Anda di halaman 1dari 32

PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK

Disusun untuk memenuhi tugas Presentasi mata kuliah

Oleh.

Muhamad Faizal Affandy


Detik Rian
Dian Puspitasari
Ayu Oktavia Indah
Denta
Nurwati
Yuni
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES KARYA HUSADA

TA. 2017

Pemeriksaan Fisik Sistem Motorik


Pada pemeriksaan motorik yang perlu diperhatikan adalah sikap, kekuatan,
tonus, volume, penampilan, tindakan motorik yang terkoordinasi dan ada tidaknya
pergerakan volunter. Sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf
bermanifestasi dalam gangguan gerak otot. Justru manifestasi objektif inilah yang
merupakan bukti riil adanya suatu kelainan atau penyakit.
Telah dikemukakan bahwa: sindrom lower motor neuron mempunyai
gejala: lumpuh, atoni, atrofi, dan arefleksi. Sindrom lower motor neuron didapatkan
pada kerusakan di neuron motorik, neuraksis neuron motorik (misalnya saraf spinal,
pleksus, saraf perifer), alat penghubung neuraksis dan otot (myoneural junction).
Sindrom upper motor neuron, yang dijumpai pada kerusakan sistem pyramidal,
mempunyai gejala: lumpuh, hipertoni, hiper refleksi, dan klonus, serta refleks
patologis
Pemeriksaan
Pada tiap bagian badan yang dapat bergerak harus dilakukan:
1. Inspeksi diperhatikan sikap, bentuk, ukuran dan adanya gerak involuntar
abnormal. Mengamati sikap secara keseluruhan dan sikap tiap bagian tubuh
baik saat berdiri, duduk, berbaring, bergerak dan berjalan. Perhatikan juga
adanya deformitas pada saat berjalan, apakah tubuh tampak simetris atau tidak .
Perhatikan kontur (bentuk) otot. Pada atrofi besar otot berkurang dan bentuknya
berubah. Kelumpuhan jenis perifer disertai oleh hipotrofi atau atrofi.
Perhatikan besarnya otot, bandingkan dengan otot sisi lainnya. Bila
dicurigai adanya atrofi, ukurlah kelilingnya. Pengukuran dilakukan dengan
menyebutkan tempat di mana dilakukan pengukuran. Biasanya digunakan

2
tonjolan tulang sebagai patokan. Misalnya 3 cm di atas olekranon, atau patella
atau tonjolan lainnya. Setelah itu perhatikan pula bentuk otot. Hal ini dilakukan
dalam keadaan otot beristirahat dan sewaktu berkontraksi. Bila didapatkan atrofi,
kontur biasanya berubah atau berkurang.
Di antara gerakan abnormal yang kita kenal ialah: tremor, khorea,
atetose, distonia, balismus, spasme, tik, fasikulasi, dan miokloni. Gerakan
abnormal dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan keadaan. Gerakan abnormal
merupakan kontraksi otot-otot volunteer yang tidak terkendali. Pada
pemeriksaan gerakan abnormal kita harus mengobservasi penampilan klinisnya
dan manifestasi visualnya, menganalisis pola gerakan dan melukiskan
komponen-komponennya.
Tremor ialah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan
getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara
bergantian. Ia dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang
perlu kita kenal ialah : tremor normal atau fisiologis; tremor halus (disebut juga
tremor toksik) dan tremor kasar.
Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi
yang sulit, atau bila kita melakukan gerakan volunteer dengan sangat lambat.
Tremor yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan
merupakan aksentuasi dari tremor fisiologis ini.
Tremor halus dianggap juga sebagai tremor toksik. Contoh yang khas
ialah tremor yang dijumpai pada hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada
jari dan tangan. Kadang-kadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk
memperjelasnya, kita tempatkan kertas di atas jari-jari dan tampaklah kertas
tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor toksik ini
didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin,
efedrin, atau barbiturat.
Tremor kasar, salah satu contohnya ialah tremor yang didapatkan pada
penyakit Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar, dan majemuk.
Pada penyakit Parkinson, gerakan jari-jari mirip gerakan menghitung duit atau
membuat pil (pill rolling tremor). Contoh lainnya adalah tremor intensi. Tremor
intensi merupakan tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunter dan
menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir mencapai tujuannya. Tremor ini

3
merupakan tremor kasar, dan dapat dijumpai pada gangguan serebellum. Pada
tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di serebelum, tremor menjadi
lebih nyata pada saat telunjuk hampir mancapai hidung.
Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas
(fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel
neuron motorik, aksonnya serta semua serabut otot yang disarafinya. Gerak
fasikulasi biasanya tidak menyebabkan gerakan pada persendian, kecuali bila
fasikulasi terdapat di jari-jari. Dalam hal sedemikian kadang terjadi gerakan pada
persendian.
Fasikulasi mempunyai nilai prognostik pada penyakit degeneratif yang
melibatkan sel neuran motorik, misalnya ALS (sklerosis amiotrofik lateral).
Makin banyak fasikulasi, makin cepat progresivitas penyakit. Kadang-kadang
fasikulasi dijumpai pada orang yang normal. Dalam hal demikian, fasikulasi
tidak disertai atrofi, Fenomena yang serupa (yang disebut miokimia) dapat
menyebabkan kontraksi spasmodik m. orbikularis okuli, m. levator palpebra
superior atau otot wajah lainnya. Hal ini merupakan keadaan yang benigna dan
dapat dicetuskan oleh kelelahan atau kecemasan. Fasikulasi benigna dan
miokimia sering menimbulkan rasa takut pada penderitanya, yang
mengasosiasikannya dengan penyakit yang berat.
2. Palpasi
Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi
untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri-tekan. Dengan palpasi kita
dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Penentuan tonus dilakukan
pada berbagai posisi anggota gerak dan bagian badan.1 Pada otot yang normal
terasa kenyal pada palpasi. Sebaliknya otot yang lumpuh pada LMN adalah
lembik dan kendor, serta konturnya hilang. Bila otot lumpuh UMN maka
konsistensi masih cukup kenyal, bahkan dalam perbandingan adakalanya terasa
lebih tegang. Otot yang distrofi tampak hipertrofi, reliefnya hilang dan
konsistensinya empuk. Nyeri tekan otot ditentukan dengan memencet otot,
karena otot mempunyai jaringan saraf dan jaringan pengikat yang peka nyeri
juga.
3. Pemeriksaan gerakan pasif

4
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstremitasnya. Bagian dari
ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi,
mula-mula cepat kemudian lambat, cepat, lebih lambat, dan seterusnya. Sambil
menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak
menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan
ekstremitasnya dengan baik, terutama anak-anak, sehingga kita mengalami
kesulitan menilai tahanan.
Kadang-kadang tahanan didapatkan pada satu jurusan saja, misalnya
tungkai sukar difleksikan tetapi mudah diekstensikan. Keadaan ini misalnya
didapatkan pada lesi di traktus pyramidal jadi perlu membandingkan bagian-
bagian yang simetris. Pada gangguan sistem ekstrapiramidal, dapat dijumpai
tahanan yang sama kuatnya (rigiditas). Kadang-kadang dijumpai keadaan dengan
tahanan hilang timbul (fenomen cogwheel).
4. Pemeriksaan gerakan aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk
memeriksa adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut :
a. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita
menahan gerakan ini.
b. Kita (pemeriksa) menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
Contoh cara 1 : Pasien disuruh memfleksikan lengan bawahnya dan kita
menghalangi usahanya ini. Dengan demikian, dapat dinilai kekuatan otot
biseps.
Contoh cara 2 : Kita (pemeriksa) ekstensikan lengan bawah pasien dan ia
disuruh menghalangi (menahan) usaha ini. Jadi dengan kedua cara tersebut
di atas dapat dinilai tenaga otot. Dalam praktek sehari-hari, tenaga otot
dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0 – 5. (0 berarti lumpuh
samasekali, dan 5 = normal).
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot; lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitas).

5
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
Contoh tenaga 2 : Pasien mampu menggeser tungkainya di tempat tidur,
namun tidak mampu mengangkatnya (melawan gaya berat).
Adapun gerak-gerak voluntar yang harus dinilai secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Anteroflexi dan dorsoflexi kepala. Penggerakan ialah otot-otot rektus
kapitis anterior, posterior mayor/minor dan trapezius.
b. Elevasi dan abduksi dari scapula. Penggerak utama ialah otot trapezius,
deltoid, supraskapular dan seratus inferior.
c. Ekstensi sendi siku. Penggerak utama ialah otot triceps.
d. Fleksi di sendi siku, penggerak utama ialah otot biceps, brachial,
brachioradial.
e. Depresi dan aduksi dari scapula, penggerak utama ialah otot pectoral dan
latisimus dorsi.
f. Fleksi di sendi pergelangan, penggerak utama ialah otot flexor karpi
radialis dan ulnaris.
g. Ekstensor (dorsofleksi) di sendi pergelangan. Penggerak utama ialah otot
ekstensor karpi radial longus/brevis, ekstensor karpi ulnar dan ekstensor
digitorum komunis.
h. Mengepal dan mengembangkan jari-jari tangan. Penggerak utama ialah
otot tangan fleksor digitorum dan ekstensor digitorum dan dibantu oleh
otot interosei dorsal dan volar.
i. Fleksi di sendi panggul. Penggerak utama ialah otot iliopsoas.
j. Eksteni di sendi panggul. Penggerak utama ialah otot gluteus maksimus
k. Ekstensi di sendi lutut. Penggerak utama ialah m.quadriceps femoris.
l. Fleksi di sendi lutut. Penggerak utama ialah m. biceps femoris.
m. Dorsofleksi di sendi pergelangan kaki dan dorsofleksi jari-jari kaki.
Penggerak utama ialah m. tibialis anterior dan mm. ekstensor jari-jari
kaki.

6
n. Plantarfleksi kaki dan jari-jari kaki. Penggerak utama ialah
mm.gastrocnemius, soleus, peroneus dan fleksor halluces longus.
Kekuatan gerak otot-otot masing-masing harus dinilai apabila dijumpai
kelemahan gerakan akibat lesi pada ototnya sendiri atau akibat lesi di
saraf tepi, pleksus, radiks anterios ataupun di medulla spinalis yang
melibatkan beberapa segmen.
5. Koordinasi gerakan
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia,
yaitu kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan
kerjasama antar otot, maka otot-otot ini tidak bekerja sama secara baik,
walaupun tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan,
membungkuk, atau menggerakkan anggota badan. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada dissinergia ini, yaitu : gangguan gerakan dan dismetria. Selain
itu, serebelum ikut berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi,
dan mengkoordinasi gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat menyebabkan
gangguan sikap dan tonus, dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan
(ataksia). Gerakan menjadi terpecah-pecah, dengan lain perkataan: kombinasi
gerakan yang seharusnya dilakukan secara simultan (sinkron) dan harmonis,
menjadi terpecah pecah dan dilakukan satu per satu serta kadang simpang siur.

Anatomi Sistem Motorik Upper Motor Neuron (UMN)


Impuls motorik untuk gerakan volunter terutama dicetuskan di girus
presentralis lobus frontalis (Korteks motorik primer, area 4 Broadmann) dan area
kortikal di sekitarnya (neuron motorik pertama). Impuls tersebut berjalan di dalam
jaras serabut yang panjang (terutama traktus kortikonuklearis dan traktus
kortikospinalis/jaras piramidal), melewati batang otak dan turun ke medula spinallis
ke kornu anterius, tempat mereka membentuk kontak sinaptik dengan neuron motorik
kedua-biasanya melewati satu atau beberapa interneuron perantara.
Serabut saraf yang muncul dari area 4 dan area kortikal yang berdekatan
bersama-sama membentuk traktus piramidalis, yang merupakan hubungan yang
paling langsung dan tercepat antara area motorik primer dan neuron motorik di kornu
anterius. Selain itu, area kortikal lain (terutaa korteks premotorik, area 6) dan nuklei

7
subkortikalis (terutama ganglia basalia) berpartisipasi dalam kontrol neuron gerakan.
Area-area tersebut membentuk lengkung umpan-balik yang kompleks satu dengan
lainnya dan dengan korteks motorik primer dan serebelum; Struktur ini
mempengaruhi sel-sel di kornu anterius medula spinalis melalui beberapa jaras yang
berbeda di medula spinalis. Fungsinya terutama untuk memodulasi gerakan dan
untuk mengatur tonus otot.
Impuls yang terbentuk di neuron motorik kedua pada nuklei nervi kranialis
dan kornu anterius medula spinalis berjalan meewati radiks anterior , pleksus saraf
(di regio servikal dan lumbosakral) serta saraf perifer dalam perjalannnya ke otot-otot
rangka. Impuls dihantarkan ke sel-sel otot melalui motor end plate taut
neuromuskular.
Lesi pada neuron motorik pertama di otak atau medula spinalis biasanya
menimbulkan paresis spastik, sedangkan lesi neuron motorik orde kedua di kornu
anterius, radiks anterior, saraf perifer atau motor end plate biasanya menyebabkan
paresis flasid. Defisit motorik akibat lesi pada sistem saraf jarang terlhat sendiri-
sendiri; biasanya disertai oleh berbagai defisit neuropsikologis dalam berbagai
bentuk, tergantung pada lokasi dan sifat lesi penyebabnya.

8
9
Gambar.1 :Struktur otak yang terlibat pada fungsi motorik dan traktus desenden yang
berasal dari struktur tersebut.

Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong dalam


kelompok UMN. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik, kelompok UMN
dibagi dalam susunan piramidan dan susunan ekstrapiramidal.

Susunan Piramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung ke LMN
atau melalui interneuron, tergolong dalam kelompok UMN. Neuron-neuron tersebut
merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, maka girus tersebut
dinamakan korteks motorik. Mereka berada di lapisan ke V dan masing-masing
memliki hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang berada di korteks motorik
menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan otot kaki dan
tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik yang dekat dengan fisura lateralis
serebri merngurus gerak otot laring, faring, dan lidah. Penyelidikan dengan
elektrostimulasi mengungkapkan bahwa gerak otot seluruh belahan tubuh dapat
dipetakan pada seluruh kawasan motorik sisi kontralateral. Peta itu dikenal sebagai
homonkulus motorik. Dari bagian medial girus presentralis (area 4 = korteks
motorik) ke bagian lateral bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki,
tungkai bawah, tungkai atas, pinggul, abdomen, toraks, bahu, lengan, tangan, jari-jari,
leher, wajah, bibir, otot pita suara, lidah, dan otot penelan. Yang menarik perhatian
adalah luasnya kawasan peta gerakan tangkas khusus dan terbatasnya kawasan
gerakan tangkas umum. Seperti diperlihatkan oleh homonkulus motorik, Kawasan
gerakan otot-otot jari/tangan adalah jauh lebih luas ketimbang kawasan gerakan otot
jari/kaki. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi motoneuron yang
membentuk ini motorik saraf kranial dan motoneuron di kornu anterior medula
spinalis.
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal. Sebagai
berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan di tingkat talamus
dan basal ganglia mereka terdapat di antara kedua bangunan tersebut. Itulah yang
dikenal sebagai kapsula interna, yang dapat dibagi menjadi krus anterior dan

10
posterior. Sudut yang dibentuk oleh kedua bagian interna itu dikenal sebagai genu.
Penataan somatotopik yang telah dijumpai pada korteks motorik dimteukan kembali
di kawasan kapsula interna mulai dari genu sampai seluruh kawasan krus posterior.4
Di tingkat mesensefalon serabut-serabut itu berkumpul di 3/5 bagian tengah
pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah serabut-serabut frontopontin dari sisi
medial dan serabut-serabut parietotemporopontin dari sisi lateral. Di pons serabut-
serabut di atas menduduki pes pontis, dimana terdapat inti-inti tempat serabut-serabut
frontopontin dan parietotemporopontin berakhir. Maka dari itu, bangunan yang
merupakan kelanjutan dari pes pontis mengandung hanya serabut kortikobulbar dan
kortikospinal saja. Bangunan tersebut dikenal sebagai piramis dan merupakan bagian
ventral dari medula oblongata.
Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar meninggalkan kawasan
mereka (di dalam pedunkulus serebri, lalu di dalam pes pontis dan akhirnya di
piramis) untuk menyilang garis tengah dan berakhir secara langsung di motoneuron
saraf kranial motorik (N.III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI) atau interneuronnya di sisi
kontralateral. Sebagian dari serabut kortiikobulbar berakhir di inti-inti saraf kranial
motorik sisi ipsilateral juga.
Di perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis, serabut-serabut
kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk jaras kortikospinal lateral
(traktus piramidal lateralis), yang berjalan di funikulus posterolateralis kontralateral.
Sebagian dari mereka tidak menyilang tetapi melanjutkan perjalanan ke medula
spinalis di funikulus ventralis ipsilateral dan dikenal sebagai jaras kortikospinal
ventral atau traktus piramidal ventralis. Kawasan jaras piramidal lateral dan ventral
makin ke kaudal makin kecil, karen banyak serabut sudah mengakhiri perjalanan.
Pada bagian servikal disampaikan 55% jumlah serabut kortikospinal, sedangkan pada
bagian thorakal dan lumbosakral berturut-turut mendapatkan 20% dan 25%.
Mayoritas motoneuron yang menerima impuls motorik berada di intumesensia
servikalis dan lumbalis, yang mengurus otot-otot anggota gerak atas dan bawah.
Susunan Ekstrapiramidal
Berbeda dengan uraian yang sederhana tentang susunan piramidal, adalah
pembahasan susunan ekstrapidamidal yang terdiri atas komponen-komponen yakni
korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik, nukleus subtalamikus, substansia
nigra, formasio retikularis batang otak, sereblum berikut dengan korteks motorik

11
tambahan, yaitu area 4-6-8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan
lain oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan
yang melingkar, yang dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum
merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks, maka lintasan
sirkuit dinamakan sirkuit striatal.
Secara sederhana, lintasan sirkuit itu dapat dibedakan dalam sirkuit striatal
utama (prinsipal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (aksesorial)
1. Sirkuit striatal prinsipal
Sirkuit striatal prinsipal tersusun atas tiga mata rantai, yaitu:
a. Hubungan segenap neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus
b. Hubungan korpus striatum/globus palidus dengan talamus
c. Hubungan talamus dengan korteks area 4-6
Data yang tiba di seluruh neokorteks seolah-ola diserahkan kepada korpus
striatum/globus palidus/talamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan
bahan feed back bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh karena
komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya menyusun sirkuit yang pada
hakekatnya mengumpani sirkuit striatal utama itu, maka sirkuit-sirkuit tersebut
dinamakan sirkuit striatal aksesorik.
2. Sirkuit striatal aksesorik
a. Sirkuit striatal aksesorik ke-1 merupakan sirkuit yang menghubungkan
striatum-globus palidus-talamus-striatum
b. Sirkuit striatal aksesorik ke-2 adalah lintasan yang melingkari globus
palidus-korpus subtalamikus-globus palidus
c. Sirkuit striatal aksesorik ke-3 dibentuk oleh hubungan yang melingkari
striatum-substansia nigra-striatum
Susunan ekstrapidamidal yang dibentuk oleh sirkuit striatal utama dan
penunjang terintegrasi dalam susunan sensorik dan motorik, sehingga memiliki
sistem input dan output.
Data dari dunia luar yang masuk dalam sirkuit striatal adalah terutama impuls
asendens non spesifik yang disalurkan melalui diffuse ascending reticular system
atau lintasan spinotalamik multisinaptik dan impul proprioseptif yang diterima oleh
serebelum. Tujuan lintasan pertama adalah nukleus intralaminar talamus. Data yang
diterima oleh serebelum disampaikan ke talamus juga melalui brakium

