Anda di halaman 1dari 6

PENGKAJIAN KEKUATAN OTOT

PENGKAJIAN KEKUATAN OTOT

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan


suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap
pengkajian merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai
kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon
individu (Alimul, 2006).
Kekuatan berderajat 0 atau dalam presentasi kekuatan ialah 0%, jika tidak
timbul kontraksi otot dalam usaha untuk mengadakan gerakan volunter. Jika
terdapat sedikit kontraksi, maka derajatnya ialah 1 (= 10%). Apabila terdapat
hanya jika gaya tarik bumi tereleminasi, maka derajat kekuatan otot ialah 2 (=
25%). Dalam hal ini dapat diberi contoh otot-otot fleksor lengan bawah yang
dapat menekukkan lengan di sendi siku hanya apabila lengan bawah sudah
bersudut 900 terhadap lengan atas pada pasien yang diperiksa dalam posisi
telentang. Derajat tenaga otot adalah 3 (= 50%) apabila gerakan volunter melawan
gaya tarik bumi dapat dilakukan secara penuh namun tanpa penahan. Bila dengan
penahan sedang, gerakan volunter masih dapat dilakukan, maka derajat kekuatan
otot ialah 4 (= 75%). Apabila gerakan volunter melawan gaya tarik bumi dan
dengan penahanan penuh masih dapat dilakukan, maka kekuatan otot itu
berderajat 5 (= 100%)
Di klinik penilaian kekuatan otot masing-maisng dimulai terlebih dahulu
dengan penelitian gerakan volunter serta kekuatan secara menyeluruh dan umum.
Dengan menahan gerakan-gerakan tersebut dapat diperoleh kesan mengenai
paresis seperti halnya dalam hemiparesis atau paraparesis. Setelah itu barulah
penilaian kekuatan otot masing-masing dapat dilakukan, terutama apabila terdapat
paresis yang bersifat fokal segmental, seperti pada berbagai kelumpuhan LMN
(Lower Motor Neuron) akibat lesi di saraf tepi.
Pengkajian kekuatan otot perlu memperhatikan kemampuan merubah
posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran otot. Kelemahan otot
menunjukkan polineuropati, gangguan elektrolit (kalsium dan kalium), miastenia
grafis, poliomyelitis, dan distrofi otot. Dengan palpasi otot saat ekstremitas relaks
digerakkan secara pasif akan terasa tonus otot. Mengkaji kekuatan otot dilakukan
dengan palpasi otot dan ekstremitas yang digerakkan secara pasif dan rasakan
tonus otot. Dan dalam melakukan pengkajian kekuatan otot diperlukan beberapa
data yaitu:
1. Data Subyektif
Data subyektif merupakan data yang diambil berdasarkan
penuturan pasien atau keluarga, seperti: adanya nyeri, kekakuan, kram,
sakit pinggang, kemerahan, pembengkakan, deformitas, ROM, gangguan
sensasi. Dalam pengambilan data subyektif dapat dilakuakan dengan cara
PQRST :
a) Provikatif (penyebab)
b) Quality (bagaimana rasanya, kelihatannya)
c) Region/radiation (dimana dan apakah menyebar)
d) Severity (apakah mengganggu aktivitas sehari-hari)
e) Timing (kapan mulainya)

Pengkajian pada sistem muskuloskeletal:


a) Riwayat sistem muskuloskeletal, tanyakan juga tentang riwayat kesehatan
masa lalu. Mencakup penyakit yang pernah dialami sebelumnya, penyakit
apa yang pernah dialami pada masa kanak-kanak, pengobatan, periode
perinatal, dan tumbuh kembang.
b) Riwayat dirawat di RS
c) Riwayat keluarga, diet. Perawat akan menanyakan pada keluarga
sehubungan dengan kekuatan otot dan gangguan otot.
d) Aktivitas sehari-hari, jenis pekerjaan, jenis alas kaki yang digunakan
e) Permasalahan dapat saja baru diketahui setelah pasien ganti baju,
membuka kran dll.

2. Data Obyektif
Data Obyektif merupakan data yang diperoleh dari hasil
pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap pasien.
Adapun pengkajian fisik sistem muskuloskeletal yang dilakukan, meliputi:
a) Inspeksi dan palpasi ROM dan kekuatan otot
Untuk mengetahui integritas tulang, postur, fungsi sendi, kekuatan
otot, cara berjalan dan kemampuan pasien melakukan aktivitas sehari-hari.
b) Bandingkan dengan sisi lainnya.
c) Pengukuran kekuatan otot (0-5) dilakukan secara tradisional artinya
mengukur kekuatan otot dengan menggunakan skala klasik, antara lain :
1) Skala 0 : artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak
tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari
tetap saja di tempat walau sudah diperintahkan untuk bergerak.
2) Skala 1: jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau
kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
3) Skala 2: dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus
bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
4) Skala 3: dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari
5) Skala 4: Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan.
6) Skala 5: bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal untuk mengerahkan tenaga memencet jari-jari kita. Kalau
lemah akan terasa tangan pasien tak mampu meremas kuat tangan
kita. Kesulitannya adalah kalau pasien cewek yang tak pernah
menggunakan tenaga otot jari tangan, remasannya terasa kurang
kuat walaupun sudah dipaksakan untuk itu dapat diperiksa lebih
jauh dengan hati-hati.
d) Duduk, berdiri dan berjalan kecuali ada kontra indikasi
e) Kemampuan dasar fungsional.
f) Perkusi dan auskultasi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya cairan dalam rongga
sendi dan auskultasi dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada
vaskuler dan krepitasi.

Sistem otot dikaji dengan memperhatikan kemampuan mengubah


posisi, kekuatan ototdan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar
estremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat adanya
edema atau perdarahan kedalam otot, juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi
pengurangan ukuran akibat artrofi.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai