LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINE
OLEH :
Roro Astie Rizqi, S.Kep
Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan
panjang sekitar 7,5 cm dan dapat menampung ± 50 ml cairan empedu. Cairan empedu
adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus
menerus dalam jumlah 500 – 1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan
penyerapan lemak, suatu media yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak
dapat diekskresikan oleh ginjal.
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
1. Produksi. Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin
(menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh
hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai
bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2. Transportasi. Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah
hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara
selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler
(ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit.
3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim
Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi
bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4. Ekskresi. Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem
empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan
melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi
oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil
bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek
dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik
3. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya’pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi praterm tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH
atau sperositis pada incompabilitas ABO
l. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2) Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3) Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4) Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
7. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.
8. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi
2. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar
lingkungan panas.
3. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar
bilirubin.
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas Tissue integrity : skin 1. Anjurkan klien
kulit berhubungan and mucous mengenakan pakaian
dengan jaundice atau Membranes longgar
radiasi Hemodyalisis akses 2. Hindari kerutan pada
Kreteria Hasil : tempat tidur
1. Integritas kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit agar
baik bias tetap kering dan bersih
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
2. Tidak ada luka/lesi posisi setiap 2 jam sekali)
pada kulit 5. Monitor kulit adanya
3. Perfusi jaringan baik kemerahan
4. Menunjukkan 6. Monitor status nutrisi klien
pemahaman dalam 7. Monitor tanda dan gejala
proses perbaikan kulit infeksi
dan mencegah 8. Oleskan lotion/oil pada
terjadinya cedera daerah yang tertekan
berulang 9. Memandikan pasien
5. Mampu melindungi dengan air hangat dan
kulit dan sabun
mempertahankan
kelembapan kulit dan
perawatan alami
Gangguan temperature NOC : Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering
tubuh (Hipertermia) Kriteria Hasil : mungkin
berhubungan dengan Suhu tubuh dalam rentang 2. Monitor IWL
terpapar lingkungan normal 3. Monitor warna dan suhu
panas. Nadi dan RR dalam kulit
rentang normal 4. Monitor tekanan darah,
Tidak ada perubahan nadi dan RR
warna kulit dan tidak ada 5. Monitor penurunan tingkat
pusing, merasa nyaman kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
demam
10. Selimuti pasien
11. Berikan cairan intravena.
Resiko terjadi cidera NOC : Risk Kontrol 1. Observasi tanda-
berhubungan dengan Kriteria Hasil : tanda ikterus
fototerapi atau Klien terbebas dari cedera 2. observasi letak
peningkatan kadar Klien mampu menjelaskan penutup mata bayi
bilirubin cara/metode untukmencegah 3. Tempatkan lampu
injury/cedera fototerapi diatas
Klien mampu menjelaskan bayi dengan tinggi
factor resiko dari 30-50 cm
lingkungan/perilaku personal 4. Cek intensitas
Mampumemodifikasi gaya lampu setiap hari
hidup untukmencegah injury 5. Ukur tubuh 4-6 jam
Menggunakan fasilitas sekali
kesehatan yang ada 6. Ubah posisi bayi
Mampu mengenali setiap 4 jam per
perubahan status kesehatan protocol
7. ubah posisi bayi
tiap 8 jam
8. Tutup daerah
kemaluan dengan
penutup yang dapat
memantulkan
cahaya untuk
melindungi daerah
kemaluan
9. observasi tindakan
fototerapi
Kurang pengetahuan Knowledge : desease 1. Berikan penilaian tentang
berhubungan dengan procces tingkat pengetahuan
keterbatasan paparan Knowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi
behaviour penyakit tentang proses
Kreteria Hasil : penyakit yang spesifik
1. Pasien dan 3. Sediakan bagi keluarga
keluarga informasi yang cukup
menyatakan 4. Diskusi perubahan gaya
pemahaman hidup yang mungkin
tentang penyakit, diperlukan
kondisi, prognosis 5. Diskusi pilihan terapi atau
dan program penanganan
pengobatan
2. Pasien dan
keluarga mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
3. Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat
atau tim kesehatan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Nasrul. 2010. Dasar Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC
Amin Huda (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & NANDA NIC
NOC. Mediaction : Yogyakarta
Hani, S . 2010. Keperawatan anak . Jakarta:EGC