Anda di halaman 1dari 154

LORO BRONTO NANDANG CIDRO "nyuwun sewu Ndoro Putri.

"
("maaf Ndoro Putri.")
Chapter I "wonten nopo nggih?"
PROLOG ("ada apa ya?") Tanyaku dengan sopan santun
tingkat babu.

Kabut masih dingin menyelimuti malam, "wonten nopo wonten nopo!"


embunpun masih enggan membasahi pucuk pucuk ("ada apa ada apa!")
rerumputan. Semilir udara dingin masih memeluk "tugasmu saben ndino ki ngopo?!"
larut dalam mimpi dan semua matapun masih ("tugasmu tiap hari itu apa?!") Hardik Ndoro Putri
terpejam. garang sambil berkacak pinggang.
"wonten nopo nggih Ndoro?"
"jdog dog dog dog!!!" Tiba tiba pintu kamarku di ("ada apa ya Ndoro?") Tanyaku lagi karena benar
gedor dengan begitu kasarnya. benar tak mengerti apa kesalahanku.

"Pardi, masih tidur kamu ya?! Pemalas amat sih Aku merasa kemarin apa yang seharusnya menjadi
kamu jadi babu!" Lengkingan suara si penggedor tugasku sudah aku kerjakan semua. Tadi malam
pintu tak kalah kasarnya. aku sudah mengerjakan tugas terakhirku menimba
air untuk mandi pagi keluarga majikanku ini. Benar
Kembali pintu kamarku di gedor dengan kasar benar aku tak mengerti apa kesalahanku hari ini
untuk yang ke dua kalinya. "jdog dog dog dog!!!" sampai aku harus di marah marahi di pagi sebuta
ini. Aku benar benar tidak mengerti.
"bangun kampret!" Di cariin ibuk tu!" Teriakan
kasar anak gadis Ndoroku memaksaku bangun dari "kowe ki jan ra nggenah babar blas dadi
tidur. menungso."
("kamu itu nggak bener banget jadi orang.")
Malam masih dini hari dan Adzan subuh belum "wis tugase saben ndino kok sek iso lali."
juga berkumandang, tapi aku sudah di bangunkan ("sudah tugasnya tiap hari kok masih bisa lupa.")
dengan begitu kasarnya tanpa prikemanusiaan. Tak "kae motomu melek'o, jo kakean turu."
bisakah aku di berikan sedikit saja waktu untuk ("itu buka mata kamu, jangan kebanyakan tidur.")
menikmati indahnya hidup walau hanya sekedar di "wong jedhing ora ono banyune ngono kok sek
dalam mimpi. takon ono opo ono opo!"
("orang bak mandi gak ada airnya gitu kok masih
"mmmh.... iya iya, ini Pardi sudah bangun kok Non. nanya ada apa ada apa!")
Ada apa sih Non?" Jawabku begitu bangun dan "penggaweanmu ki nyapo wae sih?!"
membuka pintu kamarku dengan mata yang masih ("kerjaan kamu tiap hari itu apa sih?!") Omel
terkantuk kantuk. Ndoro Putri masih dengan berkacak pinggang.

"kamu itu kerjaannya tidur terus! di cariin ibuk tu! Aku hanya bisa menundukkan kepala di caci maki
udah sana cepet!" Perintah Non Ega bernada kasar seperti ini. Padahal aku yakin seyakin yakinnya
tak berprikmanusiaan. bahwa tadi malam aku sudah mengisi bak mandi
karena itu pekerjaan yang aku lakukan terakhir tadi
Sayang sunguh teramat di sayang, wanita secantik malam. Jadi bagaimana bisa sekarang tiba tiba
Ndoro Ayu Gayatri - nama anak ndoroku - harus airnya habis?
bertabiat buruk seperti ini. Coba kalau Non Ega
sedikit saja berperangai lemah lembut, pasti Non Tanpa berani membantah ataupun membela diri,
Ega akan semakin sempurna sebagai seorang aku kemudian buru buru menimba air kembali
seorang Raden Ayu yang memang berparas ayu itu. mengisi bak kamar mandi rumah juraganku ini.

Tak ingin membuat juraganku marah, aku langsung "nyuwun ngapunten Ndoro Putri."
buru buru menemui Ndoro Putri - ibu Ndoro Ayu ("maaf Ndoro Putri.")
Gayatri - yang sedang berada di dapur. "mbok bilih kulo kesupen."
("mungkin saya lupa.")
"sepindah malih nyuwun ngapunten Ndoro." Hartati / ibu Non Ega) tak segan segan main tangan
("sekali lagi maaf ndoro.") Maafku tanpa berani kepadaku.
menatap Ndoro Putri.
Tak ubahnya seperti Ndoro Putri ibunya. Non Ayu
"ono opo sih Buk ne?" Gayatri juga bersikap seperti itu. Belum pernah
("ada apa sih Buk?") dalam ingatanku Non Ega bersikap lembut tanpa di
"pagi pagi kok sudah gemberah wae." bumbui dengan makian setiap bicara kepadaku.
("pagi pagi kok sudah ribut.") Terdengar suara
bariton Ndoro Kakung yang ternyata juga sudah Semua penghinaan itu aku telan mentah mentah
bangun. tanpa berani sedikitpun aku melawan. Aku sadar
diri siapa aku di sini. Aku hanyalah orang
"kae loh Pak ne, bocah gemblung kae." numpang (ngenger dalam bahasa jawanya) di
("itu loh Pak, bocah gemblung itu.") rumah Raden Mas Haryo Seto ini. Aku sadar, tanpa
"wis dadi tugase saben dino kok sek iso sampek budi baik mereka mungkin aku sudah mati atau
kelalen." terlantar lontang lantung di jalanan.
(udah jadi tugasnya tiap hari kok masih isa lupa.")
"jian nyatu dasar bocah pekok." Biarpun begitu paling tidak mereka mau
("emang dasar bocah begok.") Jawab Ndoro Putri menampungku di rumah megah mereka,
masih memaki maki ku. memberiku makan dan hidup serta menyekolahkan
aku.
"Buk, ngomong ki mbok yo sing nduwe unggah
ungguh toto kromo to buk." Hanya Raden Mas Haryo Seto (ayah Non Ega) atau
("Buk, kalau ngomong itu mbok yang punya tata yang biasa aku panggil Ndoro Kakunglah satu
krama apa buk.") satunya orang di rumah ini yang bersikap baik
"ora usah kasar ngono yo iso toh?" kepadaku. Ndoro Kakung selalu membelaku saat
("nggak usah kasar gitu juga bisa kan?") aku di hujani caci maki oleh istri dan anaknya.
"priyayi kok omongane koyo wong ra nduwe Ndoro Kakung jugalah yang selalu menasehati dan
aturan." menguatkanku agar aku sabar dan tabah
("bangsawan kok bicaranya kayak orang gak punya menghadapi semua ini. Wejangan demi wejangan
aturan.") Ndoro Kakung itu yang membuatku bisa bertahan
"pantesan Ega ki saiki omongane koyo bocah sampai sekarang.
alasan."
("pantas Ega sekarang omongannya kayak ocah Ndoro Kakung juga selalu meyayangiku. Beliau
liar.") berusaha tak membeda bedakan aku yang hanya
"lha ibuk'e dewe tebak'e sing ngajari." seorang abdi dengan Non Ega anak kandungnya.
("ibunya sendiri ternyata yang ngajarin.") Apa yang beliau berikan untuk Non Ega, Ndoro
Kakung juga memberikannya untukku. Walaupun
"halaah... Bapak iki." itu harus di iringi dengan kemarahan dan omelan
("halaah... Bapak ini.") Ndoro Putri istrinya.
"Pardi kae ojo panggah di belani wae." "le Pardi, sing sabar yo ngger."
("Pardi itu jangan di belain terus.") ("le Pardi, yang sabar ya nak.")
"suwe suwe marai nglunjak." "omongane Ibukmu kae ojo di lebokne neng ngati
("lama lama bikin nglunjak.") Jawab Ndoro Putri yho le."
tak mau kalah. ("omongan Ibukmu itu jangan di masukin hati ya
nak.") Kata Ndoro Kakung berusaha menghibur
Mendengar itu semua aku hanya bisa menangis sambil menepuk pundakku.
dalam hati. Apa sebenarnya dosa hidupku sampai
aku harus menjalani kisah hidup sepahit ini. Setiap Ndoro Kakung adalah sosok orang yang baik hati,
hari aku selalu di hujani dengan makian demi arif dan bijaksana. sosok seorang lelaki, bapak, dan
makian yang seakan tak ada habisnya. Kesalahan pemimpin yang sempurna di mataku. Seandainya
sekecil apapun, bahkan tanpa kesalahan sekalipun saja beliau adalah ayahku, betapa beruntungnya
aku selalu mendapatkan marahan, omelan dan aku.
makian itu. Bahkan Ndoro Putri (Raden Ayu "halah... mboten nopo nopo kok Ndoro."
("halah... gak apa apa kok Ndoro.") Jawabku datang kesekolah. Untung saja pihak sekolah bisa
mencoba menyembunyikan kegetiran hatiku. memahami dan memaklumi itu karena nama besar
Raden Mas Haryo Seto. Karena pengaruh Ndoro
Aku tak tau siapa sebenarnya jati diriku. Aku juga Kakung jugalah aku bisa bersekolah di sini, di
tak tau siapa sebenarnya ibu bapakku. Yang aku SMU terbaik di kabupaten Trenggalek ini. Disini
tau dari kecil aku sudah di asuh oleh keluarga jugalah Ndoro Ayu Gayatri bersekolah. Non Ega
Raden Mas Haryo Seto ini. setingkat denganku hanya berbeda kelas.

Dulu aku mengira mereka adalah kedua orang Hari ini sudah lewat jam tujuh aku baru sampai di
tuaku. dulu aku juga mengira kalau Raden Ayu sekolah. Setelah memarkir sepeda jengki alat
Gayatri adalah saudaraku. Dulu aku juga mengira trasportasiku setiap hari, buru buru aku berlari
kalau aku juga seorang Raden, Raden Mas Supardi masuk ke kelasku.
lebih tepatnya. Tapi kenyataanya ternyata aku "tok tok tok...."
bukanlah siapa siapa. Aku hanyalah anak yang "nyuwun sewu pak.... permisi...."
entah dari mana asalnya yang di rawat keluarga
priyayi ini sampai aku dewasa seperti sekarang ini. "eh Pardi.... masuk di...."
Yah beginilah nasib yang harus aku hadapi. nasib "kamu telat lagi ya....?" Kata pak Bambang guru
dari seorang anak yatim piatu bernama Supardi bin wali kelasku penuh wibawa.
pulan yang biasa di panggil Pardi atau kampret
oleh Ndoro Ayu Gayatri alias Non Ega. "enggih pak... nyuwun sewu..." Jawabku sopan.

Selesai mengerjakan apa yang sudah menjadi "yo wis.... ayo masuk...." Perintah pak Bambang.
kewajibanku tiap pagi, aku buru buru mandi karena
waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh Di sekolah ini aku bisa menemukan sedikit
pagi. Selesai mandi dan berseragam, secepat kilat kenyamanan hidup walau tak bisa sepenuhnya.
aku sarapan dan setelah itu segera berangkat ke Paling tidak disini tidak ada Ndoro Putri yang
sekolah. selalu memandangku dengan dendam dan
telingaku bisa sedikit beristirahat dari teriakan dan
Seperti biasa sebelum berangkat aku berpamitan cacian beliau.
cium tangan dulu kepada Ndoro Kakung dan
Ndoro Putri. Seperti biasa, setiap pagi Ndoro "Pardi.... ke kantin yuk....?" Ajak Rudi teman
Kakung selalu sibuk dengan burung perkutut sekelasku saat jam istirahat sekolah.
kesayangannya sambil mendengarkan kleningan
gending jawa dari tape mini kompo kesayangannya. "enggak ah Rud.... terimakasih...." Jawabku
menolak.
"Ndoro, kulo nyuwun pamit badhe bidal sekolah
rumiyen." Aku memang lebih suka berada di kelas dan
("Ndoro, saya pamit berangkat sekolah dulu.") membaca buku buku pelajaranku dari pada
Pamitku kepada Ndoro Kakung. bermain atau sekedar jajan di kantin begitu jam
"yo ngger, ngati ati yho." istirahat sekolah. Selain karena aku ingin belajar
("iya nak, hati hati ya.") biar pintar, karena aku juga tidak punya uang untuk
"sekolah sing pinter." jajan jajan di kantin.
("sekolah yang pinter.") Jawab Ndoro Kakung
sambil menyodorkan tangannya. Sebenarnya aku bukannya tidak punya uang sama
sekali karena sejahat apapun Ndoro Putri, beliau
Segara aku menyambut sodoran tangan beliau, tetap memberikan aku uang saku. Tapi aku tak
menjabat dan mencium tangannya. Setelah ingin menghabiskan uang yang tak seberapa itu
menyelesaikan rutinitas pamitan, aku segera hanya untuk sekedar jajan jajan di kantin. Lebih
menggenjot sepeda jengki inventarisku. baik uang itu aku tabung buat bekalku setelah lulus
sekolah nanti.
SMA Negeri 1 Trenggalek
Karena tugas yang harus aku selesaikan di rumah "haiyaah.... ayo lah...."
setiap pagi, hampir setiap hari aku selalu terlambat "tenang aja tak bayarin...." Ajak Rudi lagi.
"beneran enggak Rud... terima kasih...." Jawabku Sementara ini aku tak pernah ada niat dan punya
lagi. waktu untuk yang namanya asmara. Aku ingin
belajar dengan tekun dan menjadi orang sukses
"yo wis lah.... aku ke kantin dulu ya di..." Kata sebagaimana wejangan Ndoro Kakung.
Rudi sambil berjalan keluar dari kelas.
Tapi aku juga tak bisa sepenuhnya menutup mata
Sekeluarnya Rudi dari ruangan kelas, aku kembali dan hatiku dengan yang namanya asmara. Aku tau
membolak balik buku pelajaranku. Satu tekatku ada beberapa gadis yang menaruh hati kepadaku.
bahwa aku harus belajar dengan giat karena aku Selain Sri dan Siti yang selalu terang terangan
sudah di tingkat akhir sekolahku dan ujian nasional menggodaku, sebenarnya ada satu gadis lagi yang
tinggal satu tahun lagi. Aku ingin lulus dengan aku tau pasti bahwa dia sangat menaruh hati
nilai terbaik, aku ingin membanggakan Ndoro kepadaku.
Kakung yang selama ini sudah teramat baik
kepadaku. Dari tatapan matanya, dari senyumnya, dari
Aku juga ingin membuktikan kepada Ndoro Putri sikapnya, dari segala gerak gayanya aku tau kalau
dan Non Ega bahwa aku bukanlah sampah, bahwa dia menaruh hati kepadaku.
aku juga bisa berguna bisa membuat bangga gadis itu bernama Triana Subur Lestari atau yang
keluarga. Mungkin hanya dengan itu aku bisa biasa di panggil Ana. Ana adalah satu satunya
membalas segala budi baik beliau semua. gadis di sekolah ini yang sebanding dengan Non
Ega dari segala segi.
"Pardi.... rajin banget Di...." Hanya ada satu yang menjadi pembeda antara Ana
"udah ganteng, pinter, rajin lagi...." Canda Sri dan dan Non Ega.
trio gerombolannya yang baru masuk kelas setelah Ana yang tak kalah kaya cantik dan tenar dengan
beristirahat. Non Ega itu lebih bersifat ramah sopan santun baik
hati dan tidak sombong. berbanding terbalik
"haiyaah.... apa sih Sri....?" dengan Non Ega yang angkuh sombong dan
"gak usah aneh aneh lah...." Jawabku sambil masih congkak. Karena itulah mereka selalu menjadi
membolak balik buku. musuh bebuyutan, karena hanya Ana jugalah satu
satunya yang berani melawan Non Ega di sini.
"yeee... Supardi ini di bilang ganteng kok gak
percaya..." "jiaaaah... ada yang hancur tu hatinya..."
"kalau kamu mau aku mau kok jadi pacarmu Di..." "hahahaha.... kasiaan deh trio macan..."
Sambung Siti sobat segerombolan Sri. "ni Di...." Tawa Rudi terbahak bahak mendengar
itu sambil memberikan seplastik minuman dingin
"kamu jangan nyolong start duluan apa Ti..." kepadaku.
"emang kamu doang yang mau jadi pacarnya
Pardi...?" "oh... terimakasih Rud..." Jawabku sambil
"kita kita juga mau tau... ya gak Sri...?" Sambung menerima sedekah Rudi tersebut.
Eka salah satu anggota dari gerombolan trio macan
itu. "apaan sih Rud...?"
"nyamber aja kayak jambret sih..."
"hehehehehe..... aku jadi malu....." "sirik kamu ya mentang mentang gak laku....?"
"kalau Pardi mau sih Sri gak bisa nolak..." Jawab Siti manyun.
"pokoknya Pardi holic deh..." Jawab Sri dengan
pipi merona merah menahan malu. "yeeee.... ada yang sewot nie yee...."
"haiyaah.... iki opo toh....."
"wong elek kok buat rebutan...." "lagi pula emang kalian berani sama Ndoro Ayu
"lagi pula...maaf ya nona nona yang cuantik..." Gayatri yang terhormat itu hah...?"
"Supardi bin pulan gak sempat buat yang namanya "tar di semprot pada tau rasa kalian..." Jawab Rudi
pacar berpacaran..." ngeledek.
"Supardi ingin belajar dengan tekun biar bisa
menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa dan Tiba tiba saja....
agama..." Jawabku serius atas candaan mereka.
"jgluaagh...!!!" Suara meja di gebrak. Tak ingin membuat aku semakin sulit, Rudi
langsung bergegas keluar dari ruang kelas
Kami berlima terkejut mendengar suara gebrakan meninggalkan aku dan Non Ega berdua. sudah
meja itu. bukan rahasia umum lagi kalau aku sering di
perlakukan Non Ega kurang manusiawi seperti ini.
"heh...!!! pada ngomongin aku kalian ya...?!"
Bentak Non Ega yang tiba tiba saja sudah berada di "ada apa ya Non...?"
sini. "kok tuben kesini...?" Tanyaku.

Inilah yang aku maksud tak bisa menikmati sedikit "udah deh... jangan sok polos kamu jadi anak..."
kenyamanan hidup sepenuhnya. Karena di sini juga "ya jelas aku ada perlu ama kamulah..."
sikap Non Ega kepadaku tak ada bedanya dengan "ni kerjain PR aku... nanti sore harus udah kelar...!"
di rumah. Non Ega tetap saja berlaku kasar dan Kata Non Ega sambil memberikan buku PR nya.
semauanya sendiri kepadaku.
"iya Non... baik..." Jawabku tak bersemangat.
"apa apaan sih kamu Ga...?"
"biasa aja kali..." Kata Siti sewot. "heh... gak usah pakek lemes gitu juga kali..."
"kerjain tu cepet.. jangan kebanyakan ngeluh..."
"iya ni... mentang mentang Raden Ayu belagunya Perintah Non Ega.
minta ampun..." Sambung Eka tak kalah sewotnya.
"oh iya... satu lagi...."
"udah udah udah... kalian apa apaan sih...?" Kataku "jangan pernah lagi deket deket ama gerombolan
berusaha melerai Siti dan Eka yang sewot karena cewek kampungan itu apa lagi dengan yang
ulah Non Ega itu. namanya Triana semprul Lestari itu...!"
"awas kalau kamu berani macam macam...!!!"
"apa kalian....?!" Ancam Non Ega sebelum keluar dari kelasku.
"gak suka, mau ngajakin ribut hah...!" Balas Non
Ega menantang. "iyaaaa...." Jawabku terpaksa banget.

"udah udah... yang waras ngalah aja..." Yah begitulah nasibku tidak di rumah tidak di
"kita keluar aja yuk, sebelum di gigit genderuwo..." sekolah. Selalu saja di intimidasi sama yang
Kata Siti mengajak teman temannya menghindar namanya Raden Ayu Gayatri. Bahkan Non Ega
dari konfrontasi dengan Non Ega. juga mengatur dengan siapa aku boleh dan
tidaknya bergaul di sekolah. Sungguh sungguh
"heh... apa kamu bilang...?!" penderitaan seorang kacung yang tiada akhir.
"sudah mulai berani kalian rupanya hah..?!"
"udah bosen hidup kamu ya...?!" Hardik Non Ega Belum sempat Non Ega keluar dari kelasku, Triana
yang semakin tersulut emosi mendengar perkataan yang baru di omongin Non Ega itu tiba tiba juga
Siti itu. muncul di kelasku.

Tanpa berani menjawab lagi, kemudian Sri dan "halooo... barusan kayaknya ada yang manggil aku
gerombolannya keluar dari ruang kelas dengan ya...?" Suara lembut Triana si gadis cantik
masih di iringi tatapan mata tajam menantang dari berlesung pipit yang tiba tiba sudah berdiri di pintu
Non Ega. Tak satupun di antara mereka ada yang kelasku.
berani membalas tatapan itu, karena itu bisa
berakibat fatal buat mereka. Mendengar dan melihat musuh besarnya berada di
situ, tatapan mata Non Ega tiba tiba berubah
"heh... ngapain kamu lihat lihat...?" memerah mengisyaratkan permusuhan. Sepertinya
"jarang lihat cewek cakep kamu ya...?" Non Ega sudah bersiap melancarkan konfrontasi
"sana pergi kamu... nyepet nyepetin mata aja dengan Triana.
kamu..."
"sana sana sana minggat...!" Kata Non Ega yang Segera kau mendekati Triana dan memintanya
sekarang malah balik mengusir Rudi. segera keluar dari sini sebelum terjadi konfrontasi
antara dua gadis cantik ini dan sebelum aku mungkin hanya akan bisa aku simpan rapat rapat
semakin di persulit Non Ega karena keberadaanya. selamanya di dalam hati.
Dan seperti biasanya Ana selalu memahami Mungkin karena rasa itulah aku bisa menerima
kesulitanku sehingga di segera keluar dari sini segala perlakuan tak manusiawi Non Ega kepadaku
menghindari konfrontasi dengan Non Ega. selama ini. Aku bahagia kalau Non Ega
memanggilku walau dengan bentakan. Aku
Sepulang sekolah aku langsung pulang ke rumah bahagia kalau Non Ega menyuruhku walau dengan
dan langsung menyerahkan buku PR Non Ega yang makian. Aku bahagia walau harus teraniaya asal
sudah selesai aku kerjakan tadi di sekolah. Non Ega bahagia.

Tanpa sempat beristirahat walau barang sejenak, "Pardi..." Pangil Ndoro Kakung.
setelah makan aku langsung kembali melakukan
pekerjaan rutinku sehari hari. Di awali dengan "enggih Ndoro... wonten nopo...?"
menimba dan mengisi bak mandi sampai penuh, ("iya Ndoro... ada apa...?") Jawabku sopan sambil
bersih bersih rumah dari nyapu sampai ngepel, menghadap beliau.
mencuci piring dan pakaian yang segunung
banyaknya. "bapak karo ibuk arep tinda'an neng Madiun..."
("bapak ibuk mau pergi ke Madiun...")
Setelah selesai melakukan semua pekerjaan di "kowe jogo omah karo Ndoro Ayumu kae yo..."
rumah, tanpa ada waktu beristirahat aku kemudian ("kamu jaga rumah sama Ndoro Ayumu itu ya...")
pergi mencari pakan untuk sapi dan kambing
Ndoro Kakung yang lumayan jumlahnya. Selesai "enggih Ndoro...."
mencari pakan yang baru selesai sekitar jam lima
sore, aku langsung kembali melakukan pekerjaan "yo wis ngati ati...."
rumah lainnya. ("ya udah hati hati...")
"bapak ibuk budal yho...."
Sehabis mencari pakan aku menyapu halaman ("bapak ibuk berangkat ya...")
depan dan belakang rumah joglo yang lumayan "ndok... Ega... bapak ibu budal ndok..."
besar ini. Rutinitas harianku ini di akhiri dengan ("ndok... Ega... bapak ibuk berangkat ndok...")
menimba air buat mandi keluarga Ndoroku besok
pagi. Rangkaian pekerjaan itu baru bisa aku "enggih pak..."
selesaikan sekitar jam enam sore, setelah itu aku "pokoke ojo lali oleh olehe...."
baru bisa beristirahat. ("pokoknya jangan lupa oleh olehnya...") Teriak
Non Ega dari dalam kamarnya.
==========LBNC==========
Karena Ndoro Kakung dan Ndoro Putri sedang ada
R.A. GAYATRI NOYOLESONO urusan ke Madiun yang katanya selama tiga hari.
Jadi selama tiga hari ini hanya ada aku dan Non
Raden Ayu Gayatri Noyolesono binti Raden Mas Ega berdua di rumah ini.
Haryo Seto Noyolesono, itulah nama lengkap anak
gadis Ndoroku yang biasa aku panggil Non Ega. Selesai mengerjakan pekerjaan sapu menyapu
Non Ega adalah gadis yang sungguh sempurna dari halaman depan dan belakang, aku berniat untuk
segi manapun kita ingin melihatnya. Parasnya yang menimba air. Tapi hari ini rutinitasku entah kenapa
ayu khas putri priyayi bersenyum manis dengan sengaja atau tidak jadi terbalik. aku yang biasanya
tatapan mata sayu. Wajahnya, bibirnya, hidungnya, menimba air dulu baru mandi, kini malah
alisnya, tubuhnya, kulitnya semua indah sempurna. sebaliknya. aku berniat mandi dulu baru setelah itu
Keayuan Non Ega membuat siapa saja yang menimba air.
memandang akan langsung jatuh hati kepadanya.
Siapa saja, tak terkecuali aku sang kacung. tanpa melihat kanan kiri atau ada tidaknya orang di
dalam kamar mandi, aku langsung saja
Walaupun aku hanya seorang abdi di keluarga ini, menyelonong masuk karena pintu tak terkunci.
tapi diam diam aku menaruh hati kepada Ndoro
Ayuku ini. Perasaan cinta kasih dan sayang yang "kyaaaaaih...."
"uediaan kowe yo....?!" teriak non ega sambil sebenarnya aku ingin menikmati keindahan itu
menutupi aurat sekenanya. lebih lama lagi.

ternyata di dalam kamar mandi itu ada non ega. "pardi mohon non ega...."
walaupun sekilas aku bisa melihat betapa mulus "pardi jangan di laporin ya non...?" kataku sekali
dan montoknya tubuh polos non ega. non ega yang lagi memohon.
cantik semakin kelihatan cantik dengan tubuh
telanjang dan rambutnya yang basah. "ya udah, kamu gak akan aku laporin..."
"tapi kamu harus di hukum karena sudah berani
"nyuwun sewu ndoro ayu...." tidak sopan." jawab non ega yang sedikit bisa
"saya gak sengaja..." kataku meminta maaf sambil mengobati ketakutanku.
bergegas keluar dari kamar mandi.
sumpah aku ketakutan setengah mati karena itu. aku sedikit lega mendengar jawaban non ega itu.
Aku takut bukan karena kemarahan non ega, tapi walau aku yakin seyakin yakinnya bahwa hukuman
aku takut kalau kalau non ega sampai melaporkan dari non ega itu tak akan ringan. walau seberat
kejadian ini kepada orang tuanya. apapun hukuman yang nantinya akan non ega
berikan aku siap, asalkan jangan sampai aku di
biarpun tapi aku juga bahagia tak terkira, karena laporkan.
rupanya tuhan masih berbaik hati kepadaku. tuhan
masih menganugerahi dan memberiku kesempatan "iya non... terimakasih...."
untuk menikmati keindahan raga non ega walau "pardi siap di hukum asal jangan di laporin ke
hanya sekejap mata. ndoro kakung dan ndoro putri..."

"pardi.... sini kamu...!" panggil non ega "ya udah... kamu pergi sana dulu..."
membentak. "ntar aku pikirin dulu apa hukuman yang pantas
buat kamu..."
mendengar panggilan non ega itu aku benar benar
ketakutan. takut kalau ini akan menjadi bencanaku. dengan sedikit kelegaan aku segera pergi
apa jadinya kalau non ega sampai melaporkan meninggalkan non ega dengan senyum penuh arti.
kecelakaan ini ke orang tuanya. selalu terbayang indah tubuhnya, ayu wajahnya,
basah rambutnya, wangi aroma tubuhnya.
"heh... sini kamu kampret...!" kemolekan raga sang putri dengan kesempurnaan
"kalau nggak aku laporin kamu nanti ke ayah sama sejati seorang priyayi.
ibuk..."
"mau kamu aku laporin hah...?!" teriak non ega lagi. selesai non ega mandi, baru aku kembali lagi
kebelakang dan melanjutkan pekerjaanku menimba
"ja... ja... jangan non...." air kemudian mandi setelah itu.
"sumpah pardi gak sengaja non ega..."
"pardi jangan di laporin ndoro kakung ama ndoro sebenarnya aku heran dengan keluarga raden mas
putri ya non..." kataku memohon. haryo seto ini. bagaimana mungkin rumah seorang
priyayi sekaya beliau tapi di rumahnya belum
akhirnya walau ragu aku memberanikan diri untuk mempunyai sanyo maupun jet pump. sungguh
mendekat memenuhi panggilan non ega. sebuah tanda tanya besar.

begitu mendekat menghadap non ega, kembali aku hari itu hari minggu yang berarti dua setelah
terkejut setengah mati dengan apa yang aku lihat. keberangkatan ndoro kakung dan ndoro putri dari
ternyata non ega hanya menutupi tubuhnya dengan urusannya di madiun.
lilitan handuk yang tak sempurna menutup
tubuhnya. sedetik aku bisa menikmati lagi "pardi...." panggil non ega dari dalam.
keindahannya.
saat itu aku sedang di halaman belakang sedang
tanpa berani bersikap lebih tidak sopan, aku segera memotong rumput teki yang sudah mulai rimbun.
menundukkan wajahku di hadapan non ega walau
buru buru aku masuk dan menemui non ega. langsung kami mengendarai sepeda motor F 1 ZR
lansiran tahun 2001 warna hitam orange milik non
"iya non.... ada apa...? ega menyusuri jalanan kota trenggalek yang sepi
nan asri. tentu saja aku yang berada di depan
"cepet kamu mandi trus dandan yang rapi..." selaku babu dan tukang ojek non ega.
perintah non ega.
dengan navigasi non ega, setelah menempuh
"loh... emang mo kemana non..." tanyaku bingung perjalanan sekitar satu jam melintasi jalan yang
tentang maksud non ega. berkelok naik turun pegunungan, akhirnya kami
sampai di sebuah pantai yang bernama
"udahlah.... jangan banyak cingcong napa..." karanggongso di prigi trenggalek.
"mau kamu aku laporin ke bapak ibuk soal yang
kemarin...?" ancam non ega. sebuah pantai lepas yang indah dengan deburan
ombak yang dahsyat berpantai pasir putih nan
mendengar ancaman non ega itu seketika keringat indah. sebuah pantai yang masih asri alami yang
dinginku bercucuran. buru buru aku menuruti tak kalah indahnya dengan pantai kuta di bali.
perintah aneh non ega, jangan sampai non ega cuma sayang belum melegenda dan mendunia
melaporkan kejadian kemarin kepada kedua orang seperti pantai kuta di bali.
tuanya yang bisa berakibat berakhirnya riwayat ku
si anak yatim teraniaya ini. hamparan batu batu karang besar banyak tedapat di
bibir pantai yang menjadi lokasi favorit para sejoli
selesai mandi dan berpakaian rapi, aku kemudian memadu kasih. hamparan pohon pandan di luar
menemui non ega yang sudah menungguku di bibir pantainya semakin memperidah panorama
ruangan depan. pantai karanggongso. mungkin inilah yang di
maksud trully paradiso.
ternyata non ega juga sudah berdandan rapi. cantik
sekali non ega kalau berdandan seperti itu. sesampainya di pantai aku menghentikan motor di
mengenakan baju biru berbelahan dada rendah bawah teduhnya pohon kelapa.
dengan tank top putih di dalamnya di padu dengan "kita mau ngapain ke sini non...?" tanyaku
celana hot pants coklat setengah paha ketat yang penasaran kenapa non ega mengajakku ke sini.
semakin mempertegas keayuan dan kelincahan
seorang gayatri. dengan baju seperti itu, belahan "mau senam...!!!"
dada non ega sedikit mengintip dari celah kerah "begok amat sih kamu jadi kutu kupret...!"
tanktop ya. dan dengan celana model begitu "orang ke pantai kok masih nanya mau ngapain...!"
kemulusan dan kemontokan paha non ega semakin "udah deh jangan banyak bacot...!" jawab non ga
jelas tersaji. rambut hitam bergelombangnya yang dengan nada tinggi.
panjang di biarkan indah tergerai yang semakin "iya iya ndoro ayu... sendiko dawuh..."
memperayu parasnya. non ega kemudian turun dari motor dan berjalan di
bibir pantai berpasir putih bermain dengan riak
menyadari kedatanganku, non ega memandangiku debur ombak. aku hanya melihat dan
dengan lekatnya dari ujung rambut sampai ujung memperhatikan non ega dari tempatku
kaki. bahkan non ega menyempatkan diri berputar memarkirkan motor.
mengelilingiku untuk memastikan sudah pantas terlihat bahagia sekali non ega berada di sini.
atau belumkah penampilanku. dengan lincah dia belarian berkejaran dengan riak
Aku yang mengenakan kaos oblong putih dangan ombak yang membasahi kakinya.
celana blue jeans merasa malu dan risih di sejenak non ega berhenti berlarian dan
perhatikan seperti itu. memandangku. terlihat dari gerak tubuhnya non
ega sedang memanggilku. suara non ega tak
"emang kita mau kemana non...?" tanyaku sekali terdengar karena kalah dengan suara deburan
lagi. ombak.
"ya ya ya ya...lumayan..." aku yang sedang menikmati kelincahan sang putri
"ayuk jalan..." ajak non ega tanpa memperdulikan tak menghiraukan panggilannya. aku masih duduk
pertanyaanku. diam di tempatku menikmati betapa bahagia dan
lincahnya sang putri bermain pasir putih di antara sambil menggoyang goyangkan pinggulnya maju
riak deburan ombak yang membasahi kakinya. mundur.

"paardiiii....!!!" "ooocch.... eeemmmh...." suara desah tertahan


"kesini kampreeet...!!!" teriakan non ega yang cewek itu.
sayup terdengar di telingaku karena kalah dengan mengetahui itu mata kami berdua melotot seakan
suara deburan ombak. tak percaya bahwa ada yang berani berbuat senekat
itu di sini. sedetik tatapan kami beradu. terlihat
tersadar akan panggilan sang ndoro ayu, aku buru sungging senyum
buru berlari menghampirinya. misterius di bibir tipis non ega. sebuah senyum
yang sudah pasti berakibat buruk buatku.
"ada apa non ega...?" tanyaku. ==========+++++++++++++============

"kuping kamu budeg kali ya...?!"


"di pangil pangil sampai serak kok gak denger..."
"temenin apa... jangan cuma nongkrong doang..."
jawab non ega.

aku bingung mendengar permintaan non ega itu. di


temanin yang seperti apa maksud non ega ini.

"maksud non ega gimana ya...?" tanyaku bingung.

"guoblog banget sih kamu..."


"udah deh jangan tolol tolol banget apa..." kata non
ega sambil menarik lenganku.
aku hanya mengikuti apa maunya ndoro ayuku ini.
ternyata non ega mengajakku naik ke atas bukit
karang di pinggir pantai. karena sulitnya medan
untuk naik ke bukit itu, terpaksa aku manahan
tubuh non ega dari belakang dan mendorongnya
naik mendaki bebatuan terjal itu.

sumpah tanpa aku sengaja, saat mendorong tubuh


non ega tanpa sadar aku malah menyentuh bokong
montok non ega.
sebenarnya aku takut kalau non ega akan marah
kepadaku, tapi ternyata ketakutanku itu tak terbukti.
non ega tidak marah ataupun menunjukkan gelagat
tidak suka.

setelah bersusah payah, akhirnya kami sampai juga


di atas bukit. dari sini kami bisa melihat
pemandangan biru samudra lebih luas lagi. non ega
kemudian mengajakku duduk di bawah sebuah
batu besar yang agak tersembunyi. begitu kami
duduk, kami mendengar ada suara suara aneh tak
jauh dari tempat kami duduk. sejenak tatapan mata
kami beradu heran dan mencari asal suara apa itu.

ternyata di balik batu besar tempat kami duduk ada


sepasang sejoli mesum. si cewek yang memakai
rok itu sedang duduk di pangkuan cowoknya
Chapter II Non Ega masih memandangku dengan senyuman
KARANGGONGSO yang paling tidak aku sukai itu. Sebuah senyuman
iblis dari gadis cantik yang selalu memperlakukan
Firasatku buruk seiring dengan senyuman itu. Dan aku tidak manusiawi.
benar saja, apa yang aku takutkan dari senyuman
manis berbisa si iblis betina itupun menjadi "ya udah kalau kamu gak mau..."
kenyataan. "berarti kamu lebih takut sama mereka dari pada
bapak ibuk..." Ancamnya.
"sssst... Pardi...."
"kayaknya aku punya ide untuk hukuman kamu..." Mendengar ancaman itu seketika bulu kudukku
Kata Non Ega setengah berbisik. berdiri. Bayangan kengerian tentang apa yang akan
terjadi langsung terbayang di kelopak mataku.
"apa Non...?" Jawabku penasaran. Bayangan akan kemarahan kedua Ndoroku yang
tentunya akan berakibat buruk. Sangat buruk
"hhmmmm... kamu palak mereka..." pastinya.

"apa Non...?" "Non... jangan ya Non..."


"ah nggak ah... Pardi gak berani Non..." "Non Ega bisa nyuruh apa aja ke Pardi, tapi jangan
ini ya Non..?" Hibaku memohon.
"hhmmm... ya udah kalau kamu gak mau..." Jawab
Non Ega dengan senyum berbisa yang kembali "ya udah kalau kamu gak mau..."
menghias bibir tipisnya. "kamu tunggu aja nanti pas bapak ibuk sudah
pulang..." Ancamnya lagi dengan senyum iblisnya.
Aku bisa mengerti arti dari senyuman iblis cantik
itu. Sebuah senyuman yang lagi lagi sebuah Setelah memilah milah dan memikirkan untung
pertanda buruk dan ancaman untukku. ruginya, akhirnya aku memutuskan untuk
menerima perintah konyal dari Ndoro Ayu Gayatri
"jangan ya Non ya..." ini. Dari pada aku di lapokan dengan kemungkinan
"sumpah Pardi gak berani Non..." terburuk mungkin aku bisa di usir dari rumah, lebih
baik aku menuruti perintah memalak kedua insan
"sssst... jangan kenceng kenceng...." mesum ini. Resikonya paling paling babak belur
berantem doang dengan sang cowoknya. lagi pula
Di saat kami sibuk beradu argumentasi, oknum aku kan sudah belajar beberapa jurus karate dari
atau tersangka yang menjadi target perintah jahil Retta Margareta, kenapa juga aku harus takut.
Non Ega masih asik memacu syahwat tanpa
memperdulikan keadaan sekitarnya. Sepertinya Tapi rasa rasanya tak mungkin juga kalau mereka
mereka sudah tak perduli akan kemungkinan sampai berani melawan. Karena sudah jelas
bahwa mungkin bisa saja ada yang memergoki mereka tertangkap basah melakukan perbuatan
perbuatan mesum mereka. yang sangat bertentangan dengan norma agama dan
susila.
Suara desahan mereka yang tadinya tersamar
gemuruh ombak kini samakin jelas terdengar. "ok lah Non... saya mau malak mereka..."
Sepertinya aktifitas mesum mereka semakin hot "tapi beneran ya Non... aku jangan sampai di
semakin memanas. laporkan..."

"ooooch... eehmmmm..." "hehehe.... udah jangan banyak bacot..."


"iya yang... oooh... mantaaab..." Suara sang cowok "laksanakan serapi dan sedramatis mungkin...."
mesum itu memuji ceweknya. "dan jangan lupa juga... harus dapat minimal
seratus ribu..." Kata Non Ega di iringi seringai
"oooosssh... uuuhhh...." iblisnya yang kesekian kali.
"enak yang goyangan aku...?" Sang cewek yang
semakin bersemangat karena pujian setan "iya iya ah... bawel amat sih..." Jawabku bersungut.
cowoknya.
"go go Pardi gooo...." beralasan dan memohon maaf.
"kamu pasti bisa.... cayooo...." semangatnya
bergaya bak girlband korea. "kalian ini berani beraninya menodai pantai yang
indah ini dengan perbuatan bejad kalian..."
Sejenak aku hirup nafas dalam dalam. Ku "ayo kalian turun dari sini...!"
kumpulkan segenap keberanian yang aku punya "udah banyak tu yang nungguin kalian di
sebelum melaksanakan aksi palak memalak bawah...!"
pasangan mesum yang merupakan ide gila dari "siap siap aja kalian di telanjangi dan di arak
Ndoro ayuku yang saraf ini. keliling kampung...!" Gertakku.

"hoeeh... apa apa'an kalian hah...?!" "mas...mas... tolong jangan mas..."


"berani beraninya kalian berbuat mesum di "kasihani kami mas..." mohon sang cowok mesum
sini...?!" Bentakku mengagetkan mereka sambil itu.
berkacak pinggang.
"iya mas... hiks... hiks... hiks..."
Seketika mereka berdua yang sedang asik mereguk "tolong jangan arak kami keliling kampung mas..."
nikmatnya erotisme asmara terkejut dengan "hiks... hiks... hiks..."
keberadaanku yang tiba tiba menyergap mereka. "jangan permalukan kami mas..."
Seketika mereka menghentikan aktifitas tak "kasihani kami mas, nanti aku bisa di bunuh ama
senonoh mereka dan segera merapikan pakaian ayah ibuku karena ini mas..."
mereka yang awut awutan. Untung saja mereka "tolong mas... saya mohon... ampuni kami mas..."
tidak melakukannya dalam posisi telanjang bulat. Sambung sang cewek memohon dengan di iringi
Jadi mereka tak terlalu repot merapikan pakaian isak tangis.
mereka lagi.
Seketika terlihat raut pucat pasih di wajah mereka. Aku pura pura berfikir menimbang permintaan
Jelas sekali tergambar ketakutan di wajah mereka. mereka itu. Aku sengaja tak langsung memalak
Sang cewek langsung berlari bersembunyi di meminta uang kepada mereka, aku ingin mereka
belakang cowoknya, dan kelihatan juga kalau sendiri yang menyodorkan uang pelicin
cewek itu menangis ketakutan. Sang cowok yang perdamaian.
tak kalah ketakutannya masih berusaha melindungi
ceweknya sebagai wujud pertanggung jawabannya. "ya gimana ya...?"
Mungkin. "kalau aku sih gak masalah buat maafin kalian..."
"tapi gimana dengan mereka mereka yang ada di
Sementara aku sendiri sebenarnya juga takut bawah...?"
melakukan ini. Berusaha mati matian aku
memelihara tampang sangar di wajahku untuk "gini aja deh mas... sebelumnya maaf ya mas..."
menakut nakuti mereka. untung aku terbiasa "ini saya ada sedikit uang buat mas dan temen
memelihara jenggot yang bisa menjadi modal temen mas..." Kata sang cowok sambil merogoh
tampang sangarku. padahal sebenarnya tak ada dompet di kantong belakangnya.
sedikitpun tampang sangar di wajahku selain "wah... edan kalian...."
jenggot ini. "mau nyoba nyoba nyogok ya...?!" Jawabku
dengan nada meninggi.
"mm...m...maaf mas... maafin kami..."
"kk..kami khilaf mas..." Iba sang cowok gemetar "mas... tolong lah mas... tolong ya..." Sambung
ketakutan. sang cewek yang masih bersembunyi di balik
tubuh cowoknya itu.
"kalian ini... berani beraninya berbuat mesum di
sini...?!" "ini saya ada duit dua ratus ribu..."
"anak mana kalian hah...?!" Tanyaku dengan nada "ini buat mas dan temen temen mas..." Tambah
tinggi. sang cowok sambil menyodorkan empat lembar
uang lima puluh ribuan.
"kk...kk..kami cuman main di sini mas..."
"mmm...mm...maafin kami mas..." Katanya Sebenarnya uang itu sudah lebih dari target yang di
pasang Non Ega, tapi aku tak buru buru menerima "iya mas... maaf ya mas..." Jawab sang cowok.
pemberian mereka itu agar tak terlalu mencolok
kalau sebenarnya aku hanya bermaksut memalak "ya udah kalian hati hati..."
mereka. "dan satu lagi... kalian turunnya lewat situ aja,
jangan lewat sini biar gak ketemu sama mereka
"mas... tolong lah mas... tolong mas terima..." Kata mereka yang di bawah..." kataku lagi sebelum
sang cowok mesum membujukku. beranjak meninggalkan mereka.

"ini saya tambahin lagi mas..." "iya mas... terimakasih banyak loh mas..." kata
"tolong ya mas... beneran kami jangan di arak sang cowok sambil buru buru menggandeng
keliling kampung..." tambah sang cewek sambil ceweknya menuruni bukit karang itu lewat jalan
ikut menyodorkan uang kepadaku. yang tadi aku tunjukkan.

Uang yang di sodorkan si cewek itu lebih banyak Lega sekali setelah mereka pergi. Untung saja aku
dari yang di tawarkan cowoknga. Sepertinya cewek bisa mengontrol mengontrol mentalku agar tak
itu benar benar ketakutan sampai rela memberikan ketahuan kalau sebenarnya aku sendiri dan tidak
uang sebanya itu untuk menyogokku. ada orang orang yang sedang menunggu di bawah
seperti ancamanku tadi.
"emang kamu nambahin berapa mbak...?" tanyaku
mulai menerima penawaran mereka. Setelah itu aku kemudian kembali menemui Non
Ega yang menungguku di balik batu besar tempat
"ini saya ada empat ratus ribu lagi mas..." kami tadi. Tapi rupanya Non Ega sudah tak berada
"tolong di terima ya... pleaseeee..." mohon sang di situ lagi. Dia sudah turun dan menungguku
cewek sambil memberitahukan jumlah uang yang dengan santainya di motor.
di sodorkannya.
Segera aku menuruni bukit dan menghampiri Non
Wow sungguh jumlah yang fantastis, jumlah yang Ega yang sedang duduk dengan santainya di motor.
jauh lebih banyak dari yang di targetkan Non Ega. Mengetahui kedatanganku, Non Ega hanya
Pasti mereka anak anak orang kaya sampai menyeringai dengan seringai yang sangat aku benci.
mempunyai duit sebanyak itu.
"gimana di...? sukses gak...?" Tanya Non Ega
Tak ingin lebih berlama lama lagi sebelum langsung.
keberanianku habis, aku terima uang pemberian
tanda damai dari mereka itu. "mmmm.... gimana ya Non..." Jawabku berpura
pura bingung.
"ya udah deh... sini duitnya..."
"heh... jangan bilang kamu gak berhasil ya...?!"
"terima kasih ya mas... makasih banget..." Jawab "guoblog banget sih kamu jadi orang...?!"
sang cewek sambil memberikan uangnya kepadaku. "ya udah kalau gitu, berarti riwayatmu berakhir
cukup sampai di sini kampret...!" nada Non Ega
"ini mas.. terimakasih mas...." yang tiba tiba meninggi.
"maaf ya mas kalau kami telah berbuat salah di
sini..." tambah sang cowok sambil ikut Aku masih berpura pura bingung. Aku pasang
memberikan uangnya juga. muka takut dan memelas sejadi jadinya. Aku ingin
tau lebih jauh lagi bagaimana respon Non Ega
"ya udah... ni duit aku terima ya..." kalau aku gagal melaksanakan hukuman konyolnya
"dan inget... jangan kalian ulangi lagi perbuatan itu.
kalian itu di sini..."
"mendingan kalian nyari hotel atau apalah kalau "ayo pulang...!!!"
ingin begituan..." "sekarang juga aku akan telpon bapak ibuk
"bukannya malah di tempat umum kayak begini..." memberitahukan perbuatan tak senonoh kamu..."
Kataku sok menasehati. "mampus mampus kamu... dasar babu guoblog
kamu..." Omel dan maki Non Ega dengan nada dan
tensi yang semakin meninggi. lagi yang berjarak tak jauh dari pantai
Karanggongso ini ke arah barat yang bernama
Entah itu serius atau tidak, yang jelas Non Ega pantai Prigi. Keadaan di pantai Prigi jauh berbeda
kelihatan kecewa sekali akan kegagalanku. dengan Karanggongso lebih sepi dan nyaman
Sepertinya juga Non Ega serius akan malaporkan untuk memadu kasih.
aku ke bapak ibuknya.
Di pantai Prigi banyak berjajar perahu perahu
Merasa permainanku sudah semakin jauh, aku nelayan yang sedang berlabuh, berbeda dengan
kemudian mengeluarkan uang hasil palakanku dan Karanggongso yang sama sekali tak ada kapal
menyodorkannya ke Non Ega. Mengetahui aku nelayan yang berlabuh di sini. Di pantai Prigi juga
berhasil dengan sukses menjalankan hukumannya, sedang ada mega proyek pembangunan dermaga
seketika raut wajah Non Ega yang tadinya yang rumornya akan di jadikan dermaga niaga
memerah emosi berubah manis dengan senyum Indonesia - Australia. Di pantai Prigi juga ada
yang tersungging senang. tempat pelelangan ikan.

"ih kamu iseng amat sih..." Sesampainya di pantai Prigi kami langsung
"untung aku blon jadi telfon bapak ibuk..." mencari warung makan yang banyak berderet di
sekitar pantai. Begitu kami menemukan warung
Tanpa basa basi Non Ega langsung merebut uang yang di rasa pas menunya dengan selera Non Ega,
hasil palakanku itu. Lucu sekali gaya Non Ega kami langsung meluncur ke sana dan langsung
yang kelihatan seperti orang yang hijau matanya memesan makanan.
kalau melihat uang. Seperti orang kesusahan yang
sangat membutuhkan uang. "buk... aku pesan nasi lodho dan es kelapa ya..."
"kamu mau pesan apa Di...?"
Di hitungnya segepok uang hasil premanismeku itu.
Sekali lagi tersungging senyum manis di bibirnya "aku sama ajalah ama pesanan Non Ega..."
setelah mengetahui hasil kerjaku yang fantastis itu.
Sepuluh lembar uang lima puluh ribuan dan Selesai makan di warung itu kami tak lantas pulang
selembar uang seratus ribuan, jauh melebihi target ke rumah. Non Ega masih betah menikmati
yang dia pasang. pemandangan laut dan semilirnya angin pantai.
Kami duduk duduk di pasir pantai yang putih
"wwow... fantastis... sensasional..." sambil menikmati es kelapa yang entah sudah
"hebat banget kamu Di... benar benar berbakat pesanan keberapa kalinya.
kamu jadi tukang palak..." Seringai kegirangan
Non Ega. "Non... pulang yuk... udah sore ni..." Ajak ku
karena jam sudah menunjukkan pukul tiga sore.
Tak aku respon atau jawab pujian Non Ega itu.
Pandanganku malah melayang menyapu hamparan "tar dulu ah... aku masih betah ni..."
laut yang biru membentang di hadapanku. Aku
merasa sangat bersalah kepada sepasang kekasih "tapi Non... udah sore ini, udah jam tiga loh..."
mesum tadi. Inilah kriminalitas pertama yang aku "kasihan kambing ama sapi di rumah belum di
lakukan seumur hidupku. kasih pakan..."

"heh... kok malah ngelamun kamu....?" "yaelaah... rewel amat sih...?!"


"kita makan yuk... kali ini kamu aku traktir deh..." "sehari gak di kasih makan juga gak bakalan mati
kali..."
Renyah banget Non Ega bilang kali ini dia mau "udah deh jangan rewel kamu..."
traktir aku. Paling juga uang hasil palakanku tadi "udah di ajakin jalan jalan, sudah di traktirin juga
yang dia pakai untuk makan makan dan traktirin kok masih rewel aja kamu..."
aku. Bener bener edan Ndoro ayuku ini. "udah deh nikmatin aja..." Jawab Non Ega.

Langsung kami meninggalkan pantai indah "tapi Non... ini kan udah sore Non..." Kataku
berpasir putih itu dan menuju ke pantai satunya mengingatkan.
Sementara aku sibuk bercengkrama dengan para
"iih... ni anak bawelnya dah kayak nenek nenek..." sapi dan kambing, sesampainya di rumah Non Ega
"ya udah.... kalau kamu pulang ya sana pulang aja langsung bergegas mandi. Selesai mandi Non Ega
sendiri jalan kaki...!" Jawabnya dengan intonasi langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi.
meninggi. mungkin Non Ega sudah tidur karena kelelahan.

Jujur aku heran dengan kejiwaan putri majikanku Selesai memberi pakan para sahabatku, aku
ini. Sepertinya Non Ega mempunyai dua sisi kemudian juga bergegas mandi. Selesai mandi dan
kepribadian yang berlainan. Di satu sisi kadang berganti pakaian aku kemudian meluruskan tulang
kadang Non Ega bisa bersikap baik manis dan belulangku yang letih dengan bersantai di kamarku.
lembut, tapi di sisi sebaliknya dia bisa tiba tiba saja Sayup mataku mulai terpejam sampai aku di
berubah menjadi jahat bengis dan congkak. Jenis kejutkan suara dering telfon dari ruang keluarga.
kejiwaan macam apa sebenarnya yang di miliki
Raden Ayu Gayatri ini. "kriiing.... kriiing... kriiing...."

Akhirnya dengan terpaksa aku menuruti apa Buru buru aku lari keruang keluarga dan menjawab
kemauan Ndoro Ayu yang edan ini. Kami panggilan telfon itu, karena tak mungkin Non Ega
menghabiskan waktu dengan duduk duduk santai mau mengangkatnya.
di hamparan pasir putih sambil menikmati
pertunjukan opera ombak yang menggulung "haloo... ini kediaman Raden Mas Haryo Seto..."
persembahan Poseidon sang Dewa laut dalam "ini siapa ya... ada yang bisa saya bantu..."
Dodekatheon.
"ini bapak Di... mana Gayatri...?" jawaban dari
Selama kami menghabiskan waktu di pantai, sikap telfon yang ternyata adalah Ndoro Kakung.
Non Ega manis tidak seperti biasanya yang jutek
dan galak. Obrolan kamipun lebih seperti obrolan "oh... ini Ndoro toh..."
dua orang sahabat. Tak terlihat perbedaan kasta "anu Ndoro... Non Ega sampun tilem..." Jawabku
dan statusku yang hanya seorang kacung di sopan.
rumahnya. Walaupun aku di suguhi sikap yang
manis, tapi sebenarnya fikiranku masih melayang Sampun tilem adalah bahasa jawa kromo alus yang
memikirkan tentang nasib sapi dan kambing yang berarti sudah tidur dalam bahasa indonesia.
belum aku kasih pakan.
"ooh... yo uwis..."
"bagaimana nasibmu di sana kawan...?" Batinku. "kabari wae Ega, bapak ibuk gak jadi pulang
besok..."
Menjelang maghrib kami baru beranjak pulang dari "urusan di sini belum selesai, paling rabu bapak
pantai Prigi. Perjalanan melalui jalan pegunungan ibuk baru pulang..."
yang berkelok kelok dan melintasi sedikit dari "ooo... enggih Ndoro..."
wilayah kabupaten Tulungagung itu membutuhkan "yo wis yen ngono.... ati ati neng ngomah yho
waktu sekitar satu jam perjalanan untuk sampai di ngger..."
rumah. Menjelang isya' baru kami sampai di rumah. "jaga Ega baik baik... jangan boleh keluyuran
terus..." Pesan Ndoro Kakung penuh wibawa.
Sesampainya di rumah aku langsung buru buru
menengok kambing dan sapi yang menjadi "enggih Ndoro... sendiko dawuh..."
tanggung jawabku. Kelihatan di wajah polos tak
berdosa mereka bahwa mereka sangat Selesai menutup telefon aku kembali lagi ke
merindukanku. Kasihan sekali mereka harus kamarku yang terletak di belakang dekat dapur.
kelaparan karena ulah Ndoro Ayu mereka. Buru Sesampainya di kamar aku langsung merebahkan
buru aku memberi mereka pakan sebelum mereka tubuhku di rajang. Tak terasa aku sudah terlelap
semakin menderita kelaparan. Jangan sampai tidur entah berapa lama sampai aku terbangun
mereka terserang busung lapar seperti mereka karena merasa ada yang masuk ke kamarku.
mereka warga Afrika.
Begitu aku membuka mata, aku lihat ada sesosok
bayangan perempuan sedang berdiri samping tiba tiba saja aku baru ingat akan aroma wangi
ranjangku. Aku tak bisa memastikan wajah perempuan ini. Aku yakin dan tidak mungkin salah
perempuan itu di kegelapan keremangan kamarku. karena aku hafal betul aroma wangi seperti ini.
Aroma tubuh ini adalah aroma wangi parfum yang
"siapa wanita ini...?" biasa di pakai Non Ega.
"apa mungkin ini Non Ega....?" Gumanku dalam
hati. "apa benar ini Non Ega...?" Tanyaku dalam hati.

Saat aku ingin beranjak bangun dan menyalakan Tiba tiba saja aku merasa dunia ini berputar dan
lampu kamarku, aku tak mampu menggerakkan aku berada di dunia yang aneh. Pelan pelan aku
badanku. Aku merasa tubuhku hanyalah seonggok bisa melihat wajah perempuan itu. Betapa
daging tak bertulang yang tanpa daya. Ingin juga terkejutnya aku setelah bisa dengan jelas melihat
aku berteriak dan menayakan siapa wanita ini siapa sebenarnya wanita misterius itu.
sebenarnya. Tapi lidahku terasa kelu dan suara Wanita itu adalah Non Ega yang sudah dalam
tidak bisa keluar dari mulutku. keadaan telanjang bulat. Non Ega masih
menggenggam kemaluanku dan memainkan
Perlahan bayangan wanita itu duduk di sampingku jamarinya naik turun merangsangku. Sementara itu
yang hanya terbujur kaku tak berdaya ini. Wanita aku hanya bisa terbujur kaku tak berdaya.
itu kemudian menyentuhku, menggerayangiku dari
ujung ke ujung. Tangannya mulai nakal menyusup Setelah sepertinya puas memainkan jemarinya
kedalam celana kolor yang aku pakai. merangsang kemaluanku, Non Ega kemudian
bangkit dan menduduki selangkananku. Sekilas
Ingin aku meyakini bahwa ini semua tidaklah nyata. dapat aku lihat serimbun bulu halus di selangangan
Ingin aku meyakini bahwa ini hanyalah mimpi. non ega. Non Ega tepat menduduki kemaluanku
Tapi aku juga tak bisa membohongi diriku sendiri yang sudah mengeras sempurna. Dapat aku rasakan
bahwa sentuhan sentuhan wanita misterius di bahwa batang kejantananku tepat menempel di
keremangan ini terasa begitu nyata. bibir kemaluannya.
Aku bisa merasakan lembut jemarinya. Aku bisa
merasakan halus setiap elusannya. Bahkan aku Non Ega menggerakkan pinggulnya maju mundur,
juga bisa mencium aroma wangi tubuhnya. Aroma menggesek gesekkan batang kejantananku di bibir
wangi yang terasa sudah tak asing lagi di hidungku. kemaluannya yang terasa basah. Non Ega
memandangku tajam dengan di iringi senyuman
Jemari wanita itu mulai nakal bermain main iblis yang paling aku benci itu. Di raihnya batang
dengan kejantananku. Di usap usapnya lembut kejantananku dan di arahkannya tepat ke bibir
terpedo kebanggaanku itu sampai sang terpedo kemaluannya. Sekali lagi Non Ega tersenyum
mengeras siap tempur. Seperti tak puas hanya kepadaku.
mengusap usap dari luar celanaku, wanita itu
kemudian naik ke ranjang dan melepaskan celana Tiba tiba saja wajah cantik Non Ega itu berubah
kolor yang aku kenakan. menjadi menyeramkan sekali. Wajahnya menjadi
hancur bahkan hampir rata dengan cucuran darah
Setelah celana kolor yang aku kenakan itu terlepas di sana sini. Bola matanya melotot seakan keluar
dari tubuhku, wanita itu kembali memainkan dengan sorot merah menakutkan.
jemarinya di batang kejantananku. Di usap usapkan
jempol jarinya di kepala kemaluanku. Aku terkejut setengah mati. Mati matian aku
Jujur aku akui, usapan dan sentuhan wanita ini berusaha berontak dan berteriak. Segala rapalan
begitu lembut dan melenakan. Aku seakan tak ayat ayat aku rapalkan yang entah kenapa aku jadi
mampu lagi menahan diri untuk tidak jatuh dan lupa semua. Sama sekali tak ada satupun ayat yang
terlena. Saat tubuhku mendapat serangan birahi aku ingat atau hafal. Aku tetap berusaha berontak
seperti itu, akal sehatku masih bekerja. Hati dan berteriak sejadi jadinya, hingga akhirnya....
kecilku masih bertanya tanya siapa wanita ini
sebenarnya. "aaaaaaahhhh.....!!!" Teriakan keras yang akhirnya
bisa keluar dari mulutku.
Saat hatiku sedang bertanya tanya siapa wanita ini,
Tiba tiba saja aku terbangun dan masih berada di "hiiii.... pokoknya serem banget Di..." Cerita Non
kamarku. Lampu kamarpun juga masih menyala. Ega bergidik dengan masih berada di pelukanku.

"hhuhh... rupannya hanya mimpi toh...?" Betapa terkejutnya aku mendengar cerita Non Ega
"hiiii sereeem..." Gumanku dalam hati. itu. Apa yang di ceritakan Non Ega tentang
mimpinya sama persis dengan mimpi buruk yang
Keringat dingin bercucuran membasahi tubuhku juga baru saja aku alami.
dan jantungku berdegub dengan kencang sekali.
Aku lalu bangkit dari ranjang dan melangkah "ada apa ini sebenarnya....?"
keluar hendak mengambil air minum. "kok bisa dua orang memimpikan hal yang sama di
Baru saja aku membuka pintu kamarku, tiba tiba waktu yang bersamaan pula..."
aku di kejutkan oleh suara jeritan minta tolong dari "isyarat apa ini sebenarnya...?" Batinku.
kamar Non Ega.
Aku sengaja tak menceritakan bahwa aku juga baru
"aaaaaaah.... toloooong...." Suara jeritan Non Ega. saja mengalami mimpi buruk yang sama. Aku tak
ingin semakin membuat Non Ega ketakutan.
Segera aku berlari dan mendobrak masuk ke kamar
Non Ega. Aku akut terjadi sesuatu dengan anak "udah Non tidur lagi gih..."
gadis Ndoroku itu. Begitu aku masuk ke kamar "masih malam ini Non..." Kataku sambil melirik
Non Ega, aku lihat Non Ega sedang menangis jam dinding yang menunjukkan pukul dua dini hari.
sambil memeluk bantal erat erat.
"nggak ah... Ega gak mau tidur lagi..."
"Non... Non Ega....???" "Ega takut..."
"ada apa Non....?"
"kan besok kita harus sekolah..."
Non Ega seperti ketakutan melihatku. "kalau gak tidur besok ngantuk loh...." Bujukku
sekali lagi.
"Non... ini Pardi...."
"ada apa Non..." Tanyaku sekali lagi sambil "kalau aku bilang nggak ya nggak..."
berusaha mendekatinya. "buawel banget sih...." Keluar lagi sifat garang
Non Ega.
Sejenak Non Ega memandangku dengan lekat
seolah memastikan apakah ini benar benar aku "ya udah kalau begitu...." Jawabku sambil
Pardi atau bukan. Begitu yakin kalau aku adalah melepaskan pelukan Non Ega dan beranjak keluar
benar Pardi kacungnya, Non Ega langsung dari kamar Non Ega.
menghambur memelukku.
"heh... mau kemana kamu...?!"
"hiks... hiks... hiks...." "siapa yang nyuruh kamu keluar hah....?!" tanya
"aku takut Di.... takut...." Katanya sambil menangis Non Ega dengan nada yang meninggi.
di dekapanku.
Perasaan gampang banget emosi Non Ega berubah
"udah udah Non... gak apa apa...." ubah. Kadang baik kadang jahat berubah dengan
"memang ada apa kok sampai teriak teriak gitu begitu cepatnya.
Non...?"
"terus... maunya Non gimana...?"
"barusan aku mimpi buruk Di..." "Pardi dah ngantuk berat ni..."

"Non Ega mimpi apa...?" "bodo amat... pokoknya kamu temenin aku..."

"barusan aku mimpi kamu mau memperkosa aku "masa iya aku nemenin Non di sini...?"
Di..." "kan kita bukan muhrim...."
"terus tiba tiba saja wajah kamu berubah
menyeramkan..." "coba aja kalau kamu berani macam macam..."
"tak potong sekalian ntar itu kamu..." Ancamnya.

Akhirnya semalaman kami tidak tidur. Semalaman


kami menghabiskan waktu dengan ngobrol ngalor
ngidul tak jelas jluntrungannya. Keesokan harinya
Non Ega mengajakku bolos sekolah. Sebenarnya
ingin aku menolak ajakan bolos sekolah Non Ega,
berhubung mataku ngantuk berat akhirnya aku hari
ini ikut bolos sekolah. Hampir setengah hari aku
tidur dan tak melakukan kewajibanku sebagaimana
biasanya.
==========+++++++++++++============
Chapter III "sementara kalian makan ini aja ya...?"
DIARY DAN KETOLOLAN "nanti sore baru aku carikan rumput segar untuk
kalian..."

Hari ini sudah jam 10 siang aku baru bangun tidur. Karena aku belum sempat mencarikan rumput
Mataku masih terasa berat setelah di paksa Non segar buat mereka, terpaksa hari ini mereka aku
Ega bergadang semalaman menemaninya yang beri makan bekatul di campur air yang katanya
ketakutan setelah bermimpi buruk. Rasanya aku bergizi tinggi dan mengandung AA dan DHA itu.
malas untuk beranjak bangun dari ranjangku.
"pardi...!!! kapreeet...!!!"
Aku juga masih memikirkan tentang mimpi buruk "dasar kampret edaaan....!!!" Teriakan sang iblis
semalam. Mimpi buruk yang sama dengan yang betina dari arah kamar mandi.
Non Ega impikan dan dalam waktu yang
bersamaan pula. Apakah mimpi itu merupakan Aku terkejut mendengar teriakan Non Ega dari
suatu pertanda ataukah hanya bunga tidur seperti dalam kamar mandi. Untung saja aku tadi tidak
mimpi mimpi yang lain. Apa mungkin juga mimpi langsung menyelonong masuk ke kamar mandi.
itu merupakan sebuah teguran dari penguasa gaib Kalau saja begitu pasti kejadian tempo hari akan
Karanggongso atas kelakuanku memalak pasangan terulang lagi.
mesum itu.
"iya Non.... ada apa sih...?"
"ah... mana mungkin... kan mereka yang "biasa aja kali manggilnya gak usah pakai teriak
mesum...?" teriak..." Jawabku sambil mendekat.
"lagi pula bukankah klenik, mistis atau apalah itu
namanya hanyalah mitos belaka..." Batinku. "koclok... semprul... dancok kowe ki..."
"aku arep mandi gak ada airnya kampret...." Omel
Aku berusaha melupakan tentang mimpi buruk Non Ega dari dalam.
semalam. Aku berusaha meyakinkan hatiku bahwa
mimpi itu hanyalah mimpi biasa, mimpi bunga "maaf Non... Pardi belum sempat nimba tadi..."
tidur. mimpi selamanya hanyalah mimpi dan tak "ni aja Pardi baru bangun non..."
akan pernah menjadi nyata.
"pemalas banget sih kamu...?!"
Sebenarnya aku ingin kembali tidur "jangan mentang mentang gak ada bapak ibuk jadi
mengistirahatkan mata dan tubuhku yang benar kamu bisa berbuat seenaknya aja ya..."
benar kelelahan setelah kemarin seharian pergi "awas kamu... ntar tak laporin kamu..."
menemani Non Ega dan semalaman tidak tidur
yang sekali lagi juga menemani Non Ega. Tapi lagi "ini juga gak sengaja Non..."
lagi aku teringat akan nasib para sahabatku yang "gara gara semalam Non Ega ngajakin bergadang,
pastinya akan sangat merana seandainya aku lebih jadi Pardi bangunnya kesiangan..."
menuruti keinginanku untuk tidur. Pasti mereka
akan terkena busung lapar kalau aku tidak pergi "oooo... jadi maksud kamu aku yang salah
mencari pakan untuk mereka. gitu...?!"
"sudah mulai berani melawan ternyata kamu
Bergegas aku bangun dan segera menuju ke kamar ya...?!" Semprot Non Ega dengan nada beremosi
mandi untuk menyegarkan badanku. Sebelum tinggi.
mandi aku menyempatkan waktu sebentar
menengok para sahabatku dan sejenak "maaf Non... bukan begitu maksud saya Non..."
bercengkrama dengan mereka. Riuh suara para
sahabat karib itu begitu mengetahui kedatanganku. "terus nasib ku sekarang gimana ini...?" tanya Non
Ega.
"selamat siang mabrada and masista... apa kabar
kalian hari ini...?" "Non keluar aja dulu biar aku nimba air dulu
"mbeek... mooh..." Jawab para sahabat. sebentar..."
"kasihan... kalian pasti kelaparan..."
"enak aja kamu kalau ngomong.... sembarangan..." saja pas Non Ega berlari telanjang keluar dari
kamar mandi pas ada orang yang lewat dan melihat
"loh... memangnya kenapa non...?" ketelanjangan Non Ega. Itu mungkin yang Non
"orang tinggal keluar doang kok... gampang..." Ega takutkan.

"ini aku sudah telanjang tolol...." Kalau itu sampai terjadi, bisa hancur nama besar
keluarga Noyolesono. Pasti geger sekabupaten dan
"jiaah... ya tinggal pakai baju lagi to yho..." bisa jadi bahan pergunjingan orang sekampung
bahwa Raden Ayu Gayatri sudah gila sampai
"iih... ni anak guabloknya amit amit..." berlarian telanjang bulat. Itu yang tidak di
"kalau ada baju aku sudah keluar dari tadi tolol..." kehendaki Non Ega.
"ini masalahnya bajuku sudah terlanjur aku rendam
begok..." Cerocos Non Ega yang tak ketinggalan "iya deh Non... sebelumnya maaf dulu dan permisi
dengan makiannya. ya Non..."
"iya iya bawel... cepet buruan sana gih..."
"ya kalau gitu pakai handuk aja dulu Non..."
Segera aku berlari masuk ke kamar Non Ega. Baru
"nah itu dia juga masalahnya pret kampret..." ini kali kedua aku masuk ke kamar Ndoro Ayuku
"tadi aku lupa bawa handuk..." itu setelah semalam yang pertama. Dan inilah baru
pertama kalinya aku masuk ke sini sendirian tanpa
"lha terus gimana dong...?" ada Non Ega.

"kamu ambilin handuk di kamar aku deh ya..." Setelah tingak tinguk melihat kanan kiri, akhirnya
apa yang aku cari ketemu juga. Sebuah handuk
"gak mau ah Non... masa iya aku masuk masuk tebal nan lembut berwarna ungu tergantung di
kamar Non Ega...?" pintu kamar. Selesai mengambil handuk itu
"gak sopan itu namanya Non..." sebenarnya aku ingin segera keluar dari kamar ini.
Tapi tiba tiba saja pandangan mataku tertuju pada
"udah deh jangan banyak bacot... ambilin cepet sebuah diary pink di atas meja belajar Non Ega
kampret...!" Bentaknya. yang telah terbuka. Sepertinya lembar buku diary
yang terbuka itu baru saja di isi.
Kalau saja di rumah ini ada mesin air, pasti
kejadian seperti ini tak akan pernah terjadi. Karena di dorong rasa penasaran yang kuat,
akhirnya aku menyempatkan diri untuk mengintip
Kenapa Non Ega harus keluar dulu sementara aku isi diary pink itu. Pada lembar diary yang terbuka
menimba air? itu terdapat coretan coretan abstrak yang
merangkai sebuah tulisan The Sound of Heart
karena saat aku mengisi bak mandi, aku harus Break.
membawa timbanya masuk kedalam kamar mandi "apa maksud arti dari tulisan ini...?"
baru kemudian menuangkannya ke dalam bak
mandi. Aku urungkan niatku untuk membaca lebih lanjut
diary pink Ndoro Ayuku. Buru buru aku keluar
Dan kenapa juga Non Ega tidak menyuruhku pergi dari kamar itu dengan membawa handuk warna
dulu sementara dia berlari telanjang keluar dari ungu dan langsung menyerahkannya kepada Non
kamar mandi dan masuk ke rumah? Ega yang sedang telanjang kedinginan di dalam
kamar mandi. Tapi aku tetap tidak bisa melupakan
Itu di karenakan posisi rumah ini yang unik. apa yang tertulis di diary pink itu. Sebuah tulisan
Rumah joglo besar ini tak bertembok halaman baik dalam bahasa inggris yang berarti suara hati yang
di depan maupun di belakang (menurut Ndoro terluka.
Kakung katanya biar lebih merakyat), dan di
belakang rumah tak jauh dari posisi kamar mandi Hati siapa yang terluka? Sedangkan setauku Non
ada jalan setapak yang sering di gunakan orang Ega tidak pernah dan punya yang namanya pacar
orang untuk pergi ke sawah atau ke hutan. Bisa yang bisa melukai hatinya. Walaupun sebenarnya
banyak berjejer antri cowok cowok diluar sana Setengah berjingkat aku berjalan ke arah kamar
yang mendaftar menjadi pacarnya. mandi. Melalui celah pintu kayu kamar mandi yang
memang tidak bisa tertutup rapat itu aku mengintip
"ini Non handuknya..." Kataku sambil kedalam ingin tau apa yang Non Ega lakukan.
menyodorkan handuk ungu itu. Jujur aku juga penasaran ingin melihat lagi tubuh
polos anak gadis Ndoroku yang cantik jelita itu
"mana.... sini...." seperti tempo hari yang hanya sekilas.

Non Ega hanya membuka sedikit pintu kamar Hidungku hampir mimisan melihat apa yang ada di
mandi dan menjulurkan lengannya yang halus dalam kamar mandi. Di dalam sana Non Ega yang
mulus dengan hiasan bulu bulu lembut menerima sedang dalam keadaan telanjang bulat sedang
handuknya. mencukur bulu kemaluannya. Dalam posisi duduk
mengangkang di lantai kamar mandi, Non Ega
Tak lama kemudian dengan hanya berlilitkan merapikan bulu bulu kemaluannya yang sudah
handuk Non Ega langsung berlari keluar dari mulai panjang. Dan yang lebih edan lagi, posisi
kamar mandi dan masuk ke dalam rumah. Setelah duduk mengangkang Non Ega tepat mengarah ke
itu aku langsung menimba air mengisi bak kamar arah ku yang sedang mengintip sampai hampir
mandi. mimisan ini.
Jantungku berdegub semakin kencang. Keringat
Selesai menimba air aku kemudian masuk ke dingin mulai jatuh bercucuran, dan yang pasti si
rumah dan memberitahukan bahwa air untuk mandi adik kecil di bawah sana mulai bereaksi karena
sang Ndoro putri sudah siap. horny berat melihat pemandangan erotis
ketelanjangan sang anak majikan.
"Non... airnya sudah siap tu Non..." Kataku dari
balik pintu kamar Non Ega. Wajah ayu yang biasanya sering di hiasi dengan
seringai senyum iblis itu semakin sempurna secara
"iya..." Jawabnya pendek. raga. Tubuh yang indah dengan hiasan sepasang
payudara montok di dadanya sungguh sedap di
Sementara menunggu Non Ega mandi, aku duduk pandang mata. Dan ini dia yang hampir
duduk bersantai sejenak di teras rumah sambil membuatku mati berdiri terkencing kencing.
menikmati kicauan burung perkutut kesayangan Segundukan daging berhiaskan bulu bulu halus di
Ndoro Kakung. Tak ketinggalan juga aku selangannya yang sedang di rapikan itu benar
mendengarkan alunan gending jawa seperti yang benar benar mengguncang dunia dan jiwaku. Ini
biasa Ndoro Kakung lakukan. baru pertama kali aku melihat bentuk sebenarnya
secara nyata keindahan kemaluan seorang wanita,
Setelah aku rasa sudah cukup lama menunggu, aku dan gilanya pada pengalaman pertama ini aku
kemudian kembali lagi kebelakang mengambil langsung di suguhi dengan yang terindah yang
giliran mandi. Rencanaku selesai mandi aku akan pernah tercipta.
ke kebun mencari pakan untuk para sahabat
karibku. Aku yang mulai horny tak tertahankan menjadi
kelimpungan sendiri. Ingin aku menghentikan aksi
Ternyata rencana tinggallah rencana karena tak sopanku ini, tapi rasa penasaranku juga terlalu
ternyata Non Ega belum selesai mandinya. kuat sehingga aku tak mau beranjak dari sini. Tapi
kalau aku tetap di sini mungkin aku bisa mati
"uedian tenan... ini mandi apa bertapa sih...?" berdiri terkencing kencing, sementara dibawah
Gumanku dalam hati. sana si adik kecil menagih janji akan sebuah
kenikmatan birahi.
Entah setan atau iblis dari mana yang tiba tiba
merasukiku hingga aku mempunyai pikiran kotor Tak terasa tanganku mulai nakal masuk ke dalam
untuk mengintip Non Ega. Aku penasaan dengan celana kolor ijo yang aku pakai. Niat pertamanya
apa yang dia lakukan hingga mandi selama ini. sebenarnya aku ingin menenangkan dan
Lagipula mumpung Ndoro Kakung dan Ndoro menidurkan adikku yang mulai nakal berdiri. Tapi
Putri tidak ada di rumah. rupanya keputusan yang aku ambil ini salah.
Ternyata adik kecilku di bawah sana malah suka menghentikan aksi mengintipku dan buru buru
aku perlakukan seperti ini. Usapan dan belaian masuk ke kamarku. Aku ingin menyelesaikan ini
yang semula aku tujukan untuk kenidurkannya semua dengan aman dan nyaman tanpa was was
malah semakin membuatnya bangun segar bugar kalau sampai kepergok Non Ega saat aku sedang
sehat walafiat dan semakin tegak berdiri dengan mengintipnya.
gagahnya. Seakan seiya sekata dengan sang adik
kecil, tanganku seperti terhipnotis bergerak sendiri Sesampainya di kamar aku langsung memelorotkan
mengelus elus dan mengusap usap lembut penuh kolor ijo yang aku pakai sekalian dengan celana
birahi si adik kecil. dalam ungu di dalamnya. Setelah itu aku
merebahkan diriku di ranjang demi alasan
Jempol jariku juga tak mau kalah bermain dengan kenyamanan dan langsung kembali mengurut dan
mengusap usap kepala sang adik kecil yang mengocok batang kemaluanku. Aku mendesis lirih
membuatnya bergidik kegelian. Rasa nikmat dan sambil memejamkan mata membayangkan indah
hasrat penasaran ingin menuntaskan kenikmatan dan mempesonanya tubuh telanjang Non Ega.
ini semakin tak terbendung lagi. Tanganku yang
awalnya cuma mengusap dan mengelus kini telah Tapi sial, ternyata rangsangan yang aku dapat tak
berubah jadi mengurut dan mengocok pelan. sedahsyat seperti saat mengintip tadi. Lama aku
mengocok si adik kecil yang keras berdiri dengan
"oooh... Non.... enak banget ini non...." Desahku gagahnya itu sampai panas bahkan mungkin
yang hanya tertahan dalam hati. sampai lecet, tapi apa yang aku harapkan tak
kunjung datang juga. Bahkan tensi ketegangan si
Sementara aku mendelik mengintip sambil adik kecilku malah berkurang tak sekeras tadi saat
keenakan mempermainkan si adik kecil, Non Ega mengintip Non Ega yang sedang mencukur bulu
yang sedang duduk mengangkang di dalam kamar kemaluannya.
mandi itu seakan malah sengaja semakin
menggodaku. Non Ega semakin melebarkan Tapi aku tak mau menyerah begitu saja. Apapun
kangkangan kakinya yang membuat aku bisa yang terjadi pokoknya hasrat ini harus bisa aku
semakin jelas menikmati keindahan segundukan tuntaskan. Tak perduli berapa lama aku harus
daging di selangkangannya. Gundukan daging mengocok si adik kecil, tak perduli biarpun sampai
syahwat berbelahan rapat di tengahnya itu semakin panas dan lecet atau sampai patah sekalipun. Yang
jelas terlihat di pelupuk mataku setelah bulu bulu jelas pokoknya nafsu ini harus tuntas setuntas
halus yang tadinya menutupi itu hampir bersih di tuntasnya. Ya kalau patah tinggal di air keras dan
cukur rapi. Bahkan aku juga bisa melihat sebuah di pakai sebagai gantungan kunci.
biji kecil yang menyempil di tengah belahan
kemaluannya. Entah berapa lama aku mengocok batang
kejantanan yang biasa aku panggil adik kecil itu
Sumpah aku benar benar tak kuat lagi menghadapi sampai panas. Sampai akhirnya setelah erusaha
ini semua. Pandangan mataku melotot seakan bola bersusah payah apa yang aku harapkanpun
mataku ingin meloncat keluar dari kelopaknya. akhirnya datang juga. Dorongan nikmat mulai
Dan semakin kuat juga dorongan untuk berkumpul di ujung kepala kemaluanku dan tinggal
menuntaskan ini semua. menunggu masalah waktu untuk menyembur
Seandainya berani, aku ingin mendobrak masuk ke keluar membebaskan diri. Masih dengan
dalam kamar mandi itu dan memperkosa si anak memejamkan mata aku semakin bersemangat
gadis Ndoroku itu. Tapi sayangnya aku terlalu mengocok si adik.
pengecut untuk berani melakukannya. Akal "emmh.... ooooh....."
sehatku juga masih bisa bekerja dengan baik. Aku "aaaah.... eenak bangeeet......"
tak ingin dorongan nafsu sesaat ini malah akan "oooooohh......" Suara desahanku.
menghancurkan hidupku yang telah susah payah Kenikmatan yang menggumpal di ujung
aku rangkai sehelai demi sehelai sampai sejauh ini. kemaluanku semakin nikmat tak tertahankan.
Dalam hitungan ketiga seprotan kenikmatan itu
Merasa benar benar tak mampu lagi menahan hawa siap memuncrat deras dari lubang kencing di
nafsu dan dorongan ingin segera bisa menuntaskan kepala kemaluanku.
birahi yang semakin menggelora ini, aku kemudian
Mataku yang semula terpejam tiba tiba melotot "Bukankah apa yang baru saja aku lakukan itu
seiring dengan kenikmatan yang keluar. Tapi apa adalah hak asasi manusia yang paling asasi asal
yang aku lihat begitu mataku terbuka benar benar masih dalam koridor kesusilaan dan ridak
tak pernah aku harap dan inginkan. Bagaikan merugikan orang lain..."
dalam mode slow motion aku melihat kalau "terus... kenapa aku harus minta maaf... kan Non
ternyata Non Ega sudah berdiri di pintu kamarku Ega yang malah seharusanya tak berada di situ...?"
dan menyaksikan aku yang sedang mengejang "lagipula kalau aku mau minta maaf bagaimana
kenikmatan mempermainkan kemaluanku. ngomongnya...?"
"kan gak pantes ngomongin soal yang begituan
"aaaaaaahhh......" Erang nikmat seiring sperma apalagi dengan cewek..." Suara batinku ragu.
yang keluar.
Akhirnya setelah melalui pertentangan batin antara
Semua sudah terlambat. Aku tak sempat lagi meminta maaf atau tidak, akupun sampai pada
menahan puncratan sperma yang begitu nikmat sebuah keputusan untuk tak melakukan itu. Aku
keluar dari lubang kencingku, dan Non Ega melihat tidak jadi meminta maaf kepada Non Ega karena
itu semua secara langsung dan jelas dengan aku rasa itu tidak perlu.
menutup mulutnya yang melongo seakan tak
percaya dengan apa yang di lihatnya dan yang aku Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumah
lakukan. menenangkan diri dengan mencari pakan di hutan
dekat rumah untuk mengobati kegalauan hatiku.
"edan kamu Pardi....." Aku tak perduli walau hari masih siang bolong dan
"edaaaaan....!!!" Teriknya terkejut histeris. matahari masih bersinar dengan teriknya. Di
sepanjang jalan menuju hutan orang orang yang
Aku yang masih terbuai sisa sisa kenikmatan tak bertemu denganku bingung dengan keanehanku. Di
bisa berbuat apa apa. saat orang orang pulang dari hutan untuk
beristirahat, aku malah naik ke hutan.
Non Ega yang mungkin shock berat dengan apa
yang baru saja dilihat dengan mata kepalanya "loh... arep nang ndi to le....?"
sendiri itu langsung beranjak pergi sambil ("mau kemana nak....?")
membanting pintu kamarku sekeras kerasnya. "wong bedug bedug ngene kok malah nyang
alas...?"
"jgluaaak....!!!" Suara pintu yang di banting dengan ("orang tengah hari begini kok malah ke hutan....")
keras. "mbok yho mengko wae bar luhur..."
(apa nggak nanti aja habis dzohor...") Tegur mbah
Sekali lagi aku tak bisa berbuat apa apa selain warso yang baru pulang dari kebunnya.
melongo begok tak percaya bahwa Non Ega "hehehehe.... enggih mbah...."
menyaksikan perbuatanku ini. Aku hanya bisa ("hehehehe.... iya kek...")
menyesali kebodohanku kenapa sampai aku lupa "wong wingi kulo kesupen mboten pados ramban
tidak mengunci pintu. mbah..."
("orang kemarin saya lupa nggak nyari pakan
"Pardi.... Pardi... guoblog banget sih kamu jadi ternak kek...")
manusia..." Suara batinku menyalahkan diri. "mesakne weduse sampun kaliren..."
("kasihan kambingnya sudah kelaparan...")
Setelah bisa mengendalikan diri dari serbuan Jawabku sopan sambil sambil berlalu.
kenikmatan yang seakan merontokkan tulang
belulang itu, aku segera beranjak dari kamar dan Mbah Warso yang juga menjabat sebagai jogo tirto
berusaha menemui Non Ega. Aku ingin meminta di desa ini hanya menggeleng kepala heran melihat
maaf atas apa yang baru saja dia saksikan. kelakuanku.
("jogo tirto" adalah jabatan di desa yang
Sesampainya di depan pintu kamar Non Ega aku pekerjaanya mengurusi masalah pengairan.)
jadi sedikit ragu untuk melakukan apa yang tadi Sekitar jam empat sore aku baru pulang ke rumah.
sudah aku rencanakan. Aku jadi ragu apakah aku Sebenarnya aku enggan dan malu pulang kerumah
harus meminta maaf untuk itu. dan harus berhadapan dengan Non Ega. Tapi masa
iya aku tidak pulang kerumah, mau kemana lagi Lama aku menunggu tapi tak ada jawaban Non Ega
aku kalau tak pulang kerumah orangtua Non dari dalam kamarnya. Lama lama aku jadi semakin
Gayatri. khawatir jangan jangan benar terjadi sesuatu
dengan Non Ega seperti yang aku bayangkan.
Sesampainya di rumah aku langsung memberikan
pakan yang baru aku cari di hutan ke kambing "tok... tok... tok..."
sahabatku. Sementara untuk sang sapi aku
memberinya makan damen di capur sedikit rumput "Non... Non Ega... ini Pardi Non...."
yang baru aku cari. ("damen" batang padi yang "Non Ega adakan di dalam...?"
sudah kering.) Aku berusaha menyibukkan diri
dengan mereka lebih lama untuk menghindari Masih belum ada jawaban dari Non Ega yang
bertemu dengan Non Ega. semakin membuatku khawatir.

Melihat keadaan rumah sepertinya Non Ega tak "tok... tok... tok...."
keluar dari kamarnya setelah kejadian itu. Di dapur
juga tak ada bekas piring yang menandakan berarti "Non... Non Ega..."
Non Ega belum makan dari tadi pagi. Non Ega
sepertinya begitu shock melihat apa yang aku "tok... tok... tok..."
lakukan sampai sampai dia mengurung diri di
kamar. "Non... Non Ega masih hidupkan...?"

Mengetahui itu aku jadi khawatir dengan keadaan Saat aku masih sibuk mengetuk dan memanggil
Nona majikanku yang sepertinya belum makan itu. manggil dari luar kamar anak juraganku itu, tiba
Aku takut kalau Non Ega sampai sakit gara gara tiba pintu kamar terbuka dan sebuah guling yang
tidak makan apalagi kalau sampai kena beri beri, lumayan keras melayang menghantam mukaku
gizi buruk, atau busung lapar. Bisa jadi aib besar tanpa sempat mamberi aku waktu untuk
keluarga kalau itu sampai terjadi. menghindar.

"kan gak lucu anak Raden Mas Haryo Seto yang "jbluuugh....." Suata guling yang menghantam
kaya raya dan terhormat ini sampai sakit karena mukaku.
kurang makan..."
"apalagi kalau sampai kena busung lapar, gizi Hantaman itu lumayan keras hingga aku yang tidak
buruk dan lain sebagainya..." siap dan tanpa kuda kuda itu langsung terjengkang
"amit amit jabang bayi...." Gumanku sambil terkapar. Kepalaku terasa berat sampai ada
tersenyum lucu membayangkan seandainya itu bayangan bintang bintang dan burung yang
sampai benar benar terjadi. berputar putar di kepalaku.

Bagai mana jadinya kalau Non Ega yang cantik "berisik amat sih....?!"
jelita itu kurus kering tinggal tulang belulang "ganggu orang lagi tidur aja....!!!" Bentak Non Ega
terbungkus kulit keriput terserang busung lapar. yang sudah berdiri di ambang pintu sambil
Kalau itu sampai terjadi berarti musnah sudah berkacak pinggang.
salah satu dari keajaiban dunia, salah satu bukti
keEsaan yang maha pencipta. Aku yang terkapar berusaha berdiri walau terasa
berat. Hantaman guling itu benar benar telak
Walau ragu aku memberanikan diri menemui Non menghantamku mukaku.
Ega di kamarnya.
"maaf Non... habisnya kirain Non kenapa
"tok... tok... tok..." kenapa..." Jawabku setelah mampu berdiri.

"Non... Non Ega....???" "sembarangan aja kamu kalau ngomong...!"


"lagi ngapain Non... kok Non Ega gak makan...?" "emang kamu kira aku sudah mati...!"
Tanyaku dari balik pintu kamar. "seneng kamu ya kalau aku mati...."
"jadi nggak ada lagi yang marah marahin kamu...
gitu...?!" Omel Non Ega dengan masih berkacak "waduoh.... opo meneh iki...."
pinggang. (waduh apa lagi ini...")
"modiar aku...."
"yaelah Non.... yo nggak sampai segitunya juga ("mampus aku....") Batinku mengeluh kecut.
kali Non..."
"Pardi kan cuma khawatir Non..." "pasti Non Ega akan membahas soal kejadian tadi
"Non Ega kan belum makan dari tadi pagi..." siang..."
"pasti dia akan marah marah dan melaporkan aku
"ya iyalah aku belum makan...." kepada bapak ibunya..." Kata batinku kecut.
"mau makan apa.... makan batu....?!"
"kamunya aja nggak masak..." Aku hanya berdiri membelakanginya tanpa berani
"begok banget sih jadi babu....!" menghadapnya dan bersiap untuk hal terburuk
yang mungkin aku dapat.
Baru aku sadar kalau hari ini aku belum masak.
Dan baru aku sadar juga kalau dari pagi aku juga "heh.... kamu budeg ya..."
belum makan. "sini dulu....!!!" Panggilnya sekali lagi.
Memang selama Ndoro Putri dan Ndoro kakung
tidak ada di rumah, aku yang kebagian tugas masak Aku masih diam berdiri membelakanginya dan
memasak yang biasa di kerjakan Ndoro Putri. masih belum berani berbalik dan mendekatinya.
Karena tidak mungkin menyuruh Non Ega Rasanya dunia ini seketika beralih lagi ke mode
melakukan itu, karena sudah pasti dia tidak mau. slow motion untuk kesekian kalinya yang sangat
Lagi pula mana bisa Non Ega masak, sedangkan ke menyiksaku. Rasanya aku sudah tak kuat lagi
dapur saja dia cuma numpang lewat kalau mau ke berdiri dan rasanya aku ingin pingsan saja.
kamar mandi atau pas makan doang. Ya begitulah
Non Ega, namanya juga anak tunggal priyayi yang mendingan aku pingsan saja dari pada harus
manjanya minta ampun. berhadapan dengan Non Ega dan membahas hal
paling dan sangat memalukan yang aku lakukan
"looh... iya ya... Pardi lupa Non...." tadi siang.
"sorry... sorry ya Non...."
"ya udah Pardi masak dulu sekarang ya Non..." "guoblog... tolol.... bodoh..."
"tadi siang kenapa juga aku harus melakukan
"mangkanya punya otak itu di pakai mikir yang itu...."
bener...." "dasar Pardi begoook....!" Jerit hatiku sekali lagi
"jangan cuma di pakai mikirin mesum doang..." menyesali perbuatanku sendiri.
"punya tangan juga di pakai kerja..." ==========+++++++++++++============
"jangan cuma buat mainin ituan doang..."

Mendengar kalimat terakhir Non Ega itu mukaku


langsung bersemu merah menahan malu. Aku tak
mengira Non Ega akan mengatakan itu. Bagaikan
di sambar geledek di siang bolong aku
mendengarnya.
Tak mampu lagi menahan malu, aku langsung buru
buru pergi kedapur dan segera memasak.

"Pardi.... mau kemana kamu...."


"sini dulu...!" Panggil Non Ega saat aku hendak
pergi ke dapur.
Mendengar panggilan itu aku berhenti sejenak.
Dadaku bergemuruh dan jantungku berdegub
sedemikian kencangnya. Rasa malu di wajahku tak
mampu lagi aku sembunyikan. Rasanya aku tak
mampu berbalik dan menghadap Non Ega.
Chapter IV "iya lah...." Jawabku pendek.
PASAR SORE ALUN ALUN KOTA
"kok pakai lah sih....?!"
Walau enggan, mau tidak mau aku harus "kalau mau bilang mau, kalau nggak ya nggak....!"
menghadap memenuhi panggilan Nona majikanku
itu. Masih dalam mode slow motion aku berbalik "iya Non.... Pardi mau...." Jawabku lagi ku
dan pelan berjalan mendekati Non Ega. Mukaku pertegas.
menunduk bukan karena takut, tapi karena
menahan rasa malu yang tak terkira. "nah gitu dong..."
"itu baru namanya abdi yang baik...." Katanya lagi
"ada apa lagi Non...?" di iringi senyuman.
"Pardi kan mau masak Non...." Tanyaku begitu
sampai di depannya. "ya udah kalau gitu pardi masak dulu ya..." Kataku
meminta ijin.
"kamu ini kalau di panggil kayak orang budeg....!" "gak usah lah.... gak nafsu aku sama masakan
"kalau di panggil itu ya cepet ke sini....!" Bentak kamu..."
Non Ega. "enak enggak, bikin sakit perut iya..." Hinanya
akan masakanku yang memang belum jelas
"iya Non... maaf...." bagaimana hasilnya.
"ada apa Non...?" Tanyaku lagi masih dengan
menundukkan kepala. "lha terus.... kita mau makan apa kalau gitu...?"
"ni Pardi udah lapar banget Non..."
"ntar kamu dandan yang rapi lagi ya...." "kalau gak cepet cepet makan bisa pingsan nanti..."
"habis maghrib ntar kita keluar lagi...."
"hahahahaha..... ya jelas lah kamu kelaparan..."
"loh... mau kemana lagi Non...?" Tanyaku "kan kamu habis begituan..." Tawa ledekan Non
penasaran. Ega.

Memang semenjak kemarin aku rasa Non Ega Ternyata aku salah memilih kata kata. Gara gara
menjadi sedikit aneh. Tidak biasa biasanya Non omonganku itu, akhirnya apa yang dari tadi aku
Ega mengajakku keluar. Dan tak biasa biasanya takutkan itu meluncur juga dari bibir manisnya.
juga Non Ega kelayapan seperti ini. Biasanya dia
selalu manis berada di rumah, jarang sekali dia "dasar Pardi goblooog...."
keluar selain kalau ada keperluan yang penting. "Kenapa juga aku harus bilang seperti itu yang
malah memberikan celah kepada Non Ega untuk
Benar benar aku heran melihat perubahan Ndoro menertawakanku..." Umpat dan sesalku dalam hati.
Ayuku yang sedemikian drastis itu. Dan satu lagi
yang aku tidak habis pikir, kenapa juga Non Ega Akhirnya walaupun sudah sangat lapar aku tidak
selalu mengajakku. Apa dia tidak punya pacar atau jadi masak sesuai perintah Non Ega. Sebenarnya
teman selain aku yang bisa dia ajak sekedar untuk masakanku memang benar tidak ada apa apanya di
menemaninya kelayapan seperti ini. banding masakan Ndoro Putri yang memang luar
biasa lezat itu. Karena apapun yang di masak
"hehehe... mana ada cowok yang mau ama cewek Ndoro Putri pasti hasilnya luar biasa.
yang galaknya kayak demit begini..." Ledekku
dalam hati. Sesuai dengan rancana, selepas maghrib kami
berdua keluar dari rumah. Mengendarai motor
Tapi paling tidak aku sedikit lega karena ternyata Yamaha F 1 ZR full cluth warna hitam orange
Non Ega tak membahas soal kejadian yang lagi booming saat ini, kami berdua berjalan
memalukanku yang tadi. menuju ke alun alun kota Trenggalek.
Sesampainya di wilayah alun alun, tempat pertama
"ya mau kemana kek... suka suka aku lah...." yang kami tuju adalah pasar sore yang berada tidak
"kamu mau nggak...?!" Tanyanya di iringi tatapan jauh ke arah selatan dari alun alun.
melotot.
Di pasar sore yang terletak tepat di belakang SMP menyeka membersihkan bibir Non Egayang
Negeri III Trenggalek itu terdapat banyak penjual belepotan makanan itu. Aku tak mengerti
makanan khas Trenggalek yang tentunya nikmat bagaimana aku bisa berbuat seberani dan
dan menggugah selera. Sesampainya di pasar sore seromantis itu kepada Ndoro Ayu yang biasanya
kami langsung menuju ke sebuah warung sumpil selalu menyengsarakanku itu.
("sumpil" adalah sejenis makanan yang tak jauh
beda dengan ketupat sayur) yang terkenal Mengetahui perbuatanku itu Non Ega hanya
kelezatannya seantero kabupaten. Karena rasa lapar terdiam dan memandangku dengan tatapan mata
yang sudah tak tertahankan lagi, kami langsung sayu andalannya. Sebuah pandangan yang berbeda
memesan seporsi sumpil sesampainya kami di situ. dari biasanya yang seakan selalu menyimpan
dendam. Pandangannya kali ini terlihat sayu
"pak... sumpil dua ya pak...." Pesan Non Ega dengan selaksa makna tersirat yang tersembunyi di
kepada si bapak penjual makana khas Trenggalek dalam pandangannya itu.
itu.
"oooh... enggih mbak... monggo pinarak..." Sejenak akupun juga terdiam dan membalas
("oooh... iya mbak... silahkan duduk...") tatapan mata Non Ega. Sejenak tatapan mata kami
"rantosi sekedhap nggeh..." beradu seolah kembali sedang berada dalam mode
("tunggu sebentar ya...") Jawab si bapak dengan slow motion. Mode yang biasanya selalu
sopan. menyiksaku itu kini berubah menjadi
menenangkanku. Sungguh aku tak ingin
Kemudian kami langsung mencari tempat duduk kehilangan momen momen indah seperti ini.
yang nyaman dan menunggu pesanan kami datang. Sebuah momen romantis yang teramat sangat
Tak berapa lama kemudian pesanan kamipun langka untuk manusia seperti diriku, apalagi aku
datang datang juga. Seporsi sumpil dengan lauk mendapatkannya dari gadis seperti Non Ega.
tempe kripik di atasnya. Sedetik momen indah itu sangat berharga sari
seumur hidupku dan akan selalu aku kenang
"unjukane nopo mas... mbak....?" seumur hidupku pula.
("minumnya apa mas... mbak...?") Tanya sang
bapak penjual sumpil itu lagi. Begitu tersadar Non Ega langsung memalingkan
"kulo es jeruk mawon pak..." wajahnya. Terlihat semu rona kemerahan tersipu
("saya es jeruk aja pak...") Jawab Non Ega. malu di wajah cantiknya. Tak beda dengan Non
Ega, wajahku juga merona kemerahan menahan
"kulo enggih sami pak..." sipu malu. Secepat kilat aku menarik tanganku dari
("saya juga sama pak...") Sambungku. usapan di bibir manis Non Ega. Sejenak kami
Tak berapa lama kemudian minuman pesanan kami berdua saling terdiam tanpa suara.
berdua juga datang. Karena rasa lapar yang sudah
sedemikian beratnya, tanpa basa basi kami berdua Selesai menghabiskan seporsi sumpil pesanan kami
langsung menyantap seporsi sumpil itu dengan tadi, setelah membayar (sudah tentu Non Ega yang
buas seperti orang kelaparan yang sudah bertahun membayar) kami langsung meninggalkan pasar
tahun tidak pernah makan. sore berjalan kaki meninggalkan motor kami di
parkiran pasar sore menuju ke alun alun kota
Lucu sekali aku melihat Non Ega yang biasanya Trenggalek yang berjarak sekitar seratusan meter
makan penuh dengan gaya nan elagan makan dari situ. Kami berdua berusaha bersikap biasa,
seperti itu. Saking nafsunya sampai sampai bibir berusaha seolah olah baru saja tidak terjadi apa apa.
Non Ega belopotan makanan. (cepresen kalau Padahal kami berdua baru saja mengalami momen
dalam bahasa jawanya.) indah yang menggetarkan jiwa.
Sepertinya Non Ega tidak menyadari itu, Non ega
masih saja asik menyantap makanannya dengan Sesampainya di alun alun kami hanya berjalan
lahap. Aku hanya tersenyum melihat kekonyolan jalan sejenak kemudian berhenti nongkrong di
kekanak kanakan Ndoro Ayuku itu. sebuah ayunan yang banyak berada di alun alun. Di
kanan kiri kami banyak sepasang muda mudi yang
Entah karena apa dan keberanian dari mana sampai sedang memadu kasih. Terlihat dari tatapan mata
aku tiba tiba saja mengambil selembar tisu dan Non Ega yang sinis, sepertinya Non Ega iri dengan
mereka. Mungkin Non Ega iri karena selama ini "irit banget sih kamu jadi manusia...."
(sejauh yang aku tau) Non Ega belum punya pacar "emang nabung duit segitu kamu kira bisa kaya
dan belum pernah merasakan yang namanya apa...?"
pacaran. Aneh memang kalau gadis secantik jelita "ya udah ni..." Jawab Non Ega sambil memberikan
Non Ega tidak punya pacar dan belum pernah selembar uang limapuluh ribuan.
pacaran, tapi memang itulah kenyataannya. Setelah menerima uang itu aku langsung bergegas
menuju ke sebuah warung kaki lima yang berada di
Walaupun sebenarnya juga tidak terlalu aneh kalau bawah pohon beringin besar di tengah alun alun.
Non Ega masih belum punya pacar. Selain di
karenakan tabiat buruk Non Ega yang judes "pak tumbas teh botol kalih..."
angkuh dan congkaknya minta ampun, juga di ("pak beli teh botol dua...")
karenakan asal usul keluarga ningrat Non Ega. "chiki sekawan sekalian rokok gudang garam surya
Cowok Cowok di luaran sana pasti minder dan rong ler nggeh..."
takut terlebih dahulu kalau ingin mendekati Non ("chiki empat sekalian rokok gudang garam surya
Ega, apalagi kalau sampai ngapel kerumahnya. dua batang ya...") Beliku sesampainya di kias
Sejauh ini aku belum pernah menemui ada cowok tersebut.
yang berani ngapelin Non Ega.
"enggih mas... di kopi di monitor mas..." Jawab si
"sungguh kasihan sekali kamu Ga..." Gumanku bapak penjual sok melucu.
dalam hati. "pinten pak...?"
(berapa pak....?")
Mirip seperti di film film romantis korea, kami "sedoyo pas sedoso mas..."
berdua duduk bersampingan dan bermain di (semua pas sepulu ribu mas...") Jawab sang bapak
ayunan. Sekali lagi inilah momen romantis yang penjual sambil menyerahkan sekantong plastik
akan selalu aku kenang. Aku berdoa semoga pesananku.
momen romantis seperti ini tak akan pernah usai.
Aku berdoa semoga selamanya Non Ega selalu Akupun membayar dengan uang pemberian Non
manis seperti ini. Aku berdoa juga semoga iblis di Ega tadi. Sambil menunggu si bapak penjual yang
hatinya sudah mati dan tak akan penah bangkit sepertinya ribet menghitung uang kembalian, aku
kembali untuk selamanya. menyalakan sebatang rokok dengan korek yang
tergantung di situ.
"Di... beli camilan atau apa kek..."
"sana gih...." Perintah Non Ega sambil bermain Setelah menerima uang kembalian aku langsung
ayunan. kembali menuju ke ayunan tempat Non Ega aku
tinggalkan tadi. Langsung aku menyerahkan
"duwitnya mana Non...?" Jawabku lugu. belanjaanku itu beserta kembaliannya ke Non Ega
sesampainya di situ.
"jiiiah.... pakai duwit kamu lah...."
"kan kamu tiap hari sama ibuk juga di kasih "belinya banyak banyak amat sih...?" Kata Non
duit....?" Ega setelah menerimanya.
"masa kamu gak punya duit, orang jatah kita juga
sama kan....?" "lah... kan sebagian buat aku Non...."
"terus kamu kemanain duit itu...?" Kata Non Ega
dengan nada yang terdengar manis dan merdu di "jiaah... enak aja kamu...."
telinga. "ngeluarin duit gak mau... maunya gratisan terus..."

"hehehehe.... aku gak bawa duit Non..." "yaelaah Non... masa tega sih Non..."
"kan jatahku tiap hari aku tabung..." "sadis amat jadi orang..."
"biar kaya... biar bisa punya rumah, mobil, sawah
yang luas, usaha di sana sini, dan istri yang "biarin... terserah aku doong... duit duit aku ini...."
cantik..." Kataku berangan angan. "eh... kamu ngapain juga sok sok'an ngrokok...?"
"huh dasar kompeni.... ngimpi aja terus sampai "tak bilangin bapak loh..." Ancamnya yang heran
tua..." melihatku menghisap sebatang rokok.
Aku memang bukan seorang perokok berat. Hanya Tanpa Non Ega sadari bahwa dari tadi aku selalu
sesekali saja aku merokok sekedar buat hiburan. Itu memperhatikannya. Gaya dan tingkah lakunya
juga kebanyakan sedekah pemberian dari bapak yang berubah manis semakin menambah
bapak temanku mencari pakan kambing di hutan. kekagumanku akan kecantikan raganya. Dengan
sikap manis itu aura keayuannya semakin keluar
"hehehe... iseng doang Non...." walaupun dia hanya mengenakan pakaian
"mbok ya jangan di laporin to Non..." alakadarnya. Walau hanya mengenakan kardigan
"masa dikit dikit ancamannya mau nglaporin hitam dengan bawahan celana jeans ketat di potong
sih...?" selutut, Non Ega yang memang sudah cantik
bertambah semakin cantik di mataku malam ini.
"lagian kamu nya...."
"pakai sok sok'an lagi... Nih..." kata Non Ega "Non Ega.... I love you Non..." Kataku dalam hati
sambil memberikan teh botol kepadaku.
"hehehe... Non Ega baik banget sih..." Sekitar jam sepuluh malam kami baru beranjak
"Pardi jadi malu...." Candaku sambil menerima pulang dari alun alun. Saat perjalanan pulang itulah
pemberian Non Ega. momen momen romantis kembali hadir. Mungkin
"cengengesan lagi... nggak gratis tu..." karena udara yang dingin, Non Ega yang berada di
"ntar sampai rumah ganti...." Jawab Non Ega boncengan memelukku dengan erat. Dia memeluk
dengan gaya centil. dan menempelkan tubuhnya sambil menyandarkan
kepalanya di pundakku sari belakang. Saking erat
"yaelaah Non... pelit amat sih..." peluakannya sampai aku bisa merasakan buah
dadanya yang lumayan besar dan kenyal itu
Selama di alun alun kami berdua menghabiskan menempel di punggungku.
waktu dengan ngobrol ngobrol santai. Sikap dan
gaya bicara Non Ega juga tidak seperti biasanya Gemetar bercampur merinding aku mendapat
yang selalu bernada keras dan di iringi dengan anugrah seindah itu. Pelan namun pasti si adik
makian. Gaya bicara Non Ega sekarang terkesan kecil lucudi bawah sana juga mulai nakal bangun
manis halus lembut dan nyaman di dengar. dari tidurnya.

"Di... kamu bisa nggak kalau di luar nggak pakai "Gayatri.... aku tresno marang sliramu ndok...."
panggilan Non..." Kata Non Ega sambil sibuk ("Gayatri.... aku cinta kepadamu....")
menikmati chiki. "saumpomo sliramu iso krungu isi atiku Ga...."
("seumpama kamu bisa mendengar isi hatiku Ga...")
Aku yang sedang minum teh botol sampai tersedak "aku nandang wuyung Ga... nandang wuyung...."
kaget mendengar kata Non Ega itu. Entah ("aku kasmaran Ga... kasmaran....") Kata hatiku
kesambet demit dari mana sampai dia bisa bicara mengungkapkan rasa.
seperti itu.
Setelah menempuh perjalanan santai sekitar
"uhuk... uhuk... uhuk...." setengah jam, akhirnya kami sampai juga di rumah.
"enggak ah Non... Pardi nggak berani...." Kini saatnya aku sadar dari mimpi dan kembali ke
"enggak sopan itu namanya.... Pardi takut kualat dunia di mana aku semestinya. Aku sepenuhnya
Non..." Jawabku sambil terbatuk tersedak. sadar kemesraan ini bukanlah di sengaja, semua ini
hanya kebetulan semata dan Non Ega menganggap
"lebih kualat lagi kalau kami berani menolak semua ini bukan apa apa. Dan tak seharusnya juga
permintaanku..." Jawab Non Ega dengan mata aku mempunyai rasa ini. Aku tak pantas dan aku
melotot tapi manis dan menenangkan. harus melupakan semua yang baru terjadi saat ini
juga, sebelum aku terluka. Aku harus sadar siapa
"ya udah deh... nurut ajalah dari pada babak aku dan siapa dia. Kami ibarat langit dan bumi
belur..." Kataku mengiyakan permintaan Ndoroku. yang tak akan mungkin bisa bersatu kecuali nanti
di hari akhir. Hari di mana laut di tumpahkan dan
"hehehe.... gitu dong...." langit di runtuhkan.
"dari pada gigi kamu rontok semua... iya kan...?" Sesampainya di rumah, setelah memasukkan motor
Senyum senang Non Ega. ke garasi aku langsung masuk kekamarku. Setelah
berganti pakaian dengan pakaian santai (celana "okelah kalau begitu...."
kolor dan kaos oblong), aku menyempatkan diri "nggak mau juga pasti di paksa..." Jawabku
membuka buka buku pelajaranku seperti biasanya. mengiyakan.
Belum genap lima belas menit aku belajar, tiba tiba
terdengar teriakan iblis Non Ega yang lahir Dengan terpaksa aku menerima permintaan Nona
kembali. majikanku itu. Wajahku tertekuk kecut walau
sebenarnya hatiku riang tak terkira. Batapa bahagia
"Pardi...!!! kampret....!!!" Teriakan iblis betina. dan beruntungnya aku malam ini hingga harus
"iya Non.... ada apa...?" Jawabku sambil buru buru menerima anugrah yang sedemikian bertubi tubi,
berlari menemuinya. walau sebenarnya aku juga masih belum percaya
kalau semua ini nyata adanya.
Sesampainya di depan kamar Non Ega, ternyata dia
sudah menunggumu di depan pintu, dan dia juga Aku masih berdiri terpaku di depan pintu kamar
sudah berganti pakaian. Seakan tak percaya dan Non Ega. Aku belum berani menyusul Ndoro
ingin tak percaya dengan apa yang aku lihat. Non Ayuku yang sudah masuk terlebih dahulu ke dalam
Ega yang berdiri di ambang pintu itu mengenakan kamarnya.
daster tidur berbahan sutra yang tipis berwarna "ayooook..... cepet..." Panggil Non Ega.
merah terang. Saking tipisnya gaun itu sampai aku
bisa melihat siluet indah tubuhnya yang berada di Karena aku masih terdiam dan belum berani masuk
balik balutannya. Dan satu lagi yang membuatku ke kamarnya, Non Ega kemudian mendekat dan
hampir pingsan. menarik lenganku masuk ke kamarnya.
Terlihat jelas bahwa di balik gaun merah tipis itu
Non Ega tidak mengenakan bra penyangga Kejutan ini belum berakhir sampai di sini saja.
payudaranya. Samar tercetak puting payudaranya Sesampainya di dalam kamar, Non Ega malah
di daster tipis yang dia kenakan. menyuruhku untuk tidur di atas seranjang
dengannya.
"cukup Non... cukup...."
"ampun.. Pardi nggak sanggup lagi Non... ampun.." "kamu tidurnya di atas ya Di...."
"jangan siksa Pardi seperti ini Non..." Kata hatiku. "jangan jauh jauh.... Ega takut...." Rengek manja
Non Ega lagi.
Aku benar benar merasa tak sanggup lagi
menghadapi godaan yang datang bertubi tubi "tapi Non....?" Jawabku ragu.
seperti ini. Semoga saja tuhan masih memelihara
kewarasan dan kesadaranku. Semoga saja aku kuat "udah gak usah tapi tapian...."
menghadapi ini semua. "ayo cepet sini naik.... Ega dah ngantuk ni..."

"Pardi... kamu tidurnya di kamarku aja ya..." "iya Non...." Jawabku masih ragu.
jegluaaar....
Bagaikan di sambar petir aku mendengar kata kata Aku kemudian naik ke atas ranjang dan
Gayatri itu. merebahkan tubuhku di samping Non Ega. Dia atas
ranjang berseprei ungu itu hanya guling yang
"ya tuhan.... cobaan apa lagi ini....?" Batinku. menjadi pembatas di antara kami berdua. Dari
tempatku berbaring dapat jelas tercium aroma
"kamu temenin aku ya... aku takut...." Rengek wangi tubuh Non Ega.
manja Non Ega minta di temani.
Tak berapa lama kemudian Non ega sepertinya
"tapi Non...." Kataku mencoba menolak. sudah terlelap tidur. Sementara aku yang terbaring
di sampingnya masih belum bisa memejamkan
"sssst.... inget.... jangan panggil Non...." mata. Fikiran dan khayalku melayang jauh terbang
"cukup Ega atau Gayatri saja..." tinggi membayangkan segala yang serba
"gak usah pakai embel embel Non lagi... ok..." seandainya.
"dan nggak usah pakai tapi tapian...." Kata Non
Ega memotong perkataanku.
Sudah larut malam aku baru bisa memejamkan Seakan masih belum puas hanya membelai lembut
mata. Tidak ada sekitar satu jam aku memejamkan wajahnya yang cantik, tanganku yang satunya juga
mata, aku merasa ada seseorang yang sedang mulai nakal bergerilya. Tanganku yang sebelah kiri
memperhatikan aku sehingga aku membuka itu mulai berani mengelus sepasang paha mulus
mataku. Setelah aku membuka mata ternyata itu yang masih tertutup gaun tidur merah sepanjang
hanya bayanganku saja. Tak ada siapa siapa di sana, lutut itu. Perlahan usapan tangan kiriku itu semakin
yang ada hanya Non Ega yang sedang tertidur lelap. tak terkendali, tanganku semakin naik lebih tinggi
jauh dari sepatutnya.
Kembali aku berusaha memejamkan mata walau
sulit dan akhirnya berhasil juga. Akhirnya aku bisa
terlelap tertidur di samping keindahan yang Sudah tak kuat lagi menahan nafsu yang sudah
sebenarnya sayang untuk di lewatkan walau hanya sedemikian kuat mencemari rasa hormat dan
sekejap mata. kesopananku, segera aku menyingkapkan rok gaun
tidur warna merah terang itu sampai sebatas
Lagi lagi aku terbangun di tengah malam. Entah pusarnya. Dan lagi lagi betapa terkejutnya aku
kenapa aku kemudian bangkit dari tidurku. Aku dengan apa yang ada di hadapan mataku.
lihat di sebelahku Non Ega yang cantik masih
tertidur pulas dengan pose yang anggun. Ternyata di balik gaun tidur itu, Non Ega tidak
Pandangan mataku menelusuri sesosok perempuan mengenakan celana dalam sebagai pertahanan
cantik bernama Gayatri yang sedang tetidur lelap terakhirnya alias polos. Segundukan daging di
di sampingku itu utuh dari ujung rambut sampai selangkangan Non Ega yang beberapa hari lalu
ujung kaki. hanya bisa aku intip sekarang tersaji jelas di
hadapanku. Segundukan daging syahwat yang
Entah ada apa sebenarnya dengan diriku sehingga beberapa hari lalu rambut kemaluannya sedang di
tiba tiba timbul keberanianku untuk berbuat tidak rapikan sang empunya itu seperti memanggilku
sopan kepadanya. Walaupun sebenarnya hati untuk menikmati kehangatannya.
kecilku mengatakan kalau ini salah, tapi sepertinya
anggota tubuhku tak lagi memperdulikan teguran Tak kuasa lagi menahan hawa nafsuku yang sudah
sang hati kecil itu. membumbung tinggi, aku langsung memelorotkan
celana kolorku sekalian celana dalam biru yang
Perlahan aku singkirkan guling bersarung ungu akau pakai. Seakan aku sudah tak perduli lagi
senada seprei yang menjadi pemisah di antara kami dengan kemungkinan Non Ega terbangun dan
itu. Setelah tak ada penghalang lagi di antara kami, melakukan perlawanan. Aku segera menindih
perlahan aku mendekat bersimpuh di sampingnya tubuh mungilnya dan mengusap usapkan
yang masih nyenyak terlelap. Sekali lagi mataku kemaluanku yang sudah keras sempurna itu di
menjelajahi keindahan sesosok tubuh bergaun tidur belahan bibir kemaluannya yang ternyata juga
merah yang sedang terbaring terlentang di sudah basah total.
hadapanku.
Belum sempat aku melakukan penestrasi, tiba tiba
"kowe kok ayu banget to Ga..." aku merasa ada sebuah dorongan nikmat yang
("kamu kok cantik banget sih ga...") Batinku. teramat sangat nikmat bergumpal di ujung kepala
kemaluanku dan siap untuk menyembur keluar.
Tak puas hanya dengan memperhatikan saja Mati matian aku berusaha menahan dorongan
keindahan itu, tanganku perlahan walau dengan nikmat itu untuk tidak pecah terlebih dulu sebelum
gemetar mulai menjamahnya. Pertama jemariku aku bisa merasakan nikmatnya lubang kewanitaan
tanga kananku mulai mengusap lembut pipi ranum Ndoro ayuku ini. Lubang kewanitaan yang aku
gadis maha cantik itu dengan usapan halus penuh dapuk untuk mengeksekusi keperjakaanku.
kasih sayang. Ku jelajahi setiap jengkal wajah
ayunya mulai dari pipinya yang ranum, mata Tapi apa mau di kata, atau mungkin juga karena ini
indahnya yang selalu mengeluarkan sorot tatap baru yang pertama. Sekuat apapun aku berusaha
sayu, hidungnya yang mancung, bahkan sampai di menahannya, tapi dorongan itu terlalu kuat untuk
bibirnya yang indah merah merona. aku kalahkan. Dalam hitungan ketiga gesekan
kepala kemaluanku di bibir kemaluan Ndoroku
yang sudah basah itu, akhirnya semburan "sialan... ternyata aku mimpi basah...." gumanku
kenikmatan itu keluar juga tanpa mampu aku tahan dalam hati.
tahan lagi.
Aku malu tak terkira dengan ini. Ini kedua kalinya
"oooohh..... mmmmhh...." Desahku keenakan aku tertangkap basah dalam keadaan seperti ini
seiring semburan hangat nikmat dari ujung oleh Non Ega. Saking malunya aku buru buru
kemaluanku. berlari keluar dari kamar Non Ega walau dengan
tertatih tatih dan memegangi pinggang setelah
"creet... creet... creet... creet...." terjatuh dari ranjang yang lumaya tinggi.
Kepergianku dengan rasa malu tak terkira itu di
Belum sempat aku menyelesaikan semburan iringi gelak tawa dari Ndoro ayu Gayatri.
kenikmatanku sampai tuntas, tiba tiba saja Non
Ega terbangun dari tidurnya. Betapa terkejutnya "hahahahaha........" Ledak tawa Non Ega.
dia mengetahui aku sedang menindih tubuhnya. ==========+++++++++++++============
Secara reflek dia mendorong tubuhku sampai aku
terjengkang dan.....

"gdlebuuk....." Suara tubuh jatuh dari ranjang.

"hahahahaha......" Sayup tawa terpingkal dari atas


tempat tidur.

Persis seperti malam kemarin tiba tiba dunia


seakan berputar aneh. Begitu aku membuka mata
dan mampu mengumpulkan segenap kesadaranku,
ternyata aku sudah terlentang di lantai.
dan ternyata.....
"oooh.... sial... ternyata hanya mimpi...." Batinku.
Aku merasakan tubuhku sakit semua seakan remuk
redam seluruh tulangku. Dari atas tempat tidur aku
lihat Non Ega tertawa terpingkal pingkal
menertawakan kekonyolanku.

"hahahahaha....."
"Pardi Pardi..... ngapain kamu hah....?"
"begok amat sih kamu jadi anak...." Tanya di
antara tawanya.

Aku tak menanggapi tertawaan Non Ega itu, aku


masih memegangi pinggangkuu yang rasanya
patah setelah terjatuh dari tempat tidur.

"eh... Pardi.... kamu ngompol ya...."


"kok celana kamu basah itu...?" Tanya Non Ega
lagi.

Segera kau tersadar setelah mendengar kata kata


Non Ega itu. Segara aku melihat kebawahku, dan
benar saja. ternyata di celana kolor yang aku pakai
ada noda basah. Dan aku tau persis kalau itu buka
basah ompol melainkan basah spermaku stelah
bermimpi basah.
Chapter V tubuhku di ranjang mencoba meluruskan tulang
NANDANG WUYUNG belulangku yang serasa remuk hancur setelah
terjatuh dari ranjang. Baru sejenak aku meluruskan
Aku berlari keluar dari kamar Non Ega dan rangka tubuhku, betapa terkejutnya aku melihat
langsung masuk ke kamarku. Sesampainya di jam dinding kamarku yang sudah menunjukkan
kamarku setelah menutup pintu, aku pukul tujuh lebih sepuluh menit.
berdiri terengah engah bersandar di daun pintu.
Hatiku menyesali dengan kebodohan yang baru Seakan tak percaya dengan pandangan mata dan
saja terjadi, tetapi di bibirku menyunggingkan jam dinding yang terpaku di dinding kamarku, buru
senyum penuh dengan selaksa makna. buru aku membuka jendela kamarku untuk
Hatiku menyesali kenapa aku harus mengalami hal memastikan kebenarannya. Dan ternyata jam
konyol seperti ini dua kali. Bibirku dinding itu memang tidak berbohong. Di luar sana
menyunggingkan senyum entah karena apa. matahari sudah bersinar dengan cerahnya.
Mungkin karena semakin lama aku semakin jatuh
cinta kepadanya, jatuh cinta kepada Ndoro Ayu Walau dengan tertatih tatih memegangi pinggang,
Gayatri atau yang biasa aku panggil Non Ega. aku buru buru berlari ke arah kamar Non Ega.

Aku jadi teringat akan sepenggal lirik lagu jawa "Non.... Non Ega...."
yang menceritakan betapa galaunya hati seseorang "sudah jam tujuh lewat ni Non...."
yang sedang kasmaran. "mau sekolah nggak...." Teriakku dari luar pintu
Larane loro ora koyo wong kang nandang wuyung kamar.
Mangan ora doyan, ora jenak dolan, nang omah
bingung Sedetik kemudian Non Ega membuka pintu
kamarnya. Masih dengan gaun tidur yang
Rasanya sepenggal lirik lagu dari Manthous sang mengundang birahi itu dia semakin kelihatan
maestro campur sari itu cocok sekali cantik. Tampang bengis yang biasa terpajang di
menggambarkan kegalauan hatiku saat ini. wajah cantiknya sama sekali tak terlihat dan
berbekas. Seolah olah memang seperti inilah
Memang benar seperti arti dari lirik lagu itu yang keseharian Non Ega. Manis, cantik, lucu, lugu, dan
mengatakan kalau "sakitnya sakit tidak seperti imut bukan angkuh, congkak, sombong, dan bengis
orang yang lagi kasmaran". Dan tidak salah juga seperti kenyataannya.
sebagai mana arti dari bait kedua sepenggal lirik itu
yang berarti "tidak doyan makan, tidak tenang "oooooaaaahm....."
bermain, dan di rumahpun bingung". Lebih "iya... iya... Ega juga sudah tau kok..." Jawabnya
tepatnya GALAU kalau kata anak anak muda sambil menguap dan mengacak acak rambut indah
jaman sekarang. Seperti itulah keadaanku saat ini. hitam panjangnya yang tergerai.

Puas tersenyam senyum seperti orang gila dan "terus gimana ni Non...?"
merenungi kebodohanku tertangkap basah dalam "dah kesiangan banget ini Non...?" Sambungku
kondisi hina seperti itu, aku kemudian mengganti panik.
celana kolor dan celana dalamku yang sudah kotor
ternoda benih benih keturunanku yang telah "lha arep piye meneh to yho....?"
terbuang sia sia. ("lha mau gimana lagi...?")
"wis kadung kawanen yho sekalian wae ra mlebu...
"waladalaah... uakeh tenan yo..." gampang to...?"
("waladalaah... buanyak bener ya...") ("sudah terlanjur kesiangan ya sekalian aja nggak
"pantes wae awakku nganti kuru..." masuk... gampang kan...?")
("pantas saja badanku jadi kurus...") Batinku "dadi uwong kok demenane repot..."
tersenyum melihat betapa banyaknya spermaku ("jadi orang kok sukanya repot...") Jawab Non Ega
yang tumpah ruah. dengan renyahnya.

Selesai mengganti celanaku yang basah sperma Kelihatan sekali kalau Non Ega tidak terlalu
dengan celana jeans selutut, aku merebahkan memperdulikan sekolahnya. Sepertinya Non Ega
tidak takut akan ketinggalan mata pelajaran yang Seneksen lintange luku,
mungkin bisa berakibat terburuk tidak lulus di semono janji prasetyaning ati.
ujian nasional nanti. Tapi tidak begitu dengan aku. Tansah kumanthil ing netro rinoso,
Aku merasa takut dan sayang untuk bolos sekolah, kroso rasaning ndriyo.
apalagi sampai dua hari berturut turur seperti
sekarang ini. Aku takut ketinggalan mata pelajaran Chorus:
dan (amit amit jangan sampai) tidak lulus di ujian Mibero sak jagad royo,
nasional nanti. Karena ujian nasional itulah satu kalingono wukir lan samudro.
satunya kesempatanku untuk bisa membalas budi Ora ilang memanise,
baik Ndoro Kakung sekalian. Aku ingin membuat aduuh, dadi ati sak lawase.
bangga keluarga ini dengan nilai ujian terbaik. ..
Nalika niro ing wengi,
"masa iya kita bolos dua hari berturut turut atiku lamlamen marang sliramu.
Non...?" Nganti mati takkan biso lali,
lha kae lintange wluku.
"terus memangnya kenapa...?"
"mau gak masuk sebulan kek emang ada yang
berani marah...?" Jawabnya yang keluar lagi sifat Alunan gending yang sungguh menyentuh haru
adigang adigung adiguno nya. sampai ke dasar kalbu itu aku nikmati dengan
duduk santai di kursi rotan yang berada diteras
"yaaah.... terserahlah..." Jawabku lemas sambil depan rumah. Kursi rotan dimana biasa
berjalan ke arah sofa di ruang keluarga dan NdoronKakung dan Ndoro Putri Bersantai di pagi
menghempaskan pantatku di sofa panjang warna hari.
coklat muda. Aku sangat menyesali kenapa semua
ini bisa terjadi. Saat aku sedang asik larut dalam alunan syair dan
gending campur sari itu, kemudian datang Non Ega
Sekitar jam setengah delapan pagi setelah hanya dengan membawa dua gelas minuman di atas
mencuci muka tanpa gosok gigi, aku nampan.
menyempatkan diri bersantai sejenak di teras depan
rumah berusaha menikmati hidup. Sambil "duh Gusti mimpi basah aku semalam..." Gumanku
menyalakan tape compo kesayangan Ndoro syukurku dalam hati menerima kenyataan indah ini.
Kakung, aku memberi makan burung perkutut
yang juga kesayangan beliau. Non Ega yang ternyata membawa segelas kopi
untuku dan segelas teh manis hangat untuknya itu
"huuuur... ketuut... tuut... tuut....." kemudian meletakkan nampan yang di bawanya di
"huuuur... ketuut... tuut... tuut....." Nyanyian sang meja. Sungguh manis sekali Ndoroku pagi ini. Dia
burung perkutut dengan merdunya. melayaniku seakan aku adalah suaminya tercinta.
Saat asik memberi makan si burung perkutut, tiba "kopinya Di..."Kata Non Ega menawarkan.
tiba aku terhenyak mendengar sebuah lagu dari "ooh... iya Non...."
tape kompo. Sebuah lagu yang di nyanyikan "eh maaf... Ga... terima kasih ya..." Jawabku.
almarhum Manthous sang maestro campur sari itu Setelah Non Ega (yang sekarang boleh aku panggil
tepat sekali menggambarkan perasaan hatiku saat Ega) menawarkan kopi yang di bawanya, aku
ini. bertingkah konyol dengan secepat kilat berlari
yang di iringi tatapan heran Gayatri masuk
Seiring merdu kleningan gamelan, suara merdu kerumah dan ke kamarku. Ulah konyolku itu hanya
sang maestropun mulai menyanyikan gending untuk mengambil sebatang rokok Gudang garam
campur sari yang berjudul NYIDAM SARI itu. surya sisa dari alun alun semalam. Menikmati
segelas kopi memang belum pas rasanya kalau
NYIDAM SARI tanpa di temani sebatang rokok yang terselip di
Umpomo sliramu sekar melati, bibir.
aku kumbang nyidam sari. "ngapain sih....?"
Umpomo sliramu margi wong manis, "di bikinin kopi kok malah kabur..." Tanya Non
aku kang bakal ngliwati. Ega begitu aku sampai lagi.
"ni...." Jawabku singkat sambil menunjuk sebatang berjalan menjauh.
rokok yang sudah menyala.
Non Ega hanya senyum senyum, sepertinya dia
Aku duduk kembali di tempatku semula di senang bisa mengejek aku. Aku yang di ledek
samping Gayatri yang sudah duduk di kursi habis habisan hanya bisa berpura pura tak perduli
sebelah yang biasanya menjadi singgasana Ndoro sambil tetap menikmati alunan merdu gending
Putri ibunya. Sedangkan aku duduk di kursi yang campur sari dan menghisap sebatang rokok serta
biasanya menjadi singgasana Ndoro Kakung. secangkir kopi hitam buatan Ndoro Ayu Gayatri.
Sungguh kami kelihatan romantis sekali pagi ini.
Saat sedang asik berduaan duduk di singgasana
"whaladalah.... byuh.. byuh.. byuh...." para kanjeng, kami di kejutkan dengan suara dering
("whaladalah.... aduh.. aduh.. aduh....") telefon dari dalam rumah.
"jian puantes tenan iki..."
("benar benar serasi ini...") "kriiing.... kriiing.... kriiing...." Suara dering
"ndok'e ayune ngungkuli midodari, kang mas'e telefon rumah bergaya klasik.
baguse koyo janoko..."
(ceweknya cantik melebihi bidadari, cowoknya "ada telefon tu Ga...."
ganteng kayak arjuna...") "pasti itu dari sekolahan...."
"byuh.... byuh... byuh...." Kata si mbah Sinem yang
lewat di depan rumah. "ya udah.... biar aku yang angkat..." Jawab Non
Ndok adalah panggilan untuk anak perempuan. Ega.
Si mbah Sinem ini berstatus sebagai dukun beranak
kondang di kampung. Hampir semua orang, Non Ega beranjak dari duduknya dan segera
bahkan Ndoro Kakung dan Ndoro Putri juga mbah berjalan menuju telefon yang sedang berdering di
Sinem ini yang membantu proses persalinannya. ruang tengah.
Tak terkecuali juga dengan Non Ega dan mungkin
juga aku. Walaupun usianya sudah sangat sepuh "cuup...." Sebuah kecupan mesra mendarat di
(menurut gosip yang beredar sudah berumur pipiku.
hampir seratus tahun) mbak Sinem masih saja
sehat dan lincah. Si mbah juga masih menjalankan Saat akan beranjak, Non Ega secara tiba tiba
rutinitasnya membantu persalinan warga kampung mendaratkan satu kecupan mesra di pipiku.
ini, bahkan juga warga dari luar kampung. Betapa terkejutnya aku mendapatkan ciuman
pertama dari Raden Gayatri yang diam diam telah
"hehehehe.... enggih leres mbah...." menawan hatiku itu. Aku hanya bisa diam terpaku
("hehehehe.... iya benar mbah....") di dalam keterkejutan menyaksikannya berlalu
"ndok'e pancen leres ayune ngungkuli midodari sambil mengusap pipi bekas ciuman Non Ega itu.
mbah..."
("ceweknya memang benar cantiknya melebihi Tersadar dari ketertegunan, aku kemudian
bidadari mbah...") menyusul Non Ega masuk ke dalam rumah. Niat
"kang mas'e nggeh leres baguse kados janoko..." awalnya aku ingin meminta penjelasan akan arti
("cowoknya juga benar gantengnya kayak ciuman itu. Sesampainya di dalam ruang keluarga,
arjuna...") aku lihat Non Ega baru saja menutup telefon yang
"janoko ilang gapite mbah.... hahahaha....." Jawab tadi berdering.
Non Ega di sertai ejekan kepadaku.
Janoko ilang gapite saya bingung untuk "siapa yang telefon Ga...?"
mengartikan ini terutama kalimat gapit. "dari sekolahan ya...?" Tanyaku penasaran.
Saya mohon bantuannya mengartikan bagi siapa
saja yang bisa memberikan bantuan. terimakasih "iya... barusan orang sekolah menanyakan kenapa
"eladalah Gayatri.... Gayatri...." kita dua hari gak masuk sekolah....?" Jawabnya.
"sifatmu ki kawit mbiyen kok ora maleh maleh to
ndok..." "trus... kamu jawab apa...?"
("sifatmu itu dari dulu kok gak pernah berubah to
nak....") Sambung si mbah sepuh Sinem sambil "ya aku jawab aja aku lagi malas sekolah..."
"terus aku minta kamu buat nemenin aku di sudah berada dalam posisi saling berciuman
rumah..." berpagutan mesra. Mulut dan bibir kami saling
"udah to... beres deh...." Jawab Non Ega enteng. beradu mengecap mencumbui, sementara lidah
kami beradu berlilitan liar didalam sana bertukaran
Aku tak bisa memberi komentar akan apa yang ludah. Deru nafas dan detak jantung kami semakin
baru saja Non Ega katakan. Aku hanya tidak habis meninggi karenanya.
fikir kenapa Non Ega harus beralasan seperti itu.
Apa sudah tidak ada alasan yang lebih pantas lagi, Pagutan ini merupakan pagutan pertamaku
seperti bilang kalau sedang sakit atau apalah, asal sehingga aku masih sangat kaku melakukannya. Di
jangan terlalu berterus terang seperti itu yang lain sisi, Non Ega yang menjadi lawan tandingku
malah berkesan meremehkan. Tapi apa mau dikata, berpagutan ria juga kelihatan masih kaku sama
memang seperti itulah Non Ega. seperti aku. Mungkin juga ini pengalaman pagutan
"Ga...." Kataku tercekat di tenggorokan. yang pertama untuknya karena selama ini dia
"iya... ada apa..." Jawab Non Ega dengan sorot belum pernah berpacaran.
tatap sayu yang menjadi andalannya. "sruuup... cuup.... cuuup...." Suara pagutan kami.
"emmmmh..... eeeeeh...." Desahan kami di sela sela
Di suguhi tatapan mata yang seakan mampu pagutan mesra.
meleburkan tulang belulangku itu, aku tak sanggup
lagi meneruskan kata kataku. Segala apa yang telah Tak puas hanya dengan berpagutan, tangankupun
aku rencanakan dan berjubel di benakku seakan juga mulai ikut beraksi. Aku peluk tubuh mungil
hilang menguap begitu saja dan hanya tinggal Gayatri dengan erat, seakan aku ingin mematahkan
menyisakan debaran jantung. tulang belulangnya. Seakan aku ingin meleburkan
raganya menyatu dengan ragaku.
Merasa tak mampu lagi untuk tetap berlama lama
di sini, aku mencoba untuk beranjak pergi dari Non Ega sepertinya juga tidak mau kalah. Dia juga
hadapannya. Aku berusaha menghindar dari membalas pelukanku dengan tak kalah eratnya.
tatapan mata syahdunya. Ku batalkan rencana awal Payudaranya yang montok menempel erat di dada
menanyakan arti kecupan manis itu. bidangku hingga aku dapat merasakan betapa
lembut dan kenyalnya sepasang gunung kembar
Saat aku hendak beranjak pergi, tiba tiba saja Non lambang keindahan raga wanita itu. Detak jantung
Ega menahan dan menarik lenganku sehingga aku kami bersatu berdegub bersahutan kencang
kini berada tepat di depannya. Kami berdiri semakin kencang dan semakin bertambah kencang.
berhadap hadapan dalam jarak yang sangat dekat.
saking dekatnya sampai aku bisa merasakan Tanganku yang memeluk erat tubuh Ndoro Ayu
hembusan nafasnya yang harum dari tempatku mulai nakal bergerilya mengusap mesra
berdiri. punggungnya. Pelan namun pasti, sambil masih
berpagutan mesra, tanpa kami sadari kami sudah
Lenganku masih berada di dalam genggamannya. berada di dalam kamar Non Ega. Dan tanpa kami
Sejurus kami saling terdiam berpandangan. Non sadari juga kami sudah berada di ranjang saling
Ega yang hanya setinggi hidungku itu tengadah berpelukan tumpang tindih dengan masih
memandangku masih dengan sorot pandang sayu berpagutan berciuman.
yang menjadi andalannya.
"eeeeeemh..... eeeeehh....." Desah kami yang
Pelan tanpa kami sadari jarak kami yang dekat semakin memburu.
menjadi bertambah semakin dekat. Bahkan
sekarang tubuh kami sudah bersentuhan Sambil berpagutan mesra yang sekarang sudah
berhimpitan. Dari sini aku bisa merasakan detak berubah menjadi pagutan liar penuh nafsu, kami
jantungnya yang berdegub di atas normal. Dapat bergulingan berpelukan bergeleparan di ranjang.
aku rasakan juga hangat tubuhnya dan betapa halus Posisi kami sekarang Non Ega yang menindih
kulit kuning langsatnya. tubuhku

Sekali lagi entah bagaimana awalnya dan siapa Tanganku masih memeluk erat tubuh mungilnya
juga yang memulainya, hingga tau tau kami berdua yang berada di atasku. Tanganku pun juga masih
membelai rambut panjang indah hitamnya yang tengah belahan kemaluannya yang membuat Non
tergerai awut awutan. Sementara tanganku satunya Ega semakin mendesah hebat saat biji itu aku usap
lagi, yang awalnya hanya mengusap lembut aku permainkan.
punggungnya, kini bertambah semakin nakal.
"ooooch..... eeeeemh...." Desah Non Ega yang
Usapanku mulai turun dari punggung dan perlahan semakin memburu saat aku permainkan clitorisnya.
merayap pelan kebawah hingga akhirnya parkir di
bokong Ndoro Ayu. Di situ tanganku beraksi Entah iblis mesum dari mana yang membuatku
meremasi bokong yang montok sementara mulut bisa seberani dan semesum ini. Merasa tak puas
dan bibir kami masih berpagutan dengan liarnya. dengan hanya berpagutan dan menggerayang, aku
kemudian membalik posisi kami. Sekarang ganti
Aktifitas mesum yang katanya sering di samarkan aku yang menindih tubuh mungil Non Ega dan
sebagai pembuktian kasih sayang itu, semakin kami masih berpagutan. Sekali lagi karena tak puas
lama semakin liar dan menggila. Semakin lama hanya dengan berpagutan dan menggerayangi
semakin jauh menembus batas batas norma tubuh Gayatri, aku berusaha untuk melepas celana
kesusilaan. Di sini sudah tak ada lagi yang dalam yang masih di kenakannya. Hanya dengan
namanya kasta pembeda antara si sudra dan si sekali sentak dan sepertinya dia juga kooperatif,
ksatria. Di sini yang ada hanyalah sepasang muda maka dengan mudah celana dalam yang ternyata
mudi yang sedang di mabuk asmara yang sudah berwarna warni motif pelangi itu lolos dari
membuta, mungkin. tubuhnya.
Sejenak pagutan kami terlepas dan kami saling
Tanganku yang semula beraksi di bokong montok beradu tatapan. Lagi lagi Non Ega mengeluarkan
anak gadis Ndoroku itu, perlahan mulai turun jurus maut tatap sayu andalannya yang selalu
merabai paha mulusnya dan semakin merayap ke mampu meloloskan tulang belulangku.
atas menyingkapkan rok batik motif parang rusak
lebar selutut yang dia pakai menutupi aurat Sejenak aku perhatikan segundukan daging di
bawahnya. Semakin merayap naik tangan nakalku tengah selangkangannya yang halus mulus tanpa di
sampai rok itu tersingkap setinggi pinggangnya tumbuhi sehelaipun bulu kemaluan. Inilah kali
yang ramping sempurna. kedua aku melihat keindahan surgawi Non Ega.
Wajah ayu Non Ega menjadi bersemu merah
Sementara lidah, bibir, dan kedua tanganku sibuk menahan malu karena aurat paling rahasianya
beraksi meraba dan mencumbui Gayatri, si adik tersaji jelas di hadapanku dan sedang aku
kecil di bawah sana seakan juga tidak mau perhatikan. Apalagi posisi kaki Non Ega yang
ketinggalan. Si adik kecil lambang kejantanan itu setengah mengangkang membuatnya semakin jelas
mulai bangkit dari tidurnya dan dia telah mengeras tersaji.
dengan sempurna. Walau nikmat tertindih
gundukan lembut kewanitaan Non Ega, si kecil Sekali lagi entah iblis mesum dari mana yang telah
yang masih terpenjara di dalam celana jeans selutut merasukiku sampai aku bisa berani berbuat seperti
yang aku pakai menggeliat meronta meminta untuk ini kepada anak Ndoro yang sangat aku hormati itu.
di bebaskan. Sepertinya dia tau kalau ada mangsa Aku berdiri dan mulai melepas celana yang aku
di dalam jangkauan. pakai sekalian dengan celana dalam di baliknya.
Non Ega hanya melihat aksi gilaku itu dengan
Jemariku kini sudah sampai di selangkangan sang tatapan sayu andalannya. Kembali wajah Non Ega
Ndoro ayu dan tepat berparkir di segitiga nafsu bersemu merah tersipu setelah melihat batang
selangkangannya yang masih terbungkus celana kejantananku yang keras mengacung tegak
dalam. Dapat aku rasakan bahwa celana dalam sempurna siap tempur itu. Aku faham dengan itu
Gayatri sudah basah cairan nafsunya. Jemariku karena mungkin ini juga pengalaman pertama Non
bermain mengusap usap gundukan kewanitaan Ega melihat batang kemaluan seorang pria dewasa
yang masih tertutup celana dalam itu dengan langsung di depan matanya.
lembut tapi penuh nafsu dari belakang. Karena
kenakalan jemariku, selangkangan yang sudah Setelah aku berhasil meloloskan batang
basah itu semakin basah kuyup karenanya. Dapat kemaluanku dari belenggu yang selama ini
aku rasakan juga sebiji clitoris yang terjepit di mengekangnya, aku kemudian beringsut siap
menindih tubuh mungil Non Ega. Tentu saja Aku masih belum mengerti kenapa Non Ega
tindihanku kali ini akan berbeda dengan tindihan berubah menjadi seperti ini. Sudah hilang sama
yang sebelumnya. Karena tindihanku kali ini juga sekali raut manis di wajah ayunya yang tadi telah
akan di iringi dengan agresi sang batang mempesonakanku. Kembali lagi terpajang di wajah
kejantanan ke lubang kewanitaan Non Ega. cantiknya raut iblis pongah dan congkak seperti
biasanya.
Belum sempat aku sempurna menindih tubuh
mungilnya, mata Non Ega tiba tiba saja terbelalak Aku benar benar terpukul dan tak habis fikir
nanar. Wajahnya merah dan seakan Non Ega dengan ini. Pucuk pucuk asmara yang baru akan
seperti baru tersadar dari sebuah hipnotis. Seketika mulai tumbuh dengan subur kini mendadak layu
Non Ega mendorong tubuhku yang hendak seketika. Sayap sayap kasih yang baru akan
menindihnya itu dan.... terkepak telah di patahkan tanpa di beri
kesempatan mengepakkan sayapnya untuk terbang
"plaaak.....!!!"
Dengan hati yang terluka aku melangkah gontai
Sebuah tamparan keras dia layangkan tepat di keluar dari kamar Non Ega setelah aku memakai
pipiku sebelah kiri. Tamparan itu begitu telak dan celanaku kembali. Aku sepenuhnya sadar diri
keras menghantamku, sehingga pipiku terasa perih siapalah aku ini. Benar kata Non Ega baru saja, aku
dengan bekas kemerahan yang tertinggal di sana. hanyalah seorang babu, seorang kacung, seorang
sudra. Aku memang tak pantas bersanding apalagi
Aku bingung tak mengerti dengan arti tamparan ini. menyentuh tubuh indah sang putri priyayi. Aku
Bukankah tadi dia yang memulai dan sepertinya hanyalah si sudra yang terlalu bermimpi tinggi
dia juga menginginkan ini. memiliki seorang putri kasta ksatria. Sudah
Mulai terdengar isak tangis darinya dan menetes menjadi kodrat manusia seperti aku ini hanya bisa
juga butiran bening air mata dari sudut mata bermimpi. Ingin aku terbangun dari mimpi ini
sayunya dan dia berbalik tengkurap membenamkan seperti tadi pagi, tapi aku tak bisa karena sekarang
wajah ayunya di bantal. nyata adanya.

"hiks... hiks... hiks... hiks...." Suara isak tangisnya. Sesampainya di kamarku, sejenak aku merenung
memikirkan semua ini. Aku berusaha meyakinkan
Aku berusaha mendekati untuk menenangkan dan hatiku dan berusaha melupakan semua ini.
menyeka air matanya. Mungkin saja dia shock dan Perasaanku kacau hatiku galau. Aku merasa tak
belum siap untuk berbuat sejauh ini. sanggup lagi berlama di sini dengan hati yang
seperti ini. Aku butuh keluar mencari udara segar
Belum sempat aku melaksanakan niat baikku itu, untuk menenangkan hati dan jiwaku yang
tiba tiba saja Non Ega berbalik dari tengkurapnya. terguncang dahsyat.
Dengan pandangan nanar dan raut bengia penuh
emosi Non Ega mendorongku hingga aku "iya.... aku butuh keluar...."
terjengkang jatuh dari ranjangnya untuk yang "aku butuh udara segar.... aku butuh pencerahan...."
kedua kalinya dalam sehari ini. Suara ratap hatiku.

"bangsat kamu Pardi... bajingan kamu...!!!" Sejenak aku lupa akan para sahabatku yang
"minggat kamu... kaluaaar!!!!" Maki dan hardik pastinya akan merana kelaparan karena ini. Aku
Non Ega mengusirku. sudah tak perduli lagi dengan semua itu. yang aku
perdulikan hanya bagaimana caranya aku bisa
"tapi Non...." Jawabku tak mengerti. melupakan semua ini dengan cepat. Melupakan
kejadian indah yang berakhir dengan penghinaan
"aku bilang keluar ya keluar bajingan....!!!" ini.
"tidak pantas kamu berada di sini.....!!!"
"tidak pantas kamu menyentuh tubuhku....!!!" Kembali aku melangkah menuju kamar Non Ega
"kamu itu hanya seorang babu... sadar nggak....?!!" untuk mengambil kunci motor yang tergeletak di
Hardik Non Ega sambil mempertegas strata meja rias di kamarnya. Dengan santainya aku
sosialku. melangkah masuk tanpa permisi terlebih dahulu.
Karena guncangan yang sedemikian hebatnya, aku Duh duh kusumo, Opo ora kroso opo pancen tego
sampai melupakan tentang apa yang namanya Mbok mbalung janur, Paring usodo mring kang
unggah ungguh toto kromo. Aku sudah tak perduli nandhang wuyung
lagi dengan itu semua dan kemarahan Non Ega
yang mungkin akan meledak lagi karena ini. Toh
aku kan sudah terbiasa dengan marahan dan caci Dengan hati yang tak menentu aku berjalan
makinya. menyusuri jalan perkampungan hingga tanpa terasa
aku telah sampai di suatu daerah yang bernama
Sesampainya di dalam kamar Non Ega aku Karangsoko. Di desa yang terkenal karena
langung mengambil kunci motor itu tanpa menyapa keberadaa SMK swasta Karya Darma itu, tanpa
ataupun meminta izin. Aku lihat Non Ega masih sengaja aku lewat didepan rumah Rudi sahabat
menangis tengkurap membenamkan wajahnya di sekelasku.
bantal. Non Ega masih belum merapikan
pakaiannya yang awut awutan karena ulahku tadi. Saat aku melintas di depan rumah Rudi, aku
Dia masih belum merapikan rok batiknya yang melihat motor Suzuki Satria R kelir biru televonica
tersingkap jauh sampai ke pinggang dan masih miliknya terparkir di depan rumah. Kalau
memamerkan bokong indahnya yang montok halus motornya ada di rumah berarti Rudi juga berada di
mulus yang masih belum tertutup celana dalam lagi. rumah. Padahal sekarang baru sekitar jam setengah
sepuluh pagi.
"kenapa dia menangis....?"
"bukankah seharusnya aku yang menangis "loh... kok motornya Rudi ada di rumah...?"
meratap..." Tanya hatiku. "kalau motornya ada berarti rudinya juga ada...."
"apa dia tidak sekolah ya..." Batinku.
Aku sudah tak perduli lagi. Aku ingin cepat cepat Akupun kemudian berputar berbalik arah dan
keluar dari rumah di mana aku mengabdi ini, berbelok ke rumah Rudi. Setelah memarkirkan
sejenak mencari pencerahan dan udara segar di luar. motor di bawah pohon mangga di pekarangan
Segara aku keluar dari kamar Non Ega membawa rumahnya, aku langsung berjalan menuju pintu
kunci motor. Sesampainya di luar rumah, langsung rumah kelurga Rudi yang sederhana namun asri.
aku menyalakan motor yamaha F 1 ZR kelir double Banyak bunga bunga indah yang tertanam rapi di
tone hitam orange lansiran 2001 yang terparkir di pekarangan rumah itu.
garasi dan langsung meluncur di jalanan tak tentu
arah. Saat aku sampai di depan pintu rumah itu, aku
terhenyak saat hendak mengetuk pintu.
Kembali terngiang lagu campur sari berjudul
Wuyung ciptaan Iswandi yang juga di nyayikan "duh Gusti.... opo meneh ini....?"
almarhum Manthous sang maestro campur sari. ("oh tuhan.... apa lagi ini....?") Tanya hatiku.
Sebuah lagu yang tepat menceritakan tentang lara
hati si kasmaran seperti aku ini. Aku lihat dari celah pintu yang tidak tertutup
sempurna, di dalam sana di atas sofa, Rudi yang
WUYUNG masih mengenakan seragam sekolah sedang
bercumbu penuh nafsu dengan seorang gadis yang
Laraning loro, Ora koyo wong kang nandhang juga masih berseragam sekolah. Entah siapa lawan
wuyung tanding bercumbu Rudi sahabatku itu karena posisi
Mangan ora doyan, Ora jenak dolan neng omah si gadis yang membelakangiku. Terlihat mereka
bingung sudah mahir sekali melakukan prcumbuan itu
karena mungkin mereka sudah terbiasa dan
Mung kudu weruh, woting ati duh kusumo ayu berpengalaman.
Opo ora trenyuh sawangen iki awakku sing kuru
"siapa gadis itu....?" Suara tanya di dalam hatiku
Klopo mudho leganono nggonku nandhang bronto penasaran.
Witing pari dimen mari nggonku loro ati, Aduh
nyowo Aku yang ingin melupakan percumbuanku dengan
Non Ega dirumah, menjadi teringat lagi akan
kejadian indah yang memilukan itu. Kemesraan Mbalung janur atau balung janur, adalah
penuh nafsu mereka semakin menambah perih luka tulangnya janur. Janur adalah daun kelapa,
memar di hatiku. tulangnya janur, dalam bahasa Jawa disebut sada,
atau lidi dalam bahasa Indonesia. Disambungkan
Tak terasa air mata sedih yang dari tadi berusaha dengan kalimat berikutnya, untuk mengungkapkan
aku tahan agar tidak keluar dari mataku, akhirnya kata usada yang artinya obat atau kesembuhan.
keluar juga tak mampu lagi aku tahan. Terasa Ada kedekatan pengucapan kata sada dengan
hatiku yang terluka (apa pantas sebenarnya aku usada. Jadi beberapa tembung sanepa tersebut
terluka) dengan luka yang semakin perih dan tidak bisa masuk dalam terjemahan, karena itu
semakin lebar menganga. hanya penghias sastra untuk memperindah dan
mempertajam rasa bahasa.
"duh Gusti kulo nyuwun pangapuro...." Doaku di Jika diterjemahkan secara bebas, maka kurang
dalam hati. lebih maknanya seperti ini.
==========+++++++++++++============ Sakitnya sakit / tidak seperti orang yang sedang
Note : jatuh cinta / makan terasa tidak enak / bepergian
tidak nyaman, di rumah juga bingung /
Wuyung, judul lagu tersebut, maknanya adalah hanya ingin selalu melihat si tambatan hati / duhai
jatuh cinta. Setelah saya baca lengkap liriknya, bunga yang cantik / apa kamu tidak sedih / lihatlah
ternyata benar, lagu ini menggambarkan suasana badanku yang kurus ini /
hati orang yang tengah jatuh cinta. Inilah lirik legakan perasaanku yang sedang kasmaran / biar
lagu jadul tersebut. sembuh sakit hatiku / aduh jiwaku /
wahai bunga / apakah kamu tidak merasa, atau
Laraning loro / Ora koyo wong kang nandhang memang tega / berilah obat kepada aku yang
wuyung / Mangan ora doyan / Ora jenak dolan sedang kasmaran
neng omah bingung / Laraning Lara, Itulah Wuyung
Mung kudu weruh / woting ati duh kusumo ayu / Sakitnya sakit, tidak ada yang lebih sakit daripada
Opo ora trenyuh / sawangen iki awakku sing kuru / orang yang jatuh cinta. Begitu penggal pertama
Klapa mudho leganono nggonku nandhang bronto/ lagu tersebut. Luar biasa mengharu biru cara
Witing pari dimen mari nggonku loro ati / Aduh mengungkapkannya. Jatuh cinta justru dikatakan
nyowo / sebagai sakit yang paling sakit. Beberapa
Duh duh kusumo / Opo ora kroso opo pancen tego kalangan pujangga menyebutkan jatuh cinta itu
/ Mbok mbalung janur / Paring usodo mring kang adalah derita tanpa akhir. Makan tidak enak, tidur
nandhang wuyung. tidak nyenyak, bepergian tidak nyaman, di rumah
pun bingung.
Agak sulit untuk menterjemahkan ke dalam bahasa ==========+++++++++++++============
Indonesia, karena akan sangat banyak mengurangi
keindahan rasa bahasanya. Ada beberapa kata
yang bahkan tidak bisa diterjemahkan apa adanya
karena berupa tembung sanepa. Misalnya kata
witing pari, klapa mudha, dan mbalung janur.
Harus dicari artinya terlebih dahulu, kemudian
dipahami kaitan dengan kalimat berikutnya. Ini
untuk memperindah bahasa dalam sastra Jawa.
Witing pari adalah pohon padi, dalam bahasa
Jawa disebut damen. Maka disambungkan untuk
mengungkapkan kata dimen, yaitu dimen mari
yang artinya agar sembuh. Ada kedekatan
pengucapan kata damen dengan dimen. Klapa
mudha atau kelapa muda, dalam bahasa Jawa
disebut degan, disambungkan dengan kalimat
berikutnya untuk mengungkapkan leganana, yang
artinya legakanlah. Ada kedekatan pengucapan
kata degan dengan legan dalam kata leganana.
Chapter VI Aku kemudian langsung membelokkan motor yang
31 AGUSTUS ULANG TAHUN KOTA aku kendarai ke sebuah warung yang berada tidak
jauh dari SMU II Trenggalek. Sebuah warung
Kenapa aku menangis, dan kenapa juga aku harus kopi yang terletak persis di depan lapangan sepak
bersedih. Bukankah ini tak ada hubungannya bola kampung dengan pohon jambu rindang di
dengan apa yang menjadi masalahku. Masalahku depannya. Aku memilih warung ini karena aku
adalah dengan Gayatri Ndoro Ayuku, bukan berharap akan menemukan pengalih perhatian
dengan mereka yang sedang mamadu kasih. tentang Non Ega. Mungkin saja salah satu siswi di
Mungkin melihat mereka mengingatkan aku akan sini ada yang sanggup menggetarkan hatiku seperti
momen indah yang berakhir dengan penghinaan Ndoro Ayuku.
yang menyakitkan itu.
"buk... kopi ireng setunggal kaleh rokok surya
Aku tak sanggup lagi menyaksikan hal yang setengah kilo..."
membangkitan ingatan atas kesedihan itu. Selain ("buk... kopi hitam satu sama rokok surya setengah
tak sanggup, aku juga tak ingin mengganggu Rudi kilo...") Pesanku setengah bercanda ke ibuk
dan pasangannya yang sedang mengecap manis pemilik warung.
kuncup kuncup asmara. Segera aku beranjak pergi Yang aku maksud dengan bercandaan rokok
dengan pelan berusaha sesunyi mungkin agar tidak setengah kilo adalah rokok setengah bungkus.
mengganggu mereka. kenapa aku bilang setengah kilo? karena biasanya
Langsung aku kembali meluncur di atas dua roda kalau beli roko setengah bungkus, bungkusnya
menjelajahi kampung dan desa desa untuk menggunakan plastik setengah kiloan kalau pas
menenangkan diri. lagi apes tak kebagian bungkus. Bercandaan seperti
ini sudah biasa di kalangan anak anak muda yang
"keadaane Gayatri piye yho neng ngomah...?" tidak mampu beli rokok sebungkus penuh seperti
("keadaan Gayatri di rumah bagaimana ya...?") aku ini.
Kata hatiku mengkhawatirkan keadaan Gayatri. "oh... enggih mah.... rantosi kedap nggeh....?"
("oh... iya mas... tunggu sebentar ya...?") Jawab si
Walaupun aku berusaha untuk melupakan tentang ibu sambil langsung membikin kopi pesananku.
gadis ayu yang bernama Gayatri, melupakan apa
yang baru saja terjadi di antara kami, tapi hati Tak berapa lama menunggu, akhirnya kopi
kecilku tak bisa aku di bohongi. Hatiku masih pesanankupun datang juga sekalian dengan
mengkhawatirkan keadaanya yang berada di rumah rokoknya. Dan pas juga seperti bercandaanku,
sendirian. rokok setengah bungkus pesananku menggunakan
bungkus plastik setengah kiloan.
Merasa lelah setelah sekian lama beredar tak jelas "kopine mas...."
rimbanya di atas dua roda motor F 1 ZR full cluth, "trus niki roko'e setengah kilo...."
aku menghentikan sejenak motorku di pinggir jalan. ("terus ini rokoknya setengah kilo...") Kata si ibu
Sebentar aku raba kantong kantong celanaku. Aku warung dengan bercanda.
ingat kemarin aku menaruh selembar uang sepuluh
ribuan pemberian Ndoro Putri di sana. Dan benar Segera aku menyeruput kopi hitam manis yang
saja, akhirnya uang yang sudah lusuh sampai masih panas itu sambil menikmati sebatang rokok.
kriting itu aku temukan di saku celana depan Pandanganku melayang menyapu ke sekeliling,
sebelah kanan. melihat sekolahan di depan sana yang masih sibuk
dengan proses belajar mengajar.
Setelah menemukan apa yang aku cari, aku
kemudian melanjutkan lagi perjalanan galauku. Saat sedang asik menikmati kopi dan rokok, tiba
Tapi perjalananku kali ini ada maksud arah dan tiba ada suara yang memanggilku.
tujuannya. Aku mencari sebuah warung untuk
sekedar jajan dan duduk duduk santai "hoey.... Di.... lagi ngopo kwe neng kene...?"
menenangkan fikiran. Setelah lelah berputar putar, ("hoey.... Di.... lagi ngapain kamu di sini...?")
akhirnya aku menemukan sebuah warung yang aku Suara yang menegurku itu.
rasa pas sesuai dengan kriteriaku untuk
menenangkan diri. Langsung pandanganku mencari arah suara itu.
Betapa terkejutnya aku setelah mengetahui kalau Setelah itu kami berbincang bincang ngalor ngidul
yang memanggilku itu adalah Rudi sahabatku. Dan sambil ngopi ngopi. Hampir satu jam kami
yang paling mengejutkanku adalah cewek yang nongkrong di warung dekat SMU II Trenggalek itu.
sedang berada di boncengan motor Suzuki Satri R Canda tawa dan guyonan antara aku dan Rudi
kelir teleonica miliknya. Cewek yang bergelayut sedikit banyak bisa sedikit mengurangi kegelisahan
memeluk mesra dari boncengan motornya itu hatiku. Sejenak aku bisa melupakan tentang Non
adalah Siti. Siti teman Sri anggota trio macan yang Ega, tentang apa yang telah terjadi di antara kami.
selalu menggodaku.
"Rud... kok kamu sama Siti di sini sih...?"
"mesra banget Siti ama Rudi...?" "kalian bolos ya...?" Selidikku.
"apa mungkin mereka pacaran... mulai kapan...?"
"berarti cewek yang tadi bercumbu dengan Rudi itu "hehehe.... biasalah Di... kenakalan remaja..."
Siti...." Tanya hatiku penasaran. Jawab Rudi enteng sambil menyeruput kopinya.

Karena setauku tak ada sinyal sinyal khusus antara "hush... kamu ngomong apa sih ah..." Timpal Siti
Rudi dan Siti. Di sekolah mereka bersikap biasa sambil mencubit mesra lengan Rudi.
saja, dan Rudi juga tak pernah bercerita atau curhat
kepadaku tentang Siti. Padahal sebagai sahabat "aaow... sakit tau sayang...." Protes Rudi dengan
karib, segala hal selalu kami curhatkan. Sudah tak gaya tengil sok romantis.
ada lagi rahasia dibantara kami berdua. Bahkan
selama ini Siti paling gencar menggodaku. Menerima panggilan sayang dari Rudi di
hadapanku, Siti kelihatan tidak begitu nyaman dan
"hoey Rud... ngopi kene loh...." semakin tersipu malu dengan panggilan itu. Siti
("hoey Rud... ngopi sini loh....") Jawabku sambil berusaha mengalihkan perhatiannya dengan
menawarinya kopi. mengambil jajanan yang di pajang di warung itu.
Rudi kemudian membelokkan motornya ke
halaman warung dan segera menyusulku yang Di antara aku dan Rudi yang bercanda dengan
sedang duduk santai menikmati segelas kopi dan bebasnya, Siti kelihatan tidak nyaman berada
sebatang rokok di balai bambu di bawah pohon bersama kami. Mungkin Siti sedikit risih atau
jambu yang rindang. Terlihat sipu malu di wajah mungkin juga malu karena dia yang selama ini
manis Siti yang mengikuti Rudi dari belakang selalu aktif menggodaku malah sekarang bersama
menghampiriku. Rudi sahabatku.
Rudi yang tau persis semua cerita tentang diriku,
"ngapain kamu di sini Di...?" seakan faham dengan ketidak nyamanan Siti. Dia
"kemana aja kamu dua hari gak sekolah...?" Tanya kemudian pamit untuk mengantarkan siti pulang.
Rudi begitu duduk di sampingku sambil Mungkin dia tidak ingin menempatkan Siti berlama
mengambil sebatang rokokku. lama di situasi yang mungkin tidak nyaman untuk
"yaaah... biasalah Rud..." Siti ini.
"si Ndoro Ayu lagi rewel...." Jawabku lemas.
"Di... aku caw dulu ya...."
"emang ngapain lagi itu si Ndoro Ayumu itu...?" "mo nganterin pacar baru pulang...." Pamit Rudi
"kamu pacarin aja sekalian itu Ndoro Ayumu biar cengengesan.
gak rewel lagi..." Tanya dan canda Rudi dengan
mimik penasaran "iiiih....." Timpal siti lagi sambil kembali mencubit
lengan rudi, bahkan cubitan Siti kali ini kelihatan
"haiyaah... gak usah di bahas lagi lah Rud...." serius dan lebih keras lagi.
"kayak yang gak tau Gayatri aja kamu..."
"sampai lupa kan aku belum nyapa Siti..." Menerima cubitan dari gadis manis yang bernama
"kamu sih nanyain Ega terus..." lengkap Siti Masitoh kembang desa dari desa
"hai Siti....." Jawabku mencoba mengalihkan Gembleb yang katanya pacar baru itu, Rudi hanya
pembicaraan dengan menyapa siti. meringis sambil bersenyum tengil.
"hai juga pardi..." Jawab Siti dengan bias sipu di "yo wis.... ngati ati, gak usah mampir mampir..."
wajahnya. Jawabku sok menasehati.
Sepeninggal Rudi dan Siti aku kembali sendiri "ayuuk... lets go...." Jawabku penuh semangat.
nongkrong di warung ini. Merasa sudah bosan aku
kemudian membayar kopi, rokok, dan jajanan yang "sek sek sek sek.... aku gak salah denger ini...?"
di ambil Siti tadi. Untung saja uang yang aku bawa "serius kamu Di...?" Tanya Rudi yang heran
cukup untuk membayar itu semua. Setelah itu aku dengan jawabanku kali ini yang menerima
langsung membetot stang gas motor yang aku ajakannya ke kantin.
bawa itu, dan sekarqng tujuanku adalah pulang
kerumah. "haaisyaah.... ayuk ah...." Balasku sambil menarik
tangan Rudi keluar dari kelas.
Hatiku sudah sedikit tenang dengan sedikit hiburan
dari Rudi dan Siti yang ternyata mereka sudah Sesampainya di kantin sekolah yang sudah ramai,
berpacaran itu. Walaupun aku merasa ada sesuatu semua tatap mata mengarah kepadaku. Mungkin
yang janggal karena proses yang sedemikian mereka heran dengan keberadaanku di kantin.
cepatnya, tapi aku turut berbahagia karena sahabat Keberadaanku di sini memang terlihat langka bagi
karibku akhirnya menemukan tambatan hatinya. mereka mereka.
"wheit... ada Denmas Pardi rupanya...?"
Sesampainya di rumah aku langsung kembali "minggir minggir... kasih Denmas Perdi jalan...."
menyibukkan diri dengan tugas tugas rutinku setiap Canda Bambang si anak IPA II.
hari di rumah. Pekerjaan rutinku yang sudah cukup
terbengkalai selama dua hari ini. Selama di rumah, "Monggo kanjeng... silahkan duduk...."
aku berusaha menghindari Non Ega, dan "Kanjeng Mas Pardi mau pesan apa...?" Tambah
untungnya juga Non Ega sepertinya juga bersikap Jayeng teman sekelas Bambang sambil menggeser
sama sepertiku. Non Ega lebih banyak mengurung duduknya.
diri di kamarnya. Ada yang sedikit menggelitik dari anak IPA II
Aku rasa ini lebih baik, karena memang seperti yang bernama Jayeng ini. Entah apa yang ada di
inilah kami biasanya. Dari pada kami kelihatan dalam fikiran kedua orangtua anak tengil berambut
mesra yang malah akan membuat curiga Ndoro kriwil ini dulu saat memberinya nama. Jayeng
Kakung dan Ndoro Putri begitu mereka pulang Hardika Chounthoul Prakoso nama lengkap anak
nanti. ini. Chounthoul yang menjadi nama tengahnya
inilah yang sering menjadi ledekan dan bahan
Tak terasa kejadian waktu itu sudah lewat hampir guyonan anak anak sesekolahan. Yang lebih lucu
sebulan lamanya. Sampai saat inipun tak ada lagi kalau guru perempuan yang mengucapkan
seorangpun yang tau tentang kejadian waktu itu, namanya, pasti langsung meledak gelak tawa seisi
tidak juga Rudi sahabat karibku yang selama ini kelas.
menjadi tempatku mencurahkan uneg uneg. Sikap Walaupun aku jarang keluar kelas dan bergaul, tapi
Non Egapun juga kembali seperti sedia kala yang aku cukup terkenal juga di sekolah ini. Aku tenar
selalu judes dan sering marah marah kepadaku. karena kepandaian dan prestasiku, bukan tenar
karena kesombongan dan kecongkakan seperti Non
Tapi sekarang aku agak sedikit berani membantah Ega.
dan melawan Non Ega. Aku sudah bosan di
perlakukan seperti binatang oleh gadis cantik yang Saat aku sedang di bercandai anak anak, tiba tiba
sebenarnya aku cintai itu. datang Ana yang selama ini menyimpan rasa
kepadaku dan menghampiriku.
Di suatu siang di jam istirahat sekolah, aku yang
biasanya selalu mengurung diri di kelas dan "eh ada mas Pardi toh...."
menyibukkan diri dengan membuka buka buku "tumben ke kantin Di..." Tanya Ana sambil
pelajaran mulai membuka diri. Hari ini untuk mengambil duduk di sampingku.
pertama kalinya aku mau menerima ajakan Rudi
untuk nongkrong dan jajan di kantin. Seolah memberi kesempatan kami untuk berduaan,
Bambang dan si Chounthoul cs yang tadinya duduk
"ke kantin Di yuk...?" Ajak rudi seperti biasanya. di sekitar kami kemudian beranjak pergi satu
Rudi memang tak pernah bosan bosan mengajakku persatu. Bahkan Rudi yang tadi sedang memesan
ke kantin walau aku selalu menolaknya. minumanpun juga pergi meninggalkan aku dan
Ana setelah meletakkan pesananku. Sekarang 31 Agustus
hanya tinggal ada aku dan Ana di kursi panjang Hari ini tanggal 31 Agustus yang merupakan hari
kantin yang seharusnya muat untuk empat orang jadi Kota Tenggalek Berteman Hati. (Berteman
itu. Hati = bersih tertib aman sehat dan indah.) Seperti
tahun tahun sebelumnya setiap tanggal 31 Agustus
"hehehe... iya ni An... bosen di kelas terus...." atau malam 1 September, Pendopo kabupaten
Jawabku. selalu mengadakan pagelaran wayang kulit
"naah gitu dong... sekali kali gaul kan gak apa apa semalam suntuk. Dan seperti tahun tahun
toh... " Balas Ana sambil menyunggingkan senyum sebelumnya juga, segenap keluarga besar
di bibir manisnya. Noyolesono selalu menjadi tamu kehormatan,
termasuk juga Noro Kakung sekeluarga dan tak
Seketika langsung terjalin obrolan yang hangat terkecuali juga aku yang selalu beliau ajak kesana.
antara aku dan Ana. Gaya bicaranya, nadanya,
gestur tubuhnya, senyum manisnya, semua yang Jam setengah delapan malam selepas isya', semua
ada padaya adalah kebalikan dari Non Ega. orang tremasuk aku sudah berpakaian rapi siap
Sungguh sosok dan karakter yang saling bertolak berangkat memenuhi undangan ke kabupaten. Non
belakang walaupun sama sama terbalut dalam Ega yang biasanya selalu paling sibuk berdandan
indahnya paras cantik yang sebanding. ini itu, tapi tumben malam ini sepertinya dia tidak
bersemangat. Di sat semuanya sudah berdandan
Bersamanya aku merasa di hargai sebagai manusia. rapi, Non Ega malah masih asik dengan pakaian
Di sampingnya aku merasa menemukan syurga. santainya.
Dan berbincang dengannya aku bagaikan
mendengarkan alunan gending jawa yang syahdu "Ega... ayo to ndok.... ayo gek ndang dandan ndok
merdu merasuk kejiwa. ayu..."
("Ega... ayo nak... ayo cepat dandan anak cantik...")
Mungkin inilah saatnya aku membuka mata. Perintah Ndoro Kakung yang sudah berdandan rapi
Mungkin sekaranglah waktunya aku mengenal kepada Non Ega yang masih dengan pakaian
asmara. Sudah saatnya aku melupakan Non Ega. santainya.
Aku harus bisa lepas dari bayang bayang mata sayu
dan senyum iblisnya. Akan ku anggap apa yang "ayo Ga.... cepet...."
sekejap pernah tergurat antara aku dan dia "wis selak kewengen ki loh ndok..."
hanyalah mimpi semata. Dan sekarang saatnya aku ("sudah keburu kemalaman ini loh nak...") Imbuh
membuka mata dan kembali ke dunia nyata. Ndorl Putri ibunya.

"iya... akan kutambatkan hatiku padanya...." "nggak ah...Ega nggak ikut...."


"akan aku renda indah asmara bersamanya...." Kata "ngapain repot repot nonton yang begituan...."
hatiku mulai berjanji. "mendingan Ega bobok manis di rumah...." Balas
Non Ega ketus.
Semenjak awal kisah yang dimulai di kantin itu,
dari hari ke hari kedekatanku dengan Ana semakin Setelah tidak mempan di bujuk rayu sedemikian
intens. Akupun sudah tak takut lagi dengan Non rupa, akhirnya Ndoro Kakung menyerah dengan
Ega yang selalu mencak mencak setiap kali kekerasan hati anak gadis semata ayangnya ini.
menemui aku sedang berduaan dengan Ana. Aku
sudah tak perduli dengan itu semua. "yo wis lah buk..."
Aku juga manusia biasa yang punya hati dan jiwa. ("ya sudah lah buk....")
Aku juga butuh bahagia sama seperti umumnya "yen ngono aku tak budal karo Pardi wae..."
manusia. Aku juga butuh cinta. ("kalau begitu aku tak berangkat dengan Pardi
saja....")
Walaupun aku semakin dekat dengan Ana, tapi aku "ibuk neng ngomah wae ngancani Gayatri..."
belum mengutarakan keinginanku untuk ("ibuk di rumah saja nemenin Gayatri....")
mempersuntingnya menjadi kekasihku. Aku belum
menemukan momen yang tepat untuk itu, momen "yo wis yen ngono pak..."
yang pas untuk mengutarakan isi hati. ("ya udah kalau begitu pak...")
"lagian ibuk yo kesel banget kok pakne...." Selain Kanjeng Eyang Kakung beserta istri,
("lagi pula ibuk juga capek banget kok pak....") ternyata di sana juga sudah ada Raden Haryo
"yo wis... ibuk titip salam wae nggo pak Bupati Sentanu atau yang biasa aku panggil Ndoro Pakde,
sekalian...." kakak Ndoro Kakung beserta anak istrinya.
("ya udah.... ibuk titip salam aja buat pak Bupati
beserta istri....") Segera aku menjabat dan mencium tangan para
sesembahanku itu.
"yo wis yen ngono.... bapak budal disek yo buk...."
("ya udah kalau begitu.... bapak berangkat dulu ya "eh Pardi... makin ganteng aja kamu...?"
buk...") "Ega nya mana Di...?" Sapa ramah Raden Ajeng
Nora anak gadis Ndoro Pakde saat aku mendekat
"iyo pak.... ngati ati....." dan hendak menjabat tangannya.
("iya pak.... hati hati....")
"eh mbak Nora... Eganya nggak ikut mbak..."
Akhirnya dari keluarga Raden Mas Haryo Seto ini Jawabku sopan sambil menjabat tangannya.
hanya beliau dan aku saja yang memenuhi
undangan itu. Raden Ajeng Eleonora Noyolesono nama
lengkap beserta gelar kebangsawanan anak gadis
Segera setelah berpamitan, kami langsung menuju Ndoro Pakde yang biasa aku panggil mbak Nora
ke pendopo kabupaten mengendarai mobil ini. Gadis cantik bermata biru ini tak kalah
Mercedes-Benz 300Sc Cabriolet tahun 1957 cantiknya dengan Non Ega. Tabiat dan tindak
klasik kebanggaan ndoro kakung. Mobil yang tanduknya juga berbanding terbalik dengan Non
mungkin hanya Ndoro Kakung satu satunya orang Ega. Mbak Nora yang juga seumuranku itu lebih
Indonesia yang memilikinya. Tak berapa lama suka aku panggil Mbak dari pada Ndoro ataupun
kamipun akhirnya sampai di pendopo kabupaten Non. Gaya dan cara berfikirnya yang lebih ke arah
yang ternyata sudah ramai itu. liberalis itu mungkin karena pengaruh dan didikan
dari Mamanya yang asli Belanda itu.
Acara pagelaran wayang kulit ini dari tahun ke
tahun tak pernah sepi pengunjung. Bahkan dari Istri Ndoro Pakde yang bernama asli Hanastasia
siang rombongan penonton dari daerah Ndongko, Van Dijk asli orang belanda. Tante Hana biasa aku
Panggul, Munjungan sampai Bendungan sudah memanggilnya karena beliau juga tidak suka
menggelar tikar menandai lapak mereka. Maklum dengan panggilan Ndoro sama seperti Mbak Nora
saja kalau mereka sudah berjubel dari siang anaknya. Tanye Hana orangnya baik dan ramah,
harinya. Selain karena lokasi tempat tinggal tidak seperti Ndor Pitri yang judesnya minta
mereka yang jauh berada di daerah pegunungan ampun.
dan bertujuan mencari lapak agar kebagian tempat
terdepan, di karenakan juga karena adanya bazar Setelah berbasa basi sejanak dan beberapa
atau masyarakat di sini biasa menyebutnya exposisi sambutan dari Kanjeng Eyang, Bapak Bupati dan
di alun alun kota. Jadi mereka bisa sejenak jalan para orang terhormat di kabupaten ini, akhirnya
jalan atau berbelanja barang murah sambil pagelaran wayang kulitpun di mulai dengan di
menikmati keramaian kota yang langka. dahului pemotongan tumpeng.

Sesampainya di pendopo, kami (Ndoro Kakung Pagelaran wayang kulit tahun ini mengambil lakon
lebih tepatnya) langsung di sambut hangat oleh Semar mbangun Khayangan. Pegelaran wayang
segenap perangkat pemerintahan kabupaten, kulit dengan lakon Semar mbangun Khayangan
muspida dan seluruh para tamu undangan. ini seakan merupakan "lakon wajib" bagi dalang
Ternyata di sana juga sudah datang Kanjeng untuk membawakannnya. Disamping menarik,
Raden Suroso Noyolesono atau yang biasa aku lakon ini memberikan pesan moral yang gampang
panggil Kanjeng Eyang Kakung ayah Ndoro dimengerti kendati mengandung nilai-nilai filosofis
kakung beserta istrinya Nyai Darsih yang biasa khas kejawen. Hampir semua dalang pernah
juga aku panggil Kanjeng Eyang Putri ibunda membawakan cerita ini dengan versi dan
Ndoro Kakung. kreativitas masing-masing, tak terkecuali Ki H
Anom Suroto yang menjadi dalang di pagelaran
kali ini. Oleh karena itu lakon ini banyak dikenal Ana langsung menarik tanganku melintasi
dan merupakan lakon favorit masyarakat pecinta kerumunan penonton menuju ke rumahnya. Rumah
wayang kulit. Ana yang berada di kawasan elit Desa Ngantru itu
memang tak jauh dari alun alun. setelah kira kira
Aku yang juga duduk di antara keluarga besar lima belas menit berjalan kaki, akhirnya kami
Noyolesono itu tiba tiba di kagetkan dengan sampai di sebuah rumah mewah dua lantai rumah
sebuah colekan dari arah belakang. Ternyata yang Ana.
mencolekku itu adalah Triana, gadis cantik teman Suasana sangat sepi di dalam dan di sekitar rumah
sekolahku yang akan aku dapuk untuk menjadi Ana, karena semua orang sedang berada di alun
tambatan hatiku. alun menyaksikan pagelaran wayang kulit.
Langsung kami masuk ke halaman rumah itu dan
Triana Subur Lestari pasti datang kesini bersama duduk duduk santai di teras depan rumah.
dengan kedua orangtua dan seluruh keluarganya.
Ayah Ana juga termasuk orang penting di Sebentar Ana kemudian masuk kedalam rumahnya.
kabupaten ini, karena ayah Ana yang bernama Saat keluar lagi dia sudah membawa dua gelas
Bambang Sangaji itu pernah juga menjabat minuman dingin dan sebungkus rokok gudang
sebagai Bupati beberapa periode yang silam. garam surya lengkap dengan koreknya.

"sssst.... jalan jalan yuk Di....?" Ajak Ana sambil "minum dulu Di...." Tawar Ana sambil meletakkan
memberi isyarat jari di bibir agar jangan berisik. gelas dan sebungkus rokok yang di bawanya itu di
antara kami.
"yo wis.... tunggu di depan ya..."
"aku tak pamitan dulu...."Jawabku menerima Sejenak aku terhenyak. Aku tiba tiba teringat
ajakannya. denga Non Ega yang beberapa waktu lalu juga
pernah membawakan segalas minuman untukku
Kemudian Ana langsung pergi menuju tempat yang persis seperti saat ini.
aku janjikan, sementara aku berpamitan dulu
kepada Ndoro Kakung. ku kuatkan hati untuk bisa melupakan dan
menghapus kenangan itu hati dan fikiranku. Aku
"nyuwun sewu Ndoro...." yakinkan hatiku bahwa kenangan indah itu hanya
"kulo pamit bade jalan jalan sekedap...." mimpi. Sekarang dan nyataku adalah Triana yang
("saya pamit mau jalan jalan sebentar...") Pamitku sedang berada di sampingku ini. Mungkin
kepada Ndoro kakung yang sedang serius sekaranglah saat yang tepat untuk
menikmati pegelaran. mempersuntingnya menjadi kekasihku.

"yo wis.... ngati ati...." Jawab Ndoro Kakung "ini rokok buat siapa An...?" Tanyaku sambil
sambil tatapan matanya masih tertuju serius di mengambil sebatang rokok itu dan langsung
pagelaran. menyalakannya.

Segera setelah mendapat ijin dari Ndoro Kakung "ya buat kamu lah... masa buat aku...."
aku langsung menemui Ana yang sudah "punya ayah itu Di.. tadi ketinggalan di meja...."
menungguku di depan. Setelah bersusah payah Jawab Ana sembari meminum minumannya
melewati kerumunan penonton yang ramai penuh dengan gaya yang anggun.
sesak, akhirnya aku sampai juga di tempat Ana
menungguku. Sejenak aku bermain dengan kepulan asap yang
mengandung racun nikotin itu. Aku berusaha untuk
"mau kemana kita An..." Tanyaku sesampainya menenangkan dan mempersiapkan diri untuk
menemui Ana. mengatakan cinta.

"ke rumah aku aja yuk....?" Ikrar cinta yang walaupun sebenarnya hanya
"males di sini rame banget...." Ajak Ana. pelarian ini cukup membuat hatiku berdebar debar.
Beberapa kali kalimat yang telah aku rancang rapi
Tanpa menunggu konfirmasi dariku terlebih dahulu, di otakku tang sanggup keluar dari mulutku. Kata
kata itu sepertinya tercekat terhenti di Sejurus kemudian tatapan mata kami kembali
tengorokannku tak sanggup meluncur keluar. beradu. Terlihat jelas di tatapan matanya gurat
Mungkin aku masih hijau tentang masalah ini tatap sayu penuh makna dan cinta. Sejenak juga
karena ini adalah pengalaman pertamaku terbersit dosa di dalam hatiku. Akankah aku tega
menyatakan cinta. mempermainkan perasaan hati gadis yang
sepertinya memang benar benar mencintaiku ini.
Ku tarik satu helaan nafas panjang dan dalam. Ku Pergolakan antara grogi dan rasa bersalah ini
kumpulkan segenap keberanian dan kekuatan semakin menempatkanku di sudut tergelap
mentalku untuk menghadapinsaat saat yang bimbangku.
ternyata sangat menyiksa ini.
"niat ku bukan untuk mempermainkan...."
"An....." Kataku yang tercekat. "walau benar hanya untuk pelarian, tapi aku
berjanji akan setia menjaganya sampai ujung
"eemh... iya Di... ada apa...?" Jawab Ana manis waktuku..." Kata hatiku berjanji.
sambil masih menempelkan ujung gelas yang di
pegangnya di ujung bibir tipisnya. "An...." Kataku sekali lagi terpotong sambil
mematikan puntung rokokku.
Sejanak tatapan mata kami beradu penuh arti.
Seperti terjalin komunikasi di tatapan mata ini Perkataanku kali ini terpotong bukan karena
yang sudah cukup bisa mewakili isi hati yang gagal tercekat di tenggorokanku. kata kataku ini
terucapkan. terpotong karena tiba iba saja Ana menarik
lenganku masuk kedalam rumahnya.
"kamu mau ngomong apa Di...?" Tanya Ana lagi Aku terbengong tak mengerti dan hanya menuruti
dengan masih dalam pose manisnya. tarikannya.

Sejenak tak aku jawab tanya itu. Aku pandangi Lewat ruang tamu, ruang keluarga dan Ana masih
lekat sesosok gadis cantik yang akan aku dapuk menarik lenganku naik ke lantai dua dan masuk
menjadi kekasihku itu. Seorang gadis ayu nan kekamarnya. Sesampainya di kamarnya yang
anggun dalam balutan kardigan hitam dengan rok berukuran sedang dengan dekorasi serba hello kitty
lebar selutut yang sedikit memamerkan betis itu, Ana langsung mendorong tubuhku jatuh ke atas
mbunting padinya yang putih halus mulus. Rambut ranjangnya yang juga berseprei hello kitty.
panjangnya yang di kepang dua kuncir kuda
semakin mempertegas ke keyuannya. Begitu tubuhku jatuh terlentang di atas ranjang,
Ana langsung menjatuhkan tubuh mungilnya
"heeh... kok malah bengong sih..." Katanya lagi menindihku dan langsung melumatkan bibirnya.
sambil menyenggol pundakku. Aku hanya bisa terbengong seakan tak percaya
dengan apa yang aku alami. Aku tak menyangka
"mmmmm.... aku mau ngomong sesuatu...." Triana akan seagresif ini.
Kataku yang kembali tercekat di tenggorokan tak
sanggup selesai. Sejenak Ana menghentikan ciumannya di bibirku.
Seketika detak jantungku semakin memburu, Matanya indah menatap mataku dengan lekatnya
semakin berdetak dengan kencang. dengan tubuhnya yang masih menindihku.

Ana menunggu dengan sabar walaupun juga "iya Di.... Ana mau....."
terlihat jelas raut grogi di paras cantiknya yang "Ana mau jadi pacar kamu Di...."
sudah tak sanggup lagi dia sembunyikan. "Ana mau banget...." Jawab Ana atas pertanyaan
yang belum sempat meluncur dari bibirku.
Kembali kami terjebak dalam diam. Ana yang
sepertinya sudah bisa menebak apa yang akan aku "mmmmh....." Suara jawabku yang tertahan
sampaikan itu menundukkan wajah berusaha sumpalan bibirnya.
menyembunyikan wajah cantiknya yang tersipu
merona. Jemarinya salah tingkah dengan Belum sempat aku menjawab itu, Ana sudah
memainkan ujung kain rok yang di pakainya. melancarkan lagi pagutannya di bibirku.
Sebuah pagutan liar yang tak pernah aku sangka kemaluannya yang sudah mulai basah nafsu itu.
bisa datang dari gadis seanggun Triana. Tangan kananku yang tadinya membelai rambut
kepang juga mulai nakal turun ke punggungnya.
Pagutanya mengecapi setiap inci bibirku, bahkan
lidahnya mulai nakal menyeruak masuk ke dalam Ana yang ternyata agresif itu juga tak mau
rongga mulutku yang sedikit terbuka. Lidah itu ketinggalan. Tangannya mulai nakal menjelajahi
bermain menjilat dan melilit lidahku yang masih setiap inci tubuhku. bahkan tangan kanannya juga
terdiam terkejut belum merespon. mulai nakal menyelusup masuk ke dalam celanaku.
Jemari lentik Ana mulai nakal bermain di batang
Walupun masih setengah tak percaya dengan ini, kemaluanku. Jempol jarinya juga mempermainkan
perlahan aku juga mulai mengimbangi cumbuan kepala kemaluanku.
Ana. Akupun mulai membalas pagutan liarnya dan
turut juga memainkan lidahku membalas lilitan dan Suasana semakin memanas saat Ana tiba tiba
kecapan lidahnya. Sejenak kami bercumbu melepaskan dekapan dan pagutannya. Ana
berpagutan saling mengecap dan melilitkan lidah kemudian jongkok di depan selangkanganku dan
bertukaran ludah dengan penuh nafsu. membuka kancing celanaku. Di pelorotkannya
celana ku itu sekalian celana dalam doreng yang
"eeeemh..... cuup....cuup..." Suara desahan kami aku pakai sampai lepas.
beriringan dengan suara pagutan.
Seketika itu juga batang kemaluanku yang dari tadi
Tanganku yang tadinya pasif juga sudah mulai ikut tersiksa di dalam penjara celana langsung meloncat
aktif beraksi menyempurnakan percumbuan ini. merdeka. Melihat kemaluanku yang tegang dengan
Aku peluk tubuh mungilnya yang menindihku itu gagahnya itu, Ana tersenyum tersipu
dengan erat. Satu tanganku membelai kepalanya memandangku.
yang berambut kepang itu lembut tapi penuh
dengan nafsu. "hiii seyeeeem...." Canda Ana yang masih sempat
sempatnya di situasi seperti ini.
Di saat mulut kami sibuk saling berpagutan, tubuh
kami berdua juga sibuk menggeliat saling "kok celanaku kamu buka sih An..."
bergesekan. Adik kecilku yang masih berada di "malu tau...." Kataku sambil tanganku berusaha
dalam celana jeans yang aku kenakan juga sudah menutupi kemaluanku.
bangkit dari tidur panjangnya. Si adik kecil itu
menggeliat karena merasa tersiksa terpenjara di Usahaku menutupi kemaluanku itu hanyalah sia sia
dalam sana. belaka karena tanganku tak kan mampu
menyembunyikan batang auratku yang sudah
Tanganku yang tadinya hanya memeluk dan membesar tegak mengeras itu.
mengusap sekarang mulai semakin berani
menjelajahi melecehkan auratnya. Tangan kiri "hehehehehe...." Jawab Ana dengan sunggingan
yang tadinya hanya memeluk tubuh mungil Ana senyum misterius.
dengan erat itu kini mulai menjalar nakal turun ke
bokongnya. Ana kemudian tiba tiba saja berdiri dan mulai
melolosi pakaian yang di kenakannya satu persatu.
Tanpa perlu aku menunggu persetujuan dari Ana, Dimulai dari kardigan hitam yang dekenakannya,
Aku menyingkapkan roknya naik sampai ke batas disusul dengan tank top putih yang berada di
pinggangnya. Tak cukup sampai di situ saja, baliknya. Seketika aku bisa melihat dengan jelas
jemariku juga mulai semakin tidak sopan dengan gundukan payudaranya yang berukuran sedang nan
menggesek gesek selangkangannya tepat di montok di dadanya yang masih tertutup dengan Bh
gundukan daging kemaluannya yang masih putih motif polkadot.
tertutup celana dalam.
Payudara yang sebenarnya tidak terlalu besar itu
Tubuh Ana semakin menggeliat dan erangan serta seakan hendak meloncat keluar dari kungkungan
desahananya juga semakin keras penuh birahi saat Bh kecil yang menyangganya. Tak cukup sampai
jemariku nakal menggesek gesek belahan bibir di situ saja, Anapun kemudian juga meloloskan Bh
itu sehingga sekarang payudara itu tersaji nyata di saja. Ana tak mengindahkan cegahanku dan malah
depan mataku. makin membenamkan batang kejantananku lebih
dalam lagi merangsek menusuk ke dalam rongga
Aksi gila Ana juga tak cukup sampai di situ saja, kemaluannya.
Ana bahkan juga meloloskan rok dan celana dalam
yang di kenakannnya sehingga dia sekarang Terasa hangat dan nikmat rasanya batang
telanjang bulat berdiri di hadapanku. kemaluanku berada di dalam sana. Sebuah rasa
Aku yang masih belum percaya sepenuhnya bahwa nikmat yang belum pernah aku rasakan
gadis kalem sejenis Triana ini bisa berbuat hal sebelumnya dan tiada banding di dunia.
segila ini hanya bisa terbelalak memandangi tubuh
telanjang itu. Di kelopak mataku tersaji sesosok Setelah batang kejantananku masuk sempurna
tubuh wanita sempurna dengan kulit putih yang tertelan bibir kemaluannya, Ana langsung
halus dan mulus tanpa cacat sedikitpun. Sepasang menggoyangkan pinggulnya maju mundur
payudara yang menggantung indah di dadanya mengocok kejantananku di lubang kemaluannya.
semakin memperelok tubuh dengan pinggang
ramping sempurna itu. "eeeemmh.... oooh....."
"eeeehhh.... aku milikmu Di...."
Dari segala kesempurnaan tubub Ana itu, "i love you sayang.... eeeh...." Lengguhan dan
selangkangannya lah yang sebenarnya menjadi desahan Ana yang mulai tak terkendali.
pusat perhatianku. Gundukan daging dengan
belahan di tengahnya yang di rimbuni bulu bulu "aaaah... kenapa.... eeemmmh..."
halus di sekelilingnya itu yang membuat nafsuku "kenapa harus begini An... oooh...."
semakin menggebu dan membuat kemaluanku
yang sudah keras tegak berdiri semakin berdiri "sssst.... Ana sayang kamu Di..."
lebih keras lagi.
"clop...clop...clop...clop..." Suara batang
Sekali lagi tanpa minta persetujuan dariku, ana kejantananku keluar masuk di lubang kemaluan
langsung menjatuhkan tubuhnya menindihku Ana yang basah.
kembali dan langsung kembali juga melumat
bibirku. Sejenak kembali kami larut dalam pagutan Ana yang berada di atasku itu semakin liar
yang semakin membakar birahi ini. Tubuh dan menggoyangkan pinggulnya mengocok batang
pinggul Ana juga bergerak naik turun kejantananku. Aku yang baru pertama berbuat
menggesekkan batang kemaluanku di belahan bibir seperti ini merasa kewalahan dan tak sanggup lagi
kemaluannya yang sudah basah itu. mengombangi keliaran Triana.

Dan lagi lagi tanpa meminta persetujuan dariku, Triana mahir sekali menggoyangkan pinggulnya
Ana mengarahkan kejantananku ke bibir geal geol mengocok batang kejantananku. Otot otot
kemaluannya dan langsung menekannya masuk di dalam dinding kemaluannya juga turut berkedut
kedalam lubang kemaluanya itu. mencengkeram meremas remas batangku yang
sedang keluar masuk di sana.
"sssleeb....." "An... Ana.... oooh..."
"stop dulu An.... aaaaih...." Kataku berusaha
"eeeemmmh....." Lengguhannya seiring sodokan mencegah aksi Ana yang semakin menggila.
kejantananku.
Tapi usahaku itu terlambat sudah. Baru sekitar
Dalam satu tusukan itu akhirnya tamat sudah sepuluh menit batang kejantananku beraksi keluar
riwayat keperawananku. masuk lubang kemaluan Ana, aku sudah merasa
tak mampu lagi menahan dorongan nikmat yang
"oooh... An... An... Ana....." menggumpal di ujung kemaluanku itu. Sepersekian
"An... ttu.... ttunggu dulu...." Usahaku mencegah saat pinggulku terangkat dan bergetar seiring
perbuatan Ana. dengan tumpahnya benih benih cintaku di dalam
rongga kemaluan Ana yang mungkin juga langsung
Usahaku yang hanya setengah setengah itu sia sia membuahi indung telurnya.
"creet...creet...creet...creet...." jadi kota Trenggalek aku mendapatkan tambatan
hatiku. Hari ini tanggal 31 Agustus bertepatan
"Aaan..... oooooh......" Erangan pelepasan dengan hari jadi kota Trenggalek aku kehilangan
kenikmatanku. keperjakaanku. Hari ini tanggal 31 Agustus aku
berjanji akan selalu setia dan menjaga Triana
Tanganku mencengkeram dan memeluk tubuh sampai di akhir penghujung waktuku.
mungil Ana semakin erat seiring serbuan
kenikmatan itu. Setelah badai itu berlalu tububku Setelah pulih dari rongrongan deru kenikmatan
serasa lemah tak berdaya. tulang belulangku serasa yang tak terkira, kami berdua buru buru berpakaian
lumpuh tanpa persendian. lagi dan segera meninggalkan ruman ini sebelum
ada yang memergoki kami. sepanjang perjalanan
Triana sepertinya tidak memperdulikan aku yang kembali ke pendopo alun alun, Ana menggelayut
sudah lemah tak berdaya ini. Dia malah semakin dengan mesra di lenganku. Malam ini Ana telah
menggoyangkan pinggulnya dengan liar penuh syah menjadi kekasihku dan dia berhak untuk
nafsu. bertingkah semanja ini.
Hari ini tanggal 31 agustus bertepatan dengan
"aaaaah.... eeeemmmh..." hari jadi kota trenggalek. Aku Supardi bin
"tahan yaaang..... aaayh....." pulan menyunting Triana Subur Lestari binti
"Ana seb.... oooih.... sebentar lagi...." Bambang Sangaji menjadi kekasihku dengan
"oooooh...." maskawin seluruh jiwa dan ragaku di bayar
tunai
"clop....clop....clop....clop...." Suara batang ==========++++++++++++==============
kejantananku keluar masuk ke dalam kemaluannya ==
yang semakin becek karena tumpahan spermaku.

"aaaaih.... iyaaa....."
"ini... ini... ini.... ooooh...."
"Ana nyampe yaaaang.... aaaaaah...." Jerit Ana
seiring dengan kedutan kedutan liar dinding
kemaluannya.

Dalam satu hentakan Ana membenamkan


kemaluanku semakin dalam di lubang
kemaluannya. Tubuh Ana yang sesaat tadi
mengejang hebat perlahan mulai melemah
terbenam di dalam pelukanku.

Sejenak tiba tiba suasana menjadi hening. Yang


terdengar hanya deru nafas kami berdua yang
memburu setelah melepaskan syahwat ragawi.
Sesekali masih terasa sisa sisa kedutan dari dinding
kemaluan Ana. Tubuh kami berdua juga terasa
panas dan bercucuran keringat walaupun
sebenarnya cuaca malam ini dingin menyayat
tulang.

Anganku melayang menerawang jauh. Tubuh


telanjang gadis yang mulai sekarang adalah
kekasihku ini masih berada dalam dekapanku.
Dapat aku rasakan detak jantungnya dan helaan
nafasnya.

Hari ini tanggal 31 Agustus bertepatan dengan hari


Chapter VII (" Pardi pamit berangkat ke sekolah....") Rutinitas
KUSUMO ATI pamitanku kepada Ndoro Kakung dan Ndoro Putri
sambil menjabat dan mencium tangan beliau
berdua seperti biasanya.
Hidup ini indah dan hidup ini penuh warna. Dunia
semakin semarak penuh warna dengan adanya "yo ngger.... ngati ati...."
cinta. Bahkan mataharipun berpijar demi atas nama (" ya nak.... hati hati....")
cinta. Semua yang ada di dunia ini ada karena "sinau sing pinter yo ngger...."
adanya cinta. segalanya mengatas namakan dan ("belajar yang pintar ya nak...") Pesan Ndoro
mengagungkan cinta. Kakung seperti biasanya saat aku menjabat dan
mencium tangan beliau.
Semenjak tanggal 31 Agustus yang bertepatan
dengan ulang tahun kota, mulai saat itu juga aku Selesai berpamitan, aku segera mengayuh sepeda
menyerahkan jiwa ragaku utuh kepada yang jengki inventarisku menuju ke sekolah dengan
namanya cinta dan asmara. Janji ikrar setia tanpa penuh semangat.
kata telah menyatukan kami dua insan yang
berbeda di dalam satu ikatan cinta. Semoga aku Disaat dunia dan semua terasa biasa biasa saja, tapi
bisa menjaga cinta ini sampai aku menutup mata. aku dan hatiku malah terasa luar biasa. Hatiku
berbunga bunga setiap kali menyambut pagi dan
Hari ini seperti biasa, setiap pagi sebelum bersepada berangkat ke sekolah seperti ini.
berangkat ke sekolah aku harus terlebih dahulu Ini semua karena Triana. Aku bersemangat
menyelesaikan tugas wajibku di rumah. Tapi entah menjalani hari hanya demi alasan semoga hari
kenapa semenjak malam pertama itu aku menjadi cepat beranti pagi dan aku cepat kembali berangkat
lebih bersemangat lagi. ke sekolah. Karena di sekolah nanti aku akan
kembali bertemu dengannya.
Pekerjaan pekerjaan rutinku yang sebenarnya
sangat berat itu bisa aku kerjakan dengan cepat dan Sambil mengayuh sepedah jengki, sepanjang
riang gembira. Sekarang tak ku rasakan lagi yang perjalanan aku tersenyum senyum sendiri.
namanya mengeluh dan bersedih. Anganku melayang menghayalkan saat saat indah
berjumpa dengan kekasihku nanti disekolahan.
Bentakan, cacian dan makian yang seperti biasa
selalu meluncur dari mulut Ndoro putri dan Ndoro Keasikan melamun dan berhayal, tanpa aku sadari
Ayuku sekarang tak lagi bisa menyakiti hatiku. aku sudah sampai di sekolah. Setelah memarkirkan
Aku tetap bisa tersenyum walau sehebat apa sepedaku dan berjalan di koridor sekolahan, aku
mereka berdua menghina dan melecehkanku. langsug di sambut cium dan peluk hangat dari
kekasihku yang ternyata sudah datang terlebih
Setelah selesai mengerjakan tugas rutin setiap pagi, dahulu.
aku cepat cepat mandi dan segera berpamitan
berangkat ke sekolah setelah terlebih dahulu "pagi sayangku yang ganteng...."
sarapan. "mmmmuuuaah...." Sapa mesra Ana sambil
memeluk dan mendaratkan sebuah kecupan mesra
Segera aku menemui Ndoro Kakung dan Ndoro di pipiku.
Putri yang setiap pagi selalu duduk duduk santai di
kursi rotan di teras depan. Seperti hari hari "pagi juga sayang...."
biasanya, saat aku akan berpamitan pasti ndoro "mmmmuuuaah..." Balasku sambil turut juga
kakung sedang sibuk bermain dengan burung mendaratkan sebuah kecupan mesra di pipinya.
perkutut kesayangannya.
Perlahan namun pasti aku mulai berubah. Aku
"tuuut.... tuut... tut... tut...tut.. tut...." Suara bukanlah Pardi yang dulu di kenal. Pardi yang
nyanyian sang burung perkutut seperti biasanya di sekarang lebih berani membuka diri
pagi hari. mengekspresikan dirinya. Pardi yang sekarang
"nyuwun sewu Ndoro..." lebih terbuka dan semua itu karena Ana.
"Pardi nyuwun pamit bade bidal sekolah...."
"yang.... ke kantin yuk...." Ajak Ana sambil Hampir aku beranjak berdiri dan memenuhi
menggelayut mesra di lenganku. panggilan Ndoro Ayuku itu sebalum Ana menarik
lenganku mencegahku.
Aku lirik sejenak jam dinding yang terpajang di
aula sekolahan sebelum menyetujui ajakan Ana. "udah biarin aja...." Cegah Ana menahanku
Jam masih Menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, memenuhi panggilan Non Ega.
yang berarti masih ada waktu setengah jam
sebelum di mulainya proses belajar mengajar. mengetahui aku tak mengindahkan panggilannya,
Non Ega semakin marah dan emosi. Dengan raut
"ayuk..." Jawabku mengiyakan ajakan Ana. penuh emosi Non Ega mendekati kami dan
Langsung kami berjalan menuju ke kantin yang langsung menendang gelas teh manis kami sampai
terletak di halaman belakang sekolahan gelas itu melayang tumpah dan pecah berkeping
bersebelahan dengan lapangan basket. Sepanjang keping.
perjalanan menuju kantin, Ana masih saja
menggelayut dengan manjanya di lenganku. "jlaaag...." suara tendangan Non Ega.

Kami sudah tak memperdulikan beberapa pasang "praaang...." Suara denting pecahan gelas.
mata yang memandang heran, heran, atau mungkin
juga sinis dengan kemesraan kami yang begitur Tak terima dengan ulah Non Ega yang sudah amat
berani di depan umum dan sedemikian cepatnya sangat keterlaluan itu, Ana segera bangkit dari
terjalin. duduknya dan langsung menantang konfrontasi
dengan Non Ega.
"buk... teh manis anget kaleh nggeh...."
("buk... teh mnis anget dua ya...") Teriak Ana ke "heh setan.... sopan dikit dong kalau jadi setan...."
ibu kantin sambil berjalan menceri tempat duduk "kenapa sih kamu.... cemburu kamu ya...?" Hardik
yang nyaman. Ana sambil berkacak pinggang menantang.
Setelah menemukan tempat duduk yang nyaman di
undak undakan lantai kantin, kami berdua langsung Aku tak pernah menyangka kalau Ana juga bisa
kembali larut dalam obrolan ringan penuh cinta. segarang itu. Ternyata Ana yang kesehariannya
Dan tak lama berselang teh manis pesanan lemah lembut juga bisa emosi tak kalah
kamipun datang. menakutkannya dengan Non Ega.

"teh nya mbak...." Kata si ibu kantin sambil "heh pelacur.... hati hati kalau ngomong kamu
meletakkan dua gelas teh manis anget di samping ya....!"
kami. "baru pacaran ama babu aja sudah bangga
kamu...!" Balas Non Ega tak kalah garangnya.
"oh... iya buk... terimakasih ya..." Jawabku
mewakili Ana. Langsung terjadi pertengkaran hebat beradu
Setelah itu kami kembali larut dalam pembicaraan omongan kasar dan tidak patut di dengarkan dari
dan canda tawa sepasang insan yang tengah dua gadis paling berpengaruh di kota ini. Tak ada
kasmaran. seorangpun yang berani melerai pertengkaran
mereka berdua yang sebenarnya tak jelas ujung
Tak selamanya kami bisa sebebas dan sebahagia pangkalnya itu.
ini tanpa ada gangguan. Saat kami sedang asik Memang hanya Ana satu satunya yang berani
bercengkrama tiba tiba saja muncul Non Ega yang menentang Non Ega. Tapi biasanya tidak sampai
memang amat sangat tidak suka melihat kedekatan seramai ini. Biasanya Ana lebih memilih mengalah
kami. dan pergi menghindar dari pada meladeni Non Ega
lebih jauh lagi.
"heh babu... sini kamu....!!!"
"babu aja kok pakek sok sokan pacaran....!!!" Hampir saja terjadi adu fisik di antara mereka
"sini cepet kampret...!!!" Lengkingan teriakan Non berdua kalau saja aku tidak cepat cepat melerai dan
Ega yang memekakkan telinga. mengajak Ana pergi dari kantin dan tidak usah
meladeni Non Ega lebih jauh lagi.
"apa kamu bilang....?!" "urusin aja tu pelacur bangsat kamu itu...!" Hardik
"jaga mulut busuk kamu itu nenek lampir....!!!" Non Ega menolak uluran tanganku.
Balas Ana beremosi berat setelah di katai pelacur Non Ega menampik uluran tanganku dan berusaha
oleh Non Ega sambil hendak melayangkan sebuah berdiri sendiri. Baru berdiri dan berusaha
tamparan. melangkahkan kakinya, tiba tiba saja tubuh Non
Ega terhuyung terjatuh dan pingsan. Untung saja
"An... Ana.... sudah An...." aku masih sempat menangkap tubuh Non Ega
"gak usah di terusin... ayuk...." Kataku mencoba sebelum dia terjatuh ke lantai kantin yang keras.
melerai dan mengajak Ana pergai dari kantin.
"Non...Non...Non Ega...."
"heh babu.... sudah berani membangkang kamu "kamu kenapa Non.... sadar Non...." Kataku
sekarang ya...!!!" berusaha menyadarkan Non Ega yang tiba tiba saja
"sadar nggak sih kalau kamu itu hanya seorang pingsan dengan menepuk nepuk pipinya.
babu...?!"
"sadar diri dong kamu...." Hardik Non Ega Triana dan semua orang yang di kantin hanya
kepadaku. terdiam menyaksikan itu semua. Mereka tak bisa
berbuat apa apa untuk menolong Non Ega.
Tak aku tanggapi kata kata Non Ega yang
sebenarnya memanaskan teling itu. Aku langsung "Ega kenapa Di....?"
menarik paksa lengan Ana untuk pegi dari sini dan "bawa aja ke ruang UKS yuk..." Saran Triana.
tidak meladeni Non Ega lebih jauh lagi.
Walaupun baru saja berkonfrontasi hebat dengan
Sudah tak kami perdulikan lagi Non Ega yang Non Ega, tapi Ana tak bisa menyembunyikan
masih mencak mencak teriak teriak tak jelas kekhawatiran yang tergurat di wajahnya.
maksud dan tujuannya.
Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung
Belum sampat kami berjalan lebih jauh, tiba tiba menggendong tubuh pingsan Non Ega ke ruang
terdengar teriakan dan jeritan dari si ibu kantin dan UKS. Sesampainya di ruang UKS aku langsung
anak anak yang berada di kantin. menidurkan tubuh Non Ega di ranjang yang ada di
ruangan itu.
"Non... Non Ega... kamu kenapa Non....?" Teriakan
Ibu kantin yang sepertinya mengkhawatirkan "bu.... tolong bu...." Kataku minta tolong ke bu
keadaan Non Ega. Susi yang hari ini bertugas jaga di UKS.

Segara aku berbalik untuk melihat ada apa "Ega kenapa Di...?" Tanya bu Susi cemas.
sebenarnya. Ternyata Non Ega sedang duduk
tersimpuh di lantai dan sudah di kerumuni orang "Pardi kurang tau bu.. tiba tiba saja tadi Ega
banyak. pingsan di kantin..." Jawabku.

Segera aku berlari mendekat dan melihat keadaan Seisi sekolahan langsung di buat panik dan sibuk
Non Ega. Bagaimanapun juga aku tak bisa acuh dengan pingsannya Non Ega. Berbagai macam cara
begitu saja dengan keadaan Ndoro Ayuku itu. mereka lakukan untuk menyadarkan Non Ega dari
Begitu aku mendekat, aku lihat dari hidung Non pingsannya. Sedangkan aku dan Ana hanya bisa
Ega keluar darah segar. Non Ega mimisan. menunggu dengan cemas di luar ruangan UKS.

"Non... kenapa Non...." Tanyaku mengkhawatirkan Ana yang kelihatan cemas dan khawatir dengan
keadaannya sambil mengulurkan tangan berusaha keadaan Non Ega, hanya bisa memelukku sambil
membantunya berdiri. menunggu Non Ega siuman.

"jangan pegang pegang....!" Setelah berbagai cara mereka lakukan dan sudah
"jangan sok perduli deh... minggat aja sana membuat panik seluruh isi sekolahan, akhirnya
kamu...!" Non Ega siuman juga. Terlihat pucat sekali wajah
"gak pantes kamu pegang pegang priyayi....!" Non Ega yang baru siuman dari pingsannya itu.
"pardi... tolong kamu bantu membopong Ega ke ("eladalah Non.... sudah lah, gak usah di pkirin...")
mobil pak Bambang..." Jawab si ibu kantin sambil berlalu setelah
"lebih baik Ega di antar pulang saja..." Kata pak menghidangkan pesanan kami.
Sarjito sang kepala sekolah.
"ya nggak bisa gitu lah bu..."
"iya pak...." Jawabku. "itu gelas yang pecah tadi biar saya aja yang
ganti..." Sambung Ana sambil mengejar si ibu.
Langsung aku di bantu bu Susi memapah Non Ega
menuju ke mobil pak Bambang yang sudah siap "wis... wis.... wis ora usah Non...."
menunggu di parkiran sekolah. Sebenarnya Non ("udah... udah.... udah gak usah Non...") Jawab si
Ega masih berusaha menolak bantuanku, tapi aku ibu kantin berusaha menolak.
memaksa untuk memapahnya. Setelah Non Ega
masuk, langsung pak Bambang mengemudikan Ana tak mau begitu saja menyerah. Ana memaksa
mobilnya dan mengantarkan Non Ega pulang. si ibu kantin untuk menerima uang pengganti gelas
yang pecah tadi. Akhirnya karena kegigihan dan
Setelah mobil itu berjalan mengantarkan Non Ega paksaan dari Ana, si ibu kantin terpaksa menerima
pulang, aku dan Ana kemudian langsung masuk ke juga uang pengganti itu.
kelas kami masing masing karena jam pelajaran
sudah di mulai. Selama di sekolahan aku tak bisa Siang harinya sepulang sekolah aku langsung buru
berkonsentrasi penuh mengikuti pelajaran. Aku buru pulang kerumah. Aku khawatir dengan
masih mengkhawatirkan keadan Non Ega. keadaan Non Ega yang tadi sempat pingsan di
sekolahan. Sesampainya di rumah ternyata sedang
"Ega kenapa tadi Di...?" Tanya Rudi tuman ada pak Nugro dokter pribadi keluarga besar
sebangku ku di sela sela jam pelajaran. Noyolesono.

"gak tau... tadi di kantin tiba tiba saja dia Sebelum menengok keadaan Non Ega aku masuk
pingsan..." Jawabku sambil masih memperhatikan dulu ke kamarku untuk berganti pakaian. Belum
pelajaran dari pak Budi sang guru fisika. selesai aku berganti pakaian, tiba tiba saja
terdengar teriakan Ndoro Putri memanggilku.
"tadi katanya di kantin Ega ribut ama Ana ya...?"
"Pardi....!!!" Teriak panggilan Ndoro Putri yang
"hush.... udah ah.... jangan di bahas lagi..." sepertinya akan berarti buruk.
"perhatiin tu pelajaran..." Jawabku memutus
pertanyaan Rudi. "enggih Ndoro.... sekedap...." Jawabku sambil buru
Saat jam istirahat sekolah, aku kembali bersama buru menyelesaikan berganti pakaian.
Ana di kantin.
Setelah selesai berganti pakaian aku buru buru
"Ega tadi kenapa sih Di...?" memenuhi panggilan Ndoro Putri. Ndoro Putri
"kok tiba tiba mimisan terus pingsan gitu...?" yang sudah menungguku di ruang keluarga itu
Tanya Ana penasaran dengan keadaan Non Ega. sepertinya sudah bersiap akan marah kepadaku.
Terlihat dari raut Ndoro Putri yang kelihatan
"aku juga kurang tau An...." memerah memendam amarah.
"yang aku tau sih dia memang suka mimisan kayak
gitu..." "nyuwun se....." Kataku yang langsung terpotong
"tapi biasanya sih gak sampai pingsan gitu..." semprotan Ndoro Putri.
Jawabku menerangkan keadaan Non Ega yang
memang suka mimisan. "haisyah... ora usah nyuwun sewu nuwun
sewuan....!"
"Eh... buk.... maaf soal yang tadi pagi ya..." Kata ("haisyah... gak usah nyuwun sewu nyuwun
Ana meminta maaf ke ibu kantin yang sedang sewuan...!")
menyuguhkan pesanan kami. "mau tok kapakne Ega neng sekolahan...?!"
("tadi kamu apain Ega di sekolahan...?!") Tanya
"eladalah Non.... wis ben lah, ra sah di pikiri..." Ndoro Putri bernada tinggi menghakimi.
"wonten nopo nggeh Ndoro...?" hangat Ana kekasihku yang seperti biasa selalu
("ada apa ya Ndoro....?" Tanyaku bingung dengan datang lebih dulu.
maksud Ndoro Putri.
"pagi sayang..... muuah..."
"kowe kui loh.... wong babu wae kok kakean "keadaan Ega gimana yang... udah baikan...?"
polah...." Sambut kecup hangat Ana sambil menanyakan
("kamu itu loh.... orang babu aja kok kebanyakan kabar Non Ega.
tingkah....")
"awas yen anakku sampek gini ginio.....!" "ya sudah mendingan sih... tapi hari ini dia gak
("awas kalau anakku sampai kenapa napa...!") masuk..."
Ancam Ndoro Putri. "kata dokter dia harus lebih banyak istirahat...."
Jawabku sambil membalas kecupan hangat
"buk.... buk... buk.... ono opo sih...?" kekasihku itu.
("buk... buk... buk.... ada apa sih...?")
"wong Ega sing loro kok malah Pardi sing mbok Kami berdua kemudian berjalan bergandengan
seneni..." tangan menuju ke kelasku dengan mesranya. Kami
("orang Ega yang sakit kok malah Pardi yang kamu ingin memanfaatkan sedikit waktu sebelum di
marahin...") Bela Ndoro Kakung begitu kembali ke mulainya jam pelajaran ini untuk bersama sekedar
ruang keluarga setelah mengantar pak dokter berbincang menautkan kasih. Dari hari ke hari
keluar. kami semakin kelihatan mesra. Aku sudah tak
canggung dan malu malu lagi menggandeng atau
Ndoro Putri tak menanggapi Ndoro Kakung. merangkul Ana di depan umum.
Beliau langsung melengos pergi masuk ke kamar
Non Ega sambil tetap memandangku sinis tajam. Entah kenapa bersamanya aku merasa tenang. Aku
semakin percaya diri berada di sampingnya. Di
"uwis yo le... ra usah di pikiri..." sisinya aku merasa akulah dia pria paling
("sudah ya nak.... gak usah di pikirin...") Kata beruntung di dunia. Menggenggam tangannya aku
Ndoro Kakung bijak menghiburku. merasa semakin percaya diri menghadapi dunia.

Hari itu seharian di rumah aku tidak tenang. Ndoro Pelan tapi pasti orientasiku ke Ana mulai bergeser.
Putri selalu menyalahkan aku karena pingsannya Aku yang awalnya hanya menjadikannya tempat
Non Ega di sekolahan tadi. Entah apa sebenarnya sembunyi dan pelarian dari Non Ega kini sudah
yang telah Non Ega ceritakan kepada ibunya. Dan mulai benar benar merasakan jatuh cinta.
kenapa juga Non Ega bisa tiba tiba pingsan seperti Sepertinya keputusanku menjadikan Ana tempat
itu. pelarianku adalah keputusan yang sangat tepat
karena aku bisa menemukan kedamaian
Lagi lagi aku sekarang tak terlalu memusingkan bersamanya.
kemarahan Ndoro Putriku. Yang ada di dalam
benakku sekarang hanyalah ingin secepatnya pagi "whidih..... pasangan paling romantis abad ini..."
datang dan kembali berangkat ke sekolah untuk "romeo dan juliet lewat deh pokoknya..." Canda
bertemu lagi dengan Ana kekasihku. Karena Rudi begitu kami masuk bergandengan ke kelasku.
sekarang aku benar benar sedang jatuh cinta.
"haiyaaah... kayak yang ngomong nggak aja.."
=========== Balasku enteng.

Keesokan harinya seperti biasa, setelah Di kelas ternyata sudah ada Rudi dan Siti yang
menyelesaikan pekerjaan rutin di rumah, aku juga tak kalah mesranya dengan kami. Selaras
segera berangkat ke sekolah setelah berpamitan dengan aku dan Ana, Rudi dan Siti juga semakin
kepada kedua Ndoroku. Dan pagi ini Ndoro Putri lama semakin mesra saja. Siti sudah tak canggung
tidak mau menerima jabat cium tanganku. lagi bersama Rudi di dekatku.
Sepertinya beliau benar benar marah kepadaku.
Suasana kelas masih sepi. Murid murid yang lain
Sesampainya di sekolah aku langsung di sambut juga masih bermain di luar, ada yang bercanda, ada
yang mojok dengan pacarnya, dan ada juga yang kesayangannya sambil mendengarkan alunan
sedang jajan jajan di kantin sambil menunggu di gending campur sari Kusumaning Ati yang di
mulainya jam pelajaran. nyanyikan Didi Kempot salah satu maestro
campur sari dari tape compo miliknya.
Tiba tiba terbersit ide gila di otakku.
KUSMANING ATI
"Rud... kita bolos yuk...?"
"kamu mau nggak yang...?" Ajakku ke Rudi dan Kusumaning ati
Ana. Duh wong ayu kang tak anti-anti
Mung tekamu biso gawe
Ana hanya menanggapi ajakan gilaku itu dengan Tentrem ning atiku
anggukan dan satu senyuman manis.
Biyen nate janji
"mau kemana pret...?" Tak ugemi ora bakal lali
"kamu mau nggak nyeng...?" Jawab rudi sedikit Tur kelingan jeroning ati
ragu dengan ajakanku sambil bertanya ke Siti. Sak bedahing bumi
Nyeng adalah panggilan sayang Rudi ke Siti. Entah
apa maksud panggilan nyeng atau menyeng itu. Kadung koyo ngene
"gak mau ah Rud..." Sak iki piye karepe
"nanti aku ada ulangan matematika...." Malah mirangake
"lain kali aja deh ya...." Jawab Siti menolak.
Manis pambukane
"yah... kita gak ikut lah Di, kalian berdua aja..." Kok pahit tibo mburine
"diajeng Sitiku tercinta gak mau soalnya..." Jawab Malah ngangelake
Rudi menolak ajakanku.
Amung pamujiku
"ya udah deh kalau gitu..." Mugo-mugo ra ono rubedho
"ayuk An..." Kataku sambil mengajak Ana.
Sak pungkure
Sebelum meninggalkan sekolah, kami terlebih Nggonmu lungo
dahulu ke ruangan guru untuk minta Izin. Dengan Ora kondo-kondo
alasan mau menjenguk Non Ega, akhirnya
sekolahan mengijinkan kami berdua. Alunan gending campur sari itu semakin merdu di
Sebenarnya tanpa hurus berbohong minta izinpun iringi nyayian si burung perkutut yang tak kalah
tidak apa apa. Karena sama seperti Non Ega, di merdunya.
sekolahan ini tidak ada satupun yang berani
membantah Ana. Tak terkecuali juga para guru "tuuut.... tut... tut... tut... tut... tut...." Suara nyayian
bahkan sang kepala sekolah sekalipun. merdu burung perkutut di dalam sangkar indah
Setelah di beri izin, kami langsung pergi yang tergantung di teras rumah.
meninggalkan sekolahan. Mengendarai sepeda
jengki milikku, kami bersepeda ria keliling kota Masih mirip juga dengan keseharian di rumah
dengan tujuan akhir menuju ke rumah Ana. Ndoroku. Bu Ratri ibunya Triana juga sedang
Mesra sekali kami berboncangan bersepeda ria duduk di sebuah kursi ukiran kayu sambil
seperti itu. Sungguh suatu momen romantis yang membaca majalah, mirip dengan keseharian Ndoro
tidak bisa datang setiap waktu. Ana yang berada di Putri.
boncengan sepeda jengki memeluk mesra
pinggangku dari belakang sambil merebahkan "sugeng enjing pak Bambang..."
kepalanya di punggungku. ("selamat pagi pak Bambang...") Sapaku sopan
begitu turun dari sepeda menghampiri beliau dan
Sesampainya di rumah Ana, ternyata pak Bambang mengulurkan jabat tangan.
ayah Ana sedang berada di rumah. Mirip seperti
keseharian Ndoro Kakung, Pak Bambang juga "oh... iya ngger...."
sedang bermain dengan burung perkutut "iki sopo yo..?"
("ini siapa ya....?") Jawab pak Bambang sambil dengan santainya sambil melepas kaos kakinya.
menyambut uluran jabat tanganku.
"kamu ini... sekolah kok malas..."
"kulo Pardi pak... abdinipun Ndoro Seto..." "mau jadi apa kamu ti ndok...ndok...?"
("saya Pardi pak... abdinya Ndoro seto...")
"kulo rencang sekolahipun Ana..." "hehehehe... Ana mau jadi istrinya Pardi pak..."
("saya teman sekolahnya Ana....") Jawabku sopan Jawab Ana yang mengejutkanku.
memperkenalkan diri.
Aku tak menyangka Ana akan bicara seperti itu ke
"buk.... bukne... iki ono Pardi buk.." bapaknya.
("buk... ibuk... ini ada padi buk...") Teriak pak
Bambang memberitahukan kedatanganku ke "opo An... ibuk gak salah denger...?"
istrinya yang masih sibuk membaca majalah "kamu ama Pardi pacaran ya....?" Tanya bu Ratri
femina. yang terkejut dengan jawaban anaknya.

"Pardi sopo to pak....?" "hehehehe.... kejutaan....!" Jawab Ana dengan gaya


("Pardj siapa to pak...?") Tanya bu Ratri sambil centil ala meteor garden.
meletakkan majalah yang di bacanya.
Lumayan lama aku di introgasi pak Bambang dan
"Pardi buk.... Pardi abdine Kangmas Seto..." Jawab bu Ratri. Mulai seputar keadaan di rumah dan
pak Bambang memperjelas. kabar Non Ega dan Ndoro Putri, bahkan sampai
hubunganku dengan Ana. Sepertinya pak Bambang
"ealaaah le cah bagus... kok kowe wis gede to dan bu Ratri sangat menyetujui hubunganku
ngger..." dengan anaknya. Terbukti dengan dititipkannya
("ealaaah nak bocah gateng... kok kamu sudah Ana secara resmi oleh kdua orang tuanya kepadaku.
besar to nak...") Kata bu Ratri sambil berjalan ke
arahku dan langsung memelukku begitu samapai di "le Di.... bapak ibuk setuju kalau Ana pacaran
depanku sama kamu..."
"maka dari pada itu, bapak titipin anak bapak
Aku bingung dengan apa yang ibunya Ana lakukan kepadamu..."
ini. Masih di dalam pelukan bu Ratri, aku "jaga dia, sayang dia, dan kamu didik dia sebaik
memandang Ana dan bapaknya dengan tatapan baiknya...."
heran, aku berusaha mencari jawaban ada apa ini "mulai sekarang Ana tanggung jawab kamu
sebenarnya. ngger.." Kata pak Bambang memasrahkan anak
gadisnya kepadaku seolah aku sudah menikahi
Setelah melepaskan pelukannya, bu Ratri anaknya itu.
kemudian mengajakku masuk ke dalam rumahnya
di susul Ana dan bapaknya dari belakang. Aku di "enggih pak..." Jawabku pendek dengan hati
sambut dengat hangat di keluarga ini dan entah berdebar debar grogi.
karena apa sebenarnya.
"udah ah pak..."
"kok kamu gak sekolah to An..." Tanya pak "ayuk Di...." Ajak Ana meninggalkan kedua
Bambang setelah kami berempat duduk di sofa orangtuanya.
ruang tamu.
"mau kemana to ndok..."
Aku sempat takut kalau kalau Ana akan bilang "wong bapak ibuk lagi ngobrol karo Pardi kok..."
kalau aku yang mengajaknya membolos. Tapi ("orang apak ibuk lagi ngobrol sama Pardi kok...")
ternyata ketakutanku itu tak terbukti. Ternyata Ana Tanya pak bambang sambil menghisap dan
malah bilang kalau dia sedang malas sekolah dan memainkan asap rokoknya.
mengajakku membolos. "ya ke atas lah pak.... mau pacaran..."
"kalau di sini gak enak, di ganggu bapak sama
"Ana lagi malas pak..." ibuk..." Jawab Ana asal sambil menarik paksa
"jadi ya Ana ajak aja Pardi bolos...." Jawab Ana lenganku.
Aku tak bisa mencegah dan hanya menuruti apa Sebelum menuju ke lemari pakaian untuk
maunya Ana. mengambil baju ganti, Ana menyempatkan diri
untuk menyalakan musik dari mini compo yang
"pak, buk.... nyuwun sewu nggeh..." Pamitku tak ada di kamarnya.
enak hati.
"ya udah sana...." Alunan distorsi guitar bernada punk mulai
"eh Pardi.... jangan lupa nanti makan dulu ya..." mengalun dengan beat cepat mengiringi Ana yang
Teriak bu Ratri sebelum aku menghilang di balik sedang memilah milah baju di lemari pakaiannya.
tangga. Dengar Ega,,,
Angkuh menyapa dari dadamu
Tak ku sangka kalau keluarga Ana sebaik ini Dengar Ega,,,
kepadaku. Tak aku sangka juga kalau mereka Hawa panas dari sikapmu
sebegitu wellcome kepadaku, bahkan pak
Bambang langsung memasrahkan Anaknya Menit dan hari berganti
kepadaku tanpa berpikir lebih panjang lagi. Ada Dan mengikuti
apa ini sebenarnya. Kenapa bu Ratri bisa seharu itu Tak terlihat lagi
bertemu denganku. Apakah mereka mengetahui Warnamu pudar di sini
siapa aku sebenarnya.
Oh Ega begitu tinggi
Sesampainya di lantai atas, semula aku mengira Dirimu di masa lalu
kalau Ana akan mengajakku untuk bersantai Oh Ega terlalu samar
berbincang di teras balkon. Ternyata dugaanku itu Dirimu di masa itu
kembali salah. Ternyata Ana malah mengajakku
masuk ke kamarnya. Ana ternyata sosok yang tak 30 nanti,,, Usiamu berlalu sepi
mudah di tebak. di balik keanggunan dan keayuan 30 nanti,,, Waktu meminta mencari,,,O O O,,,
parasnya, ternyata tersimpan rahasia rahasia yang
mengejutkan. Entah kenapa lagu berjudul Ellie dari grup band
Monkey Millionare itu tiba tiba saja liriknya
"kok ke kamar An..." Tanyaku heran. berubah menjadi Ega di otakku. Sebuah lagu yang
pas untuk menggambar sifat dan tabiat Non Ega.
Ana hanya menjawab pertanyaanku itu dengan
senyuman manis yang tersungging di bibir tipisnya. Sambil menenteng baju ganti, Ana yang masih
cuma mengenakan bh dan celana dalam itu
"jangan di kamar ah An...." kemudian berjalan mendekatiku. Bukannya
"nggak enak sama bapak ibuk kamu..." Kataku lagi mengenakan baju yang di ambilnya dari lemari
berusaha menolak. pakaiannya, Ana malah berlenggak lenggok
memamerkan kemolekan tubuhnya.
"udah deh yang... santai aja...." Jawabnya entang
sambil malah mengunci pintu. "yang.... aku cantik nggak yang....?"
Setelah mengunci pintu, Ana dengan santainya "aku sexy nggak...?" Tanya Ana sambil melenggak
mempereteli kancing kemeja putih seragam lenggokkan tubuhnya berpose.
sekolah yang di kenakannya. Bahkan Ana juga
meloloskan rok abu abu selutut yang di "mmmm.... cantik... sexy.... sempurna...." Jawabku
kenakannya. sambil merengkuh tubuhnya mendekat.

Dengan hanya mengenakan bh putih dan celana Sejenak kami saling terdiam dan berpandangan.
dalam putih bergambar hello kitty, Ana dengan Tersungging senyum manis di bibirnya sambil
santainya berlalu lalang di hadapanku yang sedang membelai lembut wajahku. Entah siapa yang
duduk di pinggiran ranjang dan memulainya, tau tau kami sudah saling berpagutan
memeperhatikannya dengan konak. Si adik kecil di mesra.
bawah sana mulai menggeliat menyaksikan "mmmmhh...." Dengus nafas kami berpagutan.
kemulusan, kemontokan dan kemolekan tubuh
kekasihku itu. Ana yang semula berdiri di hadapanku kemudian
naik ke atas pangkuanku yang sedang duduk di mengecap menjilat berpagutan mesra penuh nafsu.
pinggiran ranjang. Dengan masih berpagutan, Di saat mulut kami sibuk berpagutan, tangan kami
tanganku yang memeluk tubuhnya mulai nakal berdua sibuk saling meraba dan merangsangi.
menggerayang ke sekujur tubuhnya. Jemariku
mengusap punggung polos Ana yang hanya "eeeeeemh..... oooochs...." Desahan kami berdua
mengenakan bh putih berenda itu dari leher sampai bersahutan.
ke bokongnya. Ciumanku di bibir Ana perlahan mulai berpindah.
Pelan tapi pasti ciuman dan jilatanku menjalar
Masih dengan bibir dan lidah yang saling bertautan, turun ke leher Ana. Di leher jenjang dan mulus itu
aku membuka bh putih berenda yang di aku meninggalkan sebuah tanda merah cupangan.
kenakannya. Dalam sekali aksi, bh itu sudah lepas
dari tubuh Ana. Sekarang tersaji jelas di hadapan Puas setelah berhasil membuag tanda cupang,
mataku payudara Ana yang ranum nan montok ciumanku mulai menjalar lagi turun ke sepasang
walau berukuran sedang itu. buah dada Ana.

Ingin beraksi lebih lanjut lagi, aku kemudian Sebelum memulai aksi di sepasang gundukan tanda
membalik dan merebahkan tubuh Ana yang tinggal kewanitaan itu, sejenak aku mengangkat kepala
menyisakan celana dalam bergambar hello kitty itu dan memandang Ana. Terlihat Ana sudah sangat
di ranjang. pasrah dengan apa yang akan aku lakukan.
Matanya terpejam, mulutnya sedikit menganga dan
Tanpa canggung dan ragu lagi karena dia adalah kedua tangannya terangkat ke kepala mengacak
kekasihku dan sudah menjadi hak ku sebagai acak rambut panjang hitamnya yang indah.
pacarnya, aku langsung menindih tubuh Ana tepat
di sela sela kakinya yang mengangkang. Aku kemudian mulai beraksi di kedua bukit
kembar kekasihku itu. Sebagai permulaan sebuah
"ouch.... sakit yang...." kecupan hangat aku daratkan di sepasang payu
"punyaku ke gesek celana sayang sakit..." dara montok itu. Setelah itu aku mulai beraksi
"celananya di copot aja..." Kata Ana menyuruhku menjiat dan mengulum salah satu dari buah dada
membuka celana. itu sambil tak ketinggalan lidahku bermain brputar
putar di atas putingnya yang sudah mengeras tanda
"tar kalau keterusan gimana...?" terangsang berat.
"sekali keluar pantang masuk lagi sebelum lemas
loh...." Jawabku sedikit bercanda. Di saat aku sibuk bermain menjilat, mengulum,
dan menggigit gigit kecil puting salah satu
"tenang aja ntar tak lemesin..." payudara Ana, tanganku juga bermain meremas
"disini aman kok... santai aja..." Balas Ana sambil remas dan mencubit lembut payudara yang satunya.
bangkit dan langsung beraksi mempereteli celana Menerima ulah nakalku itu Ana semakin
abu abu yang aku kenakan. belingsatan tersulut birahi.

Di saat Ana sibuk dengan celanaku, aku juga "ooouch.... ooooh....."


melepas kemeja putih seragam sekolahku. "emmmmh.... ssssstt... yaaang..."
Berbarengan dengan lolosnya celana abu abu dari "aaauh... kamu.... aah... kamu nakal banget sih
kakiku, kemeja putihku juga telah tanggal. yang...." Desah dan racauan Ana yang semakin
Sekarang aku benar benar sudah telanjang bulat. terbakar birahi.

Selesai melepas celanaku, Ana juga melepas celana "eeeeemh.... clup... clup.. clup...." Suara desahku
dalam putih bergambar hello kitty penutup tubuh bercampur kecepak sedotanku di buah dada Ana.
terakhirnya. Sekarang kami berdua telah sama
sama telanjang bulat. Batang kemaluanku di bawah sana semakin
mengeras sempurna.
Langsung kami kembali bergumul dalam keadaan
telanjang bulat di ranjang berseprei biru bergambar Ana tak mau kalah denganku. Dengan sedikit
hello kitty. Mulut kami kembali beradu saling menekuk tubuhnya, Ana menggapai batang
kejantananku dan mempermainkannya. Di usapkan meresapi kenikmatan penyatuan raga kami.
jemarinya di batangku yang berurat itu. Di
gerakkan jemarinya menggenggam batang Setelah seluruh batang kemaluanku masuk
kejantananku dan mengocoknya pelan naik turun. sempurna, aku mulai menggoyangkan pinggulku
mengeluar masukkan kejantananku di lubang
"ooouch.... yang... aaah...." Desahku keenakan kemaluan Ana dengan pelan namun pasti.
karena kocokan lembut Ana di batang kemaluanku.
"zleb... zleb... zleb..." Gerakan kemaluanku keluar
Tak ingin menyia nyiakan kesempatan, tanganku masuk kemaluan Ana.
yang tadinya bermain meremasi buah dada Ana "ooooohh..... eemmmh...."
mulai merayap turun menjelajahi perutnya yang "iya... aaaayh... iya yang......"
langsing dan berakhir di selangkangannya. "uuuuch... yang dalam yang.... aaaayh...." Desahan
Ana Seiring pergerakan kemaluanku.
Langsung jemariku beraksi di gundukan kemaluan
Ana yang sudah basah itu. Jemariku bermain Di saat pinggulku bergoyang menggerakkan batang
mengusap usap naik turun dan menyibak belahan kemaluanku menyetubuhi Ana, aku menjatuhkan
bibir kemaluannya. Aku permainkan benjolan kecil diriku menindih dan memeluk tubuh Ana sambil
clitorisnya dengan jempolku. Aku putar putarkan kembali memagut bibirnya.
jempolku di situ bahkan kadang aku cubit cubit
lembut yang membuat tubuh Ana mengejang Ana membalas pagutanku dengan penuh nafsu
semakin kesetanan. seiring pinggulnya yang ikut bergoyang
"oooouh.... aaamh....." mengimbangi goyanganku. Tangannya juga
"nakal banget sih yang.... aaaaayh...." Desah Ana mengusap usap punggungku dan meremas remas
sedikt menjerit saat biji clitoris itu aku cubit lembut. bokongku.

Puas bermain merabai sekujur tubuh dan Hampir selama lima belas menit kami bermain
mempermainkan area area sensitifnya, tiba saatnya dalam posisi konvensional seperti itu. Bosan
kini pada puncak acara kami. dengan gaya klasik itu, aku kemudian menarik
lengan Ana, mengangkatnya untuk bangun dan
Ku angkat tubuhku sejenak dan memposisikannya duduk saling berhadapan dengan kemaluanku
tepat di tengah tengah kangkangan Ana. Ku kocok masih tertancap di lubangnya.
sebentar kemaluanku agar berdiri lebih keras lagi.
Kuarahkan batang kejantananku itu ke lubang Dalam posisi duduk berhadapan itu Ana semakin
kemaluan Ana. Ku gesek gesekkan kepala bebas menggoyangkan pinggulnya. Ana menggeal
kemaluanku di belahan bibir kemaluan Ana geolkan pinggulnya mengulek ulek kemaluanku
berusaha mencari lubang kemaluannya. yang tertancap gagah di lubang kemaluannya.
Di perlakukan sehebat itu aku merasa hampir tak
Begitu aku temukan lubang itu, sejenak aku sanggup bertahan lebih lama lagi.
memandang Ana seakan meminta izin untuk "ooooch..... yaaang...."
mengeksekusinya. Ana hanya membalasnya "jangan keras keras.... ooooh...." Kataku berusaha
dengan tatapan sayu berbirahi. menghentikan kegilaan Ana.
Ana tak memperdulikan lagi kata kataku. Bahkan
Pelan tapi pasti aku mulai mendorong pinggulku dia malah semakin menggoyangkan pinggulnya
maju kedepan membenamkan batang kejantananku lebih dahsyat lagi dan semakin memeluk dengan
di kemaluan Ana yang sudah basah total cairan erat.
birahi itu. "ooooh.... Enak yang...."
"eeeemhhhh..... Ana hampir nyampe yang...."
"bleeesss......" Kejantananku mulai menerobos "aaaaaayh..... essssssh...." Desah Ana sambil malah
masuk ke lubang kemaluan Ana. Di mulai dari menambah kecepatan goyangannya.
ujing kepalanya pelan pelan masuk seluruhnya
tertelan bibir kemaluannya. Tubuh kami berdua sudah basah dengan keringat
yang bercucuran.
"eeeemhh...... ooooocch...." Desah kami bersamaan
Karena goyangan Ana yang semakin menggila tak
terkendali itu, aku jadi tak sanggup lagi menahan
lebih lama lagi untuk tidak berejakulasi. Puncak
kenikmatan sudah menggumpal berkumpul di
ujung kemaluanku. Tinggal menunggu masalah
waktu saja untuk muntah keluar menyiram rahim
kekasihku.

Aku banting tubuh Ana, aku rebahkan kembali


tubuhnya ke posisi konvensional sambil semakin
mempercepat tempo goyangan pinggulku.

"cplok... cplok... cplok...." Kecepak pinggul kami


beradu.

Tiba tiba saja seiring goyangan pinggulku yang


semakit cepat, Ana memeluk tubuhku semakin erat
dan kakinya mencengkeram pinggulku. Dinding
dinding kemaluan Ana berkedut kedut hebat
seakan menghisap kepala kejantananku yang
sedang beraksi di dalam sana.

Menerima reflek kedutan seperti itu, Aku tak


mampu lagi bertahan lebih lama lagi. Gumpalan
kenikmatan itu semakin kuat mendesak keluar tak
mampu aku tahan lagi. Pinggulku bergetar hebat
seiring rangsekan keluar kenikmatan itu.
Dalam satu tusukan pasti, aku benamkan
kemaluanku sedalam dalamnya ke dalam lubang
kemaluan Ana dan mendiamkannya.
"aaaaaauuh.... yaang....."
"ooooh.... Ana..... ohh... Ana keluaaar...."
"aaaaayh...."
"eemmmmh..... aku juga yang...."
"aaaaaah....."
"cret..... cret.... cret.....
Akhirnya kenikmatan kami tumpah ruah dalam
waktu yang bersamaan. Tuntas sudah pendakian
kami sampai di puncak asmara tertinggi. Nafas
kami memburu bersahutan setelah lolos dari
terpaan gelombang maha dahsyat itu.
Tiba tiba saja

"jdog... jdog... jdog..." Suara pintu di kamar Ana di


ketuk dari luar.
============++++++++++=============
Chapter VIII santai itu. Bahkan dia hanya menyunggingkan
JATI ROGO senyuman yang semestinya tidak pantas dia
keluarkan di saat saat genting seperti ini.

"jdogh... jdogh... dogh... dogh... dogh..." Suara Segera ku cabut kemaluanku dari jepitan lubang
ketukan pintu itu sekali lagi. kemaluan Ana kemudian bergegas buru buru
mengenakan pakaianku kembali. Saking takut dan
Seketika langsung keringat dingin mengucur deras buru burunya, aku sampai jatuh terkapar saat
diwajahku, debar jantungku bedetak semakin memakai celana abu abuku. Melihat itu semua Ana
kencang. Angan dan ketakutanku melayang hanya tersenyum menertawakanku.
memikirkan akan kemungkinan terburuk dari
ketukan pintu kamar Ana itu. "iya buk... sebentar...."
"ni kami lagi ngobrol doang kok... lagi curhat...."
Kemaluanku yang masih tertancap di lubang "ada apa sih buk...?" Jawab Ana dengan santainya
kemaluan Ana mendadak langsung lemas seketika. sambil belum beranjak bangkit dari terlentangnya.

"whaduuh An... Siapa itu An...?" Tanyaku dengan Aku benar benar heran dengan kesantaian Ana di
raut pucat pasih. saat saat genting seperti ini.

Berbeda dengan aku yang benar benar gemetar "kenapa pintunya pakai di kunci segala sih
ketakutan, Ana malah bersikap santai seolah tak ndok....?"
akan terjadi apa apa. Padahal sudah jelas jelas kami
berbuat salah dengan berbuat mesum seperti ini. "biar aman aja to buk...."
"takut ntar ibuk mengganggu..."
Seketika memoriku teringat dengan pasangan "ada apa sih buk....?" Jawab Ana sekali lagi sambil
mesum yang aku palak tempo hari di malah berpose nakal sengaja menggodaku.
Karanggongso.
Aku masih belum bisa menenangkan hatiku.
"akankah aku seperti itu...?" Jantungku masih saja berdegub dengan kencang
"akankah aku di arak telanjang keliling dan raut wajahkupun masih pucat pasih walaupun
kampung...?" sudah tersirat kalau semuanya baik baik saja.
"duh gusti kulo nyuwun pangapuro..." Batinku
membayangkan kemungkinan terburuk dalama "Itu si Pardi ajakin turun..."
hidupku. "ajakin makan dulu sana gih..." Jawab bu Ratri
yang ternyata hendak menyuruhku makan.
Aku membayangkan betapa malunya aku kalau itu
sampai terjadi. Betala tercorengnya muka, Harkat, "iya ntar buk...."
martabat, dan wibawa Ndoro Kakung karena "lagian juga baru jam segini... belum waktunya
pebuatanku ini. makan siang buk..."
"ntar deh kami turun kalau sudah lapar..."
"jdogh... dogh... dogh... dogh..." Suara ketukan
pintu itu sekali lagi. "yo uwis kalau begitu..."
"jangan lupa ntar makan dulu loh ya Di..."
"An... Ana.... lagi ngapain kamu An...?" Suara bu
Ratri dari luar kamar. "enggih buk... matur suwun..." Jawabku dengan
terpaksa dan tubuh yang masih gemetar ketakutan.
Sepertinya bu Ratri ibunya Ana yang sedang
mengetuk pintu itu. Setelah terdengar suara langkah kaki yang menjauh
menuruni anak tangga, seketika tawa Ana meledak
"duh gusti.... mati aku....." Batinku yang semakin terpingkal pingkal.
gemetaran ketakutan.
"hahahahahaha....."
Aku pandang Ana yang masih kelihatan sangat "kamu kenapa sih yang kok pucat gitu...?"
"sayang takut ya..." Gelak tawa Ana sambil masih
belum beranjak dari tidurannya. Aku masih terdiam tak menjawab. Benakku masih
melayang tak tentu arah meninggalkan ragaku
"gila kamu An..." kosong dalam pelukan Ana.
"posisi begitu masih bisa santai...."
"saraf kamu ya..." Umpatku karena merasa telah di "hhhaaaaaah...." Sejenak ku hela nafas dalam
kerjai. dalam berusaha menenangkan diri.
"lagian juga sayangnya sih..."
"ngapain juga harus takut segala.. emang sayang Aku jadi benar benar tak mengerti dengan
udah lupa...?" kekasihku ini. Aku benar benar tak tau arah dan
"kan tadi bapak sudah memasrahkan Ana ke jalan fikirannya. Dulu dia adalah gadis cengeng
sayang secara resmi..." dan polos yang baik hati. Tapi sekarang dia serasa
"berarti mereka dah setuju dong anaknya mau bagaikan orang asing yang baru aku kenal
sayang apain aja..." walaupun sebenarnya kami sudah saling mengenal
"mau di hamilin juga boleh kok..." Terang ana akrab semenjak SMP. Ana yang sekarang bukan
panjang lebar sambil beranjak dan mengambil tisyu Ana yang aku kenal dulu.
yang tergeletak di meja belajarnya untuk mengelap
kemaluannya yang basah dengan noda spermaku. Dulu kami bertiga, Aku, Ana, dan Non Ega
sebenarnya sangat akrab. Dulu kami bersekolah di
"gila kamu An.... sumpah asli... bener bener gila SMP yang sama SMP N III Trenggalek. Dulu juga
kamu..." Non Ega dan Ana tak bermusuhan seperti ini.
"ya jangan lah kalau kamu sampai hamil..." Entah karena apa mereka sekarang menjadi seperti
"bisa mati di gantung Ndoro Kakung aku ntar...." ini. Sekarang mereka bagaikan air dan api yang tak
kan mungkin bisa di persatukan. Apa mereka sudah
"hehehehe... kalau Ana beneran hamil gimana lupa saat saat indah semasa SMP dulu.
hayo...?"
"kan dari kemarin sayang keluarnya di dalam "puk... puk... puk..."
terus..." Sambung Ana semakin menakut nakutiku. "yang..... sayang...." Tepukan Ana di pipiku yang
menyadarkanku dari lamunan singkat tentang masa
Ana masih belum memakai lagi pakaiannya. kecil kami dulu.
"udah ah.... jangan ngomong gitu lagi ah..."
Putusku sambil membanting tubuhku terlentang di "eeeh... iya yang...." Jawabku tersentak begitu
ranjang. tersadar dari lamunan.

Pandanganku menerawang memandangi langit "maafin Ana ya yang..."


langit kamar. Perasaanku menjadi tak menentu "maksud Ana tadi cuma bercanda doang kok..."
karena ini. Perasaan yang bercampur aduk antara "sayang jangan ngelamun terus dong... kan Ana
malu dengan kedua orangtua Ana dan ketakutan jadi takut..."
kalau samapi Ana hamil.
"eeh... iya.. he'eh.. gak apa apa kok..."
Aku merasa mengambang tak menyatu dengan "lain kali bercandanya jangan begitu lagi ya..."
ragaku. Aku berharap seandinya waktu bisa "bisa jantungan Aku ntar..." Jawabku sambil
berhenti sehingga aku tak harus menghadapi hari mencubit mesra hidung mancungnya.
esok yang mungkin akan menjadi hari buruk
untukku. Aku hanya bisa berdoa dalam hati, "aaaauw... sakit tau...." Jeritnya sambil meraba
semoga saja aku tidak sampai menghamili Ana. hidungnya yang memerah karena cubitanku.

"sayang.... sayang kok ngelamun sih yang..." "biarin... biar kapok...." Jawabku sambil balas
"jangan ngelamun apa yang... maafin Ana ya..." memeluk Ana dengan erat.
"Ana cuma bercanda kok yang..." Kata Ana
berusaha menenangkanku sambil menyusul Lumayan lama kami saling berpelukan mesra di
merebahkan tubuh telanjangnya di sampingku dan atas ranjang. Hatikupun juga mulai bisa tenang
memelukku. walau masih menyisakan sedikit ketakutan akan
akibat dari perbuatan mesum ini. Pembicaraan Sekarang Ana berganti mengenakan pakaian santai
kami mulai berkembang semakin jauh ke depan berwujud rok lebar polkadot selutut dan kaos
walau baru sebatas seandainya. oblong putih yang lagi lagi bergambar hello kitty.
Tak lupa juga dia mengganti bh dan celana
Kami mulai membayangkan seandainya nanti kami dalamnya.
menikah dan membangun keluarga. Membicarakan
berapa anak anak kami nanti, dan bagaimana nanti Walaupun dengan wajah yang cemberut karena aku
masa depan kami. Semuanya terasa indah dan menolak ajakannya, tapi Ana kelihatan cantik
mudah di dalam bayangan kami yang seandainya sekali dalam balutan dan gaya berpakaian santai
itu. Bayangan betapa bahagianya kami nanti mulai seperti itu.
terbayang di pelupuk mata.
"yang.... kepangin rambut Aku dong..." Kata Ana
"An... kamu nggak kedinginan apa telanjang bulat memintaku mengepangkan rambut panjangnya
gitu...?" sambil menyerahkan sisir dan karet rambut.

"kenapa... sayang gak suka ya....?" "ya udah ... sini..." Kataku menyuruhnya duduk di
depan ku di pinggiran ranjang tepat di tengah sela
"ya nggak gitu... ntar kamu masuk angin loh..." sela kakiku.
"pake baju sana gih...." Kataku menyuruhnya
memakai pakaian. Setelah Ana duduk di tempat yang aku maksud,
aku kemudian langsung menguncir kepang rambut
Ana menggelengkan kepala tanda menolak kekasihku itu seperti yang dia mau. Setahap demi
perintahku itu. Dia yang masih telanjang bulat di setahap tanpa kesulitan akhirnya aku selesai juga
dalam peluanku itu malah mulai nakal lagi. mengepang rambutnya.
Tangannya kembali menyelusup masuk ke dalam
celana abu abuku dan kembali mempermainkan "nah.... sudah selesai ni...."
kejantananku. "cantik sekali kamu bergaya begini yang..." Kataku
memuji kekasihku yang memang benar cantik itu
Di usapnya lembut batang kejantananku yang setelah selasai mengepang rambutnya.
setengah bangun itu. Jempolnya kembali di
mainkan berputar putar di ujung kepala "hehehehehe.... makasih sayang...."
kemaluanku tepat di lubang kencingku. Buah "sayang kok pinter banget sih ngepangnya..."
dzakarku juga tak luput dari kenakalannya. Di Senyum Ana kegirangan yang menggantikan wajah
remas remas lembut kantung produsen sperma itu masamnya yang tadi karena puas dengan hasil
sampai terasa ngilu tapi nikmat bagiku. kepanganku.

"yang... Ana mau lagi yang..." Pinta Ana sambil "hwoooo.... yo pasti pinter lah...."
menatapku sayu. "Pardi gitu... kan dah biasa ngepang buntut sapi di
rumah..." Jawabku dengan menepuk dada
Sepertinya Ana sudah kembali bernafsu. menyombongkan diri.

"jangan ya An... udah ya...." "iiiih.... sayang kok gitu sih...."


"nggak enak sama bapak ibuk kamu..." "masa iya Triana yang cantik ini di samaian sama
"masa iya aku lama lama di kamar kamu sih...." sapi..." Balasnya kesal sambil melancarkan cubitan
"ntar kalau mereka nanya aku harus jawab apa cubitan kecil kepadaku.
coba...?"
"kita keluar aja yuk..." Jawabku berusaha menolak "aouw... aouw... aouw... sakit yang..." Kataku
ajakan Ana untuk melakukannya sekali lagi. sambil berusaha menghindari cubitannya.

Setelah aku bujuk panjang lebar dan dengan sabar, "bodo amat... biarin..."
akhirnya Ana mau juga menurutiku. Walau dengan "lagian gak sopan sih... masa pacarnya sendiri di
cemberut dia mau mengenakan lagi pakaiannya. samain dengan sapi..." Jawabnya sambil masih
menlancarkan cubitan cubitan kecil manjanya.
Aku yang berusaha menghindari cubitannya itu Setelah di paksa paksa, akhirnya aku mau tak mau
sampai jatuh terlentang ke ranjang dan masih saja makan juga di rumah Ana. Dan memang betul apa
di susul dengan cubitan cubitannya. Sejanak kami yang dikatakan Ana, masakan ibunya memang
kembali bergumul manja di tanjang berseprei hello mantap lezat dan mak nyus. Pokoknya top
kitty itu. Dan akhir dari cubitan dan gumulan markotop deh, tidak kalah dengan masakan Ndoro
manja itu berakhir dengan pelukan sayang. Putri di rumah.

"An.... makasih ya... aku sayang kamu...." Kataku Selesai makan dan berbasa basi sebentar dengan bu
sambil memelukanya mesra. Ratri, tepat jam dua belas siang persis jam pulang
"terima kasih buat apa yang..." Jawabnya sambil sekolah aku berpamitan pulang.
semakin mengencangkan pelukannya.
"buk.. Pardi nyuwun pamit.
"ya buat semua ini..."
"bersamamu aku menemukan bahagia An..." "loh... ngopo to kok kesusu ngger...?"
"bersamamu aku menemukan cinta..." ("loh... kenapa kok buru buru nak...?")
"terima kasih ya sayang..." Lanjuku sambil "mbok yo mengko disek wae, nunggu bapak balik
mendaratkan sebuah kecupan mesra di bibir kerjo..."
tipisnya. ("mbok ya nanti dulu, nunggu bapak pulang
kerja...")
Ana membalas kecupanku itu dan kembali kami "mboten buk... matur sembah nuwun..."
terlibat dalam pegumulan dengan pagutan pagutan ("tidak buk... terima kasih...")
mesra. "niki pun wancinipun wangsul..."
("ini sudah waktunya pulang....")
"yang... sudah jam setengah sebelas tu..." "ajrih mangke kulo di padosi Ndoro Putri..."
"turun yuk..." Kataku memutus pergumukan kami ("takut nanti saya di cariin Ndoro Putri...")
setelah melihat jam dinding hello kitty yang Alasanku memaksa untuk pamit pulang.
terpajang di dinding kamar.
"ooowh... yo uwis yen ngono..."
"aaah... sayang aah..." Rajuk manjanya. ("ooowh... ya sudah kalau begitu...")
"salam buat mbakyu Hartati ya..."
"hush... sudah sudah... hayuk turun yuk..."
"enggih buk... nanti saya sampaikan..."
Setelah aku paksa akhirnya Ana mau juga menuruti "An... aku pulang dulu ya..." Pamitku ke Ana.
ajakanku turun dari kamarnya. Begitu kami sampai
di bawah, kami langsung di sambut ibu Ana "iya yang... hati hati ya...."
dengan hangat.
"buk pardi nyuwun pamit... monggo..."
"eh pardi... makan dulu ngger..." Tawar bu Ratri "salam buat bapak..." Kataku saat beranjak keluar
begitu kami sampai di bawah. dari rumah megah mereka itu.
"cuup..." Ciuman hangat mendarat di pipi kiriku.
"nggak buk... makasih..."
"Pardi masih kenyang kok..." Jawabku berusaha Saat aku hendak menaiki sepeda jengkyku, Ana
menolak tawaran beliau. sempat melayangkan sebuah kecupan hangat di
pipi yang membuatku tersipu malu di depan ibunya.
"haisyaah... sudah ibuk siapain tu..."
"ayo cepat makan sana..." ====================
"An... ajak kangmasmu makan sana gih..." Perintah Sesampainya di rumah, setelah mengucap salam
bu Ratri setengah memaksa. yang tak di balas Ndoro Putri, aku langsung masuk
ke kamarku dan berganti pakaian. Ndoro putri
"ayuk makan dulu yang... masakan ibuk paling joz sepertinya masih marah kepadaku soal pingsannya
loh..." Ajak Ana sambil mempromosikan kelezatan Non Ega sehingga beliau tidak mau membalas
masakan ibunya. salamku. Padahal menjawab salam itu wajib
hukumnya bagi orang yang beragama.
Setelah selesai berganti pakaian aku beristirahat menyangkut nasib Non Ega anak semata
sejenak di kamarku seperti biasanya. Hari ini tugas wayangnya.
pertamaku setelah pulang sekolah adalah
merapikan gudang sebagaimana perintah Ndoro "dancok kowe... dasar bocah edian... bocah
Kakung kemarin. gemblung...!!!"
"kono gek ndang mbadog kono, gek ndang
"Pardi....!!!" Terdengar suara teriakan Bengis ngerjani tugase..."
Ndoro Putri memanggilku dari dapur. ("sana cepat makan sana, trus cepat di kerjakan
tugasnya...") Maki Ndoro Putri sekali lagi tetapi
"enggih Ndoro.... sekedap..." tetap menyuruhku makan.
("iya Ndoro.... sebentar...") Jawabku sambil buru
buru menemui beliau di dapur. "enggih Ndoro.... matur sembah nuwun..."
"wonten Nopo Ndoro..." Jawabku sopan sambil tetap menunduk hormat.
("ada apa Ndoro...") Tanyaku penuh sopan setelah
sampai di hadapan beliau. Cukup sampai segitu kemarahan Ndoro Putri
kepadaku. Beliau kemudian masuk ke ruang
"ono opo ono opo..." keluarga.
("ada apa ada apa...")
"heh... sebenarnya Ega kemarin kamu apain Sepeninggal Ndoro Putri satu yang membuatku
hah...!" bingung, yaitu perintah beliau untuk cepat makan.
"sudah mulai berani membantah kamu rupanya Padahal aku masih kenyang karena baru saja
ya...?!" Sembur Ndoro Putri begitu aku sampai di makan di rumah Ana.
hadapan beliau yang ternyata masih bersekitar
tentang pingsannya Non Ega kemarin di sekolah. Daripada aku mendapat semburan lagi, akhirnya
aku paksakan untuk makan walau sebenarnya
Aku hanya diam tak menjawab pertanyaan beliau perutku sudah tak mampu menampung lagi. Aku
itu. Karena aku tau, mau apapun jawabanku pasti makan tetap dengan porsi biasanya, dan apes nya
aku akan tetap kena semburan dari beliau. Lebih lagi porsi biasa aku makan lumayan banyak. Aku
baik aku diam tak menjawab dari pada aku malah bisa mendapat semburan lagi kalau aku mencoba
salah menberi jawaban. untuk mengakalinya dengan mengambil makanan
yang lebih sedikit dari biasanya. Karena entah
"heh kampret... kamu itu budeg ya...?!" mengapa dan bagaimana, sepertinya Ndoro Putri
"punya mulut itu kalau di tanya ya buat jawab...!" tau seberapa banyak aku makan.
"tak kruwes sisan lambemu malahan..."
("tak kruwes sekalian bibirmu malahan...") Sembur Setelah selesai makan aku beristitahat sejenak
dan cacian Ndoro Putri sambil benar benar memberi waktu perutku untuk melakukan
mengruwes bibirku. pencernaan. Rasanya perutku hampir meletus
karena makan terlalu banyak siang ini.
"kruweek..." Kruwesan Ndoro Putri di bibirku
yang sampai berdarah karena terkena kukunya. Setelah aku rasa perutku sudah agak lega, aku
kemudian mengerjakan tugas yang Ndoro Kakung
Di perlakukan seperti itu aku tak membalas atau kemarin perintahkan kepadaku, yaitu
mencoba menghindar. Aku hanya diam saja membersihkan gudang.
membiarkan dan menerima perlakuan kasar beliau.
Sudah biasa dan sering aku di kasari seperti ini, Segara aku menuju gudang yang di daerah ini biasa
jadi aku sudah tak kaget dan heran lagi. di sebut gandok yang terletak di belakang rumah
tak jauh dari kandang para sahabatku. Sejenak aku
Seemosi dan semarah apapun Ndoro Putri menyempatkan diri untuk menemui dan menyapa
kepadaku biasanya tak pernah berlangsung lama. mereka.
Biasanya kemarahan Ndoro Putri hanya bertahan
sehari, tidak seperti sekarang ini yang bertahan "hello my bro my sista... how are you today
sampai dua hari. Sepertinya kalo ini Ndoro Putri mamen..." Sapaku ramah bergaya bak rapper kocak
benar benar marah kepadaku karena sudah menyapa para sahabat karibku itu.
"moooaah...." Jawab sang my bro sapi. penasaranku lebih kuat sehingga mendorongku
untuk memberanikan diri menghampiri kotak kayu
"mbeeek..." Sambung my bro dan my sista itu dan membukanya.
kambing tak mau kalah.
Jantungku tiba tiba saja berdegub dengan kencang
Mereka bahagia sekali melihat kedatanganku dan firasat firasat aneh mulai aku rasakan begitu
menyapa, yang berarti suatu pertanda kode alam aku memegang kotak kayu itu. Dengan takut dan
kalau mereka akan berpesta pora. gemetaran aku memberanikan diri untuk membuka
kotak kayu jati itu.
Segera aku mengambilkan mereka pakan kemudian
setelah itu aku benar benar menuju ke gudang dan "ckrieeek...." Derit engsel berkarat kotak kayu itu.
melaksanakan tugasku membersihkannya..
Begitu daun penutup kotak kayu itu terbuka,
"ckrieeek...." Suara derit pintu gudang yang aku jantungku yang berdegub kencang semakin
buka. berdegup lebih kencang lagi. Aroma kemenyan dan
semerbak wangi bunga sesajen tajam menusuk
"bruuush..." Hembusan udara pengap yang hidungku. Aku serasa hampir tak mampu lagi
langsung menghambur keluar begitu aku membuka menguasai debaran jantungku sendiri dan hampir
pintu gudang. hampir aku jatuh pingsan karenanya. Aroma mistis
semakin kental terasa .
Gudang ini memang jarang sekali di buka dan juga
kurang ventilasinya. Bahkan seingatku sudah "ada apa ini sebenarnya....?" Kata hatiku bertanya
hampir setahun pintu ini tak pernah di buka. tanya penasaran.
Terakhir kali setahun yang lalu Ndoro Kakung
pernah mengajakku mengangkat sebuah kotak Di dalam kotak kayu itu berisi gulungan gulungan
kayu besar berbahan kayu jati dan berukiran indah kertas dan beberapa tumpuk buku buku kuno di
untuk di simpan di dalam sini. itulah kali terakhir dalamnya. Di atas tumpukan buku buku kuno itu
pintu gudang ni di buka. ada sebuah kotak kecil sepanjang dua jengkal jari
dan terbungkus kain kafan putih. Di samping pojok
Saking jarangnya pintu ini di buka, sebenarnya aku sebelah kanan terdapat sebuah lukisan yang sudah
agak takut untuk masuk sendirian. Di dalam usang. Di dalam kotak kayu jati itu juga terdapat
gudang ini terasa berhawa dingin dan seperti bekas bekas bunga tujuh rupa yang sepertinya sisa
tercium aroma mistis di dalamnya. Aroma debu sisa bunga sesajen.
nan pengap menjadikan bulu bulu kudukku
merinding. Bahkan aku juga sering membayangkan Entah kenapa tiba tiba saja tanganku seperti
hal hal menakutkan setiap melintas di depan bergerak sendiri dan mengambil lukisan usang
gudang ini. yang terdapat di pojokan kotak kayu.

Segara aku nyalakan lampu penerangan gudang Betapa terkejutanya aku setelah melihat gambar
dan satu satunya jendela yang ada untuk mengusir yang terlukis indah di kanvas usang itu. Tergurat
ketakutanku. Dengan gerak cepat aku sapu dan lukisan setengah badan seorang perempuan anggun
bersihkan lantai gudang yang berubin marmer ini bersanggul konde. Seraut wajah ayu seorang putri
sambil tak lupa membersihkan sarang laba laba priyayi yang hampir mirip dengan Non Ega.
yang mulai banyak di sini.
Wajahnya yang anggun, sorot matanya yang sayu
Tak sampai satu jam akhirnya aku sudah bisa namun tajam menusuk, dan senyumnya yang
menyelesaikan tugasku membersihkan gudang. tergurat tipis penuh misteri. Semua yang tergambar
Tapi begitu aku hendak melangkah keluar, tiba tiba di kanvas ini hampir sama persis tak ada bedanya
saja pandanganku tertuju ke sebuah kotak kayu dengan Non Ega.
berbahan kayu jati berukiran indah yang tergeletak
di pojok ruangan. "lukisan siapa ini, kok mirip banget dengan Non
Ega...?"
Walau bulu kudukku merinding, tapi rasa "apa ini lukisan Non Ega...?"
"ah... nggak mungkin... lukisan ini lebih tua dari "Nyuwun sewu Ndoro..."
usia Non Ega...." "mboten wonten nopo nopo kok..."
"jadi lukisan siapa ini sebenarnya....?" Kata hatiku ("nggak ada apa apa kok...") Jawabku sambil
bertanya tanya. berdiri dan meminta maaf.

"deg...!" "kamu kok kayaknya ketakutan...?"


"kau takut opo to ngger..."
Tiba tiba saja aku tersentak. Aku merasa lukisan
itu sedang menatapaku sedang memperhatikan aku. "mboten wonten nopo nopo kok Ndoro... sa'estu..."
Seketika bulu kudukku kembali merinding. Buru ("tidak ada apa apa kom Ndoro... beneran...")
buru aku letakkan kembali lukisan itu di tempatnya Jawabku sambil buru buru menutup pintu gudang.
semula. "monggo Ndoro... pareng..." Pamitku sambil
bergegas meninggalkan Ndoro Kakung di depan
Setelah mengembalikan lukisan itu di tempatnya gudang.
semula, pandanganku berlih tertuju ke sebuah
kotak yang yang terbungkus kain kafan putih Ndoro Kakung melihat keanehanku dengan heran.
tersebut. Dengan gemetaran aku mencoba untuk mungkin beliau sedang bertanya tanya ada apa
menyentuh kotak itu. dengan Pardi.

"panas..." Batinku. Hari ini aku selalu di hantui seraut wajah di dalam
lukisan usang itu. Kesibukanku mengerjakan tugas
Kotak yang terbungkus kain kafan putih itu terasa tugas rutinkundi rumah bahkan sampai mencari
aneh. Kotak itu terasa panas dan jemariku terasa pakan para sahabat di hutan tak bisa
seperti tersengat listrik saat menyentuhnya. menghilangkan bayangan seraut wajah itu dari
Akhirnya aku urungkan niatku untuk memegang benakku.
kotak yang terbungkus kain kafan putih itu.
"Hatiku selalu bertanya siapa perempuan itu?"
Karena ketakutanku yang semakin tak sanggup aku "Kenapa hatiku bergetar saat memandang lukisan
kuasai, buru buru aku tutup kembali kotak kayu jati itu?"
itu dan segera bergegas keluar dari gudang. Saat "Dan apa isi di dalam kotakan berbungkus kain
aku melangkah hendak menutup jendela gudang, kafan itu?" Kata hatiku tak henti hentinya bertanya.
bulu kudukku semakin merinding. Aku merasa ada
sepasang mata yang sedang memperhatikanku Sebenarnya aku sempat mempunyai fikiran untuk
gerak gerikku dari belakang. menanyakan ini kepada Ndoro Kakung. Mungkin
saja beliau mempunyai jawaban atas
"hhiii.... gggrrrrr..." Tubuhku bergidik merinding. kepenasaranku ini. Tapi aku tak sanggup
menanyakannya kepada beliau.
Langsung aku cepat cepat menutup jendela dan
berlari keluar dari gudang itu. Malam harinya aku semalaman tak bisa
memejamkan mata. Bayangan seraut wajah wanita
tiba tiba. di dalam lukisan itu masih saja bergelayut di dalam
benakku. Bahkan aku merasa kalau wanita itu
"bruaak...!!!" Aku bertabrakan dengan Ndoro sekarang sedang berada di sini di dalam kamarku.
Kakung yang sepertinya hendak menyusulku di Aku merasa dia sedang memperhatikan aku entah
gudang. dari mana, yang jelas aku bisa merasakan
kehadirannya di sini.
Karena bernturan yang keras aku sampai jatuh ==============++++++++++++==========
terjengkang begitu juga Ndoro Kakung yang aku
tabrak.

"ngopo to Di kok mlayu mlayu ki...?"


("kenapa to Di kok lari lari...?") Tanya Ndoro
Kakung sambil berusah kembali berdiri.
Chapter IX langsung meloncat turun dari ranjangku.
JATI TRESNO
Segera aku membuka pintu kamarku. Di depan
Malam semakin larut dan kabut tipis berlambarkan pintu kamarku Ndoro Putri sudah menungguku
dingin mulai turun menyelimuti bumi. Aku masih sambil berkacak pinggang garang.
terjaga dan belum bisa memejamkan mataku di
saat semua orang sudah larut terbuai di dalam "nyuwun sewu Ndoro..." Ucap maafku
mimpi mereka masing masing. sesampainya di hadapan beliau.

Bayanganku masih belum bisa lepas dari seraut "kowe ki jian dasar bocah gemblung opo piye
wajah yang tegurat indah di atas kanvas usang sih..."
yang aku temukan tadi siang sewaktu ("kamu itu emang dasar anak gemblung atau
membersihkan gudang. Seraut wajah misterius gimana sih...?")
yang tergurat penuh dengan sejuta misteri. Jutaan "motomu opo ra melek... wis jam piro iki...?!"
tanya masih menyesaki benakku tentang siapa ("matakamu apa nggak melek... udah jam berapa
sebenarnya sosok perempuan di dalam lukisan itu. ini...?!") Seprot Ndoro putri sambil bergestur
menunjuk jam tangan.
"siapa sebenarnya wanita itu...?"
"kenapa raut wajah dan semua yang ada di "nyuwun pangapunten Ndoro..."
perempuan itu mirip dengan Non Ega...?" ("minta maaf Ndoro...") Ucapku meminta maaf
"dan kenapa juga hatiku tergetar saat sembari menekuk wajah tak berani memandang
menatapnya..." Tanya yang berulang ulang jutaan beliau.
kali di benakku.
"buocah kok penggaweane mbangkong...!"
Saat sang ayam jantan mulai berkokok aku baru ("anak kok kerjaaanya bangun kesiangan...!")
bisa memejamkan mataku. Belum sempat aku Omel Ndoro Putri sambil menjewer kupingku.
terhanyut larut di dalam buaian mimpi, tiba tiba
aku sudah di kejutkan dengan suara gedoran kasar "auw...auw...auw...." Aku hanya meringis
di pintu kamarku. kesakitan di jewer seperti itu. Aku yang sudah
akhil baliq ini masih beliau perlakukan seperti anak
"jdogh... dogh... dogh... dogh..." Suara gedoran kecil.
kasar di pintu kamarku itu.
"kono gek ndang nyapu nyapu kono..."
Aku tersentak terbangun mendengar gedoran kasar ("sana cepat nyapu nyapu sana...")
di pintu kamarku itu. Mataku berat dan kepalaku "bar kui gek ndang adus gek ndang budal
terasa pusing karena baru sekejap memejamkan sekolah..."
mata. Nyawaku yang belum sempat melayang ("habis itu cepat mandi dan cepat berangkat
mengejar buai mimpi belum sepenuhnya kembali sekolah...") Perintah beliau sambil masih menjewer
keragaku. kupingku.

"Pardi...!" Teriak Ndoro Putri dari luar kamarku. "buk... buk... buk... bocah wis gede kok sek
panggah di jewer wae..."
Rupanya beliau yang sedang menggedor pintu ("buk... buk... buk... anak udah gede kok masih di
kamarku itu. Dengan kepala berat dan mata yang jewer aja...") Bela Ndoro Kakung seperti biasanya.
masih terkantuk kantuk aku memaksakan diri
bangun dari tidurku. Sesaat aku lirik jam dinding "hahahahaha.... jewer wae terus buk..."
yang terpasang di kamarku yang ternyata sudah ("hahahahaha... jewer aja terus buk...")
menunjukkan pukul setengah enam pagi. "yen iso di puklesne sisan kupinge Pardi kui..."
("kalau bisa di patahin sekalian kuping Pardi itu...")
"oh sial... aku kesiangan..." Batinku setelah melihat Gelak tawa Non Ega yang senang kalau aku di
jam dinding. perlakukan seperti ini oleh ibunya.
"enggih Ndoro.... sekedap..." Pandangan ya sinis menatapku dari balik
("iya Ndoro... sebentar...") Jawabku sambil senyumannya yang kelihatan palsu itu.
Sepertinya Non Ega masih marah dan benar benar Selesai berpakaian, aku buru buru menghadap
benar marah kepadaku, bahkan mungkin kini sudah Ndoro Kakung memenuhi panggilan beliau.
menjurus ke arah benci.
"sendiko dawuh Ndoro... wonten nopo nggeh..."
"hush... omonganmu ki loh Ga..." Tanyaku sopan begitu sampai di hadapan beliau.
("hush... omongan kamu itu loh Ga...") Tegur
Ndoro Kakung ke Non Ega. "ngger... kae Ega njaluk kamare cat'e di ganti..."
("nak... itu Ega minta kamarnya catnya di ganti....")
"hehehehe.... ayahanda... peace...." Senyum palsu "awakmu iso toh le ngecat..."
manja Non Ega sambil membuat gestur dua jari ("kamu bisa kan nak ngecat...")
lambang perdamaian ke ayahnya
"whalah.... nggeh saget to ndoro..."
Kisah cintaku dengan Triana sepertinya benar ("whalah.... ya bisa lah Ndoro...")
benar melukainya, tapi kenapa dan atas dasar apa? "namung ngecet mawon kok mosok mboten saget
sih..."
"udah udah... sana cepetan mandi gih..." Perintah ("cuma ngecat doang masa gak bisa sih...")
Ndoro Kakung sambil mendorong halus anak
gadisnya itu. "jangan asal bisa bisa doang pret..."
"uwis to bukne.... mbok yo ojo galak galak to karo "awas ntar kalau jelek... tak kruwes kamu ntar..."
Pardi..." Sambar Non Ega sinis yang baru keluar dari
("sudah lah buk... jangan galak galak apa sama kamarnya dan masih bergaun tidur sutra tipis
Pardi...") selutut warna merah warna favoritnya.
"wong bocah wis bujang barang kok sek di jewer
koyok bayi..." Mengenakan gaun tidur itu dan wajah yang masih
("orang sudah bujangan kok masih di jewer kayak kucel baru bangun tidur, tapi Non Ega masih
bayi...") kelihatan cantik dan manis.

"haiyah.... bapak ini...." "santai apa Non... kalau jelek ya nasib Non aja lagi
"selalu saja Pardi di belani... lama lama nglunjak apes kali..." Jawabku asal sengaja meledek.
pak.."
"gak punya aturan gak punya tatakrama..." "coba aja kalau beneran jelek..."
Sanggah Ndoro Putri sambil melepaskan "tak huh kamu....." Balas Non Ega sambil
jewerannya yang memerahkan daun telingaku. menunjukkan kepalan tangannya.

Langsung aku buru buru mengerjakan tugas Terlihat dari raut wajahnya sepertinya Non Ega
wajibku menyapu halaman setiap pagi seperti serius dengan ancamannya itu.
biasanya sebelum aku di marahi Ndoro Putri sekali
lagi. Setelah menyelesaikan pekerjaan itu aku "heh... heh... heh.... opo toh iki...?"
kemudian langsung bergegas mandi dan bersiap ("heh... heh... heh... apa sih ini...?")
berangkat ke sekolah. "Ega... cepat mandi sana... prawan kok jam segini
baru bangun..."
==================== "le Di... nyo iki duwite nggo tuku cat..."
("Di... ini duwitnya buat beli cat...") Kata Ndoro
Hari ini hari minggu. kakung sambil memberikan selembar uang seratus
ribuan kepadaku.
"Pardi...." Panggil Ndoro Kakung dari ruang
keluarga. "enggih Ndoro..."
"Non Ga kamarnya mau di cat apa Non...?"
"enggih Ndoro... sekedap...." "mau di cat warna hitam apa merah...?" Tanyaku
("iya Ndoro.... sebentar....") Jawabku dari kamar kepada Non Ega tentang warna yang dia mau
yang baru selesai mandi pagi dan sedang sambil menerima uang dari Ndoro Kakung.
berpakaian.
"semprul kowe... dasar kampret...."
"ya warna cewek lah kampret... warna pink..." Ega, segara aku masuk ke kamar Non Ega dan
"tapi pink nya yang lembut... awas kalau sampai memulai pekerjaanku mengecat kamarnya. Sengaja
salah..." Ancam Non Ega sambil ngeloyor pergi ke aku mengunci pintu kamar agar Non Ega tidak
dapur. merocoki dan mengganggu pekerjaanku.

Melihat tingkah polahku dan Non Ega yang seperti Pertama aku rapikan barang barang Non Ega.
tom and jerry itu Ndoro Kakung hanya tersenyum Lemari, meja rias, dan ranjang aku tarik ke tengah.
sambil menggelengkan kepala. Figura photo, jam dinding, gantungan baju, dan
segala hal yang menempel di dinding aku lepas
Segera aku menuju toko material terdekat untuk semua. Setelah selesai baru semua aku tutup
membeli cat seperti keinginan Non Ega. Untung dengan koran bekas agar tidak terkena cipratan cat.
saja toko material mempunyai warna cat yang aku
maksud. Saat sedang merapi rapikan barang barang Non
Ega itulah, tiba tiba pandanganku tertuju ke sebuah
Sesampainya aku di rumah, sambil menenteng cat diary pink yang tergeletak di atas meja rias. Sebuah
seperalatannya dan seember air, tanpa permisi aku diary yang dulu sempat terbuka dan terbaca satu
langsung menyelonong masuk ke kamar Non Ega halamannya olehku yang bertuliskan the sound of
untuk mengecat kamarnya itu. heartbreak. Kalau aku juga tidak salah ingat,
sepertinya diary itu sudah ada semanjak Non Ega
"yaaaaaih....!!!" SMP.
"edan kamu ya.... dasar kampreet...!!!" Jerit Non
Ega yang ternyata sedang telanjang baru selesai Kembali rasa penasaranku bangkit akan isi diary
mandi hendak berganti pakaian di dalam kamarnya. itu. Siapa tau aku bisa mengetahui rahasia paling
rahasia dari Nonaku itu. Dan mungkin juga inilah
"maaf... maaf.... maaf Non...." awal pembalasanku.
"Pardi memang sengaja Non... Maaf ya..." Buru
buru aku kembali menutup pintu kamar Non Ega Dengan sungging senyum iblis di bibirku, perlahan
sambil meminta maaf. aku buka diary itu lembar demi lembar dari lembar
pertama.
Tak berapa lama kemudian setelah selesai
berpakaian Non Ega keluar dari kamarnya sambil Lembar pertama
menenteng bh dan celana dalam kotornya. THE SOUND OF HEARTBREAK
Image yang terbaca dari corat coret abstrak di
"dasar otak mesum...!" lembar pertama diary pink tersebut. Sepertinya
"kalau mau mesum sama si kutu kupret pacar kamu coretan abstrak itu menutupi sebuah tulisan yang
saja sana..." sudah tak terbaca lagi di bawahnya.
"gak sopan banget sih jadi kampret...!"
"makan nih....!!!" Damprat Non Ega sambil Betapa terkejutnya aku setelah membaca lembar
meraupkan bh dan celana dalam kotornya ke lembar demi lembar dari diary itu. Ternyata diary
wajahku. itu berisikan pemujaan Non Ega terhadap seorang
cowok dan ratapan kesakitanya karena cowok itu
"huasem... semprul... bau banget sih..." Ucapku serta adanya orang ketiga di antara mereka.
spontan sambil menutup hidungku.
"sembarangan kalau ngomong...." Lembar kedua
"onderdil priyayi mana ada yag bau...!" 25 juni
"emangnya onderdil babu kaya kamu apa...?" Balas Bahagianya aku hari ini. Hari ini pas hari ulang
Non Ega sambil tersenyum kecut selah berhasil tahunku yang ke empat belas, dia membuatkanku
mengerjaiku. sebuah cincin rumput sebagai hadiah ulang
tahunku.
Sebenarnya pakaian dalam Non Ega itu memang terima kasih.... Indah sekali cincin ini....
benar berbau harum khas aroma tubuhnya akan ku jaga selamanya cincin ini dan sebagai
walaupun sudah kotor bekas di pakai. tanda pinanganmu untukku.
Setelah selesai keributan kecil antara aku dan Non Love you... mmmuuah....
Terdapat sebuah cincin yang terbuat dari untaian Walau aku baru membaca sampai lembar keempat,
rumput yang sudah mengering tersimpan di sebuah tapi itu sudah cukup mewakili semua apa yang
plastik dan di tempelkan di lembar kedua itu. ingin aku ketahui tentang Ndoro Ayuku, tentang
rahasia paling rahasia darinya. Tentang dia yang
Aku perhatikan dengan seksama cincin rumput itu. sebenarnya menaruh hati kepadaku.
Ingatanku melayang mengingat ingat kejadian
empat tahun yang lalu. Aku ingat betul kalau Aku tak pernah menyangka kalau ternyata Non
cincin rumput itu aku yang membuatnya dan aku Ega mempunyai perasaan kepada si kampret yang
berikan kepada Non Ega saat ulang tahunnya yang berarti adalah aku, Supardi, babu atau abdi di
ke empat belas waktu itu. rumahnya.

Semakin aku penasaran dengan isi diary tersebut Tiba tiba hatiku berdesir, hatiku terasa perih seakan
setelah mengetahui isi lembar kedua itu. tersayat sayat. Tanpa terasa air mata mulai jatuh
Lembar ketiga membasahi pipiku.
28 juni
iiihhh.... sebel... kenapa sih kamu masih saja nggak kenapa Ga... kenapa....?
sadar...??? kenapa kamu tak mengungkapkan ini semua...
dasar kampret guoblok.... kenapa...?
begok banget sih kamu jadi manusia... apakah kamu tak merasakan kalau aku juga
Lembar keempat mempunyai rasa yang sama...?
29 juni apakah masih kurang sinyal sinyal yang aku
aku malu.... tadi tanpa sengaja aku melihatnya berikan....?
telanjang di kamar mandi. aku juga jatuh cinta Ga... aku jatuh cinta
kenapa jantungku deg degan ya...??? kepadamu Gayatri....
ooh diary... tolongkah aku... aku tak sanggup lagi... tapi sayang segalanya sekarang sudah terlambat
belalainya itu loh... ya ampun... ngeri ah.... Gayatri...
sudah terlambat.... sangat terlambat....
tapi tadi dia tau nggak ya....??? kenapa aku harus mengetahuinya di saat semua
oh tuhan.... jangan sampai dia tau.... please... sudah tak mungkin lagi... kenapa....?
"apa......! apa aku tidak salah baca...?" aku cinta kepadamu Gayatri... aku cinta....
"kalau begitu berarti Non Ega jugaa...." Gumanku Tangis dan ratap kesedihanku dalam hati setelah
terkejut setelah membaca isi diary itu. mengetahui bahwa sebenarnya Non Ega juga
Lembar keempat mempunyai perasaan yang sama kepadaku.
2 juli
Hay diary.... Aku dekap erat erat diary pink itu sambil terduduk
kenapa debaran jantung ini semakin kuat saat di lantai bersandar tembok kamar meratapi
bersamanya kesedihanku, menyesali apa yang sudah terlewati.
hay diary....
aku benar benar jatuh cinta tidak.... aku tak perlu menyesali ini....
hay diary.... biarlah semua ini menjadi kenangan...
tolong sampaikan rasa ini kepadanya tak seharusnya aku memandang ke belakang...
hay diary.... sekarang aku sudah punya Ana...
aku ingin memilikinya ya... aku sudah punya Ana...
hay diary.... kepadanya aku sudah berjanji dan barus ketepati...
apakan dia juga merasakan hal yang sama Analah masa depanku....
hay diary.... maafkan aku Ga.... maafkan aku Gayatri...
kenapa debaran jantung ini semakin kuat dan Kata hatiku sekali lagi berusaha melipur lara dan
menguat saat bersamanya meneguhkan hati.
hay diary....
kelam saat aku dewasa, aku akan menjadi istrinya, Percuma aku menyesali kenyataan kenapa aku tak
menjadi permaisurinya bisa menangkap sinyal sinyal bahwa sebenarnya
Click to expand... Non Ega juga menaruh hati kepadaku. Sekarang
aku harus tetap memandang lurus kedepan, karena
di sana sudah ada Ana yang menungguku dengan "ya ya ya.... lumayan..." Pujinya sambil masih
kelembutan senyuman dan hangatnya cinta. menyapukan pandangannya ke sekeliling tembok
kamar.
Aku tutup diary itu dan aku kembalikan ke "sekarang beres beresin lagi barang barangku..."
tempatnya semula. Sudah cukup aku mengetahui "awas kalau sampai ada yang rusak..." Perintahnya
rahasia terdalam dari seorang Gayatri. Aku sudah sambil berlalu keluar dari kamar.
tak ingin tau lebih jauh lagi isi diarynya yang
mungkin malah bisa membuatku lebih terluka lagi, Tanpa banyak bicara aku langsung mengerjakan
membiatku malah semakin menyesali apa yang perintah Ndoro Ayuku itu.
sudah terlewati.
Setelah selesai membereskan kembali kamar Non
Ku seka air mataku dan kembali melanjutkan Ega, aku merenung di kamarku. Isi benakku
pekerjaanku yang baru akan aku mulai. berkecamuk tak menentu bercampur aduk. Aku
menyesali kenapa aku harus mengetahui kenyataan
Setelah selesai mengamankan barang barang Non di saat semuanya sudah terlambat. Di saat aku
Ega dan membersihkan cat yang lama, aku mulai sudah berikrar sumpah janji setia kepada Ana
menyapukan kuas cat sesapu demi sesapuan. kekasihku.
Setelah dua lapis pengecatan, akhirnya selesai juga
tugasku mengecat kamar Non Ega ini. Tak terasa aku mulai menangis. Air mata mulai
deras menetes dari sudut sudut mataku. Aku
"huuft.... akhirnya selesai juga...." Gumanku meratapi kasih tak sampai yang tak mungkin bisa
sambil menyeka keringat di dahiku. berulang kembali. Menyesali kisah indah masa lalu
yang tak bisa ku tangkap makna yang terkandung
"pret... kampet.... sudah belum pret...?" Teriak di dalamnya. Menyesali ketidakpekaanku akan
kasar Non Ega mengejutkanku dari luar kamar. sinyal sinyal kasih yang dulu dia berikan.

"tok... tok... tok...." Suara ketukan pintu. seandainya.... Hanya itu ratapan yang berulang
jutaan kali di dalam benakku.
"sudah belum sih pret...?!"
"ngapai sih pintunya pakai di kunci segala...?!" Kuraih gitar tua merek Kapok brand yang
Teriak Non Ega sekali lagi dari luar sambil tergantung di tembok kamarku. Reflek jemariku
mengetuk pintu. mulai bermain memetik dawai dawai senar gitar
dan menyenandungkan sebuah lagu.
"udah Non.... beres...." Jawabku dari dalam.
Kemana kau s'lama ini
"kenapa sih pintu pakai di kunci segala...?" Bidadari yang kunanti
"awas kamu kalau sampe ngobok obok barang Kenapa baru sekarang
barangku...!" Kita dipertemukan

"engak kali Non... mana berani saya..." Sesal tak 'kan ada arti
"iya iya.... Pardi buka pintunya..." Jawabku sambil Karna semua t'lah terjadi
membuka pintu kamar. Kini ku t'lah menjalani
Sisa hidup dengannya
"cklek..."
Reff:
"ngapain sih pakai di kunci kunci segala...?" Mungkin salahku... Melewatkanmu...
Sembur Non Ega begitu pintu terbuka. Tatapannya Tak mencarimu... Sepenuh hati...
masih sinis memandangku dengan benci. Maafkan aku...

Non Ega langsung masuk kekamarnya. Sambil Kesalahanku... Melewatkanmu...


berkacak pinggang pongah dia memperhatikan Hingga ku kini... Dengan yang lain...
hasil kerjaku sambil manggut manggut tanda puas Maafkan aku...
denga hasil kerjaku.
Jika berulang kembali Nafsuku adalah Nafsu yang lahir dari kegelisahan
Kau tak akan terlewati dan perih hatiku.
Segenap hati kucari
Dimana kau berada Untung Ana tak menyadari itu semua. Dengan
sabar dia menyambut dan mengimbangi setiap
Walau ku terlambat kekasaranku penuh cinta. Tangannya memelukku
Kau tetap yang terhebat dengan erat, seakan dia ingin meleburkan tubuhnya
Melihatmu... Mendengarmu... menyatu dengan ragaku.
Kaulah yang terhebat
"ooooouh.... yaaang...."
Sebuah lagu dari Sheila On 7 berjudul Yang "emmmmh.... gila kamu yang...."
Terlewatkan tiba tiba aku nyanyikan tanpa aku "aaaaaih... iya gitu yang....."
sadari. Lirik asli dari lagu itu sedikit berubah dari "oooouch.... yeeeah.... yang dalam yang... oooh..."
yang sebenarnya di dalam senandunganku. "Ana enak yang... eeemh..." Desahannya yang
lebih terdengar seperti sebuah jeritan.
Aku tak ingin semakin larut terbenam dalam
kubangan penyesalan ini. Ku hapus air mataku, ku Bosan dengan gaya standart, aku tarik tubuh Ana
coba memaksakan sungging senyum di bibirku. bangkit. Dengan batang kemaluanku yang masih
Biarlah ini semua hanya memjadi sebuah guratan menancap di lubang kemaluannya, sekarang kami
tinta di buku diary. Biarlah rahasia ini tetap bercinta dalam posisi duduk saling berhadapan.
menjadi rahasia selamanya.
==================== Dalam posisi ini Ana semakin bisa
mengekspresikan dirinya. Goyangan pinggulnya
"eeeemh...... eeehh.....ouuch...." semakin liar di geal geolkan ke kanan ke kiri, ke
"aiyaah... ooouh... iyah.... iya gitu yang... " atas dan ke bawah mengurut urut batang
"eeeemmmh..... oooush...." Desahan Ana sambil kemaluanku yang tertanam di kemaluannya.
turut menggoyangkan pinggulnya menyambut
setiap tusukanku. Kami berdua berpelukan semakin erat sambil
"eeeeeeh... hooooush...." berpagutan liar saling menjilat dan mengecapi.
"iya An... ooooh..."
"eeeemmmmmmh...." Desahan kami bersama yang
Sekali lagi aku berada di sini. Sekali lagi Ana tertahan pagutan.
menjadi tempat pelarianku. Dan perbuatan mesum
dengan Ana kekasihku inilah satu satunya rekreasi Cumbuanku mulai berpindah turun kelehernya
yang mampu menyegarkan penat hatiku. Yang yang jenjang. Ku tinggalkan satu bekas merah
mampu menjadi pelipur lara hatiku. cupangan di lehernya yang putih bersih itu

kasihan kamu An... maafkan aku... maafkan... Jerit "yang.... ooouh... Ana hampir yang...."
hatiku meratap dengan tubuhku yang masih "Ana hampir sampai... ooouch..."
mencumbuinya. "balik lagi ke posisi tadi yang...." Ajaknya kembali
ke posisi misionaris.
"cplok... cplok... cplok.... cplok..." Suara pinggul
kami beradu. Dengan kemaluanku masih menancap di lubangnya,
aku jatuhkan tubuh Ana kembali di ranjang
Dalam posisi misionaris aku mengenjot tubuh berseprei hello kitty itu. Tanpa banyak membuang
mungil Ana penuh nafsu. Sodokan demi sodokan waktu aku langsung kembali menggenjot tubuh
aku hujamkan dengan kasar membelah lubang mungil Ana dengan kasarnya.
kemaluannya.
"cplok... cplok... cplok... cplok...." Suaru tumbukan
Tubuhnya mnggelepar menggeliat kesana kemari pinggul kami karena genjotan kasarku.
di bawah dekapanku setiap aku menghujamkan
kejantananku dengan kasar. Mulutku juga "oooouh.... Ana sedikit lagi yang...."
mengulum buah dadanya dengan kasar penuh nafsu. "eeemhhhh....."
"iya yang..... aaaauh... aku juga...." pelukanku. Pandanganku menerawang
memandangi langit langit kamar. Hatiku kembali
"cplok.... cplok... cplok....cplok...." Goyangan teriris pilu mendengar perkataanya.
pinggulku semakin cepat mengeluar masukkan
kejantananku mengawini Ana. Sungguh berdosa aku mempermainkan hati gadis
yang sangat mencintaiku ini. Sungguh jahat aku
yang hanya menjadikannya sebagai tempat
Gumuruh kenikmatan mulai berkumpul di ujung pelarianku.
kejantananku siap untuk membebaskan diri. Benih
anak anakku bersiap berpindah ke rahim ibunya ana... maafkan aku sayang... maafkan aku... Jerit
untuk membuahi sang indung telur dan bertumbuh hatiku menagis pilu.
kembang di sana.
Sampai kapan aku akan seperti ini. Sampai kapan
Tiba tiba tubuh Ana bergetar dan pelukannya aku hanya menjadikannya tempat lari dan
semakin erat. Dinding dinding kemaluannya sembunyi. Sampai kapan semua ini akan terjadi.
berkedut kedut mengurut kejantananku yang keluar
masuk di dalamnya denan gagahnya. Kakinya aku harus bisa... harus...
mengapit pinggulku berusaha ikut mendorong agar di sinilah masa depanku... Analah takdirku... Kata
kejantananku terbenam lebih dalam lagi, mungkin hatiku lagi membulatkan tekat.
kalau bisa sampai menembus pintu rahimnya.
Biarlah aku tetap begini adanya, biarlah semua
"oooooouuuh.... Ana kel.... ooooouhhhh...." semua sebagaimana seharusnya. Aku sudah cukup
bahagia dengan cinta tulus Ana dan keluarganya
Bersamaan dengan itu aku juga tak mampu lagi kepadaku. Aku tak boleh menyianyiakan cinta
menahan dorongan dahsyat yang sudah kasihnya. Sekarang aku harus berhenti mencari
menggumpal di ujung kemaluanku. Aku tak karena apa yang aku butuhkan sudah berada di
sempat lagi dan tak bisa mencabutnya karena pelukanku saat ini.
tertahan pitingan kaki ana di pinggulku.
"sayang...." Suara Ana yang menyadarkanku dari
"An.... oooouh...." lamunan.

"cret... cret... cret... cret...." "apa An...?"

Tuntas sudah syahwatku seiring berhambur keluar "i love you..." Jawab Ana sambil mendaratkan
benih benih keturunanku menyirami rahimnya. sebuah kecupan hangat di bibirku.

Nafas kami tersengal sengal memburu dan tubuh Kembali kami bergumul berpagutan memadu kasih.
telanjang kami bermandikan keringat. Di bawah Kali ini aku melakukannya sepenuh hati. Setiap
sana sisa sisa kedutan kemaluan ana masih terasa. belaian dan cumbuanku berlambarkan cinta yang
berusaha ku bangun di dasar hatiku.
Ku putar posisi kami, dan sekarang Ana yang
berada di atas menindihku. Kemaluanku masih Mulai sekarang berakhirlah pelarianku karena aku
tertancap di lubang kemaluannya seolah menahan sudah menemukan rumahku. Di dekapanku ini
agar benihku tak meleleh keluar. dialah cintaku.

"aku keluar di dalam lagi An..." Kataku dengan Cinta...


nafas yang masih tersengal sengal. Sejak dulu beginilah cinta... deritanya tiada akhir...
Cinta...
"biarin.... biar Ana hamil anak kamu yang..." Cinta adalah labirin maha rumit dalam perjanan
"Anak kita...buah cinta kita..." Jawab Ana dengan anak manusia...
yakin. Cinta...
Bahasanya tak terjemahkan walau dengan Google
Ku dekap tubuh ana semakin membenamkannya di translate sekalipun...
Cinta...
Programnya tak terbaca walau menggunakan
windows explorer sekalipun...
Cinta...
Kode matrix yang terkandung di dalamnya tak
tertembus walau oleh hacker sekaliber Anonimous
sekalipun...
Cinta...
Cinta bukan hanya sekedar kata...
Cinta...
Cinta adalah pertautan hati...
Cinta...
Cinta adalah... Cinta...
=======+++++++++++===============
Chapter X "aah... ngawur aja kamu... ya mana mungkin lah..."
1DESEMBER "kamu kan tau sendiri gimana Ega...."
"udah ah... kok jadi ngelantur gitu sih
omongannya..." Jawabku berusaha memutus
Ku coba mematikan semua rasa yang ada, ku coba pembicaraan mengenai Non Ega.
menentang semua hasrat hati yang ada tentang Non
Ega. Ku coba memupuk semi benih benih kasihku Tak berapa lama menunggu akhirnya es tah manis
dengan Ana, agar semakin tumbuh berkembang pesanan kamipun datang juga.
dengan suburnya. "permisi mas... mbak... nyuwun sewu..."
"niki unjukanipun... monggo..."
Rahasia hati yang aku ketahui biarlah tetap ("ini minumannya... silahkan...") Kata rmah si ibu
menjadi rahasia. Biarlah semua itu hanya cerita kantin sambil meletakkan dua gelas es teh manis di
masa lalu yang telah terlewati tanpa seharusnya atas meja di depan kami.
aku sesali. Sekarang aku sudah di sini, bersama
bidadari yang mencintaku sepenuh hati. Dialah dia "enggih buk... matur sembah nuwun nggih..."
Triana Subur Lestari kekasihku. ("iya buk... terima kasih ya buk...") Jawab Ana tak
kalah sopannya.
"yang... Ega tu kenapa sih yang...?"
"kok perasaan dia tu sewot banget kalau melihat Begitu es teh manis itu terhidang di atas meja, aku
kita...?" Tanya Ana saat kami bersantai jajan di langsung menyeruputnya penuh nafsu karena
kantin pas jam istirahat sekolah seperti biasanya. sudah kehausan.

"gak tau... ya mungkin karena kamu musuh "slruuuup...." Suara seruputan es teh manis melalui
besarnya malah pacaran sama pembantunya kali..." sedotan.
Jawabku sekenanya.
"hehehehe.... iya kali ya...." Saat sedang menikmati seruputan es teh manis itu,
"aku tu sebenarnya masih belum mengerti loh tiba tiba aku di kagetkan dengan sebuah tepukan
dengan Ega itu..." keras di punggungku.
"kenapa sih dia tiba tiba saja musuhan ama aku..."
"kan dulu kami itu sahabatan kan...?" Sambung "cepluk..." Sebuah tepukan di punggungku.
Ana sambil beranjak berdiri dari tempat duduk
kami dan berjalan ke arah ibu kantin yang sedang "hooey...!!! mesra banget sih berdua...." Suara
sibuk melayani para pembeli. Rudi dari belakang yang ternyata si oknum
"buk... es teh manisnya dua ya..." Pesan Ana penepuk punggungku tersebut.
kepada ibu kantin.
"uhuk... uhuk... uhuk..."
"oh... iya mbak Ana... sebentar ya..." Jawab si ibu "semprul kowe rud... sialan kamu..."
kantin dengan masih sibuknya. "aku hampir mati kesedak ni semprul..." Semburku
sambil terbatuk batuk tersedak.
"apa jangan jangan Ega tu cemburu kali sama kita
yang...?" "hehehe... nyuwun sewu denmas Pardi...
"atau jangan jangan Ega itu diam diam suka ama ngapunten..." Jawab Rudi cengengesan sambil
sayang...?" mengambil duduk di sampingku.
"hayooo looh..." Sambung Ana lagi sambil kembali
duduk di tempatnya semula di sampingku. Tenyata Rudi datang bersama Siti Pacarnya yang
tak kalah mesranya dengan kami.
"Deg..."
"eh... duduk Ti..." Suruh Ana begetu mengetahui
Jantungku tersentak mendengar pertanyaan itu. Rudi datang bersama Siti pacarnya.
Sebuah pertanyaan yang memang benar adanya,
dan aku simpan rapat rapat menjadi sebuah rahasia "oh... iya mbak..." Jawab siti sopan sambil
nun jauh di dasar hati yang terdalam. mengambil duduk di samping Ana.
Saat kami berempat sedang asik bercengkrama Banyak pekerjaan rutin yang sudah menungguku di
bersenda gurau, tiba tiba saja terdengar suara rumah mereka yang harus aku kerjakan.
kehebohan yang pasti menandakan datangnya Non
Ega sang Raden Ayu. "aku langsung pulang ya An..." Kataku saat
berjalan menuju ke tempat parkir bersama Ana.
"eh... mbak Ega... monggo mbak pinarak mriki..."
("eh... mbak Ega... silahkan mbak duduk di sini...") "yaaaa... sayang... mampir ke rumah aku aja dulu
Suara salah seorang teman sekolah kami yang yuk...?"
mempersilahkan tempat duduk untuk Non Ega "Ana kangen ni... Ana pengen... yuk..." Ajak Ana
dengan penuh sopan dan keseganan. merajuk manja sambil membisikkan kata pengen di
kupingku.
Mendengar kehebohan itu, kami berempat reflek
menoleh ke arah berasalnya kehebohan itu. Sejurus "lain kali aja ya An... aku masih banyak kerjaan di
tatapan mataku beradu dengan sorot mata tajam rumah..." Jawabku beralasan sambil menuju sepeda
penuh kebencian Non Ega. Sorot mata seperti jengky yang terparkir di parkiran sekolah.
biasanya, sorot mata benci fan tidak suka melihat
kedekatanku dengan Ana. "ya udah deh.. hati hati ya yang...."
"sudah... sudah... sudah...." "lave you... mmmuah .." Jawab Ana penuh
"minggir... minggir... minggir..." pengertian sambil mendaratkan sebuah kecupan
"eneg aku jadinya di kantin ini..." Kata Non Ega hangat di pipiku.
sambil melangkah pergi tak jadi ke kantin.
"huuuuuu..... suuit... suuit..." Sorakan ramai dan
Berempat kami saling berpandangan tak mengerti siulan para teman sekolah kami yang mengaksikan
dengan kelakuan aneh Non Ega itu. Walaupun aku adegan romantis itu.
sebenarnya mengerti alasan Non Ega berbuat
seperti itu. Non Ega pasti cemburu melihat aku dan Setelah mendapat kecupan mesra dari kekasihku
Ana berduaan di kantin. itu, dengan wajah bersemu merah menahan malu
karena sorakan teman temanku, aku langsung
Di tambah lagi keberadaan Rudi dan Siti bersama menggenjot sepeda jengky yang menjadi alat
kami yang tak kalah romantisnya, pasti membuat transportasiku setiap hari pergi meninggalkan Ana
hati Non Ega teriris tercabik cabik. Pasti dia dan sekolahan.
bersedih kenapa sampai saat ini dia belum Sekitar setengah jam perjalanan bersepeda dari
memiliki kekasih. Atau mungkin juga dia sekolahan, akhirnya aku sampai juga di rumah
menyesali kenapa selama ini dia terlalu angkuh majikanku. Sesampainya di rumah aku langsung
untuk mengetahui perasaannya sendiri. berganti pakaian dan makan siang sebelum
memulai pekerjaan wajibku setiap hari seperti
"Apa mungkin hati dan cintanya benar benar biasanya.
tertambat lekat kepadaku, sehingga membutakan
segala rasa dan panca ideranya....?" Belum selesai aku menghabiskan makananku, tiba
"Sedalam itukah perasaannya kepadaku....?" tiba saja terdengar teriakan bengis Ndoro Putri
Kata hatiku mencari jawaban atas kelakuan aneh memanggilku seperti biasanya.
Non Ega.
"Pardiii.....!" Teriak Ndoro Putri dari ruang depan.
Dari tempatku, aku hanya bisa memperhatikannya
melangkah berlalu pergi. Dalam hati aku menangis "enggih Ndoro sekedap..." Jawabku sopan
meratapi kesakitan hati gadis yang sebenarnya langsung memenuhi panggilan beliau.
benar benar aku cintai itu. Gadis yang membuatku
berlari sembunyi di pelukan Triana. Tanpa menunggu menghabiskan makan siangku
terlebih dahulu, aku langsung berlari meninggalkan
========================= makan siangku dan bergegas menemui beliau yang
sudah menungguku di ruang tamu.
Siang harinya selesai jam sekolah aku langsung
pulang ke rumah Ndoroku seperti biasanya. "nyuwun sewu Ndoro... wonten nopo nggih...?"
Tanyaku dengan menunduk hormat sesampainya di "duko nggih Ndoro... kulo mboten ngertos..."
hadapan beliau. ("tau ya Ndoro... saya tidak tau...") Jawabku
berbohong.
"Ega kemana kok jam segini belum pulang...?"
Tanya Ndoro Putri bernada mengintrogasi. Padahal aku tau kemungkinan alasan Non Ega lari
ke rumah mbak Nora dan tidak mau pulang.
"saya kurang tau Ndoro..." Mungkin Non Ega sengaja menghindar dan tidak
ingin bertemu denganku di rumah. Atau mungkin
Memang tadi di sekolah aku tak lagi melihat Non juga Non Ega mencoba untuk menenangkan diri di
Ega setelah di dia marah marah tak jelas di kantin. sana.
Saat jam pulang sekolahpun aku juga tak
melihatnya, bahkan aku juga tak melihat motornya "kowe ki piye toh... di takoni kok jawabane
di parkiran sekolah seperti biasanya. panggah ra ngerti wae..?"
("kamu itu gimana sih... di tanyai kok jawabannya
"loh.. kirain Non Ega sudah pulang...?" tetep nggak ngerti aja...?")
"terus kalau di rumah nggak ada, Non Eganya "yo wis kono... tugase gek ndang cepet di
kemana dong...?" kerjani..."
Tanyaku dalam hati penasaran sekaligus ("ya sudah sana... tugasnya cepat di kerjain...")
mengkhawatirkan Non Ega. "bar kuwi terus jemputen Ndoro Ayumu neng
Durenan kono..."
"kowe ki piye toh... kok Ndoro Ayune ora di ("habis itu terus kamu jemput Ndoro Ayumu di
gatekne..." Durenan sana...")
("kamu itu gimana sih... kok Ndoro Ayunya nggak "bilangin ke Ega, Bapak Ibuk gak bisa jemput..."
di perhatiin...") "Bapak ibuk sama Pakdhe dan mbakyu Hana ke
Ponorogo ada urusan..."
Saat Ndoro putri sedang sibuk mengintrogasiku,
tiba tiba terdengar dering telefon dari ruang "enggih Ndoro... sendiko dawuh..."
keluarga.
Setelah mendapat tambahan tugas menjemput Non
"kriiing... kriiing... kriiing..." Suara dering telefon. Ega di rumah Ndoro Pakde, aku langsung kembali
ke dapur meneruskan makan siangku yang tadi
Mendengar suara dering telefon itu Ndoro Putri sempat tertunda karena di panggil Ndoro Putri.
langsung buru buru menghampiri dan
mengangkatnya. Beliau urung memarahiku karena Dengan gerak cepat aku habiskan sisa makan
adanya panggilan telefon tersebut. siangku yang tinggal beberapa suapan lagi itu, dan
setelah itu langsung mulai mengerjakan apa yang
"ya halo...." sudah menjadi kewajibanku sehari hari.
"oh... yo wis kalau gitu... kirain kemana..."
"yo wis...biar nanti di jemput sama si Pardi saja ya Pekerjaanku hari ini di mulai dengan memberi
mbak yu..." Pembicaraan Ndoro Putri dengan makan para sahabat karibku si kambing dan si sapi.
seseorang di seberang telefon sana yang entah Setelah itu aku lanjutkan dengan mencuci piring
dangan siapa. dan pakaian keluarga Ndoroku (termasuk juga
pakaian Non Ega tapi tanpa dalaman) yang
Selesai menutup telefon, Ndoro Putri kembali ke segunung banyaknya.
ruang tamu menemui aku yang masih belum
beranjak dan masih menunggui beliau. Setelah selesai mencuci dan menjemur pakaian,
tanpa punya banyak waktu beristirahat aku segera
"barusan mbakyu Hana yang telefon..." pergi ke hutan untuk ngarit mencarikan rumput dan
"katanya Ega ada di sana dan nggak mau pulang..." rambanan untuk makan para sahabatku.
"memangnya Ega kenapa sih... tadi ada apa di Semua rangkaian tugas wajibku itu di akhiri
sekolahan...?" Tanya Ndoro Putri yang lagi lagi dengan menyapu halaman depan belakang dan
bernada mengintrogasi. menimba air untuk mandi para Ndoroku.
Setelah selesai mengerjakan semua tugas dan "kulonuwun.... kulonuwun..." Ucap salamku
kewajibanku itu, aku buru buru mandi dan bersiap beberapa kali dari luar gerbang kayu rumah Ndoro
berangkat ke Durenan ke rumah Ndoro Pakde Pakdhe.
untuk menjemput Non Ega, sebagaimana yang tadi
di perintahkan Ndoro Putri. Beberapa kali aku mengucapkan salam tapi tidak
ada jawaban dari dalam rumah tersebut. Sepertinya
"loh... kok rapi temen to ngger...?" rumah joglo dengan pohon jambu dersono besat di
("loh... kok rapi banget to nak...?") halam depannya itu sepi tanpa ada penghuninya
"arep nyang ndi wong wis surup surup ngene sama sekali.
kok...?"
("mau kemana orang sudah sore begini kok...?") Kok sepi ya...? pada kemana orang orang orang...?
Tanya Ndoro Kakung yang baru pulang kerja. Tanyaku sendiri di dalam hati.

"badhe njemput Non Ega wonten Durenan Setelah berkali kali lagi mengucapkan salam tapi
Ndoro..." tak ada jawaban sama sekali, aku akhirnya
("mau menjemput Non Ega di Durenan Ndoro...") menyerah juga. Sepertinya benar benar tak ada
Jawabku sambil membungkuk sopan. seorangpun di dalam rumah itu. Akhirnya aku
memilih untuk menunggu di depan pintu gerbang
"loh... Ega kapan mronone...?" sampai sang pemilik rumah pulang.
("loh... Ega kapan ke sananya...?")
Sudah hampir dua jam lebih aku menunggu, tapi
"mau awan pak... mbakyu Hana telefon..." masih juga belum ada tanda tanda kedatangan sang
("tadi siang pak... mbakyu Hana telefon...") pemilik rumah tersebut.
"jarene Ega neng kono trus ora gelem mulih...
mbuh ono opo..." "jgluaaaar......" Suara kilat di langit.
("katanya Ega di sana terus nggak mau pulang...
tau ada apa...") Sambung Ndoro Putri yang baru Langit malam sedang mendung dan tak ada
keluar dari kamar sambil membawa uang buat satupun bintang sang penghias langit malam yang
ongkosku ke Durenan. terlihat. Hanya sang rembulan sabit yang terlihat
mengintip malu malu di sela sela mendung gelap
"yo wis yen ngono gek ndang budal selak udan... yang berarak di angkasa malam. Tak beberapa
ngagi ati yo Di..." lama kemudian akhirnya hujanpun turun juga
("ya udah kalau gitu cepat berangkat keburu hujan... dengan derasnya.
hati hati ya Di...")
"eh Di... yen gelem nginep kono wae sekalian, Untuk menghindari guyuran air hujan, aku
Bapak Ibuk mengko arep lungo..." langsung berlari untuk mencari tempat berteduh,
("eh Di... kalau mau nginep sana aja sekalian, tapi tak satupun ku temukan tempat yang nyaman
Bapak Ibuk nanti mau pergi...") dan aman untuk bersembunyi dari siraman air
hujan.
"engih Ndoro.... Pardi nyuwun pamit...."
("iya Ndoro... Pardi pamit...") Jawabku sambil Rumah rumah di sekitar rumah Ndoro Pakdhe
menjabat dan mencium tangan beliau berdua semua pada berpintu gerbang rapat. Yang ada
sebelum berangkat. hanyalah sebuah pos siskamling yang sepertinya
sudah tak terpakai lagi satu satunya tempat yang
Selesai berpamitan, sekitar jam setengah enam sore memungkinkanku untuk berteduh.
aku berangkat ke Durenan dengan menggunakan
kendaraan umum. Tak berapa lama, kira kira Kencangnya hembusan angin dan kerena genting
setengah jam perjalanan, akhirnya aku sampai juga atap pos siskamling yang sudah banyak yang copot,
di Durenan di rumah Ndoro Pakdhe. membuatku tetap basah kuyup karena tampias air
hujan yang tersapu hembusan angin. Hujan yang
Hari sudah selepas maghrib saat aku sampai di turun dengan lebatnya itu seakan malah bertambah
rumah Ndoro Pakdhe. semakin lebat dan belum menunjukkan tanda tanda
akan berhenti. Seakan sang hujan tak sedikitpun
menaruh iba kepadaku yang sedang menggigil Kata mbak Nora sambil membuka kunci pintu
basah kuyup kedinginan ini. rumahnya.

Setelah sekitar setengah jam berbasah basah dan Dengan terpaksa akhirnya Non Ega turun dari
menggigil kedinginan, tiba tiba ada sebuah mobil mobil mbak Nora dan langsung berlari masuk ke
Honda Civic warna hitam berhenti di depanku. dalam rumah tanpa sedikitpun mau memandangku.

"Pardi... ngapain kamu di situ Di...?" Suara "loh... kamu juga... kok nggak masuk sih Di..."
teriakan memanggilku dari dalam mobil itu. "oh iya lupa.... tunggu bentar ya..." Kata mbak
Nora ramah sambil beranjak masuk.
Setelah sedikit kacanya terbuka, ternyata Mbak Tak berapa lama kemudian mbak Nora keluar lagi
Nora yang mengemudikan mobil hitam tersebut. sambil membawa sebuah handuk untukku.

Di jok depan di samping mbak Nora, Non Ega "Ini Di...." Kata mbak Nora sambil menyerahkan
memandangku dengan tatapan sinis. Tak terlihat sebuah handuk berwarna putih kepadaku.
sedikitpun keibaan dari tatapannya melihat
keadaanku yang mengenaskan kehujanan basah "iya mbak... terimakasih..." Jawabku sambil
kuyup seperti ini. menerima handuk tersebut dan langsung aku
gunakan untuk mengeringkan tubuhku.
"eh... mbak Nora...."
"tadi saya di suruh Ndoro Putri buat jemput Non "kamu langsung mandi aja sana..."
Ega pulang mbak..." Jawabku dengan gemetar "tar aku siapin baju gantinya... yuk masuk...."
menggigil kedinginan.
"ya udah... kamu masuk dulu gih..." Mbak Nora "iya mbak.... terimakasih...." Jawabku sambil
mengajakku masuk kerumahnya. langsung menuju ke kamar mandi belakang untuk
mandi.
Aku kemudian mengikuti mobil hitam itu menuju
gerbang rumah Ndoro Padhe dari balakang sambil Aku hafal betul seluk beluk rumah ini karena aku
berhujan hujanan ria. sering bermain ke sini bersama keluarga Ndoroku,
"ni... bukain gerbangnya dong..." Perintah mbak termasuk juga dengan Non Ega.
Nora sambil melemparkan sebuah kunci ke arahku.
"Di... ini baju gantinya tak taruh di jemuran handuk
"hup..." ya..." Teriak mbak Nora dari luar saat aku sedang
di dalam kamar mandi.
Dengan cekatan, walau dengan badan yang
menggigil kedinginan, aku tangkap kunci gerbang "iya mbak.... matur suwun...."
yang di lemparkan ke arahku itu dan langsung aku
gunakan untuk membuka pintu gerbang rumah Selesai mandi seluruh pakaianku, termasuk celana
tersebut. dalam semuanya sekalian aku cuci dan aku jemur
di kamar mandi, dan aku menggantinya dengan
"ya udah...masuk yuk...." Kata mbak Nora begitu pakaian yang di berikan mbak Nora.
dia selesai memasukkan mobilnya ke garasi.
Saat melihat pakaian yang di berikan mbak Nora,
"iya mbak... matur suwun..." Jawabku dengan sebenarnya aku enggan untuk memakainya, karena
masih berdiri di depan pintu. ternyata mbak Nora memberiku kaos cewek yang
mungkin miliknya dan sebuah sarung.
Aku tidak langsung masuk ke rumah itu walaupun
sang empunya sudah mempersilahkanku. Aku tak Walaupun enggan karena pasti kelihatan lucu kalau
mau badanku yang basah kuyup ini mengotori aku memakai baju cewek, akhirnya aku pakai juga
rumah joglo nan megah ini. kaos itu karena sudah tak ada pilihan lain. Selesai
berpakaian, dengan malu malu aku menemui mbak
"loh.... kamu kok nggak turun sih Ga...?" Nora yang sedang bersantai di ruang keluarga.
"ayo doong... jangan kekanak kanakan gitu ah..."
"terima kasih pakaiannya mbak...." "udah deh... jangan sok ikut campur kenapa sih..."
Kata Non Ega melawan.
Melihatku mengenakan pakaian itu mbak Nora
tersenyum menahan ledak gelak tawanya. "udah... jangan banyak ngomong..."
"udah... duduk aja kamu di situ..." Jawab mbak
"iya sama sama.... duduk Di..." Nora galak dengan tatapan melotot ke arah Non
"Pantes kamu pakai kaos itu.... cantik..." Kata Ega.
mbak Nora sambil tersenyum geli.
"itu mbak sudah bikin teh manis anget buat kamu... Aku yang tidak mengerti dengan ini semua hanya
minum gih..." diam terbengong menyaksikan pertengkaran kecil
dua gadis cantik trah Noyolesono itu.
"iya mbak...terima kasih..."
Karena paksaan mbak Nora, Non Ega akhirnya
Belum sempat aku duduk dan meminum teh manis mau juga duduk di sampingku di sofa panjang tapi
bikinan mbak Nora itu, tiba tiba Non Ega keluar di sudut yang jauh.
dari kamar mbak Nora. Melihatku mengenakan
kaos itu, Non Ega tak mampu lagi menahan gelak "dah... dari pada kamu tiap kesini kamu curhat dan
tawanya. nangis nagis terus, mending di omongin aja
sekarang Ga..."
"huuff...huff.. hahahahaha....." Gelak tawa Non Ega "mumpung sekarang ada orangnya ni..." Sambung
sambil berlari menuju ke dapur. mbak Nora yang aku sudah tau apa maksud dan
tujuannya.
Walau amat sangat malu, risih, dan tidak nyaman
mengenakan kaos ini, mati matian aku berusaha Ternyata Non Ega sering mencurhatkan tentang
bersikap sebiasa mungkin demi menghormati perasaannya ke mbak Nora.
Mbak Nora yang sudah sangat baik hati
memberikan kaosnya untukku. Sejenak suasana menjadi hening dan kami bertiga
sama sama diam membisu. Non Ega masih diam
Sambil menikmati teh manis bikinan mbak Nora, dan tak mau sedikitpun melirik kearahku.
kami berbincang bincang ringan saling
menanyakan kabar karena sudah lumayan lama "kok malah pada diam sih...?"
kami tidak bertemu. "ya udah... kalau kamu nggak mau ngomong, biar
aku aja yang ngomong...?"
"eh Ga... duduk sini Ga..." Kata mbak Nora saat
Non Ega melintas dan hendak kembali masuk ke "Apa apaan sih kamu Ra...?"
kamar mbak Nora. "udah deh ah.. jangan ikut campur napa..." Kata
Non Ega berusaha mencegah mbak Nora.
"ogah...." Jawab Non Ega ketus.
"nggak bisa... pokoknya semua harus selesai
"jiaah... kekanak kanakan banget sih kamu Ga..." malam ini juga..." Jawab mbak Nora memaksakan
"duduk sini apa... jangan kayak bayi gitu kenapa kehendaknya.
sih..." "Di... sebenarnya Ega itu suka sama kamu..."
Sambung mbak Nora menyampaikan rahasia Non
"kayak kamu udah tua aja ngomongnya..." Jawab Ega yang sebenarnya sudah aku ketahui dari buku
Non Ega sambil masuk ke kamar. hariannya.

Mbak Nora langsung bangkit dari duduknya dan Aku hanya diam tak berkomentar. Sementara di
langsung menyusul Non Ega masuk ke dalam sampingku, jauh di sudut sofa di sebelah kiriku,
kamar. Entah apa yang mereka bicarakan di kamar, pelan terdengar isak tangis Non Ega.
tau tau mbak Nora sudah menarim paksa Non Ega
keluar dari kamar dan memaksanya duduk di "terus kamu gimana Di...?"
sampingku. "apa tanggapan kamu...?" Sambung mbak Nora
"apa apaan sih kamu Ra...?!" menangakan tanggapanku.
"kan sudah aku bilang Ra..." Lagi lagi aku hanya bisa terdiam. Berjuta rasa dan
"si kampret ini sudah punya pacar... dia pacaran tanya bercampur aduk menjadi satu di dalam
sama si munyuk Triana itu..." Sela Non Ega hatiku.
dengan masih terisak. Apa yang akan terjadi selanjutnya...?
Pertanyaa itu yang terus menerus memenuhi
"kamu kenapa sih Ga... kamu kasar banget fikiranku.
ngomongnya...?"
"dah... sekarang kalian selesaikan ini sendiri..."
"ya ngapain juga aku harus halus ngomongnya..." "hanya sebatas ini aku bisa membantu..."
"orang si munyuk ini kan cuma babu... cuma budak "yang jelas aku nyatakan Pardi dan Ana putus
tau nggak...!" Jawab Non Ega dengan mempertegas terhitung dari detik ini..."
kata budak sambil berlari kembali masuk ke kamar. "dan kalian berdua aku kunci semalam di kamar ini,
pokoknya sampai masalah ini selesai..." Kata mbak
Melihat kelakuan Non Ega, mbak Nora hanya Nora membuat pernyataan sefihak sambil
tersenyum sambil menggeleng gelengkan kepala. melangkah keluar dan benar benar mengunci kami
Mbak Nora kemudian bangkit dari duduknya dan berdua di dalam kamar.
langsung menarik lenganku memaksaku masuk ke "oh iya lupa... kalau kalian mau malam pertamaan
kamarnya menyusul Non Ega. juga boleh..."
"jangan lupa bikinin keponakan yang cantik dan
"mbak... jangan mbak..." Kataku berusaha menolak ganteng buat budhe Eleonora..."
paksaannya. "tapi jangan lupa besok sepreinya di cuci..."
Sambung mbak Nora yang di jawab Non Ega
"kamu juga... jangan rewel napa...?!" dengan lemparan bantal ke pintu.
"udah deh nurut aja... pokoknya semuanya harus "jbluugh..." Suara bantal menghantam daun pintu.
clear malam ini juga..."
"pokoknya aku nggak mau lagi si Ega tiap ke sini Sepeninggal mbak Nora, kami berdua hanya
nangis nangis karena kamu..." Bentak mbak Nora mematung diam membisu tak mengeluarkan
dengan tetap menarik lenganku. sepatah katapun. Kami masih belum berani saling
memandang, dan dari bibir Non Ega masih
Aku yang tak kuasa menolak hanya bisa pasrah terdengar lirih suara isak tangisnya.
menuruti paksaan mbak Nora.
Aku hanya menundukkan kepala memandangi
Sesampainya di kamar, Non Ega sedang menangis marmer lantai kamar. Jantungku berdebar semakin
tengkurap di ranjang dengan membenamkan kencang dan semakin bertambah kencang. Bibirku
kepalanya di bantal. Daster sutra tipis berwarna ingin, tapi seakan kelu tak mampu berucap sepatah
biru muda yang di kenakannya sampai tersingkap katapun.
memamerkan bokong dan celana dalamnya tanpa
di sadarinya. Jiwaku goyah terombang ambing di antara rasa dan
janji. Hatiku ragu di saat harus memilih. Hati ini
"sudah... kamu duduk di sini..." Kata mbak Nora sudah terlanjur berikrar janji sehidup semati, tapi
memaksaku duduk di pinggir ranjang di samping hati ini juga tak mampu aku bohongi.
Non Ega yang sedang menangis itu.
Di sana Ada Triana yang sangat mencintaiku, dan
"Ga... Ega... sini dulu...." disinipun juga ada Gayatri yang tak kalah besar
"udah deh... gak usak pakai nangis nangisan cintanya kepadaku. Di sana Triana mencintaiku
segala..." Sambung mbak Nora sambil memaksa dengan kelembutan, di sini Gayatri mencintaiku
Non Ega bangun. dengan gayanya sendiri. Di sana aku telah berjanji,
dan di sini seakan aku ingin mengingkari janji itu.
Awalnya Non Ega mati matian berusaha melawan.
Tapi karena paksaan dan kegigihan mbak Nora, yang terjadi biarlah terjadi.
akhirnya Non Ega mau juga bangkit dan duduk,
tapi tetap masih dengan isak tangisnya. "Non... apa benar yang di katakan mbak Nora tadi
Non..." Tanya yang akhirnya keluar dari mulutku
walau penuh dengan keraguan.

Kuberanikan diri menggenggam jemarinya dan


mengangkat dagunya. Ku tatap lekat mata sayunya
yang sembab penuh dengan air mata. Dengan
lembut aku usap air mata itu. Non Ega masih
terdiam dan masih belum mau menatapku.

"jgluuuuarrr....!!!" Suara petir yang tiba tiba


dengan kencangnya.

Non Ega yang memang takut dengan petir itu


langsung meloncat dan memelukku. Tangisnya
semakin kencang di pelukanku.

"pret... kamu jahat... kamu jahat..." Kata di sela


isak tangis Non Ega yang berada di dalam
pelukanku sambil memukul mukul dadaku.

Aku hanya terdiam tak mampu menjawab dan tak


mengerti maksud dari perkataan itu. Kejahatan apa
yang telah aku lakukan kepadanya.

tidakkah kamu tau Ga...? aku begini karena


terpaksa... aku ke Ana hanya berlari... hanya
sembunyi... aku begini karena kamu Gayatri... dan
sekarang kamu kembali menghancurkan aku... di
saat aku hampir bisa bersembunyi di hangatnya
pelukan Ana... kamu malah datang
kepelukanku...kemana kamu di saat aku menunggu
pelukan itu... kenapa malah ego yang kamu
tunjukkan untuk mengungkapkan rasamu...
kenapa....

Jawaban dan pertanyaan itu hanya mampu tertahan


dan berkecamuk di dalam hati. Jujur aku aku saat
ini aku bimbang. Aku terjebak di antara dua pilihan
yang tak mudah untuk aku pilih salah satunya.

Hari ini tanggal 1 Desember. Hari ini, malam ini


juga semuanya harus selesai. Malam ini tanggal 1
Desember, malam inilah harus di tentukan masa
depanku. Hari ini tanggal 1 Desember, hari inilah
bagaimana aku nantinya akan mulai tercipta.
Malam ini tanggal 1 Desember, malam inilah
pembuktian bisakah aku menepati janji atau malah
mengingkarinya. Hari ini tanggal 1 Desember,
yang berarti pula Siganteng_rusuh gajian. Malam
ini tanggal 1 Desember.

=========++++++++++++===========
Chapter XI "sudah cukup kita saling mengingkari..." Kataku
PERAN WATAK pelan memaksakan diri berbicara.

Perlahan Non Ega menarik dirinya dari dekapanku.


Musim penghujan hadir tanpa pesan Sejenak dia memandangku dengan tatapan mata
Bawa kenangan lama t'lah menghilang sayu andalannya. Tatapan mata yang selalu mampu
Saat yang indah dikau di pelukan meluluhkan hatiku. Tatapan mata yang kembali
Setiap nafasmu adalah milikku mampu membenamkanku dalam kebimbangan
keyakinanku sendiri.
Surya terpancar dari wajah kita Sekilas aku teringat dengan Ana. Timbul rasa
Bagai menghalau mendung hitam tiba bersalahku kepadanya. Akankah malam ini aku
menghianatinya, dan akankah malam ini aku
Sekejap badai datang Mengoyak kedamaian mengingkari sumpah dan janjiku sendiri.
Segala musnah Lalu gerimis langit pun menangis
Satu sisi hatiku mencoba mengingatkanku akan
Kekasih, andai saja kau mengerti sumpah dan janji itu. Tapi di sisi hatiku yang lain
Harusnya kita mampu lewati itu semua mengatakan bahwa aku harus jujur dengan hatiku
Dan bukan menyerah untuk berpisah sendiri.

Sekejap badai datang Mengoyak kedamaian persetan dengan sumpah dan janji...
Segala musnah Lalu gerimis langit pun menangis biarlah dia di sana terluka, yang penting aku
bahagia...
Kekasih, andai saja kau mengerti
Harusnya kita mampu lewati itu semua Di sana Ana hanyalah sebagai tempat pelarianku.
Kekasih, andai saja kau sadari Dan di sini, sekarang duduk bersimpuh di
Semua hanya satu ujian 'tuk cinta kita hadapanku, Gayatri dengan tatapan mata
Dan bukan alasan untuk berpisah sayunyalah sebenarnya dia cinta sejatiku.

*Gerimis - Kla Project Pergolakan dua sisi batinku ini terasa teramat
sangat menyiksaku. Kebimbangan hati ini terasa
Masih di dalam dekapanku, Non Ega masih terisak begitu menyakitiku. Semua ini semakin berat
menangis. Aku rengkuh tubuhnya dan semakin membebani jiwa dan kewarasanku.
membenamkannya jauh ke dalam pelukanku. Tak
terasa air mataku pun juga mulai ikut menetes. "aku juga sudah lelah pret... aku capek..."
"aku sudah bosan bersembunyi di balik topengku
"hoey... sepi amat di dalam... lagi pada ngapain selama ini..." Jawabnya pelan dengan masih
kalian...?" Teriak mbak Nora dari luar kamar. menundukkan wajah cantiknya. Derai air mata
masih menetes dari sudut sudut bening mata
Tak ada satupun di antara kami yang menjawabnya. indahnya.
Kami masih diam saling berpelukan dalam tangis
dan haru. "iya Ga... benar apa yang di katakan mbak Nora..."
"malam ini semua harus berakhir... malam ini
"ya udah deh... kayaknya kalian lagi asik..." semua harus selesai..." Kataku lagi sambil
"pokoknya kalian harus baikan ya..." Kata mbak menyeka lembut air matanya.
Nora sekali lagi.
"malam ini semuanya baru akan di mulai pret..."
Suasana kembali menjadi sunyi. Hanya rintik air Sambungnya pelan.
hujan dan sesekali kilatan guntur yang
memecahkan kesunyian malam ini. Sesaat suasana kembali menjadi hening dan sunyi.
Kami masih duduk bersimpuh saling berhadapan di
"Ga... kita harus bicara... kita tak bisa selamanya atas ranjang tanpa saling menatap. Sepertinya kami
begini terus..." sama sama bergelut dengan apa yang di namakan
kata hati.
Sedetik dua detik, semenit dua menit, dan entah Aku sudah siap dengan apapun jawaban yang
sudah berapa lama kami berdua saling terdiam. akhirnya keluar dari bibirnya. Baik atau buruk
Aku masih belum mampu mengeluarkan kata jawabannya nanti, aku sudah siap sepenuhnya. Aku
untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya ada di juga sadar sepenuhnya siapalah aku ini. Aku tak
dalam hatiku. akan pernah melupakan status, kasta, dan strata
soaialku.
"Ga..."
Kalau seandainya jawabannya baik, berarti aku
"pret..." Kata kami meluncur berbarengan. punya satu tugas berat setelah ini. Berarti aku harus
bisa memutus Ana secara baik baik. Mencari cara
"sudah kamu aja duluan..." Kataku menyuruhnya untuk meminimalisir kehancuran hatinya.
untuk berbicara lebih dahulu.
Tapi kalau nantinya jawaban buruk yang aku
"nggak... kamu aja dulu..." Jawabnya dengan masih terima. Aku sudah siap dan ikhlas dengan itu.
menundukkan wajah cantiknya. Paling tidak aku sudah berusaha untuk itu. Paling
tidak aku sudah melepaskan beban hatiku. Aku tak
Sekilas terlihat senyum misterius di bibir manisnya. akan terpuruk atau bersedih karenanya, karena di
Sebuah senyuman yang biasanya selalu berarti sana aku sudah memiliki Ana yang mencintaiku
buruk buatku. sepenuh hatinya.

Sejenak ku hela nafas dalam dalam. Ku coba aku tinggal berlari ke pelukan Ana...
menguatkan jiwa ragaku untuk memulai
mengungkapkan apa yang menjadi isi hatiku. Ku Lumayan lama kami saling terdiam. Pelan Non Ega
kumpulkan segenap energi alam untuk mulai mengangkat wajahnya dan menatap ku
mnguatkanku. dengan tatapan mata sayu andalannya yang
berlambarkan misteri. Di hirupnya nafas dalam
Hatiku sudah bertekat bulat, biarlah malam ini aku dalam seakan sedang menguatkan diri.
menjadi penghianat. Biarlah aku mengingkari
sumpah dan janji, malam ini aku harus jujur "kalau kamu benar cinta kepadaku..."
dengan hatiku sendiri. "buktikan sekarang..." Jawabnya pelan di iringi
sunggingan senyuman misteriusnya. Sebuah
Ku genggam lembut jemari lentiknya. Aku senyuman yang sulit untuk ku artikan maknanya,
mencoba mencari kekuatan dari sentuhan lembut dan sebuah senyuman yang aku sesali kenapa harus
jemarinya itu. ada di dunia ini.
Perlahan dia bangkit dari duduknya dan berdiri di
"Ga... kalau semua yang di katakan mbak Nora itu atas ranjang tepat di hadapanku. Air mata yang tadi
benar adanya..." membasahi pipinya sudah mulai mengering.
"seperti itu juga aku adanya..."
"aku selama ini juga memendam rasa untukmu Perlahan dia mulai melepas semua kain yang
Ga..." menutup auratnya. Daster tidur berbahan sutra
"aku mencintaimu Gayatri..." Kataku pelan berwarna biru muda, celana dalam warna merah
mengungkapkan isi hatiku. dan bh berwarna senada yang di kenakannya dia
tanggalkan satu persatu sampai dia telanjang bulat.
Walau terasa berat, akhirnya aku bisa sedikit lega
setelah bisa mengungkapkan apa yang selama ini Seiring tanggalnya pakaian itu dari tubuhnya,
aku rasakan. Beban berat yang selama ini langsung terpampang di depan mataku, berdiri di
membebani jiwaku terasa sedikit berkurang. depanku sesosok gadis cantik dengan tatapan mata
sayu berdiri telanjang bulat memamerkan
Aku kembali terdiam setelah mengungkapkan apa keindahan, kesempurnaan, dan pesona raganya.
yang selama ini hanya aku pendam di dalam hatiku. Raga indah yang begitu sempurnya tanpa cela.
Detak jantungku berdegub lebih kencang di atas Raga indah seorang putri priyayi.
batas normal. Dengan sabar aku menanti jawaban apakah harus begini caranya mengungkapakan
apa yang akan keluar darinya. cinta...?
Hatiku bimbang meragu dengan ini semua. Sekilas dia kembali menatapku dengan lekatnya.
Tatapan yang masih di iringi dengan senyuman
Aku merasa semua ini seperti masa yang berulang iblis khas ala R.A Gayatri.
kembali. Semuanya serasa sama persis seperti saat
pertama aku dengan Ana 31 Agustus yang lalu. Ku palingkan wajahku, aku tak mau beradu dengan
tatapan iblis itu. Ku hirup nafas dalam dalam dan
"Ga... kenapa harus begini...?" aku mencoba untuk menenangkan hatiku.
"seharusnya bukan begini caranya Ga..." Kataku
mencoba mencegahnya. Detik berganti menit, dan menit berganti jam.
Malam ini aku rasa lebih panjang dari biasanya.
Non Ega seperti tak memperdulikan kata kataku. Pagi yang aku nantikan serasa tak kunjung datang.
Dia malah membaringkan tubuhnya terlentang Aku merasa bagaikan terpenjara berada di kamar
dengan kaki mengangkang siap untuk ini. Aku sungguh tersiksa level dewa.
mempersembahkan raga indahnya kepadaku.
Lelah menanti pagi dalam keresahan hati, tak
Sepasang payudaranya yang bulat montok terasa aku sudah tertidur di sofa. Aku terbangun
sempurna, pinggulnya yang ramping langsing, karena di kagetkan dengan suara mbak Nora yang
selangkangannya yang halus mulus tanoa satupun membuka kunci pintu kamar. Ternyata hari sudah
hiasan bulu kemaluan, di tambah lagi belahan bibir pagi.
kemaluannya yang menjepit sebiji clitoris di
tengahnya, sukses besar membangkitkan gelegar "cklek..." Suara kunci pintu kamar.
birahiku.
"Selamat pagi..." Suara riang mbak Nora
Sekuat hati aku berusaha untuk menahan diri. Aku mengagetkan kami.
tak ingin melakukan hal yang sama seperti yang
aku lakukan dengan Ana. Aku tak bisa melakukan Mengetahui kedatangan mbak Nora, Non Ega buru
itu karena aku terlalu mencintainya. Cinta yang aku buru merapatkan selimut yang menutupi tubuhnya.
punya terlalu suci untuk di nodai seperti ini. Sepertinya dari semalam Non Ega belum
mengenakan kembali pakaiannya.
Ku ambil selimut yang tergeletak di ranjang dan ku
gunakan untuk menutupi ketelanjangan tubuhnya. "eh... ngapain kamu Ga...?"
"semalam kalian ngapain hayo...."
"Ga... tolong jangan seperti ini..." Kataku sekali
lagi mencoba mengingatkannya. Non Ega tak menjawab, dia hanya semakin
merapatkan selimut itu untuk menutupi
Sejenak dia menatapku dengan tajam. Dia kembali ketelanjangannya dan bertingkah seolah olah
menyunggingkan senyum misterius itu di bibir semalam terjadi sesuatu.
manisnya, sambil menarik selimut yang tadi aku
gunakan untuk menutupi ketelanjangannya dan "Di... kamu apain saudaraku semalam...?"
memiringkan tubuhnya membelakangiku. "hehehe... pokoknya kamu harus bertanggung
jawab loh..."
Perlahan aku turun dari ranjang dan berjalan "awas kalau kamu sampai berani macam
menuju ke sebuah sofa santai yang terletak di macam...!" Tanya mbak Nora bernada menuduh di
pojokan kamar mbak Nora ini. Di sofa itu ku iringi dengan ancaman.
hempaskan tubuhku duduk dan mencoba
menenangkan hati, jiwa, birahi, dan rudal Aku hanya diam tak menjawab. Aku bingung
balistikku. dengan jawaban apa yang harus aku berikan. Kalau
aku bilang aku tidak berbuat apa apa pasti dia tak
Sekuat kemampuan ku coba mematikan nafsu yang akan percaya. Karena bukti nyata ada di depan
mulai merasukiku. Jujur aku tergoda, sebagai matanya saat ini.
manusia biasa aku ingin menggapai keindahan itu.
Aku ingin menikmati raga itu. Non Ega seperti malah sengaja membiarkan dan
membangun pasangka mbak Nora itu. Dia hanya
diam sama sekali tak berusaha menyangkal apa dan benar menjebakku. Sepertinya dia mempunyai
yang ada di benak liar mbak Nora. Sepertinya dia siasat licik nan jahat yang akan semakin
memang sengaja membiarkan prasangka itu menyakitiku. Non Ega sepertinya memang berniat
semakin liar membumbung. untuk menghancurkan ku. Dia bahkan mulai
berkonfrontasi langsung merusak hubunganku
"ups... sorry sorry... hehehehe..." dengan Ana.
"ya udah deh aku tinggal lagi aja... sorry dah
ganggu..." rencana besar apa yang sebenarnya ada di dalam
"kalau masih mau nambah ya monggo..." Kata fikirannya...
mbak Nora lagi dengan senyum puas sambil
berjalan keluar dari kamar. "heh pelacur...!" Makinya ke Ana saat aku dan Ana
sedang asik bermesraan di kantin sekolah seperti
Sepeninggal mbak Nora, Non Ega memandangku biasanya.
dengan senyuman misterius seperti semalam.
Kelihatan sekali kalau dia memang sengaja Mendengar makian Non Ega yang secara tiba tiba
menjebakku. tanpa ada unjung pangkalnya dan memanaskan
telinga itu, Ana langsung berdiri dan menantang
"Ga... kenapa kamu diam saja...?" Non Ega. Dengan kasar Ana menarik bahu Non
"kenapa kamu nggak menyangkal Ga...?" Ega dan balas memakinya.
"pasti mbak Nora berfikir yang tidak tidak tentang
kita..." Kataku mencoba mencari tau alasannya "heh... jaga mulut kamu setan...!" Bentak Ana
membiarkan prasangka liar mbak Nora itu membalas makian itu.
berkembang semakin liar.
"heh... pelacur murahan sudah mulai berani pasang
Lagi lagi Non Ega tak menjawab pertanyaanku. taring rupanya sekarang..." Balas Non Ega.
Dia hanya tersenyum memandangku. Tatapannya
masih seperti tatapan Non Ega seperti biasanya, Percekcokan dan saling maki memaki seperti ini
tatapan mata sinis seorang Gayatri yang sangat aku semakin sering terjadi. Tak ada seorangpun, atau
benci di dunia ini. bahkan aku sekalipun yang bisa atau berani melerai
mereka. Pertikaian mereka ini malah menjadi
Dengan cuek dan santainya dia bangun dari tontonan gratis bagi para murid di sekolah ini.
tidurnya. Masih dengan tubuh telanjang, dia
mondar mandir di hadapanku memunguti pakaian "hey... kalian kenapa sih..."
dan onderdil dalamannya yang berserakan di lantai. "udah lah... jangan berantem terus kenapa sih
Dia seperti malah memamerkan kemolekan kalian..." Kataku berusaha melerai mereka.
ketelanjangannya kepadaku. "diam....!!!" Hardik mereka bersamaan kepadaku.

sial... sepertinya dia memang menjebakku... Ana yang biasanya selalu berusaha mengalah dan
menghindari pertikaian dengan Non Ega, sekarang
Masih dengan senyuman yang belum aku mengerti malah seperti semakin larut asik dalam pertikain
artinya itu, dia berjalan berlenggak lenggok yang tak jelas unjung pangkal permasalahannya itu.
memamerkan bokong montoknya berjalan menuju
kamar mandi yang ada di dalam kamar ini. Pelan namun pasti, image Ana yang terkenal
sebagai gadis sopan dan santun perlahan mulai
========================= memudar seiring dengan rentetan pertikaian demi
pertikaian dengan Non Ega.
Setelah kejadian di rumah mbak Nora waktu itu,
hubunganku dengan Non Ega semakin bertambah Kalau sudah seperti itu aku hanya bisa membiarkan
kaku. Aku berusaha untuk menghindarinya sebisa mereka. Biar mereka lelah dan selesai dengan
mungkin. Aku benci bila harus melihat sungging sendirinya. Biar mereka memuaskan nafsu ego
senyum iblis di bibirnya setiap bertemu denganku. angkara murka mereka sampai lunas tuntas tak
bersisa. Biar esok dan di lain hari tak ada lagi
Sepertinya benar dugaanku kalau Non Ega sengaja pertengkaran seperti ini.
pasti ada rencana besar di balik apa yang di "aku sakit hati dong di katain yang pelacurlah,
lakukannya malam itu... pereklah, setanlah..."
========================= "padahal kan yang asli setan itu kan dia..." Jawab
Ana berapi sambil berjalan menuju ke kamar
Di suatu kesempatan di rumah Ana. mandi yang berada di dalam kamarnya ini.

Seperti biasa, hari ini mumpung ada kesempatan "tu kan... kamu tu sekarang hampir sama tau kayak
karena sekolah di pulangkan lebih awal. Ana Gayatri..."
mengajakku untuk memadu kasih melepaskan "omongan kamu tu sekarang kasar An..."
hasrat birahi kami di rumahnya. "udah deh yang... jangan ngbahas Ega bisa nggak
sih..."
Menggunakan sepeda jengky ku, kami bersepeda "merusak suasana tau nggak..."
ria dari sekolahan menuju ke rumah Ana. Suasana "mending ngomongin Ana pacarmu yang cantik
kota yang asri semakin menambah kemesraan kami ini..." Jawab Ana sambil melangkah keluar dari
saat asik bersepeda. dalam kamar mandi.
"yang... bikin dedek yuk..." Sambungnya lagi
"selamat siang buk..." Salamku ke bu Ratri yang sambil ikut merebahkan tubuh telanjangnya di
sedang merawat bunga bunga kesayangannya sampingku.
sesampainya di rumah Ana.
"ayuk..." Jawabku mantap dan yakin.
"ooh... ono nak Pardi toh..."
"silahkan masuk nak... maaf ibuk lagi kotor ni..." Aku yang sudah bernafsu langsung merengkuh
Jawab ramah ibunya Ana mempersilahkan ku tubuh telanjangnya. Langsung ku daratkan pagutan
masuk. mesra nan buas di bibirnya yang langsung di balas
dengan tak kalah buasnya juga.
"buk... Ana sama Pardi ke atas dulu ya..." Pamit
Ana ke ibunya sambil menarik lenganku. Kami berdua langsung bergelut dalam gelombang
birahi membara saling mencumbu, mengusap, dan
"mari buk..." Kataku sopan meminta ijin. meremasi organ tubuh yang nikmat untuk di remas
remas saat berhubungan intim.
"ya udah... nanti kalau mau pulang ojo lupa makan
dulu yo Di..." Jawab bu Ratri ramah ke calon "aouuw...!" Jerit kesakitan Ana sambil mendorong
menantunya. tubuhku.

Begitu sampai di kamar, Ana langsung mengunci "kenapa yang...?" Tanyaku heran.
pintu kamar dan langsung dengan santai
menelanjangi dirinya di hadapanku. Sudah tak ada "nunuk ku sakit ni kena gesper sayang..."
lagi rasa risih atau malu lagi dia bertelanjang ria di "sakit banget tau..." Jawab Ana sambil masih
hadapanku. meringis kesakitan dengan mengusap usap
kemaluannya.
Sementara Ana sibuk mempereteli pakaiannya, aku
berjalan menuju ke ranjang dan langsung "hehehe.... sorry sorry sorry..."
merebahkan diriku di sana. "ya udah... bukain baju aku dong..."

"An... kamu tu kenapa sih An...?" "iih... manja banget sih..."


"perasaan kamu sekarang kok berubah..."
"kamu nggak seperti biasanya..." Kataku "cplaak...!" Jawabnya sambil menepuk bokongku.
menanyakan perubahan sifatnya yang menjadi suka
bertikai dengan Non Ega. Tak butuh banyak waktu, karena sudah mahir dan
terbiasa, dengan secepat kilat Ana sudah berhasil
"ya nggak kenapa kenapa yang..." menelanjangiku. Sudah tak ada lagi seragam putih
"aku cuma gak tahan aja tiap kali di maki Ega gak abu abu menempel di badanku. Tak ketinggalan
jelas kayak gitu..." juga celana dalamku juga sudah raib entah kemana.
"yang... kok jadi kecil sih yang...?" satu, aku ingin sesegera mungkin menuntaskan
"kalau cuma segini sih cuma bikin geli doang birahiku. Aku pengen croot.
yang..." Tanya Ana meledek sambil
mempermainkan kepala batang kemaluanku. "udah An... langsung aja yuk..."
Jempolnya bermain berputar putar tepat di atas
lubang kencingku. Ana tak menjawab dan hanya tersenyum dengan
manisnya.
"sembarangan aja kamu kalau ngomong..."
"jangan di lihat besar kecilnya, lihat dong Ku raih tubuh telanjangnya dan langsung aku
kelincahannya..." banting terlentang di atas ranjang. Ranjang yang
"biar kecil kecil begitu tapi kan bisa bikin kamu lagi lagi berseprei gambar hello kitty.
aduh aduh..."
"iya kan...?" Jawabku agak setengah sewot di Sefaham dengan jalan fikiranku, Ana langsung
katain kemaluanku kecil. mengangkangkan kakinya. Kemaluannya yang
masih rapat semu kemerahan itu sedikit terbuka
Padahal aslinya batang kemaluanku tak sekecil memamerkan sebiji tonjolan kecil klitoris yang
yang Ana bilang. Rudal balistik senjata andalanku terjepit di tengah tengah belahan bibir
ini berukuran sedang, masih dalam standart asia kemaluannya.
baik dari diameter maupun panjangnya.
Dengan sedikit menggeliat erotis, Ana
"hehehe... gitu aja ngambek..." menantangku bertarung dalam medan laga birahi.

"cup..." Sambungnya sambik mengecup mesra "ayo yang... kekasihmu ini sudah siap di joss...."
kepala kemaluanku. Katanya menantang.

"ya iyalah kesel..." "siaplah poko'e..." Jawabku sembari


"kalau mau yang gede... sana pake aja tu kontol memposisikian tubuhku di antara kangkangan
kuda..." selangkangannya.

"ya ampun sayang... tega amat sih sama pacarnya Ku arahkan ujung kepala kemaluanku tepat bibir
sendiri..." lubang kemaluannya. Ku gesek gesekkan sebentar
"masa iya Ana di suruh begituan sama kuda sih... agar kemaluan Ana semakin basah untuk
sadis..." mempermudah agresiku.
"udah ah... jangan banyak ngomong kamu anak
muda..." Setelah ku rasa sudah cukup basah, pelan pelan
"buktikan omonganmu kisanak..." Jawab Ana mulai ku dorong batang kemaluanku masuk
sambil langsung memasukkan batang kemaluanku membelah bibir kemaluannya.
ke mulutnya.
"oooh... basah... hangat... nikmat..."
Ana memainkan lidahnya berputar putar dan "oooh... aku masuk... oooh... kejepit..."
menghisap hisap kepala kemaluanku. Sementara
mulutnya beraksi mengelomoh batang dan kepala Belum selesai aku membenamkan batang
kemaluanku, jemarinya juga tak tinggal diam kemaluanku mentok menembus rahimnya, tiba tiba
meremas remas lembut buah dzakarku. saja ada gangguan yang datang.

"ooouuumh..." Hanya desahan yang keluar dari "tok... tok... tok..." Suara ketukan di pintu kamar
mulutku sebagai ekspresi betapa nikmatnya aku di Ana.
perlakukan seperti itu. "An... Ana... ada yang nyari Pardi tu An..." Kata bu
"clop... clop...clop..." Bunyi sepongan Ana. Ratri dari luar kamar.

Aku yang sudah di kuasai nafsu tak ingin lagi Terpaksa aku menghentikan penestrasiku yang
berlama lama dalam pemanasan. Isi otakku hanya baru separuh jalan itu. Ana kelihatan kesal sekali
dengan adanya gangguan itu.
"siapa sih buk...?" Jawab Ana bersungut kesal. "males banget... sayang ajalah yang turun..."
"eneg aku melihat wajahnya..." Jawab Ana sewot.
"itu ada Gayatri... katanya nyariin Pardi..."
"ayo dong An... kan kamu tuan rumah di sini..."
Jgluaaaaarrr.............!!! "ayo to ah..." Kataku lagi membujuknya.
"sayang tu sebenarnya gimana sih...?"
Bagai tersambar petir di siang bolong, kami berdua "perasaan malah mentingin Ega dari pada aku
terkejut mendengar jawaban dari bu Ratri tentang pacarnya sendiri..." Jawabnya meninggi sambil
siapa yang mencariku itu. bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju ke
kamar mandi.
"ngapain Non Ega nyariin aku ke sini...?"
Segera aku mengenakan kembali seragam putih
Kami berdua saling berpandangan heran tak abu abuku dan merapikan diri.
menjawab. Mungkin isi benak kami sama, ada apa
Non Ega mencari aku ke sini. "udah ah... jangan ngeributin Ega..."
"gak ada untungnya, malah rugi iya... ayuk
Sepertinya Non Ega memang sengaja ingin turun..." Kataku lagi masih membujuk Ana untuk
merusak kebahagian kami. Sepertinya Non Ega mau turun.
mulai menunjukkan diri bahwa dialah duri di
antara aku dan Ana. Tak berapa lama kemudian Ana keluar dari dalam
kamar mandi, dan dia sudah mengenakan pakaian
"yo wis... ibuk tunggu di bawah sambil ngancani santai berupa celana hot pants dan kaos oblong
Gayatri yo..." warna putih. Masih tersisa gurat emosi dan
"kalian cepat turune, katanya penting..." Kata bu kekecewaan di wajah cantik kekasihku itu.
Ratri lagi sambil melangkah menuruni anak tangga.
Dengan terpaksa akhirnya Ana mau juga turun dan
Kami berdua masih diam bertatapan tak menjawab. menemui Non Ega yang sudah menunggu di bawah.

"udah ah... bodo... cuekin ajalah..." Kata Ana "ada apa sih Ga...?" Sembur Ana sesampainya di
sambil mengapitkan kakinya dan berusaha semakin ruang tamu.
membenamkan batang kemaluanku yang sudah
tertancap baru setengah jalan. Non Ega hanya tersenyum simpul tak menjawab
pertanyaan Ana itu. Dia malah memandang ke
Ana mengajakku untuk tidak memperdulikan arahku dengan tajam.
kedatangan Non Ega dan ingin terus melanjutkan
pendakian birahi kami yang terpaksa terhenti saat "ayo pulang Di..." Kata Non Ega mengajakku
baru akan mulai itu. pulang tanpa di dahului dengan basa basi.

"kita turun aja yuk An..." Melihat kekakuan dan keanehan yang terjadi di
"aku jadi gak mood ni..." Kataku menolak dan antara kami bertiga, bu Ratri hanya terdiam
berusaha mengajak Ana turun. bingung tak mengerti apa yang sebenarnya tengah
terjadi.
Perlahan aku cabut batang kemaluanku yang sudah
setengah jalan menusuk ke dalam lubang kemaluan "eh... ojo pulang disek... makan siang dulu yuk..."
Ana itu. Ana hanya diam tak menjawab dan "ibuk wis masak enak loh..." Kata bu Ratri
memandangku dengan pandangan kecewa. menawari kami makan setelah tersadar dari
keterbengongannya.
"kenapa sih Ega selalu saja menjadi racun..."
"emang benar benar setan wujud manusia tu "oh.. matur sembah nuwun buk..."
anak..." Gerutu Ana kesal. "gak usah repot repot... ini kami buru buru kok
buk..." Jawab Non Ega sambil berdiri dan minta
"hush... gak boleh ngomong kasar gitu ah..." pamit.
"ayo turun yuk...." Kataku menasehati Ana. "Ega nyuwun pamit nggih buk..."
Aku tak kuasa menolak ajakan Non Ega itu. "hehehe... marah ya..."
Dengan terpaksa aku menuruti ajakannya untuk "ngambek ya... lagi enak enak pacaran di
pulang. ganggu..." Katanya dengan senyum bahagia karena
sudah sukses besar merusak hariku.
Saat hendak keluar dari rumah ini, aku tak sempat "pak... joss susu kaleh nggih..."
berpamitan dengan Ana. Dia keburu berlari naik ke ("pak... joss susu dua ya...") Sambung Non Ega
atas di iring tatapan heran ibunya. memesan minuman.

"ya udah... hati hati di jalan yo..." Kami berdua duduk lesehan di pojok ruangan kafe
"mbak Ega sering sering main ke sini ya..." Kata tradisional itu. Tanpa perlu menunggu lama,
bu Ratri ramah sambil menerima jabat tangan dari pesanan joss susu itupun sudah siap.
Non Ega.
"niki unjukanipun mbak, mas... monggo..."
"oh enggih buk... monggo..." Jawab Non Ega ("ini minumannya mbak, mas... silahkan...") Kata
ramah. si bapak penjual sambil menyajikan pesanan.

"Pardi nyuwun pamit buk... salam damel Ana..." "pak... rokok surya sebungkus..." Tambahku
("Pardi minta pamit buk... salam buat Ana...") memesan sebungkus rokok.
Kataku mohon pamit.
"oh... enggih mas... siap..." Jawab si bapak. Tak
"iyo nak... ngagi ati di jalan..." Jawab ramah bu berapa lama kemudian si bapak balik lagi sambil
Ratri. menyerahkan sebungkus rokok surya pesananku.

Tumben sekali Non Ega bisa bersikap ramah Aku tak perduli walaupun aku tak memiliki uang
seperti ini. Tak terlihat sama sekali tampang judes sama sekali. Biar saja nanti Non Ega yang
bin bengis di wajahnya sebagaimana kesehariannya. membayar, kan dia yang mengajakku ke sini.
Non Ega memang maestronya dalam peran watak.
Dia bisa dengan cepat dan mudahnya berganti "pakai pesan rokok lagi... emang kamu punya duit
topeng tanpa sedikitpun menyisakan watak jiwa apa..." Tanya Non Ega.
aslinya.
Jiwanya bagaikan dua keping mata uang yang "yo ben toh... bayarono..."
saling bertolak belakang. Dia bagaikan mempunyai ("ya biarin.... kamu bayarin lah...") Jawabku masih
dua kepribadian yang bisa dengan mudah di gonta bernada sewot sambil menyalakan sebatang rokok
gonti semau kehendak hatinya sendiri. dan menghisapnya dalam dalam dan ku mainkan
asap rokok itu.
Dengan membonceng sepeda jengky ku, ternyata
Non Ega tidak langsung mengajakku pulang. Dia "kamu harus putus dengan Ana..."
malah mengajakku mampir dulu ke sebuah warung "paling lambat besok siang kamu harus sudah
kopi di dekat terminal Trenggalek. putus dari dia..." Katanya langsung, tepat, dan
tajam, tanpa pendahuluan atau basa basi terlebih
terus... tadi Non Ega naik apa ke rumah Ana...?" dahulu sambil menatapku tajam. Sudah berganti
rautnya menjadi begis angkuh dan congkak seperti
Pertanyaan itu terus bergelayut di benakku karena biasanya.
ternyata Non Ega tidak membawa motornya.
"uhuk... uhuk... uhuk..." Aku terbatuk tersedak
"kamu mau pesan apa pret...?" Tanya Non Ega asap rokok karena kaget dengan apa yang baru saja
masih dengan sisi ramah dirinya. Sisi jiwanya yang di katakannya.
pasti sebentar lagi akan berubah dengan cepatnya
berganti dengan sisi jiwa bengis bin sadis. "nggak usah jawab... kamu nggak punya pilihan
dan nggak ada tawar menawar..."
"sak karepmu lah.. pokok ora di racun..." "jangan coba coba berani melawan Gayatri...
("terserah kamu kah... pokok nggak di racun...") camkan itu baik baik..."
Jawabku bernada sewot. "cepat habisin minuman kamu itu, trus kita
langsung pulang..." Sambungnya sambil Adalah kau tuangkan cinta ke dalam tungku yang
melontarkan ancaman. tengah panas menyala
Adalah kau padamkan bara tatkala hangat mulai
Mendengar itu aku menjadi bertambah bingung. membuai jiwa
Kalau aku ingin selamat sehat walafiat, aku harus
menuruti perintahnya memutus Ana. Kalau tidak Terhempas bimbang sikapmu Menggigil palung
aku harus siap siap berhadapan dengan ancamanya hati
yang berarti aku akan sengsara seumur hidup. Di pelukan bimbang jawabmu Terpuruk ku disini
Ancaman darinya itu aku tau pasti serius dan pasti
menjadi kenyataan karena dia tidak pernah main Dihempas bimbang sikapmu Membeku dan lara tak
main dengan ancamannya. terkira

apa sebenarnya maksud dan tujuannya *Kla Project - Terpuruk Ku Di Sini


menyuruhku putus dari Ana...?" *edited
=========+++++++++++===============
Selesai mengabiskan joss susu, kami langsung
bergegas pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan
kami saling diam tanpa saling berbicara. Aku
terombang ambing dalam bimbang hatiku sendiri.

Pengakuanku tempo hari kepadanya bahwa aku


sebenarnya juga mencintainya seperti malah
semakin membukakan jalan baginya untuk
semakin menyengsarakanku. Dia seperti
menemukan celah yang manis untuk semakin
menghancurkan aku. Semakin mudah dia
mempermainkan dan menyakitiku.

Sasaran kekejamannya kini sudah berubah. Dia tak


lagi menyerang fisik ku, tapi kini dia mulai
menyerah mental, hati, dan jiwaku. Dan pasti
efeknya lebih terasa, lebih lama, dan lebih sakit
dari pada deraan fisik yang selama ini sudah aku
terima darinya.
Setetes embun di daun lamban bergulir
Ketika jatuh ke tanah terserap musnah
Begitupun hatiku diayun bimbang jawabmu
Terhempas dan hampa tak terkira

Mentari tersaput mega enggan bersinar


Menusuk angin ke raga jiwa gemetar
Terpuruk ku disini di peluk bimbang sikapmu
Membeku dan lara tak terkira

Adalah kau tuangkan cinta ke dalam tungku yang


tengah panas menyala
Adalah kau padamkan bara tatkala hangat mulai
membuai jiwa

Terhempas bimbang sikapmu Terpuruk ku disini


Di pelukan bimbang jawabmu Membeku dan lara
tak terkira......
Chapter XII menjawab pertanyaanku itu. Aku tersenyum
KUBANGAN BIMBANG mendengar respon ramah dari mereka itu.

Tenyata perkiraanku salah. Ternyata mereka riuh


Siluet merah senja mengantarkan sang surya bukan menjawab atau memberikan solusi akan
terbenam tenggelam di selimut malam. Rasa hati permasalahanku. Ternyata sepasang di antara
resah gelisah tak menentu penuh keluh kesah tanpa mereka sedang sibuk mengayuh biduk birahi
arah. Kesedihanku semakin dalam, luka hatiku dengan di iringi riuh ramai teman temannya yang
semakin menganga lebar terpuruk dalam. sepertinya juga meminta jatah.
Kebimbangan akan hati dan cinta semakin
memperdalam luka parah. "jebraaagh...!" Ku gebarak pintu kandang mereka
Apa yang harus aku lakukan karena kesal melihat mereka malah berbuat mesum
Adakah jalan menuju terang bulan di atas penderitaanku.
"hwasyu... dancok ane..." Umpatku kesal sambil
Ke manakah aku harus berlabuh pergi meninggalkan mereka yang sedang sibuk
Ataukah selamanya harus terombang ambing buah membuahi.
dalam keluh
Aku berjalan menuju ke kamarku. Sebentar aku
Aku terjebak di antara cinta dan logika mengambil handuk dan pakaian ganti, kemudian
Terpuruk dalam ilusi dan nyata langsung keluar kembali menuju ke kamar mandi
untuk mandi sore.
Terbenani jiwa raga menderita
sukma menjerit hati merana "Pardi...." Panggil Ndoro Putri saat aku melintas di
dapur hendak menuju ke kamar mandi.
Kebimbangan hati ini semakin tak mampu aku
kuasai. Tak ada tempat bagiku untuk mengadu "enggih Ndoro... wonten nopo...?"
sekedar berkeluh kesah. Hanya mereka para ("iya Ndoro... ada apa...?") Jawabku sopan dengan
sahabat karib lah satu satunya tempatku untuk menundukkan wajah dan menghadap beliau.
mengungkapkan duka lara dan bimbang hatiku.
"mengko bar maghrib wakilono Ndoromu slametan
"huuff... selamat sore mamen mabrada and neng mae mbah Gito..."
masista..." ("nanti selepas maghrib kamu wakilin Ndoromu
"apa kabar kalian sore ini...." Sapaku ramah kepada selamatan di rumah mah Gito...") Perintah Ndoro
mereka saat akan memberi mereka pakan. Putri sambil beranjak masuk ke ruang tengah
sambil membawa segelas air minum.
"mbeeeek...." Balas salam sang kambing dengan
ramahnya. "enggih Ndoro..." Jawabku pelan kemudian
kembali melangkah menuju ke kamar mandi.
"moooah...." Sambung sang sapi yang juga tak
kalah ramahnya. Nasib sial sepertinya masih betah bercengkrama
denganku. Di depan kamar mandi aku berpapasan
Mereka merekalah dia makhluk terjujur di dunia dengan Non Ega yang baru keluar dari dalam
ini. Jalan hidup mereka begitu suci tanpa kepalsuan. kamar mandi. Kembali tersungging senyum khas
Kejujuran mereka tulus tanpa perlu permainan ala anak setan yang membuatku selalu merinding
peran watak. setiap kali melihatnya.

"mbing... pi... Pardi lagi galau ni kawan..." "haiyah.... duancok ane..." Umpatku dalam hati
"baiknya Pardi harus gimana ya...?" Kataku karena harus bertemu Non Ega dan tak sempat lagi
mencoba berkomunikasi dengan mereka. Siapa tau untuk menghindar.
mereka bisa memberikan jawaban paling jujur dan
terbaik atas masalah hati yang sedang aku alami ini. "heh kampret... jangan lupa...."
"batas terakhir besok siang... ingat itu..." Kata Non
"mbeeek.... moooah..." Sura riuh mereka seakan Ega sambil menarik handuk yang aku kalungkan di
leherku. Gayanya persis seperti preman pasar yang Hidup ini tak hanya masalah dunia semata
sedang memalak para pedagang. Paribasane menungso neng ndonyo iki mung
mampir ngumbe
Tak ku jawab kata katanya itu. Ku kibaskan (Peribahasanya manusia di dunia ini cuma mampir
tangannya yang menarik handukku dan aku minum)
langsung masuk ke kamar mandi. Di dalam kamar
mandi aku kembali sejenak merenung. Masih Mungkin benar kita kurang berserah kepadaNya
renungan tentang pilihan di antara hati dan logika Bukankah semesta ini adalah kuasaNya
yang sesak memenuhi ruang renunganku. Maka hanya kepadaNya lah aku meminta

Selepas maghrib aku pergi ke rumah mbak Gito Seyogyanya lah kita bersujud bersimpuh di
untuk menghadiri selamatan sebagaimana perintah hadapanNya
Ndoro Putri. Ternyata mbah Gito mengadakan Memohon ampunan atas dosa dosa kita
selamatan metri anaknya yang sedang merantau ke Sejati hanya Dia lah pemilik hidup para umatnya
Malaysia. Di kuasaNya lah segala keajaiban rahasiaNya
Metri berasal dari kata Petri. Metri adalah sebuah
selamatan yang bertujuan untuk menolak Bala, Tak ada cobaan yang melampaui batas
memohon keselamatan, murah rejeki, dan kemampuan kita
kesehatan. Tak ada rahasiaNya tanpa hikmah terkandung di
Selamatan yang di Kajatne oleh mbah Tohir dalamnya
selaku pemuka Agama dan sesepuh di kampung ini
tak berlangsung lama. Hanya sekitar lima belas *Rugi ndonyo ora dadi opo
menitan selamatan itu sudah selesai. Rugi akhirat bakal ciloko
Kajatne berasal dari kata Kajat yang berarti
pembacaan doa selamatan. Dan di kajatne berarti Semalam suntuk aku berusaha untuk tak
dipanjatkan oleh. memejamkan mataku. Dalam kegelapan kamar,
Selesai selamatan, tibalah saatnya untuk segala rapalan japa mantera dan doa doa aku
pembagian berkat. Di saat pembagian berkat itulah, panjatkan kepadanya, berharap datangnya setitik
tanpa di sangka sangka aku mendapatkan setitik pencerahan dariNya wahai sang Maha pencipta.
pencerahan atas problemantika yang sedang aku
hadapi. Pencarian wangsit sang pengelana hina ini sampai
Berkat adalah makanan kenduri yang di bawa pada satu titik ketetapan hati dan kebulatan tekad
pulang. Kalau di daerah Trenggalek dan sekitarnya, yang belum pasti.
Berkat itu biasa di bagikan dan bungkus Triana adalah nyata, Gayatri hanyalah ilusi
menggunakan daun pisang atau daun jati.
"ngger... ajine rogo soko jiwo, dudu soko rupo lan =========================
busono..." Keesokan paginya di sekolah.
("nak... harganya diri dari jiwa, bukan dari rupa
ataupun busanan...") Kata mbah warso tiba tiba Hari ini aku bisa datang lebih awal karena semalam
saat membagikan berkat kenduri kepadaku. aku tidak tidur dan bisa menyelesaikan tugas
tugasku di rumah dengan cepat. Belum genap jam
Mendengar perkataan mbah Warso itu aku hanya setengah tujuh pagi aku sudah sampai di sekolahan.
tersenyum simpul. Walaupun singkat dan tak jelas
arah tujuan dari perkataan itu, tapi aku dapat Sesampaianya di sekolahan, seperti biasa aku
menangkap sebersit makna mendalam dari situ. menyempatkan waktu berduaan dengan Ana yang
Mungkin maksud dari mbah Warso itu bahwa ternyata juga sudah datang. Sambil menunggu di
manjadi manusia jangan hanya mengejar dunia mulainya jam pelajaran, kami menghabiskan waktu
yang beliu lambangkan sebagai rupo lan busono. berduaan di kelasku.
Sesibuk atau serumit apapun hidup kita, jangan
pernah kita lupa berserah kepadaNya yang maha Aku merasa berduaan di dalam kelas sedikit lebih
kuasa, yang beliau lambangkan sebagai jiwo. aman dan nyaman daribpada di kantin. Selain
Ini adalah sentilan buat kita semua karena suasananya yang masih sepi, kamipun tidak
harus bertemu dengan Non Ega yang sekarang
semakin rutin mondar mandir ke kantin. baru masuk ke kelas sambil menggandeng Siti
"kamu kok cemberut aja sih An...?" pacarnya.
"kamu masih kesal sama kejadian kemarin ya...?"
Tanyaku melihat raut wajah cantik kekasihku itu "eh... mbak Ana..." Sapa ramah Siti sambil
yang bermuram durja. memanggutkan kepalanya.

"yailah aku kesal... kesal banget malah..." "Di... kita bolos yuk...?"
"gangguan kemarin datang di saat yang amat "katanya Pak Bambang lagi nggak masuk tu..."
sangat tidak tepat..." "kita ke rumah Siti aja... di sana lagi sepi nggak
"jian mentolo tak kruwes tenan kok suwe suwe kae ada orang..." Ajak Rudi sekaligus memberikan
Gayatri..." solusi kepadaku.
("Beneran pengen tak kruwes lama lama itu si *Pak Bambang yang Rudi maksud itu adalah guru
Gayatri...") Jawab Ana mengungkapkan wali kelas kami, bukan Pak Bambang Sangaji ayah
kekesalannya sambil meremas buku pelajaranku Ana.
sampai kusut. "gimana An..?" Tanyaku meminta persetujuan Ana.

"tapi ya jangan buku ku yang di jadiin sasaran "ya udah... tunggu apa lagi...?"
dong cinta..." Sambungku mengingatkannya "tapi beneran ni Ti... gak apa apa kami main ke
dengan kata sok romantis. rumahmu...?"

"pokoknya aku nggak mau tau..." "hoalah... yo nggak opo opo to mbak..."
"yang kemarin harus sayang ganti hari ini...." "Siti malah seneng kok kalau mbak Ana mau main
ke rumahku..." Jawab Siti penuh santun.
"trus gimana caranya dong An...?"
Mumpung keadaan sekolahan masih sepi, kami
"ya gimana kek... jadi cowok inisiatif dikit kenapa berempat segera kabur melarikan diri dari
sih yang..." sekolahan. Dengan bersepeda jengky, aku dan Ana
"banyak jalan kok kalau sayangnya mau..." Jawab terlebih dahulu mampir ke rumahnya untuk
Ana dengan mimik serius menggurui. mengambil motor, sementara Rudi dan Siti
menunggu kami di POM bensin depan terminal
"susah An nyari waktunya..." Sambungku bernada Trenggalek.
pasrah menyerah.
"loh... kok ra sido sekolah ndok...?"
"iiih... untung sayang tu ganteng, kalau nggak bisa ("loh... kok nggak jadi sekolah nak...?") Tanya pak
tak kruwes juga ni lama lama saking telmi nya..." Bambang ayah Ana begitu melihat kedatangan
"sekarang kita bolos... gak ada tapi tapian...." kami.
Katanya memaksakan kehendak.
Pak Bambang sudah berdandan rapi bersiap
"bolos sih bolos... tapi kita mau kemana...?" berangkat bekerja.
Pak Bambang menjabat sebagai anggota dewan
"ya sayang mikir dong mau kemana kemananya..." yang terhormat di DPRD Trenggalek, sekaligus
"pokoknya tempat yang aman dan nyaman buat..." pemilik beberapa cabang usaha yang tersebar di
Jawab Ana sambil membuat isyarat memasukkan seantero Trenggalek, dan juga sebagai mantan
jempol tangannya di sela sela jari tengah dan bupati Trenggalek.
telunjuk. "sugeng enjing Pak..."
("selamat pagi Pak...") Salamku sambil menjabat
Sejenak aku berfikir keras mencari tempat yang dan mencium tangan beliau.
pas menurut kriteria Ana itu. Di saat aku bingung "Gurunya lagi rapat pak..." Bohong Ana dengan
mencari tempat yang cocok, tiba tiba solusi itu enteng sambil berlalu masuk ke dalam rumah.
datang dengan sendirinya menghampiriku. "oh.. iyo ngger..."
("oh... iya nak...")
"hoey yang lagi asik pacaran..." Sapa Rudi yang "Emange arep nang ndi to ngger, kok koyone
kesusu...?"
("memangnya mau kemana sih, kok kayaknya panoramanya. Di halaman rumah Siti juga terdapat
terburu buru...?") Tanya Pak Bambang kepadaku bermacam macam bunga berwarna warni yang
sambil menerima jabat dan cium tanganku. mempercantik halaman rumahnya.

Belum sampat aku menjawab, tiba tiba muncul Bu "oya mas Pardi, mbak Ana... silahkan masuk..."
Ratri dari dalam sambil membawa tas kerja Pak Kata Siti mempersilahkan kami masuk.
Bambang.
"eh... ada nak Pardi toh...?" "oh iya... terimakasih..." Jawab Ana dengan
"kok nggak masuk...? ayo masuk nak..." Sapa senyuman manisnya.
ramah bu Ratri sambil mempersilahkan masuk.
Keadaan rumah dan lingkungan sekitar rumah Siti
"iya terima kasih Buk..." kelihatan sepi. Sangat pas dan cocok sesuai kriteria
"kami buru buru kok..." Jawabku penuh sopan sebagai tempat untuk memadu asmara.
santun sambil tak lupa juga menjabat dan mencium
tangan beliau. Di dalam rumah kami bertiga duduk lesehan di atas
tikar pandan ,di ruang tengah, di depan tivi.
Belum sempat aku berbasa basi lebih lanjut dengan Sementara Siti pergi ke dapur membuatkan
Pak Bambang dan Bu Ratri, Ana sudah keluar dari minuman untuk kami.
dalam rumah sambil berlarian kecil lincah Ku pandang sekeliling keadaan rumah ini. Rumah
menghampiriku. ini terlihat begitu sederhana namun terasa nyaman.
Tak terlihat satupun barang barang mewah di
Dia sudah berganti pakaian mengenakan kaos putih rumah ini, bahkan lantai rumah inipun hanya di
bergambar hello kitty dengan bawahan masih plur dengan semen. Sungguh jauh berbeda dengan
mengenakan rok abu abu seragam sekolahnya. rumah Ana dan Non Ega yang penuh dengan
kemewahan.
"ayo yang kita let's go..." Ajak Ana riang sambil
menarik lenganku menuju ke garasi rumahnya. "monggo silahkan..."
"maaf adanya cuma beginian tok..." Kata Siti
"Pak... Buk... Pardi nyuwun pamit... monggo..." sambil meletakkan nampan dengan empat buah
Pamitku sambil berlalu mengikuti tarikan Ana. gelas berisikan teh manis.

"yo ngger... ngati ati..." Jawab mereka bersamaan "halah... nggak usah repot repot Ti..." Jawab Ana.
sambil mengelengkan kepala.
"ndak kok mbak... ndak repot kok..." Balas Siti
"ni sayang yang bawa..." Kata Ana sesampainya di sambil mengambil duduk di samping Rudi.
garasi sambil melemparkan kunci motor kepadaku.
Hampir setengah jam kami duduk sambil ngobrol
Kami berdua langsung meluncur di atas dua roda ngalor ngidul sambil menikmati teh manis buatan
Honda Supra X kelir warna hitam menuju ke arah Siti, sampai tiba tiba rudi mendekat ke arahku dan
POM bensin di depan terminal Trenggalek membisikkan sesuatu di kupingku.
menemui Rudi dan diajengnya ndok ayu Siti
Marfuah yang sudah menunggu kami di sana. "aku mau kencan di kamar adiknya Siti..."
"kamu kalau mau bisa pakai kamar Siti...." Bisik
Dari terminal, kami berempat bermotor beriringan Rudi sambil matanya melirik menunjukkan letak
menuju rumah Siti yang terletak di Desa Gembleb, kamar Siti.
Kecamatan Pogalan. Tak terlalu membutuhkan
banyak waktu, akhirnya kami sampai juga di lokasi, Tanpa banyak kata lagi, Rudi langsung menarik
di rumah Siti yang terletak di sebelah selatan dari Siti kekasihnya masuk ke kamar. Dengan adanya
balai Desa Gembleb. kami di sini, Siti merasa agak canggung menuruti
ajakan Rudi itu. Dengan lemah setengah hati dia
Rumah sederhana keluarga Siti terlihat asri dengan mencoba menolak ajakan itu.
pohon rambutan yang memperteduh halaman dan
hamparan sawah di depannya sebagai "opo sih Rud ah...?"
"ih... malu tau ada mbak Ana di sini..." Kata Siti merambat turun kebawah sampai di bokongnya.
berusaha menolak.
Ku singkapkan rok seragam sekolah abu abu yang
Tak perduli dengan tolakan Siti yang hanya di kenakannya, dan jemariku meremas lembut
setengah hati itu, Rudi terus saja menarik lengan bokong montok kekasihku itu.
Siti memaksanya untuk masuk ke kamar.
Sejanak Ana menghentikan perpagutan kami.
Melihat kejadian dan tingkah mereka yang terlihat Sambil tersenyum manis dia menyingkap naik kaos
lucu, aku dan Ana hanya tersenyum. Ana putih bergambar hello kitty yang di kenakannya
membalas tatapan sungkan dan malu Siti dengan sekalian dengan bh putih berenda nya sebatas leher.
sedikit menganggukkan kepalanya tanda setuju
dengan apa yang mereka lakukan. Faham dengan maksud dan keinginannya, langsung
ku daratkan mulutku di sepasang payudara montok
Sepeninggal Siti dan Rudi masuk ke dalam kamar, sebesar kepalan tanganku itu, dan aku langsung
seperti tak mau menyia-nyia kan kesempatan, Ana mengulum, mengecap, dan menjilatinya.
langsung melompat naik ke pangkuanku,
mendekapku, dan mendaratkan pagutan penuh Persisi seperti bayi yang sedang menetek di ibunya,
nafsu di bibirku. aku mengulum dan menyedoti sepasang payudara
itu bergantian. Selaras dengan mulutku, jemari
"cpok... slruup..." kanan kiri juga ikut beraksi bergantian.

Kami langsung terlibat dalam pagutan penuh Saat kulumanku berada di payudara sebelah kiri,
dengan nafsu birahi. jemari kananku beraksi meremas remas, mencubit
lirih, dan memelintir lembut puting payudara
Sementara mulutku sibuk beradu pagutan, sebelah kanan. Begitu juga sebaliknya. Saat
berlilitan lidah, bertukaran ludah, saling menjilat kulumanku pindah ke payudara sebelah kanan,
dan mengecapi, benakku melayang keluar dari jemari kiriku ganti yang beraksi meremas remas,
ragaku. Fikiran ku mengambang memikirkan apa mencubit lirih, dan memelintir lembut payudara
yang harus aku lakukan. sebelah kanan.

Aku kembali terjebak dalam ragu ku sendiri. Aku Mendapat serangan bertubi tubi di sepasang
kembali bergelut dengan kebimbangan hati. Terlalu payudaranya, Ana semakin di kuasai birahi.
rumit untuk memutuskan jalan mana yang harus ku Desahan yang keluar dari mulutnya semakin erotis
pilih. walau sedikit di tahan.

Sementara aku sibuk bergelut dengan benakku, "ooouch... eeemh... yaang...."


Ana yang tak menyadari itu masih saja "aaaauh... oooouch..." Desahan erotis Ana.
mencumbuku dengan penuh nafsu, bahkan semakin
bertambah nafsu. Sejauh ini aku belum bisa berkonsentrasi
sepenuhnya mencumbuinya. Walau tubuhku penuh
Tangan kanannya naik ke kepala dan mengacak nafsu mencumbu, namun benakku masih melayang
acak rambut ku, tangan kirinya memeluk sambil belum terbebas dari kungkungan bimbang.
mengusap usap punggungku, bahkan kadang naik
sampai ke leherku. Sementara kami sibuk bercumbu di ruang keluarga,
di atas tikar pandan, suara suara erotis penuh nafsu
"eeeemh..." Dengus nafasnya berat penuh dengan birahi juga tak kalah riuhnya terdengar dari dalam
nafsu birahi. kamar.

Walau setengah hati, perlahan aku mulai "oooouh... Rud... aaaayh..."


mengimbangi keganasan gadis yang berstatus "enak sayang.... eeeemh... yaaah..."
kekasihku itu. Ku peluk tubuh mungilnya nan "yang... yang... yang.... iiaaah... jangan keras..."
indah mempesona dengan erat. Jemariku mulai "aaaauh .. jang... jangan ker.. keras keras yang..."
nakal menyusuri setiam mili punggungnya, "eeeeemh...."
"plok... plok... plok... plok... Puas bermain main dengan rudal balistik senjata
andalanku, dengan berjongkok dia melepaskan
"cekrit... cekrit... cekrit...." celana dalam putih bersih berenda yang di
kenakannya dan membuangnya entah kemana.
Riuh terdengar suara desahan, lengguhan, dan Setelah lolos celana dalam itu dari kakinya, dia
jeritan penuh birahi mereka dari dalam kamar, di menyingkap rok abu abu yang di kenakannya
iringi dengan suara keceplak pertumbukan sebatas pinggang. Dengan sedikit kasar, Ana
selangkangan dan gemrecit ranjang yang mendorong tubuhku untuk tidur terlentang
bergoyang. beralaskan tikar pandan, dan langsung naik
menduduki selangkanganku.
Seperti tak mau kalah dengan sepasang muda mudi
mesum di dalam kamar, Ana menghentikan aksi Di gesek gesekkan bibir kemaluannya yang berada
kulum mengulum kami. Dia kemudian membuka tepat menduduki kemaluanku maju mundur. Bibir
gesper yang ku kenakan beserta dengan kancing kemaluannya yang sudah basah cairan kawin itu
celananya dan juga memelorotkan celana yang aku semakin bertambah basah, tanda siap menerima
kenakan beserta celana dalamku itu sampai sebatas agresi militer sang rudal balistik.
lutut.
Sambil menghirup nafas, Ana memposisikan
Dia sejenak memandangku dan tersenyum dengan batang kemaluanku tepat di bibir kemaluannya.
manisnya. Sebuah senyuman yang semakin Saat dia hendak menghentakkan pinggulnya turun
menenggelamkan ku terpuruk dalam bimbang dan kebawah, membenamkan kemaluanku di dalam
ragu. lubang kemaluannya, tanganku mencengkeram
pinggulnya. Maksud awal dari cengkeramanku itu
haruskah aku menghancurkan hati dan cinta gadis adalah untuk menghentikan aksinya.
secantik ini...
haruskan aku mempertahankan nya dan berusaha Sempat terlintas dalam benakku dalam beberapa
tulus sepenuh hati mencintainya... sepersekian detik, Sempat aku berada pada
ataukah aku menuruti ancaman si anak iblis untuk ketetapan hati untuk mengakhiri semua ini. Hampir
menghancurkan hatinya... saja keluar kata putus dari mulutku.
anak iblis dengan sorot mata sayu yang sejati
menawan hatiku sampai detik ini... Tapi untung saja logika segera secepat kilat
mengambil peranan. Mungkin juga ini jawaban
Sejenak aku melamun dalam percumbuan ini. akan doa dan japa mantra yang aku panjatkan
Sasaat ada momen yang terlewatkan dari semalam. Hingga kurang dari seperseribu detik,
percumbuan kami. Sampai aku tersadar dari ketetapan yang sempat menguasaiku itu berbalik
lamunanku saat aku merasakan sesuatu yang seratus delapan puluh derajat.
hangat dan basah menjalar di batang kemaluanku.
Aku terbebas dari ragu dan bimbang. keyakinanku
Ana dengan penuh nafsu, cinta, kasih dan sayang sudah oval, bahwa Ana lah dia yang berhak atas
bermain main dengan batang kemaluanku. Mulut cintaku, atas hatiku, atas ragaku, dan atas masa
mungilnya mencaplok batang kemaluanku yang depanku. Hatiku mantap dan penuh yakin untuk
kemarin katanya kecil itu, mengulumnya naik melawan iblis mati matian sampai darah
turun sambil memainkan lidahnya berputar putar penghabisan.
menjilati kepala kemaluanku.
tak ada kata menyerah melawan iblis durjana
Di perlakukan seperti itu aku mendelik menahan
nikmat. Tulang belulangku serasa rapuh dan ikut Setelah tersadar dari ragu dan bimbang, tanganku
tersedot keluar saat dia menyedot lubang yang memegang pinggulnya reflek ikut menekan
kencingku dengan kuat penuh nafsu. turun, ikut membenamkan kemaluanku melesak
masuk menembus kedalam gua syahwatnya.
"aaaaauh..." Hanya lengguhan itu yang bisa keluar "sleeeebh..." Batang kemaluanku menyeruak
dari mulutku. Selebihnya aku hanya bisa pasrah masuk menusuk lubang kemaluannya dengan
menikmati deraan kenikmatan dunia ini. gagah, perkasa, pelan, dan pasti.
"oooumhh...." Desah kami bersamaan kegel dinding vaginanya. Dalam satu hentakan
mengekspresikan kenikmatan. dalam di iringi lolongan kepuasan, Ana
menancapkan batang kemaluanku sedalam
Setelah batang kemaluanku terbenam seluruhnya di dalamnya sampai menembus ruang rahimnya.
dalam kemaluan Ana, perlahan dia mulai
menggerakkan pinggulnya maju mundur, mengurut, "aaaaouh....."
memelintir, dan mengocok mengeluar masukkan
batang kejantananku di lubang kemaluannya yang Tubuhnya yang tadinya menegang sekarang
berdenyut menjepit kuat. menjadi lemas dan melemah terbenam memelukku.
Nafasnya berat memburu dan detak jantungnya
"An... kita pelan pelan aja ya..." berdegub dengan kencang.
"gak usah buru buru... alon alon asal kelakon..."
Kataku mengajak Ana bercinta dalam ritme pelan Satu kecupan hangat di daratkannya di pipi sebelah
namun mengesankan. kananku sambil tersenyum manja.

"ooouh... mana tahan yang..." "yang... i love you..." Katanya manja sambil
"udah deh... eeeeemh... jang... ooouch..." merebahkan kepalanya di dadaku.
"jangan banyak omong anak muda..."
"hheeeessst.... nik... oooemh.. nikmati aja..." Jawab Aku tersentak mendengar kata kata itu. Hatiku
Ana terputus putus tersengal desah. terasa perih mendengarnya.

Dan benar saja, setelah beberapa saat bergoyang teganya aku meragu kepada gadis yang begitu
dalam ritme yang pelan menghanyutkan, lama tulus mencintaiku
lama goyangan Pinggul Ana yang maju mundur, "kang mas tresno marang sliramu diajeng..."
naik turun, bahkan kadang berputar geal geol kekiri Jawabku berusaha menyembunyikan
dan kekanan itu mulai bertambah semakin liar. kebimbanganku.

Ana menjatuhkan tubuhnya mendekapku. Pagutan Nafsuku hanya setengah hati, kalah tenggelam
panas kembali terjadi dengan penuh birahi, dengan kebimbangan dan raguku yang semakin
sementara pinggul kami bergoyang berirama kuat menjalar. Ragu itu semakin kuat berusaha ku
menstimulasi kenikmatan erotika. tekan, semakin kuat dia meracuni keyakinanku.
Semakin keras ku coba matikan, bimbang itu
"eeemh... yang... ooouh..." semakin menggeliat tumbuh semakin subur.
"eeeemph..." Desahan Ana yang tertahan pagutan
bibirku. Tak ingin mengecewakan kekasihku lebih jauh lagi,
ku coba menggoyangkan pelan pinggulku, kembali
Gerakan pinggulnya semakin bertambah liar. menggerakkan batang kemaluanku yang masih
Kedutan kedutan di dinding kemaluannya semakin tertancap di lubangnya.
keras terasa menghisap dan menjepit batang
kemaluanku yang terbenam di dalamnya. "sayang belum ya..." Tanyanya lemah dengan
tatapan sayu.
Pelukannya semakin erat dan goyangannya
semakin bertambah liar tak terkontrol. Aku hanya Aku hanya menjawab pertanyaan nya itu dengan
berusaha mengimbangi apa yang di lakukan anggukan kecil dan senyuman.
kekasihku itu, sambil ikut menggoyang pinggul
menusukkan kejantananku keluar masuk lubang Ku angkat tubuhnya bangkit dari pelukanku. Ku
kewanitaannya. posisikan tubuhnya merangkak, bersiap untuk
menerima sodakanku dari belakang, bergaya doggy
"yaaang... eeeeemh...." style.
"Ana nyampek.... ooouh..." Dengan lemas dia memaksakan diri menuruti ku.
Di posisikan tubuhnya menungging beralaskan
Tiba tiba tubuhnya mengejang menegang di tikar pandan. Tubuh dan kepalanya lemah
barengi dengan semakin kuatnya kedutan otot menempel di tikar penuh pasrah.
Ku lepaskan sekalian celana abu abu yang masih Kembali ke aksi kami.
menggantung di lututku, ku posisikan tubuhku
tepat di belakang tunggingannya. Ku arahkan Dalam rintih kesakitannya, Ana kembali
kepala kemaluanku menghadap di lubang mendapatkan orgasme untuk yang kedua kalinya.
kemaluannya, dan dalam sekali sentak batang
kemaluanku merangsek masuk ke dalam lubang Walau badannya lemas tak bertenaga, tubuhnya
kewanitaannya. menengang dan kepalanya terdongak memandang
langit langit. Mulutnya menganga tapi tanpa suara
"plok... plok... plok... plok..." Suara tumbukan yang keluar dari sana. Matanya mendelik seakan
selangkanganku dengan bokong montok Ana. mau lepas dari kelopaknya.

Aku menggoyang pinggulku, menggerakkan Seirama dengan kekasihku, badanku juga


kemaluanku keluar masuk lubang kemaluan Ana menegang dan bergetar. Gumpalan spermaku
dengan brutal dan liar. Seakan aku tak perduli sudah menggumpal di ujung kemaluan siap
dengan rintihan kekasihku yang sepertinya menyembur keluar membasahi rahim Ana.
kesakitan menerima kekasaranku.
"eeeemmh...."
Ana bahkan harus sampai menggigit lengannya Dengus nafasku berat dengan tusukan pamungkas
sendiri berusaha untuk menyembunyikan dan sedalam dalamnya, di ikuti dengan semburan benih
menahan jeritannya. benih keturunanku di dalam rahim ibunda nya.

"aaaaaihm... aaaaauh..." "cret... cret... cret...."


"jang... jangan iiiaaaah.... ooohm..."
"jangan kasar kasar yang.... aaaaih...." Selesai menuntaskan syahwat, tubuhku langsung
"sak.... aaaauh... sak.. sakiit..." Rintih kesakitannya terkulai lemas ambruk menindih tubuh Ana yang
tertahan. tengkurap beralaskan tikar pandan. Nafas kami
memburu seirama bersahutan.
Seperti orang kesetanan aku tak memperdulikan
rintihannya. Aku masih saja menggoyangkan "hhhuuuh... sakit yang... tapi dahsyat..."
pinggulku dengan kasarnya, persis seperti orang "sayang tumben ganas banget..." Tanya Ana sambil
yang sedang melampiaskan dendam kesumatnya. berusaha menata nafasnya.
"maaf ya sayang... kebawa emosi..."
"ooough.... eeeeehm...." Dengus lengguhanku berat "maklum... balas dendam yang kemarin..."
terdengar penuh dengan dendam. Jawabku menyembunyikan kenyataan perasaan
Tubuh mungil Ana tersentak terdorong dorong hatiku yang sebenarnya.
kedepan selaras dengan hentakan pinggulku. Ana jangan sampai tau kalau aku sedang bimbang
Keringat sudah deras mengucur membasahi tubuh dalam ragu.
kami. Aku yang seperti kesetanan seakan sudah "cklek..." Suara gagang pintu kamar terbuka.
lupa di mana kami berada. "dancok... guasyuuuu..." Umpat Rudi yang baru
setengah langkah keluar dari kamar.
Seakan tak mau kalah dengan kehebohan kami di Spontan dia meloncat sambil menarik lengan Siti
luar, di dalam kamar suara suara desahan, kembali masuk kekamar.
lengguhan, jeritan, kecepak selangkangan beradu, "guasyu kowe pret... bukane neng kamar malah
dan gemrecit ranjang semakin jelas terdengar. neng kono..."
("anjing kamu pret... bukannya di kamar malah di
"oooohm... uuuugh...." situ..." Umpat Rudi berteriak dari dalam kamar.

"aaaaaih.... oooh... Rud... Rud... ooooh..." "sek to cok... lagian metu ra ngomong ngomong...."
"cabut... cabut Rud... eeemh..." ("tar duku to cok... lagian keluar gak bilang
"jangan di... di dalam... aaaaaauh...." bilang...") Balasku mengumpat.
"jangan ham...hamilin Siti... ampuuuoooh..." Suara cok kependekan dari kata dancok yang bermakna
lengguhan dan desahan mereka di dalam kamar. umpatan. Dalam kamus bahasa indonesia,
persamaan katanya mungkin "bangsat"
Kami segera merapikan tubuh dan pakaian kami "matamu...." Balasku sambil mendorong jidat Rudi.
yang awut awutan dan bertebaran di mana mana.
Kami berempat berjalan keluar dari rumah Siti.
"uwis cok... metuo yen arep metu..." Setelah para gadis cipika cipiki, aku langsung
("udah cok... kelur kalau mau keluar...") Kataku menyalakan motor dan bersiap meluncur pergi.
setelah kami selesai merapikan diri.
"kami pulang dulu ya Ti..." Kata Ana berpamitan.
Akhirnya Rudi dan Siti keluar dari kamar setelah
mendengar perkataanku. "iya... hati hati di jalan mbak..."
Sejenak sempat terjadi kekakuan di antara dua "jangan kapok main ke sini loh mbak..."
gadis kekasih kami itu. Dua gadis yang sedang
bersama kami ini sama sama menundukkan muka. "enggak kok... kapan kapan kalau sempat tak main
Wajah mereka sama sama bersemu merah menahan kesini lagi..." Jawab Ana sambil naik di boncengan
malu. motor.

Mungkin mereka malu karena terbongkar sudah "balik sek cok..." Pamitku kepada Rudi.
aktifitas ranjang masing masing. Sementara kami
para cowok menganggap santai hal itu. "iyo su... ngati ati..." Balas si Rudi.

"maaf ya Ti..." Ucap Ana lirih memecah kesunyian. Selesai berpamitan, kami langsung meluncur di
atas dua roda Supra X menyusuri jalanan pedesaan
"nggak apa apa mbak... malah Siti yang seharusnya dengan pemandangan hamparan sawah di kanan
minta maaf..." Jawab Siti. kirinya.

Kekakuan yang sempat terjadi akhirnya mulai "An... tadi aku di dalam lagi loh..."
mencair. Kami berempat menghabiskan waktu "ntar kalau kamu hamil gimana...?" Tanyaku di
dengan bercengkrama bersenda gurau riang saat kami sedang berpacu di atas motor.
gembira. Kami bahkan mulai tak sungkan sungkan
lagi bermesraan dengan pasangan kami masing "ya bagus dong... kan sayang jadi ayah..." Jawab
masing. Ana dengan yakin. Tak sedikitpun tersirat
ketakutan ataupun ragu di dalam nada bicaranya.
Tak terasa jam dinding sudah menunjukkan pukul
sebelas siang. Sudah waktunya kami pamit undur Sementara aku, sepanjang perjalanan masih belum
diri karena waktu sudah tak lagi memungkinkan. bisa sepenuhnya lepas dari kebimbanganku. Hatiku
mudah sekali berubah ubah. Sesekali aku yakin
"eh An... udah jam sebelas tu... pulang yuk..." seyakin yakinnya, namun sesekali juga berubah
Kataku mengajak Ana pulang. menjadi ragu seragu ragunya.

"ya udah... Ti... kami pulang dulu ya..." Akhirnya sampai di rumah Ana, dan sampai saat
"sudah siang... takut ntar Pardi di cariin Ndoro kami berpisah, Aku belum sampai pada ketetapan
nya..." Pamit Ana di selingi sedikit sindiran. hatiku.

"kok buru buru sih mbak....?" =========================


"maaf kalau pelayanan di sini kurang
memuaskan..." mungkin bimbang adalah ketetapanku. dalam
bimbang aku tak sanggup mengeluarkan kata
"aku puas kok Ti... dua kali malah..." Canda Ana kataku. tak terucap kata putus sebagaimana di
yang langsung di sambar gelak tawa kami. tetapkan tuanku. mungkin ini adalah jalanku.
"hahahahaha...." dalam diam aku sudah menentukan pilihanku.

"jian lanang tenan kowe pret..." Jam setengah satu siang akhirnya aku sampai di
("benar benar lelaki sejati kamu pret...") tambah rumah. Di depan pintu gerbang Non Ega sudah
Rudi. menungguku dengan senyuman iblisnya.
"batas waktumu sudah habis..." Sambutnya kisahku akan berjalan sesuai dengan langkah
mengingatkan bahwa batas waktuku harus kakiku.
memutus Ana sudah kadaluwarsa. sekarang, esok, lusa, dan seterusnya.
semangatku akan tetap menyala di dalam kalbu.
Aku tak menjawabnya. Aku terus berlalu
meninggalkannya dan langsung masuk ke kamarku. sekarang, esok, lusa dan seterusnya.
Mungkin penasaran dengan jawabanku, Dia tak ada lagi bimbang dan meragu.
menyusul mendobrak masuk ke dalam kamarku.
"heh kampret... gimana...?" ============+++++++++=============
"perintahku sudah kamu laksanakan kan...?!"
Tanyanya sekali lagi di bumbui nada bicara yang
mulai meninggi.

Aku tak menjawab lagi pertanyaan itu. Aku


berusaha mengacuhkannya.

"awas Non... Pardi mau ganti baju..." Hanya itu


kata yang keluar dari bibirku.

"ya silahkan... monggo..."


"mau telanjang juga nggap apa apa kok..."
"yang penting jawab dulu pertanyaanku..."
"kamu sudah putus kan dengan Ana..." Tanyanya
untuk yang ketiga kalinya.

Dan untuk yang ketiga kalinya juga aku tak


menjawab pertanyaan itu.

"ooh... begitu ya... Diam berarti kamu melanggar


perintahku..."
"ok... bagus... baik kalau itu maumu..."
"siap siap saja kamu menerima kejutan dariku..."
"siap siap saja kamu menyesal seumur hidupmu..."
Ancamnya sambil melangkah keluar dari kamarku.

"jgluuarg...!!!"

Penuh amarah dia membanting pintu kamarku


sekencang kencangnya. Dia terlihat kecewa sekali
dengan pilihanku.

Entah kenapa aku malah bisa tersenyum di saat


seperti ini. Senyum yang keluar dari bibirku persis
seperti senyuman anak iblis yang biasa tersungging
di bibir Non Ega.
hidupku, sukaku, dukaku, bahagiaku, sedihku, dan
matiku.
hanya tuhan yang kuasa kepadaku.
hidupku, sukaku, dukaku, bahagiaku, sedihku, dan
matiku.
hanya aku yang bisa menentukan jalan kisahku

sekarang, esok, lusa, dan seterusnya.


Chapter XIII Seperti biasanya juga, Rudi juga berdua dengan
MASA JAYA PUTIH ABU ABU Siti kekasih hatinya. Meraka bergandengan mesra
sekali.

Putaran waktu tak kenal kata menunggu. "hehehe... kenyataan pahit sudah bersahabat
Meninggalkan semua kenangan menjadi masa lalu. denganku wahai anak muda..." Jawabku bergaya
ala dialog Brama Kumbara.
Masa lalu bukan untuk disesali.
Masa kini bukan hanya untuk dinikmati. "oh... benar begitukah adanya wahai kisanak...?"
Balas Rudi meladeni sambil mengambil duduk di
Segalanya sealur senada saling melengkapi. kursi di depan kami, di susul diajeng nya Siti
Setulus janji dan sebening hati. Marfuah yang duduk di sebelahnya.

Tak terasa waktu berjalan dengan begitu cepatnya. "kalian apa apa'an sih....?"
Meninggalkan semua di belakang menjadikan "sok berlagak kayak Saur Sepuh, sok tua banget
sebuah kenangan. Menyisakan memori untuk sih...?" Omel Siti yang langsung di amini Ana.
menyongsong kini, dan memberikan pembelajaran
untuk masa depan. "iya... tau ni berdua... kayak orang kurang kerjaan
aja..."
Setelah empat bulan berlalu, ternyata tak terjadi "eh... kamu mau pesan apa Ti...? Sambung Ana.
apa apa. Ancaman Non Ega yang beberapa bulan
lalu sempat terucap, sepertinya hanyalah gertakan "kok Rudi marudi yang ganteng lucu dan imut ini
sambal semata. Bahkan selama itu juga, Non Ega kok gak di tawarin juga sih...?"
sengaja menjauh menghindariku. Dia tak lagi
mengganggu kemesraanku dan Ana. Sepertinya dia "uweeek... di sini gak ada yang jual rambanan
sudah lelah menjadi kerikil pengganggu di antara sayang..." Jawab Siti mesra namun berkalimat
kami. menghina.
Rambanan berasal dari kata ramban yang berarti
Setelah berusaha keras belajar dengan tekun di sela rumput dan dedaunan atau sejenisnya untuk pakan
sela konflik batin yang aku hadapi, akhirnya aku ternak kambing.
berhasil juga melewati ujian akhir nasional dengan "guasyuu... semprul... emange aku wedus po, kon
selamat, tanpa kekurangan suatu apa pun. Dan mangan rambanan..."
selama empat bulan terakhir ini juga, aku sudah ("anjing... semprul... memangnya aku kambing apa,
mulai bisa menata hatiku, aku sudah bisa di suruh makan rambanan...?") Gerutu Rudi tak
menyemikan benih cinta untuk Ana di dalam terima di katai seperti itu oleh kekasihnya.
hatiku. Kemesraan di antara kami dari hari ke hari
semakin intim tak terpisahkan. Belum sempat Siti memesan sesuatu seperti yang
di tawarkan Ana, tiba tiba terdengar derap kaki
menurut kabar yang beredar luas di seantero setengah berlari menuju ke arah kami berempat.
sekolahan, kamilah pasangan paling panas
seTrenggalek raya abad ini. "drap... drap... drap..." Suara derap langkah kaki itu.

Hari ini adalah hari penggumuman kelulusan. Langsung pandangan kami berempat berputar
Semua murid menunggu pengumuman hasil ujian mencari arah datangnya derap langkah kaki itu.
nasional dengan harap harap cemas. Di saat semua
murid sekolah seangkatanku sedang berkumpul di "gebruuk...."
sekolahan menanti pengumuman, Non Ega malah "huh... huh... huh... huh..." Suara meja yang
tak kelihatan batang hidungnya di sekolahan. setengah tertabrak dan dengus nafas memburu.

"selamat enjing mas dab... siapkah anda menerima Ternyata Jayeng anak IPA yang datang. Entah ada
kenyataan...?" Sapa Rudi bercanda untuk menutupi apa si anak bernama tengah Chounthoul ini datang
keresahannya menunggu pengumuman. ke kami dengan berlarian seperti itu.
"Ti... target sudah dalam pantauan radar..." Kata Selidik Ana yang heran melihat tingkahku yang
Jayeng tak jelas maksudnya setelah dia sedikit bisa malah tertawa terpingkal pingkal.
mengatur nafasnya kembali.
"Jayeng... bocah koyok Jayeng kok arep nembak
"ada apa sih Yeng... kayak yang darurat banget..." cewek..."
Timpal Ana penasaran. ("Jayeng... anak kayak Jayeng kok mau nembak
cewek...")
"begini nyisanak... Begawan Jayeng ini se..." "opo ora yho malah dadi dagelan to yho..."
Jawabnya masih dengan gaya tengil ciri khas nya. ("apa nggak malah jadi dagelan...") Jawabku masih
Jawaban itu belum selesai tapi sudang langsung di dengan semburat tawa yang tak terahan.
srobot di potong oleh Siti. Dagelan adalah komedi panggung ala Jawa
Mendengar jawabanku, Ana langsung ikut tertawa
"haiyah... gak usah bertele tele..." terpingkal pingkal tapi masih dengan gayanya yang
"Jayeng naksir Eka... dia minta aku comblangin..." anggun.
Kata Siti memotong dengan langsung, tegas, lugas,
dan jelas ke inti pokok permasalahan. "huahahahahahaha..." Tawa kami bersama
"yaaah... usai sudah kisah si trio macan kalau bersahutan terpingkal pingkal sampai perut sakit
begitu..." Gumanku pelan. dan meneteskan air mata.
"ya udah deh... kalau begitu aku tinggal dulu ya..."
"ayuk Rud... mau ikut nggak...?" Kata Siti sambil Aku bukannya meremehkan, tapi apa jadinya kalau
beranjak dari duduknya. Jayeng, bocah yang tidak pernah bisa serius di
"ya ikut lah... kalau gak ikut ntar malah kamu lagi segala macam cuaca dan kondisi itu menembak
yang di tembak si tengil Chounthoul kriwil ini..." cewek.
jawab Rudi sambil turut beranjak berdiri.
"iya juga sih ya... pasti lucu tu yang..." Jawab Ana
"haiyaaah... emange manuk apa di tembak...?" sambil masih belum bisa menghentikan gelak
"mamen mabrada Kanjeng Raden Mas tawanya.
Suparpret..."
"mohon doa pangestu Kanjeng..." Kata Jayeng lagi =========================
masih bergaya tengil degan lagak sok menyembah
hormat ala keraton. Sekitar jam setengah sebelas siang, akhirnya
pengumuman kelulusan dan nilai hasil ujian pun
"yo ngger... sugeng pangentot..." Jawabku keluar juga. Berbondong bondong para murid yang
membalas tak kalah tengilnya. sudah menantikan pengumuman itu dari pagi
berkumpul di depan mading sekolahan untuk
"wis wis wis.... kono gek ndang minggat..." melihat hasilnya.
("udah udah udah... sana cepat pergi...") Kata Ana "kayaknya pengumuman sudah di pasang tu
yang sedari tadi hanya diam memperhatikan yang..."
mengusir. "kita lihat yuk..." Kata Ana mengajakku melihat
pengumuman yang terpajang di mading sekolah.
Setelah mereka bertiga melangkah pergi, kami
berdua berpandangan sejenak. Gelak tawa yang "tar dulu deh An... aku belum siap..."
dari tadi mati matian berusaha aku tahan tak "aku grogi segrogi groginya ni..."
sanggup lagi aku pertahankan.
"ayo dong yang... semangat dong... sayang pasti
"jgak gak gak gak gak...." Ledak tawaku terpingkal jadi yang tebaik..."
pingkal. "kan sayang murid terbaik di sekolah ini..."
Sambung Ana menyemangatiku.
Ana memandang keheranan melihatku tertawa Entah kenapa mentalku tiba tiba saja menjadi
terpingkal pingkal seperti itu. mengkerut mengecil sekecil kecilnya. Aku takut
bila harus menghadapi kenyataan pahit. Aku takut
"kenapa sih yang kok malah ketawa begitu...?" kalau hasil yang keluar nanti tak sesuai dengan
harapan dan cita citaku.
"ayo dong yang... semangat...." Semangat Ana "sayang peringkat satu di sekolah ini..." Jawab Ana
sekali lagi sambil menarik paksa lenganku menuju riang gembira sambil tangannya menunjuk ke
ke mading sekolahan. sebuah kertas pengumuman lainnya yang terpajang
di atas pengumuman kelulusan.
Dengan teramat sangat terpaksa sekali, akhirnya
aku menyerah dan menuruti paksaan Ana itu. "jgluaaaar....!"

Sesampainya di depan papan pengumuman, aku Begaikan di sambar petir di cerah hari aku
memalingkan wajahku. Aku tak sanggup dan mendengar perkataan kekasihku itu. Pandanganku
belum siap untuk melihat hasil pengumumannya. yang semula redup mengarah gelap tiba tiba
langsung kembali bersinar cerah terang benderang.
"iiih sayang... lihat dong..." Kata Ana sambil Burung burung dan bintang khayal yang semula
memaksa kepalaku berputar menghadap mading. berputar putar di atas kepalaku sontak langsung
kabur pergi menghilang.
Ku hirup nafas dalam dalam sebelum aku
memberanikan diri melihat hasil pengumuman itu. "jangan bohong apa An..." Kataku pelan berusaha
Jantungku berdebar debar kencang, semakin menyembunyikan kegembiraan hatiku yang
kencang, dan bertambah semakin kencang. meletup letup.

Betapa terkejutnya aku begitu melihat hasil "serius yang... kenapa juga coba Ana harus
pengumuman itu. Dari sekian ratus nama siswa bohong..."
yang di nyatakan lulus ujian di papan pengumuman "bohong itu dosa tau sayaaang..."
itu, tak ku temukan nama Supardi tertera di situ. "itu lihat tu... di papan paling atas, di daftar
peringkat sepuluh terbaik..." Jawab Ana sambil
Sontak badanku menjadi lemas, tulang belulangku menunjukkan pengumuman yang di maksudnya.
serasa pergi meninggalkan ragaku. Bayangan Dengan pelan bagaikan berada dalam mode slow
buruk langsung beterbangan di benakku. Hancur motion, pandanganku berputar ke arah yang di
sudah segala angan dan cita citaku. Berakhirlah tunjukkan Ana.
juga kisah hidupku cukup sampai di sini.
Hampir saja aku meloncat kegirangan setelah
aku tidak lulus... modiaar. melihat ke arah yang di tunjukkan Ana itu. Hampir
saja aku menari nari dan berteriak histeris seperti
Hampir saja aku jatuh pingsan tak kuat menerima orang gila seandainya saja aku tak mampu
kenyataan pahit ini. Pandanganku tiba tiba menjadi mengontrol adrenalinku.
gelap, cuit kicauan burung kenari dan bintang
bintang seakan berputar putar di atas kepalaku. Di papan pengumuman itu tercantum nama
"yang... yang... yang... lihat yang..." Suara Ana peringakat sepuluh besar terbaik di sekolah kami.
riang yang terdengar begitu pelan di telingaku.
10 : Bambang Wicaksono
Hatiku semakin teriris tercabik cabik perih 9 : Eko Sarwo Wibowo
mendengar keriangan kekasihku itu. Bisa bisanya 8 : Sri Rahayu
dia begitu lincah dan riangnya di saat aku sedang 7 : Siti Marfuah
terpuruk jatuh terbenam dalam seperti ini. 6 : Kartika Sari
"sayaaang... lihat doong..." Kata Ana sekali lagi 5 : Sugeng Raharjo
masih dengan nada dan gaya riangnya yang malah 4 : Sukaryo
semakin memperdalam luka hatiku. 3 : Triana Subur Lestari
2 : Budi Utomo
"udahlah An... gak usah... namaku juga kan gak 1 : Supardi
ada di situ..." Jawabku lemah.
Sontak kami langsung berpelukan dan berteriak
"yaiyalah jelas nama sayang nggak ada di situ..." histeris seperti orang kesurupan. Kebahagian ganda
"nama sayang ada di pengumuman yang satunya langsung aku dapatkan hari ini. Selain karena aku
lagi tu..." berhasil mewujudkan segala harapan dan cita
citaku, aku juga bahagia melihat nama kekasihku tengil yang kebetulang sedang menenteng gitar
juga tercantum di situ, tercantum di peringkat langsung memainkan gitar itu dan menyanyikan
ketiga dalam daftar peringkat sepuluh terbaik. sebuah lagu untuk kami bertiga, untuk kami semua
lebih tepatnya.
terimakasih Tuhan atas anugrah yang Engkau
limpahkan kepadaku. Seakan sefaham dan tak ingin ketinggalan momen
Engkaulah sang maha pemurah lagi maha kemeriahan, Rudi langsung berlari masuk keruang
penyayang. TU dan keluar sambil menenteng galon Aqua
kosong.
Sumpah aku tak pernah menyangka dan
membayangkan Ana akan berada di situ. Sungguh Langsung gebukan Galon dan petikan gitar begaya
aku seakan tak percaya dengan kenyataan punk selaras senada menghasilkan irama musik
membahagiakan ini. Tuhan sudah terlalu baik yang menghentak penuh dengan semangat
kepadaku hari ini. membara dan suka cita. Seakan juga tak mau kalah
ketinggalan, Bambang yang entah kapan dan dari
"An... kamu juga masuk di sepuluh besar An..." mana datangnya angsung menyambar menyayikan
"kamu peringkat tiga... kamu hebat banget lagu yang sesuai dengan nada irama musik made in
sayang..." Pujiku kepada kekasihku sambil Rudi/Jayeng itu.
semakin mengeratkan pelukanku. Kami tak
memperdulikan lagi ratusan pasang mata yang Bergaya bak raper kondang, Bambang
memandang kami dengan iri. menyanyikan lagu itu dengan suara Serak serak
basahnya di bumbui dengan gaya tengil ciri
Saat kami sedang asik larut dalam pelukan, terlihat khasnya yang semakin mempersemarak suasana.
Rudi dan Siti berlari kecil bergandengan tangan Eiyo... it's not the end, it's just beginning
menuju ke arah kami. Di belakangnya menyusul
Jayeng, Eka, dan Sri yang juga berlarian kecil Ok... detak detik tirai mulai menutup panggung
menuju ke arah kami. Tanda skenario... eyo... baru mulai diusung
Lembaran kertas baru pun terbuka
"Siti....!!! kesini cepet Ti..." Panggil Ana riang Tinggalkan yang lama, biarkan sang pena berlaga
begitu mengetahui kehadiran Siti.
Kita pernah sebut itu kenangan tempo dulu
"iya mbak... ada apa...?" Pernah juga hilang atau takkan pernah berlalu
"pasti berita mas Pardi juara satu... selamat ya Masa jaya putih biru atau abu-abu (hey)
mas..." Jawab Siti begitu sampai di hadapan kami Memori crita cinta aku, dia dan kamu
sambil tak lupa mengucapkan selamat kepadaku.
Saat dia (dia) dia masuki alam pikiran
"kamu juga masuk sepuluh besar Ti..." Ilmu bumi dan sekitarnya jadi kudapan
"lihat itu... kamu di peringkat ke tujuh..." Cinta masa sekolah yang pernah terjadi
"hebat kamu Ti... selamat ya..." Sambung Ana That was the moment a part of sweet memory
sambil berpelukan denga Siti dan cipika cipiki.
Kita membumi, melangkah berdua
Melihat tingkah lucu dua gadis cantik itu, kami Kita ciptakan hangat sebuah cerita
berlima hanya tersenyum memandangnya. Mulai dewasa, cemburu dan bunga
Finally now, its our time to make a history
"mbak Ana lebih hebat lagi malah..."
"mbak Ana peringkat ke tiga... hebat banget mbak... Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan
selamat ya mbak..." Balas Siti memuji Ana. Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan
Tak ketinggalan Rudi, Jayeng, Eka, dan Sri Kenanglah sahabat kita untuk s'lamanya
bergantian menyalami dan mengucapkan selamat
kepada kami bertiga. Satu alasan kenapa kau kurekam dalam memori
Satu cerita teringat di dalam hati
Persis seperti di film film india, Jayeng si bocah Karena kau berharga dalam hidupku, teman
Untuk satu pijakan menuju masa depan Tak ada pesta yang tak usai. Sekitar jam setengah
satu akhirnya satu persatu murid sekolah ini mulai
Saat duka bersama, tawa bersama pulang ke rumah masing masing dengan membawa
Berpacu dalam prestasi... (huh) hal yang biasa berita gembira, kebahagiaan, dan kenangan indah
Satu persatu memori terekam yang terekam pasti di dalam memori masing
Di dalam api semangat yang tak mudah padam masing. Semua murid di sekolah ini lulus seratus
persen tanpa ada satupun yang tertinggal, termasuk
Ku yakin kau pasti sama dengan diriku juga dengan si anak iblis, Gayatri Noyolesono.
Pernah berharap agar waktu ini tak berlalu
Kawan... kau tahu, kawan... kau tahu kan mengucapkan namanya merusak kebahagiaan hari
Beri pupuk terbaik untuk bunga yang kau simpan ini.

Bergegaslah kawan tuk sambut masa depan Ku hampiri Ana yang sedang asik bercanda
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan bersama geng trio macan Siti cs untuk
Berikan senyuman tuk sebuah perpisahan mengajaknya pulang.
Kenanglah sahabat kita untuk s'lamanya
"An pulang yuk..."
*kita selamanya - Bondan Prakoso fade 2 black "ayuk... Semuanya, Ana pulang duluan ya..."
Salam Ana kepada the trio macan sambil cipika
Sungguh sebuah spontanitas kreatif level para cipiki sebelum beranjak pergi.
dewa dari Jayeng Bambang dan Rudi. Pemilihan Di tengah perjalanan menuju parkiran sekolah,
lagunya pun juga sempurna menggambarkan kisah kami bertemu dengan Rudi, Jayeng, dan Bambang
akhir dari seragam putih abu abu kami. yang sepertinya akan menghampiri geng trio
macan cs.
Suasana sekolah yang memang sudah riuh ramai
menjadi semakin semarak karenanya. Di awali Ana, "udah mau pulang kalian..." Sapa Bambang si
Siti, Sri, dan Eka yang mulai ikut bernyanyi dan peringkat sepuluh begitu berpapasan dengan kami.
menari dengan riang, pelan pelan teman teman
sekolah kami yang lainnya pun juga mulai turut "yo masbro..." Jawabku singkat.
larut ikut menari dan bernyanyi dalam kebahagiaan.
"langsung balik... ra sah mampir mampir..."
Mirip seperti flash mob yang di awali dengan Satu, ("langsung pulang... nggak usah mampir
kemudian bertambah lima, bertambah lagi menjadi mampir...") Sambung Rudi dengan mengerlingkan
sepuluh, dua puluh, lima puluh, seratus, dan matanya najis.
akhirnya seluruh murid yang ada ikut menari dan
bernyanyi, tak terkecuali juga denganku. "ra sah kakean cocot cok..."
("nggak usah kebayakan bacot cok...")
Kami menari serempak dengan gerakan yang "eh Thol... tugas rahasia mu wis berhasil nggak...?"
selaras dalam baris yang berjajar rapi. Semua Semburku ke Rudi dan menyambungnya dengan
kelihatan seperti sudah terencana dan terkonsep menanyakan misi rahasia Jayeng menundukkan
dengan rapi, padahal sebenarnya itu semua kebinalan Eka Pradibta.
hanyalah spontanitas yang sama sekali tak ada
perencanaan sedikitpun. "yo jelas sukses to yho... Chonthoul gitu loh..."
Jawabnya pongah sambil menepuk dada
Di penghujung akhir lagu kami semua bersorak menyombongkan diri.
melompat bersama sama. Setelah itu kami
bergantian saling berjabat tangan dan berpelukan "double sukses malah pret... Sri malah yo wis di
dalam senyum dan keceriaan. Tak ada sedikitpun dekep si Bengbeng..."
gurat kesedihan terpancar di sini. Semua tertawa, ("double sukses malahan pret... Sri malah juga
semua gembira, semua ceria, walaupun mungkin sudah di dekap si Bengbeng...") Sambung Rudi
ini adalah momen terakhir kami bisa tertawa mengabarkan berita gembira yang lain. Ternyata
bersama. Bambang juga mengikat jalinan asmara dengan Sri
========================= Putri Damayanti.
Bengbeng adalah nama gaul a.k.a alias dari si "sembarangan aja kamu kalau ngomong..."
Bambang Wicaksono. Sama seperti halnya aku "jangan merusak suasana bahagia apa..." Semburku
yang mempunyai nama alias "kampret" kesal.
"woow... selamat yo Mbang... jangan di sia siain
loh..." "bercanda yang... gitu aja sewot..."
"terus malam pertama jangan kasar kasar loh..."
Kata Ana mengucapkan selamat di iringi guyonan "ya iyalah sewot... harga diri itu An..."
mesum.
"sayang mau tau nggak sebuah rahasia..." Kata Ana
Bambang yang juga berpredikat si anak tengil bin sambil semakin mengeratkan pelukannya di
koplak itu sontak terdiam. Wajahnya tertunduk dan pinggangku.
bersemu merah menahan malu di bercandai seperti
itu oleh gadis kasta ksatria selevel Ana. "rahasia apa...?" Tanyaku penasaran.

Sungguh sebuah akhir yang sempurna. Kebahagian "taraaaa..." Sambungnya sambil menunjukkan
total untuk kita semua. Di akhir masa sekolah, di sesuatu kepadaku.
penghujung waktu sang putih abu abu, semua
mendapatkan bonus tambatan hati mereka masing Dia menunjukkan satu strip obat yang aku tak tau
masing sebagai hadiah dari ketekunan kami obat apa itu.
menimba ilmu selama tiga tahun terakhir.
"opo kui...?"
kecuali Gayatri Noyolesono si anak iblis
"ini pil Kb sayang ku..." Jawab Ana
Setelah selesai berbasa basi dengan mereka, kami memberitahukan obat apakah itu.
langsung melanjutkan perjalanan pulang.
Bersepeda jengky seperti biasanya, aku "kamu dapat dari mana obat kayak begituan..."
mengantarkan Ana pulang dulu ke rumahnya Tanyaku semakin penasaran.
sebelum aku pulang ke rumah Ndoroku.
"jangan bilang bilang ya sayang... ini rahasia
"yang... bikin dedek dulu yuk...?" Ajak Ana loh...."
berbuat mesum saat kami sedang meluncur diatas "Ana nyolong punya ibuk..."
dua roda sepedaku.
"ih dasar kamu..." Jawabku sambil mendorongkan
" ntar jadi beneran loh..." Jawabku sambil bahuku kebelakang. Aku tak menyangka kalau
mengayuh sepedaku. pacarku ini akan senakal itu.

"ya biarin to yho... bagus malah..." Jawab Ana Tak terasa saking asiknya mengobrol, tau tau kami
santai condong mengarah senang seperti biasanya. sudah sampai di depan rumah Ana.

"ngomong ngomong aku selalu nyemprot di dalam "sayang nggak mampir dulu...?"
tapi kok kamu gak hamil hamil ya An..." Tanyaku "serius ni gak mau bikin dedek dulu...?"
penasaran dengan Ana yang tak kunjung berbadan "ini momen special loh yang... masa nggak di
dua. Padahal setiap kali kami melakukan perbuatan rayain...?" Kata Ana sambil turun dari boncengan
mesum, aku selalu mengeluarkan spermaku di sepedaku.
dalam.
"hush... ngomong kok gak lihat lihat situasi kondisi
"hehehehe... sayang gak mampu kali..." Jawab Ana kamu..."
ngawur meledek. "enggak ah... aku mau langsung pulang aja..."
"aku mau secepatnya menyampaikan kabar
Walaupun aku tau dia hanya bercanda, tapi kata gembira ini ke Ndoro Kakung ku..." Jawabku
katanya tepat menusuk jantungku. menolak tawaran kehangatan tubuhnya.

masa iya sih aku gak mampu...? "oooo yo wis kalau begitu... Pak Seto pasti bangga
sekali yang..." Sambung Ana di susul dengan Tak ada satupun yang berani menyela perkataan
kecupan hangat di pipi kiriku. Ndoro kakung tersebut. Non Ega masih saja terisak
menangis di dalam dekapan Ndoro Putri Ibunda
Setelah berpamitan dengan kekasihku itu, aku nya.
langsung mengayuh sepedaku secepat mungkin
menuju ke rumah. Ndoro kakung yang sepertinya sudah kalap
kesetanan itu kemudian menjambak rambut hitam
Tergumpal semangat dan bangga di dada karena panjang nan indah milik Non Ega dan mendaratkan
aku berhasil mewujudkan harapan dan cita citaku sebuah tamparan keras di pipi anak gadis semata
selama ini. Inilah mungkin kali pertama aku bisa wayangnya itu.
membanggakan Ndoroku. Mungkin juga inilah
akhir dari Supardi yang selama selalu di hina dan "plaak...!!!" Suara keras tamparan Ndoro Kakung.
di remehkan.
Dengan ini aku bisa membuktikan kalau aku Menerima tamparan keras seperti itu, Non Ega
bukanlah sampah. Aku juga bisa berguna dan sampai terpental dan tersimpuh di lantai. Masih
membanggakan untuk keluarga mereka. Harapanku, belum puas, Ndoro Kakung berusaha melayangkan
semoga Ndoro Putri dan Non Ega berubah cara taparan untuk yang kedua kalinya tapi keburu di
pandangnya kepadaku setelah aku mendapatkan hentikan Ndoro Putri.
prestasi ini.
"Pak...! uwis to pak... uwis..."
Sesampainya di rumah, setelah menaruh sepedaku ("Pak...! sudah dong pak... sudah...")
di garasi, aku langsung bergegas setengah berlari "Ega jangan di siksa seperti ini Pak... cukup..."
menuju ke ruang keluarga. Jam jam seperti ini Kata Ndoro putri berusaha mencegah Ndoro
biasanya Ndoro Kakung dan Ndoro Putri sedang kakung sambil menahan tangan beliau.
bersantai di ruang keluarga. Aku ingin secepatnya
menyampaikan kabar membanggakan ini. "minggir Buk... col ke... ben tak ajar sisan bocah
edan iki...!"
Tapi begitu aku sampai di pintu menuju ke ruang ("minggir Buk... lepaskan... biar tak hajar sekalian
keluarga, aku tak sanggup melanjutkan langkahku. bocah gila ini...!") Hardik Ndoro Kakung
Aku hanya bisa berdiri mematung di ambang pintu menyuruh Ndoro putri melepaskan genggamannya.
menyaksikan apa yang sedang terjadi di dalam
ruang keluarga. "ora Pak...ampun Pak... Ega ojo di sekso meneh
Pak..."
Di dalam sana, terlihat Ndoro Kakung sedang ("nggak Pak... ampun PaK... Ega jangam di siksa
berkacak pinggang sambil berteriak teriak penuh lagi Pak...")
emosi. Sepertinya beliau sedang marah besar. "mesakne Ega Pak... kan Ega ora salah Pak..."
Suara bariton beliau terdengar begitu berat dan ("kasihan Ega Pak... ka Ega tidak salah Pak...")
menakutkan. Baru kali ini aku melihat Ndoro Kata Ndoro Putri berusaha membela Non Ega.
Kakung marah besar seperti ini.
Terlihat dari sela sela bibir Non Ega yang sedang
Sementara itu di atas sofa panjang di ruang tersimpuh di lantai itu mengeluarkan setitik darah
keluarga tersebut, Terlihat Non Ega sedang segar. Tamparan Ndoro Kakung tadi begitu keras
menangis di dalam pelukan Ibunda nya. sekuat tenaga beliau. Gadis lemah seperti Non Ega
pasti tak sanggup menerima tamparan sekeras itu.
apa sebenarnya yang tengah terjadi...?
"opo Buk... opo... ora salah jaremu...?!"
"edian kowe Gayatri... gendeng...!!!" ("apa Buk... apa... nggak salah katamu...?!")
("gila kamu Gayatri... gila...!!!") "berarti kowe podo gendenge karo anakmu...!"
"kamu sudah mencoreng aib ke muka Bopo mu ("berati kamu sama gilanya dengan anakmu..."!)
ini...!!!" Kata Ndoro Kakung penuh dengan amarah Jawab Ndoro Kakung sambil berusaha melepaskan
menggelegar. pegangan Ndoro Putri.
Gendeng sama artinya dengan Edan yang artinya
dalam bahasa indonesia adalah gila.
Ndoro Putri terpaksa melepaskan genggaman bagaimana mungkin Non Ega bisa tiba tiba saja
tangannya yang menahan Ndoro kakung. Beliau hamil...?
langsung menghampiri anak gadisnya yang sedang dengan siapa dia melakukan perbuatan itu...?
tersimpuh terisak menangis di lantai itu,
membangunkannya, dan kembali membenamkan Gagal melampiaskan amarahnya dengan tamparan
gadis itu di pelukannya sebelum keduluan yang keburu di hentikan Ndoro Putri, Ndoro
tamparan Ndoro Kakung. Beliau menjadikan Kakung malah mendorong dan menghempaskan
dirinya tameng untuk melindungi Non Ega dari tubuh Ndoro Putri yang melindungi Non Ega itu.
amukan kesetanan Ndoro Kakung. Belaiu sampai harus jatuh terjengkang karenanya.
Lepaslah sudah perlindungan Ndoro Putri.
Sungguh besar kasih sayang dari seorang Ibu.
Seorang Ibu rela menjadikan dirinya tameng untuk Begitu Non Ega lepas dari lindungan Ndoro Putri,
melindungi anaknya. Seterpuruk apapun anaknya, Ndoro Kakung kembali menjambak rambut hitan
bahkan saat anak itu di hina dan di caci dunia, Non Ega.
tangan Ibulah yang pertama terulur untuknya.
Kasih Ibu sepanjang jalan. "jal ngomongo... sopo sing metengi kowe hah...?!!"
("coba bilang... siapa yang menghamili kamu
"anakmu ini hamil di luar nikah masih tidak hah...?!!")
bersalah katamu hah...?!" Hardik Ndoro Kakung. "sopo...?! jawab...!!! jo mek gur isine kur nagis
wae kowe...!"
"JEGLUAAAAAR....!!! ("siapa...?! jawab...!!! jangan isinya cuman nangis
aja kamu...!") Bentak Ndoro Kakung
Bagaikan kilatan petir di siang bolong yang cerah, mengintrogasi siapakah si oknum penghamil
kata kata Ndoro kakung itu begitu mengejutkanku. anaknya itu.
Non Ega hamil...???
Dengan siapa...??? Non Ega yang masih terisak menangis masih diam
Perbuatan siapa...??? belum menjawab. Dia meringis menahan sakit
"kena tak ajare sisan... ra sido nduwe anak wedok kerena jambakan itu. Seperti menyadari
ora opo opo aku...!" kehadiranku, dengan masih berada di dalam
("sini aku hajar sekalian... nggak jadi punya anak jambakan Ndoro kakung, perlahan dia
perempuan nggak apa apa aku...!") mengarahkan pandangannya kepadaku.
"kene... minggir Buk... minggir...!!!" Tersungging senyum khas si anak iblis di bibir
("sini... minggir Buk... minggir...!!!") Emosi Ndoro manisnya.
Kakung yang semakin berapi.
edan... bisa bisanya dia tersenyum di saat seperti
Beliau merangsek dan menarik kembali tubuh ini.
lemah Non Ega dan bersiap mendaratkan
tamparannya untuk yang kesekian kalinya. Untung Mengetahui arah pandangan Non Ega yang
saja Ndoro Putri masih sempat menahan lagi berpaling ke arah pintu, ke arahku berdiri, Ndoro
tamparan Ndoro Kakung itu sebelum benar benar Kakung dan Ndoro Putri sontak turut mengikuti
menghantam pipi Non Ega yang masih menyisakan arah pandangan Non Ega memandangku.
bekas merah akibat tamparan yang pertama tadi.
Aku tiba tiba saja merasakan ada sinyal firasat
Menyaksikan aksi kekerasan yang baru pertama buruk yang akan menimpaku.
kali ini terjadi di dalam keluarga Raden Mas Haryo
Seto, aku hanya bisa terdiam terpaku menyaksikan "Pardi Pak..." Jawab Non Ega pelan.
itu semua. Aku setengah tak percaya dengan
pandangan mataku sendiri, aku tak pernah "JEGLUAAAAR...." Kali ini sambaran kilat di
menyangka kalau Ndoro Kakung bisa berbuat siang bolong nan cerah ini tepat menyambar
sekasar itu kepada Non Ega anak gadis semata tubuhku.
wayangnya sendiri.
"Apa.....???!!!" Pekik Ndoro Kakung, Ndoro Putri,
apa sebenarnya yang tengah terjadi...? dan tak ketinggalan juga dengan ku.
inikah ancamannya tempo hari...?
inikah cara dia menghancurkan aku...?
apa sebenarnya dosaku kepadanya sampai dia tega
sekeji ini kepadaku...?
adakah aku pernah berbuat salah kepadanya di
masa lalu...?

Belum sempat aku menyangkal atas tuduhan yang


Non Ega tuduhkan kepadaku itu, Ndoro Kakung
keburu menghambur ke arahku dan langsung
mendaratkan tinjunya tepat di rahangku tanpa
bertanya terlebih dahulu benar tidaknya tuduhan itu.

"jebruuaat...!!!" Suara hantaman tinju itu.

Tinju itu begitu telak dan keras menghantamku


sampai aku terpental dan jatuh tersungkur
terlentang di lantai. Rahangku terasa sakit dan
ngilu. Dari sela sela bibirku menetes darah segar
bukti kerasnya hantaman tinju itu.

Dengan terhuyung huyung aku berusaha untuk


bangkit berdiri. Biar bagaimanapun juga aku harus
menyangkalnya karena aku tidak berbuat seperti
apa yang Non Ega tuduhkan kepadaku.

Belum sempat aku berdiri dengan tegak, tiba tiba


pukulan yang kedua kembali melayang dan
mendarat telak tepat menghantam wajahku.

"jbruuaat..."

Kembali aku jatuh terpental menerima hantaman


tinju kedua yang tak kalah telak dan kerasnya
dengan yang pertama itu. Untuk yang kedua
kalinya ini aku tak sanggup lagi berdiri.
Pandanganku kabur dan menjadi gelap. Hanya
suara jerit histeris Ndoro Putri yang sayup aku
dengar di ambang pintu pingsanku.
"Paaak... uwis pak... uwis..."
"eling Pak... eling... cukup Paak..." Suara teriak
histeris Ndoro Putri.

Dalam samar pandangan kaburku, aku melihat


Ndoro Putri menghambur berlari ke arahku,
menghampiriku dan mendekapku. Beliau
mendekapku erat, membaringkan kepalaku di atas
pangkuannya. Dekapan beliau hangat dan nyaman.
Dekapan beliau itu mengantarkanku ke dalam
pingsan.
=============+++++++=============
Chapter XIV bukan saja telak menghantam wajah dan menyakiti
KEPINGAN MISTERI ragaku. Tapi hantaman itu juga telak menghantam
hati, angan, dan cita citaku. Meremukkan nya
Segalanya berubah sedemikian cepatnya. Hari yang hancur lebur berkeping keping sampai menjadi
awalnya indah berlimpah kebahagiaan dan suka butiran debu tak berarti.
cita, tiba tiba berubah menjadi penuh intrik dan
derita karena satu ucapan mulut berbisa. Entah ooouh... di mana aku...?" Kata ku dalam hati.
bagaimana caranya aku menghadapi semua ini,
membuktikan kebenaran yang ada. Aku baru tersadar dari tak sadarkan diri setelah
menghirup aroma menyengat minyak angin di
Ucap menuduh itu begitu tajam mengoyak ujung hidungku. Aku tersadar sudah berada di
kewarasan, nurani, dan akal sehat. Bahkan Ndoro dalam kamarku, terlentang di atas tempat tidurku,
Kakung yang biasanya begitu arif dan bijaksana dengan rasa sakit, ngilu, dan memar di raga dan
dalam menyikapi segala sesuatu bisa sampai jiwaku.
terbuai terlena karenanya. Terseret dalam
gelombang angkara yang di hembuskannya. "kamu sudah siuman le...?" Suara lembut nan
hangat penuh dengan kekhawatiran dari Ndoro
Tidak bisakah aku sekali saja damai dan tenang Putri.
menjalani hidupku, menggapai dan mewujudkan
segala harapan, cinta, dan cita citaku. Kenapa Saat pertama aku membuka mata, saat
malah di hari dimana seharusnya aku bisa pandanganku masih berkunang, wajah beliaulah
membusungkan dada dan di akui keberadaanku yang pertama tergambar walau buram di retina
dengan hasil jerih payahku yang membanggakan, mataku. Beliau duduk di tepian tempat tidur
tapi malah fitnah keji yang aku dapatkan bukan dengan menggenggam sebotol minyak angin.
pujian bangga. Tersirat jelas raut kekhawatiran di wajah anggun
beliau.
Tak bolehkan aku sekali saja membuat mereka
bangga kepadaku. Inilah pertama kali dalam hidupku aku melihat
wajah beliau seperti ini. Raut wajah keibuan yang
Aku hanya ingin di hargai. Aku hanya ingin di begitu penuh dengan kekhawatiran. Sama sekali
anggap. aku hanya ingin di pandang sebagai hilang tak berbekas raut wajah beliau yang selama
manusia yang berarti. Aku ingin sekali saja bisa ini selalu memandangku penuh dengan dendam.
membalas jasa Ndoro yang selama ini telah sangat Setiap ucapan, usapan, dan sentuhannya sekarang
berjasa kepadaku. Apakah cita citaku itu terlalu terasa begitu hangat dan menenangkan.
berlebihan?
Dari beliaulah mungkin Non Ega mewarisi
kenapa semua cita cita sederhanaku itu malah di kemampuan memainkan peran watak.
hancurkan dengan sedemikian mudah dan
kejamnya oleh anak gadis orang yang ingin aku "Ndoro Kakung di mana Ndoro...?"
balas jasanya. Kenapa iblis itu harus terlahir dalam "Pardi harus menjelaskan ini kepada beliau..."
wujud R.A Gayatri Noyolesono anak Ndoroku. Tanyaku kepada Ndoro Putri pertama kali begitu
tersadar sepenuhnya.
Sedalam itukan iblis telah meracunimu Gayatri?
Katanya kamu cinta, apa seperti ini cinta Aku harus menjelaskan ini semua kepada Ndoro
menurutmu? Kakung. Jangan sampai fitnah ini semakin berlarut
Bukankah cinta itu seharusnya tulus menyayangi larut. Kebenaran harus di ungkapkan walau sulit
tanpa pamrih? untuk di lakukan.
Sungguh aku tak mengerti dengan jalan fikiranmu
Gayatti. "sudah... kamu istirahat saja dulu le..."
"biarkan Ndoromu menenangkan dirinya dulu
Setelah menerima hantaman bogem mentah yang sebentar..." Jawab Ndoro Putri dengan anggun dan
begitu telak menghantam wajahku, aku langsung bijaksana.
limbung terkapar tak sadarkan diri. Pukulan itu
"ini teh nya Buk..." Kata Non Ega yang baru Sepeninggal Ndoro Putri dan Non Ega, aku
masuk ke kamarku. Di tangannya dia membawa kembali merebahkan tubuhku di tempat tidur.
sebuah gelas besar berisi teh manis anget dan Pandanganku menerawang memandangi langit
memberikannya kepada Ndoro Putri. langit kamar. Di sana, di langit langit kamar, satu
persatu bayangan dari lamunanku datang silih
Masih terlihat bekas merah tamparan Ndoro berganti.
Kakung di pipinya. Ekspresinya begitu tenang dan
dingin, seakan dia tidak sedang berada di dalam Bayangan tentang gelapnya masa depanku,
situasi yang genting. Dia hanya menundukkan bayangan tentang efek berkepanjangam dari finah
wajah untuk menutupi kepalsuannya di hadapan keji yang di alamatkan kepadaku, bayangan akan
Ndoro Putri. hilangnya kasih sayang Ndoro Kakung kepadaku,
dan bayangan nasib Ana kekasihku. Semuanya
"apa sebenarnya yang ada di dalam fikiranmu...?" datang saling silih berganti memenuhi lamunanku.
Pertanyaan seperti itu langsung mengambang di
benakku begitu aku melihatnya. Sebenarnya aku =========================
ingin langsung menyangkal segala tuduhannya itu
di hadapan Ndoro Putri sekarang juga. Rumah ini terasa sepi bagai kuburan dan panas
seperti neraka. Seisi rumah seakan saling
Tapi entah kenapa aku malah diam membisu tak menghindari satu dengan yang lainnya. Tak terlihat
sanggup melakukannya. Tubuhku bagaikan lagi keramaian dan teriakan Ndoro Putri seperti
seonggok daging tak berdaya tanpa tulang belulang. biasanya. Bahkan aku tak bertemu dengan Ndoro
Aku seperti terbui oleh peran wataknya yang aku Kakung.
tau pasti bahwa itu semua palsu adanya.
Hari sudah sore saat aku bertemu dengan Non Ega.
"ini di minum dulu teh nya Di..." Kata Ndoro Putri Dia kembali menyunggingkan senyum iblisnya
sambil menyodorkan teh manis kepadaku. Di diri saat bertemu denganku. Sepertinya dia begitu puas
beliau sekarang aku bagai menemukan sosok bisa menghancurkan ku, mewujudkan ancamannya
seorang Ibu yang selama ini tak pernah aku waktu itu.
dapatkan.
Dengan hanya berkemban handuk, Non Ega yang
Dengan masih menyisakan sedikit pening di baru selesai mandi berjalan keluar dari kamar
kepalaku, aku memaksakan diri untuk bangkit mandi dan berpapasan denganku di depan pintu
duduk. Ku sandarkan tubuhku di sandaran tempat menuju ke dapur.
tidur sambil menerima teh manis bikinan Non Ega
dari beliau. "Non... sebenarnya mau kamu itu apa sih Non...?"
Tanyaku langsung saat kami berpapasan di pintu
"matur nuwun Ndoro..." Kataku sambil belakang menuju dapur.
mengangguk penuh hormat saat menerima gelas
beliau. Hampir saja aku tak mampu menahan emosi yang
bergemuruh di dada saat berpapasan dengannya.
"ya sudah, tak tinggal dulu ya..." Kebencianku semakin kuat menenggelamkan cinta
"habisin teh nya dan kamu istirahat saja dulu..." yang dulu pernah aku miliki untuknya.
Kata Ndoro Putri sambil beranjak dan menarik Menguburnya dalam dalam sampai tak bisa lagi
lengan Non Ega keluar dari kamarku. bereinkarnasi.

Sebelum menghilang di balik pintu, Non Ega "itu kan pilihan kamu pret..." Jawabnya enteng
sempat menoleh ke arahku. Dengan senyuman tanpa terlihat sedikit pun ekspresi di wajahnya.
manis khas anak iblis andalannya, dia Raut wajahnya begitu datar, dingin, dan tenang.
mengacungkan jari telunjuknya kepadaku.
Dia malah berjalan mendekat menghadapku
"satu..." Mungkin itu arti dari acungan jari dengan pongah dan sombong sambil
telunjuknya itu. membusungkan dadanya yang hanya berkemban
handuk warna merah seakan menantangku. Dia
berdiri dekat sekali di hadapanku, mendongak, dan "heh... sebenarnya salahku ke kamu itu apa sih...?!"
menatapku dengan tajam. Tanyaku saat menarik bahunya dan memutar
tubuhnya menghadapku.
"kamu kira aku main main dengan ancamanku...?"
"belum tau kamu sedang berhadapan dengan Masih dengan ekspresi dingin tanpa dosa, dia
siapa...?" Katanya sekali lagi masih dengan raut berusaha membungkuk untuk mengambil
wajah yang dingin dan datar. handuknya yang terjatuh di lantai. Sungguh tenang
sekali gerak ekspresinya. Begitu dingin dan datar
Dari tempatku berdiri, aku bisa merasakan dengus tanpa sedikitpun emosi terpancar di sana.
harum nafas bidadari neraka yang penuh dengan
kebencian. Dengus nafas angkara murka dari sang Semakin di kuasai amarah, ku raih tubuh
anak iblis. telanjangnya yang hendak membungkuk
mengambil handuk itu dan ku pepetkan di tembok.
"puas kamu hah...?!" Tanyaku lagi sambil Tangan kananku mencekik lehernya dan hampir
membalas menantang menatap matanya dengan saja aku khilaf mencekiknya sampai mati.
tajam.
Ku perlakukan kasar seperti itu, mimik mukanya
Amarah di dadaku semakin bergemuruh mendidih. masih saja dingin dan tenang tanpa ekspresi.
Ingin rasanya aku menampar mulutnya yang busuk Sepertinya dia sama sekali tak memiliki rasa takut
itu. Sungguh sayang teramat disayang, gadis kepadaku. Sepertinya dia memang sudah siap
priyayi secantik dan seanggun dia harus berhati menghadapi amarahku seperti ini. Bahkan dia
busuk seperti ini. Dia tak lagi seperti iblis, tapi sepertinya juga sudah bersiap dengan kemungkinan
malah iblis itulah yang seperti dia. terburuk yang mungkin terjadi.

"ini baru awal permulaan pret..." "uhuk... uhuk uhuk..."


"kamu mau membunuhku, monggo silahkan..."
"gila... untuk apa kamu melakukan ini semua...?" "lakukan apa yang bisa memuaskanmu...
Jawabku sambil dengan sungging senyum heran hayooo..." Katanya dengan terbatuk batuk sambil
melihat wataknya. malah semakin menantang tanpa sedikitpun
berusaha berontak ataupun melawan. Dia malah
Dia hanya membalas tersenyum tak menjawab lagi. merentangkan tangannya mempersilahkanku
Dengan masih menyisakan tatapan tajam dan melakukan apa mauku.
ekspresi datarnya, dia melangkah masuk ke dapur
meninggalkanku yang semakin heran dengan sifat Untung saja aku bisa menguasai diri. Untung saja
iblis dirinya dan gemuruh amarah di dadaku. akal sehatku belum hilang. Dan untung saja aku
tidak sampai mencekiknya sampai mati. Begitu
Tak kuasa lagi menahan diri, aku mengejarnya sadar, ku hempaskan tubuhnya membentur tembok
sampai di dapur. Dengan kasar ku tarik bahunya dan pergi meninggalkannya.
berputar menghadapku. Saking kasarnya tarikanku,
handuk merah yang di kenakannya sampai jatuh "gabruk..." Tubuh mungil telanjangnya terpental
terlepas dari tubuhnya. Sekarang dia berdiri terdorong kebelakang menabrak tembok dan jatuh
telanjang bulat di hadapanku, karena teryata di tersimpuh di lantai.
balik handuk merah yang di kenakannya dia tak
mengenakan apa apa lagi. Ku hempaskan sekasar itu menghantam tembok,
dia seperti tak merasakan sakit sedikitpun. Dia
Tubuh polos gadis cantik setingkat para dewi dewi hanya menengadahkan wajahnya menatapku.
khayangan yang seharusnya membangkitkan Kembali tersungging senyuma setan di bibir
gemuruh birahi tersaji di pelupuk mataku. Tapi manisnya.
amarah di dada terlalu besar, sehingga mematikan
segala hasrat ketertarikan nafsuku terhadap tubuh "dasar setan kamu Ga..." Umpatku sambil berlalu
polos telanjangnya yang berdiri di hadapanku. Aku meninggalkannya.
sudah mati rasa, hatiku sudah membatu.
"jebruaat...!" Aku sempat menghantam tembok
dengan tinjuku untuk sedikit melampiaskan dari kamar menuju ke halaman belakang. Di tengah
amarahku yang semakin mendidih di ubun ubun. malam saat turun hujan itu aku berdiri di tengah
========================= tengah halaman bermandikan air hujan. Ku
tengadahkan wajahku menyambut tetesan air hujan
Malam harinya aku tak bisa memejamkan mataku. yang semakin deras.
Perasaanku bercampur aduk tak menentu, antara
sedih, marah, dan takut bercampur menjadi satu. Sebenarnya aku masih menangis. Sebenarnya air
mataku masih menetes tapi tersamarkan deras
Aku tak mengerti dan semakin tak mengerti hujan yang turun membasuh mukaku. Aku
dengan diriku sendiri. Aku tak tau kenapa aku bisa berteriak sekeras kerasnya tanpa ada satupun
mempunyai rasa takut seperti ini. Seharusnya aku manusia yang akan mendengarnya karena tersamar
tak memiliki rasa ini karena aku tau pasti kalau aku gelegar sang guntur yang bergemuruh.
tak bersalah.
"aaaaaaaaaaaa....!!!" Aku berteriak sekencang
"kenapa aku kok merasa takut...?" Tanyaku dalam kencangnya berusaha menyaingi gemuruh sang
hati heran dengan diriku sendiri. guntur.
Wahai langit, wahai malam, wahai kelam
Kumatikan lampu kamarku. Dalam pekat Gelap mu menyembunyikan bintang bintang
kegelapan kamar, ku coba mencari ketenangan Hitam mu menghapus cahaya sang rembulan
jiwa. Aku mencoba berbicara sendiri untuk sedikit
mengurangi beban kesedihanku. Ku coba Wahai langit, wahai malam, wahai kelam
mengguratkan kesedihanku dalam alunan kidung Kesunyian mu membuai kesedihan
puitis. Hening mu menenangkan angkara
Sendiri aku dalam kegelisahan
Meratapi kehidupan yang tak menentu Duhai hujan, duhai sang halilintar
Kadang bersedih dan terkadang berbahagia Deras mu membiaskan tetes air mataku
namun kini kesedihan yang sedang aku alami Gemuruh mu mengaburkan isak tangisku

Terpaku dalam problema hidup yang sangat berat Duhai hujan, duhai sang halilintar
Tersayat tajamnya ujung lidah anak manusia Apakah kalian juga turut bersedih?
Ku mencoba tegar menghadapi semua ini Apakah hujan yang turun adalah air mata mu?
Namun apa daya ku, aku yang lemah Apakah gemuruh guntur adalah isak tangismu?

Aku tak berdaya dan tak mampu lagi menanggung Duhai hujan, duhai sang halilintar
nya Iringi tetes air mataku dengan derasmu
Beban yang aku jalani terlalu berat di pundakku Temani tangisku dengan gemuruhmu
Hanya do'a yang ku panjatkan kepada-Nya
Hanya sabar yang bisa ku lakukan untuknya Wahai langit, wahai malam, wahai kelam

Tak terasa air mataku menetes. Tak terasa aku


menangis. Aku merasa sendiri, merasa kosong, Dalam tangis aku bersimpuh di tanah bermandikan
merasa hampa sebatang kara. Aku merasa tak air hujan. Kedamaian yang ku cari tak bisa ku
memiliki siapa siapa di dunia ini. Tak ada tempat temui. Aku mencari damaiku dalam gelap malam,
bagiku sekedar untuk mengadu berkeluh kesah. bahkan di bawah hujan, tapi tetap saja tak dapat ku
temui. Semakin aku mencari semakin aku kosong.
Tepat tengah malam, tiba tiba saja di luar rintik Semakin aku hampa sebatang kara. Semakin aku
hujan mulai turun di iringi kilatan dan gemuruh sendiri.
guntur bersahutan. Aneh karena hujan tiba tiba
turun di musim kemarau seperti ini. Pekat langit Tiba tiba aku merasa ada seseorang di belakangku
malam seakan turut menangis sedih meneteskan dan tangan yang menyentuh pundakku. Tangan itu
hujan meratapi deritaku. terasa begitu dingin menyentuh pundakku. Ku lihat
sebuah tangan tua keriput yang kering. Sepertinya
Entah dorongan dari mana, perlahan aku keluar deras air hujan tak mampu membasahinya.
Aku yakin kalau yang sedang di belakangku itu Sesampainya di depan gudang, kembali keanehan
adalah manusia, bukan makhluk astral ataupun terjadi. Seakan tak percaya tapi ini nyata adanya.
sejenisnya. Karena tak ku rasakan bulu kuduk ku Pintu gudang yang terkunci dan hanya Ndoro
merinding dengan kehadirannya di sini bersamaku. Kakung yang memegang kuncinya itu tiba tiba saja
terbuka dengan sendirinya. Walau gelap gulita
"bangun ngger..." Suara parau perempuan tua di tanpa cahaya sedikitpun, tapi mataku dapan
belakangku itu. melihat dengan jelas ke dalam gudang.
Bagaikan terbuai, aku langsung berdiri dan
berbalik menghadapnya. Bercampur antara Mbah Sinem terus menggandeng lenganku masuk
bingung, terkejut, sekaligus heran setelah aku ke dalam. Sebenarnya hati kecilku ingin menolak
mengetahui siapa yang ada di belakangku itu. Di ajakan si Mbah itu. Tapi entah kenapa kakiku
bawah kilatan cahaya halilintar aku dapat seakan berjalan sendiri tak selaras dengan diriku.
mengenali seraut wajah keriput tua renta tersebut. Gerak motorik kakiku seakan membangkang
kehendak hatiku.
Mbah Sinem
Mbah Sinem menuntunku menuju ke arah kotak
Iya, perempuan tua renta itu adalah Mbah Sinem. kayu misterius yang pernah aku buka waktu itu.
Sang dukun beranak yang menurut legenda Kotak kayu berukiran indah dari kayu jati yang
masyarakat kampung sini sudah berusia lebih dari menggetarkan hati saat aku menyentuhnya. Kotak
seratus tahun. kayu yang di dalamnya ada sebuah lukisan
perempuan misterius mirip Non Ega.
Tapi kenapa Mbah Sinem malam malam seperti ini
ke sini? Sesampainya di depan kotak kayu jati berukir itu,
keanehan yang tak bisa di nalar dengan akal sehat
Seakan tak percaya dengan pandangan mataku kembali terjadi. Tiba tiba saja kotak kayu tersebut
sendiri. Tubuh tua renta berkebaya itu tetap kering terbuka dengan sendirinya. Setelah terbukanya
tak terbasahi air hujan. Sepertinya tetes air hujan kotak kayu itu, bulu kuduk ku langsung berdiri
dan genangan nya enggan menyentuh tubuh renta merinding. Aku merasakan kehadiran makhluk lain
beliau. di sini selain kami berdua. Makhluk yang sama
yang pernah aku rasakan waktu itu.
"Mbah Sinem... ko Mbah ada di sini Mbah...?"
Tanyaku terbata bata setengah gemetaran antara Aku merasakan bahwa makhluk yang entah apa
percaya dan tidak percaya melihat apa yang ada di dan bagaimana wujudnya itu sedang berdiri di sini
hadapanku. bersama kami. Aku juga dapat merasakan bahwa
dia sedang memandangku dan berusaha
Ingin aku meyakini kalau yang sedang di menyentuhku.
hadapanku ini bukan Mbah Sinem, bukan manusia.
Tapi sekali lagi akal sehat dan logikaku masih Ku sapukan pandanganku ke sekeliling ruangan ini.
berperanan. Tak ku rasakan merinding dan Ku buka pupil mataku sebesar besarnya berusaha
berdirinya bulu kuduk sebagaimana mitos akan mencari sosok gaib yang ku rasakan. Tapi percuma
kehadiran makhluk gaib atau sejenisnya. saja. Selebar apapun aku membuka mata, tetap saja
aku tak bisa melihat sosok itu. Hanya indera
"ayo ikut ngger...." Kata beliau pendek. Si Mbah batinku saja yang bisa merasakan keberadaannya.
Sinem kemudian menggandeng lenganku untuk
mengikuti langkah kakinya. Kakinya masih "maju sini ngger..." Kata Mbah Sinem menyuruhku
berpijak di bumi, tapi genangan air hujan seakan semakin mendekat.
menghindari setiap pijakan kakinya.
Mendengar itu, aku yang berada dua langkah di
Aku mengikuti langkah kakinya dua langkah di belakangnya langsung maju mendekat dan berdiri
belakang. Ternyata beliau berjalan menuju ke arah di samping beliau. Hangat, itu yang aku rasakan
gudang yang tak jauh dari kandang. Tak jauh dari saat berada di dekat kotak kayu itu. Dingin
posisiku bermandikan air hujan. badanku yang basah kuyup kehujanan seakan
Mungkin beliau mengajak ku berteduh. menguap seketika.
"ngapain kita ke sini Mbah...?" Tanyaku penasaran antara percaya tak percaya, gapaian tanganku
begitu mendekat. menyentuh pinggiran ranjang. Aku ingin tak
mempercayai indera perabaku sendiri. Aku
Tak menjawab pertanyaanku, Mbah Sinem berusaha tetap meyakini kalau aku sedang berada
kemudian membungkuk dan mengambil lukisan di dalam gudang bersama si Mbah Sinem sang
perempuan mirip Non Ega yang pernah aku lihat dukun beranak.
waktu itu. Beliau membalik lukisan itu dan
menunjuk sebuah tulisan yang berada di Mau percaya tidak percaya, kenyataannya
belakangnya. tanganku benar benar menggapai pinggiran ranjang.
Dengan rabaan tangan dan hafalan, aku berdiri dan
Dalam pekat kegelapan gudang tanpa ada satupun meraih saklar menyalakan lampu kamar.
penerangan yang menyala di dalamnya, aku bisa
dengan jelas membaca tulisan itu. "byaar..." Lampu kamar menyala memancarkan
sinar terang benderang menerangi seisi kamar.
Sulasmi Iya, di balik lukisan itu tergurat indah
sebuah nama Sulasmi. Setelah lampu kamar menyala, mau tak mau aku
harus percaya dengan pandangan mataku. Aku
Siapa sebenarnya Sulasmi...? benar sedang berada di kamarku. Kejadian tadi
seakan bagaikan mimpi tapi sekaligus juga nyata
Setelah menunjukkan nama yang tertera di karena tubuhku benar benar basah kuyup air hujan.
belakang lukisan itu, Mbah Sinem menaruh lukisan Di luar sana masih terdengan deras rintik hujan
itu kembali ke tempatnya semula. Setelah yang turun.
mengembalikan lukisan bergambar Non Ega versi
klasik itu, Mbah Sinem kemudian mengambil Masih terombang ambing di antara percaya tak
sebuah kotak kecil yang terbungkus kain kafan percaya, tiba tiba indera pendengaranku mendengar
yang berada paling atas di antara tumpukan barang sayup suara kidung di antara deras air hujan.
yang berada di dalam kotak kayu jati itu. Tangan Alunan kidung itu terasa begitu misterius dan
renta si Mbah menyodorkan kota berbungkus kain mistis terdengar di tengah malam saat hujan lebat
kafan itu kepadaku. seperti ini. Bulu kudukku seketika berdiri
merinding.
"semua ada di sini ngger..." Kata Mbah Sinem
dengan suara parau renta nya sambil menepuk Ku pusatkan indera pendengaranku mencoba
kotak itu. menghafal suara siapa yang sedang berkidung di
luar sana itu. Dan lagi lagi entah untuk yang
"memang kotak itu isinya Mbah...?" keberapa kalinya, percaya tak percaya aku harus
Beliau tidak menjawab lagi. Beliau kembali percaya. Aku hafal betul dengan suara yang sedang
meletakkan kotak berbungkus kain kafan itu berkidung di luar sana itu.
kembali ke tempatnya semula.
Mbah Sinem.
"sudah... sekarang kamu bangun nger..." Kata aneh Iya. Suara parau renta yang sedang berkidung itu
si Mbah yang menyuruhku bangun. adalah suara Mbah Sinem. Perlahan suara itu
Bangun dari mana? terdengar semakin lirih, semakin lirih, semakin
lirih, dan menghilam tenggelam rintik suara hujan.
Tiba tiba saja gudang yang tadinya terang walau Sepertinya si Mbah pengidung itu sedang berjalan
tanpa satupun penerangan itu tiba tiba saja menjadi menjauh.
gelap. Mataku tak bisa melihat sama sekali.
Tubuhku terasa ringan seakan mengambang tak "berarti semua yang baru terjadi ini nyata..."
memijak bumi. "berarti tadi benar aku sedang bersama Mbah
sinem di gudang...
"gdeblugh..." Tiba tiba tubuhku terjatuh. "apa artinya ini, dan apa hubungannya dengan
Mbah Sinem....?" Tanyaku dalam hati sambil
Dalam keremangan aku berusaha menggapai ke mencoba mengingat ingat detail kejadian yang bias
sekelilingku mencari pegangan. Dan lagi lagi antara nyata dan mimpi yang baru saja aku alami.
Ku lihat jam masih menunjukkan pukul setengah "enggih Ndoro... sebentar..." Jawabku sambil
dua malam yang berarti juga masih tengah malam. bergegas merapikan diriku sebelum menemui
Sama seperti waktu pertama aku membuka kotak Eyang Kakung.
kayu di gudang dulu. Sekarang aku juga kembali
tak berani memejamkan mata apalagi mematikan Selesai merapikan diri aku langsung menemui
lampu. Aku takut makhluk itu akan datang ke sini Kanjeng Eyang Kakung di ruang keluarga.
saat aku terpejam atau mematikan lampu. Sesampainya di sana aku langsung berjalan
berjongkok tiga langkah dan menghaturkan
Semalaman aku berusaha menelaah semua yang sembah sungkem kepada beliau dan Eyang Putri.
baru saja terjadi. Berusaha menyambung satu
persatu kepingan kepingan misteri ini. Ku coba "menghaturkan sembah sungkem Kanjeng
mencari kaitan antara Keluarga Ndoroku, aku, Eyang..." Sembah sungkemku sambil berlutut dan
lukisan dalam kotak kayu itu, dan Mbah Sinem. mengatupkan kedua telapak tanganku.
"iyo ngger... tak tompo sembah sungkem mu..."
Sejenak aku lupa akan masalah dan fitnah Non Ega ("iya nak... aku terima sembah sungkem mu...")
kepadaku. Sementara isi fikiranku hanya mencari Jawab Eyang Kakung dengan suara baritonnya
jawaban antas kepingan misteri ini dan yang penuh wibawa sambil mengusap kepalaku.
hubungannya denganku. Lelah mencari tanpa Selesai menghaturkan sembah sungkem kepada
jawaban, tak terasa mataku terpejam dengan Eyang Kakung, aku melanjutkannya dengan
sendirinya. Aku tertidur dengan tubuh masih basah melakukan hal serupa kepada Eyang Putri.
hujan. Kemudian ku lanjutkan lagi dengan hanya
========================= menjabat dan mencium tangan Ndoro Pakdhe dan
Tidurku yang hanya sekejapan mata tidak begitu Budhe Hana.
nyenyak. Seiring kumandang adzan subuh aku
sudah terjaga. Begitu membuka mata aku langsung "iyo wis... lungguh kene ngger sanding eyang..."
mengerjakan tugas rutinku, baru kemudian mandi ("iya sudah... duduk sini nak samping eyang..."
setelah itu. Tak ku temui satupun penghuni rumah Kata Eyang Putri yang terdengar bagaikan mimpi
ini sampai aku selesai mengerjakan semuanya. di siang bolong bahwa beliau menyuruhku yang
hanya seorang abdi untuk duduk sejajar dengan
Keadaan semakin aneh dan tidak kondusif. mereka para priyayi.

Sekitar jam sembilan pagi, secara berturut turut Aku tak langsung menuruti perintah Eyang Putri
datang semua keluarga trah Noyolesono. Di awali itu. Ku sapukan pandanganku ke sekeliling,
dengan Kedatangan Mbak Nora, kemudian di susul terutama ke arah Ndoro Kakung meminta suatu
Ndoro Pakdhe dan Budhe Hana beserta Banu anak tanda atau isyarat persetujuan dari beliau. Tatapan
bungsunya. Lima belas menit kemudian menyusul Ndoro Kakung masih begitu tajam penuh amarah
datang Kanjeng Eyang Kakung dan Eyang Putri. menatapku. Kelihatan sekali bahwa beliau sangat
kecewa kepadaku.
Aku tau, kedatangan mereka semua ke sini pasti
untuk membahas berita soal kehamilan Non Ega. "ayo ngger... duduk sini..." Sambung Eyang
Aku juga tau bahwa aku pasti akan di sidang Kakung sambil menepuk sofa di antara beliau dan
karena Non Ega menuduhkan kalau yang Eyang Putri.
menghamilinya adalah aku.
"Pardi Kom, ga zitten dekat Eyang..."Kata Budhe
Aku sedang berada di dalam kamarku. Aku berdiri Hana menambahi dengan logat bule dan bahasa
mengaca di depan cermin besar di lemari yang bercampur aduk.
pakaianku. Ke hela nafas dalam dalam menguatkan Zitten dalam bahasa indonesia berarti duduk,
diri untuk menghadapi semua yang akan terjadi. dalam bahasa jawa berarti lungguh atau lenggah,
dan dalam bahasa sunda berarti calik.
"tok tok tok..." Suara ketukan di pintu kamarku. Aku masih diam bersimpuh di lantai belum
menuruti titah Kanjeng Eyang itu. Aku masih
"Pardi... di panggil Eyang ke ruang keluarga..." menatap ke arah Ndoro Kakung meminta isyarat
Panggil Ndoro Putri dari luar kamarku. persetujuan dari beliau. Dan akhirnya, walaupun
lama beliau memberikan juga tanda dengan Sambung Ndoro Kakung dengan menatap tajam
menganggukan kepalanya. Non Ega.

Setelah menerima isyarat persetujuan dari Ndoro "iya ndok... kamu jangan bohong loh ndok..."
Kakung tersebut, perlahan aku bangkit dari duduk Ndoro Putri menambahi sambil sibuk nginang.
bersimpuh dan duduk di tempat di mana tadi di Nginang adalah nyirih
tunjukkan Eyang Kakung, di tengah tengah antara Sejenak Non Ega diam sambil menundukkan
beliau dan Eyang Putri. wajahnya. Dia menghirup nafas dalam seakan
sedang menguatkan mentalnya. Jemarinya bermain
Seperti mimpi aku duduk di tengah tengah Eyang memelintir ujung rok putih yang dikenakannya.
Kakung dan Eyang Putri, dan duduk sejajar dengan Inilah pertama kalinya Non Ega kelihatan ragu dan
mereka para priyayi. bimbang untuk memainkan permainannya.

"panggil Ega keluar Buk..." Perintah Ndoro kakung "sebelumnya maaf untuk semuanya karena Ega
kepada Ndoro Putri. telah membuat aib di keluarga ini..."
"tapi apa yang Ega katakan ini benar, Pardi lah
"iya Pak..." Jawab Ndoro Putri sambil beranjak dan ayah dari bayi yang Ega kandung ini..." Jawab Non
masuk ke kamar Non Ega. Ega menyakinkan kebohongannya setelah dia bisa
memantapkan dan menguatkan mentalnya.
Tak berapa lama kemudian Ndoro Putri keluar lagi
dan menggandeng Non Ega bersamanya. Non Ega "Non... tolong jangan bohong Non... kasihani Pardi
kemudian duduk tepat di hadapanku di tengah Non..."
tengah kedua orang tuanya. "tolong Non Ega jangan fitnah saya seperti ini..."
Sanggahku mencoba memohon kejujuran dari Non
Jantungku berdebar cemas menunggu apa yang Ega.
akan terjadi. Setelah Non Ega duduk di antara
mereka, tanpa menunggu lama, Kanjeng Eyang Saat aku sibuk memohon kepada Non Ega untuk
Kakung selaku sesepuh keluarga ini langsung tidak berbohong dan mengatakan kejujuran yang
membahas soal kehamilan Non Ega dan sebenarnya, tiba tiba saja Mbak Nora ikut menyela.
tuduhannya kepadaku.
"sudahlah Di, kamu akui saja dan nggak usah
"apa benar apa yang di katakan Gayatri itu le..." mengelak lagi..."
Tanya Kanjeng Eyang Kakung menanyakan "sebelumnya maaf untuk semuanya, terutama Pak
kebenaran kepadaku. lik dan Bu lik..."
"semua ini berawal dari keisengan Nora. Nora
"nyuwun sewu Kanjeng Eyang... saya tidak yang bersalah sampai bisa terjadi kejadian seperti
melakukan apa yang di tuduhkan Non Ega itu ini..." Sela Mbak Nora memojokkan ku.
Eyang... saya tidak berani..." Jawabku menyangkal Pak lik sama dengan Om dalam bahasa indonesia,
tuduhan itu sambil menunduk hormat dan dan Bu lik sama dengan Tante.
mengatupkan kedua telapak tanganku. Mbak Nora kemudian menceritakan kronologis
"bener Di... kamu jangan bohong ngger..." kejadian saat dia mengurung aku dan Non Ega di
Sambung Eyang Putri meyakinkan. kamarnya waktu itu. Dia menceritakan tentang
keadaan Non Ega yang telanjang di pagi harinya,
"benar Eyang... Pardi tidak berani melakukan itu dan dia memastikan bahwa kami telah melakukan
Eyang..." Jawabku sekali lagi meyakinkan beliau. perbuatan itu walaupun itu baru sebatas perkiraan
Semua yang ada di ruangan ini saling bertatapan dan fantasi liarnya saja.
mendengar penyangkalanku, terutama Ndoro
Kakung dan Ndoro Putri. Beliau berdua seakan Semua mendengarkan cerita Mbak Nora itu dengan
bimbang harus percaya ke siapa. Percaya ke aku seksama. Cerita itu sepertinya cukup ampuh untuk
atau ke Non Ega, anaknya. membangun opini di benak mereka bahwa benar
akulah yang menghamili Non Ega.
"benar yang di katakan Pardi itu Gayatri...?" "jadi sudah lah Di... nggak ada gunanya lagi
berbohong..."
"toh semuanya sudah terlanjur terjadi..." Kata "anakmu hamil, dan wis terbukti pardi yang
Mbak Nora di akhir ceritanya. menghamili..."
"tapi kenyataan nya bukan seperti itu Mbak..." "kok kalian ndak setuju kalau mereka di
Sangkalku. nikahkan...?"
"maksud kalian berdua itu apa sebenarnya...?"
"sudah nger sudah... cukup..." Potong Eyang Tanya Eyang kakung tak mengerti dengan maksud
Kakung. penolakan itu.

Sepertinya semua sudah sependapat seperkiraan Sejenak suasana berubah hening. Ndoro Kakung
dengan Mbak Nora. Sepertinya ini memang sudah dan Ndoro Putri saling berpandangan seakan
di rencanakan Non Ega dengan rapi dari awal. Non sedang menyelaraskan hati dan pemikiran mereka.
Ega menggunakan Mbak Nora sebagai saksi dan
penguat alibinya untuk memojokkan ku. "apa tidak ada solusi lain lagi...?" Kata Ndoro Putri
Membuatku tak mampu lagi walau sekuat apapun menanyakan solusi alternatif selain harus
berusaha menyangkal. Mumbuat dusta ini seakan menikahkan kami.
begitu Nyata dengan bukti otentik berwujud Mbak
Nora. "dat in Nederland, hamil di luar nikah is het
gebruikelijk, itu sudah umum..."
Sungguh cerdik kamu Gayatri. "tapi masalahnya ini kita in Java, in the eastern
culture..." Sambung Budhe Hana dengan logat
"mau gimana lagi ngger, saksi dan bukti sudah ada kebuleannya berusaha ikut meyakinkan kedua
dan meyakinkan..." Ndoroku.
"kamu sudah tidak bisa mengelak lagi le..." Kata Terjadilah perdebatan sengit empat lawan dua
Kanjeng Eyang Kakung sambil menepuk pundakku. mengenai iya dan tidaknya menikahkan aku
Tak terlihat sama sekali raut kemarah di wajah dengan Non Ega. Sedangkan aku sebagai korban -
beliau. Terlihat bahwa umur telah mematangkan menurut mereka aku oknum- tak mampu dan
kearifan dan kebijaksanaan beliau dalam berani menyela mereka. Aku hanya diam harap
menyikapi suatu permasalahan. harap cemas menunggu hasil perdebatan itu atas
nama toto kromo dan unggah ungguh. Di sinilah
"uwis to ngger... ora usah wedi wedi..." akhir dari ceritaku, akhir dari hidupku, menunggu
("sudah to nak... gak usah takut takut...") hasil dari perdebatan para Ndoroku, karena aku
"Eyang ora nesu kok le... wong wis kadung hanyalah seorang abdi.
kebacut kedaden, yo wis arep di kapakne meneh
to..." Seorang abdi, seorang abdi harus bisa tersenyum
("Eyang tidak marah kok nak... orang sudah di hadapan tuannya walau menderita.
terlanjur terjadi, ya sudah mau di apain lagi toh...") Seorang abdi harus menurut, tunduk, dan patuh
Sambung Eyang Putri tak kalah arif dan pada kehendak tuannya.
bijaksananya. Seorang abdi hanya punya raga tanpa jiwa, tak
punya cinta apalagi cita.
"ya uwis kalau begitu... berarti Ega sama Pardi kita Seorang abdi tak punya hak untuk menentukan
nikahkan saja..." Sambung Ndoro Pakdhe takdirnya atau jalan hidupnya.
mengusulkan solusi praktis. Seorang abdi terlahir hanya untuk melayani,
tercipta hanya untuk pijakan kaki.
"tidaak...!!!" Kata Ndoro Kakung dan Ndoro Putri ============++++++=============
menolak usulan itu setengah berteriak hampir
bersamaan.

Semua saling berpandangan heran mendengar


penolakan beliau berdua. Terutama Kanjeng Eyang
yang seakan tak mengerti dengan jalan fikiran
anaknya itu.

"maksud kalian itu gimana toh...?"


Chapter XV Penolakan beliau itu menjaga setitik cahaya lilin
SINGKAPAN MISTERI harapanku untuk tetap bersinar walau perlahan
sudah mulai meredup. Tapi penolakan beliau itu
Diam, aku hanya bisa diam. Hanya diam yang bisa juga menyisakan sebuah tanda tanya besar dalam
aku lakukan. Aku hanya bisa pasrah menanti hatiku. Ada apa ini sebenarnya? Tersirat dari
keputusan apa nantinya yang manjadi kemufakatan setiap perkataan nya kalau beliau sedang
mereka. Aku hanya bisa menunggu. Ya, menunggu, menyembunyikan sesuatu di balik kekerasan
hanya itu yang bisa aku lakukan. hatinya.

Sedih, aku memang sedih. Getir, hidupku sudah "Kamu ini sudah ndak waras Seto. Sudah terbukti
terbiasa dengan kegetiran. Terlalu sering aku secara sah dan meyakinkan kalau Pardi yang
menelan kepahitan seperti ini, aku memang terlahir menghamili Ega, tapi kamu malah menentang
untuk sakit seperti ini. Terlalu sering aku tersakiti keras untuk menikahkan mereka. Maksud kamu itu
perlahan jiwaku mulai kebal. Perlahan hatiku mulai apa sebenarnya?" Eyang Kakung semakin frustasi
mengeras walau belum sampai membatu. dengan kekerasan hati anak bungsunya itu. Beliau
Aku sering diancam tak habis fikir dengan jalan fikiran Ndoro Kakung
juga teror mencekam yang sedemikian kerasnya.
Kerap ku disingkirkan
sampai dimana kapan "Kalau Ega tidak segera di nikahkan, lama lama
aib ini akan terbongkar juga To. Tak selamanya aib
Ku bisa tenggelam di lautan ini bisa di sembunyikan. Tolong kamu fikir itu.
Aku bisa diracun di udara Nama baik dan kehormatan keluarga kita sedang di
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan pertaruhkan Seto!" Ndoro Pakdhe tak kalah
tapi aku tak pernah mati emosinya dengan Eyang Kakung. Beliau juga
Tak akan berhenti masih belum mengerti, apa sebenarnya maunya
Ndoro Kakung.
Aku sering diancam
juga teror mencekam Tak mau kalah dan ketinggalan memberi nasehat,
Ku bisa dibuat menderita Eyang Putri juga berusaha ikut melunakkan
Aku bisa dibuat tak bernyawa kekerasan hati Ndoro Kakung dengan nasehat
di kursi-listrikkan ataupun ditikam nasehat beliau. "Uwis to ngger, nikahkan saja
mereka. Kita jangan malah mempersulit, ini adalah
Tapi aku tak pernah mati anugrah dari yang Kuasa ngger. Toh semuanya kan
Tak akan berhenti sudah terlanjur terjadi."
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti "Sebenarnya alasan pasti kamu kenapa menolak
menikahkan mereka itu apa?" Eyang Kakung
Aku masih di sini, masih dengan ragaku. Jiwaku kembali memberondong Ndoro Kakung dengan
juga masih bersemayam di dalam sana. Semangat pertanyaan nya.
ini juga masih panas membara belum sepenuhnya Wajar saja kalau mereka belum bisa menerima
padam. Aku juga masih mengharap bahagia walau penolakan Ndoro Kakung. Selama ini beliau belum
aku sadar tipis kemungkinan untuk ku bisa memberikan alasan pasti dan meyakinkan kenapa
menggapainya. bisa sampai sekeras itu menolak. Setiap alasan
yang beliau kemukakan terkesan di paksakan,
Rerembukan para priyayi Noyolesono ini masih mengada ada, dan tak masuk akal.
belum juga menemukan kata mufakat. Tekanan
dan nasehat yang datang bertubi tubi masih belum "Kan tadi saya sudah bilang. Pardi itu ndak pantes
mampu menggoyahkan keteguhan hati Ndoro menikah dengan Ega karena Pardi hanyalah
Kakung yang menolak dengan keras opsi seorang abdi. Dia tidak sederajat dengan Ega yang
menikahkan aku dengan Non Ega. seorang priyayi." Ndoro Kakung menatapku
dengan tatapan tajam seakan hendak menelanku
Dalam hati kecil aku bahagia mendengar mentah mentah. Sorot matanya tajam penuh
penolakan beliau yang sedemikian frontal itu. dengan amarah.
"Heh..." Ndoro Pakdhe menyunggingkan senyum Kemana perginya sosok Ndoro Kakung yang
sinis mendengar alasan penolakan yang di sangat arif bijaksana dan bertanggung jawab yang
kemukakan Ndoro Kakung. "Sudah Ndak waras selama ini ku kenal?
kamu Seto."
Suasana perdebatan yang tegang ini berubah
Berada di tengah tengah suasan tegang seperti ini, semakin memanas karena perkataan Ndoro Kakung
Non Ega seperti sama sekali tak perduli. Raut itu. "Jangan gila kamu Seto!!!" Sontak Eyang
wajahnya begitu dingin, datar tanpa ekspresi Kakung naik pitam dan menolak dengan keras
sedikitpun. Dia berlagak bagaikan manusia yang usulan gila Ndoro Kakung itu. "Jbruaak...!
suci tanpa dosa. Dia bersikap seolah sedang tidak praaang...!!! Dengan penuh emosi Eyang Kakung
terjadi apa apa. menggebrak meja sampai gelas yang berada di
atasnya terpental dan jatuh kelantai pecah
"Sudah sudah sudah! Pembahasan seperti ini ndak berkeping keping.
akan ada habisnya. Pokoknya mau ndak mau Ega
harus di nikahkan dengan Pardi. Ini sudah menjadi "Oh my God, ben je gek seto? Apa kamu sudah
keputusanku. T-i-t-i-k." Dengan mempertegas gila?" Budhe Hana juga tak menyangka kalimat
Kalimat titik, Eyang Kakung mengambil keputusan seperti itu akan terucap dari mulut Ndoro Kakung.
paksa untuk menikahkan kami. Setuju tidak setuju
Ndoro Kakung harus menyetujui keputusan mutlak Tanpa memperdulikan Eyang Kakung yang emosi
beliau itu. Eyang Kakung sudah jengah berdebat sejadi jadinya, Ndoro Kakung kemudian bangkit
lagi dengan Ndoro Kakung. dan beranjak meninggalkan ruangan dengan di
iringi tatapan heran semua yang berada di sini.
Mendengar keputusan paksa dari Ayahanda nya itu, Beliau berjalan gontai menuju ke arah dapur.
sontak Ndoro Kakung langsung terdiam. Dalam Seperti ada sesuatu yang sangat berat yang sedang
diam terlihat dari raut wajahnya kalau sebenarnya membebani langkah kaki beliau.
beliau ingin menyampaikan sesuatu tapi bimbang
untuk menyampaikannya. Sepertinya beliau sedang "Mau kemana Kang Mas?" Ndoro Putri ikut
menimbang nimbang antara iya dan tidaknya untuk beranjak dan dengan setengah berlari menyusul
menyampaikan apa yang berada di dalam benaknya. Ndoro Kakung.

Bukan hanya Ndoro Kakung saja yang terlihat "Mau kemana kalian?" Tanya Ndoro Pakdhe heran
bimbang dan cemas setelah mendengar keputusan dengan keanehan yang di tunjukkan oleh adik dan
paksa dari Eyang Kakung itu. Ndoro Putri yang adik iparnya itu.
sedari tadi hanya diam memperhatikan jalannya
perdebetan ini sontak juga terlihat cemas. Raut Tak ada satupun di antara Ndoro Kakung dan
wajah beliau mendadak berubah menjadi pucat Ndoro Putri yang menjawab pertanyaan Ndoro
pasih. "Gimana ini Pak?" Kata Ndoro putri sambil Pakdhe. Beliau berdua terus saja berjalan
menggenggam lengan Ndoro Kakung. meninggalkan kami menuju ke arah dapur dan
menghilang di balik pintu. Sejenak suasana
"Lebih baik kandungan Ega di gugurkan saja." mendadak menjadi sunyi. Tak ada satupun di
Dengan suara lantang dan tegas Ndoro Kakung antara mereka para priyayi ini yang bersuara.
mengutarakan sebuah solusi sesat yang sangat Semua hanya saling bertatapan heran dengan
bertentangan dengan norma agama. tingkah aneh kedua Ndoroku itu.

"Jgluaaaar...!!!" Bagai sambaran petir di siang Tak berapa lama berselang, Ndoro Kakung dan
bolong, perkataan itu begitu mengejutkan segenap Ndoro Putri sudah kembali lagi ke ruang keluarga.
keluarga yang berada disini. Aku juga tak pernah Di tangan kanannya Ndoro Kakung membawa
menyangka beliau akan mempunyai pemikiran sebuah lukisan yang pernah ku lihat di gudang
sepicik itu. Pemikiran sesat manusia tak waktu itu. Sebuah lukisan yang selalu
bertanggung jawab yang sama sekali tidak pantas menghantuiku setelah pertama kali aku melihatnya.
meluncur dari mulut seorang manusia beragama Sebuah lukisan perempuan cantik yang amat sangat
dan seorang priyayi seperti beliau. mirip dengan Non Ega yang membuat hidupku di
bumbui dengan sedikit pengalam mistis karenanya.
sekaranglah mungkin saatnya teka teki wanita tercengang. Seolah dia tidak percaya dengan apa
dalam lukisan itu terkuak. yang di lihatnya dengan mata kepalanya sendiri.
Setelah meletakkan lukisan itu di meja, Ndoro Dia merasa bagaikan berkaca dalam versi klasik
Kakung dan Ndoro Putri kembali duduk di dengan lukisan perempuan bernama Sulasmi itu.
tempatnya semula. Ndoro Kakung kembali
menyalakan sebatang rokok Dji sam soe dan "Apa hubungan wanita ini dengan penolakan kamu
menghisapnya dalam dalam. Di samping beliau, Seto?" Tanya Eyang Kakung bernada serius
Ndoro Putri masih menunjukkan raut wajah cemas dengan sorot mata melotot tajam. Dari raut wajah
sambil merangkul Non Ega yang duduk diam tak beliau masih terlihat kemarahan karena terpancing
bergeming bagai patung di samping kirinya. ucapan Ndoro Kakung tadi.

"Lukisan siapa ini Seto?" Eyang Kakung Sebelum menjawab pertanyaan itu, Ndoro Kakung
mengambil lukisan dan memperhatikan gambar sejenak kembali menghisap rokoknya dalam dalam
perempuan cantik yang tergurat indah di kanvas itu sebelum mematikannya di asbak. Di
dengan lekat. hembuskannya asap rokok itu dengan penuh
penghayatan membumbung memenuhi seisi
"Itu lukisan Sulasmi." Jawab Ndoro Kakung ruangan. "Wanita dalam lukisan itu Ibunya Pardi."
pendek sambil kembali mengisap rokok Dji sam Jawab Ndoro Kakung dengan nada berat.
soe nya dalam dalam.
Kembali semua tersentak mendengar perkataan
"Wie was Sulasmi?" Sambung Budhe Hana yang Ndoro Kakung itu. Semua mata melotot seakan tak
tak kalah penasarannya dengan sosok perempuan percaya, begitu juga dengan ku. Satu kepingan
di dalam lukisan itu. misteri akhirnya terungkap. Baru aku mengetahui
siapa dan bagaimana wujud Ibu ku, Ibu yang telah
Setelah puas memandangi lukisan itu, Eyang mengandung dan melahirkan aku ke dunia ini.
Kakung kemudian menyerahkan lukisan itu kepada Perasaanku tak menentu. Aku tak tau harus berbuat
Eyang Putri. Dengan mimik wajah bercampur aduk apa atau harus bagaimana mengekspresikan ini.
antara serius, penasaran, dan heran, Eyang Putri
memandangi lukisan itu dengan seksama. Sesekali "Iya... Terus hubungane dengan penolakan kamu
beliau melihat ke arah Non Ega dan kembali lagi itu apa le?" Sambung Eyang Putri yang semakin
ke lukisan itu berulang ulang. "Mirip Gayatri." penasaran dibuatnya.
Kata Eyang Putri lirih. Ndoro Kakung Perlahan mulai bercerita. Beliau
menuturkan sebuah kisah klasik yang terjadi kira
"Eyang, coba Nora mau lihat dong." Cerocos Mbak kira dua puluh tahun yang silam. Sebuah kisah di
Nora penasaran sambil merebut lukisan itu dari masa mudanya.
tangan Eyang Putri.
Semua mendengarkan penuturan beliau itu dengan
"Nora, yang sopan!" Ndoro Pakdhe membentak serius, khusuk dan hikmat, tak terkecuali juga
Mbak Nora setelah melihat tingkah laku kurang dengan ku, karena ini menyangkut asal usul ku.
sopan anak gadisnya itu. Dari cerita beliau ini mungkin aku akan tau siapa
aku dan kedua orangtua ku. Sudah saatnya siapa
"Penasaran Yah." Jawab Mbak Nora tengil sambil jati diriku sebenarnya terungkap.
memandangi lukisan itu dengan seksama inci demi
inci. Bolak balik dia memandang ke arah Non Ega ==========LNBC==========
dan kembali lagi ke lukisan itu mencari Trenggalek, 15 April 20 tahun yang silam
kemiripannya. "Oh my God. Mirip banget sama Rumah keluarga Noyolesono, 09:02 am
kamu Ga. Mirip nggak ada cela sama sekali. Siang terasa sangat cerah. Lagit biru nan indah
Aneh." Kata Mbak Nora lagi sambil membalik dan memayungi angkasa tanpa sedikitpun ternoda
menunjukkan lukisan itu ke arah Non Ega. pekat sang mendung. Angin bertiup pelan sepoi
sepoi seakan melenakan hati. Kicauan burung
Kali ini untuk pertama kalinya air muka Non Ega burung yang merdu semakin menyemarakkan hari
yang sedari tadi dingin seperti mayat hidup tanpa indah nan cerah ini. Hari ini begitu indah. Hari
ekspresi sedikitpun mendadak berubah tegang yang sangat sempurna untuk berbahagia.
Di saat hari begitu indah dan sempurna. Di saat dari pada dengan Kangmas mu Sentanu. Lagi pula
semua orang mendadak merasakan ledakan Sentanu kan sekarang masih berada di Belanda
bahagia, ada seorang pemuda yang malah merasa ngger." Jawab Raden Suroso Noyolesono yang
hari ini begitu kelam dan gelap. Dia merasa kalau sesekali di selingi dengan menghisap rokok
hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya. Hari kreteknya.
dimana akhir dari kebebasan dan hak memilihnya.
Hari akhir dari petualangan nya. Sebagai anak seorang priyayi yang memegang kuat
Hari ini adalah hari di mana dia harus memenuhi toto kromo dan unggah ungguh, Raden Seto tak
janji orang tuanya. Janji yang dulu pernah terucap berani lagi membantah lebih jauh kehendak
dari mulut Ayahnya dan sang sahabat. Sebuah janji Ayahanda nya itu. Raden Seto hanya bisa
yang terucap bahkan dari saat dia belum lahir. Janji mengangguk pelan tanda setuju walau dengan hati
untuk menjodohkan anak anak mereka. yang berat untuk bisa menerimanya dengan iklas.

Sekarang hari dimana yang di janjikan itu telah tiba.


Mulai sekarang Raden Seto harus berusaha untuk
Hari ini dia harus mau menikah dengan gadis bisa menerima perjodohan ini dengan iklas mau
pilihan kedua orang tuanya sesuai janji yang dulu
tidak mau. Dia juga harus melupakan tentang cita
pernah di ucapkan. Tak ada lagi kesempatan cita dan cintanya sendiri. Jalan hidup seorang
baginya untuk membantah ataupun sekedar Raden, seorang keturunan priyayi, seorang
menyampaikan pendapatnya. bangsawan tak sebebas dan seindah kelihatannya
yang bergelimang kemewahan dan kehormatan.
"Seto... Hari ini Romo sama Ibu mu mau kerumah Untuk anak priyayi sepertinya, cinta hanyalah
Raden Soemitro. Kami akan membicarakan tentang angan angan semu belaka. Jalan cerita hidupnya
perjodohanmu dengan Raden Ajeng Hartati." Kata bukan dia yang menentukan. Dia hanyalah wayang
Raden Mas Suroso Noyolesono dengan penuh yang jalan ceritanya di tentukan oleh Ayahanda
wibawa kepada Raden Haryo Seto anak bungsunya. nya selaku sang dalang kisah hidupnya.

"Ta-tapi Romo..." Raden Seto berusaha "Baiklah kalau begitu Romo, saya setuju dan
membantah. menerima perjodohan ini."

"Hush... Uwis ngger... Kamu jangan membantah "Nah... Itu baru anakku." Kata Raden Suroso
Romomu. Perjodohan ini sudah di tentukan dari Noyolesono sambil menepuk bangga pundak anak
jaman kamu belum lahir ngger. Uwis to, kamu nya itu.
nurut saja yo ngger." Kata sang Ibunda menasehati
anaknya. Rumah Raden Mas Soemitro 10:30 am.

"Kenapa harus aku Romo? Kenapa bukan Di sebuah ruangan rumah mewah bergaya joglo,
Kangmas Sentanu?" Tanya Raden Seto meminta dua keluarga priyayi sedang berkumpul berunding
penjelasan kedua orangtuanya. untuk menentukan hari pernikahan anak mereka
Menurut logika Raden Seto, seharusnya Raden sebagaimana dulu mereka telah berjanji. Keluarga
Sentanu yang menerima perjodohan ini. priyayi itu adalah Raden Suroso Noyolesono
Seharusnya anak sulung yang memenuhi janji beserta Nyai Darsih istrinya dan keluarga Raden
perjodohan orangtuanya, bukannya dia si anak Suemitro.
bungsu yang harus menerimanya.
"Begini Dhimas Soemitro. kedatangan kami kesini
Dengan penuh keanggunan dan wibawa, sambil untuk memenuhi janji kita dulu di masa revolusi itu
menyalakan sebatang roko kretek, Raden Mas Dhimas." Kata Raden Suroso Noyolesono dengan
Suroso Noyolesono menjawab rasa penasaran anak wibawa dan keanggunan seorang priyayi agung.
bungsunya itu.
"Sukurlah kalau begitu Kangmas. Terus, dengan
"Ya karena Raden Ajeng Hartati itu seumuran siapa Hartati akan di nikahkan?" Tanya Raden
kamu ngger. Lagi pula kalian kan sudah saling Soemitro penasaran dengan hati yang berbahagia
mengenal dan berteman baik. Jadi Romo rasa berbunga bunga.
Raden Hartati lebih cocok menikah dengan kamu
Raden Soemitro sangat bangga akhirnya bisa kopi hitam. Gadis itu begitu cantik, wajahnya ayu
berbesanan dengan Raden Suroso Noyolesono. dengan gaya anggun bak putri keraton. Dalam
Raden Mas Suroso Noyolesono adalah seorang balutan kemeja batik dan rok polkadot selutut
priyayi darah biru yang sangat beliau hormati. semakin menyempurnakan kesempurnaan gadis itu.
Seorang yang sangat nasionalis, orang yang Tak ada cela sedikitpun pada diri gadis itu. Gadis
menjadi rekan seperjuangannya dulu saat ikut itu adalah Raden Ajeng Hartati Soemitro.
memperjuangkan bangsa ini, sekarang orang itu
akan menjadi mertua dari anak gadis satu satunya. "Monggo unjukanipun. (silahkan minumannya.)"
Kata Raden Ajeng Hartati dengan senyuman
Di lain sisi, Raden Suroso Noyolesono juga tak manisnya sambil menyajikan minuman yang di
kalah senang dan bangganya bisa berbesanan bawanya itu di meja.
dengan Raden Soemitro. Raden Soemitro adalah
seorang Raden, pejuang, dan anak dari seorang Selesai menyajikan kopi dalam gelas keramik itu di
pejuang kemerdekaan yang sangat beliau kagumi. meja, Raden Ajeng Hartati langsung menghaturkan
Dari turun temurun keluarga raden Soemitro adalah sembah sungkem kepada Raden Mas Suroso
keluarga yang paling keras menentang Noyolesono dan istrinya. "Ngaturaken sembah
kolonialisme belanda dan sangat nasionalis. sungkem Raden." Kata sembah sungkem Raden
Ajeng Hartati.
"Begini Dhimas Soemitro, sebelumnya saya
menghaturkan maaf yang sebesar besarnya. Saya "Yo ndok cah ayu, tak tompo sembah sungkem mu
berencana menikahkan Raden Ajeng Hartati ngger." Jawab Raden Suroso Noyolesono penuh
dengan Raden Mas Haryo Seto anak bungsu saya. wibawa sambil mengusap ubun ubun gadis itu.
Bagaimana menurut Dhimas Soemitro?" Jawab
Raden Suroso Noyolesono mengutarakan maksud Selesai menghaturkan sembah sungkem
dan tujuannya datang kerumah Raden Soemitro ini. sebagaimana tradisi jawa yang kental mereka
pertahankan, Raden Ajeng Hartati kemudian
"Loh... kenapa tidak dengan Raden Sentanu, bangkit dan mengambil duduk di tengah tengah di
Kangmas?" Tanya Raden Soemitro sedikit antara kedua orang tuanya. Gaya duduk Raden
penasaran. Ajeng Hartati sungguh anggun, berkelas, dan
sempurna.
Awalnya Raden Soemitro menyangka bahwa
Raden Suroso Noyolesono akan menikahkan "Ndok, ini Bapak sama Kangmas Noyolesono
anaknya dengan Raden Haryo Sentanu, bukan sedang membicarakan tentang pernikahan kamu
dengan Raden Haryo Seto anak bungsunya. ndok. Kamu akan kami nikahkan dengan Raden
"Ya kan, begini lo Dhimas. Seto sama Hartati itu Seto. Menurut kamu gimana ndok?"
kan sudah saling mengenal dan berteman baik. Jadi
saya rasa lebih cocok kalau yang menikah dengan "Saya nurut saja Pak. Bagaimana baiknya, ya
Raden Ajeng Hartati itu Seto, bukan Sentanu. terserah Bapak saja." Wajah Raden Hartati seketika
Menurut Dhimas Soemitro bagaimana?" Jawab bersemu merah malu malu setelah mengetahui
Raden Mas Suroso Noyolesono sekaligus dengan siapa dia akan di nikahkan. Raden Mas
menanyakan pendapat Raden Mas Soemitro. Haryo Seto Noyolesono, dengan pemuda itu dia
akan di nikahkan.
Raden Soemitro mengambil sebatang rokok kretek
merek Cempaka, menyalakannya, dan menghisap Raden Seto adalah pemuda yang selama ini diam
serta meniupkan asapnya mengepul memenuhi diam telah menjerat hatinya. Raden Hartati tergila
udara ruang keluarganya. "saya setuju Kangmas, gila dengan ketampanan dan kegagahan pemuda itu
sangat setuju." Jawab Raden Soemitro yakin yang seakan tiada tandingan di matanya. Gaya
sambil tetap bermain dengan asap rokok nya. penampilan Raden Seto yang bergaya rock and roll
lengkap dengan rambut ikal gondrong sepundak
Saat kedua Priyayi agung itu sedang sibuk dan di padukan dengan jiwa kesatria, wibawa, dan
berembuk menentukan tanggal dan weton yang pas toto kromo adat budayanya yang kuat sungguh
untuk pernikahan anak mereka, datanglah seorang sangat sempurna sebagai kriteria calon suami
gadis cantik membawa nampan berisi empat gelas idamannya.
"Bagaimana Dhimas, kapan sebaiknya kita mengendarai motor Honda 80', Raden Seto
menikahkan mereka berdua?" langsung pergi ke rumah Bambang Sangaji anak Ki
Jogoboyo sahabat karibnya.
"Ya bagaimana baiknya menurut Kangmas saja.
Kangmas saja yang mencari tanggal yang baik Saat ini Raden Seto sedang merasa sedih, resah,
sesuai weton mereka." gelisah, dan galau. Dia merasa membutuhkan
seseorang yang bisa menjadi tempat untuk
"Baiklah kalau begitu Dhimas, sesuai itungan saya, menceritakan segala keresahannya. Dan Bambang
nanti Besar tanggal 25 adalah tanggal terbaik untuk Sangaji sang sahabat kariblah orang yang cocok
menikahkan mereka." menjadi tempatnya mencurahkan segala isi hati dan
Besar adalah bulan ke 12 dalam penanggalan kegalauannya.
bulan jawa. Dalam bahasa sansakerta, Besar Jogoboyo adalah perangkat Desa yang mengurusi
berasal dari Wujala yang berarti kosong. masalah keamanan. Jogoboyo kalau dalam struktur
Alasan Raden Suroso Noyolesono memilih tanggal organisasi kenegaraan bisa di samakan dengan
25 sebagai tanggal penikahan anak mereka, karena Menhan (menteri pertahanan).
tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang "Eh... Njanur gunung temen To siang siang kesini?
sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain Ono opo sobat, kok kelihatannya kamu sedang
kembali seperti bayi layaknya. Karena nantinya resah gelisah dan basah seperti itu.?"
setelah menikah Raden Seto akan di urus hidupnya Njanur gunung atau janur gunung adalah pohon
oleh Raden Ajeng Hartati selaku isterinya. aren. Aren di sanepankan menjadi kadingaren yang
beranti tumben dalam bahasa Indonesia.
"Iya, saya setuju Kangmas. Monggo unjukannya di "Mbok ya di suruh masuk dulu to Mbang. Tamu
minum Kangmas, mbakyu." Kata Raden Soemitro ni..." Jawab raden Seto dengan sedikit candaan
menyetujui tanggal dan bulan yang di usulkan walau sedang gelisah hatinya.
Raden Mas Suroso Noyolesono itu.
"Oh, maafkan hamba Raden. Mongo-monggo
"Oh... Iya Dhimas. Terima kasih." Raden, silahkan masuk."

"Wah... Akhirnya kita jadi besanan Mbakyu." Kata "Enggak usahlah Mbang. Di sini saja kayaknya
Nyonya Raden Soemitro bergembira sambil lebih nyaman." Jawab Raden Seto sambil
menggenggam jemari Nyi Darsih karena akhirnya melangkah menuju ke sebuah balai bambu di
akan berbesanan dengan keluarga mereka. bawah rindangnya pohon jambu di halaman depan
rumah Bambang Sangaji.
"Iya Dhiayu. Saya juga bahagia akhirnya kita jadi
keluarga." Jawab Nyai Darsih tak kalah "Buuuk... tulong bikinin kopi dong Buk! Ada
bergembiranya. Kanjeng Raden Haryo semprul ni Buk." Bambang
Sangaji berteriak sekeras kerasnya kepada ibunya
Tak kalah berbahagia seperti kedua orangtua dan yang sedang membatik di pendopo rumah joglo
calon mertua nya, Raden Ajeng Hartati juga sangat nya.
berbunga bunga hatinya. Akhirnya dia akan
menjadi istri dari pemuda yang selama ini sangat di "Cuangkeme lek ngomong buanter eram.
idam idamkan nya. Saking bahagianya, Raden (mulutnya kalau ngomong kenceng amat.)" Hardik
Ajeng Hartati sampai sampai tak mampu lagi Bu Darti memarahi kelakuan tak sopan anaknya itu.
meluapkan rasa kegembiraannya. Kegembiraan
yang dia rasakan terlalu besar hingga tak sanggup "Santai to Mbokne. Peace lah." Jawab Bambang
di ungkapkan dengan ekspresi seperti apapun. cengengesan.

Kehangatan dan canda tawa seperti inilah yang


Rumah Bambang Sangaji, 10:40 am membuat Raden Seto iri dengan keluarga Bambang
Sangaji. Kehangatan sebuah keluarga yang tidak
Sepeninggal kedua orangtua nya berangkat ke pernah dia dapatkan di rumahnya sendiri.
rumah Raden Mas Soemitro untuk membahas Kehidupan keluarganya yang berstatus priyayi
perjodohannya dengan Raden Ajeng Hartati, penuh dengan formalitas dan protokoler yang
sangat membosankan dan kaku. Karena inilah "Ora Mbang. Aku benar benar harus menikah
Raden Seto bisa betah berlama lama kalau berada dengan Hartati. Orang tua kami telah menjodohkan
di rumah Bambang. kami berdua."
Mereka berdua kemudian duduk di balai bambu
sambil berbincang bincang. Raden Seto mulai Bambang Sangaji menjatuhkan tubuhnya
berkeluh kesah menceritakan tentang keputusan terlentang di balai bambu. Dia mengacak acak
orangtuanya untuk menjodohkannya dengan Raden rambutnya sendiri yang juga panjang tergerai
Hartati. sebahu ala rocker dan masih belum percaya dengan
penjelasan Raden Seto sahabatnya. "Terus
"Aku bingung Mbang. Aku harus gimana ya?" nasibnya...." Kata kata itu terputus di tengah jalan
tak di lanjutkan lagi.
"Bingung kenapa to yho. Masak iya rocker galau,
jangan memperbesar kemaluan umat kawan." "Nah... itu dia yang merisaukan hatiku wahai
sahabat."
Sejenak Raden Seto menghirup nafas dalam dalam,
pandangannya kosong menerawang. "Nduwe rokok Percakapan dua sahabat itu sejenak harus terputus
ra Mbang? (Punya rokok nggak Mbang?)" karena kedatangan Bu Darti / Ibunya Bambang
"Haiyah... Priyayi kok kere. nih..." Bambang Sangaji yang membawakan dua gelas kopi hitam
Sangaji mengeluarkan sebungkus rokok Dji sam untuk mereka. "Kopinya nak Seto."
soe dari saku celana jeans belelnya dan
meletakkannya di balai bambu, di depan sahabat Raden Seto langsung menjabat dan mencium
karibnya yang sedang galau gundah gulana itu. tangan Bu Darti. "Iya Buk, matur nuwun."
"Panggah le ngroko wae! (ngrokok aja!)" Omel Bu
Tanpa banyak bicara, Raden Seto langsung Darti sambil memukul paha anaknya yang sedang
mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. tiduran terlentang di balai bambu. "Ibuk tinggal
Sejenak dia bermain main dengan batang rokok itu, masuk ke dalam lagi ya nak Seto. Nanti jangan
menghisap dengan hisapan dalam kemudian lupa makan dulu sebelum pulang, Ibuk tadi masak
meniupkan asapnya penuh dengan penghayatan ke sayur tewel." Kata Bu Darti menawari makan
udara. Pandangan matanya kosong menerawang kemudian beranjak kembali masuk ke pendopo
mengisyaratkan betapa beratnya beban yang rumah melanjutkan kembali kesibukannya
sedang di tanggungnya. membatik.
Tewel adalah nangka muda. Sayur tewel berarti
Sambil ikut mengambil dan menyalakan sebatang adakah sayur nangka.
rokok, Bambang Sangaji tak henti hentinya "Terus... Nasib Sulasmi gimana To?" Kata
memandang wajah sahabat karibnya itu. Di sana Bambang kembali melanjutkan pertanyaannya
Bambang dapat melihat kesedihan yang sangat yang tadi belum selesai.
mendalam dari raut wajah tampan sahabatnya itu.
"Embuh lah Mbang, bingung aku. (Taulah Mbang,
Sejenak suasana menjadi hening. Masing masing bingung Aku)"
sibuk bermain dengan batang dan kepulan asap
rokok masing masing tanpa ada satupun yang "Hehehe... Rocker kok galau. Solusinya gampang
bersuara. to, kamu cinta kan sama Sulasmi?"
"Kok yo sek takon to yho. ( Kok masih nanya to
"Aku di jodohkan dengan Hartati." Kata Raden yho.)"
Seto pelan dengan tatapan matanya yang masih
menerawang. "Gampang To, kawini aja dua duanya. Dua duanya
sama sama cantik, trus wajah mereka kan mirip."
"Uhuk... uhuk... uhuk..." Bambang Sangaji
langsung terkejut sampai terbatuk batuk tersedak "Matamu!" Umpat Raden Seto mendengar ide
asap rokok yang sedang di hisapnya begitu konyol sahabatnya itu.
mendengar perkataan Raden Seto itu. Bambang "yaah... Ni anak. Kan wajar kalau bangsawan
Sangaji masih belum percaya dengan apa yang kayak kalian itu beristri dua. Terus... masalahnya
baru saja di dengarnya. "Opo To...? Nggak salah?" apa To?"
"Dancok ane kowe ki. Yen ngomong sing bener ah. sepunggung berkibaran tertiup semilir angin sepoi
Ra cita cita aku poligami cok. (bangsat kamu ini. sepoi yang berhembus.
Kalau ngomong yang bener apa. Aku nggak cita
cita poligami bangsat.)" "kulo nuwun... Tri... Ratri..."

"Sabar to yho... Jangan emosi dulu. Masih ada satu Terdengar suara langkah kaki dari dalam rumah
lagi solusi damai kalau kamu tidak mau sderhana itu. "iya sebentar." Suara gadis yang
berpoligami." Raden Seto mendengarkan perkataan menjawab dari dalam rumah.
Bambang Sangaji dengan seksama dan serius
sambil menghisap hisapan terakhir rokoknya. "ckrieet..." Suara engsel pintu karatan yang di buka.
"Kamu hamili saja Sulasmi."
Seorang gadis dengan rambut di kepang kuda yang
Raden Seto terbelalak seakan tak percaya dengan tak kalah cantiknya dengan gadis si pengetuk pintu
apa yang baru saja di katakan Sahabatnya itu. itu keluar dan membukakan pintu. Air wajahnya
"Waah... Gemblung. Semprul kowe. Sudah sudah langsung berseri begitu membuka pintu dan
ah. Solusimu nggak ada yang bener." mengetahui siapa yang datang. "Eh Lasmi... Ayo
masuk."
Bambang Sangaji bangkit dari tidurannya. Dengan
mimik wajah serius dia melanjutkan kembali Gadis berambut panjang tergerai indah tertiup
solusinya gilanya. "Gini loh To. Kalau kamu sepoi semilir angin yang mengetuk pintu itu adalah
menghamili Sulasmi, mau nggak mau kan orangtua Sulasmi, dan gadis yang tak kalah cantiknya
mu harus setuju kamu menikahi Sulasmi kan. Dan dengan rambut kepang kuda itu adalah Ratri.
karena itu, mungkin orang tua kamu membatalkan
perjodohanmu dengan Hartati, atau malah keluarga Mareka berdua kemudian masuk ke dalam rumah.
Hartati sendiri yang membatalkan perjodohan. Gitu "Silahkan duduk Mi, aku tak bikin minuman dulu."
loh maksud ku." Bambang kembali menyalakan Ratri mempersilahkan Sulasmi duduk kemudian
sebatang rokok. "Memang sedikit beresiko sih To." dia melangkah ke belakang, kedapur, membikin
minuman buat Sulasmi sahabatnya.
"Matamu. Cocotmu itu kalau ngomong asal njeplak
aja. Kalau begitu caranya, bisa hancur nama baik "Halah... ora usah repot repot Tri."
keluarga ku semprul.!"
Ratri hanya mengibaskan tangannya tanda tidak
"Ya itu sih tinggal terserah kamu To, kan setiap merasa di repotkan sambil terus melangkah
perjuangan butuh pengorbanan kan? Jalan mana kebelakang menuju ke dapur rumahnya. Tak
yang akan kamu pilih, mau mempertahankan beberapa lama kemudian dia sudah kembali lagi
Sulasmi, atau menuruti orang taumu menikahi sambil membawa dua gelas teh di atas nampan dan
Hartati. Siapa saja yang kamu pilih kamu nggak menyajikannya di meja. "Silahkan di minum."
ada ruginya To. Dua duanya sama sama cantik trus
agak mirip lagi." Selesai menyajikan minuman itu di atas meja, Ratri
Raden Seto malah tak mendapatkan ketenangan kemudian duduk di samping Sulasmi sahabatnya
maupun solusi dengan menceritakan masalah ini dengan masih memegang nampan dan menaruhnya
kepada Bambang sahabatnya. Solusi solusi gila, di pangkuannya.
edan, bin koclok sekaligus nekat dari Bambang
malah membuatnya semakin terombang ambing "Iyo matur nuwun. Kok rumahmu sepi Tri, pada
dalam kebimbangan. kemana?" Sulasmi basa basi menanyakan keadaan
rumah Ratri yang sepi.
Rumah Ratri Kusmiran, 14:20 pm
"tok tok tok..." Seorang gadis cantik sedang berdiri "Bapak Ibuk ku lagi ke Ndawuhan, si Mbah ku
dan mengetuk pintu rumah keluarga Kusmiran. sedang sakit. Ada apa Mi, kok kayaknya kamu
Gadis itu begitu anggun dan sempurna dalam sedang gelisah gitu?"
balutan pakaian sederhana khas gadis desa. Dawuhan adalah desa yang berada di kecamatan
Rambutnya yang lembut tergerai hitam panjang Trenggalek, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur,
Indonesia.
"Iya ni Tri. Aku kok punya firasat buruk ya Tri? Kembali Ndoro Kakung menghela Nafas dalam
Nggak tau deh, sudah tiga malam berturut turut ini dalam sebelum menjawab pertanyaan dari
aku mimpi buruk Tri, mimpi yang sama." ayahandanya. Entah kenapa aku jadi deg degan
menunggu jawaban dari beliau itu. Aku merasa
"Kamu mimpi apa Lasmi?" sekaranglah akhir dari pencarianku. Akhir dari
misteri ini akan segera terbuka.
"Sudah tiga hari ini aku bermimpi sedang ada
banjir besar dan aku hanyut terseret banjir Tri. Saat "iya, Pardi itu anak ku."
terseret banjir itu tanganku di gigit seekor ular." "Jgluaaar...!!!" Untuk kesekian kalinya hari ini kata
kata Ndoro Kakung terdengar begitu mengejutkan.
Dengan serius Ratri mendengarkan cerita Sulasmi Pengakuan itu bagaikan sebuah mimpi yang sulit
tentang mimpi buruk yang di alaminya. Ratri hanya untuk di percayai. Semua mata saling
bisa mendengarkan tanpa bisa memberi tanggapan berpandangan masih belum percaya sepenuhnya
sedikitpun karena dia awam sama sekali mengenai dengan penuturan Ndoro Kakung.
perihal tafsir mimpi seperti ini. "Are you serius...? Budhe Hana tak mampu lagi
menyembunyikan keterkejutannya.
==========LNBC========== "Ternyata benar aku seorang Raden. Ternyata
Ndoro Kakung adalah Ayahku." Entah bagaimana
Sejenak Ndoro Kakung menghentikan ceritanya. caranya aku harus menanggapi kenyataan ini.
Beliau kembali menyalakan sebatang rokok dan Haruskan aku meloncat kegirangan karena tenyata
menghisapnya dalam dalam. Beliau sebentar mimpi masa kecilku adalah nyata, ataukah aku
menengok ke arah Ndoro Putri seperti sedang harus bersedih karena selama ini sudah tidak di
meminta persetujuan untuk melanjutkan ceritanya. akui keberadaanku?

Dengan anggukan kepala, Ndoro Putri memberikan Belum sempat semua orang berkomentar akan
isyarat persetujuan kepada Ndro Kakung untuk pengakuan mengejutkan ini, tiba tiba terdengar
melanjutkan kembali cerita beliau. "Monggo Pak, teriakan Ndoro Putri yang tak kalah
silahkan di lanjutkan." mengejutkannya. "Ga... Ega... Kamu kenapa Ndok?
Pak... Ini Ega kenapa Pak?" Dari hidung Non Ega
Suasana hening dan semua orang menanti dengan menetes darah segar. Sepersekian detik tubuhnya
penasaran lanjutan cerita dari Ndoro Kakung ini. mengejang sebelum jatuh di pelukan Ibunda nya
Bahkan Non Ega yang selama ini bersikap seolah tak sadarkan diri.
tak perduli bagai mayat hidup juga kelihatan
penasaran ingin segera mengetahui kelanjutan "Ega... Kamu kenapa Ndok?" Kata Ndoro Kakung.
cerita dari ayahanda nya ini. Beliau menepuk nepuk pipi Non Ega berusaha
menyadarkannya. Semua orang langsung
Sekali lagi Ndoro Kakung menghisap rokoknya berhambur mengerubuti Non Ega. Bergantian
dalam dalam. Rokok yang masih belum habis bahkan sampai berebut mereka berusaha
setengah batang itu beliau matikan di asbak yang menyadarkan Non Ega dengan berbagai macam
berada di hadapannya. Beliau terlebih dahulu cara dan upaya.
menghela nafas panjang sebelum melanjutkan
ceritanya. "Baiklah, cerita ini akan saya lanjutkan "Ega Kenapa Hartati?" Dengan penuh
lagi. Saat itu ketika...." kekhawatiran Eyang Putri mengambil minyak
angin dari tas nya dan mengoleskan minyak angin
"Stop stop stop... Sudah... Tak perlu lagi kamu itu di pelipis dan hidung Non Ega berusaha
lanjutkan ceritamu." Belum selesai satu kalimat menyadarkannya.
Ndoro Kakung bercerita, Eyang Kakung
memotong menghentikan kelanjutan cerita itu. Tapi semua daya dan upaya mereka untuk
"Aku sudah bisa menebak arah dari ceritamu ini menyadarkan Non Ega sia sia. Walau sudah
Seto. Berarti kalau begitu...?" Kata Eyang kakung dengan berbagai macam cara, Non Ega masih
menebak sambil melirik ke arahku yang duduk di belum sadarkan diri juga. "Sudah, kita bawa saja
sebelah kiri beliau. Ega ke rumah sakit." Kata Ndoro Pakdhe sambil
berusaha membopong tubuh Non Ega.
Segera dengan tergopoh gopoh mereka membawa
Non Ega ke rumah sakit dan semua orang ikut
mengantarkannya. Sekarang di ruangan ini tinggal
menyisakan aku dan Mbak Nora. "Kamu nggak
ikut ke rumah sakit Di?" Tanya Mbak Nora sambil
beranjak berdiri.

"Iya Mbak, nanti saya nyusul." Mbak Nora


kemudian beranjak pergi ikut menyusul ke rumah
sakit. Sekarang hanya tinggal aku sendiri di sini.
Aku menyandarkan kepalaku di sandaran kursi.
Kepalaku tengadah dan pandanganku menerawang
langit langit rumah. "Ndoro Kakung Ayahku."
Perkataan itu berulang ribuan kali di kepalaku dan
masih sulit untuk sepanuhnya ku percayai.

Keping tiap kepingan misteri perlahan mulai


tersingkap. Satu persatu rahasianya mulai terbuka.
Titik terang mengenai jati diri sudah terkuak.
Simpul benang kusutnya-pun telah terurai satu
persatu.

Semakin cerita ini mendekati akhir, semakin aku


terombang ambing tak menentu. Semakin banyak
rahasia terbuka, semakin sulit aku menalarnya.
Segalanya semakin membingungkan untuk di
fahami dengan akal sehat. Sekarang kembali lahir
sebuah tanda tanya besar setelah rahasia besar itu
terungkap.
"Kenapa aku di ingkari?"

=======+++++++++++++==============
Chapter XVI Selesai mengunci semua pintu dan jendela rumah,
PERNIKAHAN SEDARAH aku kemudian menyusul ke rumah sakit.
Sesampainya di sana, ku temui semua sedang
Aku masih di sini, duduk termenung seorang diri di duduk menunggu dengan cemas di koridor depan
ruangan ini. Pandangan-ku nanar kosong melayang. ruang instalasi gawat darurat.
Segala tanya dan teka-teki besar telah terjawab.
Segala misteri hidup telah terbuka. Terlihat Ndoro Putri sedang menangis di dalam
dekapan Budhe Hana yang sibuk berusaha
Akhirnya aku tau siapa sebenarnya aku. Selaras menenangkan-nya. Semantara itu, Ndoro Kakung
anganku dulu, ternyata benar aku adalah putra sibuk mondar mandir tidak jelas di depan pintu
seorang bangsawan. Ternyata darah yang mengalir IGD sambil menghisap sebatang rokok. Beliau
dalam nadi ini adalah darah priyayi. Aku keturunan sudah tidak memperdulikan lagi tulisan -No
mereka walau tak di akui. Smoking- yang terpampang jelas di hadapan-nya.

Bahagia? Ya, aku bahagia. Aku bahagia karena Entah kenapa aku merasa ragu untuk menghampiri
misteri jati-diri yang selama ini menjadi teka-teki dan membaur bersama mereka. Tiba-tiba aku
terbesar hidup-ku telah terungkap. Aku bahagia merasa asing di antara mereka walau sebenarnya
karena akhirnya aku bisa mengetahui siapa aku dan sudah terbiasa. "Eh Pardi, sini Di." Panggil Mbak
siapa yang membawaku ke dunia ini. Nora begitu mengetahui kedatangan-ku sambil
melambaikan tangan.
Tapi, ada satu yang masih mengganjal di hatiku.
Masih ada satu pertanyaan yang belum ada jawab- Hanya dengan senyum simpul dan anggukan sopan
nya, "kenapa aku di ingkari?" Itu yang masih aku menjawab-nya, tapi masih ragu untuk
menjadi teka-teki terbesar-ku kini. melangkah mendekat memenuhi panggilan itu.
"Ayo sini... Ngapain kamu berdiri di situ terus?"
Perlahan aku bangkit berdiri. Tanpa ku sadari, Kata Mbak Nora sekali lagi begitu mengetahui aku
langkah kaki menuntun-ku masuk ke kamar Non hanya diam mematung di tempat ku. Sekali lagi
Ega. Sejenak aku diam berdiri di ambang pintu aku membalas-nya dengan seyum dan anggukan.
kamar dan memandang ke sekeliling kamar. Di
sana, di dalam sana, pernah tergurat sepenggal Ndoro Kakung yang sedari tadi sibuk mondar-
cerita indah antara aku dan dia. mandir cemas, ikut melayangkan pandang-nya ke
arah-ku. Tak ada sepatah kata yang keluar dari
Di sana, di atas meja rias. Di sana tempat aku mulut beliau, hanya sebuah senyum simpul hambar
menemukan buku harian-nya, The sound of heart tanpa arti yang tersungging dari bibir beliau.
break. Dari sana akhirnya aku tau kenyataan
sebenarnya bahwa dia menaruh hati kepada-ku. Di "Ayo duduk sini, dekat Eyang ngger." Titah Eyang
buku harian itu tertulis segala asa dan rasa-nya Putri sambil menepuk bangku kosong di sebelah
kepada-ku. beliau.

Di sana, di atas ranjang berseprei merah. Di sana "Enggih Eyang." Mendengar titah Eyang Putri itu,
dulu kami pernah bercumbu. Berpacu dalam nafsu mau tidak mau walau ragu aku memaksakan diri
dan hampir menembus norma-norma yang berlaku. untuk mendekat dan berbaur bersama mereka,
Di sana dulu kami pernah menghabiskan malam duduk di samping Eyang Putri, di tempat yang tadi
berdua, terlarut mimpi dalam sebuah dekapan beliau tunjukkan.
hangat.
Entah kenapa aku tak melakukan lagi acara
Tak ingin berlama-lama larut dalam bayang dan sungkem-menyungkem seperti biasanya, seperti
angan, segera aku melangkah berbalik setiap aku bertemu dengan beliau semua. Begitu
meninggalkan kamar itu. Ingatan akan apa yang duduk di samping Eyang Putri, dengan sedikit ragu
dulu pernah terjadi terasa begitu perih menggores aku menanyakan keadaan Non Ega kepada beliau.
ruang hati setelah ku temui kebenaran kenyataan, "Ke-keadaan Non Ega gimana Eyang?" Tanyaku
bahwa dia adik-ku. pelan setengah berbisik.
*****
"Embuh yo ngger. Dari tadi belum ada kabare." Ndoro Putri tak langsung menjawab pertanyaan
Jawab Eyang Putri sambil meremas jemariku Eyang Putri itu. Beliau malah menghambur
dengan penuh kasih sayang. Tergurat jelas memeluk Eyang putri. "Ega Buk... Ega..." Kata
kecemasan yang teramat-sangat di wajah renta Ndoro Putri sambil menangis sesenggukan dalam
beliau. dekapan Eyang Putri.

Dengan sabar walau di liputi kecemasan, kami "Ega Kenapa?" What happen whit her?" Tanya
semua menunggu. Sudah hampir 15 menit aku ikut Budhe Hana sambil mengusap punggung Ndoro
menunggu di sini, tapi masih belum juga ada kabar Putri berusaha menenangkan beliau.
mengenai keadaan Non Ega. 15 menit menunggu
yang terasa berjuta-juta, bahkan mungkin milyaran "Ega kenapa Ndok?" Sambung Eyang Kakung
kali lebih lama dari waktu biasanya. yang tak mau kalah juga ikut menanyakan keadaan
Non Ega, cucu tercinta-nya.
Berapa lama berselang, akhirnya seorang dokter
keluar dari dalam ruang IGD di mana Non Ega di Sementara itu, Pak dokter langsung kembali masuk
rawat. "Keadaan anak saya bagaimana dok?" ke ruang IGD. Dan tak berapa lama kemudian Pak
Ndoro Kakung langsung mencecar dokter itu dokter itu sudah keluar lagi, di ikuti dengan dua
dengan pertanyaan-nya. orang perawat yang sedang mendorong sebuah
ranjang pesakitan. Di atas ranjang itu, Non Ega
Tak mau ketinggalan momen, Ndoro Putri tergolek lemah tak berdaya dengan wajah pucat
langsung berlari mendekat dan ikut menanyakan dan tertancap sebuah jarum infus di lengan kiri-nya.
keadaan anak-nya. "Iya dok, keadaan anak saya
piye dok?" Tanya Ndoro Putri sambil Pak dokter dan kedua perawat itu lalu membawa
menggenggam dan menggoyang-goyang kan Non Ega menuju ke sebuah kamar rawat inap.
lengan Pak dokter memohon jawaban. Hilang Sejauh ini masih belum ada penjelasan dari Ndoro
sudah kepongahan dan kecongkakan yang selama Putri maupun Pak dokter mengenai Non Ega.
ini menjadi trade-mark pada diri beliau.
"Sakit apa sebenarnya kamu Ga?" Tanyaku dalam
"Bisa kita berbicara di ruangan saya?" Jawab Pak hati semakin penasaran. Dari gelagat dan firasat,
dokter sambil berjalan menuju ke ruangannya. aku merasa kalau ada sesuatu yang sangat serius
Dengan raut semakin cemas dan penasaran, Ndoro yang di derita Non Ega.
Kakung dan Ndoro Putri mengikuti Pak dokter
sambil berjalan bergandengan tangan. Selesai membaring-kan tubuh lemah Non Ega di
ranjang dan menyetel selang infus, Pak dokter dan
Sementara beliau berdua pergi keruangan dokter, kedua perawat itu langsung keluar meninggal-kan
kami semua kembali menunggu. Kembali semua kamar. "Kami tinggal dulu ya Bu. Dua jam saya
saling diam menunggu dengan tanda-tanya yang datang lagi mengecek keadaan anak Ibu. Dan
semakin besar meng-gelayut di benak kami tolong pasien jangan di gangu. Cukup dua orang
masing-masing. saja yang menemani pasien di kamar. Mari
Tak berapa lama kemudian, Pak dokter sudah semuanya." Kata Pak dokter dengan ramah
kembali lagi namun hanya bedua saja dengan sebelum keluar dari kamar.
Ndoro Putri. "Kemana Ndoro Kakung?" Tanya-ku
dalam hati karena tidak aku temui Ndoro Kakung "Hoalah ndok... kamu kenapa to yho ndok." Tanya
kembali bersama mereka. Eyang Putri dengan linangan air mata. Beliau
langsung memeluk dan memberondong Non Ega
Mengetahui kedatangan Ndoro Putri dan Pak dengan ciuman membabi-buta tanda sayang yang
dokter, semua orang langsung berhambur mendalam.
menghampiri mereka. Eyang Putri, Budhe Hana, "Ega kenopo Ti? (Ega kenapa Ti?)" Tanya Eyang
dan semuanya saling berebut menanyakan keadaan Kakung dengan gaya bicara khas ala priyayi-nya
Non Ega. kepada Ndoro Putri.
Ndoro Putri sejenak menatap Non Ega yang sedang
"Keadaan Ega piye ndok?" Tanya Eyang Putri tergolek lemah. Dari sudut-sudut mata beliau
mendahului. kembali menetes bitiran bening air mata.
"Monggo medal rumiyen Pak. (Mari keluar pingsan seperti tadi. Mungkin saja itu gejala-gejala
sebentar Pak)" Kata Ndoro Putri sambil melangkah penyakit yang di derita-nya. Mungkin selama ini
keluar. semua itu tidak pernah di anggap serius, atau
mungkin juga Non Ega memang sengaja
Kami semua keluar mengikuti beliau, sementara di menyembunyi-kan apa yang sedang di derita-nya.
dalam kamar hanya menyisakan Eyang Putri ==========LBNC==========
sendirian yang menemani Non Ega. Ndoro Putri
melangkah gontai kemudian duduk di sebuah kursi Tak terasa sudah lewat dua minggu Non Ega
panjang di depan kamar rawat inap Non Ega. tergolek lemah di rumah sakit. Dari hari ke hari,
kondisi kesehatan Non Ega bukan-nya berangsur
Eyang Kakung duduk di samping beliau dan membaik tapi malah semakin kian memburuk.
kembali menanyakan apa sebenarnya yang sedang Wajah cantik-nya pucat pasih tanpa pancaran aura
di derita Non Ega. "Ega sakit opo Ti?" Tanya sedikit-pun. Tubuhnya lemah, kurus kering tinggal
beliau sekali lagi. terbalut kulit. Helai demi helai rambut indah-nya
perlahan rontok berguguran satu demi satu.
Budhe Hana menyusul duduk di samping Ndoro
Putri dan menanyakan lagi pertanyaan yang sama Hilang sudah raut cantik di wajah-nya. Lenyap
dengan Eyang Kakung. "Ega sakit apa Hartati?" sudah segala ketengilan-nya. Musnah sudah segala
Tanya Budhe Hana masih dengan logat kebulean- kebencian-nya yang ternyata sangat aku rindui.
nya yang masih kental terasa. Sungguh menyedihkan kondisi-nya saat ini.
Sungguh tragis dan memilukan.
Tak mau kalah, Mbak Nora berjongkok di depan
Ndoro Putri sambil menggenggam jemari beliau "Mmmmhh.... clop... emmmh...." Di atas sofa di
dan ikut menanyakan pertanyaan yang sama untuk ruang tamu rumah Ana, dengan buas penuh nafsu
ketiga kalinya. "Ega sakit apa to Bulik?" Ana terus saja mencumbui-ku. Ana seakan tak
memperdulikan aku yang terus saja menolak-nya.
Sementara semua orang saling berlomba-lomba "eemmmh... An... Ana... sudah An. Stop!" Kata-ku
menanyakan penyakit yang di derita Non Ega, aku menolak.
dan Ndoro Pakdhe hanya diam berdiri
mendengarkan. Beliau merangkul pundak-ku "Ayo dong yang... Pengen ni." Ana masih saja
penuh dengan kasih sayang. memagut bibir-ku walau tidak ada sedikit-pun
respon dari-ku. Tangan-nya menggerayang,
Sebelum menjawab pertanyaan itu, Tangis Ndoro menyelusuri setiap inci tubuhku, menyelusup ke
Putri kembali meledak. Mata tajam beliau sembab dalam pakaian yang ku kenakan.
memerah karena menangis terus-menerus dari tadi.
Kali ini, tak ada sedikit-pun hasrat-ku meladeni
"Ega... hiks hiks hiks... Ega mengidap kanker otak cumbuan itu. Bukan-nya mati rasa, bukan-nya aku
dan ternyata sudah stadium akhir. hiks hiks hiks..." tak mau. Cuma, aku merasa saat ini bukan-lah
Tangis Ndoro Putri semakin menjadi setelah waktu yang tepat untuk bercumbu, sementara adik
memberitahukan penyakit yang sedang di derita ku -Non Ega- sedang tergolek lemah meregang
anak kesayangan-nya itu. nyawa di rumah sakit.
Di saat menyedihkan seperti ini, Ana malah asik
Aku dan semua yang ada di sini terkejut dan memaksa-ku bercumbu. Tanpa memperdulikan
seakan tak percaya dengan penuturan Ndoro Putri. perasaan-ku dia terus saja bermain dengan nafsu-
"Bagaimana mungkin Non Ega bisa tiba-tiba nya sendiri. "Sudah An... Stop! Aku ndak bisa An."
menderita kanker otak? Bukankah selama ini dia Sekali lagi aku berusaha menolak dengan halus.
baik-baik saja dan tidak pernah mengeluh
apapun?" Batin-ku berusaha mencerna. "Oyo dong yang..." Tak perduli dengan penolakan-
ku, Ana masih saja mencumbu dan melancarkan
Tapi setelah aku runut-runut lebih jauh, sepertinya pagutan demi pagutan-nya yang penuh nafsu
tidak terlalu aneh kalau Non Ega tiba-tiba saja bisa semakin dan semakin. "Emmmh... Yang.... clup..."
di vonis menderita penyakit itu. Sepengetahuan-ku, Suara desah beriringan kecipak pagutan.
Non Ega memang sering mimisan dan mendadak
Jengah dengan kebandelan-nya, akhir-nya aku Ana. Buka pintunya An." Kataku lagi tak bosan
dorong tubuh-nya asik yang nangkring dan merayu-nya untuk membukakan pintu.
mengeliat-geliat di paha-ku, di pangkuan-ku.
"Suuudah ah...!" Kata-ku sambil mendorong tubuh- Lama aku menunggu dan hampir berkarat aku
nya menjauh. merayu, Ana belum luluh juga. Dia masih belum
mau membuka pintu kamar-nya. "An tolong An.
Tanpa ku sadari, dorongan itu lumayan kuat dan Jangan begini dong An. Buka ya sayang, buka
bertenaga sampai tubuh mungil Ana terpental pintunya ya. Ana ku sayang cantik deh. Bukanya
karenanya. Dia terjatuh terjengkang di lantai. yang ya... buka ya." Tak punya malu bermuka
"Gbluugh..." Gedebug suara tubuh-nya. tembok aku masih saja terus merayu.
"Eh... Maaf maaf maaf An. Sorry ndak sengaja."
Mengetahui kekhilafan-ku, aku langsung meminta Sayup terdengar suara langkah kaki mendekati
maaf dan menghampiri-nya yang sedang terduduk pintu. "Cekleek..." Akhirnya Ana mau membuka
meringis kesakitan. Ku ulurkan tangan mencoba pintu kamar-nya. "Udah deh Di, udah nggak usah
membantu-nya berdiri. sayang-sayangan lagi. Lebih baik kamu sekarang
pergi dari sini. Tinggalin aku sendiri." Katanya
"Cplaaak...!" Ana menampik uluran tangan-ku. dengan suara parau sambil berusaha menghentikan
Dengan tertatih dia berusaha berdiri sendiri sambil isak tangis dan menyeka air mata-nya.
mengusap-usap bokong-nya yang linu karena
terjengkang. "Kamu ngomong apa sih An?" Jawab-ku tak
mengerti sambil berusaha menggenggam jemari-
"Jahat kamu Di!" Sentaknya setelah bisa berdiri nya, berusaha tetap merayu.
sempurna. "Hiks... hiks... hiks... hiks..." Ana berlari Ana sedikit memundurkan tubuh-nya dan berusaha
sambil menangis meninggalkan-ku. Dia naik ke menepis tanan-ku. "Sudah Di, tolong jangan
lantai atas rumah-nya dan mengunci diri di kamar- pegang-pegang." Kata-nya sambil menampik
nya. tangan-ku yang berusaha menggenggam jemari-
nya.
Secepat kilat aku menyusul dan berusaha meminta "Kenapa An?"
maaf. "An... Ana. Maafin ya An, barusan ndak "Selama ini aku selalu berharap kamu akan tulus
sengaja sayang. Sayang bukain pintunya dong." mencintai-ku. Apa-pun aku lakukan untuk itu. Tapi
Dari balik pintu kamar-nya aku mencoba merayu kenyataan-nya kamu nggak pernah bisa. Hati-mu
untuk meredam kemarahan-nya. tetap milik Ega, dan aku tetap hanya sebagai
pelarian-mu."
Terdengar dari luar -walau samar- suara isak tangis "Tapi An, itu nggak mungkin An, Ega itu adik-ku."
Ana. "Hiks... hiks... hiks... Kamu jahat Di... Kamu "Hati-mu menyayangi dia lebih dari sekedar
jahat!" Kata-nya di sela-sela isak tangis-nya. saudara Di. Hati-mu selalu untuk-nya walau dia
"Selama ini kamu memang nggak pernah benar- selama ini sudah bersikap jahat kepadamu.
benar sayang sama aku. Kamu memang benar- Kembalilah, kembali ke Ega. Dia sangat
benar jahat Di. Kamu jahat! Kamu jahaaat...!" membutuhkan-mu sekarang, dan biarkan aku
Teriak Ana histeris. sendiri. Aku memang tidak pernah berada di
hatimu, aku hanya-pelarianmu."
"Kamu ngomong apa sih An? Aku kan pacar kamu.
Aku cinta sama kamu An, aku sayang." Dari balik Selesai menumpahkan apa yang selama ini
pintu aku masih terus mencoba merayu. mungkin menjadi uneg-uneg nya, Ana langsung
kembali menutup pintu kamarnya dan tak
Aku tak pernah menyangka Ana akan berkata memperdulikan-ku lagi.
seperti itu. Tak pernah ku duga juga kalau Ana bisa
merasakan yang sebenarnya. Rasa yang hanya Aku hanya bisa tertunduk diam berdiri di balik
separuh ini ternyata mampu di tafsirkan-nya pintu kamar-nya. Aku merasa bersalah, tapi aku tak
dengan sempurna entah sejak kapan. bisa berbuat apa-apa. Aku tak bisa beralibi maupun
membela diri karena semua yang di katakan-nya
Sesaat tak terdengar lagi suara-nya. Yang terdengar adalah nyata. Itulah rasa-ku sebenarnya, itulah aku
tinggal hanya isak tangis-nya walau samar. "An... kenyataan-nya.
Putus-asa, dengan langkah gontai aku berjalan "Pardi, ada yang mau kami bicarakan dengan kamu
menuruni tangga. Ku tinggalakan rumah Ana dan ngger." Kata Eyang Kakung sambil mengusap
kembali menjenguk Ega di rumah sakit dengan pelan bahuku dan mengambil duduk di samping-ku
rasa hati yang tak menentu. di ikuti Ndoro Kakung dan Ndoro Pakdhe.

***** Sepersekian detik aku berusaha berdiri untuk


Setiba di rumah sakit, di kamar Non Ega memberikan penghormatan kepada beliau bertiga,
berkumpul semua trah Noyolesono. Semua ada di tapi tangan renta Eyang Kakung menahan-ku.
situ mulai dari Eyang Kakung sampai Budhe Hana. "Sudah ngger, duduk aja." Cegah Eyang Kakung.
Sepertinya ada sesuatu yang membuat mereka
berkumpul semua di sini hari ini. "Enggih Eyang." Jawab-ku sopan sambil
memanggutkan kepala menghaturkan hormat.
Sejenak aku ragu untuk meneruskan langkah-ku. "Maaf Eyang, ada apa ya?" Tanya-ku berpura-pura
Aku berhenti berdiri di balik pintu dan menguping tidak tau maksud dan tujuan beliau bertiga. Padahal
apa yang sedang mereka bicarakan di dalam. Sayup aku yakin, maksud dan tujuan beliau bertiga ini
aku mendengar, "Mbok yo ojo koyo ngono to ndok. pasti akan membicarakan mengenai keinginan Non
(Mbok ya jangan seperti itu to ndok.)" Kata Eyang Ega untuk di nikah-kan dengan-ku.
Kakung penuh wibawa. Entah apa maksud dari
perkataan beliau itu. Sesaat suasana hening, sampai Ndoro Kakung
memecahkan-nya. "Di, kami terpaksa menikahkan
"Iyo ndok cah ayu... Mbok yo ojo nganeh-nganehi kamu dengan Ega." Kata Ndoro Kakung langsung
to ngger. Wis to, ojo mikir sing aneh-aneh disek. menjurus ke inti tanpa intro.
Mendingan saiki awakmu istirahat disek gen ndang Selesai berbicara beliau mengeluarkan sebungkus
mari. (Iya ndok cah ayu... Mbok ya jangan aneh- rokok kretek, mengambil-nya sebatang,
aneh to nak. Mendingan sekadang kamu istirahat menyalakan-nya, dan menghisap-nya dalam-dalam,
dulu biar cepat sembuh.)" Terdengar suara parau seperti sedang berusaha sedikit mengurangi
nan renta Eyang Putri menambahi. kegelisahan-nya. Kegelisahan seorang ayah yang
harus menikahkan kedua anak-nya. Sebuah
Sudah menjadi adat tabiat kebiasaan-nya, Non Ega pernikahan yang tabu untuk di lakukan. "Kami
selalu membantah dan memaksakan kehendak hati- harap kamu mau menerimanya Di." Sambung
nya. Cukup lama aku menguping pembicaraan Ndoro Pakdhe.
mereka dari tempat ku berdiri, sampai akhirnya aku
mengetahui kemana arah pembicaraan mereka. "Iya ngger, Ega memaksa minta di nikah-kan
dengan kamu, dan kami terpaksa menyetujui-nya.
Dan betapa terkejut-nya aku begitu mengetahui apa Kami terpaksa menyetujui karena melihat keadaan
yang sedang mereka bicarakan. "Pokok-nya Ega Ega, dan kami harap kamu juga mau menerima-nya
mau menikah dengan Pardi. Ngaak ada tapi-tapian, ngger." Kata Eyang Kakung menambahi dan
karena ini mungkin permintaan terakhir Ega." Kata memperjelas
Non Ega memaksakan keinginan-nya.
Aku tak tau harus bagaimana atau berkata apa. Aku
***** hanya bisa diam membisu tanpa mampu memberi
jawaban. Haruskan aku menikahi Ega, adik-ku
Malam sudah lumayan larut saat Ndoro Kakung, sebapak? Haruskan norma kepatutan susila ini
Eyang Kakung, dan Ndoro Pakdhe menghampiri- kami langgar? Haruskah terjadi pernikahan sedarah
ku yang sedang duduk termenung sambil di keluarga ini, di keluarga priyayi yang sangat
menikmati sebatang rokok di taman rumah sakit. terhormat ini.
Pikiranku melayang melamun memikirkan apa ==========LBNC==========
yang tadi aku dengar dengan telingaku sendiri. Keesokan harinya, tanpa ada persiapan terlebih
Benak-ku sesak dengan keinginan Ega yang dahulu karena segala-nya serba terburu-buru,
memaksa untuk di nikah-kan dengan-ku. akhirnya aku di nikahkan dengan Non Ega, adik-ku.
"Mungkin-kah itu? Bukan-kah dia adik-ku. Bukan- Sebuah Prosesi pernikahan darurat tanpa sedikit-
kah ini tabu untuk di laksanakan? Suara debat pun ekspresi kegembiraan yang terpancar
hatiku sendiri. sebagaimana pernikahan pada umum-nya.
Pernikahan kami di langsungkan di rumah sakit, di Setelah di nyatakan sah oleh para saksi dan pak
kamar tempat Non Ega di rawat, dan dalam kondisi penghulu, aku kemudian menyematkan cincin
Non Ega yang terbaring lemah di atas tempat tidur. rumput -sesuai permintaan Non Ega- yang dulu
Selain dari keluarga Noyolesono, pernikahan kami pernah ku berikan kepada-nya. Dengan berhati-hati
itu juga di hadiri beberapa orang dokter yang aku menyematkan cincin rumput yang sudah
memang sudah mengenal dan di kenal keluarga ini, mengering itu di jari manis-nya, kemudian setelah
dan -ini yang mengejutkan ku- kedua orangtua Ana, itu dia mencium tangan-ku sebagai tanda bakti
Pak Bambang dan Bu Ratri. Entah bagaimana seorang istri kepada suami-nya.
mereka bisa tiba-tiba saja hadir di sini, di
pernikahan-ku. Sebuah prosesi pernikahan yang singkat. Dalam
waktu kurang dari lima menit, aku sudah sah
Jam menunjuk-kan pukul 10 pagi dan aku sudah berstatus suami dari Raden Ayu Gayatri
bersiap dengan berdandan rapi sebagaimana Noyolesono, yang notabene-nya juga adik-ku
layaknya calon mempelai pria. Mengenakan sebapak.
kemeja putih dan berpeci, aku -katanya- terlihat
tampan walau sebenar-nya pada kenyataan-nya Seperti sudah di koreo sebelum-nya, selesai prosesi
hati-ku gamang. penyematan cincin rumput di jari manis Non Ega,
semua yang hadir langsung berebut menyalami dan
Sementara itu, Non Ega yang mengenakan kebaya mengucapkan selamat kepada kami. Sementara
lengkap terlihat cantik sekali. Sesaat terlihat kalau Ndoro Putri langsung menghambur memeluk dan
semangat hidup-nya kembali. Wajah pucat-nya menghujani Non Ega dengan ciuman. Pipi kanan,
sedikit berhias semu merona merah cerah dengan kiri, dan kening berulang-ulang seakan-akan
sungging senyum bahagia walau dia tergolek sebuah pertanda bahwa itu adalah ciuman terakhir
lemah tak berdaya. beliau.

Aku duduk pinggir ranjang di samping Non Ega. *****


Pak penghulu yang mengambil duduk di samping
kami-pun sudah siap untuk menikah-kan. "Saya Malam harinya yang merupakan malam pertama
nikahkan anak kami, Gayatri Noyolesono binti kami, Non Ega meminta semua orang tanpa
Raden Mas Haryo Seto Noyolesono dengan terkecuali untuk meninggalkan kami berdua.
Supardi bin pulan, dengan mas kawin seperangkat "Bapak, Ibuk, dan semuanya. Tolong tinggalkan
alat sholat di bayar tunai." Kata pak penghulu kami berdua malam ini, dan mohon jangan di
mengucapkan ijab-kobul sambil menjabat tanganku. ganggu." Kata Non Ega.

Dalam ijab kabul itu aku masih menyandang status Tanpa ada yang membantah, semua orang
bin pulan. Tak tersemat di belakang namaku walau kemudian keluar satu persatu memenuhi
aku berhak, nama "bin Haryo Seto Noyolesono" permintaan Non Ega itu. Dengan teratur mereka
seperti seharus-nya di karenakan untuk menutupi melangkah keluar di iringi linangan tetes air mata
aib yang sedang terjadi ini. dari sudut bening mata mereka masing-masing.
"Titip Ega ya Nger" Kata Eyang Kakung sambil
Dengan lancar walau di bumbui sedikit ragu, "Saya mengusap pundak-ku sebelum melangkah keluar.
terima nikah dan kawin-nya, saudari Gayatri
Noyolesono binti Raden Mas Seto Noyolesono, "Kamu baik-baik ya ndok ya." Pesan Ndoro Putri
dengan mas kawin yang tersebut di atas di bayar dengan berlinangan air mata kemudian menyusul
tunai." Jawab ijab kabul-ku singkat, padat, dan Eyang Kakung keluar.
jelas.
"Iya buk, tenang aja. Kan ada mas Pardi, suami
"Bagai mana saudara-saudara, sah?" Tanya pak Ega." Jawab Ega lemah.
penghulu kepada saksi-saksi yang hadir.
Ndoro Kakung yang sedari tadi hanya duduk diam
"Sah..." Jawab mereka kompak serempak perlahan berdiri dan mendekati ku. "Jaga baik-baik
bersamaaan. Ega ya Di. Bapak titip Ega sama kamu ngger."
Kata Ndoro Kakung sambil memeluk pundak-ku
dan meremas jemari Non Ega. Inilah pertama kali- gerimis yang semakin mendukung dan
nya aku merasa beliau menempatkan diri-nya meromantis-kan suasana.
sebagai bapak bagiku.
Terkutuk-lah aku akan semua yang sedang terjadi.
Sepeninggal beliau semua, sekarang hanya tinggal Tuhan penguasa semesta, neraka, dan segala isi-
aku dan Ega berdua saja di kamar ini. "Mas... kunci nya. Penghuni syurga, roh, iblis, setan dan sejenis-
pintu-nya ya." Kata Ega. Tanpa sepatah kata, aku nya. Sekarang aku lebih hina dari sang penghuni
langsung menuruti perintah-nya untuk menutup neraka. Terkutuk-lah aku dengan semua yang
dan mengunci pintu. Selesai itu, aku kemudian sedang terjadi.
kembali lagi duduk di tepi ranjang, di samping-nya.
================+++++++++===========
"Kenapa diam aja mas?" Tanya Non Ega sambil
menggenggam tangan-ku begitu aku duduk di
samping-nya.

Sejenak ku hela nafas dalam sebelum menjawab-


nya. "Aku bingung Ga." Jawabku singkat.

"Kenapa bingung mas?"

"Aku bingung Ga. Aku bingung kenapa kamu


minta di nikah-kan dengan-ku. Mengingat
bagaimana dulu kamu sebegitu membenciku, dan
lagi pula kenyataan-nya sekarang kita adalah
saudara sebapak, kenapa kamu malah memaksa
minta di nikah-kan dengan-ku."

"Karena aku mencintaimu mas, aku sayang kamu.


Aku ingin meminta maaf atas kelakuan-ku yang
sudah sangat jahat kepada mas. Aku ingin
membayar-nya dengan mengabdi kepada mas
sebagai seorang istri, walau mungkin waktu-ku
ndak banyak mas. Di samping itu, aku memang
sebenarnya sangat mencintai-mu mas di balik sikap
jahat-ku selama ini. Mas ingat...? Dulu waktu kita
masih kecil, aku pernah bilang, nanti kalau sudah
gede aku mau jadi nyonya Soepardi. Dan sekarang-
lah kenyataan-nya, sekarang aku sudah menjadi
nyonya Soepardi seperti mimpi masa kecil-ku. Aku
bahagia sekali mas, bahagiaaa banget." Jawab Ega
sambil semakin mengeratkan genggaman-nya.

Tak terlihat sedikit-pun rona kepalsuan dari


perkataan-nya. Semua terlihat begitu jujur, apa
adanya dan meyakin-kan. Tergurat jelas kelegaan
dan kebahagiaan yang mendalam di wajah-nya
setelah mengutarakan-nya.

Seperti turut mengamini, alam dan cuaca seolah


ikut merestui. Angin sejuk berhembus,
gemerisiknya meniup dedaunan begitu indah
bagaikan semfoni. Langit yang semula cerah,
seketika berubah mendung dan meneteskan rintik
Chapter XVII naik opo mas. Ini Kan malam pertama kita mas."
MALAM PERTAMA DAN DOSA Kata-nya yakin sambil masih berusaha menarik
lengan-ku.

Berjuta, milyaran, bahkan mungkin trilyunan rasa, "Deg..." Mendengar kalimat itu -malam pertama-
sesak tak menentu bertumpuk menjadi satu mendadak jantungku berdegub semakin kencang.
memenuhi seluruh ruang hati, khayal, akal, angan, Aku tak tau harus beralibi apa lagi. "Ya Tuhan...
ego, jiwa, dan pemikiran. Aku bagai tak mampu please, tolong, jangan. Aku ndak bisa ya Tuhan."
menguasai perasaan hati dan emosiku sendiri. Raga Doa-ku kepada Tuhan Yang Maha Agung agar
dan jiwaku seakan terpisah jauh antara jarak, ruang, kenistaan itu tak sampai terjadi.
dan waktu yang membentang begitu luas-nya.
"Mas... ayo dong mas."
Bagaimana hariku selanjut-nya, segala-nya terasa "Mau ngapain Ga?"
buram dalam gambaran bayang khayal-ku.
Kejadian tak terduga dan mengejut-kan yang "Ayo dong mas, ini kan malam pertama kita. Kok
datang berurutan silih berganti ternyata telah mas masih nanya mau ngapain sih?"
mampu mengoyah-kan sisi kewarasan batin-ku.
Semakin bingun dengan keadaan, sedetik
Aku yang terlahir dalam nista dan tumbuh dalam kemudian aku seperti hilang kesadaran. Akal sehat-
hina, seharus-nya tak terpengaruh dengan semua ku perlahan hilang total. "Emmh... Aku ndak bisa
ini. Seharus-nya aku sudah kebal dari yang nama- Ga. Kita ndak bisa." Kataku ragu menolak begitu
nya intrik dan derita. Tapi pada kenyataan-nya aku bisa memenangkan kembali kewarasan-ku.
tak mampu bertahan dari semua itu. Segala
pengalaman dan tempaan pahit hidup yang aku Perlahan terlihat tetes butiran bening titik air mata
jalani selama ini seakan belum mampu mengatasi- dari sudut-sudut mata Ega yang sayu. "Hiks...
nya. Hampir aku menjadi manusia cengeng yang kenapa ndak bisa mas? Kenapa ndak bisa, Ega kan
tak sanggup menerima, hampir saja air mata-ku istri kamu. Bojo-mu mas... Bojo-mu." Kesedihan-
menetes. nya terasa begitu dalam karena penolakanku itu.
Bersama kata yang mempertegas status-nya, jemari
"Mas... kok malah nglamun sih? Ayo sini, naik lemahnya pelan mengusap bulir tetesan air mata di
sini." Sekejap lamunan-ku buyar dengan suara pipi-nya yang pucat.
rengekan manja Ega.
Hatiku perih, jiwaku terluka tak kuasa
"O-oh. Mmm... nggak lah, aku di sini wae lah yo." menyaksikan tetes air mata itu, "Ga... tolong kamu
Dengan halus ku tolak permintaan istri-ku itu. Ku ngerti Ga. Kamu itu adik-ku Ga. Lagi-pula kamu
genggam lembut jemari-nya untuk menutupi kan lagi sakit." Kata-ku halus berusaha membujuk
kegalauan hati yang sedang ku rasa, dan sekedar sambil ku belai lembut pipi-nya, ku usap air mata-
untuk menghibur-nya. nya.

Bukan Ega namanya kalau menyerah begitu saja "Mas... aku ini istrimu, aku istrimu. hiks... hiks..."
tanpa melakukan pemaksaan kehendak. "Ayo dong Tangis Ega semakin. "Tolong jangan hinakan aku
mas, masa iya mas di situ. Ini-kan malam pertama di hadapan Tuhan, izinkan aku menunaikan kodrat-
kita mas." Kata-nya sekali lagi. Jemari lemah-nya ku" Ega semakin berapi sampai terlupa dengan
menggapai lengan-ku dan berusaha menarik-ku fisik-nya yang lemah tak berdaya.
naik ke atas ranjang-nya.
Aku tak tau lagi harus menjawab apa. Sungguh gila
"Ssst....udah Ga, jangan memaksakan diri, kamu- kamu Ga. Tidak, ini tidak benar. Ini dosa, sungguh
kan masih lemah." Dengan lembut ku tampik ini dosa besar. Jerit hati-ku memberontak. "Udah
gapaian tangan-nya. Ku tempelkan jari telunjuk-ku ya Ga, kamu kan lagi sakit. kamu pulihin dulu
di bibir-nya berusaha memaksa-nya diam. kesehatan kamu, baru setelah itu baru kita
lakukan." Ku coba membujuk-nya dengan janji.
Sekali lagi, bukan Gayatri Noyolesono nama-nya
kalau begitu saja mudah untuk di bujuk rayu. "Mas, Tak termakan dengan bujuk dan janjiku, dengan
bersusah payah Ega berusaha bangkit dari tidurnya. berganti. Di antara nyata dan tidak nyata, seraut
Selang infus yang mengganggu gerak tubuhnya wajah akrab terbayang di wajah-nya. Seraut wajah
Ega cabut begitu saja. "Ga... jangan Ga. Kok di cantik nan ceria dari seorang Ana.
lepas sih?" Kataku berusaha mencegah.
Entah kenapa tiba-tiba saja bayangan-nya hadir
Ega tak memperdulikan cegahan-ku, dia tetap dalam senyuman Ega. Terasa desiran aneh di
mencoba bangkit dan bersandar di tembok kamar. hatiku saat secara silih berganti seraut senyum Ega
Sementara tak sanggup berbuat apa-apa. Aku berubah menjadi Ana, berubah lagi ke Ega,
hanya bisa menyaksikan dalam diam, tertegun, dan kembali lagi menjadi Ana, dan begitu seterus-nya
mematung. Samar terlahir keharuan menyaksikan dalam tempo yang secepat kilat.
kegigihan usaha-nya. Keterbatasan fisik ternyata
tak mampu mengekang semangat dan kekerasan Entah kenapa, apa karena bayangan Ana, atau
jiwa-nya. mungkin berlandaskan iba, aku tak tau. Raga ini
bagai benar-benar sudah terpisah dari nurani.
"Mas, aku sudah sehat mas. Lihat, ini aku sudah Perlahan jemariku mulai menyentuh wajah-nya. Ku
sembuh." Katanya setelah mampu menyandarkan usap lembut sayu pipinya dan kubelai mesra indah
tubuh-nya. Dengan bersusah payah Ega berusaha bibirnya. "Haruskah seperti ini Ga?" Tanyaku
mempertahan-kan posisi-nya. Dia mengambil dalam perasahan hati yang tak menentu.
bantal dan menggunakan-nya sebagai tumpuan
penahan tubuh lemah-nya. Ega berusaha bersikap Ega tak menjawab, dia hanya memandangku lekat
seolah-olah dia tidak sedang sakit. dengan sorot tatap yang mampu meleburkan tulang
belulangku. Pandangan-nya begitu tajam, seakan
Kembali aku hanya bisa diam membisu. Aku tak tak mengizinkan aku hilang dari tatapan-nya walau
tau lagi harus bagaimana dan berbuat apa, otak-ku hanya sekejap mata.
sudah buntu, akal sehat-ku sudah membatu. "Mas,
Ega mohon Mas. Ega mohooon..." Linangan air Gila, entah bagaimana dan siapa yang memulai,
mata semakin deras menetes menganak sungai di akhirnya kami sudah terlibat dalam percumbuan.
pipi-nya yang pucat. Perpagutan cumbua itu lambat laun semakin
memanas. Ku rengkuh tubuh-nya masuk dalam
Entah kenapa, kewarasan-ku seperti benar-benar dekapan-ku dan jemariku mulai merayap turun
sudah sirna. Perlahan aku menyusul ke ranjang dan melewati leher jenjang-nya dan berakhir hinggap di
bersandar di tembok di sampingnya. Ku pandangi sepayang payudara-nya. Dari balik pakaian yang di
lekat raga itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. kenakan-nya, jariku mulai beraksi mengusap dan
Sempurna. Batin-ku mengagumi tak bisa di meremas sepasang payudara indah yang tergantung
bohongi. Tak bisa ku ingkari, raga itu begitu sempurna di dadanya.
sempurna. Keindahan-nya terpatri kuat sampai di
dasar sanubari. Stop! Ini salah, ini tidak benar. Tapi apa daya, mau
sekeras apa-pun jiwaku berontak berteriak, tapi
Wajah-nya. Walau sekarang keriput pucat pasih raga-ku tak mampu bertindak. Raga ini benar-
tanpa cahaya, tapi masih tersisa bekas kecantikan benar sudah bercerai dari jiwa-ku. Seharusnya
sejati di sana. Kecantikan alami seorang putri semudah membalik telapak tangan bagiku untuk
priyayi yang tetap lestari tak termakan penyakit menghentikan ini semua. Tapi entah kenapa aku
yang menggerogoti. Garis keidahan bak mahadewi tak sanggup melakukan-nya.
sejati yang menjelma turun ke bumi.
Gila, mungkin aku memang sudah gila. Perlahan
Tubuh-nya. Segala puja-puji dan selaksa sanjungan aku mulai menikmati-nya, menikmati terperosok
tak mampu melukiskan-nya. Milyaran keindahan dalam nista. Nafsuku juga sudah mulai mendidih
bunga-bunga syurgawi tak mampu menandingi menghanguskan norma-norma etika yang seharus-
kemolekan dan keindahan tubuh sang putri. Lekuk nya. Permainan jemariku di kedua payudara-nya
indah-nya tetap abadi walau kini kurus kering mulai jujur, beralaskan nafsu. Putus sudah tali
terbungkus kulit keriput dan hampir mati. ikatan persudaraan yang seharus-nya begitu murni.
Saat pandanganku kembali menatap raut wajahnya, Ikatan yang seharus-nya tak ternoda oleh nafsu
entah kenapa seraut wajah pucat itu tiba-tiba duniawi.
Masih berada dalam pelukan dan pagutan-ku, dalam sebuah ikatan tabu. Segala akal, norma, dan
perlahan tubuh lemah itu ku rebah-kan di ranjang. etika sudah terbunuh mati karena-nya.
Cumbuan demi cumbuan bertubi tubi silih berganti
seakan tak mau berhenti meski menjelang pagi. Tanganku perlahan bergerak turun menggapai
celana yang di kenakan-nya. Selaras dan faham
Sedetik kemudian ku hentikan sejenak cumbuan-ku. dengan maksud-ku, dengan bersusah payah Ega
Ku usap wajah pucat-nya dan ku belai lembut berusaha mengangkat pinggul-nya, membantu
hitam rambut-nya yang kini hanya tinggal beberapa mempermudah jalan-ku merenggut pertahanan
helai. Tatap matanya tak pernah lepas dari-ku dan terakhir kehormatan-nya. Berkat bantuan-nya,
menyiratkan pengharapan yang begitu dalam. dalam satu tarikan, dengan mudah dua helai
penutup kehormatan-nya ku renggut lepas.
"Mas..." Katanya pelan sambil dengan tatap
memohon mengiba. Bersama terenggut-nya dua helai kain penutup
terakhir aurat-nya itu, Ega menghentikan
Ku pandangi sejenak wajah-nya, ku adu sorot tatap percumbuan pagutan kami. Tangan-nya
mata-nya. "Harus-kah kita melakukan ini Ga?" mengangkat wajah-ku dan langsung mencecar-nya
Jujur tanpa kepalsuan dan penuh pengharapan, Ega dengan tatapan sayu yang sanggup membenamkan
mengangguk-kan kepala menyetujui-nya. nurani-ku. "Sekarang Mas." Katanya pelan
melenakan-ku.
Perlahan -walau hatiku menolak-, percumbuan
kami berlanjut lagi. Jemariku kembali mulai Stop! Tidak... ini salah, ini tidak benar. Aku tidak
merayap menyusuri setiap inci lekuk tubuh-nya, boleh melakukan ini, ini dosa besar. Setitik jerit
dan jemariku mulai melucuti satu persatu kancing hatiku menolak. Tapi apa daya, ragaku benar-benar
baju-nya. Jemari lentiknya dengan gemetaran tak sejalan dengan nuraniku. Bahkan nafsu yang
membantu meloloskan satu persatu kancing seharus-nya lahir dari hati-pun kini sudah berhianat
bajunya. Dengan bersusah payah dia berusaha dan bersekutu dengan setan di ragaku.
sempurna untuk mempersembahkan tubuhnya
kepadaku, saudaranya, suaminya. Ku tanggal-kan satu demi satu kain penutup aurat-
ku. Perlahan ku atur posisi, ku sibak kedua paha-
Setelah lepas kancing terakhir baju-nya, nya dan ku tempatkan tubuhku di antara-nya. Mata
terpampang nyata di hadapanku keindahan sejati Ega kembali berkaca-kaca mengisyarat-kan
tubuh sang bidadari. Kesempurnaan tiada keikhlasan dan keharuan rasa yang begitu dalam
bandingan berhiaskan sepasang payudara ranum di dari palung lubuk nurani-nya yang terdalam.
dadanya terbungkus Bra merah berendah yang
begitu sempurna dalam gambaran mata. Dengan Ega mengalungkan lengan-nya di leherku.
masih membenamkan pagutan, jemariku mulai Jemarinya -walau pelan- mengusap rambut-ku
menjamah tubuh itu. Setiap inci keindahan-nya tak penuh dengan rasa sayang yang jujur. Di tarik-nya
luput sedikitpun dari jamahan-ku. tubuhku jatuh terbenam dalam pelukan-nya.
Pelukanya begitu erat seakan ingin mematahkan
"Mmmmh..." Pelan desahan mulai keluar dari seluruh tulang belulang-ku. Seakan ingin
mulut-nya. Geliat tubuh-nya menyambut cumbuan- menyatukan tubuh-ku dengan raga-nya. Seakan tak
ku mulai menggila. Kelemahan jasmani seakan rela untuk melelaskan-ku bebas.
ternafikan oleh kedahsyatan nafsu yang
menggelora. Aku tak merasakan lagi bahwa saat ini Perlahan pinggul kami mulai bergerak, bergoyang,
dia sedang terbujur sakit, sedang sekarat di mengayun berusaha menemukan jalan-nya. Buah
penghujung usia. kerja sama kami, akhirnya palung itu ku temukan
juga. Dengan pongah-nya, atribut kejantanan-ku
Suhu tubuh kami mulai panas terbakar birahi. mulai merangsek masuk dan merenggut kesucian
Cuaca di luar sana yang dingin dan sunyi sepi sang selaput dara. "eeeemmh..." Lengguhan
dengan lirih suasana hembusan angin dan rintik setengah tertahan dan dengan kening tekrenyit Ega
hujan terasa sempurna. Suasana terasa begitu berusaha menahan perih mengiris yang terlahir
romantis dan sempurna hingga sanggup melenakan karena-nya.
dua orang anak manusia yang memancu nafsu
Bersamaan dengan akhir usia sang selaput dara, kejayaan-nya. Hampir tak terdengar lengguhan liar
Ega kembali meneteskan setitik air mata haru. yang keluar dari mulut kami, segala-nya tertahan di
Sementara aku, entah apa yang aku rasa. Semua- hati, berjalan penuh dengan kesopanan.
nya terasa bercampur aduk menjadi satu sehingga
sulit untuk di kecap satu persatu. Suatu Dingin-nya malam yang berselimut kabut dan
percampuran rasa yang belum ada namanya - bermandikan rintik gerimis seakan tak berlaku lagi.
mungkin- di dunia ini. Walau pelan penuh penghayatan, perlahan titik-
titik keringat mulai lahir keluar dari pori pori tubuh
Bersamaan dengan putus-nya norma etika, samar - kami. Suhu tubuh kami memanas padahal cuaca
dari luar sama- terdengar suara renta normal sedang dingin mencekat.
mengidungkan sebuah tembang yang menyayat
hati. Dari sayup suaranya yang berkejaran dengan Ini salah, ini semua tak seharus-nya terjadi. Dalam
rintik gerimis, aku hafal betul dengan suara itu. kungkungan seperti ini, setitik nurani masih belum
Suara itu suara renta Mbah Sinem yang sedang letih untuk mengingatkan. Walau pelan tanpa daya,
mengidungkan lagu beraroma mistis yang dia tetap berusaha menyampaikan kebenaran walau
terdengar sangat menyayat hati. sudah ternafikan.
Oh Tuhan yang maha pemurah lagi maha
Aku masih ingat betul -walau tidak hafal dan penyayang
mengerti kalimatnya-, dari alunan nada-nya, lagu Ampunilah kami atas semua yang telah terjadi
itu adalah lagu yang sama yang sayup pernah aku Kodrat kami hanyalah hamba yang tunduk akan
dengar setelah aku bermimpi antara nyata dan tak kuasa-Mu
nyata bertemu dengan Mbah Sinem kala itu. Segala-nya tak bisa lepas dari garis keagungan-
Bagaimana bisa Mbah Sinem ada di sini. Tanya Mu
batin heran.
Tuhan yang maha pemurah lagi maha penyayang
Sontak bulu kuduk-ku berdiri dengan terdengarnya Hanya kepada-Mu aku meminta dan memohon
kidungan lagu mistis dari Mbah Sinem itu. Tapi, Hanya kepada-mu ku pasrahkan hidup ini
lagi lagi tubuh-ku tak sefahan dengan jiwaku. Dalam takdir-mu kami jalani perjalanan kisah ini
Kegagahan kejantanan-ku tetap perkasa walau
dalam hati merinding ngeri kerena-nya. Atribut Ya Tuhan yang maha pemurah lagi maha
kejantanan-ku tetap gagah menjajah palung penyayang
syurgawi Ega. Ampunilah kami akan dosa malam ini
Sungguh kami hanyalah hambamu
"Mas?" Aku tersadar-kan dengan suara Ega yang Yang hanya mampu bersimpuh dan memohon
kini telah damai berada dalam dekapan-ku. Ku kepada-Mu
pandang dengan seksama raut wajah-nya, tak
sedikit-pun ku temui perubahan di sana. Ega masih Pandanganku tak pernah lepas dari wajahnya.
terseyum ayu dengan wajah sayu menikmati ini Tetes air mata haru mulai kembali menetes dari
semua. sudut mata-nya. Sementara aku, yang dulu pernah
bersumpah mengharamkan air mata menetes dari
Segala-nya mulai berjalan dengan alami, bergerak mata-ku, akhirnya tak mampu lagi menepati
teratur dalam simfoni. Aroma romantis terasa sumpah. Mataku mulai berkaca-kaca dan satu demi
kental dalam kidung mistis dan penuh dengan satu tetesan-nya mulai mengalir turun.
penghayatan yang dalam. Tak ada ketergesa-
gesaan atau keliaran binatang sebagaimana umum- "Terima kasih mas." Dengan lembut Ega
nya. Segala-nya berjalan indah sehingga mampu mengusap air mata yang menetes di pipi-ku dan
mencari tempat-nya yang abadi di lubuk hati. Di mendaratkan sebuah ciuman hangat di sana.
sana nanti selama-nya memori ini akan tersimpan
dan terkenang sampai mati. *****

Masih dengan posisi semula, pinggul kami terus


bergerak berayun senada dan seirama Semalaman aku tak bisa memejamkan mata. Aku
mengantarkan sang birahi menuju puncak memikirkan rasa yang aku tak tau rasa apa itu
sebenarnya. Bukan hanya itu saja, aku juga
penasaran dengan sayup suara Mbah Sinem yang "Jegluaaaar...." Tubuhku berat, seisi jagat raya
aku dengar semalam. seakan runtuh menimpaku. Semalam, semalam
masih aku dengar suaranya di sini. Semalam masih
Sayup suara nyanyian berlirik mistis itu seakan ku dengar beliau mengidungkan lagu yang
hanya aku yang mendengar. Perasaan-ku terasa beraroma mistis, lagu yang mengosongkan jiwaku.
hampa dan kosong mendengar-nya. Aku merasa
sendiri dan kehilangan mendengar alunan nada-nya. Misteri apa lagi ini? Semoga tuhan mengampuni
dosa dosa beliau dan menerima beliau di sisi-nya.
Ada apa, dan apa hubungan Mbah Sinem Amin.
denganku? Pertanyaan itu semakin kuat mengusik
kepenasaranku. ============+++++++================

Semalam juga aku selalu memegang jemari Ega.


Jemari itu aku rasa semakin dingin. Raga-nya
seakan kosong terbaring damai dalam lelap.
Sedetik-pun aku tak ingin melepaskan
genggamanku. Aku takut aku akan kehilangan-nya
seandainya genggamanku terlepas.

"cekriiiek...."

Pintu kamar sedikit terbuka. Terlihat di antara


sedikit celahnya yang terbuka Ndoro Putri
mengintip. Terlihat jelas tetesan air mata tangis di
wajahnya. Ekspresi beliau kabur antara haru dan
sedih bercampur menjadi satu.

Mengetahui kehadiran Ndoro Putri, aku yang


duduk di pinggiran ranjang perlahan turun dan
menghampiri beliau. Ku raih tangan beliau, ku
jabat dan ku cium hormat. "ibuk." Kata-ku. Sontak
belau terisak. Di rengkuh-nya tubuhku, di
benamkan aku dalam pelukan-nya yang erat dan
hangat. Pelukan seorang ibu yang begitu
menyayangi anak-nya.

Lepas dari pelukan Ndoro Putri, aku kemudian


menjabat dan mencium tangan Ndoro Kakung.
"Bapak." Kataku. Penuh sayang beliau mengusap
punggung-ku yang sedang tertunduk mencium
tangan-nya.

Selesai aku mencium tangan-nya, beliau


mengangkat bahuku, memeluk-ku erat dan
membisik di telingaku. "Mbah Sinem Ngger."
Bisik beliau.

Dada-ku bergemuruh, firasatku mengatakan salah.


Aku merasakan sesuatu dari bisikan itu. "Mbah
Sinem kenapa pak."

"Mbah Sinem ninggal ngger, semalam."


Chapter XVIII "Mboten Pak, matur sembah suwun." Dengan
KISAH MASA LALU sopan aku tolak tawaran roko dari beliau itu.

Bersama kematian-nya seketika dunia terasa "Huuufs..." Beliau menghembuskan asap rokok
hampa. Seakan harapan akan titik terang jati diri dengan kuat. "Baiklah ngger, ndak usah kamu
ini ikut mati dan terkubur bersama-nya. Misteri cerita, bapak tau apa yang kamu alami selama ini."
keterkaitan-nya selama ini sekarang tak akan Sejenak terlihat Ndoro Kakung seperti
terjawab sudah. Semua telah damai terkubur dalam menimbang-nimbang sesuatu. "Mungkin sekarang
pusara-nya. waktu yang tepat, Bapak akan menceritakan semua
kepadamu, tentang kamu, tentang Ibumu, dan juga
Entah kenapa, sedetik setelah bisikan berita sedih tentang Mbah Sinem." Lanjut Ndoro Kakung.
kematian itu, kakiku terasa ingin berlari. Tapi,
belum genap satu langkah kakiku melangkah, Sejenak Beliau menerawang. Pandangan-nya
Ndoro Kakung menggenggam lenganku, kosong jauh menatap awang-awang, seolah
menghentikan-ku. "Mau kemana kamu ngger?" menyibak apa yang pernah tersimpan di sana.
Kata Ndoro Kakung. Kembali Ndoro Kakung menghisap rokok-nya
dalam-dalam sebelum mulai bercerita.
"Pardi mau ke tempat Mbah Sinem Pak." Jawabku "Dulu, sekitar dua puluh tahun yang lalu....."
sambil masih berusaha berlari. ==========LBNC==========

Ndoro Kakung samakin kencang menggenggam Dua puluh tahun yang lalu terjadi sebuah huru-hara
menahanku beranjak berlari. "Sssst... sudah ngger, besar di dalam keluarga priyayi Noyolesono.
ndak ada gunane kamu kesana. Mau apa kamu Seorang putra bungsu dari keluarga priyayi itu
kesana?" Tanya beliau. telah melakukan sebuah kesalahan besar yang
teramat fatal bagi kelanjutan martabat keluarga.
Sejenak aku menunduk diam. Aku tak bisa
menjawab apa yang akan aku cari di sana, di "Kamu ini sudah mencoreng nama besar keluarga
pusara-nya, karena aku sendiri juga tidak tau apa ini!" Penuh emosi Kanjeng Raden Soeroso
yang akan aku cari. Aku juga tidak bisa Noyolesono murka kepada anak bungsunya, Raden
menceritakan kehadiran kehadiran-nya dalam Seto.
mimpiku selama ini kepada Ndoro Kakung.
"Tapi Romo, Seto cinta sama Sulasmi." Raden
Ndoro Kakung kemudian menuntun dan mengajak- Seto berusaha beradu argumen dengan Ayahanda-
ku duduk di kursi kayu yang terdapat di depan nya yang sedang murka.
kamar Non Ega. "Kenapa ngger? Coba kamu cerita
ke bapak. Siapa tau bapak Bapak bisa membantu." "Jgluuuar..!!!" Kanjeng Raden Soeroso
Dengan penuh kasih beliau berusaha menempatkan Noyolesono menghajar meja kayu di hadapan-nya
diri sebagai seorang Ayah dalam artian sesungguh- untuk menumpahkan segala amarah-nya. "Pokok-
nya kepadaku. nya Romo ndak mau tau. Kamu harus
meninggalkan Sulasmi dan menikah dengan Raden
Dengan hangat dan lembut beliau mengusap Hartati."
punggung-ku sementara aku hanya tertunduk diam.
Tak ada sepatah kata yang keluar dari bibirku. "Tapi Romo... Sekarang Sulasmi tengah menga...."
Hanya gelengan kepala sebagai isyarat jawaban
pertanyaan beliau. "Uwis! Kamu jangan membantah Romo!" Dengan
kalimat terakhir dari Romo-nya, Raden Seto tak
"Heeem..." Sejenak beliau mengehela nafas dalam. berani lagi membantah. Tatapan tajam penuh
Kemudian beliau mengambil sebungkus rokok dari kemarahan dari Romo-nya itu telah membunuh
kantong saku-nya, mengambilnya sebatang dan setitik tekat dan keberanian yang sedikit demi
menyalakan-nya. "Rokok ngger." Beliau tidak lupa sedikit dia pupuk untuk mempertahankan cintanya.
juga menawarkan rokok itu kepadaku.
"Pernikahan kamu dengan Raden Hartati sudah
Romo atur dari jauh-jauh hari. Dulu Romo-mu
sudah berjanji akan perjodohan ini dengan Raden Sulami selalu hadir. Bahkan di saat dia
Soemantri. Tolong kamu turuti Romo-mu ya ngger, menunaikan tugasnya sebagai seorang suami
jangan kamu coreng harga diri keluarga ini." kepada istrinya, bayangan Sulasmi dan anak yang
Dengan penuh wibawa dan welas asih Nyai Darsih ada di dalam kandungan-nya selalu datang
ikut bersuara. menghantui.

Suasana malam itu sungguh menegangkan. Beberapa kali sebenar-nya Raden Seto pernah
Pengakuan Raden Seto bahwa dia telah bertekat melawan, tapi Raden Seto tak pernah
menghamili seorang jelata dan menolak pejodohan mampu melakukan-nya. Dia terlalu pengecut untuk
dengan Raden Ayu Hartati telah mengusik memperjuangkan cinta-nya, memperjuangkan buah
kedamaian di keluarga ini. "Pokok-nya Romo ndak cinta-nya yang tumbuh dalam rahim Sulasmi.
mau tau! Kamu harus tetap menerima perjodohan
dengan Raden Hartati. Dan masalah Sulami, biar *****
Romo yang urus." Kata Kanjeng Raden Soeroso
sambil menghisap pipa rokok-nya. Sebulan kemudian setelah pernikahan Raden Seto
dan Raden Ayu Hartati di langsungkan. Malam itu
Setelah malam itu, Kanjeng Raden Soeroso jam sudah menunjuk-kan pukul sebelas malam.
berusaha mati-matian untuk menutupi aib yang Susana di luar begitu sunyi dengan hujan lebat
telah diperbuat anak-nya. Segala macam daya dan yang turun dari sore hari.
upaya -bahkan sampai yang menyimpang dari
norma agama- beliau lakukan demi Di saat semua orang hendak beranjak ke peraduan,
menyelamatkan harkat dan martabat keluarga. Dari tiba-tiba terdengar ketukan di pintu rumah keluarga
membujuk secara halus bahkan mengintimidasi priyayi itu. "tok... tok... tok... tok..." Ketukan itu
sekalipun. berulang berkali-kali sampai terdengar oleh
Kanjeng Raden Soeroso yang sudah hendak
Tanpa Kanjeng Raden Soeroso Noyolesono sadari, beranjak tidur.
segala usaha penyelamatan yang mengatas
namakan nama baik keluarga itu telah kelewat "Sopo sih bengi-bengi mbedayoh, jan ra nduwe
batas sampai begitu melukai hati dan perasaan toto kromo. (Siapa sih malam-malam bertamu,
keluarga Sulasmi, terlebih Sulasmi sendiri. Segala benar-benar nggak punya tata krama)" Raden
kutuk dan sumpah serapah meluncur dari suara hati Soeroso segera beranjak keluar dari kamar-nya dan
mereka walau tak ada dari mereka yang berani hendak melihat siapa yang datang. Hampir
menyuarakan-nya. Segala-nya hanya mereka bersamaan, Raden Seto juga keluar dari kamar-nya
pendam dalam-dalam. karena mendengar ketukan itu. "Sopo sih To?
(Siapa sih To?)" Tanya Kanjeng Raden Soeroso
Enam bulan kemudian, walau Raden hartati Noyolesono kepada anak-nya.
mengetahui aib yang di perbuat Raden Seto, tapi
pernikahan antara Raden Seto dan Raden Ayu "Duko nggeh. (Nggak tau ya.)" Jawab Raden Seto.
Hartati akhirnya tetap di laksanakan juga. Raden Bersama kemudian mereka berdua menuju ke arah
Hartati tetap mau di nikahkan dengan Raden Seto pintu depan dan melihat siapa yang bertamu di
dan turut menyembunyikan aib ini di hadapan tengah malam seperti ini. Terlebih lagi di saat
keluarga-nya. hujan lebat seperti ini.

Saat berlangsung-nya pesta pernikahan itu, semua "Ckriiiek..." Begitu sampai di depan pintu, Raden
terlihat sempurna, semua berjalan mulus seperti Seto kemudian langsung membuka pintu.
apa keinginan-nya, sampai-sampai Kanjeng Raden
Soeroso melupakan Sulasmi yang sewaktu waktu Setelah pintu terbuka, mereka berdua begitu
masih bisa menjadi ancaman bagi nama baik terkejut mengetahui siapa yang datang malam-
keluarga-nya. malam dan mengetuk pintu itu. Di depan pintu,
berdiri Sulami yang sedang hamil tua basah kuyup
Sementara dengan Raden Seto, dia belum bisa bermandikan air hujan. "Sulasmi?" Hampir Raden
melupakan Sulasmi, wanita yang teramat di cintai- Seto menghambur memeluk wanita yang sangat di
nya. Setiap malam di setiap mimpi-nya, bayangan cintai-nya itu.
Belum sempat satu langkah Raden Seto melangkah, menghentikan langkah anak-nya itu dan
Raden Soeroso menarik-nya kebelakang. "Mau apa membentak menyuruh masuk.
kamu kesini ndok?" Tanya Eyang Kakung pongah Kali ini Raden Seto berani melawan. Tanpa
kepada Sulasmi yang basah kuyub dan menggigil memperdulikan cegahan Romo-nya, Raden Seto
kedinginan itu. turun bermandikan hujan dan membantu Sulasmi
berdiri. "Kamu ndak apa apa Lasmi." Begitu bisa
"Nyuwun sewu kanjeng, Izinkan saya bicara membantu Sulasmi berdiri, Raden Seto mengusap
sebentar saja dengan Kangmas Seto." Walau perut Sulasmi yang sedang mengandung anak-nya.
kenyang dengan hinaan, Sulasmi tetap sopan "Kamu ndak apa-apa nak." Kata Raden Seto
berbicara kepada Kanjeng Raden Soeroso kepada janin yang ada dalam kandungan Sulasmi.
Noyolesono. Sulasmi tetap mengatupkan kedua
telapak tangan-nya dan membungkuk memberi "Seto!!!" Semakin Emosi karena Raden Seto berani
hormat. membantah, Raden Soeroso kemudian turun dan
memisahkan Raden Seto dengan Sulasmi. "Masuk
"Opo ndok, Kangmas?? Mimpi kamu ndok. Seto kamu Seto! Masuuuuk!!!" Kanjeng Raden Soeroso
itu sekarang sudah beristri, jadi kamu jangan yang sudah kesetanan itu menyeret Raden Seto
pernah sekali kali lagi mengganggu dia." Dengan masuk kembali kerumah.
Sorot mata tajam mengancam, Raden Soeroso
mencoba memperingatkan Sulasmi agar tidak lagi Masih belum mau menyerah, Sulasmi masih
mengganggu Raden Seto. berusaha memohon kepada Kanjeng Raden
Soeroso untuk di izinkan berbicara sebentar dengan
Sementara itu, dari jauh Raden Ayu Hartati yang Raden seto. "Saya mohon Kanjeng... Saya mohon."
juga penasaran dengan siapa yang datang hanya Menghiba, Sulasmi menggenggam lengan Raden
memperhatikan dari jauh. Ekspresi-nya begitu Soeroso memohon belas kasihan.
dingin, tak ada sedikitpun keibaan sesama wanita
melihat Sulasmi yang sedang hamil tua itu Bukan-nya belas kasihan yang di dapat, Kanjeng
teraniaya batin. Raden Soeroso malah kembali mendorong keras
tubuh Sulasmi sampai kembali terjatuh di tanah.
"Maaf Kanjeng, saya tidak ada sedikitpun niat "aaaaauh..." Jerit sulasmi yang terjatuh di tanah
untuk mengganggu Raden Seto. Saya hanya mohon, sambil memegangi perut-nya yang besar
saya mohon Kangmas Seto..." membuncit hamil tua itu.

"Uwis... uwis... uwis... Kono, minggat kowe soko "Sulasmi....." Raden Seto hendak berbalik dan
kene! Jo sepisan pisan meneh kowe ngganggu Seto menolong, tapi Radwn Soeroso tak mengizinkan
lan keluargane. (Sudah... sudah...sudah... Sana, dan tetap menyeret Raden Seto masuk.
pergi kamu dari sini! Jangan sekali kali lagi kamu
ganggu Seto dan keluarga-nya)" Dengan kasar Sementara itu, dari jauh, dari dalam rumah, Raden
tanpa sedikit-pun rasa iba, Raden Soeroso Ayu Hartati masih dingin tanpa iba sedikitpun
mendorong tubuh wanita yang sedang hamil tua itu. menyaksikan itu semua. Sementara itu, Nyai
Darsih yang berdiri di belakang-nya menangis
Berkali-kali Raden Soeroso mendorong-dorong perih sambil mengusap dada. Dari jauh lubuk hati
mengusir Sulasmi, Sampai Sulasmi jatuh tersimpuh Nyai Darsih sebenar-nya ingin menolong, tapi
di halaman di tengah deras hujan. Terlihat -walau beliau tak punya keberanian untuk melawan suami-
tersamar air hujan- air mata tangis menetes dari nya.
sudut mata-nya. "Minggat kamu dari sini!
Minggaat!!!" Raden Soeroso makin keras Akibat terjatuh karena dorongan Raden Soeroso,
membentak mengusir Sulasmi. dari sela sela paha Sulasmi mengalir darah segar.
"Kanjeng Raden Soeroso Noyolesono, keluargamu
Melihat wanita yang sangat di cintainya teraniaya akan menanggung aib yang lebih dari ini. Anak-ku
dan jatuh tersimpuh di tanah bermandikan hujan, akan mengambil tempatnya yang seharusnya."
Raden Seto beranjak hendak menolong. "Mau apa Sambil tertatih berusaha beranjak berdiri, terlontar
kamu Seto?! Sana masuk!" Raden Soeroso sebuah sumpah kutukan dari mulut Sulasmi yang
teraniaya.
"Jegluaaaaar......" Bersama dengan sumpah yang Mendengar suara itu, Raden Hartati perlahan
terucap, kilat menyambar tanda di kabulka-nya bangkit berdiri. "Siapa itu Kang Mas?" Tanya
kutukan itu. Setelah mengucap sumpah kutukan- Raden Hartati penasaran dengan sayup suara yang
nya, dengan tertatih dan lelehan darah segar yang terdengar dari depan pintu rumahnya.
terus mengalir dari sela sela paha-nya, Sulami
beranjak pergi menembus lebat hujan dengan Raden Seto yang juga tak kalah penasaran-nya juga
kesedihan dan teraniaya. Pagi hari-nya, Reden Seto ikut berdiri. "Embuh yo Diajeng." Jawab Raden
mendapat kabar tentang meninggal-nya Sulasmi di Seto.
tempat Mbah Sinem saat melahirkan anak-nya.
Kemudian, sambil bergandengan tangan mereka
***** berdua melangkah mendekat ke arah asal suara itu
terdengar. Sejenak mereka menguping dari balik
Tiga bulan kemudian, Raden Seto baru tug hari pintu, memastikan asal suara itu. Begitu yakin dari
menempati rumah baru-nya. Malam itu waktu situ asal suara itu, "Ceklek..." Raden Seto
sudah menunjukkan pukul satu dini hari, tapi entah kemudian membuka pintu.
kenapa Raden Seto dan istrinya belum merasakan
kantuk. Sementara itu, hujan turun dengan lebat Mereka berdua begitu terkejut mengetahui siapa
walau sudah masuk di musim kemarau. Kilatan yang ada di depan pintu rumah mereka. Di depan
petir yang menyambar terdengar saling bersahutan. pintu rumah mereka, Mbah Sinem sang dukun
beranak berdiri sambil menggendong seorang bayi.
Seperti sedang menunggu sesuatu, Raden Seto dan "M-mbah Sinem? Wonten nopo Mbah? (Ada apa
Istri-nya duduk di ruang keluarga. Mereka saling Mbah)" Tanya Raden Seto tergugup.
diam sambil mendengarkan klinengan gending
jawa dari radio. Sementara Raden Ayu Hartati Mbah Sinem tidak menjawab. Beliau masih
yang sedang hamil muda merebahkan kepala di mengidungkan tembang sambil mengayun-ayun
pundak suaminya sambil mengusap-usap perutnya bayi yang berada dalam gendongan-nya.
yang sudah mulai membuncit. Angenteni... Aku Ngenteni Tekamu
Koyo Ngenteni Mudhuning Wahyu
Tiba-tiba terdengar sayup suara yang mengusik Janjimu Tansah Sumimpen Jroning Kalbu
mereka. Sayup suara perau perempuan renta Dhuh Kusumo Pepujanku
berkidung yang terdengar tepat di depan pintu
rumah mereka. Tak Jaluk Jo Cidro Janji
Saben dino mung ngalamun Dhuh Kangmas Siro Wong Merak Ati
Jroning sepi sepah samun Amung Siro Dadi Ati Rino Wengi
Amung tansah ngadulu Aku Tansah Angenteni
Wewayanganmu
duh kangmas wong bagus Mugo Mugo Tetepo Tansah Sumandhing
Lali lali tan bisa lali Dadyo Kanthi Dhuh Wong Bagus
Lencir Kuning
Soyo sanget ngrujit ati
Lelewamu wong bagus Kledhang Kledhang Kae Teko
tansah kumantil Pranyoto Janjine Datan Cidro
Ing badane netro Gelang Alit Welut Wiso Saumpomo
Apa tego Ojo Lali Kalih Kulo...
siro kangmas cidro ing janji
Perlahan entah kenapa, Raden Hartati mendekat ke
Misahake katresnan jati Mbah Sinem. "Nyuwun sewu Mbah. Wonten nopo
Lamun mangkono piye katresnanmu… piye nggeh kok jawah-jawah ngeten mriki? (Maaf Mbah.
katresnanmu Ada apa ya kok hujah-hujan kesini?)" Tanya Raden
Moko kang mas katresnanku Hartati yang entah kenapa logat bicaranya yang
Bebasane tan biso tinuku biasa congkak dan galak mendadak berubah halus
Cunduk lan prasetyaku dan sopan di hadapan Mbah Sinem.
Atur marang jiwo lan rogoku
Akhirnya Mbah Sinem menghentikan kidungan- harap Kang mas bisa menebus dosa pada
nya. Perlahan Mbah sinem melepas kain almarhum Sulasmi. Dan dengan kita menyayangi
gendongan-nya dan menyerahkan bayi yang di anak ini, Kang Mas harap kutukan itu tak akan
gendongnya itu kepada Raden Hartati. "Ini anakmu pernah terjadi." Sambung Raden Seto sambil
Ndok, anake Sulasmi." Walau terkejut dan dalam menggandeng istrinya masuk membawa bayi
hati menolak, tapi entah kenapa Raden Hartati mau Supardi.
menerima bayi yang basah kuyup itu dan
menggendong-nya kemudian menghangatkan bayi Walaupun terpaksa, dengan harapan agar kutukan
itu dalam hangat dekapan-nya. sulasmi tak sampai terjadi, akhirnya mau tidak mau
Raden Hartati mau juga merawat anak itu, merawat
Belum sempat Raden Hartati maupun Raden Seto Supardi anak di luar nikah Suami-nya. Walau
bertanya lebih jauh lagi, Mbah Sinem berjalan ke kadang-kadang timbul rasa benci setiap kali
tengah halaman menembus kelebatan hujan. Hujan menatap Supardi, tapi perlahan namun pasti, Raden
yang turun dengan sedemikian lebat itu seperti Hartati mulai menyayangi anak itu seperti anak
enggan membasahi tubuh-nya. beliau berhenti di kandung-nya sendiri.
samping sebuah kotak kayu yang tergeletak di ==========LBNC==========
tanah.
Kembali Ndoro Kakung menghisap rokok-nya
"Jumenengno jabang bayi kui Supardi. Iki, neng dalam dalam. Pandangan beliau mengawang awang.
kotak kayu iki tinggalane ibune si jabang bayi. Mata beliau berkaca-kaca dan menetes butiran air
Neng kono ono janji, ono laraning bronto mergo mata dari sudut-nya. "Begitulah cerita-nya ngger."
kacidran janji. (Namakan bayi itu Supardi. Ini, di Kata Ndoro Kakung di akhir cerita-nya.
dalam kotak kayu ini peninggalan ibunya. Di
dalamnya ada janji, ada sakit hati karena Dengan khusuk aku mendengarkan kisah yang
terhianati.)" Kata Mbah Sinem sambil terus berlalu beliau ceritakan itu. Sedih dan marah bercampur
meninggalkan rumah Raden Seto. menjadi satu terbayang derita yang dulu ibuku
alami. "Sebenar-nya Mbah Sinem itu siapa Pak?"
"Mbah... Mbah... sebentar Mbah." Raden Seto Tanyaku penasaran mengenai Mbah Sinem.
yang penasaan kemudian berlari menembus lebat
hujan menyusul Mbah Sinem. Tapi percuma saja, Ndoro Kakung Kembali menghisap rokok-nya
secepat apapun Raden Seto berlari, di tetap tidak dalam-dalam sebelum menjawab. "Mbah Sinem
bisa menyusul tubuh renta Mbah Sinem yang itu... Mbah Sinem itu sebenar-nya Nenek buyut-mu
berjalan tertatih-tatih. Tubuh Mbah Sinem seperti ngger." Jawab Ndoro Kakung.
melayang terbang tak memijak bumi.
"Sebenar-nya, Mbah Sinem seharus-nya sudah
"Rawat anak itu baik baik Ngger, Ndok. Anak itu meninggal lima belas tahun yang lalu. Tapi karena
titipan Tuhan, pada anak itulah nanti-nya nasib trah janji-nya menjagamu sampai kamu dewasa, Mbah
kalian. Aku akan selalu menjaga anak itu, aku Sinem kembali hidup. Tapi begitu ngger, Mbah-mu
belum akan mati sebelum anak itu tumbuh hidup di antara dua dunia seperti gentayangan.
dewasa." Kata Mbah Sinem lagi sebelum benar- Sampai tadi malam akhirnya beliau bisa tenang."
benar menghilang dari pandangan Raden Seto dan Tambah Ndoro Kakung mengenai siapa Mbah
Raden Hartati. Sinem dan misteri-nya.

Setelah Mbah Sinem tidak terlihat lagi, Raden Seto Satu teka-teki sudah terjawab, sekarang tinggal
kembali menghampiri Istri-nya sambil membawa satu lagi teka-teki yang belum terjawab. "Terus...
kotak kayu yang di tinggalkan Mbah Sumi. "Kang Kanapa bapak dan semua mengizinkan Ega
Mas! Piye iki Kang Mas. Aku ndak sudi ngrawat menikah dengan-ku?" Tanyaku lagi.
anak ini." Kata Raden Hartati.
Kembali Ndoro Kakung menghisap dalam dalam
"Ti, tolong Ti. Biar bagaimana-pun dia anak-ku Ti. hisapan terkhir rokok-nya sebelum mematikan
Tolong, Kang Mas mohon kamu bisa mengerti." bara-nya dan menjawab pertanyaan-ku. "Entah-lah
Jawab raden Seto sambil mengusap ubun-ubun ngger, kami tidak tau. Kami juga bingung kenapa
anak itu. "Dengan merawat anak ini, Kang Mas kami bisa menuruti itu, padahal pernikahan kalian
sangat tabu terjadi. Mungkin inilah bukti dari
sumpah Ibumu waktu itu, bahwa keluarga ini akan
menanggung aib yang lebih daripada dua puluh
tahun yang lalu."

Sebuah jawaban yang masuk akal walau sulit di


nalar. Dengan penjelasan dari beliau itu hatiku bisa
sedikit tenang walau terselip satu amarah dan
kesedihan membayangkan derita Ibu-ku dulu.

Pembicaraan kami itu akhirnya terhenti oleh


panggilan Ndoro Putri. "Pardi... Ngger.... di cari
Ega ngger." Panggil Ndoro Putri setengah berteriak
dari pintu kamar menganggilku.

"Enggih Buk, sekedap. (sebentar)" Jawab-ku.


Sebelum memenuhi panggilan itu, aku pamitan
dulu kepada Ndoro Kakung, Ayahku. "Sebentar
Pak nggeh." Pamitku kemudian beranjak
meninggalkan beliau. Ndoro Kakung hanya
mengangguk-kan kepala sambil mengambil
kembali sebatang rokok dan menyalakan-nya.

"Ada apa Ga?" Tanyaku begitu sampai di dalam


kamar.
"Mas... tolong pangil Ana ke sini Mas."

"Buat apa Ga?" Aku bingung dengan permintaan-


nya yang tiba-tiba ingin bertemu dengan Ana.

"Aku ingin ketemu dan bicara sama Ana. Tolong


yan Mas."

"Baiklah... Tunggu sebentar ya Ga, aku ke rumah


Ana dulu."

"Iya mas, terima kasih ya."

Setelah mencium kening-nya aku kemudian


berangkat untuk memanggil Ana. "Pokok-nya
harus berhasil ya Mas." Kata Ega lagi sebelum aku
berlalu dan menghilang di balik pintu.

Dalam perjalanan ke rumah Ana, di koridor rumah


sakit aku berpapasan dengan Kanjeng Eyang
Kakung dan Eyang Putri. Mendadak darahku
mendidih teringat cerita kekejaman beliau dulu
kepada ibuku. Sesosok renta yang terlihat penuh
wibawa dan sangat di hormati itu ternyata
menyimpan kekejian yang tak terampunkan. Segala
keanggunan dan wibawa-nya sekarang terlihat
sekedar topeng semu bagiku.
========++++++++++==============
Chapter XIX menghaturkan hormat. Biar bagaimanapun juga,
SELAMAT JALAN beliau toh tetap Eyangku juga.

Hidup ini bagai hembusan angin. Kapan angin "Iyo ngger. Mau kemana kamu ngger?"
datang dan kemana dia akan berhembus sulit untuk
di terka. Setiap detik angin selalu berhembus "Bade teng nggriyane Ana Eyang. (Mau ke rumah
bergerak. Kadang sepoi melenakan, kadang pula Ana Eyang)" Jawabku sambil berganti menjabat
sesekali berhembus kencang menjadi topan yang dan mencium tangan Eyang Putri. "Eyang."
sanggup memporak-porandakan segalanya.
"Monggo Eyang, kulo tinggal rumiyen. (Mari
Seperti aku, sebelumnya aku tidak pernah Eyang, saya tinggal dulu)" Pamitku kemudian
menyangka perjalanan hidupku akan seberliku ini. langsung pergi meninggalkan beliau berdua.
Dari seorang pemuda yang lugu, sampai terjebak di
antara cinta dua orang putri. Dari seorang hamba "Yo ngger... Ngati-ati." Jawab beliau berdua
sahaya, tiba-tiba menjadi anak seorang bangsawan. bersamaan.
Segalanya berjalan begitu cepat, begitu sulit di
nalar dengan akal sehat. Tak berapa lama perjalanan akhirnya aku sudah
sampai di rumah Ana. Tapi entah kenapa,
Sesaat hidupku porak-poranda karena-nya. Tapi sesampainya di sana aku malah ragu. Segala
perlahan hembusan sepoinya menyibak titik terang kekuatan-ku seolah runtuh begitu menginjak-kan
hariku. Dari semua itu, dari pahit getir hidup yang kaki di sana. Aku yang seharusnya perkasa gagah
pernah aku jalani, dari remahan kepingan-kepingan berani, tapi malah gentar saat akan menemui
cerita masa lalu yang aku peroleh, aku bisa seorang Ana yang notabene-nya makhluk lemah
menarik satu penafsiran. pada kodratnya.
Kebenaran hari ini belum tentu kebenaran esok
hari Beberapa saat bergelut dengan ragu, rupanya
kedatanganku di ketahui Pak Bambang yang -
Tapi, langkah hari ini menentukan perjalan kita di sepertinya- akan berangkat kerja. "Loh... nak Pardi,
esok hari ngapain di situ? Ayo sini masuk nak." Panggil Pak
Bambang menyuruh-ku masuk.
Dan ujian hari ini jadikanlah pengalaman untuk
esok hari "Iya Pak." Ku tuntun motorku masuk,
menyetandarkan-nya, dan langsung menghampiri
Karena apa yang kita tanam hari ini, akan kita tuai Pak Bambang yang sedang duduk santai di teras
di kemudian hari depan rumah sambil menikmati secangkir kopi.
"Pak." Kataku sambil menjabat dan mencium
Baru aku berusaha menerima, tantangan seberapa tangan beliau.
besar kelapangan dadaku sudah berjalan dengan
anggun-nya ke arahku. Di koridor rumah sakit saat "Iyo ngger" Jawab Pak Bambang. "Ayo duduk, ada
aku akan ke rumah Ana, aku berpapasan dengan perlu apa kesini Di? Keadaane Ega gimana, wis
Eyang Kakung yang dulu sudah begitu jahat mendingan?" Tanya Pak Bambang sambil
kepada almarhum Ibuku. mempersilahkan ku duduk.

Jujur darahku mendidih. Tapi aku tidak mau begitu Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba Ana keluar
saja menuruti emosiku. Aku bukan lagi bocah sambil membawa tas kerja ayah-nya. "Ini tas-nya
ingusan yang mudah tersulut emosi. Aku sudah Y-yah." Ana terkejut melihat keberadaanku di sini.
cukup dewasa, sudah kenyang dengan tempaan Sontak matanya berubah merah begitu melihatku.
asam garam dan pahit getir kehidupan. Yang lalu
biarlah berlalu, mari kita semai benih baru, benih "Ngapain kamu kesini hah...?!" Tanya-nya dengan
indah tentang memaafkan dan cinta kasih. intonasi tinggi. Terasa dari nada bicaranya dia
begitu tidak menyukai kehadiranku di sini.
"Kanjeng Eyang." Ku jabat cium tangan beliau "Eh... An." Kataku sambil berdiri dan berjalan
menghampirinya.
"Pergi kamu dari sini! Pergi...!!! Kata Ana sambil Sedetik aku ragu untuk mulai berbicara. Aku tak
menunjuk mengusirku. tau harus mulai dari mana. Aku merasa asing
berhadapan dengan-nya, seolah kami belum
"Ana!" Pak Bambang sontak berdiri melihat mengenal sebelum-nya. "Aku harus bisa, demi
kelakuan anak gadisnya itu. Ega." Kata hatiku menguatkan.

"Minggat kamu...!!!" Ana tak mendengarkan "Oyo cepet! Kok malah bengong sih."
Ayahnya. Dia terus mengusirku bahkan sampai
mendorong tubuhku. Setelah mendorong tubuhku "Oh iya maaf. B-begini An, Ega pengen ketemu
Ana kemudian berbalik masuk sambil membanting sama kamu."
pintu. "Jegluuuuar..." Keras suara Ana membanting
pintu. "Heh..." Mendengar perkataanku, Ana hanya
menyeringai sinis. "Mau apa? mau ngajak
Langsung aku berlari mengejar Ana. Aku sudah tak berantem?"
memperdulikan lagi yang namanya unggah-ungguh
dan toto-kromo. Aku mengejar Ana sampai di "An, Ega lagi sakit."
kamarnya. "Jebruuuak..." Kembali Ana
membanting pintu. "Terus...?"

"Ceklek... cekleek." Ku putar gagang pintu kamar "Aku mohon An, aku mohon kamu mau menemui
Ana tapi pintu itu tak terbuka. Ana sudah Ega. Aku mohon An." Ku raih tangan-nya
mengunci pintu sedetik sebelum kedatanganku. memohon kepadanya.
"Tok... tok... tok... tok... An... Ana..." Ke ketuk-
ketuk pintu itu sambil memanggilnya. Ana menampik tanganku. "Sadar nggak sih betapa
sakitnya aku karena kalian berdua?" Air matanya
Sementara aku sibuk mengetuk pintu kamar Ana, mulai menetes. "Aku sakit tau nggak?!"
dari bawah terdengar suara teriakan Bu Ratri.
"Paaak... opo sih kok bontang-banting lawang. "Aku mohon An, aku minta maaf kalau kami salah.
(Paaak... apa sih kok ngbantingin pintu.) Ono opo Tapi aku mohon kamu mau menemui Ega."
to Pak? (Ada apa to Pak)"
"Maaf aku tidak bisa menemui Ega. Percuma saja
"Mboh ke anakmu kae. (Tau tu anakmu itu)" kamu di sini, jadi tolong sekarang kamu pergi dari
Jawab Pak Bambang. sini." Katanya lagi sambil menyeka air matanya.

Beberapa kali aku mengetuk, tapi masih belum ada "Tapi An... tolong An." Kembali aku raih
sahutan dari dalam. "Tok... tok... tok..." Kembali jemarinya memohon.
aku mengetuk pintu. "Tok... tok... tok... tok... An...
Ana... Tolong buka pintunya An." Kataku sambil Kembali Ana menampik tanganku dan mengusirku.
mengetuk pintu. "Ssst... maaf, tolong jangan pegang-pegang.
Setelah beberapa kali ketukan, akhirnya terdengar Silahkan anda pergi dari sini." Tanpa
suara langkah dari dalam. "Ceklek..." Dan setelah memperdulikanku lagi, Ana kembali masuk dan
ketukan terakhir akhirnya Ana mau membukakan mengunci pintu kamar-nya.
pintu.
"An... An... Ana..." Teriak-ku memanggilnya.
Begitu membuka pintu Ana lansung menatapku
tajam. Sorot matanya seakan ingin menelanjangi "Prok... prok... prok..." Terdengar suara langkah
setitik harga diriku. "Mau apa sih?!" Tanya-nya menaiki anak tangga. "Anaaaa...." Suara bu Ratri
dengan intonasi tinggi. memanggil.

"An, aku ingin bicara sebentar sama kamu." Sesampainya di depan kamar Ana, Bu Ratri
langsung mengetuk pintu kamar Anak gadisnya itu.
"Ya udah cepetan." Jawabnya ketus. "Tok... tok... tok... An... kamu kenapa sih?" Tanya
Bu Ratri sambil mengetuk pintu.
Sementara Bu Ratri sibuk mengetuk pintu, aku "Ya udah. Ayo cepet ke kamar Ega Di, Ega
hanya diam berdiri di samping beliau. "Buk, tolong ngedrop."
suruh Pardi pergi." Teriak Ana dari dalam.
"Heh ndok, kamu kan sudah bukan anak kecil lagi. "Degg..." Mendengar itu aku langsung berlari
Kamu harus bisa bersikap lebih dewasa dong." secepat mungkin ke kamar Ega. Di luar kamar
Kata Bu Ratri mencoba menasehati Ana. berkumpul semua Trah Noyolesono tanpa
terkecuali. Aku tak lagi memperdulikan mereka
Ana tak mendengarkan lagi nasehat Ibunya. dan langsung menyelonong masuk ke dalam kamar.
"Prang... grumpyaaang..." Ana malah mengamuk "Di... tunggu Di..." Terdengar suara Ndoro Kakung
di dalam kamar membanting barang-barang yang mencegah tapi sudah tak ku perdulikan lagi.
ada. "Pergiiii....!!!" Teriak Ana histeris mengusirku.
Sesampainya di dalam ku lihat ada Pak dokter yang
"Ana... kamu kok gitu to ndok." Kata Bu Ratri lagi sedang memeriksa Ega. "Ga..." Panggilku.
masih berusaha menasehati.
Pak dokter yang sedang memeriksa Ega terkejut
"Prok... prok... prok..." Terdengar suara keprak melihatku yang masuk tiba-tiba. "Eh... maaf mas...
sepatu Pak Bambang sedang menaiki tangga. "Piye tolong menunggu saja di luar." Kata suster yang
Buk?" Tanya Pak Bambang. menemani Pak dokter mengusirku.

"Ana kae loh Pak." Ku tampik tangan suster yang berusaha


menghentikan ku itu. "Ga... kamu kenapa?" Aku
"Ya udah... jangan di paksa. Nak Pardi balik lagi berdiri di samping ranjang sambil menggenggam
aja ke rumah sakit, Biar nanti Ana Bapak yang jemarinya.
Bujuk." Kata Pak Bambang.
Pak dokter menghentikan pekerjaan-nya
"Baik Pak, kalau begitu Pardi nyuwun pamit. memeriksa Ega dan ikut juga berusaha
Monggo." Akhirnya aku menyerah dan kembali ke menyuruhku keluar. "Mas... tolong mas kel..."
rumah sakit dengan misi yang gagal. Belum selesai Pak dokter berbicara, Ega meraih
==========LBNC========== lengan Pak dokter. Seakan faham maksud Ega,
dokter itu kemudian mengajak suster keluar
Sesampainya di rumah sakit, aku langsung menuju meninggalkan kami.
ke kamar Ega. "Di... Pardi... dari mana aja sih?"
Terdengar suara Mbak Nora memanggilku dari "Ana mana?" Tanya Ega dengan suara lemah
belakang. bahkan nyaris tak terdengar.

"Eh Mbak Nora, kapan datang Mbak?" "Ana ndak mau Ga." Jawabku pelan. Matanya
berkaca kaca mendengar berita dariku. Terlihat dia
"Kamu baru dari mana aja sih?" Kata Nora balik begitu terpukul mengetahui Ana tidak mau datang
bertanya. Dari raut dan logat gayanya terlihat kalau menemuinya.
dia sedang cemas.
"Ana..." Katanya lemah memangil-manggil nama
"Dari rumah Ana Mbak." Ana.

Mbak Nora sedikit kaget mendengar jawabanku. Hatiku sakit menyaksikan itu semua. Ega begitu
"Ngapain kamu kesana?" Tanya Mbak Nora agak mengharapkan kehadiran Ana tapi Ana begitu
ketus. membencinya sampai tidak mau datang menjenguk
walau Ega sudah semakin parah.
"Ega yang nyuruh Mbak, katanya pengen ketemu
Ana." Ku dekat tubuh lemah-nya yang terbujur. "Sabar ya
Ga." Ku ciumi pipi-nya dan ku usap lembut
"Terus... Ana nya mana?" kening-nya berusaha menghibur kesedihan-nya.
Tak terasa air mataku tak mampu lagi aku bendung.
"Gagal Mbak, Ana ndak mau."
Sementara itu di luar kamar, sayup terdengar "E'eh..." Jawab Ana. Perlahan Ana mulai melepas
Ndoro Putri sedang mengintrogasi Pak dokter yang pelukan mereka. Ana kemudian duduk di pinggiran
baru keluar. "Anak saya bagaimana dok?" Tanya ranjang dan mengusap air mata Ega. "Kamu cepat
Ndoro Putri sambil sesenggukan. sembuh ya Nyeng" Kata Ana lagi sambil mengusap
rambut Ega yang tinggal beberapa helai saja.
Entah apa yang di katakan Pak dokter itu sampai Nyeng kependekan dari menyeng adalah
tiba-tiba Ndoro Putri langsung mendobrak masuk. panggilan akrab Ana untuk Ega dulu saat mereka
"Hoalah ndok... hiks... hiks... hiks..." Kata beliau belum bermusuhan.
sesenggukan sambil memeluk dan menghujani Ega Perlahan Ega menggerak-kan tangan memanggilku.
dengan ciuman Melihat itu aku segera mendekat. "Ini mas Ga, ada
apa?" Ku genggam jemari-nya sambil ku usap pipi-
Di saat kondisi seperti ini, Tuhan rupanya masih nya yang pucat.
sudi menunjuk-kan sedikit mukjizat-Nya. Orang
yang sangat Ega nantikan kehadirannya akhirnya "An..." Dengan lemah Ega juga memangil Ana
mau datang juga. "Di... Ana datang." Kata Mbak untuk mendekat di sampingku.
Nora setengah berbisik dari celah pintu.
Ana langsung menuruti Ega dan ikut meraih satu
"Oh... iya Mbak." jawabku sambil mengusap air jemari Ega. "Iya Ga, aku disini." Jawab Ana.
mataku.
Perlahan -walau lemah- Ega menggerak-kan
Mendengar nama Ana, tatap mata Ega yang semula tangan-nya. Di ambilnya tangan-ku dan Ana di
mulai kosong mendadak terisi dan segar kembali. satukan dalam genggaman-nya. "Mas, malaikat
"Suruh Ana masuk mas." Kata Ega lemah setengah sudah datang." Kata Ega merancau.
berbisik bahkan nyaris tak terdengar.
"Kamu ngomong apa Ga?"
Baru aku mau melangkah keluar, Ana sudah berdiri
dia ambang pintu. Dalam rangkulan Bu Ratri Ana "Waktuku sudah hampir habis mas."
terlihat enggan untuk melangkah masuk. "Masuk
An." Kataku sambil meraih tangan-nya. "Ga...?"

Ana masih saja diam di ambang pintu. "Ayo ndok Pandangan matanya kosong menatap ke arah pintu
masuk." Kata Bu Ratri sambil sedikit mendorong "Dia sudah datang, dia sudah berdiri ambang di
Ana. pintu."

Perlahan -walau awalnya enggan- Ana melangkah "Ga... Kamu jangan ngomong begitu Ga."
masuk. Sesampainya di samping Ega, Ana
langsung menghambur memeluk Ega. "Kamu Ega terus saja berbicara merancau. Sepertinya dia
kenapa to Ga? Hiks... hiks... hiks..." Tangisnya tak mendengar sama sekali perkataan-ku dan terus
langsung pecah melihat keadaan Ega yang begitu saja bicara sendiri. "Setelah aku tiada, mas tolong
menyedihkan. Di hujaninya Ega dengan ciuman di menikah dengan Ana." Genggaman-nya semakin
kening dan pipi bertubi-tubi. kuat tapi jemarinya terasa semakin dingin.

Tak terlihat lagi permusuhan yang pernah ada di Adegan ini di saksikan semua orang yang ada. Tak
antara mereka. Sepasang sahabat yang dulu pernah ada satupun orang yang tak menitik-kan air mata
terpisah sekarang sudah bersatu kembali. Suasana karenanya. "Pak... Buk..." Kata Ega lagi
mereka berpelukan setelah sekian tahun saling memanggil kedua orang tuanya.
bermusuhan sungguh mengharukan. Aku, dan
semua yang melihat adegan itu tak mampu Ndoro Putri yang sedari tadi berdiri di sampingku
menahan untuk tak meneteskan air mata. langsung merangsek dan memeluk Ega. Sementara
Ndoro Kakung juga langsung menyusul dan ikut
Walau samar, lirih terdengar Ega membisik di menghujani Ega dengan peluk dan ciuman.
telinga Ana "Terima kasih kamu mau datang Na." "Ndok..." Kata Ndoro Kakung parau dengan
Lirih suara bisikan Ega. berlinang air mata.
"Kamu harus sembuh ndok. Hiks... hiks... hiks..." Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno
Kata Ndoro Putri sambil terisak.
Nanging duh tibane aku dewe kang nemahi
Semua orang yang tadi hanya menyaksikan adegan Nandang bronto
mengharukan ini dari pintu akhirnya masuk dan Kadung loro
berebut menghujani Ega dengan peluk dan cium Sambat-sambat sopo
silih berganti. Suasana kamar ini jadi riuh ramai
dengan isak tangis. Rino wengi
Sing tak puji ojo lali
"Ndok... hiks.. hiks... hiks..." Kata Eyang Putri Janjine mugo biso tak ugemi
sambil terisak mencium Ega.
==========LBNC==========
"Ga... Ega... hiks... hiks... hiks..." Mbak Nora juga
terisak sambil memegangi paha Ega. Sepuluh tahun kemudian
20 Agustus 2012
Semua orang berkumpul di samping ranjang Ega. Aku bersimpuh memanjatkan doa di depan pusara
"Mas..." Ega memanggilku. Tangan lemahnya indah yang terbuat dari batu marmer murni.
menggapai dan membenamkanku dalam pelukan- Kemegahan dan keindahan pusara itu begitu
nya. Terdengar di telingaku yang menempel di mencolok di antara yang lain-nya. Terlihat jelas
dada-nya, detak jantungnya semakin lemah. "T-ti- dengan kasat mata bahwa yang bersemayam di situ
titip An.. Ana... mas." Itulah kalimat terakhir yang adalah Trah dari keluarga bangsawan.
keluar dari mulunya.
"Ini makan siapa sih ?" Tanya seorang gadis kecil
Tubuh Ega kemudian perlahan mulai dingin, yang bergelayut manja di pundak-ku.
dingin, dingin, dan semakin dingin. Tak ku dengar
lagi lemah detak jantungnya. Ku lepaskan diri dari "Ini makam Bulik." Jawabku kepada gadis kecil itu.
dekapan-nya. "Ga... Ega... Ga...!!!" Ku tepuk-tepuk
pipinya berusaha membangunkan-nya. "G-ayatri No-yolesono. Kok namanya sama ma
aku?" Tanya gadis kecil itu lagi.
Ternyata angin telah meniup ruh-nya terbang jauh
melintasi mega-mega. Meluruhkan cincin rumput Sesuai dengan wasiat terakhir Ega, Tiga tahun
yang melingkar indah di jari manisnya. kemudian setelah aku selesai menamatkan program
Mengantarnya menembus tinggi cakrawala langit Diploma ku, akhirnya aku mempersunting Ana.
ketujuh. Bersinggasana abadi di sisi sang Khalik Setahun kemudian Ana mengandung dan
sang maha pencipta. Kekal abadi sampai saat-nya melahirkan seorang anak gadis cantik yang aku
nanti tiba. beri nama, Raden Ayu Gayatri Noyolesono. Nama
yang persis mirip dengan nama-nya.
innalillahi wainnaillaihi roji'un......
Anak-ku yang juga biasa kami panggil Ega
Trah Noyolesono telah kehilangan seorang putri sekarang sudah berusia enam tahun. Ega kecilku
cantik yang telah meramaikan keluarga mereka sama persis dengan Ega. Raut wajahnya, gaya
untuk selama-lamanya. Ega, Raden Ayu Gayatri bicaranya, semua mengingatkan kami akan
Noyolesono, adik-ku, istriku, akhirnya kenangan Ega. Kehadiran-nya telah menggantikan
menghembuskan nafas terakhirnya dalam dekapan- Ega yang dulu telah pergi, menyemarak-kan lagi
ku. Darai tangis dan air mata mengiringi Trah Noyolesono yang sempat muram selepas
kepergian-nya bersinggasana abadi di syurga. kepergian-nya. Ruh nya seakan menitis kembali
Lingsir wengi kepada Ega kecil ku.
Sepi durung biso nendro "Iya sayang, karena kamu Ega kecil kami."
Kagodho mring wewayang Jawabku.
Kang ngerindhu ati "Mah... Bulik dulu cantik nggak." Tanya-nya
kepada Ana, Ibunya.
Kawitane Sejenak Ana menatapku sambil tersenyum. "Cantik
Mung sembrono njur kulino banget sayang." jawab Ana.
"Cantikan mana ma Mama?"
"Ya masih cantik-kan Bulik mu dong sayang." "Ini apa Pak " Samar aku ingat dengan kotak ini.
"Kalau ma Aku?" Tanya Ega kecil centil sambil Ini adalah kotak yang ada di dalam kotakan kayu
bergaya menunjuk pipinya dengan telunjuk. besar bersama dengan lukisan Ibu di gudang waktu
"Mmmm...." Ana bingung untuk menjawab-nya. itu. Terakhir kali aku ingat, dulu kotak ini terasa
"Sama sayang, kalian sama-sama cantik." Jawabku. panas saat ku pegang, tapi kini kotak ini terasa
"Sudah ah, Berdo'a dulu yuk sambil kamu kenalan begitu sejuk berada di tanganku.
sama Bulik." Ajak-ku.
Dengan khusuk kami bertiga kembali memanjatkan "Bukalah" Perintah Bapak..
doa di pusara Ega.
"Ga... Apa kabar, ini aku sama Ana datang. Kami Perlahan aku buka kotak itu. Ku ambil sebuah
juga membawa Ega kecil kami. Dia cantik Ga, dia bungkusan kain kafan yang berada di dalam-nya.
cantik seperti kamu. Wajah-nya dan semua yang Perlahan aku buka kain kafan yang membungkus
ada pada-nya mirip sekali sama kamu. Sekarang sesuatu di dalamnya itu. Begitu aku buka, ternyata
kami tak sedih lagi, karena ada Ega kecil di antara sebuah keris yang terbungkus di dalam-nya.
kami. Semoga kamu tenang di alam sana."
***** "Itu keris Kyai Drajat ngger, pusaka Trah
Selesai berziarah ke makam Ega, kami langsung Noyolesono. Dulu Bapak berikan keris itu kepada
pulang ke rumah Ndoro Kakung, Bapak-ku. Di Ibumu, dan Mbah Sinem menggunakan keris itu
sana Ndoro Putri dan Ndoro Kakung -yang untuk memotong pusarmu. Dulu keris itu terasa
sekarang menjadi Eyang- sudah menunggu. panas ngger. Tapi bersama dengan lunasnya
Mereka begitu kangen dengan Ega kecil kami sumpah Ibumu, keris itu kembali seperti sedia kala.
karena Ega kecil kamilah yang menjaga kenangan Gunakan keris itu baik-baik ya ngger." Kata Bapak
Ega tetap hidup di keluarga ini. Di samping itu menceritakan keris itu.
karena ini adalah pertama kali-nya kami pulang "Iya Pak." Jawabku sambil meletak-kan keris itu di
kampung setelah lima tahun merantau di Jakarta. tempatnya semula.
Sejenak aku menerawang. Mengingat kisah yang
"Eyang..." Ega kecil langsung berlari dan telah terlewati. Walau penuh dengan duka, tapi
melompat ke gendongan Ndoro Putri, Eyang-nya. suka juga tak kalah mewarnainya. Kisah klasik
"Eyang... Ega baru dari makam Bulik." Kata Ega tentang cinta segi tiga dan penghianatan yang telah
Manja. membangun jiwaku menjadi tangguh seperti
sekarang ini. Loro bronto nandang cidro, from
"Sini Eyang tunjukin photo photo Bulik mu." trenggalek with love akhirnya berakhir bahagia.
Ndoro Putri kemudian menggendong Ega kecil Wis sak mestine ati iki nelongso
masuk ke kamar yang dulu menjadi kamar Ega. Wong sing tak tresnani mblenjani janji
Ana kemudian ikut menyusul Ega kecil dan Opo ora eling naliko semono
Eyangnya masuk ke kamar Ega. Sementara aku Kebak kembang wangi jroning dodo
duduk santai di teras rumah bersama Bapak. "Di,
kamu katanya mau ikut magang Bupati Trenggalek Kepiye maneh iki pancen nasibku
ya?" Tanya Bapak. Kudu nandang loro koyo mengkene
"Iya Pak." Remuk ati iki yen eling janjine
"Nanti kalau kamu jadi pemimpin, pesen bapak Ora ngiro jebul lamis wae
kamu kudu amanah. Ojo adigang adigung adiguno.
Jangan sampai kamu terlibat korupsi, utamakan Gek opo salah awakku iki
kepentingan rakyat di atas segalanya." Wejang Kowe nganti tego mblenjani janji
Bapak. Opo mergo kahanan uripku iki
"Enggih Pak." Mlarat bondo seje karo uripmu
"Sek yo sebentar, Bapak ada sesuatu buat kamu."
Bapak kemudian masuk ke dalam rumah. Tak Aku nelongso mergo kebacut tresno
berapa lama kemudian Bapak keluar lagi sambil Ora ngiro saiki ne cidro
membawa sebuah kotakan kayu jati berukiran
indah di tangan-nya. "Ini milik-mu ngger." Kata LORO BRONTO NANDANG CIDRO
Bapak sambil memberikan kotak itu kepadaku.

Anda mungkin juga menyukai