Anda di halaman 1dari 36

KEPERAWATAN GERONTIK DAN KELUARGA

PROGRAM PROFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

OLEH :

RORO ASTIE RIZQI, S.KEP

NIM : 736080719079

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PENDIDIKAN PROFESI


NERS
INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA BATAM
TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

1.1 Konsep Lansia dan Proses Penuaan


1.1.1 Definisi Lansia
Menurut Setianto (2004) dalam Muhith (2016) seseorang di katakan lanjut

usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lansia bukan penyakit, namun merupakan

tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang di tandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Muhith, 2016).

Menurut UU No.13 tahun 1998 (dalam Maryam, dkk 2010) dikatakan lanjut

usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas.

1.1.2 Batasan Lansia


Batasan Lansia dalam Aspiani (2014) :

a. Menurut WHO, di bagi dalam tiga kategori :

1. Usia Lanjut : 60 - 74 tahun

2. Usia tua : 75 – 89 tahun

3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun

b. Batasan lansia menurut Dep.Kes.RI, Lanjut usia di bagi

menjadi :

1. Kelompok menjelang usia lanjut (45 – 54 tahun) / Masa

virilitas

2. Kelompok usia lanjut (55 – 89 tahun) / Masa presenium

3. Kelompok – kelompok usia lanjut ( >65 tahun) / Masa

senium

c. Batasan lanjut usia menurut Birren dan Jenner tahun 1977 ;

1. Usia biologis, yang menunjuk pada jangka waktu


seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup,

tidak mati.

2. Usia psikologis, menunjuk pada kemampuan seseorang

untuk mengadakan penyesuaian – penyesuaian kepada

situasi hidupnya.

3. Usia sosial, yang menunjukkan kepadaperan yang di harapkan

atau di berikan masyarakatkepada seseorang sehubungan

dengan usianya.

d. Batasan lansia menurut Bernice Neugarden tahun 1975 :

1. Lanjut usia muda ysng berumur antara (55 – 75) tahun.

2. Lanjut usia tua peralihan menengah (55 – 60) tahun

3. Lanjut usia peralihan akhir (60 – 65) tahun

e. Batasan usia menurut UU No 13 Tahun 1998 adalah 60 tahun

f. Batasan lansia menurut Depkes di kutip dari Azis (1994) :

1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun) yakni kelompok

yang baru memasuki lansia.

2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas)

3. Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia

lebih dari 70 tahun

1.1.3 Teori Penuaan


Ada empat teori pokok dari penuaan menurut Klatz dan Goldman, (2007),
yaitu:
1. Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak digunakan
(overuse) dan disalahgunakan (abuse).
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ
tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa organ yang
dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
3. Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana kita
dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan usia hidup
kita telah ditentukan secara genetik.
4. Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena
terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu.
Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena
kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi
suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada
molekul lain.

1.1.4 Tahapan Proses Penuaan


Proses penuaan dapat berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut
(Pangkahila, 2007):
1. Tahap Subklinik (usia 25-35 tahun)
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
yaitu hormon testosteron, growth hormon dan hormon estrogen. Pembentukan
radikal bebas dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar, karena itu pada usia ini
dianggap usia muda dan normal.
2. Tahap Transisi (usia 35-45 tahun)
Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahunnya. Pada tahap ini orang mulai
merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas
mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit seperti
kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan
diabetes.
3. Tahap Klinik (usia 45 tahun ke atas)
Pada tahap ini penurunan kadar hormone terus berlanjut yang meliputi
DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon
tiroid. Terjadi penurunan bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan
makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem
organ tubuh mulai mengalami kegagalan.

1.1.5 Perubahan pada Lansia


1.1.5.1 Penurunan Fisik
Perubahan fisik yang cenderung mengalami penurunan tersebut
akan menyebabkan berbagai gangguan secara fisik yang ditandai dengan
ketidakmampuan lansia untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan yang
tergolong berat sehingga mempengaruhi kesehatan serta akan berdampak
pada kualitas hidup lansia.
1. Sel
a. Lebih sedikit jumlahnya
b. Lebih besar ukuranya
c. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya
cairan intraceluler
2. St. Respirasi
a. Otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menajdi kaku
b. Menurunya aktifitas dari silia
c. Paru-paru kehilangan elastisitas
d. Kemampuan batuk berkurang
e. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg
3. St. Persyarafan
a. Cepatnya menurun hubungan persyarafan
b. Lambat dalam respon dan waktu bereaksi khususnya dengan
stress
c. Mengecilnya syaraf pancaindera
4. St. Pendengaran
a. Presblakusis (Gangguan pendengaran)
b. Terjadinya pengumpulan cemmen, dapat mengeras karena
peningkatan keratinin.
5. St. Penglihatan
a. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar
b. Kornea lebih berbentuk sentries (bola)
c. Lensa lebih suram
d. Meningkatnya ambang pengamatan sinar
e. Hilangnya daya akomodasi
f. Menurunya lapang pandang
g. Menurunya daya membedakan warna biru atau hijau pada
skala
6. St. Kardiovaskuler
a. Katup jantung menjadi tebal dan kaku
b. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun.
c. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
7. St. pengaturan suhu tubuh
8. St. Pencernaan
a. Kehilangan gigi
b. Indera pengecap menurun
c. Esophagus melebar
9. St. Genitourinaria
a. Aliran darah ke ginjal menurun 50%
b. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah
10. St. Muskuloskeletal
11. St. Endokrin
a. Produksi dari hampir semua hormon menurun
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
c. Menurunya produksi aldosteron
d. Menurunya sekresi hormon kelamin
12. St. Kulit
a. Kulit mengerut
b. Kulit kepala menepis dan rambut berwarna kelabu
c. Rambut dalam hidung dan telinga menebal
d. Berkurangnya elastisitas
e. Kuku jari menjadi keras dan rapuh
f. Kuku kaki timbul berlebihan dan seperti tanduk
g. Kelenjar kerungat berkurang

1.1.5.1.1 Perubahan Mental Dan Psiologis


Perubahan dalam bidang mental atau psikis pada lanjut
usia dapat berupa sikap yang semakin egosentrik, mudah
curiga, serta bertambah pelit atau tamak jika memiliki sesuatu.
Hampir setiap lansia memiliki keinginan berumur panjang
dengan menghemat tenaga yang dimiliknya, mengharapkan
tetap diberikan peranan dalam masyarakat, ingin tetap
berwibawa dengan mempertahankan hak dan hartanya, serta
ingin meninggal secara terhormat.
Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi:
1. Perubahan fisik khususnya organ perasa
2. Kesehatan umum
3. Tingkat pendidikan
4. Keturunan
5. Lingkungan

1.1.5.1.2 Perubahan - Perubahan Psikososial


Perubahan psikososial yaitu nilai pada seseorang yang
sering diukur melalui produktivitas dan identitasnya dengan
peranan orang tersebut dalam pekerjaan. Ketika seseorang
sudah pensiun, maka yang dirasakan adalah pendapatan
berkurang, kehilangan status jabatan, kehilangan relasi dan
kehilangan kegiatan, sehingga dapat timbul rasa kesepian
akibat pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan cara
hidup.

1.1.5.1.3 Perubahan Spiritual


Perubahan spiritual pada lansia ditandai dengan
semakin matangnya kehidupan keagamaan lansia. Agama dan
kepercayaan terintegrasi dalam kehidupan yang terlihat dalam
pola berfikir dan bertindak sehari-hari. Perkembangan spiritual
yang matang akan membantu lansia untuk menghadapi
kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan, maupun
merumuskan arti dan tujuan keberadaannya dalam kehidupan

Berdasarkan konsep lansia dan proses penuaan yang telah dijabarkan,


maka lansia rentan sekali menghadapi berbagai permasalahan baik secara fisik
maupun psikologis. Kane, Ouslander, dan Abrass (1999) menjabarkan
permasalahan yang sering dihadapi lansia ke dalam 14 masalah atau yang sering
disebut 14i Sindrom Geriatri (Geriatric Syndrome). Keempat belas masalah
tersebut adalah:
1. Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih, diiringi gerak anatomis tubuh yang menhilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi adalah
adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan masalah
psikologis.
2. Instability (Instabilitas dan jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak faktor
yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut.
Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor instrinsik
(faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang
terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah
instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati berbagai kondisi yang
mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan penyuluhan
berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal
yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan
yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
3. Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada
pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak,
yang tidak berhubungantingkat kesadaran. Demensia tudak hanya masalah
pada memori. Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk
mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan
juga kehilangan pola sentuh, psien menjadi perasa dan terganggunya aktivitas.
4. Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)
WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar
feses cair atau padat yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi
lain menyatakan inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau
keyidakmampuan untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus.
Kejadian inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia
urin.
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi
dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan higienis.
Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau keluarga
karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan mengganggapnya
sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta tidak perlu diobati.
a. Inkontinensia urin akut reversibel
Meruakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya
inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan
sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan atau obstruksi anatomis
dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada
vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia urin. Konstipasi
juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
b. Inkontinensia urin persisen
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi
klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan intervensi
klinis. Kategori meliputi:
c. Inkontinensia urin stres
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal seperti pada saat batu, bersin atau berolehraga. Umumnya
disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih
sering terjadi pada wanita tetapi mungkn terjadi pada laki-laki akibat
kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan
radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batu atau
berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
d. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginanberkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali. Masalah-masalah neurologis
sering dikaitkan dengan inkontenansia urin urgensi ini, meliputi stroke,
penyakit parkinson, demensia dan cedera medula spinalis. Pasien
mengeluh tak cukup waktu untuk sampai ditoilet setelah timbul keinginan
untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini menrupakan penyebab tersering
inkontinensia pada lansia diatas 75 tahun
e. Inkontinensia urin luapan/overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes
melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan berkurang atau tidak
berkontraksinya kandung kemih dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien
mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung
kemih sudah penuh.
f. Inkontenansia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia fungsional
merupakan intenkonensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah
yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif berat
meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misal
demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit
atau tidak mungkin menjangkau toiley untuk melakukan urinasi.
5. Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap
sebagai bagian dari proses menua. Faktor yang memeperberat depresi adalah
kehilangan orang yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan
menurun
6. Impotence (impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan
seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood stabilizer).
Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat terjadi akibat
menurunnya kadar hormon.
7. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah: berkurangnya
imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya
hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus, hilangnya hormon timus,
berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang
8. Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun
pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adlaah saluran kemih,
pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkena infeksi.
9. Inanitation (malnutrisi)
Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer terjadi sebab dietnya
mutlak salah satu kurang, malnutrsi sekunder atau bersayarat. Kelemahan
nutrisi panda hendaya terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan
fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor
predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun,
penurunan produksi asam lambung.
10. Impaction (konstipasi)
Konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi fese keras, mengejan dnegna keras
saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi 25 % dari keseluruhan BAB.
Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi adalah: obat-obatan (narkotik
golongan NSAID , antasid aluminium, diuretik, analgeti), kondisi neurologis,
gangguan metabolik, psikologis, penyakit saluran cerna, lain-lain (diet rendah
serat, kurang olahraga, kurnag cairan)
11. Insomnia (gangguan tidur)
Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri.
Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
memetahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang lanjut usia di komunitas
mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap terjaga
sepnjang malam, 19 % mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19 % mengalami
kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut umunya mengalami gangguan tidur
seperti: kesulitan untuk tertidur, kesulitan mempertahankan tidur nyenyak,
bangun terlalu pagi. Faktor yang menyebabkan insomnia: perubahan irama
sirkadian, gangguan tidur primer, penyakit fiisik (hipertiroid, arteritis),
penyakit jiwa, pengobatan polifarmasi, demensia.
12. Iatrogenik disorder (efek samping obat-obatan)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, sering
kali menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya.
Pemberian oabta pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena
obat akan dimetabolisme dihati sedangkan pada lansia terjadi penurunan faal
hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana
sebagian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa
metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik.
13. Impairment of Sensory/Vision (penurunan penglihatan, pendengaran,
penciuman)
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai
hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada
pasien geriatri yang diarawat di indonesia mencapai 24 %. Gangguan
penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang , status
fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan pengliahatn dan
pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas
fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul dan mortalitas.
14. Impecunity (penurunan penghasilan)
Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan
mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya
sehingga tidak dapat memberikan penghasilan.
Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling
sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit
dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang
layak, mempunyai peranan di dalam menjalani masa tuanya.

1.2 Konsep Penyakit


1.2.1 Diabetes Melitus
1.2.1.1 Definisi
Diabetes Melitus ialah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2005)
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia
kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang
diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh
darah disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan
pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2005)

1.2.1.2 Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus
bersifat heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya
menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit
Diabetus Melitus antara lain :
a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai
dengan terjadinya kegagalan pada sel Bmelepas insulin.
b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b,
antara lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana
pemasukan karbohidrat serta gula yang diproses secara berlebih,
obesitas dan kehamilan.
c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system
imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat

1.2.1.3 Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang
terjadi pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara
lain :
a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari
ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.
Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam
komplikasi akut.
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini
adalah makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang
pembuluh darah besar, kemudian mikrovaskuler yang menyerang
ke pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata (retinopati), dan
ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu neuropati yang
mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan gangren.
c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain,
menyebabkan penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan
infeksi, gangguan penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan),
luka infesi dalam , penyembuhan luka yang jelek.
d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post
debridement komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika
perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip steril.

1.2.1.4 Pemerikaan Penunjang


Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi
keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol
kaki berkurang (-).
2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering
yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau
bisa jugaterapa lembek.
3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah
terjadinya ulkus
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
2) Pemeriksaan Laboratorium a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS
(Gula Darah Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa), b) Pemeriksaan urine ,
dimana urine diperiksa ada atau tidaknya kandungan glukosa pada urine
tersebut. Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan cara Benedict
(reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan
warna yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (+
+++). c) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis
kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana
tindakan selanjutnya. d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum
dilakukan tindakan pembedahan

1.3 Asuhan Keperawatan Teoritis


1.3.1 Pengkajian
1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga (KK)
b. Alamat
c. Pekerjaan kepala keluarga
d. Pendidikan kepala keluarga
e. Komposisi keluarga
f. Genogram
g. Tipe keluarga
h. Suku bangsa
i. Agama
j. Status sosial ekonomi keluarga
2. Riwayat Tahap Perkembangan Keluarga
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini
b. Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
c. Riwayat keluarga inti
d. Riwayat keluarga sebelumnya
3. Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
b. Denah rumah
c. Karateristik tetangga dan komunitas RW
d. Mobilitas geografis Keluarga
e. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
f. Sistem pendukung keluarga
4. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
b. Struktur kekuatan keluarga
c. Struktur peran (normal dan informal)
d. Nilai dan norma keluarga
5. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
b. Fungsi sosial
c. Fungsi perawatan kesehatan
d. Fungsi reproduksi
e. Fungsi ekonomi
6. Stress Dan Koping Kelurga
a. Stressor jangka pendek dan panjang
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stressor
c. Strategi koping yang digunakan
d. Strategi adaptasi disfungsional
7. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
a. Tingkat kesadaran
b. Tanda vital: TD, N, S, RR
c. Pengukuran BB dan TB
d. Head to toe
e. Pengkajian Psikososial Dan Spiritual

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Hambatan mobilitas fisik
2. Resiko jatuh
3. Kerusakan memori
4. Hambatan interaksi sosial
5. Defisit perawatan diri : mandi
6. Defisit perawatan diri : eliminasi

1.3.3 Rencana Keperawatan


Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik  Joint Movement : Exercise therapy :
Active ambulation
 Mobility level 1. Monitoring vital
 Self care : ADLs sign
 Transfer performance sebelum/sesudah
latihan dan lihat
Kriteria Hasil: respon pasien saat
1. Klien meningkat dalam latihan
aktivitas fisik 2. Konsultasikan
2. Mengerti tujuan dan dengan terapi fisik
peningkatan mobilitas tentang rencana
3. Memverbalisasikan ambulasi sesuai
perasaan dalam dengan kebutuhan
meningkatkan kekuatan 3. Bantu klien untuk
dan kemampuan berpindah menggunakan
4. Memperagakan tongkat saat
penggunaan alat berjalan dan cegah
5. Bantu untuk mobilisasi terhadap cedera
(walker) 4. Ajarkan pasien
atau tenaga
kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
8. Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan
jika diperlukan.

