Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM PROFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINE

OLEH :
Roro Astie Rizqi, S.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA
2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2000).
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C.
Smeltzer, 2002).
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin dalam
jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning
(Azis Alimul, 2005).

2. Anatomi dan Fisiologi


Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, terletak di sebelah atas dalam
rongga abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Berwarna merah kecoklatan, lunak
dan mengandung amat banyak vaskularisasi. Hepar terdiri dari lobus kanan yang besar
dan lobus kiri yang kecil
Fungsi hepar adalah 
1) Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
2) Sintesa kolesterol dan steroid, pembentukan protein plasma (fibrinogen, protrombin
dan globulin)
3) Penyimpanan glikogen, lemak, vitamin (A, B12, D dan K) dan zat besi (Ferritin)
4) Detoksikasi menghancurkan hormon – hormon steroid dan berbagai obat-obatan
5) Pembentukan dan penghancuran sel-sel darah merah, pembentukan terjadi hanya pada
6 bulan masa kehidupan awal fetus
6) Sekresi bilirubin (pigmen empedu) dari bilirubin unconjugated menjadi conjugated

Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan
panjang sekitar 7,5 cm dan dapat menampung ± 50 ml cairan empedu. Cairan empedu
adalah cairan kental berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus
menerus dalam jumlah 500 – 1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan
penyerapan lemak, suatu media yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak
dapat diekskresikan oleh ginjal.
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
1. Produksi. Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin
(menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh
hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai
bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2. Transportasi. Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah
hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara
selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler
(ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit.
3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim
Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi
bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4. Ekskresi. Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem
empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan
melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi
oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil
bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek
dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik

3. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol
(steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya’pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah;
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemoliti
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari ke dua atau hari ke tiga, dan mencapai puncak pada
hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun pada hari ke lima sampai hari ke tujuh
yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung
tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit
tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada
ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja pucat, seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus,
kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.
5. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan
sel darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi,
diimana hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan
kembali oleh tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan
berikatan dengan albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab
bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit
janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan
sirkulasi enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y
terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan
otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi
terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan
kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan
hipoglikemia

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif, anti-A,
anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya
sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5 mg/dl pada
bayi praterm tegantung pada berat badan.
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (< 45%)
dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH
atau sperositis pada incompabilitas ABO
l. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2) Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3) Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4) Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
7. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking.

8. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah truma
lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin

Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi


Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi
menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke
Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam
Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin,
tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

2) Tranfusi Pengganti / Tukar


Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.

Transfusi Pengganti digunakan untuk :


- Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
- Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
- Menghilangkan Serum Bilirubin
- Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
- Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
-
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas pasien dan keluarga
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati (hepatitis)
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
3) Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses mungkin
lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin gelap pekat; hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (reflek menghisap dan
menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol,
menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada awalnya
pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam
kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma
kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan
perempuan.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat
dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin);
inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus,
sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat,
atau trauma kelahiran.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi
2. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar
lingkungan panas.
3. Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar
bilirubin.
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi
Kerusakan integritas  Tissue integrity : skin 1. Anjurkan klien
kulit berhubungan and mucous mengenakan pakaian
dengan jaundice atau  Membranes longgar
radiasi  Hemodyalisis akses 2. Hindari kerutan pada
Kreteria Hasil : tempat tidur
1. Integritas kulit yang 3. Jaga kebersihan kulit agar
baik bias tetap kering dan bersih
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah
2. Tidak ada luka/lesi posisi setiap 2 jam sekali)
pada kulit 5. Monitor kulit adanya
3. Perfusi jaringan baik kemerahan
4. Menunjukkan 6. Monitor status nutrisi klien
pemahaman dalam 7. Monitor tanda dan gejala
proses perbaikan kulit infeksi
dan mencegah 8. Oleskan lotion/oil pada
terjadinya cedera daerah yang tertekan
berulang 9. Memandikan pasien
5. Mampu melindungi dengan air hangat dan
kulit dan sabun
mempertahankan
kelembapan kulit dan
perawatan alami
Gangguan temperature NOC : Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering
tubuh (Hipertermia) Kriteria Hasil : mungkin
berhubungan dengan   Suhu tubuh dalam rentang 2. Monitor IWL
terpapar lingkungan normal 3. Monitor warna dan suhu
panas.   Nadi dan RR dalam kulit
rentang normal 4.  Monitor tekanan darah,
  Tidak ada perubahan nadi dan RR
warna kulit dan tidak ada 5. Monitor penurunan tingkat
pusing, merasa nyaman kesadaran
6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
7. Monitor intake dan output
8. Berikan anti piretik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
demam
10.  Selimuti pasien
11. Berikan cairan intravena.
Resiko terjadi cidera NOC : Risk Kontrol 1. Observasi tanda-
berhubungan dengan Kriteria Hasil : tanda ikterus
fototerapi atau  Klien terbebas dari cedera 2. observasi letak
peningkatan kadar  Klien mampu menjelaskan penutup mata bayi
bilirubin cara/metode untukmencegah 3. Tempatkan lampu
injury/cedera fototerapi diatas
 Klien mampu menjelaskan bayi dengan tinggi
factor resiko dari 30-50 cm
lingkungan/perilaku personal 4. Cek intensitas
 Mampumemodifikasi gaya lampu setiap hari
hidup untukmencegah injury 5. Ukur tubuh 4-6 jam
 Menggunakan fasilitas sekali
kesehatan yang ada 6. Ubah posisi bayi
 Mampu mengenali setiap 4 jam per
perubahan status kesehatan protocol
7. ubah posisi bayi
tiap 8 jam
8. Tutup daerah
kemaluan dengan
penutup yang dapat
memantulkan
cahaya untuk
melindungi daerah
kemaluan
9. observasi tindakan
fototerapi
Kurang pengetahuan  Knowledge : desease 1. Berikan penilaian tentang
berhubungan dengan procces tingkat pengetahuan
keterbatasan paparan  Knowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi
behaviour penyakit tentang proses
Kreteria Hasil : penyakit yang spesifik
1. Pasien dan 3. Sediakan bagi keluarga
keluarga informasi yang cukup
menyatakan 4. Diskusi perubahan gaya
pemahaman hidup yang mungkin
tentang penyakit, diperlukan
kondisi, prognosis 5. Diskusi pilihan terapi atau
dan program penanganan
pengobatan
2. Pasien dan
keluarga mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
3. Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat
atau tim kesehatan
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Nasrul. 2010.  Dasar Keperawatan  Edisi 2. Jakarta: EGC
Amin Huda (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & NANDA NIC
NOC. Mediaction : Yogyakarta
Hani, S . 2010. Keperawatan anak . Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai