LAPORAN PENDAHULUAN
OBSTRUKSI ILEUS
OLEH :
Roro Astie Rizqi, S.Kep
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan produksi
intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri
membentuk hidrogen dan metan dari protein dan karbohidrat yang tidak
tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz, 2000)
3. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada
usus, diantaranya :
a. Intususepsi
a. Tumor dan neoplasma
b. Stenosis
c. Striktur
d. Perlekatan (adhesi)
e. Hernia
f. Abses
1) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)
5. Patofisiologi
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus
halus, karena pada obstruksi kolon, keculai pada volvus, hampir tidak pernah terjadi
stragulasi, kolon merupakan alat pemompaan feses sehingga secara relatif fungsi
kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh karena itu kehilangan cairan dan
elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal. Gambaran klinik ini disebut
obstruksi rendah, berlainan dengan ileus usus halus yang dinamai ileus tinggi. 3
Obstruksi kolon yang berlarut-larut akan menimbulkan destensi yang amat besar
bersamaan katup ileosekal tetap utuh.
Bila terjadi lusufisiensi katup, timbul reflek dari kolon ke dalam ileum
terminal sehingga ileum turut membesar karena itu gejala dan tenda obstruksi
rendah tergantung kompetensi valvula bauhin. Dinding usus halus kuat dan tebal,
karena itu tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis,
sehingga mudah mengalami distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang
paling tipis, karena itu dapat terjadi ruptur bila terlalu terenggang.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada
anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya
sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya
herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau
alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
7. Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)
8. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika
obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi
intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan
bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
1) Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya
terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji
dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q: Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terusmenerus.
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d
10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit
yang sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-
obatan.
b. Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien.
3. Pemeriksan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi
Tanda : syok
c. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda :Perubahan warna urine dan feces
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah.
Kulit buruk.
c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
d. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
e. Diagnostik Test
Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan
dalam usus.
1) Pemeriksaan simtologi
2) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
3) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
4) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
5) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
6) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu,
volvulus, hernia)
7) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output berlebihan, mual dan muntah.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbs
nutrisi.
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
3. Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan/ Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri berhubungan Pain level 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan distensi Pain control secara komperehensif
abdomen dan adanya Comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal
selang Nasogastrik tube/ Kreteria Hasil : dan ketidaknyamanan
usus 1. Mampu mengontrol 3. Control lingkungan yang
nyeri (mampu dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan 4. Ajarkan teknik
teknik nonfarmakologi nonfarmakologi
untuk mengurangi 5. Beri analgetik untuk
nyeri). mengurangi nyeri
2. Melaporkan bahwa 6. Monitor tanda-tanda vital
nyeri berkurang
dengan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
Berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Nasrul. 2010. Dasar Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC
Amin Huda (2015). Asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis & NANDA NIC
NOC. Mediaction : Yogyakarta
Hamami, AH., Pieter, J., Riwanto, I., Tjambolang, T., dan Ahmadsyah, I. Usus Halus,
apendiks, kolon, dan anorektum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2011