2 Resiko jatuh NOC NIC


 Trauma Risk For Fall Prevention
 Injury risk for 1. Mengidentifikasi
defisit kognitif atau
Kriteria Hasil : fisik pasien yang
1. Keseimbangan : dapat
kemampuan untuk meningkatkan
mempertahankan potensi jatuh dalam
ekuilibrium lingkungan tertentu
2. Gerakan terkoordinasi : Mengidentifikasi
kemampuan otot untuk perilaku dan faktor
bekerja sama secara yang
volunter untuk melakukan mempengaruhi
gerakan yang bertujuan risiko jatuh
3. Perilaku pencegahan 2. Mengidentifikasi
jatuh : tindakan individu karakteristik
atau pemberi asuhan untuk lingkungan yang
meminimalkan faktor resiko dapat
yang dapat memicu jatuh meningkatkan
dilingkungan individu potensi untuk jatuh
4. Kejadian jatuh : tidak (misalnya, lantai
ada kejadian jatuh yang licin dan
5. Pengetahuan : tangga terbuka)
pemahaman pencegahan 3. Sarankan
jatuh perubahan dalam
6. Pengetahuan : gaya berjalan
keselamatan anak fisik kepada pasien
7. Pengetahuan : 4. Mendorong pasien
keamanan pribadi untuk
8. Pelanggaran menggunakan
perlindungan tingkat tongkat atau alat
kebingungan Akut pembantu berjalan
9. Tingkat Agitas 5. Kunci roda dari
10. Komunitas kursi roda, tempat
pengendalian risiko : tidur, atau brankar
Kekerasan selama transfer
11. Komunitas tingkat pasien
kekerasan 6. Tempat artikel
12. Gerakan Terkoordinasi mudah dijangkau
13. Kecenderungan risiko dari pasien
pelarian untuk kawin 7. Ajarkan pasien
14. Kejadian Terjun bagaimana jatuh
15. Mengasuh keselamatan untuk
fisik remaja meminimalkan
16. Mengasuh : bayi / cedera
balita keselamatan fisik 8. Memantau
17. Perilaku Keselamatan kemampuan untuk
pribadi mentransfer dari
18. Keparahan cedera fisik tempat tidur ke
19. Pengendalian risiko kursi dan demikian
20. Pengendalian risiko : pula sebaliknya
penggunaan alkohol, 9. Gunakan teknik
narkoba yang tepat untuk
21. Pengendahan risiko: mentransfer pasien
pencahayaan sinar matahari ke dan dari kursi
22. Deteksi Risiko roda, tempat tidur,
23. Lingkungan rumah toilet, dan
Aman Sebagainya
24. Aman berkeliaran 10. Menyediakan toilet
25. Zat penarikan ditinggikan untuk
keparahan memudahkan,
26. Integritas jaringan : transfer
kulit & membran mukosa 11. Menyediakan kursi
27. Perilaku kepatuhan visi dari ketinggian
yang tepat, dengan
sandaran dan
sandaran tangan
untuk memudahkan
transfer
12. Menyediakan
tempat tidur kasur
dengan tepi yang
erat untuk
memudahkan
transfer
13. Gunakan rel sisi
panjang yang
sesuai dan tinggi
untuk mencegat
jatuh dari tempat
tidur, sesuai
kebutuhan
14. Memberikan pasien
tergantung dengan
sarana bantuan
pemanggilan
(misalnya, bel atau
cahaya panggilan)
ketika pengasuh
tidak hadir
15. Membantu ke toilet
seringkali, interval
dijadwalkan
16. Menandai ambang
pintu dan tepi
langkah, sesuai
kebutuhan
17. Hapus dataran
rendah perabotan
(misalnya,
tumpuan dan tabel)
yang menimbulkan
bahaya tersandung
18. Hindari kekacauan
pada permukaan
lantai
19. Memberikan
pencahayaan yang
memadai untuk
meningkatkan
visibilitas
20. Menyediakan
lampu malam di
samping tempat
tidur
21. Menyediakan
pegangan tangan
terlihat dan
memegang tiang
22. Menyediakan lajur
anti tergelincir,
permukaan lantai
nontrip/tidak
tersandung
23. Menyediakan
permukaan nonslip/
anti
tergelincir di bak
mandi atau
pancuran
24. Menyediakan
kokoh, tinja curam
nonslip/ anti
tergelincir untuk
memfasilitasi
jangkauan mudah
25. Pastikan pasien
yang memakai
sepatu yang pas,
kencangkan aman,
dan memiliki sol
tidak mudah
tergelincir
26. Anjurkan pasien
untuk memakai
kacamata, sesuai,
ketika keluar dari
tempat tidur
27. Mendidik anggota
keluarga tentang
faktor risiko yang
berkontribusi
terhadap jatuh dan
bagaimana mereka
dapat menurunkan
resiko tersebut
28. Sarankan adaptasi
rumah untuk
meningkatkan
keselamatan
29. Instruksikan
keluarga pada
pentingnya
pegangan tangan
untuk kamar
mandi, tangga, dan
trotoar
30. Sarankan atas kaki
yang aman
31. Mengembangkan
cara untuk pasien
untuk berpartisipasi
keselamatan dalam
kegiatan rekreasi
32. Lembaga program
latihan rutin fisik
yang meliputi
berjalan
33. Tanda-tanda
posting untuk
mengingatkan staf
bahwa pasien yang
berisiko tinggi
untuk jatuh
34. Berkolaborasi
dengan anggota tim
kesehatan lain
untuk
meminimalkan
efek samping dari
obat yang
berkontribusi
terhadap jatuh
(misalnya,
hipotensi ortostatik
dan kiprah goyah)
35. Memberikan
pengawasan yang
ketat dan / atau
perangkat menahan
(misalnya, bayi
kursi dengan sabuk
pengaman) ketika
menempatkan
bayi / anak-anak
muda pada
permukaan
ditinggikan
(misalnya, meja
dan kursi tinggi)

3. Kerusakan NOC NIC


memori  Tissue perfusion Cerebral Neurologi monitoring
 Acute Confusion level 1. Memantau ukuran
 Environment pupil,
intrepretation syndrome bentuk,simetri, dan
impaired reaktivitas
2. Memantau tingkat
Kriteria Hasil : kesadaran
1. Mampu untuk 3. Memantau tingkat
melakukan proses mental orientasi
yang kompleks 4. Memantau tren
2. Orieritasi kognitif : Glascow Coma
mampu untuk Scale
mengidentifikasi orang, 5. Memonitor memori
tempat, dan waktu secara baru, rentang
akurat perhatian, memori
3. Konsentrasi : mampu masa lalu, suasana
fokus pada stimulus tertentu hati,
4. Ingatan (memori) : mempengaruhi, dan
mampu untuk mendapatkan perilaku
kembali secara kognitif dan 6. Memonitor tanda-
menyampaikan kembali tanda vital : suhu,
informasi yang disimpan tekanan darah,
sebelumnya denyut nadi,
5. Kondisi neurologis : pernapasan
kemampuan sistem saraf 7. Memonitor status
perifer dan sistem saraf pernapasan: ABG
pusat untuk menerima, tingkat, oksimetri
memproses, dan memberi pulsa, kedalaman,
respon terhadap stimuli pola, tingkat, dan
internal dan eksternal usaha
6. Kondisi neurologis : 8. Memantau ICP dan
kesadaran CPP
7. Menyatakan mampu 9. Memantau refleks
kornea
mengingat lebih baik 10. Memantau refleks
batuk dan muntah
11. Memantau otot,
gerakan motorik,
kiprah, dan
proprioception
12. Memantau untuk
drift pronator
13. Memantau
kekuatan
cengkeraman
14. Memantau untuk
gemetar
15. Memantau simetri
wajah
16. Memantau tonjolan
lidah
17. Memantau
tanggapan
pengamatan
18. Memantau EOMs
dan karakteristik
tatapan
19. Memantau untuk
gangguan visual :
diplopia,
nystagmus,
pemotongan bidan
visual, penglihatan
kabur, dan
ketajaman visual
20. Catatan keluhan
sakit kepala
21. Memantau
karakteristik
berbicara:
kelancaran,
keberadaan
aphasias, atau kata-
temuan kesulitan
22. Pantau respon
terhadap
rangsangan :
verbal, taktil, dan
berbahaya
23. Memantau
diskriminasi tajam /
tumpul dan
panas/dingin
24. Memantau untuk
paresthesia : mati
rasa dan kesemutan
25. Memantau indera
penciuman
26. Memonitor pola
berkeringat
27. Memantau respon
Babinski
28. Memantau respon
Cushing
29. Memantau
kraniotomi
30. Laminektomi
pembalut untuk
drainase
31. Pantau respon
terhadap obat
konsultasikan
dengan rekan kerja
untuk
mengkonfirmasi
data, sesuai
32. Mengidentifikasi
pola-pola yang
muncul dalam data
33. Meningkatkan
frekuensi
pemantauan
neurologis, sesuai
34. Hindari kegiatan
yang meningkatkan
tekanan intrakranial
35. Ruang kegiatan
keperawatan yang
diperlukan yang
meningkatkan
tekanan intrakranial
36. Beritahu dokter
dari perubahan
dalam kondisi
pasien
37. Melakukan
protokol darurat,
sesuai kebutuhan

4. Hambatan NOC NIC


interaksi sosial  Self esteem, situational Socialization
 Communication impaired Enhancement :
verbal 1. Buat interaksi
Kriteria Hasil : terjadwal
1. Lingkungan yang 2. Dorong pasien ke
suportif yang bercirikan kelompok atau
hubungan dan tujuan program
anggota keluarga keterampilan
2. Menggunakan aktivitas interpersonal yang
yang menenangkan, membantu
menarik, dan menyenangkan meningkatkan
untuk meningkatkan pemahaman
3. Kesejahteraan, tentang pertukaran
interaksi sosial dengan informasi atau
orang, kelompok, atau sosialisasi, jìka
organisasi perlu
4. Memahami dampak 3. Identifikasi
dari perilaku diri pada perubahan perilaku
interaksi sosial tertentu
5. Mendapatkan/ 4. Berikan umpan
meningkatkan keterampilan balik positif jika
interaksi sosial, kerjasama, pasien berinteraksi
ketulusan dan saling dengan orang lain
memahami 5. Fasilitas pasien
6. Mengungkapkan dalam memberi
keinginan untuk berhungan masukan dan
dengan orang lain membuat
7. Perkembangan fisik, perencanaan
kognitif, dan psikososial 6. Anjurkan bersikap
anak sesuai dengan usianya jujur dan apa
adanya dalam
berintraksi dengan
orang lain
7. Anjurkan
menghargai orang
lain
8. Bantu pasien
meningkatkan
kesadaran tentang
kekuatan dan
keterbatasan dalam
berkomunikasi
dengan orang lain
9. Gunakan teknik
bermain peran
untuk
meningkatkan
keterampilan dan
teknik
berkomunikasi
10. Minta dan
harapkan adanya
komunikasi verbal
Self-Esteem
Enhancement
Family Process
Maintenance
Complex Relationship
Building
4. Defisit NOC NIC
perawatan  Activity Intolerance Self-Care Assistance:
diri : mandi  Mobility: physical Bathing / Hygiene
Impaired 1. Pertimbangkan
 Self Care Deficit Hygiene budaya pasien
 Sensory perception, ketika
Auditory disturbed. mempromosikan
Kriterta hasil : aktivitas perawatan
1. Perawatan diri ostomi : diri.
tindakan pribadi 2. Pertimbangkan usia
mempertahankan ostomi pasien ketika
untuk eliminasi mempromosikan
2. Perawatan diri : aktivitas perawatan
Aktivitas kehidupan diri
sehari-hari (ADL) mampu 3. Menentukan
untuk melakukan aktivitas jumlah dan jenis
perawatan fisik dan pribadi bantuan yang
secara mandiri atau dengan dibutuhkan
alat bantu 4. Tempat handuk,
3. Perawatan diri Mandi : sabun, deodoran,
mampu untuk alat pencukur, dan
membersihkan tubuh aksesoris lainnya
sendiri secara mandiri yang dibutuhkan di
dengan atau tanpa alat samping tempat
bantu tidur atau di kamar
4. Perawatan diri mandi
hygiene : mampu untuk 5. Menyediakan
mempertahankan artikel pibadi yang
kebersihan dan diinginkan
penampilan yang rapi (misalnya,
secara mandiri dengan atau deodoran, sekat
tanpa alat bantu gigi, sabun mandi,
5. Perawatan diri Hygiene sampo, lotion, dan
oral : mampu untuk produk
merawat mulut dan gigi aromaterapi)
secara mandiri dengan atau 6. Menyediakan
tanpa alat bantu lingkungan yang
6. Mampu terapeutik dengan
mempertahankan mobilitas memastikan
yang diperlukan untuk ke hangat, santai,
kamar mandi dan pengalaman
menyediakan pribadi, dan
perlengkapan mandi personal
7. Membersihkan dan 7. Memfasilitasi gigi
mengeringkan tubuh pasien menyikat
8. Mengungkapkan secara 8. Memfasilitasi diri
verbal kepuasan tentang mandi pasien,
kebersihan tubuh dan sesuai
hygiene oral 9. Memantau
pembersihan kuku,
menurut
kemampuan
perawatan diri
pasien
10. Memantau
integritas kulit
pasien
11. Menjaga
kebersihan ritual
12. Memfasilitasi
pemeliharaan rutin
yang biasa pasien
tidur, isyarat
sebelum tidur, alat
peraga, dan benda-
benda asing
(misalnya, untuk
anak-anak, cerita,
selimut / mainan,
goyang, dot, atau
favorit, untuk
orang dewasa,
sebuah buku untuk
membaca atau
bantal dari rumah),
sebagaimana sesuai
13. Mendorong orang
tua / keluarga
partisipasi, dalam
kebiasaan tidur
biasa
14. Memberikan
bantuan sampai
pasien sepenuhnya
dapat
mengasumsikan
perawatan diri.

6. Defisit NOC NIC


perawatan  Activity Intolerance Self-Care Assistance :
diri : eliminasi  Mobility : physical Toileting
impaired 1. Pertimbangkan
 Fatique level budaya pasien
 Anxiety self control ketika
 Ambulation mempromosikan
 Self care Deficit Toileting aktivitas perawatan
 Self Care Deficit Hygiene diri
 Urinary incontinence : 2. Pertimbangkan usia
functional pasien ketika
Kriteri hasil : mempromosikan
1. Pengetahuan perawatan aktivitas perawatan
Ostomy : tingkat diri
pemahaman yang 3. Lepaskan pakaian
ditunjukkan tentang yang penting untuk
pemeliharaan ostomi untuk memungkinkan
eliminasi penghapusan
2. Perawatan diri : ostomi 4. Membantu pasien
: tindakan pribadi untuk ke toilet /
mempertahankan ostomi commode /
untuk eliminasi bedpan / fraktur
3. Perawatan diri : pan / urinoir pada
Aktivitas kehidupan sehari- selang waktu
hari (ADL) mampu untuk tertentu
melakukan aktivitas 5. Pertimbangkan
perawatan fisik dan pribadi respon pasien
secara mandiri atau dengan terhadap kurangnya
alat bantu privasi
4. Perawatan diri higine: 6. Menyediakan
mampu untuk privasi selama
mempertahankan eliminasi
kebersihan, dan penampilan 7. Memfasilitasi
yang rapi secara mandiri kebersihan toilet
dengan atau tanpa alat bantu setelah selesai
5. Perawatan diri eliminasi
Eliminasi : mampu untuk 8. Ganti pakaian
melakukan aktivitas pasien setelah
eliminasi secara mandiri eliminasi
atau tanpa alat bantu 9. Menyiram toilet /
6. Mampu duduk dan membersihkan
turun dari kloset penghapusan alat
7. Membersihkan diri (commode, pispot)
setelah eliminasi 10. Memulai jadwal ke
8. Mengenali & toilet, sesuai
mengetahui kebutuhan 11. Memulai pasien /
bantuan untuk eliminasi tepat lain dalam
toilet rutín
12. Memulai
mengelilingi kamar
mandi, sesuai dan
dibutuhkan
13. Menyediakan alat
bantu (misalnya,
kateter eksternal
atau urinal), sesuai
14. Memantau
integritas kulit
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:  MediAction.
Aspiani,R.(2014). Buku ajar asuhan keper/awatan gerontk jilid 1.Trans Info
Media: Jakarta
Muhith, A & Siyoto, S (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Andi Offset:
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai