Anda di halaman 1dari 19

KEPERAWATAN ANAK

PROGRAM PROFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN
OBSTRUKSI ILEUS

OLEH :
Roro Astie Rizqi, S.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA
2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal Obstruksi usus
merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan
makanan dapat secara mekanis atau fungsional.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.

2. Anatomi dan Fisiologi


1) Anatomi sistem pencernaan
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir
dan pipi.
2) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya
oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris disebelah belakang
bersambung dengan faring.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas tulang belakang.
a. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak
dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang
punggung setelah melalui thorak menembus diafragma masuk kedalam
abdomen ke lambung.
c. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung, yaitu :
1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak disebelah
kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian
bawah notura minor.
3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal membentuk
spinkter pilorus.
4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari osteum
kordi samapi pilorus.
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari sisi
kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan sampai
ke pilorus anterior.
d. Usus halus
Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang
berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi
hasil pencernaan makanan.
Usus halus terdiri dari :
1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada
bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut
papila vateri.
2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
e. Usus besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari makanan,
tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri atas 8 bagian:
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan
panjang ± 28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S"
ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar.

2) Fisiologi sistem pencernaan


Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan
absorpsi bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan
masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-
enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi
zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas
membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-
enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja
lipase pankreas (Price & Wilson, 1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan,
yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan
hormon (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung
ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung (Price & Wilson, 1994).
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino)
melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-
sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin juga diabsorpsi. Absoprpsi
berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif dan pasif yang
sebagian kurang dimengerti (Price & Wilson, 1994).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah
mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon
bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Preice &
Wilson, 1994). Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak
rantai pendek serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut
membantu menjaga keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah terjadinya
dehidrasi. (Schwartz, 2000)
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon
kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun
oleh antikolinergik, meningkat oleh makanan dan kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali
sehari, terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada
usus, diantaranya :
a. Intususepsi
a. Tumor dan neoplasma
b. Stenosis
c. Striktur
d. Perlekatan (adhesi)
e. Hernia
f. Abses
1) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)

4. Tanda dan Gejala


Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada
1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok


hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap
setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus
diperiksa. (Winslet, 2002)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus
halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri
intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun,
sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di keseluruhan
abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan
tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau
atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat
distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa
keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga
suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)

5. Patofisiologi
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus
halus, karena pada obstruksi kolon, keculai pada volvus, hampir tidak pernah terjadi
stragulasi, kolon merupakan alat pemompaan feses sehingga secara relatif fungsi
kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan
elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal. Gambaran klinik ini disebut
obstruksi rendah, berlainan dengan ileus usus halus yang dinamai ileus tinggi. 3
Obstruksi kolon yang berlarut-larut akan menimbulkan destensi yang amat besar
bersamaan katup ileosekal tetap utuh.
Bila terjadi lusufisiensi katup, timbul reflek dari kolon ke dalam ileum
terminal sehingga ileum turut membesar karena itu gejala dan tenda obstruksi
rendah tergantung kompetensi valvula bauhin. Dinding usus halus kuat dan tebal,
karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis,
sehingga mudah mengalami distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang
paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu terenggang.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen 
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada
anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya
sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau
alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

7. Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)

8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan
bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk   pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
1) Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya  biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.  
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q: Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terusmenerus.
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d
10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-
obatan.
b. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien.
3. Pemeriksan fisik 
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi  
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi
Tanda : syok 
c. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda :Perubahan warna urine dan feces
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah.
Kulit  buruk.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
d. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
e. Diagnostik Test
Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan
dalam usus.
1) Pemeriksaan simtologi
2) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
3) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
4) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
5) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
6) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia)
7) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan, mual dan muntah.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs
nutrisi.
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri berhubungan  Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan distensi  Pain control secara komperehensif
abdomen dan adanya  Comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal
selang Nasogastrik tube/ Kreteria Hasil : dan ketidaknyamanan
usus 1. Mampu mengontrol 3. Control lingkungan yang
nyeri (mampu dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan 4. Ajarkan teknik
teknik nonfarmakologi nonfarmakologi
untuk mengurangi 5. Beri analgetik untuk
nyeri). mengurangi nyeri
2. Melaporkan bahwa 6. Monitor tanda-tanda vital
nyeri berkurang
dengan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
Berkurang

Kekurangan volume  Fluid balance 1. Pertahankan catatan intake


cairan berhubungan  Hydration dan output yang akurat
dengan output  Nutritional status : 2. Monitor vital sign
berlebihan, mual dan food and fluid 3. Monitor status hidrasi
muntah Kreteria Hasil : 4. Monitor
1. Mempertahankan urine masukanmakanan/cairan
output 5. Dorong masukan oral
2. Tanda-tanda vital 6. Monitor status cairan
dalam batas normal termasuk intake dan output
3. Tidak ada tanda cairan
dehidrasi
4. Elastisitas turgor kulit
baik, membrane
mukosa lembab, tidak
ada rasa haus
berlebihan
Perubahan nutrisi  Nutritional status 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan  Nutritional status : 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
tubuh berhubungan food and fluid untuk menentukan jumlah
dengan gangguan  Intake kalori dan nutrisi yang di
absorbnutrisi.  Nutritional status : butuhkan pasien
nutrient intake 3. Anjurkan pasien untuk
 Weight control meningkatkan intake Fe
Kreteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk
1. Berat badan ideal meningkatkan protein dan
sesuai tinggi badan Vitamin
2. Adanya peningkatan 5. Berikan makanan yang
berat badan sesuai terpilih
dengan tujuan 6. monitor mual muntah
3. Mampu 7. monitor berat badan klien,
mengidentifikasi dan turgor kulit
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi
5. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
6. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang
berarti
Gangguan pola  Bowel elimination 1. Monitor tanda dan gejala
eliminasi: konstipasi  Hydration konstipasi
berhubungan dengan Kriteria Hasil : 2. Monior bising usus
disfungsi motilitas usus 1. Mempertahankan 3. Monitor feses: frekuensi,
bentuk feses lunak konsistensi dan volume
setiap 1-3 hari 4. Konsultasi dengan dokter
2. Bebas dari tentang penurunan dan
ketidaknyamanan dan peningkatan bising usus
konstipasi 5. Identifikasi faktor
3. Mengidentifikasi penyebab dan kontribusi
indicator untuk konstipasi
mencegah konstipasi 6. Dukung intake cairan
7. Kolaborasikan pemberian
laktasi
Kurang pengetahuan  Knowledge : desease 1. Berikan penilaian
berhubungan dengan procces tentang tingkat
kurangnya  Knowledge : health pengetahuan
pemanjanan/mengingat, behaviour 2. Jelaskan patofisiologi
kesalahan interpretasi Kreteria Hasil : penyakit tentang proses
informasi, tidak 1. Pasien dan penyakit yang spesifik
mengenal sumber keluarga 3. Sediakan bagi keluarga
informasi, keterbatasan menyatakan informasi yang cukup
kognitif. pemahaman 4. Diskusi perubahan gaya
tentang penyakit, hidup yang mungkin
kondisi, prognosis diperlukan
dan program 5. Diskusi pilihan terapi
pengobatan atau penanganan
2. Pasien dan
keluarga mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
3. Pasien dan
keluarga mampu
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat
atau tim kesehatan
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Nasrul. 2010.  Dasar Keperawatan  Edisi 2. Jakarta: EGC
Amin Huda (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & NANDA NIC
NOC. Mediaction : Yogyakarta
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus,
apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2011

Anda mungkin juga menyukai