12
konjungtivum. Inti talamus yang menerima adalah nukleus ventralis lateralis talamus
dan nukleus ventralis anterior talamus. Kedua lintasan yang memasukkan data
eksteroseptif itu dikenal sebagai sistem input sirkuit striatal.
Sistem output sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan impuls hasil
pengolahan sirkuit striatal ke motoneuron. Impuls yang telah diproses di dalam
sirkuit striatal dikirim ke area 4-6 melalui globus palidus dan inti-inti talamik dan
pesan-pesan striatal itu disampaikan kepada nukleus ruber, formasio retikularis untuk
akhirnya ditujukan ke motoneuron. Akson-akson dari neuron di lapisan V korteks
area 4 turun ke batang otak di dalam kawasan frontopontin dan menjuju ke nukleus
ruber dan sel-sel saraf di formasio retikularis. Serabut-serabut rubrospinal
menghubungi baik alfa maupun gama motoneuron yang berada di intumesensia
servikalis saja. Sedangkan serabut-serabut retikulospinal yang sebagian besar
multisinaptik sehingga lebih pantas dijuluki sebagai serabut retikul-spino-spinal
menuju ke alfa dan gamma motoneuron bagian medula spinalis di bawah tingkat
servikal. Tercakup juga dalam sistem output adalah lintasan nigrokolikular dan
nigroretikular. Pesan striatal disampaikan ke kolikulus superior dan formasio
retikularis untuk kemudian ditujukan ke motoneuron yang mengatur gerakan kepala
sesai dengan gerakan/posisi kedua bola mata.
Di tingkat kornu anterior, terdapat sirkuit gamma loop yaitu hubungan
neuronal yang melingkari alfa motoneuron-muscle spindle-gamma/alfa motoneuron.
Melalui sistem gamma loop itu tonus otot disesuaikan dengan pola gerakan tangkas
yang diinginkan.
Komponen Sentral Sistem Motorik dan Sindrom klinis akibat Lesi yang
Mengenainya
Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari korteks
motorik primer (area 4) dan area korteks di sekitarnya (terutama korteks premotor,
area 6), Serta traktus kortikobulbar dan traktur kortikospinalis yang berasal dari area
kortikal tersebut.
Area Korteks Motorik
Korteks motorik primer (Girus presentralis) merupakan sekumpulan jaringan
kortikal yang terletak di sisi yang berlawanan dengan sulkus sentralis dari korteks
somatosendorik primer (di girus post-sentralis) dan meluas ke atas dan melewati tepi
superomedial hemisfer serebri menuju permukaan medialnya. Area yang

13
merepresentasikan tenggorokan dan laring terletak pada ujung inferior korteks
motorik primer; di bagian atasnya , secara berkesinambungan adalah area yang
merepresentasikan wajah; eksterimatas atas , badan dan ekstremitas bawah. Struktur
ini merupakan “Homonkulus motorik” terbalik, yang bersesuaian dengan “
homonkulus somatosensorik” girus post-sentralis.
Neuron motorik tidak hanya ditemukan di area 4, tetapi juga di area korteks di
sekitarnya. Namun, serabut yan menghantarkan gerakan volunter halus terutama
berasal dari girus pre-sentralis. Girus ini merupakan lokasi neuron piramidalis (sel
betz) besar yang khas, yang terletak dilapisan selular kelima korteks dan
mengirimkan aksonnya yang bermiyelin tebal dan berdaya konduksi cepat ketraktur
piramidalis. Dahulu, traktus piramidalis seluruhnya dianggap terdiri dari akson-akson
sel betz, tetapi sekarang diketahui bahwa akson sel tersebut hanya berjumlah 3,4-4%
jumlah serabut. Komponen serabut terbesar sebenarnya berasal dari sel-sel
piramidalis dan sel-sel fusiformis area 4 dan 6 brodmann yang lebih kecil. Akson
yang berasal dari area 4 membentuk sekitar 40% dari seluruh serabut traktus
piramidalis; sisanya berasal dari area frontalis lain, dari area 3, 2, dan 1 korteks
somatosensorik parietal (area sensorimotor) dan dari area lain dilobus parietal.
Neuron motorik area 4 memediasi gerakan volunter halus pada sisi tubuh
kontralateral; oleh sebab itu, traktur piramidalis menyilang. Stimulus elektrik
langsung pada area 4, seperti saat tindakan pemindahan syaraf, biasanya mencetuskan
kontraksi masing-masing otot, sedangkan stimulus pada area 6 mencetuskan gerakan
yang lebih luas dan kompleks, misalnya pada seluruh ekstremitas atas atau bawah.
Traktus Kortikospinalis (Traktus Piramidalis)
Traktus ini berasal dari korteks motorik dan berjalan melalui substantia alba
serebri (Corona radiata), Krus posterius kapsula interna (Serabut terletak sangat
berdekatan disini), Bagian sentral pedunkulus serebri ( krus serebri), Pons , dan basal
medula ( Bagian anteriot) , tempat traktus terlihat sebagai penonjolan kecil yang
disebut piramid. Piramid medula (terdapat satu pada masing-masing sisi)
memberikan nama pada traktus tersebut. Pada bagian ujung bawah medula, 80-85%
serabut piramidal menyilang di sisi lain di deccucasio piramidum. Serabut yng tidak
menyilang disini berjalan menuruni medula spinal di fenikulus anterior ipsilaterlal
sebagai traktus kortikospinalis anterior ; serabut ini menyilang lebih ke bawah
( biasanya setingkat segmen yang dipersarafinya), melalui komisura anterior medula

14
spinalis. Pada tingkat servikal dan torakal , kemungkinan juga terdapat beberapa
serabut yang tetap tidak menyilang dan mempersarafi neuron motorik ipsilateral di
kornu anterius, sehingga otot-otot leher dan badan mendapatkan persarafan korikal
bilateral. Mayoritas serabut traktus piramidalis menyilang di dekusasio piramidum,
kemudian menuruni medula spinalis di funikulus lateralis kontralateral sebagai
traktus kortispinalis lateralis. Traktus ini mengecil pada area potong-lintangnya
ketika berjalan turun kebawah medula spinalis, karna beberapa serabutnya berakhiir
di masing-masing segmen disepanjang perjalanannya. Sekitar 90% dari semua
serabut traktus piramidalis berakhir membentuk sinaps dengan interneuron, yang
kemudain menghantarkan impuls motorik ke neuron motor α yang besar di kornu
anterius, serta ke neuron motorik yang lebih kecil.
Traktus Kortikonuklearis (Traktus Kortikobulbaris)
Beberapa serabut traktus piramidalis membentuk cabang dan massa utama
ketika melewati otak tengah dan kemudian berjalan lebih ke dorsal menuju nuklei
nervi kranialis motorik . Serabut yang mepersarafi nuklei batang otak ini sebagian
menyilang dan tidak menyilang. Nuklei yang menerima input traktus piramidalis
adalah nuklei yang memediasi gerakan volunter otot-otot kranial melalui nervus
kranialis V ( nervus trigeminus), Nervus kranialis VII (Nervus fasialis), Nervus
krnaialis IX, X , XI ( Nervus glossofaringeus , Nervus vagus dan nervus aksesorius),
Serta Nervus kranialis XII ( Nervus Hypoglossus).
Traktus Kortikosensefalikus
Ada pula sekumpulan serabut yang berjalan bersama-sama dengan traktus
kortionuklearis yang tidak berasal dari area 4 atau area 6 , tetapi berasal dari area 8 ,
lapang mata frontal. Impuls dari serabut-serabut ini memediasi gerakan mata
konjugat , yang merupakan proses motorik yang kompleks. Karena asal dan
fungsinya yang khas , jaras yang berasal dari lapang mata frontal memiliki nama
yang berbeda ( traktus kortikomesensefalikus ) meskipun sebagian besar penulis ,
menganggap jaras ini sebagai bagian dari traktus kortionuklearis.
Traktus Kortikomesensefalikus berjalan bersama dengan traktus piramidalis ( tepat di
bagian rostralnya, di krus posterius kapsula interna) dan kemudian mengarah ke
bagian dorsal menuju nuklei nervi kranialis yang memediasi pergerakan mata , yaitu
nervus kranialis III , IV , dan VI ( Nervus okulumotorius, Nervus troklearis dan
nervus abdusens). Area 8 mempersarafi otot-otot mata secara ekslusif dengan cara

15
yang sinergis, bukan secara individual. Stimulasi pada area 8 mencetuskan deviasi
tatapan konjugat ke sisi kontralateral. Serabut-serabut traktus kortikomesensefalik
tidak langsung berakhir pada neuron motor nuklei nervi kranialis III , IV dan VI;
Situasi anatomis di daerah ini rumit dan masih belum dipahami.
Komponen Sistem motorik sentral lainnya
Sejumlah jaras-jaras sentral selain traktus piramidalis, memiliki peran penting
pada pengendalian fungsi motorik. Suatu kelompok serabut yang penting (traktus
kortikopontosereblaris) menghantarkan informasi dari korteks serebri ke serebelum,
kemudian input yang ditimbulkannya memodulasi gerakan terencana . Serabut lain
berjalan dari korteks ke ganglia basalia (terutama korpus striatum= nukleu kaudatus
dan putamen), Subtantia nigra , dan formatio retikularis batang otak, serta nuklei
lainnya ( misalnya , ditektum mesensefali). Pada masing-masing struktur tersebut ,
Impul dihantarkan melalui interneuron ke traktus eferen yang berproyeksi ke motor
neuron di kornu anterius. Medula spinalis-traktus tektospinalis, traktus ruprospinalis ,
traktus retikulospinalis , traktus vestibulospinalis dan traktus lainnya). Traktus-
traktus tersebut memungkinkan serebelum , ganglia basalia, dan nuklei motorik di
batang otak untuk mempengaruhi fungsi motorik di medula spinalis.
Traktus Motorik Lateral dan Medial di Medula Spinalis
Traktus motorik di medula spinalis secara anatomi dan fungsional terpisah
menjadi dua kelompok; kelompok lateral , yang terdiri dari traktus kortikospinalis
dan traktus ruprospinalis , serta kelompok medial , yang terdiri dari traktus
retikulospinalis , traktus vestibulospinalis dan traktus tektospinalis ( kuypers,1985).
Traktus lateral terutama berproyeksi ke otot-otot distal (terutama di ekstremitas atas)
dan juga membuat hubungan propriospinal yang pendek. Serabut-serabut ini terutama
berperan pada gerakan volunter lengan bawah dan tangan , untuk kontrol motorik
halus yang tepat dan terampil. Sebaliknya , traktus medial mempersarafi neuron
motor yang terletak lebih medial di kornu anterius dan membuat hubungan
propriospinal yang relatif panjang. Serabut ini terutama berperan pada gerakan tubuh
dan ekstremitas bawah (postur dan gait).
Lesi-lesi pada Jaras Motorik Sentral (UMN)
Patogenesis paresis spastik sentral. Pada fase akut suatu lesi di traktus
kortikospinalis, refelks tendon profunda akan bersifat hipoaktif dan terdapat
kelemahan flasid pada otot. Refleks muncul kembali beberap hari atau beberapa

16
minggu kemudian dan menjadi hiperaktif, karna spinde otot berespon lebih sensitif
terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan normal, terutama fleksor
ekstremitas atas dan ekstensor ekstremitas bawah. Hipersensitifitas ini terjadi karna
hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusi motor ( neuron motor ¥)
yang mempersarafi otot. Dengan demikian, serabut-serabut otot intrafusal teraktivasi
secara permanen.(prestreched) dan lebih mudah berespon terhadap peregangan otot
lebih lanjut dibandingkan normal. Gangguan sirkuit regulasi panjang otot mungkin
terjadi yaitu berupa pemendekan panjang target secara abnormal pada fleksor
ektremitas atas dan ekstensor ektremitas bawah. Hasilnya adalah peningkatan tonus
spastik dan hiperrefleksia, serta tanda-tanda traktus piramidalis dan klonus. Diantara
tanda-tanda traktus piramidalis tersebut terdapat tanda-tanda yang sudah dikenal baik
pada jari-jari tangan dan kaki, seperti tanda babinski ( ekstensi tonik ibu jari kaki
sebagai respons terhadap gesekan di telapak kaki ).
Paresis spastik selalu terjadi akibat lesi susunan saraf pusat ( otak dan/atau
medula spinalis ) dan akan terlihat lebih jelas bila terjadi kerusakan pada traktus
desendens lateral dan medial sekaligus ( misalnya pada lesi medula spinalis ).
Patofisiologi spastisitas masih belum dipahami, tetapi jaras motorik tambahan jelas
memiliki peran penting, karena lesi kortikal murni dan terisolasi tidak menyebabkan
spastisitas.
Sindrom paresis spastik sentral. Sindrom ini terdiri dari:
- Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus
- Peningkatan tonus spastik
- Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus
- Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks ekstreoseptif ( refleks abdominal, refleks
plantar, dan refleks kremaster )
- Refleks patologis ( refleks babinski, oppenheim, gordon, dan mendel-bekh-terev,
serta disinhibisi respons hindar [flight], dan
- ( awalnya massa otot tetap baik )
Lokalisasi lesi pada sistem motorik sentral
Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau
cedera traumatik, menyebabkan kelemahan sebagian tubuh sisi kontralateral.
Hemiparesis yang terlihat pada wajah dan tangan ( kelemahan brakhiofasial ) lebih
sering terjadi dibandingkan di daerah lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area

17
representasi kortikal yang luas, temuan klinis khas yang berkaitan dengan lesi yang
lokasi tersebut (a) adalah paresis ekstremitas atas bagian distal yang dominan,
konsekuensi fungsional yang terberat adalah gangguan kontrol motorik halus,
kelemahan tersebut tidak total ( paresis, bukan plegia ), dan lebih berupa gangguan
flasid, bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan (nonpiramidal) sebagian
besar tidak terganggu. Lesi iritatif pada lokasi tersebut (a) dapat menimbulkan kejang
fokal.
Jika kapsula interna terlibat akan terjadi hemiplegia spastik kontralateral-lesi
pada level ini mengenai serabut piramidal dan serabut non piramidal, karena serabut
kedua jaras tersebut terletak berdekatan. Traktus kortikonuklearis juga terkena,
sehingga terjadi paresis nervus fasialis kontralateral, dan mungkin disertai oleh
paresis nervus hipoglosus tipe sentral. Namun, tidak terlihat defisit nervus kranialis
lainnya karena nervus kranialis motorik lainnya mendapat persarafan bilateral.
Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flasid (pada “fase syok”) tetapi
menjadi spastik dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabut-serabut
nonpiramidal yang terjadi bersamaan.
Lesi setingkat pedunkulus serebri, seperti proses vaskular pendarahan, atau
tumor, menimbulkan hemiparesis spastik kontralateral yang dapat disertai oleh
kelumpuhan nervus okulomotorius ipsilateral.
Lesi pons yang melibatkan traktus piramidalis (contohnya pada tumor,
iskemia batang otak, pendarahan) menyebabkan hemiparesis kontralateral atau
mungkin bilateral. Biasanya, tidak semua serabut traktus piramidalis terkena, karena
serabut-serabut tersebut menyebar di daerah potong-lintang yang lebih luas di daerah
pons dibandingkan di daerah lainnya (misalnya, setingkat kapsula interna). Serabut-
serabut yang mempersarafi nukleus fasialis dan nukleus hipoglosalis telah berjalan ke
daerah yang lebih dorsal sebelum mencapai tingkat ini; dengan demikian,
kelumpuhan nervus hipoglosus dan nervus trigeminus atau nervus abdusens
ipsilateral.
Lesi pada piramid medula dapat merusak serabut-serabut nonpiramidal
terletak lebih ke dorsal pada tingkat ini. Akibatnya, dapat terjadi hemiparesis flasid
kontralateral. Kelemahan tidak bersifat total (paresis, bukan plegia). Karena jaras
desendens lain tidak terganggu.

18
Lesi traktus piramidalis di medula spinalis. Suatu lesi yang mengenai
traktus piramidalis pada level servikal menyebabkan hemiplegia, spastik ipsilateral;
ipsilateral karena traktus tersebut telah menyilang pada level yang lebih tinggi, dan
spastik karena traktus tersebut mengandung serabut-serabut piramidalis dan non
piramidalis pada level ini, lesi bilateral di medula spinalis servikalis bagian atas
menyebabkan kuadriparesis atau kuadriplegia.
Sebuah lesi yang mengenai traktus piramidalis di medula spinalis torasika
menimbulkan monoplegia ipsilateral pada ekstremitas bawah. Lesi bilateral
menyebabkan paraplegia.
Anatomi Sistem Motorik Lower Motor Neuron (LMN)
Titik dimana persyarafan sudah keluar dari kornu anterior medulla spinalis
dan meneruskan perjalanan sampai ke otot. Neurotransmitter yang ikut
menyampaikan impuls syaraf dari UMN adalah glutamine yang ditangkap oleh
glutamin reseptor. LMN disebut juga sistem syaraf perifer karena mempersyarafi
semua otot-otot tubuh, lengan dan tungkai.

19
Gambar 2. Saraf lower neuron motor
Klasifikasi menurut target dari motor neuron, dibagi menjadi 3 antara lain :
 Somatic motor neurons, berasal dari susunan saraf pusat, menuju medulla
spinalis keluar dari cornu anterior dan mempersyarafi saraf skeletal
 Special visceral motor neurons, disebut juga brankial motor neuron dimana
dipersyarari langsung oleh otot brankial (otot-otot dari syaraf kranialis)
 General visceral motor neurons (visceral motor neurons), Mempersarafi
otot jantung dan otot polos dari organ dalam (termasuk otot polos arteri, dan

20
kelenjar), nervus ini bersinaps pada ganglia dari sistem nervus otonom
(parasimpatis dan simpatis)
Akibatnya :
 Saraf motorik untuk otot skeletal dan otot brankial adalah monosinaptik
(melibatkan hanya 1 motor neuron)
 Saraf motorik untuk organ visceral adalah disinaptik (melibatkan 2 neuron; 1
berlokasi dari SSP yang bersinaps di ganglion, 1 lagi berlokasi di susunan
syaraf perifer yang bersinaps ke otot)
Sering diperdebatkan diantara saraf yang mempersarafi otot polos, saraf
ganglion, parasimpatis dan simpatis adalah motor neuron sedangkan visceral
motor neuron dianggap sebagai neuron preganglionik. Terminologi yang sering
digunakan sekarang bahwa motor neuron adalah jaras lintasan yang berasal dari
susunan saraf pusat, untuk motorik skeletal.
Pada manusia dan hewan bertulang belakang, motor neuron tergolong kolinergik
yang melepaskan neurotransmitter asetilkolin termasuk neuron ganglion
parasimpatis. Dimana kebanyakan dari saraf simpatis adalah noradrenergic yang
melepastkan neurotransmitter noradrenalin.
Anatomi somatic motor neuron
Somatic motor neuron terdiri dari alfa eferen neuron, beta eferen neuron dan
gamma eferen neuron. Dikatakan eferen karena menbawa aliran informasi atau
stimulus dari susunan saraf pusat ke saraf perifer.
 Alpha motor neurons§, Mempersyarafi serabut otot ekstrafusal (tipe serat kerja
lambat) yang berlokasi didalam otot. Sel-sel nya menyerupai sel cornu anterior /
cornu ventralis dari medulla spinalis sehingga sering disebut sebgai sel cornu
anterior. Alfa motor neuron ini berkontribusi dalam tonus otot. Ketika otot
teregang, saraf sensorik yang ada dalam otot spindle akan mengirimkan signal ke
SSP, dan SSP akan langsung mengirimkan jawaban ke sel alfa motor neuron ini,
sehingga proses ini dinamakan refleks regang.
 Beta motor neurons§, mempersarafi serat otot intrafusal yang tehubung dengan
serat ekstrafusal.
 Gamma motor neurons§, mempersarafi serat otot intrafusal didalam otot spindle
yang mengatur kontraksi serat otot kapan diperlukan regangan yang besar dan
kapan hanya mengeluarkan respon kecil.

21
Motor units
Motor neuron dan semua serat otot terhubung dalam sebuah motor unit, dimana
motor unit ini dibagi menjadi 3 kategori :
 Slow (S) motor units stimulate small muscle fibres, which contract very
slowly lambat dan menyediakan jumlah kecil energy tetapi sangat tahan
terdapat lelah, sehingga mereka digunakan untuk menunjang kontraksi otot,
seperti menjaga tubuh pada posisi berdiri tegak.
 Fast fatiguing(FF) motor unit yang merangsang kumpulan otot yang lebih
besar, yang dapat menyediakan tenaga dalam jumlah lebih besar tetapi cepat
lelah. Mereka dipakai dalam tugas yang memerlukan energy besar seperti
berlari, melompat.
 Fast fatigue-resistant motor units, merangsang otot berukurang sedang
yang tidak bereaksi secapat FF motor unit tetapi dapat bertahan lebih lama
dan menyediakan tenaga dibandingkan S motor unit, seperti berjalan santai.3
Lokalisasi lesi pada sistem motorik perifer
 Cornu anterior medulla spinalis : poliomyelitis (infeksi), sindrom corda
anterior (trauma).
 Sel mielitis axon motorik : mielitis (infeksi), guillain barre syndrome
(autoimun).
 Motor end plate : miastenia gravis (autoimun), botulinum toksin, tetanus
(toxin), Duchenne Muscular dystrophy (genetic), neuromiotonia (elektrolit
imbalance).
 Saraf perifer : neuropati perifer (metabolic / idiopatik)
 Muskulus : miopati (idiopatik), miositis (infeksi).

22
Gambar 3 : Pembagian kelumpuhan LMN.

Sindrom paralisid flasid. Sindrom ini terdiri dari:


 Penurunan Kekuatan dasar
 Hipotonia atau atonia otot
 Hiporefleksia atau arefleksia
 Atrofi otot

Perbedaan antara UMN & LMN

23
  UMN LMN  
Kekuatan Perese – Paralisis Perese - Paralisis
 
 
Tonus Meningkat/Spastik Menurun -

Clonus (+) Flaccid


Refleks Patologis (+) (-)
Refleks Fisiologis Meningkat Menurun -Hilang
Atropi Disuse Atropi (+)

Lesi pada Motor Neuron Medula Spinalis


Poliomielitis ialah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh suatu
kelompok virus neurotropik (tipe I,II,III). Virus poliomielitis mempunyai afinitas
khusus pada sel-sel kornu anterior medula spinalis dan inti motorik tertentu di batang
otak. Sel-sel saraf yang terkena mengalami nekrosis dan otot-otot yang suplainya
menjadi paralisis.5

24
Gambar 6. Poliomielitis.
Poliomielitis non paralitik. Khas untuk penyakit ini adalah nyeri dan kaku
otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonus, mungkin disebabkan oleh
lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha
untuk duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan
kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur (tanda tripod) dan terlihat
kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara positif dengan Kernig
25
dan Brudzinsky yang positif. ”Head drop” yaitu bila tubuh penderita ditegakkan
dengan menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang.
Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka
kemungkinan akan terdapat poliomielitis paralitik.
Poliomielitis paralitik. Gejala klinisnya sama dengan Poliomielitis non
paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kumpulan otot skelet. Gejala
ini dapat menghilang selama beberapa hari dan kemudian muncul kembali disertai
kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa flasid paralisis yang biasanya unilateral dan
simetris. Yang paling sering bterkena adalah tungkai. Pada keadan yang berat dapat
terjadi kelumpuhan otot pernafasan.
Lesi Pada Radix Medulla Spinalis
Guillain-Barre Syndrome. Walaupun penyakit acute Idiopathic Polyneuritis
sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu, tetapi beberapa sarjana terutama dari
Perancis dan Anglo-American masih bertentangan mengenai nomenclatur, gejala-
gejala klinik, pemeriksaan laboratorium terutama liquor cerebrospinalis dan
prognosis. Sarjana-sarjana Perancis menyebut penyakit ini berdasarkan penemuan,
yang menyebut penyakit ini polyradiculoneuritis yang benigna dan reversible, dapat
pula disertai kelainan saraf otak, atau disertai kematian karena ascending paralysis.
Mereka tidak ikut sertakan penderita-penderita yang tidak menunjukkan dissociasi
cytoalbuminique hal mana tidak disetujui oleh sarjana- sarjana Amerika dan Inggeris,
yang berpandangan lebih luas. Banyak istilah telah dipakai untuk penyakit itu
diantaranya, infectious polyneuritis, acute segmentally demyelinating
Polyradiculoneuropathy, acute polyneuritis with facial diplegia, acute polyradiculitis,
atau Guillain Barre Strohl Syndrome.
Teori yang berlaku sekarang menganggap GBS, merupakan suatu npenyakit
autoimun oleh karena adanya antibody antimyelin yang biasannya didahului dengan
faktor pencetus. Sedangkan etiologinya sendiri yang pasti belum diketahui, diduga
oleh karena.
a. Infeksi  : misal radang tenggorokan atau radang lainnya
b. Infeksi virus  : measles, Mumps, Rubela, Influenza A,
Influenza B, Varicella zoster, Infections mono nucleosis (vaccinia,
variola, hepatitis inf,coxakie)
c. Vaksin : rabies, swine flu

26
d. Infeksi yang lain :Mycoplasma pneumonia, Salmonella thyposa,
Brucellosis, campylobacter jejuni
e. Keganasan  : Hodgkin’sdisease, carcinoma,lymphoma
Dimana faktor penyebab diatas disebutkan bahwa infeksi usus dengan
campylobacter jejuni biasanya memberikan gejala kelumpuhan yang lebih berat. Hal
ini dikarenakan strujtur biokimia dinding bakteri ini mempunyai persamaan dengan
struktur biokimia myelin pada radik, sehingga antibody yang terbentuk terhadap
kuman ini bisa juga menyerang myelin.
Pada dasarnya guillain barre adalah “self Limited” atau bisa sembuh dengan
sendirinya. Namun sebelum mencapai kesembuhan bisa terjadi kelumpuhan yang
meluas sehingga pada keadaan ini penderita memerlukan respirator untuk alat bantu
nafasnya.8
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) Suatu keadaan dimana terjadi penonjolan
pada diskus intervertebralis ke dalam kanalis vertebralis (protusi diskus) atau nucleus
pulposus yang terlepas sebagian tersendiri di dalam kanalis vertebralis (rupture disc).

Gambar 7. Nucleus pulposus.9

Berdasarkan lokasi pada umumnya dibedakan menjadi 2 lokasi antara lain :


 Cervical disc herniation
Terjadi pada daerah leher, paling sering antara C5-C6 dan C6-C7. Gejalanya
berupa rasa nyeri sampai ke tengkorak kepala bagian belakang, kekakuan
bahu, scapula, menjalar hingga ke lengan dan tangan sehingga menimbulkan

27
kumpulan gejala yang disebut Cervical Syndrome. Nervus yang terserang
adalah plexus servikalis dan plexus brachialis.
 Lumbar disc herniation
Herniasi diskus lumbalis terjadi pada L4-L5 dan L5-S1. Gejala melibatkan
pinggang, pantat, paha, ano-genital (melalui nervus pudendus) dan menjalar
ke kaki sampai telapak kaki. Nervus ishiadikus yang paling banyak terkena,
sehingga menyebabkan kumpulan gejala yaitu sindrom ischialgia antara lain
kesemutan, baal, pada sesisi kaki, rasa terbakar pada panggul yang menjalar
ke kaki, rasa nyeri seperti tersetrum listrik seolah-olah dari dalam panggul
menjalar ke paha.
Gejala klinis dari herniasi diskus sangat bervariasi tergantung tempat
terkenanya dan tipe jaringan lunak yang ikut terkena. Gejala klinis dapat bervariasi
dari tidak ada gejala atau rasa sakit sedikit karena hanya jaringan saja yang terkena,
sampai gejala klinis berat seperti leher yang tidak dapat berputar, low back pain.

Gambar 8.Tahapan hernia


nucleus pulposus.

Seringnya, HNP tidak


terdiagnosis dengan cepat
pada pasien yang datang
dengan keluhan rasa nyeri
pada paha, lutut, atau kaki.
gejala lain yang didapati
adalah perubahan sensorik dan motorik seperti baal, kesemutan, kelemahan otot,
paralisis dan mempengaruhi refleks.
Tidak seperti nyeri berdenyut, atau nyeri hilang timbul yang disebabkan oleh
spasme otot. Nyeri dari HNP biasanya terus menerus atau setidaknya terus menerus
pada posisi tubuh tertentu. Gejala juga biasanya terlihat hanya sesisi. Jika HNP
terjadi sangat besar dan menekan korda spinalis dari cauda equine pada regio lumbal,
maka kedua sisi tubuh dapat terkena seringnya diserta dengan komplikasi yang
serius. Kompresi cauda equina dapat menyebabkan kerusakan nervus permanen atau
kelumpuhan. Kerusakan nervus seperti hilangnya kontrol terhadap usus, kandung

28
kemih dan disfungsi seksual. Kumpulan dari gejala ini dinamakan sindrom cauda
equina.
Lesi pada saraf perifer
Neuropathy Perifer. Neuropati perifer adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan gangguan saraf-saraf perifer akibat berbagai penyebab. Polineuropati
sering berkaitan dengan penyakit sistemik, misalnya diabetes dan obat, toksin lingkungan,
dan beragam penyakit genetik. Mononeuropati mengisyaratkan keterlibatan fokal satu
berkas saraf dan menandakan penyebab lokal seperti trauma, penekanan, atau
penjepitan.11
Gejala khas dari neuropati adalah berkaitan dengan jenis saraf yang terkena.
Jika saraf sensoris yang rusak, gejala umumnya termasuk kebas, kesemutan pada
daerah yang terkena, sensasi seperti ditusuk-tusuk, atau nyeri. Nyeri yang berkaitan
dengan neuropati dapat cukup kuat dan dapat digambarkan seperti nyeri tusuk,
terpotong, terasa remuk, dan rasa terbakar. Pada beberapa kasus rangsangan tidak
nyeri dapat diterjemahkan sebagai nyeri yang hebat atau nyeri juga dapat dirasakan
bahkan tanpa ada rangsangan.
Kerusakan saraf motoris biasanya di indikasikan dengan kelemahan pada
daerah yang dipengaruhi. Jika masalah dengan saraf motoris berlanjut dalam suatu
periode waktu, atrofi atau berkurangnya tonus otot dapat terlihat jelas.
Kerusakan saraf otonom terlihat paling jelas ketika seseorang berdiri dan
mengalami masalah seperti kepala terasa ringan atau perubahan tekanan darah.
Indikasi lain kerusakan saraf otonom adalah kurangnya keringat, air mata dan air liur,
konstipasi, retensi urin dan impotensi. Dalam beberapa kasus, dapat terjadi gangguan
irama jantung dan masalah-masalah pernafasan. Gejala-gejala dapat muncul dalam
beberapa hari, bulan atau tahun.
Jangka waktu dan hasil akhir dari neuropati berkaitan dengan penyebab
kerusakan saraf. Penyebab potensial termasuk penyakit, trauma fisik, keracunan,
malnutrisi dan penyalahgunaan alkohol. Pada beberapa kasus neuropati bukanlah
merupakan gangguan utama, namun merupakan suatu gejala dari penyakit yang
mendasarinya.
Lesi pada Neuromuskular Junction
Myastenia Gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus-
menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Bila penderita beristirahat,

29
maka tidak lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali. Penyakit ini timbul
karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular
junction. Pada pasien miastenia gravis, antibodi IgG dikomposisikan dalam berbagai
subklas yang berbeda, dimana satu antibodi secara langsung melawan area
imunogenik utama pada subunit alfa. Subunit alfa juga merupakan binding site dari
asetilkolin. Ikatan antibodi reseptor asetilkolin pada reseptor asetilkolin akan
mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular melalui beberapa cara, antara
lain: ikatan silang reseptor asetilkolin terhadap antibodi anti-reseptor asetilkolin dan
mengurangi jumlah reseptor asetilkolin pada neuromuscular junction dengan cara
menghancurkan sambungan ikatan pada membran post sinaptik, sehingga
mengurangi area permukaan yang dapat digunakan untuk insersi reseptor-reseptor
asetilkolin yang baru disintesis.
Miastenia gravis dikarakteristikkan melalui adanya kelemahan yang
berfluktuasi pada otot rangka dan kelemahan ini akan meningkat apabila sedang
beraktivitas. Penderita akan merasa ototnya sangat lemah pada siang hari dan
kelemahan ini akan berkurang apabila penderita beristirahat. Gejala klinis miastenia
gravis antara lain; kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis, dan Kelemahan otot
penderita semakin lama akan semakin memburuk yang akan menyebar mulai dari
otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas.

30
Daftar Pustaka

1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik : pemeriksaan fisik dan mental.


Jakarta: penerbit FKUI; 2008.h.87-111.
2. Sidharta P. Tata pemeriksaan klinis dalam neurologi. Jakarta: Dian
Rakyat; 1995.h.291-471.
3. Baehr M , Frotscher M. Diagnosis topik neurologi DUUS. Jakarta .
Penerbit buku kedokteran EGC. 2014 ; hal 48-94
4. Mardjonno M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2010. h. 1-7.
5. Hadyanto J. Poliomielitis dasar-dasar pembedahan dan rehabilitasi tehnik-
tehnik untuk rumah sakit daerah. Jakarta: EGC;1996. hlm 13-8.
6. Japardi I. Sindrom guillain barre. Tahun 2002.Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1958/1/bedahiskandar
%20japardi46.pdf
7. Hartung H, Kieseier BC, Kiefer R. Progress in Guillain-Barre syndrome.
Curr Opin Neurol, 14:597-604, 2001.
8. Indonesia children. Guillain barre syndrom.14 desember 2009. Diunduh
dari https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-
barre-syndrome-gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/.
9. Eko T, Emril D, Kurniawan M, Trianggoro B. Nyeri punggung bawah.
Semarang : Badan penerbit universitas diponogoro: 2013.17-34.
10. Huldani H, Permana G, Hilda A. Nyeri punggung.edisi pertama.Lampung:
Penerbit Sentosa; 2001. hlm 22-5

31
11. Suryamiharja A, Purwata E, suharjanti I, Yudiyanta. Konsensus nasional 1
diagnostik dan penatalaksanaan nyeri neuropati. Perdossi; 2011.hlm 15-
49
12. Smart T. Neuropati perifer diagnosis dan pengobatan. 26 maret 2009.
Diunduh dari http://spiritia.or.id/hatip/pdf/h01332.pdf§
13.  Weiner H, Levit L.Buku saku neurologi. Edisi 5. Jakarta : EGC;
2001.hlm135-6
14. Syah AK, Lorenzo N. Miastenia grafis. 2 Mei 2014 diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1171206-overview

32

Anda mungkin juga menyukai