan yang sulit dan/ atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi/aspirasi
c. Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,


takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2) Pengkajian Sekunder

a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan  Riwayat


keluarga dengan tumor  Terpapar radiasi berlebih.
• Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan
diplopia.
• Kecanduan Alkohol, perokok berat.
b. Pola nutrisi metabolik

• Riwayat epilepsy

• Nafsu makan hilang

• Adanya mual, muntah selama fase akut

• Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan

• Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)


c. Pola eliminasi

• Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)

• Bising usus negatif


d. Pola aktifitas dan latihan
• Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat
kesadaran

• Resiko trauma karena epilepsy

• Hamiparase, ataksia

• Gangguan penglihatan

• Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplegia)


e. Pola tidur dan istirahat

 Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur


f. Pola persepsi kognitif dan sensori

• Pusing

• Sakit kepala

• Kelemahan

• Tinitus

• Afasia motorik

• Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral

• Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan

• Penurunan memori, pemecahan masalah

• kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual

• Penurunan kesadaran sampai dengan koma

• Tidak mampu merekam gambar

• Tidak mampu membedakan kanan/kiri


g. Pola persepsi dan konsep diri

• Perasaan tidak berdaya dan putus asa

• Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan


h. Pola peran dan hubungan dengan sesame

• Masalah bicara

• Ketidakmampuan dalam berkomunikasi (kehilangan komunikasi


verbal/ bicara pelo)
i. Reproduksi dan seksualitas
• Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas

• Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas


j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

• Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah

• Mekanisme koping yang biasa digunakan

• Perasaan tidak berdaya, putus asa

• Respon emosional klien terhadap status saat ini

• Orang yang membantu dalam pemecahan masalah

• Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan

 Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu

1.8.2 Diagnosa Keperawatan

1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.

2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi.

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan gygiene luka yang buruk

4) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan

5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan post operasi.

6) Pola nafas inefektif berhubungan dengan efek anastesi

7) Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan penumpukan secret

8) Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan efek anastesi

9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah.


1.8.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil / Intervensi Rasional

Keperawatan Tujuan Keperawatan


1. Gangguan Tujuan: 1. Kaji nyeri, catat 1. Berguna dalam
rasa nyaman Setelah dilakukan lokasi,karakteristi pengawasan
nyeri berhu- tindakan keperawatan k, skala (0-10). keefektifan obat,
bungan rasa nyeri dapat Selidiki dan kemajuan penyem
dengan luka teratasi atau laporkan perubah buhan. Perubahan
insisi tertangani dengan an nyeri dengan pada karakteristik

baik. Kriteria hasil: tepat. nyeri


menunjukkan
 Melaporkan rasa
terjadinya abses.
nyeri hilang atau
2. Mengurangi
terkontrol. 2. Pertahankan
• Mengungkapkan
pemberi posisi istirahat tegangan
an
metode menghilang semi fowler. abdomen yang
rasa nyeri. bertambah
• Mendemonstrasikan dengan posisi
penggunaan teknik telentang.
3. Dorong
relaksasi dan aktivitas 3. Meningkatkan
ambulasi dini
hiburan sebagi normalisasi
penghilang rasa nyeri fungsi organ,
contoh
merangsang
peristaltic dan
kelancaran
flatus, dan
menurunkan
ketidak
nyamanan
4. Berikan
abdomen.
kantong es
4. Menghilangkan
pada abdomen
dan
mengurangi
nyeri melelui
penghilan gan
ujung saraf
catatan: jangan
lakukan
kompres panas
karena dapat
menyebabkan
kongesti
jaringan.
5. Berikan 5. Menghilangkan
analgesic nyeri
sesuai mempermudah
indikasi
kerja sama
dengan
intervensi terapi
lain.
2 Kerusakan Tujuan: 1. Kaji dan catat 1. Mengidentifikasi
. integritas Setelah di berika ukuran, terjadinya
n warna,

kulit tindakan pasien tidak keadaan luka, komplikasi.


berhubu mengalami gangguan dan kondisi
ngan dengan integritas kulit. sekitar luka.
luka insisi Kriteria hasil: 2. Lakukan
kompres basah 2. Merupakan
• Menunjukkan
dan sejuk atau tindakan protektif
penye mbuhan luka
terapi rendaman. yang dapat
tepat waktu.
3. Lakukan mengurangi nyeri.
• Pasien
perawat an luka 3. Memungkinkan
menunjukkan
dan hygiene pasien lebih bebas
perilaku untuk
sesudah mandi, bergerak dan
meningkatkan
lalu keringkan meningkatkan
penyembuhan dan
kulit dengan hati kenyamanan
mencegah
- hati. pasien.
komplikasi.
4. Berikan prioritas 4. Mempercepat
untuk proses
meningkatk an penyembuh
kenyamanan an dan rehabilitasi
pasien. pasien,
3. Resiko Tujuan: Setelah 1. Awasi tanda - 1. Deteksi dini
tinggi tanda vital, adanya infeksi.
dilakukantindakan
infeksi perhatikan 2. Memberikan
keperawatan. Pasien
berhu demam, deteksi dini
diharapkan
bungan menggigil, terjadinya proses
tidak mengalami
dengan berkeringat dan infeksi.
infeksi. Kriteria hasil:
higiene luka perubahan 3. Menurunkan
yang buruk • Tidak mental dan
menunjukkan peningkatan
adanya tanda nyeri abdomen.
infeksi. 2. Lihat lika insisi
• Tidak terjadi dan balutan.
infeksi. Catat
karakteristik,
drainase luka.
3. Lakukan cuci

tangan yang penyebaran


baik dan bakteri
lakukan
perawatan
luka aseptic.
4. Mungkin
4. Berikan
diberikan
antibiotik sesuai
secara
indikasi.
profilaktif
untuk
menurunkan
jumlah
organism, dan
untuk
menurunkan
penyebaran dan
pertumbuhanny
a.
4. Gangguan Tujuan: 1. Observasi 1. Tirah baring

perfusi Setelah ekstermitas lama dapat

jaringan dilakukan terhadap mencetuskan

berhubung perawatan tidak pembengkak statis vena dan

an dengan terjadi gangguan an, dan meningkatkan

perdarahan perfusi jaringan. eritema. resiko

Kriteria hasil: pembentukan


trombosis.
• Tanda-tanda vital
2. Indikasi yang
stabil.
menunjukkan
• Kulit klien hangat 2. Evaluasi
embolisasi
dan kering status sistemik pada
• Nadi perifer ada mental. otak
dan kuat. Perhatikan
• Masukan atau terjadinya
haluaran hemaparalis,
seimbang afasia,
kejang,
muntah dan
peningkatan
TD
5. Kekuranga Tujuan: 1. Awasi intake 1. Memberikan
n volume Setelah dilakukan dan out put informasi
cairan tindakan keperawatan cairan. tentang
penggantia
berhubunga pasien menunjukkan n kebutuhan dan
n dengan keseimbangan cairan fungsi organ.
perdarahan yang adekuat 2. Indicator
2. Awasi TTV, kaji
post operasi. Kriteria Hasil: keadekuat
membrane
volume
• Tanda - tanda vital mukosa, turgor
sirkulasi /
stabil. kulit, membrane
perfusi.
• Mukosa lembab mukosa, nadi
• Turgor kulit perifer dan

/ pengisian kapiler pengisian

baik. kapiler.

• Haluaran urine 3. Awasi

baik. pemeriksaan
laboratorium.
3. Memberikan
informasi
tentang volume
sirkulasi,
4. Berikan cairan keseimbangan
IV atau produk cairan dan
darah sesuai elektrolit.
indikasi. 4. Mempertahanka
n volume
sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA

Brown CV, Weng J, Oh D, et al. 2009. Does routine serial computed tomography
of the head influence management of traumatic brain injury. A prospective
evaluation Trauma.

Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8). Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :EGC

Nanda (Budi Santosa: editor). 2006. Panduan Diagnosa NANDA 2005-2006;


Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Tucker, Susan M. et al.2008. Standar Perawatan Pasien: Perencanaan


Kolaboratif

& Intervensi Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai