Anda di halaman 1dari 171

PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTFI II

Pendidikan Farmasi dan Apoteker yang


Paripurna untuk Mencapai Kompetensi dalam
Menghadapi Persaingan Global

17-18 November 2017, Hotel Golden Tulip Banjarmasin

Diterbitkan oleh :
Program Studi Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lambung Mangkurat
PROSIDING SEMINAR NASIONAL APTFI II

“ Pendidikan Farmasi dan Apoteker yang Paripurna untuk


Mencapai Kompetensi dalam Menghadapi Persaingan Global”
17-18 November 2017 di Hotel Golden Tulip Banjarmasin

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Copyright @ 2017
ISBN : 978-602-73121-2-8

Editor :
Noor Cahaya, M.Sc, Apt.
Khoerul Anwar, M.Sc., Apt

Reviewer :
Dr. Sutomo, M.Si, Apt.
Dr. Arnida, M.Si, Apt.
Nurlely, M.Sc, Apt.

Penyunting :
Destria Indah Sari,M.Farm, Apt.

Diterbitkan oleh :
Program Studi Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lambung Mangkurat

Alamat Penerbit :
Jl. A. Yani Km. 35.8 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Telp. (0511) 4773112
www. farmasi.ulm.ac.id
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November 2017

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, Prosiding Seminar Nasional APTFI II
dengan tema “Pendidikan Farmasi dan Apoteker yang Paripurna untuk Mencapai
Kompetensi dalam Menghadapi Persaingan Global” telah selesai diterbitkan. Prosiding
ini diharapkan akan menjadi salah satu media bagi para peneliti di bidang kefarmasian
dan kesehatan untuk penyampaian, transfer, penyebarluasan dan komunikasi antar
peneliti terkait ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya di bidang kefarmasian
tetapi juga di bidang kesehatan.

Prosiding ini merupakan kumpulan artikel dari beberapa publikasi oral maupun poster
dari peserta Seminar Nasional Kefarmasian yang telah diselenggarakan pada tanggal
17-18 November 2017 di Hotel Golden Tulip Banjarmasin.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang ikut
terlibat dalam proses penyelesaian prosiding ini. Kami juga mengucapkan maaf yang
sebesar-besarnya atas keterlambatan serta kekurangan dalam hal penulisan maupun
penerbitan prosiding ini. Semoga Prosiding Seminar Nasional APTFI II ini bermanfaat
bagi kita semua.

Banjarmasin, November 2017

Panitia Seminar Nasional APTFI II

iii
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November 2017

DAFTAR ISI
Halaman Judul................................................................................................................ i

Tim Penyusun................................................................................................................. ii

Kata Pengantar............................................................................................................... iii

Daftar Isi ........................................................................................................................ iv

Toksisitas Sianidin dan Peonidin dari Umbi Ubi Ungu (Ipomoea batatas L.) Secara
In Silico
Ni Made Pitri Susanti, Ni Kadek Warditiani, Chenme Juiwanti, I Nyoman Triadi
Wisesa ........................................................................................................................... 1

Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral Pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Gangguan


Fungsi Ginjal Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia
Emy Oktaviani, Djoko Wahyono, Probosuseno ............................................................. 7

Efek Pencegahan Ekstrak Etanol Bangle Hitam (Zingiber ottensii Val.) dan Daun
Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap Kadar Lemak Darah Pada Tikus
Jantan Obesitas Yang Diinduksi Pakan Tinggi Lemak Dan Karbohidrat
Agus Sulaeman, Patonah, Nurdin R............................................................................... 19

Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream®Terhadap Kestabilan Fisik


Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) Dalam Menghambat
Proponibacterium acnes
Andi Nur Aisyah, Nurul Arfiyanti Yusuf, Ismail, Hasliah................................................. 29

Profil Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Beras Hitam (Oryza sativa L) Dari
Kalimantan Selatan
Anna Khumaira Sari, Noverda Ayuchecaria................................................................... 43

Pengembangan Sensor Kimia Untuk Penetapan Kadar Polifenol Total Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Indah Yulia Ningsih, Moch. Amrun Hidayat, Agus Abdul Gani, Bambang
Kuswandi........................................................................................................................ 51

Pengaruh Penggunaan Aplikasi Digital Pengingat Minum Obat Terhadap


Kepatuhan Minum Obat Dan Keberhasilan Terapi Pasien Diabetes Mellitus
Riza Alfian, Aditya Maulana Perdana Putra................................................................... 63

Urutan Prioritas Dari Skrining Peresepan Obat Menurut Apoteker Yang Bekerja Di
Rumah Sakit Pemerintah Di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
M. Muhlis, W. Sulistiani................................................................................................. 73

iv
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November 2017

Pengaruh Ion Logam Alkali dan Alkali Tanah Terhadap Aktivitas Selulase dari
Bacillus subtilis SF01
Lanny Hartanti, Revonandia Irwanto, Yehezkiel Billy Oentoro, Emi Sukarti, Henry
Kurnia Setiawan............................................................................................................. 83

Pengaruh Metotreksat Pada Profil Lipid Pasien Rheumatoid Arthritis Di Dua


Rumah Sakit Umum Area Jawa Timur dan Jawa Tengah
Elisabeth Kasih, Wahyu Dewi Tamayanti....................................................................... 93

Profil Kandungan Nutrisi Delapan Kultivar Buah Durian Merah Banyuwangi


Rusmiati, Sumeru Ashari, M. Aris Widodo dan Lutfi Bansir........................................... 99

Uji Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Semut Jepang (Tenebrio sp) Pada
Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley
Ratih Pratiwi Sari, Novia Ariani, Dwi Rizki Febrianti...................................................... 107

Profil Kumulatif Flavonoid Total yang Terlepas dari Sediaan Gel HPMC
Mengandung Ekstrak Etanol Daun Aquilaria microcarpa
Destria Indah Sari, Dina Rahmawanty, Maulida Eriana................................................. 113

Karakterisasi Simplisia Akar Seluang Belum (Luvunga sarmentosa (Blume) Kurz.)


dan Profil KLT-nya
Nashrul Wathan, Abdullah............................................................................................. 121

Penggunaan Potentially Inappropriate Medications (PIMs) Pada Pasien Geriatri


Rawat Inap Di RSUD Ratu Zalecha Martapura Berdasarkan Beers Criteria
Herningtyas Nautika Lingga, Noor Cahaya..................................................................... 127

Penggunaan Antibiotik Dan Obat Lain Pada Pasien Yang Menjalani Rawat Inap Di
Ruang Perawatan Bedah
Difa Intannia, Valentina Meta Srikartika, Dina Rahmawanty, Nur Jamilah, Rina Asti... 135

Pengaruh Pemberian Kombinasi Asam Asetilsalisilat dan Fruktosa Terhadap


Peningkatan Kadar Asam Urat Pada Tikus Jantan Galur Wistar: Pengembangan
Metode
Muhamad Fauzi Ramadhan, Muharam Priatna, Yedy Purwandi Sukmawan................ 143

Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Daun Dadap Serep
(Erythrina subumbrans) Terhadap Sel Hela Secara In Vitro
Fitrianingsih, Diah Tri Utami, Indri Maharini................................................................. 149

Profil Pengelolaan Obat di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar


I Nyoman Gede Tri Sutrisna dan Kadek Duwi Cahyadi................................................... 157

v
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November 2017

vi
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

TOKSISITAS SIANIDIN DAN PEONIDIN DARI UMBI UBI UNGU (IPOMOEA


BATATAS L.) SECARA IN SILICO

TOXICITY OF CIANIDIN AND PEONIDIN FROM UMBI UBI UNGU (Ipomoea Batatas L.)
BY IN SILICO

Ni Made Pitri Susanti 1*, Ni Kadek Warditiani 1, Chenme Juiwanti 1, I Nyoman Triadi Wisesa 1
1
Program Studi Farmasi, FMIPA,Universitas Udayana, Jalan Kampus Bukit Jimbaran, Badung,
Bali, Indonesia
*Corresponding author: dekpitsusanti@unud.ac.id

Abstract. Anthocyanin in purple sweet potatoes (Ipomoea batatas L.) is known to have
various pharmacological activities including: antioxidants, antihiperlipidemia,
anticancer, and antidiabetes. Toxicity testing is necessary to determine the potential
hazards of the test compounds that might be produced. This study was conducted to
determine the toxicity of anthocyanin (cyanidin and peonidin) in silico using Toxtree
software v2.6.13. Toxicity testing in silico with Toxtree software using 2D cyanidin and
peonidin structure with test parameters, namely: Skin Irritation / Corrosion and Eye
Irritation and Corrosion. Further data analysis was conducted descriptively on the results
of tested toxicity parameters. The results showed that cyanidin and peonidin did not have
the potential to cause irritation or corrosion of the skin while in the eyes did not have the
potential to cause severe burns or burns.

Keywords: cyanidin, peonidin, toxicity, in silico

1. PENDAHULUAN Antosianin dalam tanaman ubi ungu


Senyawa antosianin merupakan (Ipomoea batatas L.) diketahui memiliki
salah satu dari golongan flavonoid yang aktivitas sebagai antioksidan, anti-
terdapat pada tumbuhan dengan ciri inflamasi, antikarsinogenik, antiulser,
memberikan warna terang seperti jingga, hepatoprotektif, dan hipourisemia (Shipp
merah, dan biru (Winarti, 2008). Jenis and Abdel-Aal, 2010; Montilla et al., 2011;
antosianidin yang umum ditemukan pada Jiao et al., 2012; Kang et al., 2014;
tanaman tingkat tinggi yaitu pelargonidin, Margaret et al., 2013; Zhang et al., 2015).
peonidin, sianidin, malvidin, petunidin, Jiao et al. (2012) mengatakan bahwa
dan delvinidin (Goulas et al., 2012). Salah kandungan terbesar antosianidin dalam
satu tanaman yang mengandung akar ubi ungu (Ipomoea batatas L.) adalah
antosianin adalah tanaman ubi ungu jenis sianidin dan peonidin.
(Ipomoea batatas L.). Secara in vitro dan in vivo, sianidin
dan peonidin memiliki beberapa aktivitas.

1
Ni Made Pitri Susanti dkk.: Toksisitas Sianidin dan Peonidin dari Umbi Ubi Ungu (Ipomoea Batatas L.) Secara In Silico

Sianidin-3-glukosida dan peonidin-3- sebagai inhibitor HMG-CoA reductase


glukosida dari tanaman Oryza sativa L. dalam mekanismenya sebagai
secara in vitro dan in vivo memiliki antihiperlipidemia melalui ikatan hidrogen
aktivitas antikanker, dimana paling sensitif pada asam amino 1156 LYS, 684 SER, 590
terhadap sel HS578T. Sianidin-3-glukosida ARG, 692 LYS, 981 GLY, dan 982 CYS.
dan peonidin-3-glukosida juga Pengetahuan mengenai toksisitas
menginduksi aktivasi caspase-3, suatu senyawa dalam upaya
kondensasi kromatin, dan kematian sel. pengembangan obat baru sangat
Secara in vivo, sianidin-3-glukosida dan diperlukan. Uji toksisitas penting
peonidin-3-glukosida mampu dilakukan dalam skrining obat baru yang
menghambat pertumbuhan sel Lewis lung dikembangkan sebelum digunakan pada
carcinoma (Chen et al., 2005). Matsui et al. manusia. Uji toksisitas merupakan
(2001), melakukan uji aktivitas inhibisi α- penentuan potensi bahaya dari senyawa
glukosidase dari pelargonidin, sianidin, uji yang mungkin dihasilkan (Arome and
dan peonidin-3-sophorosida-5-glukosida Chinedu, 2013).
dari tanaman Pharbitis nil dan Ipomoea Metode in silico dikembangkan
batatas. Antosianin terasilasi untuk memprediksi toksisitas suatu
menunjukkan inhibisi maltase yang kuat senyawa berdasarkan hubungan
dengan nilai IC50<200 μM. matematika antara sifat fisikokimia dan
Secara in silico, Sui et al. (2015) telah aktivitas biologisnya termasuk efek
melakukan uji terhadap empat antosianin, toksisitasnya.
meliputi: sianidin-3-glukosida, sianidin- Toxtree merupakan salah satu
3,5-glukosida, sianidin-3-rutinosida, dan software yang dapat digunakan untuk
peonidin-3-glukosida terhadap porcine prediksi toksisitas suatu senyawa. Uji
pancreatic α-amylase. Diketahui bahwa toksisitas dengan software Toxtree dapat
sianidin-3-glukosida memiliki aktivitas memprediksi potensi iritasi atau korosi
hambatan paling tinggi sehingga pada kulit dan mata (Ruswanto, 2014).
berpotensi sebagai antidiabetes tipe II. Pada penelitian ini akan dilakukan uji
Peonidin telah diketahui memiliki aktivitas toksisitas senyawa antosianin sianidin dan
antioksidan melalui mekanisme induksi peonidin secara in silico dengan
enzim superoxide dismutase (SOD) secara menggunakan software Toxtree.
in silico (Laksmiani et al., 2016). Paramita
(2016), mengatakan berdasarkan uji in 2. METODE
silico aglikon sianidin dan peonidin Uji Toksisitas In Silico Senyawa
mampu memproteksi sel beta pankreas Sianidin dan Peonidin dilakukan dengan
karena mampu berikatan dengan protein menggunakan software Toxtree v2.6.13.
IL-1β, TNF-α, IFN γ, IκK, JAK1, JAK2, dan Struktur 2 dimensi (2D) senyawa sianidin
Caspase 3. Susanti et al. (2017), dan peonidin diunduh dari
mengatakan bahwa secara in silico https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov
antosianin terasetilasi memiliki potensi dengan format file SDF (*.sdf). Struktur 2

2
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

dimensi senyawa uji dengan format (*.sdf) irritation/corrosion dan eye irritation and
yang dilengkapi dengan sifat kimia fisika corrosion. Parameter toksisitas ini diujikan
berupa titik leleh diinput ke dalam untuk mengetahui potensi toksik dari
software Toxtree. Uji toksisitas dilakukan senyawa antosianin sianidin dan peonidin
dengan menggunakan 2 parameter yaitu secara topikal (ideaconsult, 2009).
Skin Irritation/Corrosion dan Eye Irritation
and Corrosion. Analisis data yang 3.1 Penyiapan Struktur Senyawa Sianidin
diperoleh dari 2 parameter dilakukan dan Peonidin
secara deskriptif. Struktur 2 dimensi senyawa sianidin
dan peonidin dengan format (*.sdf)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN diunduh dari
Pengujian toksisitas senyawa https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov.
antosianin (sianidin dan peonidin) secara Struktur 2 dimensi senyawa sianidin dan
in silico telah dilakukan dengan peonidin ditampilkan pada Gambar 1.
menggunakan parameter toksisitas skin

(a) (b)
Gambar 1. Struktur 2 Dimensi Senyawa Sianidin (a) dan Peonidin (b)

Struktur kimia senyawa antosianin parameter uji, yaitu Skin


ini terdiri atas struktur ion flavilium atau 2- Irritation/Corrosion dan Eye Irritation and
fenilbenzopirilium (Gambar 1) dan terdiri Corrosion dengan menggunakan struktur
atas gugus hidroksil dan metoksil pada 2D senyawa dan sifat fisikokimianya yaitu
posisi yang berbeda (Li et al., 2017). titik leleh. Toxtree memiliki banyak
Sianidin dan peonidin memiliki perbedaan parameter uji dengan hasil akhir pengujian
struktur yaitu adanya gugus –OCH3 pada toksisitas yang berbeda (Cronin et al.,
cincin B pada senyawa peonidin (Susanti et 2013). Hasil dari pengujian toksisitas
al., 2017). secara in silico dengan software Toxtree
terhadap parameter toksisitas yang
3.2 Uji Toksisitas In Silico Senyawa diujikan adalah berupa Kelas atau
Sianidin dan Peonidin Kelompok atau Kategori senyawa uji
Uji toksisitas sianidin dan peonidin terhadap parameter toksisitas. Hasil uji
dilakukan dengan menggunakan 2 toksisitas sianidin dan peonidin terhadap 2

3
Ni Made Pitri Susanti dkk.: Toksisitas Sianidin dan Peonidin dari Umbi Ubi Ungu (Ipomoea Batatas L.) Secara In Silico

parameter uji pada software Toxtree


ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Toksisitas Senyawa Sianidin dan peonidin dengan Toxtree.
Senyawa
Parameter Toksisitas
Sianidin Peonidin
Tidak mengiritasi Tidak mengiritasi
Skin Irritation/ Corrosion
atau korosif atau korosif
Tidak korosif pada Tidak korosif pada
kulit (tidak kulit (tidak
Eye Irritation and
menyebabkan luka menyebabkan luka
Corrosion
bakar dan luka bakar dan luka
bakar yang parah) bakar yang parah)

Parameter toksisitas Skin kemampuan penetrasinya pada kulit


Irritation/Corrosion serta Eye Irritation (Zapor, 2004). Senyawa dengan titik leleh
and Corrosion digunakan untuk menilai dibawah 100ºC lebih mudah terabsorpsi
potensi toksik dari senyawa antosianin melalui dermal sehingga kemungkinan
(sianidin dan peonidin) terhadap kulit dan untuk menyebabkan korosi atau iritasi
mata. Pada parameter ini hanya lebih tinggi (Ates et al., 2016; Hulzebos et
digunakan sifat fisikokimia senyawa, yaitu: al., 2003).
titik leleh. Titik leleh dari senyawa sianidin
dan peonidin berturut-turut adalah 4. KESIMPULAN
213,73ºC dan 208,50ºC. Senyawa sianidin dan peonidin tidak
Hasil uji parameter Skin berpotensi menyebabkan korosi maupun
Irritation/Corrosion diperoleh hasil bahwa iritasi pada kulit dan tidak berpotensi
senyawa sianidin dan peonidin tidak menyebabkan luka bakar dan luka bakar
mengiritasi atau korosif berupa luka bakar yang parah pada mata.
atau luka bakar yang parah. Parameter Eye
Irritation and Corrosion diperoleh hasil 5. UCAPAN TERIMAKASIH
bahwa senyawa sianidin dan peonidin Penulis mengucapkan terimakasih
memiliki efek yang sama seperti pada kulit kepada Jurusan Farmasi Fakultas MIPA
yaitu tidak korosif berupa tidak Universitas Udayana.
menyebabkan luka bakar atau luka bakar
yang parah (Tabel 4.1). Hasil ini diperoleh 6. DAFTAR PUSTAKA
karena titik leleh kedua senyawa tersebut Arome, D., E. Chinedu. (2013). The
berada diatas 200ºC atau titik leleh yang Importance of Toxicity Testing.
tinggi (Gerner et al., 2004). Titik leleh ini Journal of Pharmaceutical and
berhubungan dengan permeabilitas BioSciences. Vol. 4: 146-148.
senyawa pada kulit yang berhubungan Ates, G., Steinmetz, F. P., Doktorova, T. Y.,
dengan kelarutan senyawa dan Madden, J. C., Rogiers, V., (2016).

4
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Linking Existing In Vitro Dermal Convolvulaceae) on


Absorption Data to Physicochemical Neuroinflammatory Responses in
Properties: Contribution to The Lipopolysaccharide-Stimulated
Design of A Weight-of-Evidence Microglial Cells. Tropical Journal of
Approach for The Safety Evaluation Pharmaceutical Research. Vol. 13
of Cosmetic Ingredients with Low (8): 1257-1263.
Dermal Bioavailability. Regulatory Laksmiani, N. P. L., Paramita, N. L. P. V.,
Toxicology and Pharmacology. Vol. Wirasuta, I M. A. G., (2016). In Vitro
76: 74-78. and In Silico Antioxidant Activity of
Chen, P. N., Chu, S. C., Chiou, H. L., Chiang, Purified Fractions from Purple Sweet
C. L., Yang, S. F., Hsieh. Y. S., (2005). Potato Ethanolic Extract.
Cyanidin 3-Glucoside and Peonidin International Journal of Pharmacy
3-Glucoside Inhibit Tumor Cell and Pharmaceutical Sciences. Vol. 8
Growth and Induce Apoptosis In (8): 177-181.
Vitro and Suppress Tumor Growth In Li, D., Wang, P., Luo, Y., Zhao, M., Chen, F.,
Vivo. Nutrition and Cancer. Vol. 53 (2017). Health Benefits of
(2): 232-243. Anthocyanins and Molecular
Goulas, V., Vicente, A. R., Manganaris. G. Mechanism: Update From Recent
A., (2012). Structural Diversity of Decade. Critical Reviews in Food
Anthocyanins in Fruits. In: Science and Nutrition. Vol. 57 (8):
Anthocyanins: Structure, 1729-1741.
Biosynthesis and Health Benefits. Margaret, T. M., Krishna, P., Revathi, B.,
Nova Science Publishers, Inc. Tony, D. E., Kumar, M. S., Babu. A. N.,
Hulzebos, E. M., Maslankiewicz, L., (2013). Asessment of In Vitro Anti
Walker, J. D., (2003). Verification of Inflamatory Activity of Aqueous
Literature-Derived SARs for Skin Extract of Ipomoea batatas Tubers.
Irritation and Corrosion. QSAR & Asian Journal of Research in
Combinatorial Science. Vol. 22: 351- Biological and Pharmaceutical
363. Sciences. Vol. 1 (1): 47-53.
Ideaconsult. 2009. Toxtree User Manual. Matsui, T., Ueda, T., Oki, T., Sugita, K.,
Bulgaria: Ideaconsult Ltd. Terahara, N., Matsumoto. K., (2001).
Jiao, Y., Jiang, Y., Zhai, W., Yang, Z., (2012). Α-Glucosidase Inhibitory Action of
Studies on Antioxidant Capacity of Natural Acylated Anthocyanins. J
Anthocyanin Extract from Purple Agric Food Chem. Vol. 49: 1952-
Sweet Potato (Ipomoea batatas L.). 1956.
African Journal of Biotechnology. Montilla, E. C., Hillebrand, S.,
Vol. 11 (27): 7046-7054. Winterhalter, P., (2011).
Kang, H., Kwak, Y. G., Koppula, S., (2014). Antocyanins in Purple Sweet Potato
Protective Effect on Purple Sweet (Ipomoea batatas L.) Varieties.
Potato (Ipomoea batatas Linn,

5
Ni Made Pitri Susanti dkk.: Toksisitas Sianidin dan Peonidin dari Umbi Ubi Ungu (Ipomoea Batatas L.) Secara In Silico

Fruits, Vegetable and Cereal Science Amylase. Journal of Functional


and Biotechnology. Vol. 5 (2): 19-24. Foods. Vol. 21: 50-57.
Paramita, N. L. K. N. (2016). Simulasi In Susanti, N. M. P., Warditiani, N. K.,
Silico Proteksi Sel Beta Pankreas oleh Laksmiani, N. P. L., Dewi, N. K. A. S.,
Antosianin Monoasilasi dari Ubi Oka, M., Heltyani, W. E., Wicaksana,
Ungu (Ipomoea batatas L.) (Skripsi). G. P. A. P.,. Wirasuta. M. A. G (2017).
Badung: Jurusan Farmasi, FMIPA HMG-CoA Reductase Inhibitor
UNUD. Activity of Anthocyanin from Purple
Ruswanto. (2014). Desain dan Studi Sweet Potato (Ipomoea batatas L.).
Interaksi Senyawa N’-(3,5- The International Conference on
Dinitrobenzoyl)- Biosciences “Advancing Biodiversity
Isonicotinohydrazine pada for Sustainable Food Security”. pp.
Mycobacterium tuberculosis Enoyl- 89-94.
Acyl Carrier Protein Reductase Winarti, S., Sarofa, U., Anggrahini, D.,
(INHA). Jurnal Kesehatan Bakti (2008). Ekstraksi dan Stabilitas
Tunas Husada. Vol. 12 (1): 192-201. Warna Ubi Ungu (Ipomea batatas L.)
Shipp, J., Abdel-Aal, E. S. M., (2010). Food Sebagai Pewarna Alami. Jurnal
Applications and Physiological Teknik Kimia. Vol. (3)1: 207-214.
Effects of Anthocyanins as Zhang, Z. C., Su, G. H., Luo, C. L., Pang, Y.
Functional Food Ingredients. The L., Wang, L., Li, X., Wen, J. H., Zhang,
Open Food Science Journal. Vol. 4: 7- J. L., (2015). Effects of Anthocyanins
22. from Purple Sweet Potato (Ipomoea
Sui, X., Zhang, Y. A., Zhou. W., (2015). In batatas L. cultivar Eshu No. 8) on The
Vitro and In Silico Studies of The Serum Uric Acid Level and Xanthin
Inhibition Activity of Anthocyanins Oxidase Activity in Hyperuricemic
Against Porcine Pancreatic α- Mice. Food Funct. Vol. 6 (9): 3045-
3055.

6
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIDIABETIK ORAL PADA PASIEN DM TIPE 2


DENGAN GANGGUAN FUNGSI GINJAL RAWAT JALAN DI RSUP Dr.
SARDJITO YOGYAKARTA, INDONESIA

EVALUATION OF ORAL ANTIDIABETIC


ON TYPE 2 DIABETIC PATIENTS WITH RENAL DYSFUNCTION
OUTPATIENT IN DEPARTMENT OF RSUP DR. SARDJITO

Emy Oktaviani 1*, Djoko Wahyono 2, Probosuseno 3


1
Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Pakuan, Bogor , Jawa Barat, Indonesia
2
Bagian Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta, Indonesia
3
Bagian Penyakit Dalam, Konsultan Penyakit Dalam Usia Lanjut, RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta, Indonesia
*Corresponding author: emyoktaviani@unpak.org (emyoktaviani25@gmail.com)

Abstract. Treatment of diabetes mellitus with renal dysfunction required a drug


adjustment. Drug adjustment must based on creatinin clearance (CrCl). This study aimed
to evaluate of oral antidiabetic on type 2 diabetic patients with renal dysfunction in
outpatient department of Dr. Sardjito, Yogyakarta. This study was observational with
cross sectional design. Data collection was done retrospectively through patient’s
medical records searching and review. The subjects were type 2 diabetic patients with
renal dysfunction in outpatient department who met the inclusion criteria. Evaluation of
antidiabetic in this study is done by comparing the patient’s dosage regimen obtained
with literature. Literature used in this comparison was Drug Information handbook 20th
Edition and Handbook of Renal Pharmacotherapy. The result showed that oral
antidiabetic with the highest usage, 57 patient (57%) was single type and the lowest
usage, 8 patient (8%) was three combination type. Type of oral antidiabetic with the
highest usage was acarbose (36%) and metformin (14%). Out of 100 patients, 38 patient
(38%) showed appropriate medication, 62 patient (62%) non-appropriate medication.
From 149 case of medicine, the appropriate antidiabetic oral was 51,67% and non-
appropriate antidiabetic oral was 48,32%. From this study showed that usage of oral
antidiabetic without adjustment was still high. Consequently, the possibility of
unachieved clinical outcome was greater.

Keywords: DM type 2, renal dysfunction, creatinin clearance, oral antidiabetic

7
Emy Oktaviani dkk.: Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia

1. PENDAHULUAN penelitian sebelumnya tentang evaluasi


Diabetes Mellitus (DM) merupakan penggunaan antidiabetik oral pasien DM
salah satu penyakit kronis yang banyak tipe 2 dengan gangguan fungsi ginjal di
diderita oleh masyarakat indonesia. DM salah satu rumah sakit di padang dan
merupakan penyakit kronis yang dapat hasilnya adalah penyesuaian dosis pada
membahayakan jiwa dan menyebabkan rumah sakit tersebut belum
berbagai komplikasi seperti neuropati, mempertimbangkan aspek farmakokinetik
retinopati dan nefropati diabetika yang klinik (Elvina, 2011).
dapat berakhir sebagai gagal ginjal yang Maka dari itu, dilatarbelakangi oleh
mengakibatkan sulitnya pengobatan masalah di atas, pentingnya pengetahuan
(Alberti dkk., 2007). Terjadinya gangguan mengenai penyesuaian pengobatan pada
fungsi ginjal pada penderita DM selain gangguan fungsi ginjal guna menentukan
dapat disebabkan oleh penyakit itu regimen terapi yang sesuai merupakan
sendiri, juga dapat disebabkan oleh faktor penting dalam keberhasilan terapi
penggunaan obat-obatan dalam jangka dan memperbaiki kualitas hidup pasien.
waktu yang lama tanpa adanya
pemeriksaan terhadap organ ginjal. 2. METODE
Proses penuaan menyebabkan 2.1 Instrumen Penelitian
penurunan fungsi beberapa organ, Alat dan bahan yang digunakan dalam
termasuk organ ginjal. Proses penuaan penelitian ini adalah rekam medik, lembar
berhubungan dengan penurunan dalam pengumpul data, DIH 22th edition, dan
laju filtrasi glomerulus atau creatinin Handbook of Renal Pharmacotherapy.
clearance (CrCl) sehingga berpengaruh
terhadap proses eliminasi obat dari dalam 2.2 Jalannya Penelitian
tubuh. Sehingga mengakibatkan Penelitian ini dilakukan dalam
peningkatan risiko akumulasi obat dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah
darah (Shargel dkk., 2012). tahap persiapan yang dimulai dengan
Pasien dengan gangguan fungsi ginjal studi kepustakaan terkait penelitian.
dapat menunjukkan perubahan proses Tahap kedua adalah tahap pengambilan
farmakokinetika dalam bioavailabilitas, data dan tahap ketiga adalah tahap
volume distribusi, dan klirens. Sehingga pengolahan. Tahap keempat adalah
dapat mengakibatkan ketidaktercapaian pengambilan kesimpulan dan saran.
efek terapi atau resiko toksisitas. Dosis 2.3. Evaluasi Data
pemberian obat pada pasien dengan Evaluasi terhadap data penggunaan
gangguan fungsi ginjal harus disesuaikan antidiabetik oral pada pasien DM tipe 2
dengan bersihan kreatinin (CrCl). Pda dengan gangguan fungsi ginjal dilakukan
praktiknya, penyesuaian pengobatan dengan membandingan regimen dosis
diabetes pada pasien gangguan fungsi antidiabetik oral yang didapatkan pasien
ginjal belum sepenuhnya dilakukan di rumah sakit dengan regimen dosis yang
(Shargel dkk, 2012). Telah dilakukan terdapat di literatur. Literatur yang

8
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

digunakan adalah Drug Information kelamin, usia, nilai CrCl dan jenis DM tipe
Handbook 20th Edition dan Handbook of 2, terlihat jumlah pasien laki-laki sebesar
Renal Pharmacotherapy. 69 pasien (69%) dan pasien perempuan
Pengobatan dikatakan sesuai jika sebesar 31 pasien (31%). Pasien dalam
regimen dosis yang didapatkan oleh penelitian ini sebesar 91 pasien berusia
pasien di rumah sakit masuk ke dalam 60-75 tahun, 9 pasien berusia 76-90 tahun
rentang regimen dosis yang terdapat di dan usia > 90 tahun tidak ditemukan.
literatur. Regimen dosis pengobatan yang Untuk karateristik nilai CrCl tersebar
dievaluasi adalah dosis dan interval dalam 4 kategori yaitu 60-89 ml/menit
pemberian antidiabetik oral. sebesar 5 pasien (5%), 30-60 ml/menit
sebesar 76 pasien (76%), 15-30 ml/menit
3. HASIL DAN PEMBAHASAN sebesar 18 pasien (18%) dan < 15
3.1 Karakteristik Dasar Penelitian ml/menit sebesar 1 pasien (1%).
Jumlah pasien yang memenuhi krite-
ria inklusi dalam penelitian ini adalah 100
pasien. Berdasarkan karateristik jenis

Tabel 1. Karakteristik Pasien DM Tipe 2 dengan Gangguan Fungsi Ginjal di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta
Jumlah Pasien
Karakteristik (n= 100)
N (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 69 69
Perempuan 31 31
Usia (tahun)
60-75 91 91
76-90 9 9
˃90 0 0
Gangguan Fungsi Ginjal
Non HD; CrCl (ml/menit)
60-89 5 5
30-60 76 76
15-30 18 18
< 15 1 1
Jenis Diabetes Melitus Tipe 2
DM2NO 45 45
DM2O 55 55
Komorbid
Komplikasi makrovaskular 92 92
Komplikasi mikrovaskular 100 100
Jenis obat lain selain
antidiabetik oral
Jumlah obat < 5 65 65
Jumlah obat ≥ 5 35 35

9
Emy Oktaviani dkk.: Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia

DM tipe 2 dengan obesitas dan DM merupakan komplikasi yang terjadi pada


tipe 2 dengan non obesitas, dimana DM ginjal yang dapat berakhir pada gagal
tipe 2 dengan obesitas sebesar 55 pasien ginjal.
(55%) dan DM tipe 2 dengan non obesitas Obesitas merupakan salah satu faktor
sebesar 45 pasien (45%). Karateristik resiko terjadinya DM. Hal ini dikarenakan
lainnya adalah komorbid pasien. Dari 100 orang dengan obesitas memiliki
pasien, terlihat bahwa pasien yang keterbatasan dalam melakukan aktivitas
menderita komplikasi makrovaskular sehingga mengurangi proses metabolisme
sebesar 92 pasien (92%) dan komplikasi di dalam tubuh dan menyebabkan kadar
mikrovaskular sebesar 100 pasien (100%). gula dalam darah juga meningkat.
Komplikasi makrovaskuler dalam Obesitas pada penderita DM biasanya
penelitian ini meliputi Coronary Artery merupakan abdominal obesity atau
Disease (CAD), Congestif Heart Failure obesitas sentral (penumpukkan lemak
(CHF), Deep Vein Trombosis (DVT), dibagian perut) dan resikonya meningkat
Peripheral Artery Disease (PAD), seiring dengan bertambahnya usia (Osher
Hipertension Heart Disease (HHD), dan Stern, 2009). Diabetes beresiko
Ischemic Heart Disease (IHD), dan mengalami beberapa komplikasi baik
Coronary Heart Disease (CHD). Dari makrovaskular maupun mikrovaskular.
komorbid yang diderita oleh pasien dalam
penelitian ini, menyebabkan jumlah obat 3.2 Gambaran Penggunaan Antidiabetik
yang dikonsumsi juga lebih dari 1 jenis Oral
obat. Terlihat bahwa jumlah obat yang Berdasarkan hasil penelitian, dari
digunakan selain antidiabetik oral 100 pasien yang memenuhi kriteria inklusi,
sebagian besar berjumlah kurang dari 5 57 pasien menerima antidiabetik oral
(65%), namun jumlah obat ≥ 5 juga banyak tunggal, 35 pasien menerima antidiabetik
digunakan (35%). oral kombinasi dua obat, dan 8 pasien
Usia merupakan salah satu faktor menerima antidiabetik oral kombinasi tiga
resiko terjadinya DM. Hal ini sesuai obat. Antidiabetik oral yang paling banyak
dengan pernyataan yang menyatakan digunakan adalah golongan α-glucosidase
bahwa orang yang memiliki usia lebih dari inhibitors yaitu acarbose sebanyak 36
45 tahun merupakan faktor resiko pasien dalam terapi tunggal dan paling
terjadinya DM American Diabetic banyak kedua adalah antidiabetik oral
Association, (2015). Orang yang berusia golongan biguanid yaitu metformin
lebih dari 45 tahun dengan pengaturan sebanyak 14 pasien. Akarbose pada fungsi
diet glukosa yang rendah akan mengalami ginjal normal diekskresikan melalui urin
penyusutan sel-sel beta pankreas. Pasien sebesar 35% (Nogueira dkk., 2013).
yang lama menderita DM dikhawatirkan Akarbose secara minimal diabsorpsi
akan mengalami komplikasi apabila kadar dalam bentuk utuh dan memiliki
gula darah tidak terkontrol seperti bioavailabilitas yang rendah yaitu 2%.
terjadinya nefropati diabetika yang Pada fungsi ginjal normal, 2%

10
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

diekskresikan dalam bentuk utuh dan ditunjukkan tidak signifikan (p = 0,66


sekitar 50% diekskresikan melalui feses. >0,01). Hasil penelitian juga menyatakan
Penggunaan akarbose pada gangguan bahwa kadar maksimum metformin di
fungsi ginjal masih bisa digunakan kecuali dalam darah meningkat, kadar AUC
pada pasien dengan CrCl < 25 menit. meningkat namun jumlah bersihan ginjal
Pasien dengan CrCl < 25 ml/menit akan dari metformin menurun pada gangguan
mengakibatkan peningkatan kadar obat ginjal yang moderate atau sedang
bebas di dalam darah lima kali lebih besar dibandingkan dengan gangguan ginjal mild
dibandingkan dengan fungsi ginjal normal. atau ringan dan pada pasien dengan fungsi
Sehingga penggunaan akarbose < 25 ginjal normal terutama pada pasien lansia.
ml/menit tidak direkomendasikan atau Hal ini menunjukkan bahwa, penggunaan
sebaiknya di hentikan (Nogueira, 2013). metformin pada gangguan fungsi ginjal
Penggunaan antidiabetik oral yang harus diperhatikan dan dilakukan
banyak digunakan berikutnya adalah penyesuaian dosis sesuai dengan nilai CrCl
metormin. Metformin merupakan first line pasien (Lipska dkk., 2011).
therapy untuk DM tipe 2. Metformin tidak Metformin tidak direkomendasikan
berikatan dengan protein plasma dan untuk pasien umur > 80 tahun atau pada
diekskresikan melalui urin dalam bentuk individu dengan gangguan fungsi ginjal
utuh. Metformin banyak digunakan dalam (kadar kreatinin >1,5 mg/dl untuk laki-laki
pengobatan DM tip 2 karena beberapa dan > 1,4 mg/dl untuk perempuan) (Elvina,
keuntungan seperti tidak menyebabkan 2011). Pada penelitian ini, sebagian besar
hipoglikemia dan dapat mengurangi resiko pasien berusia 65-70 tahun, sehingga
komplikasi makrovaskular walaupun penggunaan metformin masih banyak
masih kontroversial. Salah satu faktor digunakan. Metformin yang digunakan
risiko terjadinya peningkatan kadar juga banyak terlihat pada pasien-pasien
metformin di dalam darah adalah adanya dengan CrCl 30-60 ml/menit dan ada pula
gangguan ginjal yang menyebabkan yang digunakan pada CrCl < 60 ml/menit
proses eliminasi dari metformin tidak yang mana penggunaannya sudah tidak
berjalan baik. Metformin memiliki direkomendasikan. Metformin diekskresi-
bioavailabilitas 50-60% dan diabsorspi di kan sebagian besar melalui urin dalam
usus halus. Pada salah satu hasil penelitian bentuk utuh (90%). Salah satu faktor
oleh (Tucker dkk., 1981) menyatakan resiko terjadinya peningkatan kadar
bahwa dari 4 pasien sehat dan 12 pasien metformin di dalam darah adalah adanya
dengan DM tipe 2 terlihat jumlah bersihan gangguan ginjal yang menyebabkan
ginjal dari metformin berhubungan proses eliminasi dari metformin tidak
dengan nilai creatinin berjalan baik.
clearance (CrCl) walaupun hubungan yang

11
Emy Oktaviani dkk.: Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia

Tabel 2. Gambaran Penggunaan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 dengan
Gangguan Fungsi Ginjal di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta
Jumlah Pasien (n=100)
Jenis Obat
N %
Tunggal
Akarbose 36 36
Gliklazid 0 0
Glimepirid 2 2
Gliquidon 3 3
Metformin 14 14
Pioglitazon 2 2
Total 57 57
Kombinasi Dua Obat
Akarbose+Glimepirid 2 2
Akarbose+Gliquidon 6 6
Akarbose+Metformin 14 14
Akarbose+Pioglitazon 6 6
Gliklazid+Metformin 2 2
Gliquidon+Metformin 5 5
Total 35 35
Kombinasi Tiga Obat
Akarbose+Gliklazid+Metformin 2 2
Akarbose+Glimepirid+Metformin 1 1
Akarbose+Glimepirid+Pioglitazon 1 1
Akarbose+Gliquidon+Metformin 3 3
Akarbose+Metformin+Pioglitazon 1 1
Total 8 8
Total 100 100

3.3 Evaluasi Penggunaan Antidiabetik lebih dari satu jenis ketidaksesuaian.


Oral Berdasarkan hasil penelitian, evaluasi
Evaluasi dalam penelitian ini terbagi penggunaan antidiabetik oral
menjadi ketidaksesuaian dosis, menunjukkan bahwa jumlah pasien
ketidaksesuaian interval dan dengan dosis tidak sesuai sebesar 38
ketidaksesuaian dosis dan interval. Pada pasien (38%) dan yang tidak sesuai
evaluasi ini, 1 pasien dapat mengalami sebesar 62 pasien (62%).

12
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Tabel 3. Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien DM tipe 2 dengan


Gangguan Fungsi Ginjal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (n=100 pasien)
Evaluasi Penggunaan Jumlah Pasien
Antidiabetik Oral N %
Sesuai 38 38
Tidak Sesuai 62 62
Total 100 100

Dari 100 pasien, terdapat 149 digunakan adalah akarbose dan sebagian
kasus pengobatan persentase obat besar diberikan dengan dosis sesuai.
dengan dosis tidak sesuai 51,67% dan obat Persentase tiga tertinggi obat dengan
dengan dosis tidak sesuai 48,32%. Hal ini dosis tidak sesuai adalah berturut-turut
ditunjukkan berbeda oleh penelitian lain metformin (85,36%), gliklazid (75%), dan
dimana obat dengan dosis sesuai sebesar akarbose (36,11%). Sedangkan untuk
41,8% dan obat dengan dosis tidak sesuai persentase terendah obat dengan dosis
sebesar 58,2% (Saleem dan Masood, tidak sesuai adalah pioglitazon sebesar nol
2016). Hal ini dikarenakan pada penelitian persen.
ini sebagian besar antidiabetik oral yang

Tabel 4. Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral Berdasarkan Jenis Antidiabetik Oral pada
Pasien DM Tipe 2 dengan Gangguan Fungsi Ginjal di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
(n=100 pasien)
Jumlah Persentase
Antidiabetik Evaluasi Pemberian Obat
Oral Obat Tidak sesuai (%)
Sesuai Tidak sesuai
Gliklazid 1 3 4 75
Glimepirid 4 2 6 33,33
Metformin 6 35 41 85,36
Akarbose 46 26 72 36,11
Gliquidon 11 6 17 35,29
Pioglitazon 9 0 9 0
Total 65 84 149

Pada gangguan fungsi ginjal, farmakokinetik dari eliminasi obat dapat


terdapat beberapa perubahan pada berdampak pada peningkatan klirens atau
proses absorpsi, distribusi, metabolisme jumlah bersihan obat dari tubuh dan
dan eliminasi obat. Khususnya pada obat- memperpanjang waktu tinggal obat di
obat yang sebagian besar di ginjal juga dalam tubuh. Akibat dari masalah tersebut
akan mengalami perubahan eliminasi dapat menyebabkan akumulasi obat di
pada gangguan fungsi ginjal. Perubahan

13
Emy Oktaviani dkk.: Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia

dalam tubuh dan berisiko meningkatkan


toksisitas (Getachew dkk., 2015).
Jika pemberian dosis pada pasien pioglitazon hanya sebagian kecil
dengan gangguan fungsi ginjal tidak masuk dieliminasi melalui ginjal (Golightly dkk.,
atau melebihi dosis yang seharusnya 2013 ; Munar dan Singh, 2007).
diberikan, kemungkinan adanya akumulasi Penyesuaian regimen dosis perlu
obat di dalam darah dapat terjadi. dilakukan guna mencegah terjadinya efek
Penyesuaian dosis dilakukan untuk samping dan adverse event yang mungkin
menghasilkan dosis disesuaikan dengan terjadi. Salah satu adverse event yang
nilai CrCl tertentu guna mencapai efek terjadi dari penggunaan obatobat
terapi yang diharapkan dan mencegah nefrotoksik adalah kegagalan fungsi ginjal
adanya progresivitas dari gangguan fungsi yang dapat mengakibatkan
ginjal tersebut. Selain itu pemberian dosis hipoalbuminemia, asidosis metabolik,
berlebih atau overdosis dapat gangguan elektrolit, penurunan toleransi
menyebabkan kadar gula darah turun glukosa, dan gangguan metabolisme
secara drastis karena konsentrasi obat di kalsium dan fosfat. Kondisi hipoalbumin
dalam darah melebihi kadar terapeutik menyebabkan obat yang terikat pada
obat yang dapat menimbulkan efek protein plasma menjadi lebih sedikit dan
hipoglikemia yang serius (Hongdiyanto, menyebabkan kadar obat bebas menjadi
2014b); (Lipska dkk., 2011). meningkat.
Obat-obat yang sebagian besar Pada DM kemungkinan dapat
dieliminasi utuh melalui ginjal (≥ 50%) terjadinya penurunan toleransi glukosa
perlu adanya suatu penyesuaian dosis. yang dapat menyebabkan hiperglikemia
Namun, untuk obat yang dieliminasi berkepanjangan. Sehingga untuk
sedikit melalui ginjal (<50%) juga harus mencegah hal tersebut dan menjaga
dilakukan suatu penyesuaian. Metformin keamanan obat yang digunakan selama
dalam penelitian ini memiliki persentase terapi pada pasien dengan gangguan
tertingi kategori tidak sesuai. Metformin fungsi ginjal, semua obat yang dieliminasi
merupakan salah satu antidiabetik oral melalui ginjal harus diperhatikan dan
yang sebagian besar dieliminasi melalui dilakukan penyesuaian dosis sesuai
ginjal (90%) dalam bentuk utuh. dengan index gangguan fungsi ginjal yang
Obat-obat yang sebagian besar diderita (Tucker dkk., 1981).
dieliminasi di ginjal, perlu dilakukan suatu Pemberian obat dengan frekuensi
penyesuaian dosis. Obat-obat yang pemberian yang lebih pendek
sebagian besar dieliminasi di ginjal menyebabkan jumlah obat yang masuk ke
beresiko mengalami akumulasi jika dalam tubuh menjadi lebih banyak dan
pemberiannya pada gangguan fungsi terakumulasi lebih cepat dibandingkan
ginjal tidak dilakukan penyesuaian dosis. dengan frekuensi pemberian yang lebih
Obat-obat lainnya seperti gliklazid, panjang. Sehingga efek samping obat
glimepirid, akarbose, gliquidon, dan berisiko terjadi. Namun, pemberian obat

14
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

dengan frekuensi kurang atau lebih satu komplikasi makrovaskular yang dapat
panjang dari yang dianjurkan, juga dapat berpengaruh terhadap ketercapaian efek
mengakibatkan konsentrasi obat di dalam terapi pada pengobatan pasien DM tipe 2
darah tidak dapat terjaga sesuai dengan dengan gangguan fungsi ginjal adalah
kadar terapeutik. Sehingga, ketika obat gangguan kardiovaskular. Gangguan
sudah mencapai 5-7 kali waktu paruhnya, kardiovaskular dapat menyebabkan aliran
konsentrasi obat di dalam darah sudah darah ke tempat-tempat absorpsi menjadi
tidak ada sehingga berada di bawah kadar menurun sehingga mengubah
terapeutiknya yang mengakibatkan tidak ketersediaan hayati obat. Untuk obat yang
tercapainya efek terapi (Arnouts dkk., hidrofilik spereti metformin, karena
2014); (Hakim, 2013). adanya ekspansi cairan ekstraseluler, obat
Pada penelitian ini, terlihat bahwa akan terdistribusi lebih banyak dari normal
sebagian besar pasien menderita sehingga memperbesar volume distribusi
komorbid berupa komplikasi dan mengubah klirens renal (Hakim L.,
makrovaskular dan mikrovaskular. Salah 2013).

Tabel 5. Komorbid Pada Pasien DM tipe 2 Geriatri dengan Penurunan Fungsi Ginjal di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Komorbid* Jumlah Persentase
(n=100) (%)
Makrovaskular
Hipertensi 79 79
Hiperlipidemia 65 65
Gangguan Kardiovaskular** 37 37
Mikrovaskular
Neuropati DM 20 20
Retinopati DM 12 12
Nefropati DM 100 100
Ulkus DM 4 4
Keterangan:
* Pada 100 pasien dalam penelitian ini, tiap pasien menderita lebih dari 1 komorbid makrovaskular dan
mikrovaskular.
** Gangguan Kardiovaskular meliputi Coronary Artery Disease (CAD), Congestif Heart Failure (CHF), Deep Vein
Trombosis (DVT), Peripheral Artery Disease (PAD), Hipertension Heart Disease (HHD), Ischemic Heart Disease
(IHD), Coronary Heart Disease (CHD).

KESIMPULAN obat dengan dosis sesuai sebanyak 77


1. Dari 100 pasien yang memenuhi jenis (51,67%) dan 72 jenis dengan
kriteria inklusi, antidiabetik oral dengan dosis tidak sesuai (48,32%).
dosis sesuai sebanyak 38 pasien (38%) 2. Dari beberapa jenis antidiabetik oral
dan tidak sesuai sebanyak 62 pasien yang digunakan, persentase pemberian
(62%), dimana dari 100 pasien tersebut antidiabetik oral dengan dosis tidak
terdapat 149 kasus pengobatan dengan

15
Emy Oktaviani dkk.: Evaluasi Penggunaan Antidiabetik Oral pada Pasien DM Tipe 2 Dengan Gangguan Fungsi Ginjal
Rawat Jalan Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, Indonesia

sesuai tertinggi adalah metformin dan Nephrology Dialysis


yang terendah adalah pioglitazon. Transplantation. (29): 1284–1300.
3. Pengobatan DM tipe 2 dengan Elvina,R. (2011). Kajian Aspek
gangguan fungsi ginjal dalam penelitian Farmakokinetik Klinik Obat
ini masih banyak ditemukan Antidiabetik pada Pasien Diabetes
penggunaan antidiabetik oral yang Mellitus Tipe 2 dengan Gangguan
diberikan dengan penyesuaian regimen Fungsi Ginjal di Poliklinik Khusus
dosis yang tidak sesuai. RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Ilmiah Universitas
4. UCAPAN TERIMA KASIH Andalas,Padang.
Selama penelitian ini dilakukan, Getachew, H., Tadesse, Y., dan Shibeshi,
penulis mendapatkan bantuan dari W. 2015. Drug dosage adjustment
banyak pihak. Untuk itu, terima kasih in hospitalized patients with renal
setulus-tulusnya penulis sampaikan impairment at Tikur Anbessa
kepada orang tua tercinta atas segala specialized hospital, Addis Ababa,
dukungan dan nasihatnya yang Ethiopia. BMC Nephrology, (16).
membangun, para civitas akademik Golightly, L.K., Teitelbaum, I., Kiser, T.H.,
Universitas Gadjah Mada yang Levin, D.A., Barber, G.R., Jones,
mendukung dan memfasilitasi hingga M.A., dkk. (Editor). (2013). Renal
penelitian ini selesai, dan rekan-rekan Pharmacotherapy - Dosage
dosen Universitas Pakuan yang Adjustment of Medications | Larry
mendukung serta membantu dalam K Golightly | Springer.
publikasi hasil penelitian ini. Hakim, L. (2013). Variabilitas
Farmakokinetik dan
5. DAFTAR PUSTAKA Farmakodinamik, dalam:
Alberti, K.G.M., Zimmet, P., dan Shaw, J. Farmakokinetik Klinik, Farmasi
(2007). International Diabetes Klinik. Bursa Ilmu Yogyakarta. hal.
Federation: a consensus on Type 2 216–219.
diabetes prevention. Diabetic Hongdiyanto, A. (2014). Evaluasi
Medicine, (24): 451–463. Kerasionalan Pengobatan Diabetes
American Diabetic Association. (2015). Melitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat
Standards of Medical Care in Inap Di RSUP Prof. Dr. RD Kandou
Diabetes. Diabetes Care, (38): S1– Manado Tahun 2013.
S2. PHARMACON, (3).
Arnouts, P., Bolignano, D., Nistor, I., Bilo, Lipska, K.J., Bailey, C.J., dan Inzucchi, S.E.
H., Gnudi, L., Heaf, J., dkk. (2014). (2011). Use of Metformin in the
Glucose-lowering drugs in patients Setting of Mild-to-Moderate Renal
with chronic kidney disease: a Insufficiency. Diabetes Care. (34):
narrative review on 1431–1437.
pharmacokinetic properties.

16
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Munar, M.Y. dan Singh, H. (2007). Drug Disease Patients in Pakistan: A


dosing adjustments in patients Single Center Retrospective
with chronic kidney disease. Analysis. PLOS ONE. (11):
American family physician. (75): e0158677.
1487-1496. Shargel, L., Susanna, W.P., dan Andrew,
Nogueira, C., Souto, S.B., Vinha, E., B.C.Y. (2012). Biofarmasetika Dan
Carvalho-Braga, D., dan Carvalho, Farmakokinetika Terapan, Kelima.
D. (2013). Oral glucose lowering ed. Pusat Penerbitan dan
drugs in type 2 diabetic patients Percetakan Universitas Airlangga:
with chronic kidney disease. Surabaya.
Osher, E. dan Stern, N. (2009). Obesity in Tucker, G.T., Casey, C., Phillips, P.J.,
Elderly Subjects: In sheep’s Connor, H., Ward, J.D., dan Woods,
clothing perhaps, but still a wolf! H.F. (1981). Metformin kinetics in
Diabetes Care. (32): S398–S402. healthy subjects and in patients
Saleem, A. dan Masood, I. (2016). Pattern with diabetes mellitus. British
and Predictors of Medication journal of clinical pharmacology.
Dosing Errors in Chronic Kidney (12): 235–246.

17
18
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

EFEK PENCEGAHAN EKSTRAK ETANOL BANGLE HITAM (Zingiber ottensii


Val.) DAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr) TERHADAP
KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS JANTAN OBESITAS YANG DIINDUKSI
PAKAN TINGGI LEMAK DAN KARBOHIDRAT

THE PREVENTIVE EFFECT OF BLACK BANGLE (Zingiber ottensii Val.) AND KATUK
LEAVES’ (Sauropus androgynus L. Merr) EXTRACT ON LIPID BLOOD LEVELS IN OBESE
MALE RATS WHICH INDUCED BY HIGH-FAT AND CARBOHYDRATE FEEDING

Sulaeman A*, Patonah, Nurdin R


Departemen Farmakologi, Sekolah Tinggi Farmasi Bandung,
Jl. Soekarno Hatta no 754, Bandung, Indoensia
*
Corresponding author : Agus.sulaeman@stfb.ac.id

Abstract. Obesity determined by an increase of body weight and differences on lipid


blood levels . The aim of this study was to evaluate the preventive effect of black bangle
(Zingiber ottensii Val.) and katuk leaves’ (Sauropus androgynus (L.) Merr) ethanol extract
on lipid blood levels in obese male rats which induced by high fat and carbohydrate
feeding. This study were conducted in 42 days with simultaneous administration of
inductions and extracts. The mouse used in the test were divided into 6 groups, positive
control group, comparison (Orlistat 10,8 mg/bw) and extract groups ((dosage I (100 mg
: 100 mg/kg bw) dosage II (100 mg : 75 mg/kg bw), dan dosage III (100 mg : 50
mg/kgbw)) which all were administered high-fat and carbohydrate feeding, meanwhile
normal group was administered normal composition feeding. As a result of this study,
there were significance differences on blood level of triglyceride, LDL cholesterol and
total cholesterol between extract groups and positive group, however there was no
difference of cholesterol HDL blood level. The effective dosage was dosage I. Therefore,
it can be concluded that Combination of black bangle (Zingiber ottensii Val.) and katuk
leaves’ (Sauropus androgynus (L.) Merr) ethanol extract might have a preventive effect
on the increase of triglyceride, LDL cholesterol and total cholesterol blood levels, but it
does not have an effect on HDL cholesterol blood level.

Keywords: Zingiber ottensii Val, Sauropus androgynus (L.) Merr, blood lipid profile, high
fat diet & carbohydrate

1. PENDAHULUAN adiposa sehingga dapat mengganggu


Obesitas didefinisikan sebagai kesehatan (Sugondo, 2006). Obesitas
keadaan dengan akumulasi lemak yang adalah suatu penyakit multi faktorial
tidak normal atau berlebihan di jaringan sebagai akibat dari energi yang masuk ke

19
Sulaeman A dkk.: Efek Pencegahan Ekstrak Etanol Bangle Hitam (Zingiber ottensii Val.) dan Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap Kadar Lemak Darah pada Tikus Jantan Obesitas yang
Diinduksi Pakan Tinggi Lemak dan Karbohidrat

dalam tubuh lebih banyak dari pada energi bentuk sintetik. Salah satunya seperti
yang dikeluarkan oleh tubuh. Obesitas orlistat, obat ini bekerja menghambat
bagi sebagian orang sangat mengganggu, lipase gastrointestinal dengan cara
baik dalam hal penampilan maupun menghambat pembentukan asam lemak
kesehatan (Rahardjo dkk,2005). Obesitas bebas dan trigliserida makanan, sehingga
telah menjadi epidemi di negara maju absorpsi lemak menjadi berkurang. (Jang
maupun negara sedang berkembang dan dan Choung, 2012).
merupakan penyebab utama untuk Indonesia memiliki sekitar 25.000-
banyak penyakit metabolik. Suatu 30.000 spesies tumbuhan yang
kelainan multifaktorial dan penyakit yang merupakan 80% dari jenis tanaman di
kompleks akibat keseimbangan energi dunia dan 90% dari jenis tanaman di Asia.
positif dalam jangka waktu lama. Spesies tanaman yang beraneka ragam
Perkembangan obesitas berasal dari tersebut sebagian besar mempunyai
interaksi faktor-faktor sosial, perilaku, potensi untuk dimanfaatkan sebagai
psikososial, metabolik, seluler, dan tanaman industri, sebagai tanaman buah-
molekuler. (Sanchez, 2011). buahan, tanaman rempah-rempah dan
Obesitas berkontribusi terhadap tanaman obat-obatan (Dewoto, 2007).
kejadian peningkatan tekanan darah, Tanaman bangle hitam (Zingiber
peningkatan kadar serum kolesterol, otensii Val) merupakan salah satu
penurunan kadar HDL, peningkatan kadar tanaman obat yang secara tradisional
glukosa. Kelebihan jaringan adiposa pada telah dikenal lama oleh masyarakat
orang obese akan mengakibatkan Indonesia. Tanaman ini adalah tanaman
dilepaskannya berbagai faktor asli Pulau Jawa. Bangle dikenal mampu
diantaranya nonesterified fatty acid menghangatkan badan, menghilangkan
(NEFA), sitokin, PAI-1 dan adiponektin. rasa sakit kepala (sedativum), obat
Peningkatan kadar NEFA pada otot dan memar, obat nyeri sendi (rematik), obat
hati akan meningkatkan kejadian insulin sembelit, obat sakit perut (kolik), obat
resisten. Peningkatan kadar CRP bersama sakit kuning, memperkuat kontraksi
dengan obesitas dapat menunjukkan rahim, serta pelangsing perut pasca
adanya pelepasan sitokin berlebihan dan persalinan. Dalam farmakologi Cina
menunjukkan kondisi proinflamasi disebutkan, tanaman ini bersifat sebagai
sedangkan peningkatan kadar PAI-1 penurun panas (antipiretik), peluruh
berkontribusi pada kondisi protrombotik kentut (karminatif), peluruh dahak
(Grundy, 2004). (ekspektoran), pembersih darah,
Pengobatan obesitas dapat pencahar (laksan), dan obat cacing
dilakukan dengan berbagai cara antara (vermifuge). Selain itu, tanaman ini baik
lain dengan pembatasan kalori yang bagi penderita lemah jantung, gangguan
dimakan (diet), latihan fisik dan dengan syaraf, dan mengurangi kegemukan
pemakaian obat-obatan yang dalam (Wijayakusuma dkk. 1997).

20
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Tanaman katuk (Sauropus Rimpang bangle hitam (Zingiber


androgunus (L) Merr) mempunyai banyak ottensii Val.) dan daun katuk (Sauropus
manfaat dalam kehidupan. Hasil androgunus (L) Merr) diperoleh dari
penelitian Kelompok Kerja Nasional perkebunan Manoko dikawasan Lembang,
Tumbuhan Obat Indonesia menunjukkan Bandung. Determinasi tanaman dilakukan
bahwa tanaman katuk mengandung di Herbarium Laboratorium Biologi
beberapa senyawa kimia, antara lain Universitas Padjajaran Bandung (UNPAD).
alkaloid papaverin, protein, lemak, 2.2 Proses Ekstraksi
vitamin, mineral, saponin, flavonid dan Rimpang bangle hitam dan daun
tanin. Beberapa senyawa kimia yang katuk setelah diskrining kemudian di
terdapat dalam tanaman katuk diketahui ekstrak dengan metode maserasi dengan
berkhasiat obat (Rukmana, 2003). menggunakan etanol 96% pada suhu
Penelitian ini bertujuan untuk ruangan selama 3x24 jam. Ekstrak yang
melihat efek pencegahan peningkatan diperoleh kemudian disaring dan
kadar kolesterol, trigliserida, LDL dipekatkan menggunakan rotary
kolesterol dan penurunan kadar kolesterol evaporator pada suhu 50-60 C. o

pada hewan uji obes yang diinduksi oleh 2.3 Standarisai Ekstrak
makanan tinggi karbohidrat dan tinggi Standarisasi perlu dilakukan agar
lemak. dapat diperoleh bahan baku yang sesuai
yang akhirnya dapat menjamin efek
2. METODE PENELITIAN farmakologi tanaman tersebut (BPOM,
Pengujian secara Ex-vivo 2005). Parameter mutu yang
menggunakan tikus yang diinduksi distandarisasi meliputi kadar air, kadar
makanan tinggi lemak dan karbohidrat. abu total, kadar sari larut air, dan kadar
Tikus yang digunakan sebagai hewan uji sari larut etanol.
dibagi dalam 6 kelompok, diinduksi 2.3 Skrining Fitokimia
dengan makanan tinggi lemak dan Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
karbohidrat kecuali kelompok normal. diuji secara kualitatif untuk mengetahui
Kelompok uji diberikan kombinasi ekstrak kandungan metabolit sekunder yang
etanol rimpang bangle hitam (Zingiber terdapat didalam ekstrak. Pengujiannya
ottensii Val.) dan daun katuk (Sauropus meliputi uji senyawa alkaloid, flavonoid,
androgynus (L.) Merr.) dengan tiga dosis kuinon, saponin, tannin dan
berbeda, dan orlistat sebagai pembanding triterpenoid/steroid (Depkes RI, 1996).
bersamaan dengan induksi. Efek yang 2.4 Penyiapan Hewan Uji
diteliti adalah perubahan kadar kolesterol Hewan uji yang digunakan pada
total, trigliserida, HDL kolesterol dan LDL penelitian ini adalah tikus putih jantan
kolesterol dalam darah galur wistar berusia 2-3 bulan dengan
2.1 Penyiapan Bahan dan Determinasi bobot 200-300 gram. Tikus yang
Tanaman digunakan diaklimatisasi terlebih dahulu
selama 7 hari di kandang STFB,

21
Sulaeman A dkk.: Efek Pencegahan Ekstrak Etanol Bangle Hitam (Zingiber ottensii Val.) dan Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap Kadar Lemak Darah pada Tikus Jantan Obesitas yang
Diinduksi Pakan Tinggi Lemak dan Karbohidrat

aklimatisasi bertujuan agar tikus 2.5 Pengukuran Kadar Lemak


beradaptasi dengan lingkungan baru dan Kadar kolesterol total, trigliserid,
meminimalisasi efek stress pada tikus HDL kolesterol dan LDL kolesterol diukur
dengan memberikan makanan, minuman, menggunakan alat with Microlab 300.
suhu/ventilasi yang sesuai. Tikus dibagi Kolesterol total dan triglisliserid
dalam 6 kelompok menggunakan reangan Proline dan HDL
Grup 1 (G-) : kontrol negatif, diberikan kolesterol dan LDL kolesterol
makanan standar menggunakan reagen Sekisui.
Grup 2 (G+) : kelompok positif,
diberikan makanan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
tinggi lemak tinggi 3.1 Pembuatan Ekstrak
karbohidrat, + suspensi Rimpang dan daun yang telah
0.5% Na-CMC. dikeringkan dihaluskan kemudian
Grup 3 (G3) : diberikan makanan tinggi diekstraksi dengan metode maserasi
lemak tinggi selama 3x24 jam dengan pelarut etanol
kabohidrat + suspennsi 96%. Filtrat yang telah direndam selama 3
orlistat 10,8 mg/kg BB hari, diuapkan dengan alat Rotary
dalam 0.5% Na-CMC. evaprator sehingga didapatkan ekstrak
Grup 4 (G4) : diberikan makanan tinggi pekat dengan rendemen rimpang bangle
lemak tinggi hitam 10,20 % dan ekstrak daun katuk 9,70
kabohidrat + suspensi %.
ekstrak rimpang bangle 3.2 Standarisasi Ekstrak
dan daun katuk 100 Parameter mutu yang
mg/kg : 100 mg/kgBB distandarisasi meliputi kadar air, kadar
dalam 0.5% Na-CMC. abu total, kadar sari larut air, dan kadar
Grup 5 (G5) : diberikan makanan tinggi sari larut etanol. Hasil standarisasi ekstrak
lemak tinggi rimpang bangle hitam (Zingiber Otensii
kabohidrat + suspensi Val.) dan daun katuk (Sauropus
ekstrak rimpang bangle androgynus (L.) Merr.) disajikan pada
dan daun katuk 100 Tabel 1. Pemeriksaan kadar air dilakukan
mg/kg : 75 mg/kgBB untuk memberikan batasan atau rentang
dalam 0.5% Na-CMC. besarnya kandungan air dalam bahan,
Grup 6 (G6) : diberikan makanan tinggi yang berkaitan dengan kemungkinan
lemak tinggi pertumbuhan jamur atau kapang.
kabohidrat + suspensi Semakin tinggi kadar air simplisia maka
ekstrak rimpang bangle semakin mudah untuk ditumbuhi jamur
dan daun katuk 100 dan kapang.
mg/kg : 50 mg/kgBB Kadar air simplisia yang
dalam 0.5% Na-CMC. disyaratkan pada MMI yaitu tidak lebih

22
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

dari 10%. Hasil pemeriksaan kadar air pada memenuhi persyaratan MMI dikarenakan
rimpang bangle hitam dan daun katuk tidak lebih dari 10%

Tabel 1. Hasil Standarisasi Ekstrak


Rimpang Bangle Hitam Daun Katuk
Jenis Uji
Hasil Uji Standar MMI Standar MMI
Hasil Uji (%)
(%) (%) (%)
Kadar Air 7,73 ≤ 10 9,99 ≤ 10
Kadar Abu Total 7,17 ≤ 8,5 11,01 ≤9
Kadar Sari Larut Air 9,05 ≥ 12 12,64 ≥ 6,7
Kadar Sari Larut Etanol 7,24 ≥ 6,7 14,27 ≥ 12
Keterangan :
MMI = Materia Medika Indonesia

Kadar abu menunjukkan Val.) dan daun katuk (Sauropus


kandungan mineral internal dan eksternal androgynus (L.) Merr.) dapat dilihat dari
dalam simplisia. Kadar abu total daun tabel 2 dan 3. Hasil skrining fitokimia
katuk lebih tinggi dari standar MMI, tersebut ada perbedaan dengan
kemungkinan karena beberapa faktor penelitian Patonah dkk, (2015) dan Susanti
seperti proses pengerjaan yang kurang dkk, (2015). Dari hasil pengujian kita
teliti dan faktor cemaran yang cukup rimpang bangle hitam mengandung
tinggi. Kadar sari laut air dan kadar sari senyawa flavonoid, saponin, dan
larut etanol merupakan pengujian untuk triterpenoid. Sedangkan pada daun katuk
penetapan jumlah kandungan senyawa mengandung flavonoid, tanin, saponin,
yang dapat terlarut dalam air dan steroid dan triterpenoid. Perbedaan
kandungan senyawa yang dapat terlarut tersebut kemungkinan disebabkan
dalam etanol. beberapa faktor, salah satunya adalah
faktor lingkungan. Karena tempat
3.3 Skrining Fitokimia penanaman sangat berpengaruh terhadap
Hasil skrining fitokimia dari ekstrak kandungan senyawa yang terkandung
rimpang bangle hitam (Zingiber Otensii didalam tanaman.

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Rimpang Bangle Hitam


(Zingiber ottensii Val.)
No. Golongan Senyawa Hasil Penelitian Hasimun dkk, (2016)
1 Alkaloid - -
2 Flavonoid + +
3 Tannin - +
4 Saponin + -
5 Steroid - -
6 Triterpenoid + +
Keterangan :
+ = Terdapat senyawa - = Tidak terdapat senyawa

23
Sulaeman A dkk.: Efek Pencegahan Ekstrak Etanol Bangle Hitam (Zingiber ottensii Val.) dan Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap Kadar Lemak Darah pada Tikus Jantan Obesitas yang
Diinduksi Pakan Tinggi Lemak dan Karbohidrat

Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.)
Merr.)
No. Golongan Senyawa Hasil Penelitian Susanti dkk, (2015)
1 Alkaloid - +
2 Flavonoid + +
3 Tannin + +
4 Saponin + +
5 Steroid + -
6 Triterpenoid + +
Keterangan :
+ = Terdapat senyawa - = Tidak terdapat senyawa
ekstrak bangle hitam ( Zingiber ottensii
3.4 Efek Pencegahan Perubahan Profil val. ) dan daun katuk ( Sauropus
Lipid Darah Ekstrak Etanol Rimpang androgynus (L.) Merr. ) dalam mencegah
Bangle Hitam (Zingiber Ottensii Val.) peningkatan dan penurunan kadar lemak
dan Daun Katuk (Sauropus pada tikus jantan obesitas yang diinduksi
androgynus (L.) Merr.) pakan tinggi lemak dan karbohidrat.
Penelitian ini dilakukan secara in-
vivo dengan tujuan mengatahui aktivitas

150
Kadar Trigliserid (mg/dl)

125
100
75
50
25
0
G - G + G3 G4 G5 G6
Grup Hewan Uji

Gambar 1. Rerata kadar trigliserid pada grup hewan uji pada hari ke-42

Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok G4 yaitu ekstrak rimpang


kombinasi ekstrak rimpang bangle hitam bangle dan daun katuk dengan dosis 100
dan daun katuk dapat mencegah mg/kg : 100 mg/kgBB (gambar 1).
terjadinya peningkatan kadar trigliserid

24
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

30

Kadar HDL Kolesterol (mg/dl)


25

20

15

10

0
G- G+ G3 G4 G5 G6
Grup Hewan Uji

Gambar 2. Rerata kadar HDL kolesterol pada grup hewan uji pada hari ke-42

Hasil penelitian menunjukkan kontrol positif (G+) mempunyai rerata


kombinasi ekstrak rimpang bangle hitam kadar lebih tinggi dibandingkan dengan
dan daun katuk tidak dapat mencegah kelompok ekstrak dan tidak berbeda
terjadinya penurunan kadar HDL bermakna dibandingkan kelompok
kolesterol. Pada gambar 2 dapat dilihat pembanding orlistat.
kadar HDK kolesterol pada kelompok

90
Kadar Koleaterol Total (mg/dl)

75

60

45

30

15

0
G- G+ G3 G4 G5 G6
Grup Hewan Uji

Gambar 3. Rerata kadar kolesterol pada grup hewan uji pada hari ke-42

Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok G4 yaitu ekstrak rimpang


kombinasi ekstrak rimpang bangle hitam bangle dan daun katuk dengan dosis 100
dan daun katuk dapat mencegah mg/kg : 100 mg/kgBB (gambar 1).
terjadinya peningkatan kadar kolesterol

25
Sulaeman A dkk.: Efek Pencegahan Ekstrak Etanol Bangle Hitam (Zingiber ottensii Val.) dan Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap Kadar Lemak Darah pada Tikus Jantan Obesitas yang
Diinduksi Pakan Tinggi Lemak dan Karbohidrat

35

Kadar Kolesterol LDL (mg/dl)


30

25

20

15

10

0
G- G+ G3 G4 G5 G6
Grup Hewan Uji

Gambar 2. Rerata kadar LDL kolesterol pada grup hewan uji pada hari ke-42

Hasil penelitian menunjukkan sedangkan peningkatan kadar PAI-1


kombinasi ekstrak rimpang bangle hitam berkontribusi pada kondisi protrombotik
dan daun katuk dapat mencegah (Grundy, 2004).
terjadinya peningkatan kadar LDL Obesitas yang menyertai suatu SM
kolesterol pada kelompok G4 yaitu ekstrak akan meningkatkan kondisi stress oksidatif
rimpang bangle dan daun katuk dengan melalui mekanisme peningkatan enzim
dosis 100 mg/kg : 100 mg/kgBB (gambar NADPH oksidase dan penurunan enzim
1). enzim antioksidan , yang menyebabkan
Obesitas berkontribusi terhadap terjadinya disregulasi produksi
kejadian peningkatan tekanan darah, adipositokin setempat.
peningkatan kadar serum kolesterol, Resitensi insulin dan
penurunan kadar HDL, peningkatan kadar hiperlipidemia menyebabkan akumulasi
glukosa. Kelebihan jaringan adiposa pada lipid terutama trigliserida dalam hepatosit
orang obese akan mengakibatkan dan meningkatkan sensitivitas hepatosit
dilepaskannya berbagai faktor terhadap stres oksidatif, ekspresi sitokin,
diantaranya nonesterified fatty acid inflamasi dan penurunan ATP yang
(NEFA), sitokin, PAI-1 dan adiponectin. menyebabkan renjatan sel hati. (Lonardo,
Peningkatan kadar NEFA pada otot dan 2000).
hati akan meningkatkan kejadian insulin Salah satu upaya yang dapat
resisten. Peningkatan kadar CRP bersama dilakukan untuk mencegah obesistas
dengan obesitas dapat menunjukkan adalah dengan menurunkan aktivitas ROS.
adanya pelepasan sitokin berlebihan dan Zerumbon adalah minyak atsiri yang
menunjukkan kondisi proinflamasi paling banyak yang terdapat pada ekstrak

26
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

bangle. (Wohlmuth, 2008). Penelitian Citeureup, Jakarta, Badan POM


yang dilakukan Tzeng dkk (2014), RI.
zerumbon pada Zingiber zerumbet Smith Depkes RI. 1996. Materia Medika
dapat menurunkan kadar kolesterol total, Indonesia Jilid VI. Jakarta:
trigliserid dan kolesterol LDL, terhadap Departemen Kesehatan RI.
hamster yang diinduksi makanan tinggi Dewoto, Hedi R. 2007. Pengembangan
lemak. Zerumbon mampu menurunkan Obat Tradisional Indonesia
kadar enzim asam lemak bebas sintase Menjadi Fitofarmaka. Majalah
pada mRNA hepatic, enzim malat, sterol- Kedokteran Indonesia. Volume 57.
regulatory element binding protein dan 3- Nomor 7.
hydroxy-3-methyl-glutaryl-CoA reductase. Furukawa et. Al, 2004, Increased oxidative
Ekspresi peroxisome proliferator-activated stress in obesity and its impact on
receptor pada mRNA hepatik, bersama metabolic syndrome. J Clin
sama dengan gen target carnitine Invest.;114(12):1752-6
palmitoyl transferase dan acyl-CoA Grundy. 2004, Definition Of Metabolic
oxidase diupregulasi oleh zerumbon. Syndrome, Report of National
Zerumbon efektif memperbaiki Heart, Lung and Blood Institute/
dislipidemia dengan meningkatkan American Heart Associatio
ekspresi gen yang berperan dalam jalur Conference on Scientific Issues
lipolitik dan lipogenik pada metabolism Related to Definition. Circulation ,
lemak. (Tzeng, 2014). 109 : 433-438.
Jang Woong Sun, Choung Se Young. 2012.
4. KESIMPULAN Antiobesity Effects of the Ethanol
Kombinasi ekstrak etanol bangle Extract of Laminaria japonica
hitam (Zingiber ottensii Val.) dan daun Areshoung in High.
katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) Maithilikarpagaselv, N. et. All, 2016,
dapat digunakan untuk mencegah Curcumin inhibits hyperlipidemia
peningkatan kadar trigliserida, kolesterol and hepatic fat accumulation in
LDL dan kolesterol total dalam darah, high-fructose-fed male Wistar rats ,
tetapi tidak pada kolesterol HDL dalam PHARMACEUTICAL BIOLOGY; 
VOL.
darah. 54, NO. 12, 2857–2863
Lonardo A, P Loria and Carulli N, 2000,
5. DAFTAR PUSTAKA Insulin Resistance in Non-alcoholic
Ahima RS., Flier JS. Adipose tissue as an Fatty liver Disease : a clinical
endocrine organ. Trends perspective: natural history
Endocrinol Metab 2000;11:327- Proceeding Falk Symposium 121
332. Steatohepatitis (NASH and ASH)
BPOM, 2008, Taksonomi Koleksi Tanaman editor U Leuschner, Kluwer
Obat Kebun Tanaman Obat Academic Publishers; 43 – 53

27
Sulaeman A dkk.: Efek Pencegahan Ekstrak Etanol Bangle Hitam (Zingiber ottensii Val.) dan Daun Katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap Kadar Lemak Darah pada Tikus Jantan Obesitas yang
Diinduksi Pakan Tinggi Lemak dan Karbohidrat

Rahardjo S, Ngatijan dan Pramono S. 2005. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK


Influence of Ethanol Extract of Jati Uindonesia; h. 1941-7
Belanda Leaves (Guazuma ulmifolia Tzeng. TF et .al, 2014, Lipid-lowering
Lamk.) On Lipase Enzym Activity of effects of zerumbone, a natural
Rattus norvegicus Serum. Inovasi cyclic sesquiterpene of Zingiber
Rukkmana, R. dan Indra M.H., 2003, Katuk. zerumbet Smith, in high-fat diet-
Potensi dan Manfaatnya. Kanisius. induced hyperlipidemic hamsters.
Yogyakarta. Food Chem. Toxicol. ;69:132-9
Sanchez AF, Santillan EM, Bautista M et al. Wijayakusuma HMH, Dalimarta S, &
2011. Inflammation, Oxidative Wirian AS. 1997. Tanaman
Stress, and Obesity Int berkhasiat obat di Indonesia.
j.Mol.Sci2,3117-3132 Jakarta. Pustaka Kartini.
Sugondo S. Obesitas. Dalam: Sudoyo AW, Wohlmuth, H 2008, 'Phytochemistry and
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, pharmacology of plants from the
Setiati S. 2006. Editor. Buku Ajar ginger family, Zingiberaceae', PhD
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. thesis, Southern Cross University,
Jakarta: Pusat Penerbitan Lismore, NSW.

28
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EMULGATOR PHYTOCREAM®


TERHADAP KESTABILAN FISIK FORMULA KRIM EKSTRAK ETANOL DAUN
KELOR (Moringa Oleifera L.) DALAM MENGHAMBAT
PROPONIBACTERIUM ACNES

Andi Nur Aisyah1, Nurul Arfiyanti Yusuf2, Ismail2, Hasliah2


*1
Akademi Farmasi Kebangsaan, Makassar
2
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi, Makassar
*
Corresponding author: andi_nuraisyah@rocketmail.com

Abstract. The study of effect of variation of Phytocream® emulgator concentration on


physical stability of leaf extract of Moringa oleifera L. was inhibiting Proponibacterium
acnes. The objective of this study was to investigate the activity of ethanol extract of
moringa leaf inhibiting Propionibacterium acnes and to obtain a physically stable
formula by using Phytocream® emulgator which is effective in inhibiting
Propionibacterium acnes. The experiment was conducted using 3 variations of
emulgator concentration is 4%, 5% and 6%. Before the extract formulation was tested
its antibacterial activity against Propionibacterium acnes with concentrations of 5%,
10% and 20%. The cream then tested the physical stability and a stable cream tested its
effectiveness against the bacteria Propionibacterium acnes. The results of antibacterial
activity test on Propionibacterium acnes at concentration 5% extract ethanol of Moringa
leaf able to inhibit the growth of bacteria (the area around the pit is still overgrown with
bacteria), while the concentration of 10% and 20% extract ethanol of Moringa leaf able
to kill bacteria (the area around the pit does not show growth bacteria). The three
formulas extract of Moringa leaf ethanol as Propionibacterium acnes inhibitors using
Phytocream® 4%, 5% and 6% emulgators are physically stable formulas having an
inhibitory zone respectively 11,2 mm, 10,61 mm dan 8,66mm.

Keywords: Moringa Leaf Extract (Moringa oleifera L.), Cream, Proponibacterium acnes.

1. PENDAHULUAN buruk (Hafez et al., 2009). Jerawat terjadi


Jerawat merupakan penyakit kulit pada kulit yang banyak mengandung
yang umum terjadi pada remaja berusia kelenjar sebasea seperti muka, dada, dan
16-19 tahun, bahkan dapat berlanjut punggung (Nugroho, 2013). Patogenesis
hingga usia 30 tahun yang sering jerawat sering dihubungkan dengan
menyebabkan rasa kurang nyaman pada aktivitas bakteri Propionibacterium acnes.
penderitanya (Webster, 2002). Walaupun Propionibacterium acnes
jerawat tidak mengancam jiwa, namun merupakan organisme utama yang pada
dapat mempengaruhi kualitas hidup umumnya memberi kontribusi terhadap
dengan memberikan efek fisiologis yang terjadinya jerawat. Propionibacterium

29
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

acnes termasuk dalam kelompok bakteri anti jerawat. Oleh sebab itu, dalam
gram positif yang bersifat anaerob, penelitian ini akan diujikan aktivitas
berbentuk batang dan tidak berspora antibakteri daun kelor terhadap
(Jawetz et al., 2012). Faktor utama yang Propionibacterium acnes. Untuk
terlibat dalam pembentukan jerawat memanfaatkan daun kelor sebagai obat
adalah peningkatan produksi sebum, bahan alam dalam mengatasi jerawat,
peluruhan keratinosit, pertumbuhan dilakukan formulasi ekstrak daun kelor
bakteri dan inflamasi (Athikomkulchai et dalam bentuk sediaan yang mudah
al., 2008). Peradangan dapat dipicu oleh digunakan yaitu krim. Pemilihan krim
bakteri seperti Propionibacterium acnes, sebagai bentuk sediaan karena krim
Staphylococcus epidermidis dan memiliki beberapa keuntungan
Staphylococcus aureus (Wasitaatmadja, diantaranya lebih mudah diaplikasikan,
2002). Oleh sebab itu, pengobatan jerawat lebih nyaman digunakan pada wajah, tidak
dapat dilakukan dengan menurunkan lengket, dan mudah tercuci dengan air
populasi bakteri dengan menggunakan dibandingkan dengan sediaan salep, gel
suatu antibakteri. Industri farmasi banyak maupun pasta (Sharon et al., 2013)
membuat sediaan anti jerawat dari bahan dimana pada penderita jerawat sediaan
sintetik. Pemakaian dalam jangka lama berlemak dan berminyak sangat dihindari.
dapat menyebabkan iritasi ataupun alergi Pada terapi jerawat umumnya
sehingga banyak konsumen yang mencari menggunakan krim tipe m/a (minyak
obat jerawat dari bahan alam, salah satu dalam air) karena tipe krim tersebut lebih
tanaman yang dapat digunakan sebagai mudah menyebar rata di kulit,
obat jerawat yaitu daun kelor (Moringa memberikan efek lembab pada kulit, tidak
oleifera L.). lengket dan mudah dibersihkan sehingga
Daun kelor (Moringa oleifera L.) nyaman digunakan oleh konsumen (Ansel,
merupakan tanaman yang telah banyak 1989). Sediaan krim yang baik harus
diteliti memiliki aktivitas antibakteri. memenuhi syarat tertentu yaitu memiliki
Kandungan senyawa metabolit sekunder kestabilan fisik yang memadai karena
yang terdapat dalam daun kelor seperti tanpa hal ini suatu emulsi akan segera
flavonoid, alkaloid, fenol, tanin dan kembali menjadi dua fase yang terpisah,
saponin yang dapat menghambat aktivitas sehingga dalam formulasi perlu
antibakteri (Pandey et al., 2012). ditambahkan bahan pengemulsi atau
Penelitian yang telah dilakukan oleh Lusi emulgator untuk menstabilkannya.
dkk. (2016) menunjukkan bahwa ekstrak Penelitian ini menggunakan
daun kelor memberikan aktivitas emulgator yaitu Phytocream® yang
antibakteri terhadap bakteri mengandung potassium palmitoyl
Staphylococcus aureus dan Escherichia hydrolyzed wheat protein, glyceryl
coli. Berdasarkan pengalaman empiris, stearate dan cetearyl alcohol.
daun kelor juga dapat digunakan sebagai ®
Phytocream memiliki beberapa manfaat

30
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

diantaranya mudah diformulasi, tidak basah untuk memisahkan kotoran atau


mengandung etilen oxide, komponen- bahan asing lainnya, selanjutnya dicuci
komponennya alami, mengurangi dibawah air mengalir sampai bersih.
kekeringan pada kulit dan dapat Setelah bersih dari pengotor, daun kelor
meningkatkan elastisitas kulit.dan ditiriskan, kemudian diangin-anginkan
merupakan pengemulsi anionik atau non- pada tempat yang tidak terkena cahaya
ionik secara khusus digunakan untuk matahari langsung, setelah itu disortasi
emulsi m/a untuk wajah, tubuh dan kering kemudian diserbukkan
tangan (Sinerga,2015). menggunakan mesh 60.
b. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kelor
2. METODE PENELITIAN Ekstrak Daun Kelor diperoleh
2.1 Alat dengan cara maserasi. Sebanyak 500 gram
Alat-alat ekstraksi yang digunakan serbuk simplisia daun kelor dimasukkan ke
yaitu batang pengaduk, gelas ukur, pisau, dalam toples kaca, kemudian direndam
rotary evaporator. dengan larutan etanol 96% sebanyak 3,75
Alat-alat farmasetik yang digunakan L, dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali
yaitu batang pengaduk, climatic chamber, diaduk. Setelah proses ekstraksi pertama
deg gelas, gelas objek, homogenizer, selesai filtratnya disaring dan ampasnya
mikroskop, penangas air, pipet tetes, pH diremaserasi. Ekstrak cair yang telah
meter, stopwatch, termometer, dikumpulkan lalu diuapkan menggunakan
viskometer Brookfield. alat rotary evaporator hingga diperoleh
Alat-alat uji mikrobiologi yang ekstrak kental daun kelor. Ekstrak
digunakan yaitu autoklaf, cawan petri, ditimbang dan disimpan dalam wadah
Erlenmeyer, gelas ukur, inkubator, jarum gelas tertutup sebelum digunakan untuk
ose, lampu spritus, pencadang, pinset, pengujian. (Lusi dkk. 2016).
spektrofotometri, spoit dan tabung reaksi. c. Pengujian Bebas Etanol
2.2 Bahan Ekstrak dilarutkan dengan asam
Aluminium foil, aquadest, asam sulfat (H2SO4) dalam tabung reaksi
asetat (CH3COOH), asam stearat, asam kemudian ditambahkan dengan asam
sulfat (H2SO4), bakteri uji asetat (CH3COOH) dan ditutup dengan
Propionibacterium acnes, daun kelor, kapas lalu dipanaskan sampai mendidih,
etanol 96%, Fluid Thioglycollate Medium kemudian diidentifikasi jika ekstrak tidak
(Acumedia®), kertas label, kertas saring, mengandung etanol maka tidak berbau
krim gentamisin, metil paraben, parafin khas ester.
cair, Phytocream®, propilenglikol, propil
paraben, setil alkohol, dan α tokoferol. d. Pembuatan Medium
2.3 Prosedur kerja Medium FTM sebanyak 4 g
a. Pengolahan sampel dimasukkan kedalam erlenmeyer lalu
Sampel berupa daun kelor dilarutkan dengan aquadest steril yang
dikumpulkan kemudian dilakukan sortasi telah mendidih kemudian dimasukkan

31
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

agar sedikit demi sedikit sebanyak 1,5 g lapisan dasar kemudian dibiarkan
lalu disterilkan dalam autoklaf pada suhu memadat. Setelah medium memadat
121°C selama 15 menit. diletakkan 4 pencadang (sumuran) pada
e. Peremajaan Kultur Murni Bakteri Uji permukaan lapisan dasar medium yang
Bakteri uji berupa Propionibacterium diatur sedemikian rupa jaraknya agar
acnes. Stok biakan murni diambil satu ose daerah pengamat tidak saling bertumbuh
kemudian diinokulasikan dengan cara kemudian dimasukkan medium yang
menggoreskan pada medium FTM, telah diinokulasi suspensi bakteri untuk
kemudian diinkubasikan pada suhu 37°C lapisan kedua selanjutnya pencadang
selama 24 jam. Setelah itu bakteri dapat (sumuran) diangkat secara aseptik dari
digunakan sebagai mikroba uji. cawan petri. Dimasukkan larutan uji
f. Pembuatan Suspensi Kultur Murni ekstrak etanol daun kelor menggunakan
Hasil peremajaan Propionibacterium mikro pipet 5 µL dengan konsentrasi 5%,
acnes disuspensikan dengan larutan NaCl 10%, 20% serta kontrol positif (+) yaitu
fisiologis 0,9 % steril dan dimasukkan krim gentamisin dan aquadest steril
kedalam kuvet, kemudian diukur sebagai kontrol negatif (-). Kemudian
transmitannya (T 25%) menggunakan diinkubasi secara anaerob pada suhu 37°C
spektrofotometer dengan panjang selama 1x24 jam. Diamati zona bening
gelombang 580 nm pada 25% bakteri dan yang terbentuk dan diukur diameter
sebagai blanko digunakan NaCl fisiologis daerah hambatnya dengan jangka
0,9%. sorong. Perlakuan ini dilakukan sebanyak
g. Penyiapan Sampel Uj 3 kali dan diambil rata-ratanya.
Ekstrak etanol daun kelor (Moringa i. Formulasi Sediaan Krim
oleifera L.) dibuat dengan tiga konsentrasi Dibuat tiga rancangan formula krim
yaitu 5%, 10%, 20% dengan cara ekstrak etanol daun kelor dengan tipe M/A
ditimbang 0,05 g, 0,1 g, dan 0,2 g ekstrak (minyak dalam air) dengan menggunakan
etanol daun kelor kemudian masing- variasi konsentrasi emulgator
masing dilarutkan dalam 1 mL aquadest Phytocream . ®

steril. j. Cara Kerja Pembuatan Krim


h. Pengujian Aktivitas Ekstrak Etanol Pembuatan krim ekstrak daun kelor
Daun Kelor (Moringa oleifera L) dilakukan dengan melebur fase minyak
Pengujian aktivitas ekstrak daun (setil alkohol, asam stearat, propil
kelor (Moringa oleifera) terhadap paraben, parafin cair dan Phytocream®)
pertumbuhan bakteri Propionibacterium hingga suhu 70°C dan fase air (metil
acnes dilakukan dengan metode difusi paraben, propilenglikol, aquades)
agar (metode sumuran) dengan dipanaskan hingga suhu 70°C. Campurkan
menggunakan medium FTM steril. fase minyak ke dalam fase air lalu
Medium FTM dituang kedalam dihomogenizer sampai terbentuk masa
cawan petri steril sebanyak 7-10 ml untuk basis krim yang homogen. Pada suhu 45-

32
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

55°C kemudian di masukkan alfa tokoferol kedalam basis krim lalu dihomogenizer
dan ekstrak etanol daun kelor (yang telah hingga homogen. Masing-masing formula
didispersikan dengan sedikit disimpan dalam wadah krim.
propilenglikol) sedikit demi sedikit
Tabel 1. Rancangan Formula Krim Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Kelor

Formulasi krim (%)


Nama Bahan
FI FII FIII FIV
Ekstrak etanol daun kelor 10% 10% 10% -
Phytocream® 4 5 6 6
Setil alkohol 3 3 3 3
Asam stearat 10 10 10 10
Parafin cair 10 10 10 10
Propilenglikol 10 10 10 10
Propil paraben 0,18 0,18 0,18 0,18
Metil paraben 0,02 0,02 0,02 0,02
α tokoferol 0,05 0,05 0,05 0,05

k. Evaluasi Kestabilan Sediaan Krim adalah A/M. Metode ini dilakukan


Uji Organoleptis sebelum dan sesudah penyimpanan
Pengamatan sediaan krim dilakukan dipercepat.
dengan mengamati dari segi warna, bau Uji Homogenitas
dan tekstur krim. Metode ini dilakukan Sejumlah krim yang akan diamati
sebelum dan sesudah penyimpanan dioleskan pada kaca objek yang bersih dan
dipercepat. kering sehingga membentuk suatu lapisan
Uji Tipe Emulsi yang tipis, kemudian ditutup dengan
1. Metode Pengenceran preparat (cover glass). Krim mempunyai
Krim yang telah dibuat dimasukkan tekstur yang tampak rata dan tidak
kedalam beaker gelas, kemudian mengggumpal (voight, 1994). Metode ini
diencerkan dengan air. Jika emulsi tidak dilakukan sebelum dan sesudah
dapat diencerkan dengan air maka tipe penyimpanan dipercepat.
emulsinya tipe A/M tapi jika emulsi dapat Pengukuran pH
diencerkan maka tipe emulsinya M/A. pH krim diukur dengan pH meter
Metode ini dilakukan sebelum dan dimasukkan kedalam wadah yang berisi
sesudah penyimpanan dipercepat. krim, pH krim kemudian diketahui dengan
2. Metode Dispersi Warna melihat angka yang tertera padapH meter.
Krim yang telah dibuat diletakkan Metode ini dilakukan sebelum dan
diatas gelas arloji, kemudian ditetesi sesudah penyimpanan dipercepat.
dengan beberapa tetes pewarna methyl Pengukuran Viskositas
blue. Jika warna biru tidak terdispersi Pengukuran ini menggunakan alat
keseluruh sediaan krim tipe emulsinya viskometer Brookfield pada 3 rpm (rotasi

33
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

per menit) dengan menggunakan spindle diangkat secara aseptik dari cawan petri.
no. 64. Spindle dicelupkan kedalam krim Selanjutnya tiap lubang masing-masing
yang telah dibuat. Hasil viskositas krim diisi krim yang stabil, kontrol positif (krim
dapat dilihat dari angka yang ditunjukkan gentamisin), kontrol negatif (formula
oleh alat. Metode ini dilakukan sebelum tanpa zat aktif) dan kontrol pelarut
dan sesudah penyimpanan dipercepat. (aquadest). Kemudian diinkubasi secara
Uji Daya Sebar anaerob pada suhu 37°C selama 1x24 jam.
Krim sebanyak 0,5 gram diletakkan Diamati zona bening yang terbentuk dan
ditengah-tengah kaca objek, ditutup diukur diameter daerah hambatnya
dengan kaca objek. Dibiarkan selama 1 dengan jangka sorong.
menit kemudian diukur diameter sebar l. Analisis Data
krim. Setelah itu diberi penambahan Hasil evaluasi fisik yang diperoleh
beban setiap 1 menit sebesar 50 gram dibandingkan dengan parameter
sampai 250 gram, lalu diukur diameter berdasarkan literatur, formula yang
sebarnya untuk melihat pengaruh beban memenuhi parameter fisik dan dilakukan
terhadap perubahan diameter sebar krim uji efektivitas formula krim ekstrak etanol
(Indrayuda dkk, 2010). Metode ini daun kelor (Moringa oleifera L.) yang stabil
dilakukan sebelum dan sesudah terhadap Propionibacterium acnes.
penyimpanan dipercepat.
Uji Efektivitas Formula Krim Ekstrak 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Etanol Daun Kelor Pada penelitian ini digunakan sampel
Pengujian efektivitas krim ekstrak daun kelor yang diekstraksi dengan
etanol daun kelor (Moringa oleifera L.) menggunakan metode maserasi dengan
terhadap pertumbuhan bakteri etanol 96% sebagai larutan penyari.
Propionibacterium acnes dilakukan Pemilihan maserasi sebagai metode
dengan metode difusi agar (metode ekstraksi yang digunakan didasari atas
sumuran) dengan menggunakan medium sifat beberapa senyawa yang diduga
FTM steril. Medium FTM dituang kedalam terkandung dalam daun kelor yang tidak
cawan petri steril sebanyak 20 ml untuk stabil pada suhu tinggi sehingga
membuat lapisan dasar (base layer) penggunaan metode ekstraksi panas
kemudian dibiarkan memadat. Setelah dianggap kurang tepat. Setelah melalui
medium memadat diletakkan 4 proses maserasi dan remaserasi, filtrat
pencadang (sumuran) pada permukaan yang diperoleh kemudian dipekatkan
base layer medium yang diatur hingga diperoleh ekstrak kental. Dari
sedemikian rupa jaraknya agar daerah proses ekstraksi diperoleh ekstrak kental
pengamat tidak saling bertumbuh sebanyak 53,2 gram dengan hasil
kemudian dimasukkan medium yang telah persentase rendemen yang diperoleh
diinokulasi suspensi bakteri untuk lapisan sebesar 10,64%.
kedua (seed layer) selanjutnya pencadang

34
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Kelor bakteri oleh suatu senyawa antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dalam ekstrak.
untuk menentukan potensi antibakteri Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol
pada ekstrak daun kelor. Pengujian daun kelor dilakukan terhadap P.acnes
aktivitas antibakteri dilakukan terhadap dengan tiga variasi konsentrasi yaitu 5%,
Propionibacterium acnes dengan metode 10% dan 20%. Penentuan penggunaan
difusi agar (sumuran). Penentuan aktivitas konsentrasi berdasarkan penelitian
antibakteri dilakukan berdasarkan sebelumnya. Hasil pengukuran rata-rata
pengukuran diameter zona bening (clear diameter zona hambat ekstrak etanol
zone) yang merupakan petunjuk adanya daun kelor (Moringa oleifera L.) terhadap
respon penghambatan pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes dapat
dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri terhadap Propionibacterium acnes


Diameter (mm)
Replikasi Perlakuan Rata-rata
1 2 3

5% 17,3 13,17 17,02 15,83


10% 14,5 12,3 14,35 13,71
1
20% 22,3 17,45 19,47 19,74
+ 19,12 22,15 24,7 21,99
2 10% 23,7 17,42 24,17 21,76

Hasil yang diperoleh seperti pada bahwa daun kelor memiliki aktivitas
Tabel 2. terlihat bahwa ekstrak etanol antibakteri terhadap bakteri
daun kelor (Moringa oleifera L.) dengan Staphylococcus aureus dengan kategori
konsentrasi 5% ekstrak etanol daun kelor kuat. Hal ini dapat dilihat dari kandungan
mampu menghambat pertumbuhan senyawa kimia yang terdapat dalam daun
bakteri (daerah sekitar sumuran masih kelor yaitu senyawa metabolit sekunder
ditumbuhi bakteri), sedangkan seperti flavonoid, alkaloid,fenolyang juga
konsentrasi 10% dan 20% ekstrak etanol dapat menghambat aktivitas antibakteri
daun kelor mampu membunuh bakteri (Pandey et al., 2012).
(daerah sekitar sumuran terdapat zona Ekstrak etanol daun kelor kemudian
hambatan pertumbuhan bakteri. diformulasi dalam bentuk sediaan krim
Berdasarkan penelitian yang telah tipe M/A. Setelah diformulasi dalam
dilakukan diketahui bahwa ekstrak etanol bentuk sediaan krim dilakukan beberapa
daun kelor memiliki aktivitas antibakteri pengujian untuk melihat kestabilan fisik
terhadap Propionibacterium acnes. krim yang diformulasi menggunakan
Seperti pada penelitian sebelumnya yang variasi konsentrasi emulgator
telah dilakukan oleh Lusi dkk, (2013)

35
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

Phytocream®. Pengujian ini bertujuan konsentrasi emulgator Phytocream® ter-


untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh hadap kestabilan fisik krim.

Hasil Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak konsentrasi emulgator Phytocream® sebelum


Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat
menunjukkan bahwa krim tidak mengalami
Pengamatan Organoleptis perubahan dari segi warna dan bau, tetapi
Berdasarkan hasil pengamatan pada bentuk tekstur mengalami perubahan
organoleptis terhadap formula dengan variasi konsistensi menjadi agak encer.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptis


Pengamatan
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Formula
Dipercepat Dipercepat
Warna Tekstur Bau Warna Tekstur Bau
I hijau semi hijau agak
khas khas
pekat padat pekat encer
II Hijau Semi Hijau Agak
Khas Khas
pekat padat pekat encer
III Hijau Semi Hijau Agak
Khas Khas
pekat padat pekat encer
IV Semi Tidak Semi Tidak
putih putih
padat berbau padat berbau
Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Uji Tipe Emulsi dengan penambahan metilen blue. Hal ini


Berdasarkan hasil pengujian pada disebabkan karena jumlah fase minyak
keempat formula krim sebelum dan (fase terdispersi) yang digunakan dalam
setelah penyimpanan dipercepat sediaan krim lebih sedikit dari fase air (fase
menunjukkan bahwa krim memiliki tipe pendispersi) sehingga globul-globul
emulsi minyak dalam air (M/A). Pada uji minyak akan terdispersi kedalam fase air
pengenceran, krim mudah diencerkan dan dan membentuk tipe emulsi minyak dalam
dapat larut dalam aquadest dan pada uji air (M/A) (Martin, 1983).
dispersi warna, krim mudah terdispersi

36
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Tabel 4. Hasil Pengamatan Uji Tipe Emulsi krim


Pengamatan
Uji Pengenceran dan Dispersi Warna
Formula
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
I M/A (Larut Dalam Air) M/A (Larut Dalam Air)
II M/A (Larut Dalam Air) M/A (Larut Dalam Air)
III M/A (Larut Dalam Air) M/A (Larut Dalam Air)
IV M/A (Larut Dalam Air) M/A (Larut Dalam Air)
Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Uji Homogenitas homogen dikarenakan tidak terjadi reaksi


Berdasarkan hasil uji homogenitas antara zat aktif dan basis krim serta
sediaan krim ekstrak etanol daun kelor emulgator yang digunakan. Selain itu tidak
menunjukkan bahwa keempat sediaan adanya partikel-partikel kasar dan tidak
krim homogen baik sebelum dan setelah terlihat adanya bintik-bintik pada objek
kondisi penyimpanan dipercepat, yaitu glass (Depkes RI, 1985).

Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas


Pengamatan
Uji Homogenitas
Formula
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
I Homogen Homogen
II Homogen Homogen
III Homogen Homogen
IV Homogen Homogen
Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Pengukuran pH evaluasi sediaan krim sebelum dan setelah


Pengujian pH pada sediaan krim dilakukan kondisi penyimpanan dipercepat
dengan menggunakan alat pH meter. Uji menunjukkan bahwa FI, FII dan FIII
ini dilakukan untuk mengetahui keamanan mengalami penurunan pH dari 5,7
sediaan krim saat digunakan sehingga menjadi 5,6, hal ini disebabkan oleh
tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Hasil penambahan ekstrak etanol daun kelor

37
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

yang bersifat asam (5). Akan tetapi hasil pH kulit yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan
pengukuran pH tetap berada pada kisaran Latifah, 2007).

Tabel 6. Hasil Pengukuran pH


Pengamatan Pengukuran pH
Formula Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
I 5,7 5,6
II 5,7 5,6
III 5,7 5,6
IV 6,6 6,8
Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Uji Viskositas daun kelor berpengaruh terhadap nilai


Viskositas pada krim menunjukkan mudah viskositas sediaan krim. Data nilai
tidaknya krim tersebut diambil atau viskositas selanjutnya diuji secara statistik
dituang kedalam wadah. Penentuan untuk melihat nilai signifikasi suatu
viskositas dilakukan menggunakan sediaan. Hasil analisis viskositas
viskometer brookfield dengan spindel 64 menggunakan statistik dengan uji t
dan kecepatan 3 rpm baik sebelum berpasangan yaitu 0,921 (>0,05) maka
maupun sesudah kondisi penyimpanan diperoleh hasil bahwa hipotesis nol (H0)
dipercepat. Hasil pengukuran viskositas diterima atau disimpulkan bahwa tidak
sediaan krim setelah kondisi penyimpanan ada perbedaan yang signifikan rata-rata
dipercepat mengalami penurunan nilai viskositas sebelum dan setelah
viskositas pada sediaan setelah penyimpanan dipercepat. Hal ini berarti
ditambahkan ekstrak kedalam basis krim. krim dapat dikatakan stabil selama
Hal ini dapat disebabkan karena ekstrak penyimpanan.

Tabel 7. Hasil Uji Viskositas


Pengamatan Uji Viskositas
Formula
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
I 26000 Cps 22000 Cps
II 29000 Cps 27000 Cps
III 40000 Cps 32000 Cps
IV 58000 Cps 72000 Cps

38
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Uji Daya Sebar memungkinkan krim untuk menyebar


Uji daya sebar dilakukan untuk dengan mudah dan terdistribusi merata.
mengetahui kemampuan daya sebar krim Dari data pengamatan dapat dilihat bahwa
pada lokasi penggunaan. Sediaan krim setelah kondisi penyimpanan dipercepat
yang baik adalah sediaan krim yang jika diperoleh hasil uji daya sebar krim dengan
dioleskan akan menyebar. Daya sebar penambahan ekstrak meningkat
krim berkaitan dengan viskositas krim dibanding dengan krim yang tidak
(Kranthi et al, 2011). Semakin rendah mengandung ekstrak dan tetap memenuhi
viskositas krim maka kemampuan krim daya sebar yang baik yaitu 4-6,5 cm (Grag,
untuk mengalir lebih tinggi sehingga A, et al, 2002).

Tabel 8. Hasil Uji Daya Sebar


Pengamatan Uji Daya Sebar
Formula
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
I 4,37 cm 4,72 cm
II 4,23 cm 4,50 cm
III 3,61 cm 4,13 cm
IV 3,54 cm 3,29 cm
Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Uji Daya Lekat penyimpanan dipercepat daya melekat


Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui krim menurun. Hal ini berkaitan erat
kemampuan krim melekat atau menempel dengan viskositas selama penyimpanan
pada permukaan kulit pada saat sediaan dipercepat pada climatic chamber dimana
tersebut digunakan. Semakin besar daya jika viskositas menurun akan
lekat krim pada kulit maka waktu kontak menyebabkan penurunan daya lekat.
antara krim dan kulit semakin lama, Sedangkan jika viskositas meningkat akan
sehingga absorpsi obat melalui kulit menyebabkan peningkatan daya lekat
semakin besar. Hasil uji daya lekat sediaan (Khairi dkk, 2013).
krim menunjukkan bahwa setelah kondisi

39
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

Tabel 9. Hasil Uji Daya Lekat

Pengamatan Uji Daya Lekat


Formula
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Dipercepat Dipercepat
I 0,41 detik 0,37 detik
II 0,43 detik 0,39 detik
III 0,59 detik 0,57 detik
IV 0,48 detik 0,75 detik
Keterangan :
I : Formula dengan Phytocream 4%
II : Formula dengan Phytocream 5%
III : Formula dengan Phytocream 6%
IV : Formula tanpa ekstrak etanol daun kelor

Uji Efektivitas Krim masing formula yang diujikan terhadap


Hasil pengujian efektivitas krim Propionibacterium acnes disajikan pada
menunjukkan daya hambat dari masing- Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Efektivitas Krim


Diameter (mm)
Perlakuan Rata-rata
Replikasi
FI 11,35 11,05 11,2
Kontrol + 27,05 21,17 24,11
FII 10,70 10,53 10,61
Kontrol + 19,73 21,55 20,64
FIII 9,06 8,26 8,66
Kontrol + 19,3 17,9 18,3

Dari hasil dapat dilihat bahwa Hal ini dapat disebabkan oleh basis krim
ketiga formula menunjukkan adanya yang memiliki pengaruh terhadap
hambatan pada pertumbuhan bakteri kemampuan bahan aktif untuk berdifusi
Propionibacterium acnes dengan diameter dalam medium, serta kepekaan
zona hambat berturut-turut 11,2 mm, mikroorganisme terhadap zat aktif dan
10,61 mm dan 8,66mm. Zona hambat yang viskositas krim (Cappucino dan sherman,
dihasilkan bersifat menghambat (daerah 1983).
sekitar sumuran masih ditumbuhi bakteri).

40
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

4. KESIMPULAN Depkes RI, 2000, Parameter Standar


1. Ekstrak etanol daun kelor memiliki Umum Ekstrak Tanaman, Depkes RI.
aktivitas antibakteri terhadap Jakarta.
Propionibacterium acnes pada Garg, A., D, Anggarwal., S, Garg dan A.K
konsentrasi 5% ekstrak etanol daun Sigla., 2002, Spreading of Semisolid
kelor mampu menghambat Formulation, Pharmaceutical
pertumbuhan bakteri (daerah sekitar Technology : USA
sumuran masih ditumbuhi bakteri) , Hafez KA, Mahran AM, Hofny ERM,
sedangkan konsentrasi 10% dan 20% Mohammad KA, Darweesh AM, Aal
ekstrak etanol daun kelor mampu AA. 2009, The Impact of Acne
membunuh bakteri (daerah sekitar Vulgaris on the Quality of Life and
sumuran terdapat zona hambatan Psychologic Status in Parents from
pertumbuhan bakteri). Upper Egypt, Int J Dermatology,
2. Ketiga formula ekstrak etanol daun 48:280.
kelor sebagai penghambat Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2012,
Propionibacterium acnes yang Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25,
menggunakan emulgator Phytocream® EGC, Jakarta.
4%, 5% dan 6% adalah formula yang Khairi, N., Amin, A., & Indrisari, M., 2013,
stabil secara fisik memiliki zona Formulasi dan Uji Kestabilan Fisik
hambat berturut-turut 11,2 mm, 10,61 Krim Pemutih Ekstrak Wortel
mm dan 8,66mm. (Daucus carota L) Dengan Variasi
Konsentrasi Emulgator Novemer®.
5. SARAN Jurnal Farbal. 1(2)
Perlu dilakukan formulasi dalam bentuk Martin, A.N., Swarbrick, J., dan
sediaan lain. Cammarata, A. (1983). Physical
Pharmacy. Edisi III. Philadelphia: Lea
6. DAFTAR PUSTAKA & Febiger.
Athikomkulchai,S.,Watthanachaiyingchar Nugroho, R.N. 2013, Terapi Topikal
oen, R.,Tunvichien, S., Clindamycin Dibandingkan dengan
Vayumhasuwan, P., Karnsomkiet, P., Niacinamide dan Zinc pada Acne
Sae-Jong, P., et al. 2008, The Vulgaris, Universitas Diponegoro.
development of anti-acne products Semarang.
from Eucalyptu globules and Psidium Pandey, A., R.D. Pantey., P. Tripathi., P.P.
guajava Oil, Journal Health Research, Gupta., J. Haider., S. Bhatt., et al.
22(3):109-113. 2012, Moringa oleifera
Cappuccino, JG and Sherman N. (1983). Lam.(sahijan) – A Plant with
Microbiology a Laboratory Manual. Plethora of Diverse Therapeutic
4th ed. Menlo Park: Addison-Wesley benefits, An Updated Respospection,
Publ. Company, Inc Medical Aromatic Plants.

41
Andi Nur Aisyah dkk.: Pengaruh Variasi Konsentrasi Emulgator Phytocream® Terhadap Kestabilan Fisik
Formula Krim Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera L.) dalam Menghambat Proponibacterium
Acnes

Sharon, N., Anam, S., Yuliet. 2013, gangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik,
Formulasi Krim Ekstrak Etanol Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Bawang Hutan (Eleutherine Voight, R., 1994, Buku Pengantar
palmifolia L.), Online Jurnal of Teknologi Farmasi, 572-574,
Natural Science, 2(3). diterjemahkan oleh Soedani, N.,
Sinerga, S.p.A. 2015, Phytocream 2000® Edisi V, Yogyakarta, Universitas
Vegetable Origin Emulsifier system Gadjah Mada Press.
for O/W Emulsions, Direzione, Uffici, Wasitaatmadja, S.M. 2002, Pengobatan
Centro Ricerca e Unità Produttiva Mutakhir Dermatologi Pada Anak
Via Della Paciarna, 67-21050 Gorla Remaja, Penerbit UI-Press, Jakarta.
Maggiore (VA) : Italia Webster, G.F. 2002, Acne vulgaris, British
Tranggono, R.I; Latifah, F., 2007, Buku Pe- Medical Journal, 325:475.

42
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PROFIL AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOLIK BERAS HITAM


(Oryza sativa L) DARI KALIMANTAN SELATAN

ANTIOXIDANT ACTIVITY PROFILE OF ETHANOLIC EXTRACT OF BLACK RICE (ORYZA


SATIVA L) FROM SOUTH KALIMANTAN

Anna Khumaira Sari1* , Noverda Ayuchecaria1


1
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, Jln Flamboyan III No.7B, Banjarmasin, Indonesia
*Corresponding author: annakhumairasari17@gmail.com

Abstract. Antioxidants are compounds that protect the compounds or tissues from the
destructive effects of oxygen. One source of natural antioxidants comes from food
components. One of the foods that contain antioxidants is black rice. Antosianin from
black rice has an antioxidant effect on ROS (Reactive Oxygen Species). The function of
anthocyanin in food can give effect as anti cancer, hypoglycemia, and anti inflamasi.
Anthocyanin compounds act as antioxidants and free-radical catchers, to prevent some
degenerative diseases. In this research sample is extracted by means of maceration with
ethanol. Preliminary phytochemical test and antioxidant activity tests were performed
using DPPH (2,2-diphenyl-l-pycrylhdrazyl) method using UV-Visible spectrophotometer
analysis. The results of phytochemical screening showed that the seven extract ethanol
of black rice contained alkaloid, flavonoid, saponin and tannin. Antioxidant activity assay
was performed by the DPPH method at λmaks= 516 nm. The result obtained percent
reduction IC50 value of seven ethanol extract of black rice is 216 ppm; 166,07 ppm; 271,8
ppm, 203,4 ppm, 263,05 ppm, 316,5 ppm dan 320,06 ppm. Sample 2 as much it can be
concluded that ethanol extract of black rice having antioxidant activity with the category
of less because the value of IC50 151-200 ppm and sample 1,3,4,5,6,and 7 having activity
category of very less because the value of IC50 less then 200 ppm.

Keywords : Black rice, Oryza sativa L, Antioxidant, DPPH method

1. PENDAHULUAN antioksidan dapat dikelompokkan


Antioksidan adalah senyawa yang menjadi dua kelompok, yaitu
melindungi senyawa atau jaringan dari antioksidan sintetik (antioksidan yang
efek destruktif jaringan oksigen (Swarth, diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia)
2004). Antioksidan adalah senyawa yang dan antioksidan alami (antioksidan hasil
mempunyai struktur molekul yang dapat ekstraksi bahan alami) (Ardiansyah,
memberikan elektronnya kepada 2007), salah satu bahan pangan yang
molekul radikal bebas dan dapat memutus mengandung antioksidan adalah beras
reaksi berantai dari radikal bebas hitam.
(Kumalaningsih, 2006). Sumber-sumber

43
Anna Khumaira Sari dan Noverda Ayuchecaria: Profil Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Beras Hitam
(Oryza sativa L) Dari Kalimantan Selatan

Menurut penelitian Park et al., hitam yang dibudidayakan di Indonesia


(2008) antosianin dari beras hitam dan berdasarkan penelitian sebelumnya
memiliki efek antioksidan terhadap ROS tentang beras hitam yang memiliki
(Reactive Oxygen Species), telah kandungan yang bermanfaat bagi
dilaporkan oleh Xia et al., (2003) dengan kesehatan sehingga beras hitam dapat
memberikan diet beras hitam terhadap dijadikan salah satu pangan fungsional,
tikus percobaan, dapat mengurangi stres maka peneliti merasa tertarik untuk
oksidatif. Manfaat antosianin di dalam mengembangkan pengetahuan mengenai
makanan dapat memberikan efek pangan fungsional dalam aktivitas dan
sebagai anti kanker (Hyun and Chung., stabilitas antioksidan yang terkandung
2004), hipoglikemia (Tsuda et al., 2003), dalam beras hitam (Oryza sativa L.)
dan anti inflamasi (Tsuda et al., 2012). Berdasarkan latar belakang
Menurut penelitian Zhang et al., (2010) tersebut, maka pada penelitian ini
beras hitam memiliki kandungan serat, dilakukan untuk menetapkan profil
mineral dan beberapa asam amino yang aktivitas antioksidan ekstrak etanolik
penting untuk tubuh. beras hitam (Oryza sativa L.) dari
Senyawa antosianin berfungsi Kalimantan Selatan.
sebagai antioksidan dan penangkap
radikal bebas, sehingga berperan untuk 2. METODE PENELITIAN
mencegah terjadinya beberapa penyakit Penelitian ini menggunakan desain
degeneratif. Selain itu antosianin juga penelitian deskriptif dengan melihat
memiliki kemampuan sebagai aktivitas antioksidan ekstrak etanolik
antimutagenik dan antikarsinogenik, beras hitam (Oryza sativa L.) dari
mencegah gangguan fungsi hati, Kalimantan Selatan. Penelitian dilakukan
antihipertensi, dan menurunkan kadar di Laboratorium Akademi Farmasi Isfi
gula darah (Kaneda et al, 2006). Banjarmasin. Sampel penelitian adalah
Pigmen antosianin selama proses beras hitam dari tujuh tempat berbeda di
pengolahan atau pemasakan akan terjadi Kalimantan Selatan.
degradasi, dimana hal tersebut akan Proses ekstraksi beras hitam
mempengaruhi kualitas kandungan gizi dilakukan dengan metode maserasi.
dan warnanya. Terdapat faktor intrinsik Pelarut yang digunakan adalah etanol 96%
dan ekstrinsik yang dapat mempengaruhi dengan perbandingan serbuk dan
stabilitas antosianin selain suhu simplisia yang digunakan adalah 1:4,
pemanasan dalam pengolahan, antara lain dimana sebanyak 500 gram serbuk dari
pH, suhu penyimpanan, struktur kimia dan setiap sampel dilarutkan dalam 2000 ml
konsentrasi antosianin yang ada, cahaya, etanol 96%. Maserasi dilakukan selama
oksigen, enzim, protein, dan ion logam 1x24 jam dengan pengadukan secara
(Suhartatik et al, 2013), terdapat beberapa berkala setiap 12 jam dan dilakukan
penelitian yang telah dilaporkan pergantian pelarut sebanyak 2 kali.
sebelumnya mengenai aktivitas Setelah 1x24 jam hasil maserasi disaring
antioksidan pada berbagai varietas beras dengan corong bunchner untuk

44
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

memisahkan filtrat dan ampasnya. Filtrat dengan DPPH 0,5 ml kemudian dibaca
hasil penyaringan kemudian dipekatkan pada operating time dan panjang
dengan menggunakan vacum rotary gelombang maksimal yang diperoleh.
evaporator pada suhu 50oC dengan Aktivitas antioksidan dinyatakan
kecepatan 80 rpm. Ekstrak yang dihasilkan dalam % inhibisi yang ditentukan melalui
dari proses pemekatan dengan vacum persamaan:
rotary evaporator adalah ekstrak cair yang 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙 − 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% 𝐼𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 = × 100%
masih mengandung sisa pelarut. Sisa 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙
pelarut dihilangkan menggunakan IC50 adalah konsentrasi yang
waterbath pada suhu 50oC hingga dibutuhkan untuk mereduksi DPPH
diperoleh ekstrak kental. sebesar 50 % IC50 dihitung dengan
Ekstrak etanol beras hitam dilakukan menggunakan persamaan regresi linear.
uji organoleptis dan skrining fitokimia Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung
untuk mengetahui keberadaan Flavonoid nilai IC50 dengan menggunakan rumus: 50
dengan menggunakan pereaksi Pb asetat = a + bx, sehingga diperoleh x sebagai nilai
10%, Alkaloid dengan menggunakan IC50.
reagen Dragendorff, Saponin penggojokan
dengan aquadest dan Tanin dengan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
larutan FeCl3 1%. 3.1 Ekstraksi
Ekstrak etanol beras hitam kemudian Penyerbukan beras hitam
di uji aktivitas antioksidannya dengan bertujuan untuk memperkecil ukuran
menggunakan metode DPPH. Penentuan partikel sehingga mempermudah larutnya
operating time dari DPPH dengan senyawa metabolit sekunder pada pelarut
menggunakan panjang gelombang teori dalam proses ekstraksi. Penyerbukan
yaitu 517 nm, dan panjang gelombang simplisia beras hitam dilakukan dengan
maksimal diukur pada range 400-600 nm, menggunakan blender dan kemudian di
diukur dari konsentrasi DPPH 1000 ppm. ayak. Ekstrak kental beras hitam yang
Kemudian ketujuh sampel ekstrak etanol telah diperoleh kemudian dihitung
beras hitam dan vitamin c (sebagai rendemennya dengan membandingkan
pembanding) diuji aktivitas jumlah ekstrak yang diperoleh dengan
antioksidannya dengan cara sampel simplisia awal yang digunakan. Pehitungan
ekstrak etanol beras hitam dibuat rendemen ekstrak ini bertujuan untuk
konsentrasi 50, 100, 150, 200 dan 250 ppm mengetahui parameter standar mutu
dan vitamin c dengan konsentrasi 10, 20, ekstrak pada proses ekstraksi.
30, 40, 50 ppm kemudian ditambahkan

45
Anna Khumaira Sari dan Noverda Ayuchecaria: Profil Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Beras Hitam
(Oryza sativa L) Dari Kalimantan Selatan

Tabel 1. Hasil Perhitungan Rendemen

Berat ekstrak Berat serbuk Rendemen ekstrak


No Sampel
(gram) (gram) (%)
Sampel 1 30,76 500 6,152
Sampel 2 27,68 500 5,536
Sampel 3 29,04 500 5,808
Sampel 4 28,32 500 5,664
Sampel 5 30,46 500 6,092
Sampel 6 29,36 500 5,872
Sampel 7 32,38 500 6,476

3.2 Uji Organoleptis rata ekstrak memiliki warna coklat


Uji organoleptis dilakukan terhadap kehitaman, bau khas beras dan memiliki
setiap ekstrak kental yang telah dihasilkan. konsistensi kental.
Berdasarkan hasil uji organoleptis rata-

Tabel 2. Hasil Organoleptis Ekstrak

No Bau Konsistensi
Warna
Sampel
Sampel 1 Hitam pekat Khas beras Kental
Sampel 2 Coklat kehitaman Khas beras Kental
Sampel 3 Coklat kehitaman Khas beras Kental
Sampel 4 Coklat kehitaman Khas beras Kental
Sampel 5 Hitam Khas beras Kental
Sampel 6 Coklat pekat Khas beras Kental
Sampel 7 Coklat pekat Khas beras Kental

3.3 Skrining Fitokimia hasil skrining fitokimia yang dilakukan


Skrining fitokimia pada ekstrak pada ekstrak beras hitam menunjukkkan
bertujuan untuk memastikan senyawa bahwa ekstrak yang digunakan pada
metabolit sekunder yang berfungsi pengujian positif mengandung senyawa
sebagai antioksidan tidak hilang selama alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin.
proses ekstraksi berlangsung. Berdasarkan

Tabel 3. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Beras Hitam


No sampel
Reaksi Pereaksi
1 2 3 4 5 6 7
Alkaloid Dragendorff + + + + + + +
Flavonoid Pb asetat 10% + + + + + + +
Saponin Penggojokkan kuat
+ + + + + + +
dengan aquadest
Tanin FeCl3 1% + + + + + + +

46
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

3.4 Aktivitas Antioksidan vitamin C (pembanding) yang digunakan


Penentuan operating time pada pada berbagai konsentrasi, semakin besar
penelitian adalah 1 menit. Kemudian konsentrasi larutan sampel maka
mengukur panjang gelombang DPPH absorbansi akan semakin kecil dan
untuk mengetahui absorbansi maksimal persentase hambatan antioksidannya
dari DPPH. Alasan mengapa dipergunakan akan semakin besar.
panjang gelombang maksimum dalam DPPH yang merupakan suatu
pemeriksaan spektrofotometri yaitu, molekul radikal bebas dengan warna ungu
panjang gelombang maksimum memiliki dapat berubah menjadi senyawa yang
kepekaan maksimal karena terjadi stabil dengan warna kuning oleh reaksi
perubahan absorbansi yang paling besar dengan antioksidan, dimana antioksidan
(Kusumawardhani, dkk., 2015). Panjang memberikan satu elektronnya pada DPPH
gelombang maksimal yang diperoleh sehingga terjadi peredaman pada radikal
adalah 516. bebas DPPH. Elektron yang tidak
berpasangan pada DPPH memberikan
3.4.1 Persen Hambatan Ekstrak Etanol suatu absorbansi yang kuat, maksimum
Beras Hitam pada λ = 517 nm dan berwarna ungu.
Sampel uji dengan masing-masing Peredaman radikal bebas oleh antioksidan
konsentrasi ditambahkan larutan DPPH terjadi ketika elektron tidak berpasangan
sebanyak 500 µL lalu diukur absorbansinya menjadi berpasangan dengan adanya
satu persatu dimulai dari larutan kontrol, donor hidrogen, sehingga membentuk
dilanjutkan dengan konsentrasi sampel DPPH yang stabil (Yuhernita dan Juniarti,
paling kecil hingga konsentrasi paling 2011).
besar. Masing-masing konsentrasi Hasil absorbansi dan persen aktivitas
memberikan nilai absorbansi yang hambatan ekstrak etanol beras hitam dan
berbeda-beda sesuai dengan banyaknya vitamin C dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
ekstrak etanol beras hitam maupun

Tabel 4. Persen Hambatan Ekstrak Etanol Beras Hitam


Konsentrasi Kode Sampel
(ppm) 1 2 3 4 5 6 7
50 12,68% 19,27% 4,97% 26,49% 5,97% 12,06% 10,94%
100 15,29% 29,85% 17,91% 33,20% 22,76% 14,92% 13,18%
150 29,72% 45,89% 21,51% 42,53% 29,60% 19,15% 16,66%
200 46,76% 61,06% 37,31% 49,25% 38,43% 26,24% 34,70%
250 63,05% 70,64% 44,65% 54,72% 45,52% 47,39% 41,04%

47
Anna Khumaira Sari dan Noverda Ayuchecaria: Profil Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Beras Hitam
(Oryza sativa L) Dari Kalimantan Selatan

3.4.2 Persen Hambatan Vitamin C


Tabel 5. Persen Hambatan Vitamin C

Konsentrasi % aktivitas
No Replikasi Abs Rata-rata
hambatan

1 0,727
1 10 ppm 2 0,727 0,727 9,54%
3 0,728
1 0,7
2 20 ppm 2 0,711 0,704 12,48%
3 0,7
1 0,673
3 30 ppm 2 0,682 0,676 15,92%
3 0,673
1 0,531
4 40 ppm 2 0,554 0,549 31,76%
3 0,561
1 0,442
5 50 ppm 2 0,445 0,440 45,27%
3 0,433

3.4.3 Nilai IC50 Ekstrak Etanol Beras Hitam dan Vitamin C

Tabel 6. Nilai IC50 Ekstrak Etanol Beras Hitam dan Vitamin C


Kode Persamaan regresi Nilai IC50
Sampel R
sampel linier (ppm)
1 y=0,0026x-0,0616 0,978 216
2 y=0,0027x+0,0516 0,996 166,07
Ekstrak 3 y=0,002x-0,0436 0,987 271,8
etanol beras 4 y=0,0015x+0,1949 0,996 203,4
hitam 5 y=0,0019x+0,0002 0,983 263,05
6 y=0,0016x-0,0064 0,916 316,5
7 y=0,0016x-0,0121 0,948 320,06
Pembanding Vit C y=0,0091x-0,0423 0,949 59,59

Dari hasil persamaan tersebut antioksidan paling besar yaitu 166,07


didapat Nilai IC50 dari 7 sampel ekstrak ppm. Dari hasil tersebut juga dapat
etanol beras hitam berturut-turut yaitu disimpulkan bahwa sampel 2 tergolong
216 ppm; 166,07 ppm; 271,8 ppm, 203,4 antioksidan lemah karena nilai IC50
ppm, 263,05 ppm, 316,5 ppm dan 320,06 berkisar pada 151-200 ppm dan sampel
ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa 1,3,4,5,6 dan 7 tergolong antioksidan
sampel 2 (beras hitam dari Kabupaten sangat lemah karena nilai IC50 >200 ppm
Tanah Laut) menunjukkan hasil aktivitas (menurut katergori Blois). Sedangkan nilai

48
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

IC50 Vitamin C sebagai pembanding adalah www.ardiansyah.multiply.com/jour


59,99 ppm atau berada dalam kategori nal/item/14.
antioksidan kuat. Hal ini membuktikan Hyun, J. W., and Chung, H.S., 2004,
pula bahwa daya antioksidan Vitamin C Cyanidin and Malvidin from Oryza
lebih besar dibandingkan dengan ekstrak sativa cv. Heungjinjubyeo Mediate
etanol beras hitam. Cytotoxicity Agaist Human
Monocytic Leucimia Cell by Arrest of
4. KESIMPULAN G2/M phase ang Induction of
Hasil Uji Kualitatif menunjukkan Apoptosis, J. Agric. Food Chem.,
bahwa 7 sampel beras hitam positif 52:2213-2217
mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, Kaneda I, Kubo F, and Sakurai H.
tannin. Hal ini dapat menjadi dasar bahwa Antioxidative Compounds in the
sampel ekstrak etanolik mempunyai Extract of Black Rice Brans. Journal
aktivitas antioksidan. of Health Science. 2006;52(5):495-
Nilai IC50 dari 7 sampel ekstrak 511.
etanol beras hitam berturut-turut yaitu Kumalaningsih, Sri., 2006, Antioksidan
216 ppm; 166,07 ppm; 271,8 ppm, 203,4 Alami : Penangkal Radikal Bebas,
ppm, 263,05 ppm, 316,5 ppm dan 320,06 Sumber, Manfaat, Cara Penyediaan
ppm. dan Pengolahan, Trubus Agrisarana,
Sampel 2 tergolong antioksidan Surabaya.
lemah karena nilai IC50 berkisar pada 151- Kusumawardhani, N., Sulistyarti, H.,
200 ppm dan sampel 1,3,4,5,6 dan 7 Atikah., 2015, Penentuan Panjang
tergolong antioksidan sangat lemah Gelombang Maksimum dan pH
karena nilai IC50 >200 ppm, di bandingkan Optimum dalam Pembuatan Tes Kit
dengan vitamin c bahwa vitamin c Sianida Berdasarkan Pembentukan
mempunyai aktivitas antioksidan yang Hidrindantin, Kimia Student Journal,
lebih kuat dibandingkan beras hitam yaitu Vol.1, No. 1, pp. 711 – 717.
dengan nilai IC50 sebesar 59,59 ppm. Park YS., Sun-Joong, Kim., And Hyo-Ihl
Chang. 2008. Isolation Of
5. UCAPAN TERIMAKASIH Anthocyanin From Blach Rice
Ucapan terima kasih disampaikan (Heugjijubyeo) And Screening Of
kepada Direktur Riset dan Pengabdian Its Antioxidant Activities. Korean
Masyarakat, Direktorat Jenderal Journal Microbiology Biotechnology
Penguatan Riset dan Pengembangan Vol 36(1) : 55-60
Kementrian Riset dan Teknologi
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Suhartatik. N, Karyantina. M, Mustofa. A,
sebagai pemberi hibah dana penelitian. Cahyanto. M, Raharjo. S, Rahayu. E.
Stabilitas Ekstrak Antosianin Beras
6. DAFTAR PUSTAKA Ketan (Oryza sativa var. glutinosa)
Ardiansyah. 2007. Antioksidan dan Hitam Selama Proses Pemanasan
Perannya Bagi Kesehatan.

49
Anna Khumaira Sari dan Noverda Ayuchecaria: Profil Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanolik Beras Hitam
(Oryza sativa L) Dari Kalimantan Selatan

dan Penyimpanan. Agritech Journal. plaque formation in apolipoprotein


2013;33:384-390 e deficient mice. J Nutr 2003;133:
Swart, J. 2004. Stres dan Nutrisi. Bumi 744-751.
Aksara. Jakarta Yuhernita dan Juniarti. 2011. Analisa
Tsuda, T. 2012. Anthocyanins as Senyawa Metabolit Sekunder dari
functional food factors : Ekstrak Metanol Daun Surian yang
Chemistry, nutrition and health Berpotensi sebagai Antioksidan.
promotion. Review. Food Science Makara, Sains. 15(1): 48-52
and Technology Research, 18 (3), Zhang, Ming Wei, et al. 2010. Phenolic and
315- 324. Antioxidant Activity of Black Rice
Xia M, Ling WH, Ma J, Kitts DD, Bran of Different Commercially
Zawistowski J. Supplementation of Available Verieties. J. Agric. Food
diets with the black rice pigment Chem., 58(13):7580-7587
fraction attenuates atherosclerotic

50
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGEMBANGAN SENSOR KIMIA UNTUK PENETAPAN KADAR


POLIFENOL TOTAL EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)

CHEMICAL SENSOR DEVELOPMENT IN DETERMINING TOTAL PHENOLIC CONTENT OF


GUAVA (Psidium Guajava L.) LEAVES EXTRACT

Indah Yulia Ningsih1*, Moch. Amrun Hidayat1, Agus Abdul Gani2, Bambang Kuswandi1
1
Fakultas Farmasi, Jl. Kalimantan I No. 2, Jember, Indonesia
2
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jl. Kalimantan No. 37, Jember, Indonesia
*Corresponding author: indahyulianingsih.farmasi@unej.ac.id

Abstract. Guava (Psidium guajava L.) extract has been developed as


phytopharmaceutical drugs for several activities, such as diarrhea and dengue fever. One
of its important constituents is polyphenols. This study was aimed to develop a chemical
sensor for determining total phenolic content of guava leaves extract which is fast,
precise, and easy to use. 8 mM sodium periodate (NaIO4) was used as oxidator reagent,
and 48 mM 3-methyl-2-benzothiazolinone hydrazone hydrochloride (MBTH) was used as
chromogen. Characteristic analysis of chemical sensor that had been carried out
including determination of response time (30 minutes), linearity (regression coefficient
(r) = 0.9970), and selectivity to sodium benzoate and sucrose (% interference = 8.54% and
23.37%). Determination of total phenolic content to three types of guava leaves extracts,
namely lambo guava, pink guava, and white guava showed that application of chemical
sensor and UV-Vis spectrophotometry was not significantly different based on
independent t-test (α = 0.05). Therefore, the chemical sensor can be utilized as an
alternative tool to determine total phenolic content of guava leaves extract.

Keywords: Guava (Psidium guajava L.), chemical sensor, polyphenol, NaIO4, MBTH

1. PENDAHULUAN Indonesia, ekstrak daun jambu biji telah


Ekstrak daun jambu biji (Psidium dikembangkan menjadi obat herbal
guajava L.) memiliki banyak aktivitas, terstandar dan fitofarmaka untuk
diantaranya sebagai antioksidan (Wang et pengobatan diare dan peningkat jumlah
al., 2007), antidiabetes (Mukhtar et al., trombosit pada pasien demam berdarah
2004; Mukhtar et al., 2006), antimikroba dengue (DBD) (BPOM, 2012). Golongan
(Abdelrahim et al., 2002; Arima & Danno, senyawa yang berperan penting dalam
2002), hepatoprotektif (Roy et al., 2006), aktivitas tersebut adalah polifenol.
antidiare (Ojewole et al., 2008), antijamur Dalam memproduksi suatu sediaan
(Sato et al, 2000), analgesik-antiinflamasi farmasi, perlu dilakukan standarisasi
(Shaheen et al., 2000; Ojewole, 2006), termasuk standarisasi kandungan
antipiretik (Olajide et al., 1999), hipotensif golongan polifenol untuk sediaan dengan
(Ojewole, 2005), dan lain-lain. Di bahan aktif ekstrak daun jambu biji. Pada

51
Indah Yulia Ningsih: Pengembangan Sensor Kimia Untuk Penetapan Kadar Polifenol Total Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.)

berbagai pustaka telah dicantumkan cara Pada penelitian ini, sensor kimia
untuk menentukan kadar polifenol total. untuk penetapan kadar polifenol total
Kebanyakan dari pustaka tersebut dikembangkan dengan memanfaatkan
menggunakan metode Folin Ciocalteu (FC) NaIO4 sebagai reagen pengoksidasi o-
dengan spektrofotometer UV-Vis (Council difenol menjadi o-dikuinon. Reagen ini
of Europe, 2008; Kemenkes RI, 2008; banyak digunakan untuk karakterisasi
ANVISA, 2010). Namun, metode FC produk oksidasi o-difenol. Kelebihan
tersebut memiliki kekurangan yaitu reagen ini adalah reaksi oksidasi
metode ini sebenarnya mengukur berlangsung cepat, stabil dan harganya
kapasitas mereduksi suatu sampel (Arciuli ekonomis (Muñoz et al., 2006). Selain itu,
et al., 2013; Huang et al., 2005). Selain itu, dalam fabrikasi suatu sensor kimia juga
reagen FC tidak hanya bereaksi secara diperlukan kromogen sebagai reagen yang
spesifik dengan polifenol, tetapi dapat bereaksi dengan kuinon membentuk
bereaksi dengan senyawa-senyawa warna tertentu yang dapat dikuantifikasi.
seperti amina aromatik, gula dan asam Salah satu reagen kromogen yang dapat
askorbat (Box, 1983; Khoddami et al., digunakan adalah senyawa MBTH yang
2013). Oleh karena itu, dibutuhkan dapat bereaksi dengan kuinon
alternatif metode yang tepat, akurat, membentuk kompleks berwarna merah,
cepat dan relatif murah untuk penetapan marun atau merah muda (Kiralp et al.,
kadar polifenol total, khususnya untuk 2003; Hamzah et al., 2011; Şenyurt et al.,
ekstrak daun jambu biji. 2015).
Salah satu alternatif penggunaan Sampel yang digunakan adalah tiga
spektrofotometer UV-Vis adalah sensor macam ekstrak daun jambu biji, yaitu
kimia. Secara umum sensor adalah alat jambu kluthuk, jambu merah muda, dan
atau piranti yang dapat mentransformasi jambu putih. Kuantifikasi dilakukan
atau mengubah suatu energi menjadi melalui pengukuran intensitas warna
bentuk energi lainnya (Kuswandi, 2010). menggunakan pemindai dokumen (flatbed
Sedangkan sensor kimia adalah suatu alat scanner) untuk dikuantifikasi dengan
analisis yang berisi reagen kimia yang program ImageJ for Windows®.
dapat bereaksi dengan analit tertentu
dalam larutan atau gas, sehingga 2. METODE PENELITIAN
menghasilkan perubahan fisika-kimia yang Bahan dan Alat
dapat diubah menjadi sinyal listrik yang NaIO4 diperoleh dari Merck, MBTH
proporsional dengan kadar analit (Eggins, diperoleh dari Fluka, dan asam galat
2002). Pada sensor kimia terjadi reaksi diperoleh dari Sigma-Aldrich. Pelarut yang
kimia antara probe sebagai elemen digunakan adalah metanol p.a. (Merck),
rekognisi (pengenal) dengan analit yang etanol 96% teknis dan akuades. Natrium
menghasilkan produk atau sinyal yang benzoat, natrium karbonat, dan sukrosa
dapat diukur oleh suatu transduser diperoleh dari Merck, sedangkan reagen
(detektor). FC diperoleh dari Sigma-Aldrich. Bahan
lainnya adalah kertas saring No. 1 ukuran

52
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

0,5 x 0,5 cm2 (Whatman, CAT oksidasi polifenol oleh NaIO4. Kemudian,
No.1095.093). Peralatan yang digunakan sensor kimia difoto dengan menggunakan
meliputi ultrasonikator (Elmasonic pemindai dokumen. Piksel warna sensor
S180H), rotary evaporator (Heindolph dikuantifikasi dengan menggunakan
Labora 4000), spektrofotometer UV-Vis program ImageJ for Windows® untuk
(Hitachi U 1800), flatbed scanner (Canon mendapatkan data kuantitatif berupa nilai
LIDE 110), dan mikropipet (Socorex). red-green-blue (RGB). Pada penelitian ini
Ekstraksi Daun Jambu Biji penentuan karakterisasi analisis sensor
Tiga macam daun jambu biji, yaitu kimia yang dilakukan terhadap larutan
jambu kluthuk, jambu merah muda, dan standar asam galat meliputi penentuan
jambu putih dirajang, angin-anginkan, dan waktu respon, linieritas dan selektivitas.
dikeringkan dengan oven. Kemudian, daun Aplikasi Sensor Kimia dan
kering tersebut dihaluskan, dan diayak Spektrofotometri UV-Vis
hingga didapatkan serbuk kering daun Tahapan ini diawali dengan
jambu biji yang ukurannya seragam. preparasi sampel ekstrak dari tiga jenis
Sejumlah serbuk daun jambu biji ditambah daun jambu biji. Sebanyak 1 bagian
pelarut etanol 96% dengan perbandingan ekstrak kering ditambah etanol hingga 10
1 : 10 dan diekstraksi dengan metode bagian. Larutan sampel tersebut
ultrasonikasi selama 60 menit. Filtrat dan diaplikasikan sebanyak 3 µl pada sensor
ampas dipisahkan, kemudian filtrat kimia dengan cara yang sama dengan
tersebut dipekatkan pada rotary larutan standar asam galat. Kadar
evaporator hingga diperoleh ekstrak polifenol total sampel dihitung dengan
kental. memasukkan nilai ΔRGB larutan sampel ke
Fabrikasi Sensor Kimia dalam kurva linieritas larutan asam galat
Fabrikasi sensor kimia diawali (10-80 ppm). Sampel juga diaplikasikan
dengan imobilisasi reagen dan kromogen pada spektrofotometer UV-Vis
pada matriks pendukung yaitu kertas menggunakan metode Folin Ciocalteu
Whatman secara adsorpsi. Larutan NaIO4 dengan mencampurkan antara sampel,
dan MBTH diadsorpsikan pada area reagen FC dan natrium karbonat untuk
deteksi sensor dan dikeringkan pada suhu dibaca absorbansinya. Kadar polifenol
kamar dengan diangin-anginkan selama total sampel dinyatakan sebagai miligram
30 menit. Kemudian, sensor optik ekivalen asam galat per gram ekstrak (mg
disimpan dalam wadah tertutup dan GAE/g ekstrak). Kemudian, kedua metode
terlindung dari cahaya pada suhu ± 5oC. tersebut dibandingkan secara statistik
Analisis Karakteristik Sensor Kimia dengan menggunakan uji t bebas (α =
Respon sensor diamati dengan 0,05).
meneteskan larutan asam galat pada area
deteksi sensor kimia. Perubahan warna 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
pada sensor kimia, yaitu dari tak berwarna 3.1 Fabrikasi Sensor Kimia
menjadi merah menunjukkan adanya Fabrikasi sensor dilakukan dengan
senyawa kuinon sebagai hasil reaksi cara imobilisasi berupa adsorpsi campuran

53
Indah Yulia Ningsih: Pengembangan Sensor Kimia Untuk Penetapan Kadar Polifenol Total Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.)

larutan NaIO4 dan MBTH pada kertas ditambahkan larutan asam galat atau
saring sebagai matriks pendukung sensor. sampel uji yang mengandung senyawa
10 µl larutan campuran diimobilisasikan polifenol, maka akan terjadi perubahan
pada kertas saring. Setelah kering, sensor warna menjadi merah muda keunguan
kimia siap digunakan. Bila membran sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
sensor yang semula tak berwarna

Gambar 1. Desain sensor kimia

3.2 Optimasi Kadar NaIO4 dan MBTH standar berupa katekin dari teh hijau
Kadar campuran NaIO4 dan MBTH didapatkan kadar optimum NaIO4 dan
yang optimum didapatkan berdasarkan MBTH sebesar 8 mM dan 24 mM (Hidayat
hasil pengukuran intensitas warna larutan et al., 2016). Kemudian diamati perubahan
uji yang terjadi pada sensor kimia ketika rerata intensitas warna merah (Δ mean
ditambahkan asam galat 10 mM berupa Red color units) yang paling konsisten
warna merah keunguan. Pada penelitian terhadap peningkatan kadar asam galat.
ini diperoleh kadar optimum dari Oleh karena itu, campuran larutan NaIO4
campuran NaIO4 dan MBTH sebesar 8 mM 8mM dan MBTH 48 mM digunakan
dan 48 mM, sebagaimana tercantum pada sebagai reagen elemen rekognisi dan
Gambar 2 dan 3. kromogen sensor kimia yang difabrikasi.
Kadar optimum dipilih berdasarkan Pada Gambar 4 terlihat plotting dari
kadar larutan saat terjadi perubahan masing-masing warna yang dihasilkan oleh
intensitas warna yang tertinggi. Pada alat pemindai untuk menentukan
penelitian sebelumnya yang dilakukan intensitas warna terpilih yang akan
oleh Hidayat et al. (2017) juga diperoleh digunakan dalam pengukuran kadar
kadar optimum NaIO4 dan MBTH sebesar polifenol total.
8 mM dan 48 mM pada pembuatan sensor Pada penelitian ini diperoleh
kimia untuk penentuan kadar polifenol diperoleh harga koefisien regresi (r) Δ
total dari sampel kopi dengan mean Red sebesar 0,9973; Δ mean Green
menggunakan senyawa standar asam sebesar 0,7912; Δ mean Blue sebesar
klorogenat. Sedangkan, pada pembuatan 0,5461; dan Δ mean RGB sebesar 0,6652.
sensor kimia untuk penentuan kadar Oleh karena itu, nilai Δ mean Red
polifenol total menggunakan senyawa digunakan dalam pengukuran selanjutnya.

54
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

50

Intensitas warna (Δ mean


40
30

Red)
20
10
0
16 8 4 2 1
Kadar NaIO4 (mM)

Gambar 2. Efek kadar NaIO4 terhadap respon sensor. Seluruh percobaan dilakukan
dengan replikasi 3 kali

35
Intensitas warna (Δ mean

30
25
20
Red)

15
10
5
0
48 24 12 6 3
Kadar MBTH (mM)

Gambar 3. Efek kadar MBTH terhadap respon sensor. Seluruh percobaan dilakukan
dengan replikasi 3 kali

Δ mean Red Δ mean Green


Δ mean Blue Δ mean RGB
120
Intensitas warna

100
80
60
40
20
0
0 50 100 150
Kadar asam galat (mM)

Gambar 4. Respon sensor pada kadar asam galat 20-100 mM. Seluruh percobaan
dilakukan dengan replikasi 3 kali

55
Indah Yulia Ningsih: Pengembangan Sensor Kimia Untuk Penetapan Kadar Polifenol Total Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.)

3.3 Analisis Karakteristik Sensor Kimia

50

40

Δ mean Red
30

20

10

0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)

Gambar 5. Respon sensor pada berbagai waktu percobaan

Waktu respon sensor terpilih adalah menit ke-60 mulai terjadi penurunan
menit ke-30 karena sensor memberikan respon.
respon yang stabil pada waktu tersebut. Penentuan linieritas dilakukan
Pada Gambar 5 terlihat data pengamatan dengan cara plotting berbagai kadar
waktu respon sensor yang dilakukan pada larutan asam galat yang ditambahkan
menit ke-10 hingga ke-60 dengan kadar pada sensor terhadap perubahan
asam galat 20-100 mM menggunakan intensitas warnanya.
replikasi 3 kali. Pada menit ke-10 hingga Pada penelitian ini diketahui bahwa
ke-30 terjadi peningkatan respon sensor respon yang diberikan oleh sensor pada
untuk seluruh kadar asam galat, namun menit ke-30 tampak linear pada rentang
pada menit ke-30 dihasilkan respon yang kadar asam galat 20-100 mM dengan
stabil hingga menit ke-50. Kemudian, pada koefisien regresi (r) sebesar 0,9970
sebagaimana tercantum pada Gambar 5.

60
50
Δ mean Red

40
30
y = 0,239x + 26,67
20 R = 0,9970
10
0
0 50 100 150
Kadar asam galat (mM)

Gambar 6. Kurva kalibrasi sensor untuk deteksi polifenol pada menit ke-30. Seluruh
percobaan dilakukan dengan replikasi 3 kali

56
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Untuk mengetahui selektivitas beberapa sampel yaitu ekstrak dari


sensor, dilakukan studi terhadap berbagai jenis daun jambu biji (jambu
pengaruh penambahan bahan-bahan yang kluthuk, jambu merah muda, dan jambu
berpotensi mengganggu deteksi polifenol putih). Larutan standar asam galat dan
dalam sampel. Interferen yang digunakan sampel diaplikasikan pada sensor kimia
pada penelitian ini adalah natrium dan dibaca intensitas warnanya. Pada
benzoat dan sukrosa yang banyak Gambar 6 dapat dilihat kurva baku asam
digunakan dalam berbagai sediaan farmasi galat pada rentang kadar 10 hingga 80 mM
sebagai pengawet antimikroba dan dengan koefisien korelasi (r) sebesar
pemanis. Pada sediaan oral, kadar natrium 0,9955. Bila data intensitas warna dari
benzoat yang digunakan adalah sebanyak ketiga sampel tersebut dimasukkan ke
0,02-0,5%. Sedangkan sukrosa dalam dalam persamaan regresi, maka diketahui
bentuk sirup sebanyak 50-67% b/b bahwa kadar sampel ekstrak jambu
digunakan dalam tabletasi sebagai kluthuk adalah sebesar 174,2254 ±
pengikat pada granulasi basah. Dalam 22,2027 mg GAE/g ekstrak, jambu merah
bentuk serbuk, sukrosa digunakan sebagai muda sebesar 176,4023 ± 17,4164 mg
pengikat kering sebanyak 2-20% b/b atau GAE/g ekstrak, dan jambu putih sebesar
sebagai bahan pengisi dan pemanis pada 180,8186 ± 16,3140 mg GAE/g ekstrak.
sediaan tablet kunyah atau lozenges Penelitian ini juga membandingkan
(Rowe et al., 2009). aplikasi sensor kimia dalam penentuan
Menurut Kuswandi (2010), batasan kadar polifenol total dengan metode Folin
%interferensi yang dapat diterima dalam Ciocalteu menggunakan spektrofotometer
penentuan selektivitas adalah sebesar ≤ UV-Vis. Pada Gambar 7 dapat dilihat kurva
15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baku asam galat dengan koefisien regresi
natrium benzoat dengan kadar hingga (r) sebesar 0,9975. Bila data absorbansi
kadar 400 mM menghasilkan sampel dimasukkan pada persamaan
%interferensi sebesar 8,54%, sehingga regresi, maka diperoleh kadar sampel
diketahui bahwa bahan tersebut tidak ekstrak daun jambu kluthuk sebesar
menginterferensi penetapan kadar 179,3164 ± 3,8213 mg GAE/g ekstrak;
polifenol total. Sebaliknya, sukrosa jambu merah muda sebesar 178,4876 ±
dengan kadar hingga 400 mM 5,2773 mg GAE/g ekstrak; dan jambu putih
menghasilkan %interferensi sebesar sebesar 177,1725 ± 6,3235 mg GAE/g
23,37%, sehingga adanya bahan tersebut ekstrak. Pada penelitian lain juga telah
dalam formula suatu sediaan dapat dilakukan penentuan kadar polifenol total
menginterferensi penetapan kadar dari ekstrak daun jambu biji dengan
polifenol total. metode Folin Ciocalteu. Philip et al. (2015)
melaporkan bahwa kandungan polifenol
3.4 Aplikasi Sensor Kimia dan total ekstrak etanol daun jambu biji
Spektrofotometri UV-Vis sebesar 0,35 ± 0,13 mg GAE/100 g. Braga
Sensor yang telah dibuat pada et al. (2013) menyebutkan kadar polifenol
penelitian ini telah diaplikasikan pada total ekstrak kering daun jambu biji yg

57
Indah Yulia Ningsih: Pengembangan Sensor Kimia Untuk Penetapan Kadar Polifenol Total Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.)

cukup tinggi yaitu sebesar 766,08 ± 14,52 penelitian El-Amin et al. (2016) diketahui
mg/g. Zahidah et al. (2013) melaporkan bahwa ekstrak metanol 90% dari daun
bahwa daun jambu merah muda memiliki jambu biji memiliki kadar polifenol total
kandungan polifenol total sebesar 368,61 sebesar 397,25 mg GAE/g ekstrak.
± 25,85 mg/100 g GAE. Sedangkan, pada

60
50

Intensitas Warna 40
30 y = 0,314x + 28,39
20 R = 0,9955

10
0
0 50 100
Kadar Asam Galat (mM)

Gambar 6. Kurva baku asam galat dengan sensor. Seluruh percobaan dilakukan dengan
replikasi 3 kali

0,800
0,700
0,600
Absorbansi (AU)

0,500
0,400 y = 0,628x + 0,128
0,300 R = 0,9975
0,200
0,100
0,000
0 0,5 1 1,5
Kadar Asam Galat (mM)

Gambar 7. Kurva baku asam galat dengan spektrofotometri UV-Vis. Seluruh percobaan
dilakukan dengan replikasi 3 kali

Dari hasil penentuan kadar polifenol penentuan kadar polifenol total


total dengan dua metode di atas, maka menggunakan sensor kimia tidak berbeda
dilakukan analisis statistik dengan uji t signifikan bila dibandingkan dengan
bebas. Berdasarkan nilai Sig. (2-tailed) metode spektrofotometri UV-Vis.
yang melebihi 0,05, yaitu sebesar 0,758; Karenanya, sensor kimia yang
0,760; dan 0,720 untuk sampel ekstrak dikembangkan pada penelitian ini
jambu kluthuk, jambu merah muda, dan berpotensi untuk digunakan sebagai alat
jambu putih, dapat diketahui bahwa hasil alternatif dalam pengujian kadar polifenol

58
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

total dari sampel berbagai ekstrak daun ANVISA. (2010). Brazilian Pharmacopoeia,
jambu biji. 5th ed. Sao Paolo.
Arciuli, M., Palazzo, G., Gallone, A.,
4. KESIMPULAN Mallardi, A. (2013). Bioactive Paper
Fabrikasi sensor kimia telah dilakukan Platform for Colorimetric Phenols
pada sensor kertas dengan imobilisasi Detection. Sensors Actuators, B
campuran larutan NaIO4 8 mM dan MBTH Chem. 186: 557–562.
48 mM. Untuk karakterisasi sensor kimia, Arima, H., Danno, G. (2002). Isolation of
telah dilakukan penentuan waktu respon Antimicrobial Compounds from
sensor yaitu 30 menit karena Guava (Psidium guajava) and Their
menghasilkan respon yang stabil pada Structural Elucidation. Biosci
berbagai kadar asam galat. Pada rentang Biotechnol Biochem. 66(8): 1727-
kadar asam galat 20-100 mM diperoleh 1730.
respon sensor kimia yang linear dengan Braga, T.V., das Dores, R.G.R., Ramos, C.S.,
koefisien regresi (r) sebesar 0,9970. Dari Evangelista, F.C.G., Tinoco, L.M.S.,
nilai %interferensi diketahui bahwa Varotti, F.P., Carvalho, M.G., Sabino,
natrium benzoat tidak mempengaruhi A.P. (2014). Am. J. Plant. Sci. 5: 3492-
penetapan kadar polifenol total dari 3500.
sediaan farmasi yang mengandung ekstrak Box, J.D. (1983). Investigation of the Folin-
daun jambu biji. Berdasarkan hasil uji t Ciocalteau Phenol Reagent for the
bebas diketahui bahwa aplikasi sensor Determination of Polyphenolic
kimia pada penentuan kadar polifenol Substances in Natural Waters.
total dari sampel berbagai ekstrak daun Water Res. 17: 511–525.
jambu biji menghasilkan data yang tidak BPOM. (2012). Daftar registrasi produk
berbeda signifikan dengan metode [WWW Document]. Diakses dari
spektrofotometri UV-Vis. http://www.pom.go.id/.
Eggins, B.R. (2002). Chemical Sensors and
5. UCAPAN TERIMAKASIH Biosensors, Analytical Techniques in
Penulis mengucapkan terima kasih the Sciences. Chichester, UK: John
kepada DRPM Kemenristek DIKTI yang Wiley & Sons, Ltd.
telah memberikan dukungan dana El-Amin, S.M., Hashash, M.A.M., Abdou,
Penelitian Produk Terapan tahun 2017 A.M., Saad, A.M., Abdel-Aziz, M.S.,
dengan nomor kontrak Mohamed, A.S. (2016).
0484/UN25.3.1/LT/2017. Antimicrobial and Antioxidant
Activities of Psidium guajava Leaves
6. DAFTAR PUSTAKA Growing in Egypt. Der Pharmacia
Abdelrahim, S.I., Almagboul, A.Z., Omer, Lettre. 8(12): 27-33.
M.E., Elegami, A. (2002). Europe, C. of. (2008). European
Antimicrobial Activity of Psidium Pharmacopoeia, 6th ed. Strasbourg
guajava. Fitoterapia. 73(7-8): 713- Cedex.
715.

59
Indah Yulia Ningsih: Pengembangan Sensor Kimia Untuk Penetapan Kadar Polifenol Total Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava L.)

Hamzah, H.H., Yusof, N.A., Salleh, A.B., Mukhtar, H.M., Ansari, S.H., Bhat,
Bakar, F.A. (2011). An Optical Test Z.A., Naved, T., Singh, P. (2006).
Strip for the Detection of Benzoic Antidiabetic Activity of an Ethanol
Acid in Food. Sensors. 11: 7302– Extract Obtained from the Stem Bark
7313. of Psidium guajava (Myrtaceae).
Hidayat, M.A., Jannah, F., Kuswandi, B. Pharmazie. 61(8): 725-727.
(2016). Development of Paper Based Mukhtar, H.M., Ansari, S.H., Ali,
Sensor for The Determination of M., Naved, T., Bhat, Z.A. (2004).
Total Phenolic Content in Green Tea Effect of Water Extract of Psidium
Leaves. Agriculture and Agriculture guajava Leaves on Alloxan-Induced
Science. 9(2016): 424-430. Diabetic Rats. Pharmazie. 59(9):
Hidayat, M.A., Puspaningtyas, N., Gani, 734-735.
A.A., Kuswandi, B. (2017). Rapid Muñoz, J.L., García-Molina, F., Varón, R.,
Test for the Determination of Total Rodriguez-Lopez, J.N., García-
Phenolic Content in Brewed-Filtered Cánovas, F., Tudela, J. (2006).
Coffee Using Colorimetric Paper. Calculating Molar Absorptivities for
Journal of Food Science and Quinones: Application to the
Technology. 54 (11): 3384-3390. Measurement of Tyrosinase Activity.
Huang, D., Boxin, O.U., Prior, R.L. (2005). Anal. Biochem. 351: 128–138.
The Chemistry Behind Antioxidant Ojewole, J.A. (2005). Hypoglycemic and
Capacity Assays. J. Agric. Food Chem. Hypotensive Effects of Psidium
53: 1841–1856. guajava (Myrtaceae) Leaf Aqueous
Kementerian Kesehatan Republik Extract. Methods Find Exp Clin
Indonesia. (2008). Farmakope Pharmacol. 27(10): 689-695.
Herbal Indonesia, Jilid 1. Jakarta: Ojewole, J.A. (2006). Antiinflammatory
Departemen Kesehatan RI. and Analgesic Effects of Psidium
Khoddami, A., Wilkes, M.A., Roberts, T.H. guajava (Myrtaceae) Leaf Aqueous
(2013). Techniques for Analysis of Extract in Rats and Mice. Methods
Plant Phenolic Compounds. Find Exp Clin Pharmacol. 28(7): 441-
Molecules. 18: 2328–2375. 446.
Kiralp, S., Toppare, L., Yagci, Y. (2003). Ojewole, J.A., Awe, E.O., Chiwororo, W.D.
Immobilization of Polyphenol (2008). Antidiarrhoeal Activity
Oxidase in Conducting Copolymers of Psidium guajava (Myrtaceae) Leaf
and Determination of Phenolic Aqueous Extract in Rodents. J
Compounds in Wines with Enzyme Smooth Muscle Res. 44(6): 195-207.
Electrodes. Int. J. Biol. Macromol. Olajide, O.A., Awe, S.O., Makinde, J.M.
33: 37–41. (1999). Pharmacological studies on
Kuswandi, B. (2010). Sensor Kimia: Teori, the leaf of Psidium
Praktik dan Aplikasi. Jember: Unej guajava. Fitoterapia. 70(1): 25-31.
Press. Philip, D.C., Kumari, I.R., Lavanya, B.
(2015). Phytochemical Analysis,

60
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Antioxidant and Antimicrobial Paper-Type Tyrosinase Biosensor for


Activity of White and Pink Psidium Detection of Phenolic Compounds.
guajava Linnaeus. International Biotechnol. Appl. Biochem. 62: 132–
Journal of Current Pharmaceutical 136.
Research. 7(2): 29-31. Shaheen, H.M., Ali, B.H., Alqarawi,
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Quinn, M.E. A.A., Bashir, A.K. (2000). Effect
(2009). Handbook of Pharmaceutical of Psidium guajava Leaves on Some
Excipients, 6th ed. Italy: RPS Aspects of the Central Nervous
Publishing. System in Mice. Phytother Res.
Roy, C.K., Kamath, J.V., Asad, M. (2006). 14(2): 107-111.
Hepatoprotective Activity Wang, B., Jiao, S., Liu, H., Hong, J. (2007).
of Psidium guajava Leaf Extract. Study on Antioxidative Activities
Indian J Exp Biol. 44(4): 305-311. of Psidium guajava Linn Leaves
Sato, J., Goto, K., Nanjo, F., Kawai, Extracts .Wei Sheng Yan Jiu. 36(3):
S., Murata, K. (2000). Antifungal 298-300.
Activity of Plant Extracts Zahidah, W.Z., Nur, W., Noriham, A.,
Against Arthrinium Zainon, M.N. (2013). Antioxidant
sacchari and Chaetomium funicola. J and Antimicrobial Activities of Pink
Biosci Bioeng. 90(4): 442-446. Guava Leaves and Seeds. J. Trop.
Şenyurt, Ö., Eyidoğan, F., Yılmaz, R., Öz, Agric. and. Fd. Sc. 41(1): 53-62.
M.T., Özalp, V.C., Arıca, Y., Öktem,
H.A. (2015). Development of a

61
62
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGARUH PENGGUNAAN APLIKASI DIGITAL PENGINGAT MINUM


OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT
DAN KEBERHASILAN TERAPI PASIEN DIABETES MELLITUS

THE EFFECT OF DRUG USE REMINDER DIGITAL APPLICATION


ON THE ADHERENCE AND THE OUTCOME OF THERAPY DIABETES MELLITUS
PATIENTS

Riza Alfian1*, Aditya Maulana Perdana Putra2


Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, Indonesia
*
Corresponding author: riza_alfian89@yahoo.com

Abstract. The diabetes mellitus prevalence in South Kalimantan is ranked 13th in


Indonesia at 1.4%. Nonadherence is a key factor that inhibit good blood glucose control.
This study aims to determine the effect of drug use reminder digital application on the
medication adherence and the outcome therapy of DM patients. The study was
conducted using quasi-experimental design. The intervention was the installation of drug
use reminder digital application on mobile phones. The data were taken prospectively
for two month. The data were the adherence level and the blood glucose levels of DM
patients RSUD Ulin Banjarmasin. The study involved 50 samples who divided into 2
group. The data were analyzed by Paired Sample T-Test and Independent Sample T-Test.
The intervention given could increase the level of adherence samples in the intervention
group, pre study 2.08 ± 0.28 and post study 2.60 ± 0.50 (p<0.05). The adherence of
control group did not change significantly (p>0.05). The average increase of the
adherence level categories in the control and intervention groups was also significantly
different (p<0.05). The average decrease in blood glucose in the intervention group was
significantly different from the control group (p<0.05). The average decrease in blood
glucose in the intervention group were 44.76 ± 31.42 mg/ dL, meanwhile in the control
group 6.12 ± 20.64 mg/ dL. It can be concluded that the intervention of giving drug use
reminder digital application can improve the adherence to taking medication and
improve the outcome therapy of diabetes mellitus patient.
Keywords: Diabetes mellitus, The adherence, Blood glucose level

1. PENDAHULUAN 2014). Menurut International Diabetes


Diabetes mellitus (DM) merupakan Federation (2013), kasus diabetes mellitus
kumpulan gejala metabolik yang timbul di Indonesia menduduki peringkat ketujuh
pada diri seseorang yang disebabkan oleh dari sepuluh besar negara dengan
adanya peningkatan glukosa darah akibat penderita diabetes mellitus terbanyak,
rusaknya sekresi insulin atau resistensi dengan jumlah penderita sebanyak 8,5
terhadap insulin atau keduanya (ADA, juta orang. Sedangkan peringkat teratas

63
Riza Alfian dan Aditya Maulanan Perdana Putra: Pengaruh Penggunaan Aplikasi Digital Pengingat Minum Obat
Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Keberhasilan Terapi Pasien Diabetes Mellitus

adalah Cina dengan jumlah penderita penting, namun tujuan utama manajemen
sebanyak 98,4 juta jiwa, kemudian pasien diabetes mellitus adalah mencegah
peringkat kedua adalah India dengan dan mengatasi kemungkinan terjadinya
penderita sebanyak 65,1 juta jiwa, dan komplikasi dan memperbaiki harapan
Amerika sebanyak 24,4 juta jiwa. hidup serta kualitas hidup pasien (Jarab et
Prevalensi penyakit diabetes mellitus di al., 2012; Gelaw et al., 2014). Mengingat
Provinsi Kalimantan Selatan menempati pentingnya faktor kepatuhan minum obat
peringkat ke 13 dari seluruh provinsi di dalam menjalani terapi diabetes mellitus,
Indonesia yaitu sebesar 1,4% (Kemenkes, maka diperlukan intervensi oleh farmasis
2013). Salah satu penyebab tingginya untuk meningkatkan kepatuhan minum
angka prevalensi diabetes mellitus adalah obat sehingga tujuan terapi yang
ketidakpatuhan pasien dalam diinginkan dapat tercapai.
mengkonsumsi obat anti diabetes mellitus Saat ini perkembangan teknologi
(Lindenmeyer et al., 2006). telah memasuki semua bidang, tak
Ketidakpatuhan terhadap terapi terkecuali di bidang kefarmasian.
diabetes mellitus adalah merupakan Penggunaan teknologi dalam pelayanan
faktor kunci yang menghalangi kefarmasian dapat menunjang
pengontrolan kadar gula darah sehingga keberhasilan terapi (Reach, 2009;
membutuhkan intervensi untuk Anderson et al., 2015). Salah satu bentuk
meningkatkan kepatuhan terapi. teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam
Penyebab ketidakpatuhan sangat pelayanan kefarmasian untuk
kompleks termasuk kompleksitas regimen meningkatkan kepatuhan minum obat
obat, perilaku, biaya obat, usia, rendahnya adalah aplikasi digital pengingat minum
dukungan sosial, dan problem kognitif obat yang dapat dipasangkan pada smart
(Aronson, 2007). Penelitian yang phone (Dayer et al., 2013; Paterson et al.,
dilakukan oleh Alfian (2015 ) di a 2016). Penggunaan smart phone oleh
Banjarmasin menunjukkan bahwa masyarakat adalah hal yang sudah wajar
kepatuhan minum obat pasien masih untuk membantu dalam hal komunikasi
didominasi oleh tingkat kepatuhan rendah dan sosialisasi. Aplikasi digital pengingat
dengan persentase sebesar 42,7%, minum obat yang dipasangkan pada smart
selanjutnya tingkat kepatuhan sedang phone pasien dapat digunakan sebagai
39,1%, dan tingkat kepatuhan tinggi pengingat waktu minum obat dengan
18,2%. tujuan untuk meningkatkan kepatuhan
Pemantauan kepatuhan minum obat pasien sehingga luaran terapi
penggunaan obat pada pasien diabetes yang diharapkan dapat tercapai.
mellitus perlu dilakukan untuk menilai Aplikasi digital pengingat minum
efektivitas pengobatan terkait dengan obat dapat digunakan sebagai intervensi
harapan dicapainya kadar gula darah untuk meningkatkan kepatuhan minum
terkontrol terutama pada pasien rawat obat pasien dengan cara memasukkan
jalan. Pengobatan untuk mengontrol jenis pengobatan yang ditempuh serta
kadar gula darah merupakan hal yang waktu atau jam tertentu untuk

64
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

mengkonsumsi obat. Kemudian alarm sekunder diambil dari catatan medis


akan berbunyi secara otomatis sesuai pasien.
dengan waktu yang telah ditentukan Pemilihan sampel pada penelitian ini
(Vervloet et al., 2012). Aplikasi digital menggunakan metode consecutive
pengingat minum obat dapat digunakan sampling. Penelitian ini melibatkan 50
untuk meningkatkan kepatuhan minum sampel yang terdistribusi masing-masing
obat pasien diabetes mellitus yang 25 sampel pada kelompok kontrol dan
terapinya tidak bisa diawasi langsung oleh intervensi. Intervensi yang diberikan
farmasis seperti pasien rawat jalan di berupa pemasangan aplikasi digital
rumah sakit. Pada penelitian ini akan pengingat minum obat di telepon
digunakan aplikasi digital pengingat genggam sampel. Kriteria Inklusi sampel
minum obat versi baru yang berbeda dari pada penelitian ini adalah pasien dengan
penelitian-penelitian yang sudah usia 18 sampai 65 tahun dengan diagnosa
dilakukan. diabetes mellitus yang berobat di Poliklinik
Aplikasi digital pengingat minum Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin
obat yang digunakan pada penelitian ini selama kurun waktu penelitian, mendapat
menggunakan Bahasa Indonesia dan obat anti diabetes mellitus, memiliki
disesuaikan dengan kebutuhan pasien telepon genggam dengan sistem operasi
diabetes mellitus di Indonesia. Oleh smart phone, dan bersedia berpartisipasi
karena itu perlu dilakukan penelitian pada penelitian. Kriteria eksklusi pada
untuk mengetahui efektivitas aplikasi penelitian ini adalah pasien dengan
digital pengingat minum obat versi Bahasa kondisi tuli, hamil, dan buta huruf.
Indonesia terhadap kepatuhan dan Analisis statistik dan pengolahan
keberhasil terapi pasien diabetes mellitus. data menggunakan uji paired T-test untuk
mengetahui perbedaan rata-rata kategori
2. METODE tingkat kepatuhan, dan kadar gula darah
Penelitian yang dilakukan pasien pada awal dan akhir penelitian. Uji
menggunakan desain kuasi-eksperimental independent sample T-test digunakan
two group pretest posttest dengan untuk mengetahui perbedaan rata-rata
mengambil data pasien secara prospektif. kategori tingkat kepatuhan, dan kadar
Data yang diamati adalah tingkat gula darah sampel pada kelompok kontrol
kepatuhan minum obat dan keberhasilan dan kelompok intervensi.
terapi pasien diabetes mellitus berupa
penurunan kadar gula darah. Penelitian 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan di Depo Farmasi Rumah Sakit 3.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin Data karakteristik sampel penelitian
pada periode bulan Juni-Agustus 2017. diperoleh dari hasil wawancara langsung
Data primer diperoleh dengan cara dan pengisian kuesioner oleh sampel
wawancara dan pengisian kuesioner penelitian. Pada penelitian ini didapatkan
terstruktur oleh sampel sedangkan data 50 sampel penelitian yang terbagi secara
merata ke dalam kelompok kontrol dan

65
Riza Alfian dan Aditya Maulanan Perdana Putra: Pengaruh Penggunaan Aplikasi Digital Pengingat Minum Obat
Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Keberhasilan Terapi Pasien Diabetes Mellitus

intervensi. Data karakteristik dianalisis frekuensi. Data karakteristik sampel


dengan menggunakan SPSS uji distribusi penelitian dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Sampel Penelitian


Kelompok
Karakteristik pasien Kontrol (N=25) Intervensi (N=25)
N % N %
Laki-Laki 11 44,0 10 40,0
Jenis Kelamin
Perempuan 14 56,0 15 60,0
31-40 4 16,0 12 48,0
41-50 5 20,0 7 28,0
Usia (Tahun)
51-60 15 60,0 4 16,0
61-65 1 4,0 2 8,0
SD 8 32,0 5 20,0
SLTP 6 24,0 7 28,0
Pendidikan
SLTA 6 24,0 11 44,0
PT 5 20,0 2 8,0
PNS 6 24,0 1 4,0
Wiraswasta 2 8,0 6 24,0
Pekerjaan IRT 10 40,0 11 44,0
Swasta 7 28,0 4 16,0
Tidak Bekerja 0 0,0 3 12,0
Ada 4 16,0 4 16,0
Riwayat DM
Tidak ada 21 84,0 21 84,0

Berdasarkan data karakteristik (lemak darah) pada perempuan lebih


sampel penelitian, jenis kelamin pada tinggi dibandingkan pada laki-laki,
kelompok kontrol dan intervensi sehingga faktor risiko terjadinya diabetes
didominasi oleh perempuan. Hal ini mellitus pada perempuan 3-7 kali lebih
disebabkan karena pada perempuan tinggi dibandingkan pada laki–laki yaitu 2-
memiliki LDL dan tingkat trigliserida yang 3 kali. Selain itu wanita memiliki peluang
lebih tinggi dibandingkan dengan laki–laki, naiknya indeks masa tubuh yang lebih
dan juga terdapat perbedaan dalam besar daripada laki-laki (Trisnawati et al.,
melakukan semua aktivitas dan gaya hidup 2013).
sehari–hari yang sangat mempengaruhi Mayoritas pasien diabetes mellitus
kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut pada kelompok kontrol adalah pasien
merupakan salah satu faktor risiko dengan usia 51-60 tahun, sedangkan pada
terjadinya penyakit diabetes mellitus. kelompok intervensi adalah usia 31-40
Jumlah lemak pada laki–laki dewasa rata– tahun. Semakin bertambahnya usia maka
rata berkisar antara 15–20 % dari berat kemampuan sel pankreas untuk
badan total, dan pada perempuan sekitar memproduksi insulin menurun.
20–25 %. Jadi peningkatan kadar lipid Penurunan produksi insulin menyebabkan

66
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

kapasitas pengangkutan gula darah dari diabetes mellitus keluarga cenderung


dalam pembuluh darah menuju sel lebih sadar terhadap kesehatan sehingga
berkurang (Ekpenyong et al., 2012). mereka menjaga pola hidup yang sehat
Selanjutnya penuaan juga (Wicaksono., 2011).
menyebabkan menurunnya fungsi tubuh
untuk metabolisme glukosa, glukosa yang 3.2 Penilaian Kepatuhan Minum Obat
tidak dimetabolisme menjadi energi akan Kepatuhan dalam pengobatan
tertumpuk dalam darah sehingga kadar memegang peranan penting dalam
gula darah menjadi tinggi (Trisnawati et mencapai target keberhasilan terapi,
al., 2013). terutama untuk penyakit kronis seperti
Apabila karakteristik sampel diabetes mellitus. Rendahnya kepatuhan
penelitian dilihat dari sisi pekerjaan, kedua pasien terhadap pengobatan diabetes
kelompok sampel pada penelitian ini mellitus merupakan salah satu penyebab
didominasi oleh pasien dengan pekerjaan rendahnya kontrol kadar gula darah
sebagai ibu rumah tangga. Hal ini bisa (Alfian, 2015a). Pengukuran
terjadi karena sampel pada penelitian ini ketidakpatuhan pasien rawat jalan dalam
juga didominasi oleh jenis kelamin pengobatan diabetes mellitus penting
perempuan. Ibu rumah tangga cenderung untuk mengetahui efektivitas pengobatan
mempunyai pekerjaan yang tidak sehingga target terapi diabetes mellitus
memerlukan energi yang besar, gula yang dapat tercapai dengan baik. Walaupun
ada di dalam darah tidak semuanya demikian, tenaga kesehatan sering tidak
dirubah menjadi energi sehingga menanyakan tentang kebiasaan pasien
tertumpuk dalam darah dan dapat minum obat, hal ini mungkin dikarenakan
meningkatkan kadar gula darah. mereka tidak mempunyai cukup waktu
Dilihat dari faktor riwayat keluarga, untuk melalukannya. Selain itu mereka
pasien yang dijadikan sampel pada kedua menganggap ketidakpatuhan bukanlah hal
kelompok penelitian ini didominasi oleh yang penting sebagai penyebab
pasien yang tidak memiliki riwayat rendahnya kontrol kadar gula darah
diabetes mellitus pada keluarga. Riwayat (Alfian, 2015b). Pada penelitian ini, tingkat
diabetes mellitus merupakan salah satu kepatuhan minum obat pasien diabetes
faktor resiko terjadinya diabetes mellitus. mellitus diukur menggunakan kuesioner
Faktor resiko lain yang memungkinkan Medication Adherence Report Scale
seseorang untuk menderita diabetes (MARS). Kuesioner MARS dipilih sebagai
mellitus adalah pola makan dan gaya instrumen untuk mengukur tingkat
hidup yang tidak sehat (Ann-Britt et al., kepatuhan minum obat karena kuesioner
2008). Faktor penyebab lain yang diduga tersebut hanya terdiri dari 5 pertanyaan
menyebabkan sampel pada penelitian ini sehingga akan efisien dalam hal waktu
didominasi oleh sampel yang tidak pengambilan data.
mempunyai riwayat diabetes mellitus Hasil analisis tingkat kepatuhan
pada keluarga adalah biasanya minum obat sampel yang terlihat pada
masyarakat yang memiliki riwayat tabel 2 menunjukkan kepatuhan tinggi

67
Riza Alfian dan Aditya Maulanan Perdana Putra: Pengaruh Penggunaan Aplikasi Digital Pengingat Minum Obat
Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Keberhasilan Terapi Pasien Diabetes Mellitus

pada kelompok intervensi setelah pasien pada kelompok intervensi. Aplikasi


dipasangkan aplikasi digital pengingat digital pengingat minum secara efektif dan
minum obat lebih besar (60,0%) dibanding efisien berguna untuk meningkatkan
kelompok kontrol (8,0%). Hal ini kepatuhan minum obat karena aplikasi
menunjukkan bahwa aplikasi digital tersebut dipasangkan di telepon genggam
pengingat minum yang dipasangkan di pasien sehingga senantiasa dapat
smart phone dapat memberikan dampak mengingatkan waktu untuk minum obat
positif dalam peningkatan kepatuhan (Tan et al., 2013; Choi et al., 2015).

Tabel 2. Data Pre-Post Kategori Tingkat Kepatuhan Minum Obat


Kelompok Pre Post p ∆ P
Kontrol 2,08±0,28 2,08±0,28 1,00 0,001±0,408
Intervensi 0,00(b) 0,520±0,509 0,00(a)
2,08±0,28 2,60±0,50

Tingkat kepatuhan minum obat pada perbedaan yang bermakna. Selisih


pre dan post study dianalisis menggunakan kenaikan tingkat kepatuhan minum obat
uji statistika. Hasil uji pada kelompok pada kedua kelompok juga dianalisis
kontrol menunjukkan bahwa tidak secara statistika. Hasil analisis
terdapat perbedaan bermakna antara menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
tingkat kepatuhan minum obat pada pre terhadap nilai peningkatan kategori
dan post study. Hasil uji pada kelompok kepatuhan minum obat pada kelompok
intervensi menunjukkan bahwa tingkat kontrol dan kelompok intervensi. Hasil
kepatuhan minum obat sampel penelitian analisis statistika tersebut dapat dilihat
pada pre dan post study memiliki pada tabel 3.

Tabel 3. Data Analisis Statistika Kategori Tingkat Kepatuhan Minum Obat

Tingkat Kepatuhan Minum Obat


Kelompok Tinggi Sedang Rendah
N % N % N %

Kontrol Pre 2 8,0 23 92,0 0 0,0


(N=25) Post 2 8,0 23 92,0 0 0,0

Intervensi Pre 2 8,0 23 92,0 0 0,0


(N=25) Post 15 60,0 10 40,0 0 0,0

Aplikasi digital pengingat minum menunjang keberhasilan terapi. Aplikasi


obat terbukti efektif mampu digital pengingat minum obat dapat
meningkatkan kepatuhan minum obat dijadikan sebagai salah satu alternatif
pasien diabetes mellitus. Peningkatan intervensi pada pelayanan kefarmasian
kepatuhan minum obat tersebut dapat sehingga tujuan terapi bagi pasien yang

68
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

memiliki keharusan patuh minum obat Kadar gula darah yang diukur pada
dapat tercapai (Dayer et al., 2013; Patel et penelitian ini adalah kadar gula darah
al., 2013). puasa. Hasil analisis kadar gula darah
3.3. Penilaian Kadar Gula Darah sampel penelitian dapat dilihat pada tabel
4.
Tabel 4. Data Analisis Statistika Kadar Gula Darah
Kelompok Pre Post p ∆ P
6,12±20,64
Kontrol 177,48±59,25 171,36±43,30 0,15
Intervensi 0,00(b) 44,76±31,42 0,00(a)
180,84±38,93 136,08±11,49

Hasil uji pada kelompok kontrol 4. KESIMPULAN


menunjukkan bahwa tidak terdapat Aplikasi digital pengingat minum obat
perbedaan bermakna antara kadar gula yang dipasangkan di telepon genggam
darah pada pre dan post study. Hasil uji pasien diabetes mellitus efektif
pada kelompok intervensi menunjukkan meningkatkan kepatuhan minum obat.
bahwa kadar gula darah sampel penelitian Selanjutnya, aplikasi tersebut juga
pada pre dan post study memiliki berdampak positif secara tidak langsung
perbedaan yang bermakna. Selisih mampu menurunkan kadar gula darah.
penurunan kadar gula darah pada kedua
kelompok juga dianalisis secara statistika. 5. UCAPAN TERIMAKASIH
Hasil analisis menunjukkan bahwa Ucapan terima kasih disampaikan
terdapat perbedaan terhadap penurunan kepada Direktur Riset dan Pengabdian
kadar gula darah pada kelompok kontrol Masyarakat, Direktorat Jenderal
dan kelompok intervensi. Intervensi Penguatan Riset dan Pengembangan
pemasangan aplikasi digital pengingat Kementrian Riset dan Teknologi
minum obat pada telepon genggam pasien Pendidikan Tinggi Republik Indonesia
diabetes mellitus terbukti efektif dapat sebagai pemberi hibah dana penelitian.
menurunkan kadar gula darah secara
6. DAFTAR PUSTAKA
signifikan. Perubahan kadar gula darah
ADA, 2014, Diagnosis and Classification of
memiliki korelasi dengan perubahan
Diabetes Mellitus, Diabetes Care
tingkat kepatuhan minum obat pasien
Volume 36, Supplement 1.
diabetes mellitus.
Alfian, R., 2015a, Korelasi Antara
Penelitian yang telah dilakukan Alfian
Kepatuhan Minum Obat dengan
(2015a) menunjukkan bahwa semakin
Kadar Gula Darah pada Pasien
tinggi tingkat kepatuhan minum obat
Diabetes Melitus Rawat Jalan di
maka kadar gula darah pasien diabetes
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
mellitus juga akan semain turun
Banjarmasin, Jurnal Pharmascience,
(terkontrol).
Vol 2, No. 2, hal: 15 – 23
Alfian, R., 2015b, Layanan Pesan Singkat
Untuk Meningkatkan Kepatuhan

69
Riza Alfian dan Aditya Maulanan Perdana Putra: Pengaruh Penggunaan Aplikasi Digital Pengingat Minum Obat
Terhadap Kepatuhan Minum Obat dan Keberhasilan Terapi Pasien Diabetes Mellitus

Minum Obat Dan Kontrol Glikemik Eastern Nigeria, Diabetologia


Pasien Diabetes Mellitus Di RSUD Dr. Croatica, 41:1, 17-28
H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin, Gelaw, B.K., Mohammed, A., Tegegne,
Media Farmasi, Vol.12 No.1 : 129- G.T., Defersha, A.D., Fromsa, M.,
138 Tadesse, E., Gunasekaran, T.,
Anderson, D., Ianita, Z., Khushbu, K., Ahmed, M., 2014, Nonadherence
Nicholas, C., 2015, Using Health and Contributing Factors among
Information Technology to Improve Ambulatory Patients with
Adherence to Opioid Prescribing Antidiabetic Medications in Adama
Guidelines in Primary Care, Clin J Referral Hospital, Journal of
Pain; 31:573–579 Diabetes Research, Volume 2014
Ann-Britt, E., Wirehn, Ostgren, C.J., (2014), Article ID 617041, 9 pages
Cartensen, J.M., 2008, Age and International Diabetes Federation. 2013.
Gender Differences in the Impact of IDF Diabetes Atlas Sixth Edition.
Diabetes on the Prevalence of Jarab, A.S., Alqudah, S.G., Mukattash, T.L.,
Ischemic Heart Disease: a Shattat, G., Al-Qirim, T., 2012,
Population-Based Register Study, Randomized Controlled Trial of
Diabetes Research and Clinical Clinical Pharmacy Management of
Practice, 79:3, 497-502 Patients with Type 2 Diabetes in an
Aronson, J.K., 2007, Compliance, Outpatient Diabetes Clinic in Jordan,
Concordance, Adherence, Br J Clin Journal of Managed Care Pharmacy,
Pharmacol 63:4 383–384 2012 Vol. 18, No. 7
Choi, A., Lovett, A.W., Kang, J., Lee, K.M., Kementerian Kesehatan, 2013, Riset
Choi, L., 2015, Mobile Applications Kesehatan Dasar, Jakarta,
to Improve Medication Adherence: Kementerian Kesehatan RI.
Existing Apps, Quality of Life and Lindenmeyer, A., Hearnshaw, H.,
Future Directions, Advances in Vermiere, E., Van Royen, P., Wens,
Pharmacology and Pharmacy 3(3): J., Biot, Y., 2006, Interventions to
64- 74, improve adherence to medication in
Dayer, L., Heldenbrand, S., Anderson, P., people with type 2 diabetes mellitus:
Gubbins, P.O., Martin, B.C., 2013, a review of the literature on the role
Smartphone medication adherence of pharmacists, Journal of Clinical
apps: Potential benefits to patients Pharmacy and Therapeutics (2006)
and providers, J Am Pharm Assoc; 31, 409–419
53(2): 172–181 Patel, S., Jacobus-Kantor, L., Marshall, L.,
Ekpenyong, C.E., Akpan, U.P., Ibu, J.O., Ritchie, C., Kaplinski, M.., Khurana,
Nyebuk, D.E., 2012, Gender And Age P.S., Katz, R.J., 2013, Mobilizing Your
Specific Prevalence And Associated Medications: An Automated
Risk Factors Of Type 2 Diabetes Medication Reminder Application
Mellitus In Uyo Metropolis, South for Mobile Phones and Hypertension
Medication Adherence in a High-Risk

70
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Urban Population, J Diabetes Sci Rawat Jalan Di Puskesmas Wilayah


Technol, Vol 7, Issue 3. Kecamatan Denpasar Selatan,
Paterson, M., Kinnear, M., Bond, C., Skripsi, Universitas Udayana:
McKinstry, B., 2016, A systematic Denpasar
review of electronic multi- Vervloet, M., Linn, A.J., Weert, J.C.M. van,
compartment medication devices Bakker, D.H. de, Bouvy, M.L., Dijk, L.
with reminder systems for van. The effectiveness of
improving adherence to self- interventions using electronic
administered medications, reminders to improve adherence to
International Journal of Pharmacy chronic medication: a systematic
Practice 2016, review of the literature. Journal of
Tan, J.X., Chan, S., Lau, C.T., A User the American Medical Informatics
Friendly Mobile Application to Association: 2012, 19(5), 696-704
Promote Medication Adherence, Wicaksono, R.P. 2011, ‘Faktor-Faktor Yang
2013, Proceedings of the Berhubungan Dengan Kejadian
International Multi Conference of Diabetes melitus Tipe 2’, Karya Tulis
Engineers and Computer Scientists Ilmiah, Universitas Diponegoro,
2013 Vol. II. Indonesia
Trisnawati, S., 2013, Faktor Resiko
Diabetes melitus Tipe 2 Pasien

71
72
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PRIORITAS SKRINING RESEP


MENURUT APOTEKER DI RUMAH SAKIT PEMERINTAH DI WILAYAH
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PRIORITY OF SCREENING ON THE RECIPES BY PHARMACIST IN GOVERNMENT


HOSPITALS IN REGIONAL AREAS OF YOGYAKARTA

Muhlis, M1*., Sulistiani, W1.


1Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

*corresponding author : muhlis3@yahoo.co.id

Abstract: The incompleteness and uncertainty in prescribing is one of the factors of


medication error, this is due to misinterpretation and erroneous recipe readings by
pharmacists that result in errors in drug administration. The occurrence of medication
error events in the prescribing services of drugs may be detrimental to the patient,
therefore, to minimize the occurrence of errors in the prescribing of the drug, screening
is required, this study is done to find thepriority sequence of prescription drug screening.
This research is a descriptive research using target population, that is pharmacist in
Government hospital in Yogyakarta region. The data in this study were obtained from
the pharmacist's opinion about the priority order of the prescription screen by filling in
the check list as a research tool. The results showed that for the priority of prescription
screening on the administrative requirements were; (1) name of patient 83%, (2) patient
age 21%, (3) drug name 21%, (4) 24% prescribing date, (5) 24% drug use, (6) (7) patient
weight 24%, (8) dose 28% (9) potential 24%, (10) patient address 21%, (11) physician
name 31%, (12) paraf doctor 34%, (13) SIP physician 35%, (14) patient sex 34%, and (15)
doctor's address 38%. For prescription screening priorities based on pharmaceutical
conformity ie; (1) dose 62%, (2) potential 48%, (3) 31% dosage form, (4) 38%, (5) stability
28%, (6) incompability 34% and (7) %. In conclusion, the priority sequence on the
prescriptive prescription screening is: 1. patient's name. 2. patient age, 3. name of drug,
4. date of prescribing, 5. how to use of drug, 6. amount of drug, 7. patient's weight, 8.
dose. 9. Potential of drug , 10. patient address, 11. doctor's name, 12. doctor's signature,
13. doctor's SIP, 14. patient's sex, and 15. doctor's address. Priority of prescription
screening based on pharmaceutical conformity ie; 1. Dosage, 2. Potential, 3. dosage
form, 4. mode of administration, 5. Stability, 6. Incompability, and 7. duration of
administration.

Key words : Screening Recipes, Pharmacist in Goverment Hospital

1. PENDAHULUAN merupakan tanggung jawab pemerintah


Upaya dalam meningkatkan semata, tetapi juga merupakan tanggung
kesehatan masyarakat, bukan hanya jawab bersama, terutama bagi tenaga

73
Muhlis dan Sulistiani: Prioritas Skrining Resep Menurut Apoteker di Rumah Sakit Pemerintah di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta

kesehatan yang memiliki peran penting terdapat pada unsur nama dokter (1,47%),
dalam hal ini. Kegiatan pelayanan nama pasien (2,12%), umur (14,05%),
kefarmasian juga merupakan salah satu berat badan (98,53%), alamat pasien
unsur dari pelayanan utama di rumah (81,70%), potensi (48,04%), jumlah obat
sakit, dan merupakan bagian yang tidak (3,59%), aturan pakai (3,76%), bentuk
dapat dipisahkan dari sistem pelayanan di sediaan (22,71%).
rumah sakit, salah satu praktek pelayanan
kefarmasian adalah skrining resep pada 2. METODE PENELITIAN
saat pelayanan resep. Penelitian ini merupakan
Untuk menjamin mutu pelayanan penelitian non eksperimental dengan
kefarmasian kepada masyarakat, rancangan penelitian deskriptif yaitu
pemerintah telah memberlakukan suatu suatu metode penelitian yang dilakukan
standar pelayanan kefarmasian di apotek dengan tujuan utama untuk membuat
dengan dikeluarkannya PMK (Peraturan gambaran tentang suatu keadaan secara
Menteri Kesehatan ) no 58 tahun 2014. obyektif, dengan alat berupa isian check
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di list sebagai pengumpul data.
Rumah Sakit. Di dalam Peraturan tersebut, Pengumpulan data dilakukan
Apoteker diharuskan melakukan skrining dengan membuat isian check list yang
resep sebelum melakukan peracikan obat. kemudian diberikan kepada apoteker yang
Skrining resep di bagi menjadi tiga tahap bekerja di Rumah Sakit Pemerintah di
yaitu kelengkapan administratif, wilayah DIY. Apoteker diminta
kesesuaian farmasetis dan pertimbangan memberikan tanda (√) pada angka urutan
klinis. Ketidak lengkapan resep tersebut prioritas pada masing masing butir
dapat menyebabkan resep tidak dapat pernyataan.
dilayani. Dikarenakan ada banyak butir 2.1 Data Primer
yang harus diskrining, maka harus dapat Data primer dalam penelitian ini
dibuat skala prioritas dan urutan dalam adalah isian check list berupa tabel yang
melakukan skrining resep ayng dapat diisi oleh responden mengenai urutan
membantu mempermudah kerja prioritas dari skrining peresepan obat
Apoteker. menurut apoteker yang bekerja di Rumah
Penelitian Kurniawati (2009) Sakit Pemerintah di Wilayah DIY.
tentang skrining resep pada resep-resep di 2.2 Data Sekunder
apotek Ramadhan Yogyakarta periode Data sekunder adalah Laporan
Oktober-Desember 2007 menyatakan data jumlah apoteker dari masing-masing
bahwa semua resep belum memenuhi Rumah Sakit yang menjadi data sekunder.
sesuai kelengkapan resep. 2.3 Kriteria Inklusi
Penelitian Dewi (2009) studi Kriteria inklusi dalam penelitian ini
tentang kelengkapan resep obat pada adalah apoteker yang bersedia dan
pasien anak di Apotek wilayah kecamatan mengisi isian check list dengan benar dan
sukoharjo bulan Oktober-Desember 2008, tepat.
menyatakan ketidaklengkapan resep

74
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

2.4 Kriteria Eksklusi dengan pasien yang berobat, serta obat


Kriteria ekslusi dalam penelitian ini apa yang akan diberikan seperti nampak
adalah sebagian apoteker yang bersedia pada tabel 3.
mengisi isian check list, tetapi dalam
pengisiannya kurang tepat, sehingga harus Tabel 1. Urutan prioritas nama pasien
dikeluarkan. Urutan Prioritas % Nama Pasien
1 82,75
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 2 0
Pengambilan data dilakukan 3 0
4 0
dengan cara memberikan isian check list
5 6,89
pada Apoteker yang bekerja di Rumah
6 3,44
Sakit Pemerintah di wilayah DIY, sebagai
7 3,44
responden. Jumlah responden yang ada di 8 0
seluruh Rumah Sakit Pemerintah di 9 0
wilayah DIY, sebanyak 33 responden dan 10 0
ada 4 responden masuk dalam kriteria 11 0
eksklusi karena responden yang mengisi 12 0
isian check list masih kurang tepat dan 13 3,44
tidak lengkap sehinga data tersebut 14 0
dikeluarkan, sehingga diperoleh data 15 0
sejumlah 29 responden yang masuk dalam
kriteria inklusi, dengan data tersebut Sedangkan dalam hal legalitas yang
diperoleh urutan prioritas secara melingkupi Nama dokter, paraf dokter dan
administratif dan farmasetis. Nomer SIP dokter, apoteker di rumah sakit
Pengolahan data dikelompokkan menempatkan pada prioritas akhir, hal ini
berdasarkan butir keterangan skrining, mungkin disebabkan karena Rumah sakit
misalnya pada butir skrining Nama pasien sudah menjamin semua dokter yang
didapat hasil seperti pada tabel 1 . berpraktek di rumah sakit tersebut adalah
Dari 29 apoteker yang menjadi legal dalam hal persyaratan undang-
responden, yang menempatkan nama undang. Mungkin hasilnya akan berbeda
pasien pada prioritas 1 sebanyak 82,74 %. dengan Apoteker yang praktek di apotek,
Selanjutnya hasil lengkap yang diperoleh sehingga perlu diteliti juga bagaimana
untuk urutan prioritas dari skrining resep pendapat apoteker yang berpraktek
secara administratif yang terdiri dari 16 diapotek tentang prioritas skrining resep
butir dapat dilihat pada tabel 2. ini. Pada Penelitian ini Apoteker yang
Dalam skrining kelengkapan bekerja di rumah sakit menempatkan
administrasi apoteker menempatkan nama pasien menjadi prioritas pertama
urutan teratas adalah Nama dan umur dalam skrining resep. Penelitian yang
pasien, serta nama obat, ini mungkin di hampir sama dilakukan oleh Madusari,
sebabkan dengan kebenaran dan 2010 yang menggunakan objek penelitian
kecocokan nama pasien yang tertulis para staff pengajar Fakultas Farmasi di

75
Muhlis dan Sulistiani: Prioritas Skrining Resep Menurut Apoteker di Rumah Sakit Pemerintah di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta

perguruan tinggi Farmasi se-daerah sedangkan nama pasien mendapatkan


Istimewa Yogyakarta, hasil penelitian nya prioritas urutan ke-6. Hasilnya
dapat dilihat seperti pada tabel 4, yang berkebalikan dengan hasil penelitian
menempatkan nama Obat menjadi dengan objek Apoteker yang bekerja di
prioritas pertama dalam skrining Rumah Sakit.
kelengkapan administrasi resep

Tabel 2. Hasil Urutan Prioritas Dari Skrining Peresepan Obat Berdasarkan Persyaratan
Administratif Menurut Apoteker Yang Bekerja Di Rumah Sakit Pemerintah Wilayah DIY

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15

82,75 0 0 0 6,89 3,44 3,44 0 0 0 0 0 3,44 0 0


Nm px
0 41,37 20,68 6,89 3,44 13,79 3,44 0 6,89 3,44 0 0 0 0 0
Umur Px
13,79 13,79 20,68 13,79 3,44 6,89 6,89 6,89 0 13,79 0 0 0 0 0
Nm Obt
0 0 0 24,13 3,44 6,89 6,89 13,79 6,89 10,34 10,34 6,89 10,34 0 0
Tgl Pnls
Rsp
0 0 6,89 6,89 24,13 10,34 10,34 3,44 6,89 6,89 6,89 0 10,34 3,44 3,44
Cr Pakai
0 3,44 6,89 6,89 10,34 24,13 6,89 10,34 6,89 6,89 3,44 13,79 0 3,44 0
Jmlh Obt
0 3,44 17,24 3,44 20,68 17,24 24,13 10,34 3,44 0 0 0 0 0 0
BB Px

3,44 10,34 3,44 0 0 3,44 3,44 27,58 13,79 10,34 13,79 6,89 3,44 0 0
Dosis
3,44 10,34 10,34 6.89 13,79 3,44 6,89 6,89 24,13 0 13,79 0 0 0 0
Potensi
0 0 6,89 6,89 3,44 17,24 6,89 13,79 17,24 20,68 3,44 3,44 0 0 0
Almt Px
0 0 0 6,89 6,89 0 6,89 6,89 20,68 6,89 31,03 3,44 10,34 0 0
Nm dr.
0 0 3,44 0 3,44 3,44 10,34 3,44 3,44 3,44 13,79 34,48 20,68 0 0
Prf dr.
0 0 0 0 0 0 0 13,79 3,44 6,89 10,34 10,34 34,48 20,68 0
SIP dr.
0 0 0 0 0 0 0 0 13,79 0 10,34 10,34 31,03 34,48 0
Jns Klmn

0 0 0 0 10,34 0 0 0 6,89 3,44 17,24 13,79 6,89 3,44 37,93


Almt dr.

Nama pasien penting, harus Umur pasien sangat penting ditulis


dicantumkan untuk menghindari dalam resep terutama untuk pasien anak-
kekeliruan antara pasien satu dengan anak dan lansia, sebab dosis obat untuk
pasien yang lain yang memiliki kemiripan anak dan lansia akan berbeda jika
atau nama yang sama. Pasien yang di dibandingkan dengan pasien orang
rawat di Rumah Sakit banyak dan untuk dewasa pada umumnya. Penulisan nama
mengantisipasi agar tidak terjadi pasien tanpa umur dapat dianggap resep
kesalahan dalam penyerahan obat maka tersebut diberikan pada orang dewasa,
apoteker berpendapat menentukan nama sehingga dalam perhitungan dosispun
pasien pada prioritas ke-1 dengan menggunakan dosis dewasa. Selain itu ada
persentase sebesar 82,75%. beberapa obat yang dikontraindikasikan
pula pada anak anak. Menurut pendapat

76
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

apoteker urutan prioritas umur pasien lama terapi pasien, ada beberapa obat
adalah urutan prioritas ke-2. yang tingkat keberhasilan terapi sangat
Nama obat merupakan bagian dipengaruhi oleh lama pemberian obat,
utama dalam resep obat, sehingga bila misalnya dalam pemberian antibiotika.
nama obat tidak dituliskan maka resep Berat badan pasien amat penting,
tidak dapat dilayani, atau nama obat yang terutama dikaitkan dengan dosis obat
tidak jelas akibatnya terjadi kesalahan yang akan diberikan, misalnya untuk
dalam pembacaan resep. Ada produk pasien bayi dan anak-anak, dalam
obat kadang mempunyai nama yang menentukan dosis. Berat badan juga
hampir mirip namun khasiatnya berbeda mempengaruhi distribusi obat di dalam
yang dikenal dengan nama LASA. Apabila tubuh, misalnya pasien obesitas akan
penulisan atau pembacaan obat terjadi memiliki waktu dan jangkauan distribusi
kesalahan maka dapat menimbulkan obat yang lebih panjang dibanding dengan
kekeliruan yang dapat berakibat buruk pasien normal, itu dikarenakan ikatan
untuk pasien penerima resep. antara obat dengan protein pada jaringan
Tanggal penulisan penting untuk akan terhambat oleh lemak yang ada
diketahui, disebabkan karena tanggal didalam tubuh. Berat badan pasien juga
tersebut menunjukkan kapan pasien di diperlukan untuk melengkapi data pada
periksa oleh dokter, tanggal resep yang umur pasien agar lebih jelas, karena
sudah lama berlalu, bisa jadi kondisi berkaitan dengan pemberian dosis
pasien telah mengalami perubahan terutama pada pasien pediatri.
sehingga obat menjadi tidak tepat lagi jika Dosis yang dimaksud dalam
digunakan. persyaratan administratif ini adalah
Cara pemakaian penting dituliskan jumlah obat yang diberikan dalam satuan
dalam resep, karena cara pemakaian yang penggunaan misalnya satu tablet, satu
bermacam-macam dapat secara oral, sendok takar dan lain sebagainya, dosis
topikal, sublingual, bukal, perektal dan obat pasien dipengaruhi banyak hal,
lain-lain. Cara pemakaian harus jelas misalnya usia, berat badan, penyakit, dan
karena untuk menghindari kesalahan tingkat keparahan penyakit, sehingga
dalam penggunaan obat, misalnya saja penulisan dosis yang jelas adalah sangat
antara tablet sublingual dan tablet oral dibutuhkan untuk keberhasilan terapi
yang seharusnya pemakaian tablet pasien.
sublingual diletakkan di bawah lidah, Potensi obat penting untuk ditulis
karena salah atau tidak jelasnya penulisan dalam resep terutama bila dalam satu
pada resep, maka obat diminum, sehingga macam obat tersedia lebih dari satu
pemakaian obat menjadi tidak tepat, yang macam potensi obat. Dahulu jika potensi
menyebabkan kegagalan terapi. obat tidak tertulis maka apoteker akan
Jumlah obat yang diberikan pada memberikan potensi obat yang terkecil,
pasien penting untuk ditulis dalam resep tetapi saat ini jika potensi obat tidak
terutama untuk mengetahui jumlah yang tertulis maka resep tidak memenuhi
akan diberikan dan untuk mengetahui syarat administratif, sehingga harus

77
Muhlis dan Sulistiani: Prioritas Skrining Resep Menurut Apoteker di Rumah Sakit Pemerintah di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta

dikonfirmasikan ke dokter penulis resep, mendokumentasikan resep yang dilayani


karena bisa jadi potensi yang diinginkan dalam suatu pelayanan kefarmasian dan
dokter adalah bukan potensi terkecil juga sebagai alat pelacakan jika terjadi
dalam sediaan tersebut. kesalahan dalam pelayanan resep, selain
Alamat pasien penting untuk itu menjadi sumber awal dalam
dicantumkan dalam resep terkait dengan mengetahui penyakit endemi.
kepentingan rumah sakit dalam

Tabel 3. Urutan Prioritas Dari Skrining Resep Berdasarkan Persyaratan Administratif


Menurut Apoteker Yang Bekerja Di Rumah Sakit Pemerintah Di Wilayah DIY
Bagian-bagian Urutan Persentase (%)
skrining resep Prioritas
Nama Pasien 1 82,75
Umur Pasien 2 41,37
Nama Obat 3 20,68
Tgl Penulisan Resep 4 24,13
Cara Pemakaian 5 24,13
Jumlah Obat 6 24,13
BB Pasien 7 24,13
Dosis 8 27,58
Potensi 9 24,13
Alamat Pasien 10 20,68
Nama Dokter 11 31,03
Paraf Dokter 12 34,48
SIP Dokter 13 34,48
Jenis Kelamin Pasien 14 34,48
Alamat Dokter 15 37,93

Nama dokter penting dicantumkan keaslian dari tanda tangan atau paraf
dalam resep, yaitu untuk memudahkan tesebut dengan mencocokan dengan
bila dalam pelayanan membutuhkan resep obat dari dokter tersebut yang
konsultasi dengan dokter sehubungan diterima sebelumnya.
dengan pengobatan pasien, dan agar SIP dokter menunjukkan bahwa
apoteker dapat yakin bahwa resep yang berdasar undang-undang seorang dokter
dilayani adalah resep yang benar-benar berhak menulis resep, SIP dokter berlaku
dituliskan oleh dokter dan menghindari selama 5 tahun dan harus diperpanjang
resep palsu. kembali, Rumah sakit harus menjamin
Paraf dokter menunjukkan ciri khas semua dokter yang praktek dirumah sakit
penulisan resep yang dilakukan oleh tersebut adalah dokter yang ber-SIP dan
dokter, penting dicantumkan dalam resep masih berlaku.
terutama untuk menghindari kepalsuan Jenis kelamin pasien dapat dilihat
resep. Apoteker juga dapat melihat dari nama pasien tetapi sehubungan

78
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

dengan perkembangan zaman saat ini dapat memperjelas keterangan. Karena


yaitu terkadang nama tidak menunjukkan jenis kelamin juga merupakan salah satu
jenis kelamin, untuk menghindari faktor untuk pemilihan obat karena ada
kesalahan dalam penyerahan resep maka beberapa obat yang tidak cocok untuk
sebaiknya jenis kelamin pasien ditulis agar jenis kelamin tertentu.

Tabel 4. Urutan Prioritas dari Skrining Resep Berdasarkan Persyaratan Administratif


oleh staff Pengajar Perguruan Tinggi Farmasi DIY ( dikutip dari Madusari, 2010)

Bagian-bagian Urutan Prioritas Prosentase


skrining resep
Nama Obat 1 39,65
Potensi Obat 2 34,48
Jumlah Obat 3 32,76
Dosis Obat 4 29,31
Cara Pemakaian 5 27,59
Nama Pasien 6 24,14
Umur passien 7 22,41
BB pasien 8 17,24
Tgl. Penulisan Resep 9 25,86
Nama Dokter 10 18,97
Alamat pasien 11 17,24
SIP Dokter 12 15,52
Alamat Dokter 13 24,14
Paraf Dokter 14 22,41
Jenis kelamin Pasien 15 15,52

Alamat dokter biasanya tercantum resep harus diperhatikan hal-hal berikut


dalam blangko resep untuk memudahkan mulai dari dosis dan potensi agar terapi
dalam konsultasi, namun dalam yang diberikan dapat berjalan semaksimal
kenyataanya tidak semua dokter mungkin, dan untuk hal-hal lain seperti
mencantumkan alamatnya. Bila blangko inkompatibilitas, stabilitas, bentuk
resep berasal dari tempat praktek maka sediaan, cara pemberian dan yang lainya
alamat dokter pada blangko resep akan dapat diperhatikan selanjutnya
mengikuti alamat pada tempat prakteknya tergantung dari kondisi pasien.
bukan alamat dokter itu sendiri. Untuk di Hasil yang diperoleh pada penelitian
rumah sakit dokter tidak mencantumkan dari aspek kesesuaian farmasetis dapat
alamat dokter tetapi mencantumkan poli dilihat pada tabel 5. Menurut Apoteker
tempat beliau praktek, misalnya poli anak, yang bekerja di Rumah sakit DIY yang
poli penyakit dalam dan lain sebagainya. menjadi urutan prioritas pertama adalah
Menurut Word Health dosis obat dimana dosis obat merupakan
Organisation pada umumnya dalam suatu hal yang harus diperhatikan untuk pasien,

79
Muhlis dan Sulistiani: Prioritas Skrining Resep Menurut Apoteker di Rumah Sakit Pemerintah di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta

jika dosis yang diberikan tidak tepat tentu masing-masing pasien juga akan berbeda.
akan sangat mempengaruhi proses terapi Setelah kedua hal tersebut hal-hal yang
kepada pasien. Selain dosis obat potensi lainya seperti inkompatibilitas, bentuk
juga harus diperhatikan karena dengan sediaan, stabilitas, cara pemberian dan
kondisi dan usia yang berbeda maka lama pemberian dapat diperhitungkan
potensi obat yang digunakan untuk selanjutnya.

Tabel 5.Urutan Prioritas Skrining Resep Berdasarkan Kesesuaian Farmasetis


Menurut Apoteker Yang Bekerja Di Rumah Sakit Pemerintah Di Wilayah DIY
Bagian-bagian Urutan Prioritas Persentase Berdasarkan
skrining resep Prioritas (%)
Dosis 1 62,06
Potensi 2 48,27
Bentuk Sediaan 3 31,03
Cara Pemberian 4 37,93
Stabilitas obat 5 27,58
Incompabilitas 6 34,48
Lama Pemberian 7 48,27

Sedikit berbeda dengan hasil Perguruan Tinggai Farmasi meletakkan


penelitian oleh Madusari, 2010 yang prioritas 3 adalah Inkompatibilitas obat,
menjadi objek adalah Staff Pengajar atau ketidak terpampuran obat selama
Perguruan Tinggai Farmasi DIY, perbedaan peracikan dan penyimpanan. Tetapi
pada prioritas 3, Apoteker yang bekerja di secara umum hasil kedua penelitian ini
Rumah Sakit menempatkan prioritas 3 memberikan kesimpulan yang hampir
adalah bentuk sediaan obat sedangkan sama.
Apoteker yang menjadi Staff Pengajar

Tabel 6. Urutan Prioritas Skrining Resep Berdasarkan Kesesuaian Farmasetis


oleh staff Pengajar Perguruan Tinggi Farmasi DIY ( dikutip dari Madusari, 2010)

Bagian-bagian Persentase Urutan


skrining resep (%) Prioritas
Dosis 58,62 1
Potensi 41,38 2
Inkompatibilitas 24,14 3
Bentuk Sediaan 20,69 4
Stabilitas 22,41 5
Cara Pemberian 24,14 6
Lama Pemberian 41,38 7

80
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

4. KESIMPULAN Apotek, Departemen Kesehatan RI,


1. Urutan prioritas dari skrining resep Jakarta.
secara administratif adalah nama Anonim 2014, Kepmenkes
pasien, umur pasien, nama obat, No.58/Menkes/SK/2014 tentang
tanggal penulisan resep, cara Standar Pelayanan Kefarmasian di
pemakaian obat, jumlah obat, berat Rumah Sakit, Departemen
badan pasien, dosis, potensi, alamat Kesehatan RI, Jakarta.
pasien, nama dokter, paraf dokter, SIP Anonim., 2005. Pemilihan dan
dokter, jenis kelamin pasien, dan Penggunaan Obat Secara Rasional,
alamat dokter. Jakarta : Ikatan Sarjana Farmasi
2. Urutan prioritas skrining resep secara Indonesia, Jakarta Indonesia
kesesuaian farmasetis adalah dosis, Anonim., 2009, Peraturan Pemerintah
potensi, bentuk sediaan, cara Republik Indonesia nomor 51.
pemberian, stabilitas, incompabilitas Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
dan yang terakhir adalah lama Departemen Kesehatan RI, Jakarta
pemberian. Anonim, 2009f. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 36 2009 tentang
5. UCAPAN TERIMAKASIH Kesehatan.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan Cohen, M. R., 1999. Medication Errors.
terimakasih kepada saudari Sulistiani, W., American Pharmaceutical
yang telah membersamai dalam Association, 2215 Constitution
melaksanakan dan penulisan Laporan Avenue, N. W : Washington DC.
penelitian ini Dewi, F.D.A.P., 2009. Studi Kelengkapan
Resep Obat Pada Pasien Anak Di
6. DAFTAR PUSTAKA Apotek Wilayah Kecamatan
Sukoarjo Bulan Oktober-Desember
Anonim., 2004b. Keputusan Mentri Tahun 2008. Skripsi UMS :Surakarta
Kesehatan Republik Indonesia Frye.B.C., 1994. Advancing
Nomor 1332/MENKES/2002 tentang Pharmaceticeutical care Clinical
Cara Pemberian Izin Apotek. Skliis Program. American Society of
Departemen Kesehatan RI, Jakarta Hospital Pharnacist, Inc : Glaxo. Hal:
Anonim., 2004. Keputusan Mentri 27
Kesehatan Republik Indonesia Kurniawati, T. 2009. Skrining Resep Pada
Nomor 1027//MENKES/SK/IX/2004 Resep-Resep di Apotek Ramadhan
tentang Standar Pelayanan Di Yogyakarta Periode Oktober-
Apotek Departemen Kesehatan RI, Desember 2007. Skripsi Universitas
Jakarta Ahmad Dahlan: Yogyakarta.
Anonim 2014, Kepmenkes Madusari, E., Muhlis, M., 2010, Tingkat
No.35/Menkes/SK/2014 tentang Keberbahayaan Dari Skrining Resep
Standar Pelayanan Kefarmasian di Menurut Apoteker yang Berprofesi

81
Muhlis dan Sulistiani: Prioritas Skrining Resep Menurut Apoteker di Rumah Sakit Pemerintah di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta

Sebagai Tenaga pengajar Pada Dose Dispensing) dan Non UDD di RS


Perguruan tinggi Farmasi di DIY, PKU Umum Muhammadiyah
Skripsi, Fakultas Farmasi UAD Yogyakarta. Skipsi. Fakultas Farmasi
Yogyakarta, Surakarta
Nawawi, H., 2003, Metode Penelitian Suharmi, S. 1999. Pelayanan Resep Dokter
Bidang Sosial, edisi VII, Gadjah Mada di Apotek. Buletin ISFI Yogyakarta
University Press, Yogyakarta. Hal : Vol.2 No.1.
141 Zaman, N., Joenoes, 1990.Ars Prescribendi
Notoatmodjo, S. 2005. Meteologi Resep Yang Rasional. Jilid I.
Penelitian Kesehatan. PT Asdi Surabaya : Airlangga Unifersitty
Mahasatya, Jakarta. Hal : 79, 80, 138 Press. Surabaya. Hal : 7, 9, 10, 12, 20
Rosyidah, I. 2009., Medication Error pada
Bangsal denagn Sistem UDD (Unit

82
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGARUH ION LOGAM ALKALI DAN ALKALI TANAH TERHADAP


AKTIVITAS SELULASE DARI BACILLUS SUBTILIS SF01

THE EFFECT OF ALKALI AND ALKALINE METAL IONS TOWARDS THE ACTIVITY OF
CELLULASE FROM BACILLUS SUBTILIS SF01

Lanny Hartanti1, *, Revonandia Irwanto1, Yehezkiel Billy Oentoro1, Emi Sukarti1, Henry Kurnia
Setiawan1
1
Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Jl. Raya Kalisari Selatan No. 1,
Surabaya, Indonesia
*Corresponding author: lanny.hartanti@ukwms.ac.id

Abstract. A study to determine the effect of several alkali and alkaline metal ions
towards the activity of cellulase from Bacillus subtilis SF 01 had been done. Bacillus
subtilis SF 01 is cellulolytic bacteria that had been isolated previously from sugarcane
waste. There was no previous report about cellulase activity comes from bacteria
isolated from sugarcane waste before, thus the research about the characteristics of this
enzyme needs to be done. Cellulase production of Bacillus subtilis strain SF01 isolates
was conducted by bacterial fermentation in media Nutrient Broth + Carboxymethyl
Cellulose (CMC) 1% for 21 hours. Enzyme level was determined by Bradford method using
Bovine Serum Albumin as reference. Cellulase activity of crude extract was tested using
1% CMC substrate containing media at pH 5.0, 60° C for 45 minutes. The yielded reducing
sugar was determined spectrophotometrically by 3,5-dinitrosalicylic acid method at 550
nm with glucose as the reference compound. Metal ions effect was determined by
incubating the enzyme with various concentrations of metal ionsolutions for 20 minutes
prior to the enzyme substrate reaction. The activity of enzyme was compared to control
solution which was cellulose enzyme without addition of ions (0 Mm) and statistically
compared using One Way ANOVA (α=95%) followed by post hoc Tukey HSD. The results
showed that addition of K+ (1 – 10 mM) and Ba2+ (0.1 mM – 10 mM) ions significantly
increased the specific activity of cellulase enzyme originated from Bacillus subtilis SF01
strain, while the addition of Ca2+ and Mg2+ ions (0.1 – 10 mM) significantly decreased the
cellulase enzyme specific activity.

Keywords: Bacillus subtilis SF01, alkali, alkaline metal, ions effect, cellulase

2. PENDAHULUAN enzim selulase, yaitu yaitu endo-β-


Selulase adalah enzim golongan glucanase (EC 3.2.1.4), exo-β-glucanase
hidrolase yang menghidrolisis ikatan - (EC 3.2.1.91), dan β-glucosidase (EC
1,4-glikosidik pada rantai selulosa. 3.2.1.21) (Ozioko et al., 2013). Beberapa
Degradasi selulosa secara sempurna produk hasil hidrolisis selulosa antara lain
dilakukan secara sinergis oleh tiga jenis adalah bioetanol, asam laktat dan glukosa

83
Lanny Hartanti dkk.: Pengaruh Ion Logam Alkali dan Alkali Tanah Terhadap Aktivitas Selulase Dari Bacillus Subtilis
SF01

(Gautam & Sharma, 2014). Enzim selulase makroskopis, mikroskopis, biokimia dan
dimanfaatkan pada berbagai bidang analisis homologi gen penyandi 16S rRNA
seperti pada bidang pertanian untuk menunjukkan bahwa isolat SF01 tersebut
penanganan limbah pertanian secara merupakan bakteri Bacillus subtilis yang
biologi (Meryandini et al., 2009), pada memiliki kedekatan filogenetik dengan
bidang industri dimanfaatkan pada Bacillus subtilis strain B7 (Hartanti et al.,
industri tekstil, makanan, dan kertas 2014b). Bacillus subtilis strain SF01 ini
(Zhang and Zhang, 2013), serta pada memproduksi enzim selulase dengan
bidang kefarmasian untuk melancarkan aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu
pencernaan atau memproduksi bahan- 60C. Enzim selulase yang diproduksi
bahan yang berfungsi sebagai pengikat stabil selama 1 sampai 2 jam inkubasi pada
tablet seperti metilselulosa, etilselulosa, pH 5 dan 6 dengan aktivitas residu > 85%,
hidroksipropilselulosa (Cantor et al., 2008, serta stabil selama 4 jam pada suhu 60 °C
Marques-marinho & Vianna-soares, dengan aktivitas residu 55% dari aktivitas
2013). awalnya.
Enzim-enzim kelompok selulase Hasil karakterisasi awal
banyak dihasilkan oleh bakteri, antara lain menunjukkan bahwa enzim selulase asal
Acetobacter xylinum (Klemm et al., 1998), Bacillus subtilis strain SF01 ini dapat
Clostridium, Actinomycetes, Bacteroides dikategorikan sebagai enzim termofilik
succinogenes, Butyrivibrio fibrisolvens, dan termostabil. Namun uniknya
Ruminococcus albus, dan meskipun bersifat termofilik namun enzim
Methanobrevibacter ruminantium (Gupta ini diperoleh dari bakteri yang tumbuh
et al., 2011). Beberapa fungi juga optimum pada suhu mesofilik, yaitu suhu
memproduksi selulase, di antaranya 37C (Hartanti et al., 2014b).
Trichonympha (Nelson & Cox, 2008), Hingga kini belum ada laporan
Chaetomium, Fusarium, Myrothecium, mengenai karakteristik enzim selulase dari
Trichoderma, Penicillium, dan Aspergillus bakteri yang berasal dari limbah ampas
(Gupta et al., 2011). Selain itu selulase tebu. Kami melaporkan hasil pengujian
juga dapat diproduksi oleh tumbuhan, pengaruh beberapa ion logam alkali dan
salah satunya benih dari tanaman kapas alkali tanah yaitu ion K+, Ba2+, Ca2+, dan
atau batang tanaman tahunan seperti Mg2+, terhadap aktivitas enzim selulase
jerami gandum atau bambu (Klemm et al., dari Bacillus subtilis strain SF01.
1998).
Pada penelitian sebelumnya telah 3. METODE PENELITIAN
berhasil diisolasi enam isolat bakteri Enzim selulase yang digunakan
selulolitik dari limbah ampas tebu. Satu diproduksi oleh bakteri selulolitik Bacillus
isolat yang paling potensial dalam subtilis strain SF01 yang diisolasi dari
menghidrolisis karboksimetilselulosa limbah ampas tebu (Hartanti et al., 2014a).
(CMC) dimurnikan lebih lanjut dan isolat Bahan-bahan untuk media dan uji
murni yang diperoleh diberi kode SF01 enzimatis meliputi Nutrient Agar, Nutrient
(Hartanti et al., 2014a). Hasil karakterisasi Broth, karboksi-metilselulosa, NaOH, fenol

84
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

(Merck KGaA, Jerman), natrium sulfit, lalu ditambah 100 µL substrat (1% CMC
glukosa anhidrat p.a, (Riedel-de Haen, dalam buffer universal pH 5) dimasukkan
Jerman), dapar universal yang dalam tabung mikro, diinkubasi dalam
mengandung (asam sitrat, potasium penangas air pada 60°C selama 45 menit.
fosfat, sodium tetraborat, Tris-HCl, Dipipet 200 µL campuran substrat
potasium klorida (bahan dari Merck atau ditambah dengan 1200 mL DNS,
Sigma), air murni kualitas 1 (resistivity 18,2 dihomogenkan dan dipanaskan pada
MΩ cm), bovine serum albumin, asam 3,5- penangas air mendidih selama 15 menit,
dinitrosalisilat, fenol, sodium potasium kemudian didinginkan dalam air es selama
tartrat, sodium metabisulfit, glukosa 20 menit. Absorbansi diukur
monohidrat (Sigma Aldrich). Ion-ion logam menggunakan spektrofotometer UV-Vis
yang digunakan yaitu ion K+, Ba2+, Ca2+, pada panjang gelombang 550 nm. Satu
dan Mg2+, dalam bentuk garam kloridanya unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai
(Merck Darmstadt). banyaknya enzim yang diperlukan untuk
Produksi enzim dilakukan dengan membentuk 1 µmol gula pereduksi per
proses fermentasi 1% inokulum isolat satuan waktu.
bakteri dalam media basal Nutrient Broth Pengaruh ion logam terhadap
yang mengandung 1% aktivitas enzim selulase ditentukan
karboksimetilselulosa (CMC), pada suhu dengan cara mengukur aktivitas enzim
37°C, agitasi 150 rpm selama 20 jam. dengan penambahan ion logam
Bahan-bahan untuk media dan uji sebelumnya. Larutan garam klorida
enzimatis diperoleh dari mengandung ion logam yang diuji pada
Panen enzim dilakukan dengan berbagai konsentrasi (0,1 – 10 mM)
proses sentrifugasi pada 3500 rpm, suhu ditambahkan ke dalam ekstrak kasar
4°C, selama 15 menit. Supernatan yang enzim terlebih dulu sebelum direaksikan
merupakan ekstrak kasar enzim dengan substrat (CMC). Rincian prosedur
selanjutnya ditentukan kadar proteinnya pengujian pengaruh ion adalah sebagai
dengan metode Bradford, dengan berikut. Sejumlah 300 µL ekstrak kasar
menggunakan glukosa sebagai standar, enzim selulase dicampur dengan 100 µL
dan diamati pada panjang gelombang 595 larutan ion, dihomogenkan dan diinkubasi
nm (Bradford, 1976). dalam penangas air pada 60°C selama 20
Aktivitas enzim selulase diuji dengan menit. Kemudian campuran ini dipipet 300
menggunakan metode DNS (asam 3,5- µL dan ditambahkan 100 µL substrat
dinitro-salisilat) yaitu dengan menentukan (CMC), dikocok dan diinkubasi dalam
jumlah gula pereduksi yang terbentuk dari penangas air pada 60°C selama 45 menit.
hasil reaksi enzimatis (Miller, 1959). Setelah itu campuran dipipet 200 µL dan
Pengujian dilakukan dengan ditambah dengan 1200 µL DNS,
mencampurkan 300 µL enzim dan 100 µL dihomogenkan dan dididihkan selama 15
buffer universal pH 5, diinkubasi di menit, kemudian didinginkan dalam air es
penangas air pada suhu 60°C selama 20 selama 20 menit. Absorbansi diukur
menit. Campuran dipipet sebanyak 300 µL

85
Lanny Hartanti dkk.: Pengaruh Ion Logam Alkali dan Alkali Tanah Terhadap Aktivitas Selulase Dari Bacillus Subtilis
SF01

menggunakan spektrofotometer UV-Vis Hasil analisis statistik dengan


pada panjang gelombang 550 nm. metode One Way ANOVA (α=95%)
Aktivitas enzim ditentukan dengan menunjukkan adanya perbedaan
menggunakan rumus : bermakna pada data aktivitas spesifik
di mana: X = Kadar glukosa (µg/mL) tersebut. Namun, setelah dilanjutkan
FP = Faktor Pengenceran dengan metode statistik post hoc Tukey
HSD hasil menunjukkan bahwa dalam
[ X ]  FP rentang konsentrasi 0,1 mM hingga 10
Aktivitas enzim (Unit / mL) 
BM glukosa  waktu inkubasi
mM tidak memberikan pengaruh
Aktivitas spesifik enzim ditentukan terhadap aktivitas spesifik enzim selulase
dengan rumus: yang dibandingkan dengan 0 mM-nya.
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 (𝑈/𝑚𝑔)
Aktivitas enzim (U⁄mL) Maka selanjutnya dilakukan pengujian
=
Kadar protein (mg⁄mL) statistik dengan metode Independent
sample T-Test, α = 95% untuk
Data yang diperoleh diolah secara
membandingkan satu-persatu data
statistika dengan metode one-way ANOVA
aktivitas spesifik pada variasi konsentrasi
dengan signifikansi α=95%, kemudian
0,1 mM hingga 10 mM dengan konsentrasi
dilanjutkan dengan perhitungan post hoc
0 mM. Hasil uji menunjukkan bahwa
Tukey HSD.
penambahan ion K+ pada konsentrasi 1
dan 5 mM memberikan pengaruh
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
terhadap aktivitas enzim selulase asal
3.1 Pengaruh ion logam K+
Bacillus subtilis strain SF01. Meski
Penentuan kurva aktivitas spesifik
penambahan ion K+ konsentrasi 10 mM
enzim dengan penambahan ion logam K+
meningkatkan aktivitas spesifik enzim
dilakukan pada variasi konsentrasi 0,1 – 10
selulase 6,1%, namun karena besarnya
mM dan dibandingkan dengan konsentrasi
nilai standar deviasi maka hasil uji statistik
0 mM, di mana hasilnya dapat dilihat pada
tidak menunjukkan perbedaan bermakna
Tabel 1 dan Gambar 1.
dengan data aktivitas tanpa penambahan
ion K+ (0 mM).

Tabel 1. Data kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion K+
Aktivitas spesifik (U/mg) pada
Replikasi konsentrasi ion K+ (mM)
0 0,1 0,5 1 5 10
1 6,563 6,066 6,298 7,081 7,123 6,394
2 6,489 6,383 6,457 6,563 6,679 7,335
3 6,563 6,542 6,594 6,890 6,901 6,996
4 6,520 6,594 6,943 7,113 6,943 7,017
Rata-rata 6,534 6,396 6,573 6,912 6,912 6,935
SD 0,036 0,238 0,275 0,252 0,183 0,393

86
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

8 105,8% 106,1%

Aktivitas spesifik (U/mg)


100% 100,6% 105,8% % %
7 98,1%
% % %
%
6
5
4
3
2
0 0,1 0,5 1 5 10
Konsentrasi (mM)

Gambar 1. Grafik kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion K+

Efek peningkatan aktivitas pada menunjang proses produksi, purifikasi,


penambahan ion K+ juga ditemukan pada karakterisasi dan aplikasi enzim ini
enzim selulase dari Bacillus thuringiensis selanjutnya.
dan Bacillus subtilis (Lin et al., 2012; Li et 3.2 Pengaruh ion logam Mg2+
al., 2006). Pada penelitian lain ditemukan Hasil pengujian pengaruh
penambahan ion logam K+ 1 – 10 mM tidak penambahan ion Mg2+ pada konsentrasi
berpengaruh terhadap aktivitas enzim 0,1-10 mM terhadap aktivitas spesifik
selulase dari Bacillus subtilis YJ1 (Yin et al., selulase dari Bacillus subtilis strain SF01
2010) dan menurunkan aktivitas spesifik ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 2.
enzim selulase dari Bacillus subtilis yang Setiap kenaikan konsentrasi penambahan
diisolasi dari tanah (Pokhrel et al., 2014). ion Mg2+ menyebabkan makin
Penambahan ion logam K+ hanya menurunnya aktivitas spesifik enzim
meningkatkan aktivitas enzim selulase asal selulase secara signifikan (One Way
Bacillus subtilis strain SF01 sekitar 5-6%, ANOVA, α=95% dan post hoc Tukey HSD
sehingga dinilai kurang bermanfaat untuk α=95).

Tabel 2. Data kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion Mg2+
Aktivitas spesifik (U/mg) pada
Replikasi konsentrasi ion Mg2+ (mM)
0 0,1 0,5 1 5 10
1 5,650 5,212 4,968 4,782 4,151 4,208
2 5,606 5,147 4,774 4,681 4,229 4,258
3 5,628 5,312 5,054 4,803 4,208 4,208
4 5,571 5,147 4,703 4,488 4,158 4,158
Rata-rata 5,614 5,205 4,875 4,688 4,186 4,208
SD 0,029 0,068 0,142 0,125 0,033 0,036

87
Lanny Hartanti dkk.: Pengaruh Ion Logam Alkali dan Alkali Tanah Terhadap Aktivitas Selulase Dari Bacillus Subtilis
SF01

Aktivitas Spesifik (U/mg)


5
4
3
2
1
0
0 0,1 0,5 1 5 10
Konsentrasi (mM)

Gambar 2. Grafik kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion Mg2+

Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan CaCl2 pada konsentrasi 0,1-10 mM.
ion Mg2+ berperan sebagai inhibitor enzim Hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel 3
selulase asal Bacillus subtilis strain SF01. dan Gambar 3. Tampak bahwa ion Ca2+
Hasil ini sejalan dengan penelitian Wang et menurunkan aktivitas enzim selulase.
al. (2012) dan pendapat Demain et al. Hasil uji statistik dengan One Way ANOVA
(2005), yaitu bahwa ion logam Mg2+ dan post hoc Tukey HSD pada signifikansi
memiliki pengaruh sebagai inhibitor yang 95% juga menunjukkan bahwa dengan
tinggi terhadap aktivitas enzim selulase. meningkatkan konsentrasi ion Ca2+ yang
3.3 Pengaruh ion logam Ca2+ ditambahkan makin meningkat pula
Pengujian pengaruh ion Ca2+ pada penurunan aktivitas spesifik enzim
enzim selulase asal Bacillus subtilis strain selulase.
SF01 dilakukan dengan menambahkan

Tabel 3. Data kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion Ca2+
Aktivitas spesifik (U/mg) pada
Replikasi konsentrasi ion Ca2+ (mM)
0 0,1 0,5 1 5 10
1 5,650 5,463 5,097 4,803 4,681 4,315
2 5,606 5,449 5,025 5,004 4,595 4,466
3 5,628 5,391 5,226 4,954 4,667 4,394
4 5,571 5,434 5,183 4,968 4,753 4,488
Rata-rata 5,614 5,434 5,133 4,932 4,674 4,416
SD 0,029 0,027 0,078 0,077 0,056 0,068

88
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Aktivitas spesifik (U/mg)


5

0
0 0,1 0,5 1 5 10
Konsentrasi (mM)

Gambar 3. Grafik kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion Ca2+

Pola penurunan aktivitas spesifik selulase pada hasil pengujian dengan One
dengan adanya ion Ca2+ ini juga diperoleh Way ANOVA (α=95%), namun demikian
pada penelitian yang dilakukan oleh Dini tidak ada perbedaan bermakna pada
dan Munifah (2014), yang menyatakan aktivitas spesifik enzim selulase antar
bahwa penambahan ion logam CaCl2 penambahan ion Ba2+ konsentrasi 0,1
sampai dengan konsentrasi 5 mM dapat hingga 10 mM.
menurunkan aktivitas enzim selulase. Pada penelitian lain juga dibuktikan
Dapat disimpulkan bahwa ion Ca2+ juga bahwa penambahan ion logam Ba2+
bersifat sebagai inhibitor dari enzim meningkatkan aktivitas spesifik enzim
selulase asal Bacillus subtilis strain SF01. selulase dari Bacillus subtilis (Li et al.,
3.4 Pengaruh ion logam Ba2+ 2006). Dengan demikian dapat
Tabel 4 dan Gambar 4 menunjukkan disimpulkan bahwa ion Ba 2+ dapat
hasil pengujian pengaruh penambahan ion dimanfaatkan sebagai aktivator enzim
Ba2+ terhadap aktivitas spesifik enzim selulase asal Bacillus subtilis SF01, yaitu
selulase asal Bacillus subtilis SF01. Tampak bermanfaat untuk meningkatkan aktivitas
bahwa penambahan ion Ba2+ mulai dari enzim pada proses pemurnian dan
konsentrasi 0,1 mM hingga 10 mM karakterisasi enzim lebih lanjut maupun
meningkatkan aktivitas enzim sebesar pada saat enzim akan diaplikasikan di
kurang lebih 30%. Terdapat perbedaan berbagai industri.
signifikan pada aktivitas spesifik enzim

Tabel 4. Data kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion Ba2+
Aktivitas spesifik (U/mg) pada
Replikasi konsentrasi ion Ba2+ (mM)
0 0,1 0,5 1 5 10
1 5,083 7,335 7,292 6,922 6,552 7,229
2 5,801 7,017 7,007 7,588 7,091 7,493
3 6,573 7,345 6,943 7,303 7,620 7,081
4 4,744 7,271 7,578 7,060 7,239 7,303
Rata-rata 5,550 7,242 7,205 7,218 7,126 7,276
SD 0,812 0,153 0,291 0,293 0,442 0,171

89
Lanny Hartanti dkk.: Pengaruh Ion Logam Alkali dan Alkali Tanah Terhadap Aktivitas Selulase Dari Bacillus Subtilis
SF01

Aktivitas spesifik (U/mg)


6

2
0 0,1 0,5 1 5 10
Konsentrasi (mM)

Gambar 4. Grafik kurva aktivitas spesifik enzim selulase dengan penambahan ion Ba2+

5. KESIMPULAN atas fasilitas sarana penelitian yang boleh


Ion logam alkali dan alkali tanah kami gunakan dalam proses produksi
berpengaruh terhadap aktivitas spesifik enzim.
enzim selulase, khususnya enzim selulase
yang berasal dari Bacillus subtilis SF01. Ion 7. DAFTAR PUSTAKA
Ca2+ dan Mg2+ pada konsentrasi 0,1 hingga Bradford, M.M. (1976). A rapid and
10 mM secara signifikan menurunkan sensitive method for the
aktivitas enzim, sedangkan ion K+ pada quantitation of microgram
konsentrasi 1 – 10 mM dan ion Ba2+ pada quantities of protein utilizing the
konsentrasi 0,1 – 10 mM meningkatkan principle of protein-dye binding.
aktivitas enzim secara signifikan. Ion Ba2+ Analytical Biochemistry. 72:248–
merupakan ion logam yang paling 254.
potensial untuk dimanfaatkan pada proses Cantor, S.L., Ausburger, L. & Hoag, S.W.
pemurnian dan aplikasi enzim ini di (2008). Pharmaceutical Granulation
berbagai bidang, karena penambahannya Processes, Mechanism, and the Use
dalam jumlah kecil (0,1 mM) mampu of Binders in Ausburger, L.L., & Hoag,
meningkatkan aktivitas enzim hingga 30%. S.W. Pharmaceuticals Dossage
Form: Tablets. New York: Informa
6. UCAPAN TERIMAKASIH Healthcare USA. 287-291.
Terima kasih kepada Universitas Demain, A.L., Newcomb, M. & Wu, J.H.D.
Katolik Widya Mandala Surabaya, (2005). Cellulase, Clostridia, and
khususnya Fakultas Farmasi, yang telah Ethanol. Microbiology and
mendukung penyelesaian penelitian ini Molecular Biology Reviews. 69:124-
dalam bentuk dukungan dana dan fasilitas 154.
yang diberikan. Ucapan terima kasih juga Dini, Rahma, I. & Munifah, I. (2014).
disampaikan kepada Laboratorium Produksi dan Karakterisasi Enzim
Proteomik Institute of Tropical Disease Selulase Ekstrak Kasar dari Bakteri

90
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

yang Diisolasi dari Limbah Rumput Bacillus thuringiensis strains. Anhui-


Laut. Jurnal Teknologi dan Industri Wuhu: College of Life Sciences,
Pertanian Indonesia. 6(3):18-24. Anhui Normal University.
Gautam, R., Sharma, J. (2014). Production Marques-marinho, F.D., Vianna-soares,
and Optimization of Alkaline C.D. (2013). Cellulose and Its
Cellulase from Bacillus Subtilis in Derivatives Use in the
Submerged Fermentation. Pharmaceutical Compounding
International Journal of Science and Practice. INTECH Open Science.
Research (IJSR). 3(6): 1186–1194. Chapter 8:141–162.
Gupta, P., Samant, K. & Sahu, A. (2011). doi:http://dx.doi.org/10.5772/5663
Isolation of cellulose-degrading 7.
bacteria and determination of their Meryandini, A., Widosari, W., Maranatha,
cellulolytic potensial. International B., Sunarti, T.C., Rachmania, N. &
Journal of Microbiology. 45(9):2761. Satria, H. (2009). Isolasi Bakteri
Hartanti, L., Setiawan, H.K. & Sukarti, E. Selulolitik dan Karakterisasi
(2014a). Laporan Penelitian Analisis Enzimnya. Makara Sains. 13(1):33-
Homologi Gen 16S rDNA Isolat 38.
Bakteri Selulolitik. Surabaya: Miller, G.L. (1959). Use of Dinitrosalicylic
Universitas Katolik Widya Mandala Acid Reagent for Determination of
Surabaya. Reducing Sugar. Analytical
Hartanti, L., Susanto, F., Utami, C.P., Chemistry. 3(lll):426–428.
Sukarti, E., Setiawan, H.K. & Ervina, Nelson, D.L., Cox, M.M. (2008). Principles
M. (2014b). Screening \and Isolation of Biochemistry. 5th Edition. New
Of Cellulolytic Bacteria From York: WH Freeman.
Bagasse and Characterization Of The Ozioko, P.C., Ikeyi, A.P., & Ugwu, O.P.C.
Cellullase Produced. Proceedings of (2013). Cellulases, Their Substrates,
International Protein Society Activity And Assay Methods. The
Seminar 29-30 Oktober 2014. Experiment. 12(2):778–785.
Jember:University of Jember. Retrieved from
Klemm, D., Philipp, B., Heinze, T., Heinze, www.experimentjournal. Com
U., & Wagenknecht, W. (1998). Pokhrel, B., Bashyal, B. & Magar, R.T.
Comprehensive Cellulose Chemistry. (2014). Production, Purification and
Weinheim:WILEY-VCH. 1. Characterization of Cellulase from
Li, W.Z.Z., Wei, H., Chaoliang, L., Xiao Bacillus subtilis Isolated from Soil.
(2006). Studies on Catalyzed European Journal of Biotechnology
Properties of Cellulase for Feeding, and Bioscience. 2(5): 31–37.
Anhui-China: College of Life Science. Wang, G., Zhang, X., Wang, L. Wang, K.,
Anhui Agricultural University. Peng, F., Wang, L. (2012). The
Lin, L., Kan, X., Yan, H. & Wang, D. (2012). activity and kinetic properties of
Characterization of extracellular cellulases in substrates containing
cellulose-degrading enzymes from metal ions and acid radicals.

91
Lanny Hartanti dkk.: Pengaruh Ion Logam Alkali dan Alkali Tanah Terhadap Aktivitas Selulase Dari Bacillus Subtilis
SF01

Advances in Biological Chemistry. and Applications' in Tian-Yang, S.,


2:390-395. Hesham, A., El-Enshasy &
Yin, L.J., Lin, H.H. & Xiao, Z.R. (2010). Thongchul, N., Bioprocessing
Purification and Characterization of Technologies in Biorefinery for
A Cellulase from Bacillus subtilis YJ1, Sustainable Production of Fuel,
Journal of Marine Science and Chemicals and Polymers, 1st Edition.
Technology. 18(3):4466-471. USA: John Wiley and Sons, Inc. 131–
Zhang, X., Zhang, Y.P. (2013). ‘Cellulases: 146.
Characteristics, Sources, Production,

92
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGARUH METOTREKSAT PADA PROFIL LIPID PASIEN RHEUMATOID


ARTHRITIS DI DUA RUMAH SAKIT UMUM AREA
JAWA TIMUR DAN JAWA TENGAH

IMPACT OF METHOTREXATE ON LIPID PROFILE OF RHEUMATOID ARTHRITIS


PATIENTS IN TWO GENERAL HOSPITALS LOCATED IN EAST AND CENTRAL JAVA

Elisabeth Kasih1, Wahyu Dewi Tamayanti1


1
Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Jln. Raya KalisariSelatan 1, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
*Corresponding author: wahyudewi@ukwms.ac.id

Abstract. Rheumatoid arthritis (RA) is achronicauto-immune diseasecommonly occursin


adults. RA that is not properly managed may cause jointsdisfunction, that leads to
mortality. This condition is managed with either synthetic or biologic disease-modifying
antirheumatic drugs (DMARDs). Low dose methotrexate (MTX), a member of DMARDs,
is the drug of choice for RA. In fact, it was reported that MTX induced the increased of
blood lipid profile as well as atherosclerosis. This study was conducted to analyze the
effect of MTX as the drug of choice of RA in lipid profile.This retrospective studywas
conducted at the outpatient unit in two general hospitals located in East and CentreJava
between 2015-2016. The collected data was tested by Kolmogorov-Smirnov, then by
Wilcoxon. From 66 patients who fulfill the inclusion, 71.21% was 46-60 years old and
80% of the total patients was female. Wilcoxon test indicated that there was no
significant alteration at the lipid profile of the patient with: total cholesterol (0.752),
trigliseride (0.839), high-density lipid (HDL) (0.801), and low-density lipid (LDL) (0.394)
after 6 months of MTX treatment. During 6 months treatment, the dose of MTX has
increased about 8.83-9.96 mg/ week. This study concluded that theincreased dose of
MTX correlated with the decline of trigliseride and HDL after 6 months treatment.

Keywords: methotrexate, rheumatoid arthritis,lipid profile, HDL, LDL

1. PENDAHULUAN kecil di tangan dan kaki cenderung paling


Rheumatoid arthritis (RA) merupakan sering terlibat (Singh et al., 2015). Pada RA
salah satu penyakit autoimun berupa fokus peradangan berada di sinovium
inflamasi artritis yang sering terjadi pada yaitu jaringan yang melapisi sendi.
pasien dewasa (Singh et al., 2015). Senyawa yang dilepaskan oleh sistem
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kekebalan tubuh menyebabkan
kronis yang menyebabkan nyeri, peradangan di area persendian
kekakuan, pembengkakan dan (Ruderman, 2012).
keterbatasan gerak serta fungsi dari Penyebab dari RA masih belum
banyak sendi. Rheumatoid arthritisdapat diketahui, tetapi berbagai faktor
mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi (termasuk kecenderungan genetik) bisa

93
Elisabeth Kasih dan Wahyu Dewi Tamayanti: Pengaruh Metotreksat pada Profil Lipid Pasien Rheumatoid Arthritis di
Dua Rumah Sakit Umum Area Jawa Timur dan Jawa Tengah

mempengaruhi reaksi autoimun. RSU di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada
Rheumatoid arthritisini merupakan periode 2015-2016.
bentuk artritis yang serius, disebabkan 2.3 Metode
oleh peradangan kronis yang bersifat Tahapan yang dilakukan dalam prosedur
progresif, yang menyangkut persendian adalah sebagai berikut:
yang ditandai dengan sakit dan bengkak a. Pengumpulan dan pencatatan data
pada sendi-sendi terutama pada jari-jari rekam medik pasien dalam lembar
tangan, pergelangan tangan, siku dan lutut pengumpul data (Case report form).
(Ruderman, 2012). b. Melakukan rekapitulasi data yang
Pengobatan rheumatoid arthritis didapatkan dari tabel yang memuat:
menggunakan metotreksat (MTX). data demografi pasien (usia, jenis
Mekanisme kerja metotreksat sebagai kelamin, berat badan dan tinggi badan),
terapi untuk rheumatoid arthritis adalah riwayat penyakit pasien, data
melalui penghambatan proliferasi dari laboratorium, diagnosa dan data klinik,
limfosit dan sel-sel lain yang bertanggung dan obat yang menyertai pada pasien,
jawab terhadap inflamasi sendi. Adapun termasuk kombinasi obat, rute
mekanisme kerja metotreksatpada kasus pemberian, dosis, interval dan
rheumatoid arthritislebih bersifat sebagai frekuensi.
antiinflamasi dibandingkan imunosupresi c. Melakukan pengumpulan dan
(Cutolo et al., 2001). Pada umumnya merekapitulasi data kadar profil lipid
Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs darah pasien yang memperoleh terapi
(DMARDs) dengan metotreksat yang metotreksat.
digunakan pada pengobatan rheumatoid d. Analisis stastistik menggunakan
arthritismemiliki dosis 7,5-25 mg/ minggu program SPSS 22.0
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2.4 Analisa Data
2014). Sebuah penelitian menunjukkan Data yang diperoleh diolah dengan cara:
terjadinya peningkatan kadar kolesterol a) Uji normalitas menggunakan
total, kolesterol LDL, dan kolesterol HDL Kolmorgov-Smirnov untuk mengetahui
setelah pemberian MTX baik dalam dosis distribusi normal populasi data
tunggal ataupun kombinasi (Millan et al., kolesterol total, trigliserida, LDL
2013). kolesterol, dan HDL kolesterol sebelum
dan sesudah pemberian metotreksat
2. METODE PENELITIAN dengan menggunakan program
2.1 Instrumen komputer SPSS 22.0
Lembar pengumpulan data berisi data Apabila data terdistribusi normal dapat
klinik dan data laboratorium. dilanjutkan dengan uji stastik
parametrik dengan menggunakan
2.2 Bahan metode paired sampel T-test, namun
Bahan penelitian ini adalah data Rekam apabila tidak, dilanjutkan dengan uji
Medik Kesehatan (RMK) pasien yang Wilcoxon.
terdiagnosa rheumatoid arthritis di dua

94
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

3. HASIL DAN PEMBAHASAN penggunaan MTX serta pasien RA berusia


Penelitian ini dilakukan pada 66 > 18 tahun. Sementara pasien RA lainnya
pasien yang memenuhi kriteria inklusi termasuk dalam kriteria eksklusi karena
yang telah ditetapkan, yaitu: pasien menggunakan hidroksiklorokuin/
terdiagnosis rheumatoid arthritis dengan sulfasalazin/ leflunomid, sebelum terapi
data laboratorium berkala yang meliputi dengan MTX, serta menderita komplikasi
hasil pemeriksaan saat pertama kali rheumatoid arthritis dengan penyakit
menggunakan MTX dan 6 bulan setelah autoimun yang lain.

Tabel 1. Usia Pasien


Usia Jumlah Persentase (%)
31-45 6 9,23
46-60 47 71,21
61-75 13 19,56
Total 66 100

Hasil penelitian menunjukkan Serangan rheumatoid arthritis sering


terdapat sebesar 9,23% pasien berusia 31- terjadi pada orang diantara umur 25-55
45 tahun, 71,21% pasien berusia 46-60 tahun (Reeves, dkk., 2001), dengan
tahun, dan 19,56% pasien berusia 61-75 puncak kejadian terjadi pada usia 20-45
tahun (tabel 4.1). Data tersebut tahun (Afriyanti, 2011). 20% pasien RA
menunjukkan bahwa pasien RA terbanyak berusia 55 tahun dan 5-10% berusia di atas
berada pada rentang usia 46-60 tahun. 60 tahun (Taja, 2011), jarang dijumpai
Perkembangan penyakit akan meningkat pada usia di bawah 40 tahun
baik pada perempuan maupun laki-laki (Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
seiring dengan bertambahnya umur 2014).
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
2014).
Tabel 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah Persentase(%)


Laki-laki 13 20
Perempuan 53 80

Dari penelitian ini juga diperoleh


hasil sebesar 20% sampel berjenis kelamin Metotreksat merupakan
laki-laki dan 80% berjenis kelamin antimetabolit yang bekerja sebagai
perempuan (tabel 4.2). Hal ini sejalan antagonis folat. Mekanisme kerja MTX
dengan hasil terdahulu RA dominan adalah melalui inhibisi enzim dihidrofolat
diderita oleh wanita tiga kali lebih tinggi reduktase yang juga dapat menimbulkan
dibanding pria, yang diakibatkan karena efek samping berupa depresi sumsum
stress, merokok, serta dipengaruhi faktor tulang dengan cepat dan mencapai puncak
hormonal (Wiedya, 2013). pemakaian obat pada hari ke-5 sampai ke-

95
Elisabeth Kasih dan Wahyu Dewi Tamayanti: Pengaruh Metotreksat pada Profil Lipid Pasien Rheumatoid Arthritis di
Dua Rumah Sakit Umum Area Jawa Timur dan Jawa Tengah

10 (Brunton, et al., 2006). Menurut dapat meningkatkan resiko penyakit


Barrera et al (2002), penggunaan MTX kardiovaskular yang menyebabkan
dapat mencegah defisiensi asam folat peningkatan terhadap kolesterol total,
pada pasien RA sehingga kadar trigliserida, LDL kolesterol, dan penurunan
homosistein lebih tinggi, selain itu juga HDL kolesterol.

Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Dosis


Dosis (mg/ minggu) Jumlah Persentase (%)
5 7 10,76
7,5 26 38,46
10 25 38,46
12,5 5 7,69
15 3 4,61

Penelitian ini bertujuan untuk 76.92% (tabel 4.3). Berdasarkan literatur


mengetahui pengaruh metotreksat diketahui bahwa penggunaan MTX pada
terhadapkadar kolesterol total, dosis 25-30 mg dapat menimbulkan
trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL peningkatan kolesterol total, trigliserida,
kolesterol pada pasien rheumatoid LDL kolesterol, serta penurunan HDL
arthritis di dua RSU di Jawa Timur dan kolesterol (Alwachi & Alsaadi, 2013).
Jawa Tengah. Uji Statistik
Normalitas data hasil penelitian Berikut ini adalah hasil uji beda
dianalisa dengan uji Kolmogorov-Smirnov. rerata kolesterol total, trigliserida, LDL
Data yang diperoleh pada penelitian ini kolesterol, dan HDL kolesterol pada tubuh
tidak dapat dilanjutkan ke dalam uji antara sebelum dan setelah diterapi
parametrik paired sample T-test karena metotreksat. Hasil uji distribusi normal
tidak terdistribusi secara normal, sehingga data menunjukkan bahwa semua variabel
dilakukan uji non parametrik dengan tidak berdistribusi normal, sehingga
menggunakan metode Wilcoxon. Tabel 4.5 analisa uji beda rerata kolesterol total,
menunjukkan nilai signifikansi dari kadar trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL
kolesterol total, trigliserida, LDL kolesterol pada tubuh antara sebelum dan
kolesterol, dan HDL kolesterol dalam setelah diterapi MTX menggunakan uji
darah antara sebelum dan setelah diberi Wilcoxon.
obat MTX, yaitu: 0,032; 0,000; 0,034; Semua DMARDs memiliki ciri yang
0,000. Pada penelitian ini pasien sama, yaitu bersifat relatif slow-acting
memperoleh dosis MTX yang beragam yang memberikan efek setelah 1-6 bulan
disesuaikan dengan aktivitas inflamasinya pengobatan kecuali agen biologik yang
yaitu dosis 5 mg; 7,5 mg; 10 mg; 12 mg;dan efeknya lebih awal. Setiap DMARD
15 mg. Dari dapat dilihat bahwa Pasien RA mempunyai efek sampingnya masing-
terbanyak pada dosis 7,5 dan 10 mg yaitu masing dan memerlukan pemantauan
sebanyak 51 pasien dengan persentase yang tepat.

96
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Tabel 4. Uji Wilcoxon


Variabel Signifikansi
Kolesterol total sebelum dan setelah pemberian obat 0,032
Trigliserida sebelum dan setelah pemberian obat 0,000
LDL kolesterol sebelum dan setelah pemberian obat 0,034
HDL kolesterol sebelum dan setelah pemberian obat 0,000

Keputusan untuk memulai 5. DAFTAR PUSTAKA


pemberian DMARDs harus diawali dengan Afriyanti, NF, 2009. Tingkat pengetahuan
konseling tentang risiko dan manfaat dari lansia tentang rheumatoid arthritis
pemberian obat ini kepada pasien. Atas di panti sosial Tresna Werdha (pstw)
dasar itulah penelitian ini menggunakan Budi Mullya I, Cipayung,
waktu 6 bulan untuk melihat efek samping jakarta.Skripsi. Jakarta:Universitas
yang terjadi pada jumlah kolesterol total, Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
trigliserida, LDL kolesterol, dan HDL Alwachi, SN & Alsaadi, YL, 2013. Effect of
kolesterol setelah diberikan terapi methotrexate on the liver enzymes
metotreksat. and lipid profile in adult female
Menurut hasil penelitian di negara albino mice. Baghdad Sci J 2013; Vol.
Taiwan, 99 dari 100 pasien RA yang 10(1).
memperoleh MTX dengan dosis 10,5-12,5 Barrera, et al., 2002. Drug survival, efficacy
mg/minggu dalam jangka waktu minimal 2 and toxicity of monotherapy with a
bulan mengalami peningkatan pada fully human anti-tumour necrosis
kolesterol total, trigliserida, dan LDL factor-alpha antibody compared
kolesterol, serta penurunan HDL (Chen et with methotrexate in long-standing
al., 2011). Sehingga diduga dosis dan rheumatoid arthritis. Rheum
frekuensi pemberian MTX dalam (Oxford) 2002 Apr; 41(4): 430-9.
penelitian ini belum cukup untuk dapat Chen, et al., 2011. Research article: Blood
merubah profil lipid darah pasien lipid profiles and
rheumatoid arthritis. Adanya faktor-faktor peripheral blood mononuclear cell
luar yang tidak dapat dikendalikan, cholesterol metabolism gene
diantaranya kepatuhan pasien dalam expression in patients with and
konsumsi MTX, menjadi keterbatasan without methotrexate treatment.
dalam penelitian ini. Taiwan: Departement of Food
Sciences & Biochtenology.BioMed
4. KESIMPULAN Central Ltd.
Peningkatan dosis MTX menyebabkan Cutolo, et al., 2001. Anti-inflammatory
penurunan trigliserida dan HDL namun mechanisms of methotrexate in
tidak mempengaruhi peningkatan rheumatoid arthritis. Annals of the
kolesterol total dan LDL pada pasien RA Rheu Dis 2001; 60: 729-735.
setelah 6 bulan terapi. Millan, et al., 2013. Changes in lipoprotein
associated with methotrexate or

97
Elisabeth Kasih dan Wahyu Dewi Tamayanti: Pengaruh Metotreksat pada Profil Lipid Pasien Rheumatoid Arthritis di
Dua Rumah Sakit Umum Area Jawa Timur dan Jawa Tengah

combination therapy in early reumatologi Indonesia untuk


rheumatoid arthritis: Result from diagnosis dan pengelolaan artritis
the TEAR Trial. Arthr & Rheum 2013 reumatoid. Indonesia: Perhimpunan
June; 65(6): 1430-1438. Reumatologi Indonesia.
Singh, et al., 2015.2015 American Collage Ruderman, EM, 2012. Overview of safety
of Rheumatology guideline for the of non-biologic and biologic
treatment of rheumatoid arthritis. DMARDs. Rheu 2012; 51: vi37-vi43.
Arthr Car & Res, 2015. Taja, 2011. Harapan baru bagi penderita
Perhimpunan Reumatologi Indonesia, reumatik. Majalah Intisari. Jakarta:
2014. Rekomendasi perhimpunan PT Gramedia.

98
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PROFIL KANDUNGAN NUTRISI DELAPAN KULTIVAR BUAH


DURIAN MERAH BANYUWANGI

THE NUTRITIONAL PROFILE OF EIGHT RED DURIAN KULTIVARS FROM


BANYUWANGI

Rusmiati¹*, Sumeru Ashari², M.Aris Widodo³ dan Lutfi Bansir4


¹Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
²Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang
³Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
4
Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan kalimantan Utara
*Corresponding author: rusmiati39@ymail.com

Abstract.The information about nutritional profile of red durian nutrient has ever been
done before, but limited to 8 cultivars, whereas there are 32 cultivars of red durian in
Banyuwangi. This research was conducted to analyze the nutritional profile of eight (8)
kultivars red durian compared with nutritional profile yellow and white durian are
around the location of the red durian. The eight Banyuwangi’s cultivars of red durian
used are Red Horn, Petank, Tallun Jeruk 2, Red Pink Dove, Red Glosy, Red Orange, Orange
Pink, and Orange air. In this research, analysis of the nutritional profile in 100 g of fruit
flesh samples for 7 parameters, such as protein content (%), fat content (%),
carbohydrate content (by different) (%),and the mineral zinc (ppm), iron (ppm),
potassium (%), sulfur (%). Data were descriptively analyzed. The results showed that red
durian possesses lower carbohydrates than yellow and white durian, fat higher than
yellow and white durian, protein higher than white durian, but lower than yellow durian,
Zn, K, S, and Fe are higher than yellow and white durian.

Keywords: nutritional profile, red durian, Banyuwangi

1. PENDAHULUAN mempunyai karakter yang khas, spesifik


Untuk mewujudkan pembangunan dan tidak ditemukan di daerah lain.
di bidang pengembangan hortikultura, Salah satu jenis buah-buahan
keragaman buah-buahan yang tersebar di tersebut adalah durian berdaging
kabupaten Banyuwangi merupakan merah. Durian merah Banyuwangi ini
potensi sumber daya alam yang termasuk Durio zibethinus yang berbeda
menguntungkan karena digemari jenisnya dengan durian merah
masyarakat dan memiliki nilai jual yang Kalimantan, yaitu Durio graveolens
cukup tinggi. Banyak diantara buah- (durian anggang), Durio dulcis (lahong),
buahan tersebut adalah buah lokal yang Durio kutejensis (lai/pempaken) (Trubus,
memiliki nilai endemik dan eksotis karena 2012).

99
Rusmiati dkk.: Profil Kandungan Nutrisi Delapan Kultivar Buah Durian Merah Banyuwangi

Dari hasil eksplorasi didapatkan ada mengatasi penyakit kulit (Ashari, 2014)
32 kultivar durian merah yang berbeda sebagai afrodisiak dan meningkatkan
dalam rasa, aroma, dan warna daging kesuburan (Brown, 1997); venkatesh et al.
buahnya (Rusmiati, et al., 2013). Dari 32 (2009), Rusmiati (2016).
kultivar itu, hanya 25 jenis yang bisa Penelitian tentang komposisi nutrisi
dikonsumsi, sisanya berasa agak pahit dan buah durian merah sudah pernah
dagingnya terlalu tipis. Durian tersebut dilakukan sebelumnya oleh (Rusmiati, et
tersebar di lima kecamatan, yaitu Glagah, al., 2015), namun terbatas hanya pada 8
Songgon, Licin, Giri, dan Kalipuro kultivar, padahal ada 32 kultivar durian
(Mulyanto, 2013). merah di Banyuwangi. Komposisi tersebut
Dari penampakan luar buah durian sangat berperan penting dalam
merah sama dengan durian (Durio menentukan total gizi buah durian merah,
zibethinus) pada umumnya,walaupun teknik penanganan, dan proses
bentuk fisik buah durian merah lebih kecil selanjutnya. Hal tersebut menjadi alasan
dari durian biasa (dengan berat 1 – 1,5 kg dilakukannnya penelitian lanjutan
per buah). Terdapat perbedaan morfologi tentang komposisi nutrisi 8 kultivar buah
Durio zibethinus pada umumnya dengan durian merah Banyuwangi yang lain.
durian merah, yaitu: bagian bawah daun Komposisi nutrisi proksimat yang cukup
durian merah berwarna keperakan, durian menonjol yaitu protein, lemak,
pada umumnya berwarna coklat, bagian karbohidrat. Selain itu karena buah durian
permukaan atas durian merah terlihat sebagai salah satu sumber mineral yang
bergelombang. Tepi daun durian merah memiliki peranan penting bagi tubuh yaitu
melengkung, bila diraba seperti ada sebagai pengatur proses metabolisme
menyangkut dikulit jari tangan. Ukuran (Brown, 1997), oleh karena itu perlu pula
daun sama dengan durian lainnya, kecuali diteliti kandungan mineral seperti zink
durian merah keturunan lai (Durio (zn), Besi (Fe), kalium (K), dan sulfur (S).
kutejensis) seperti durian merah dari desa Penelitian ini dilakukan dengan
kampung Anyar, kecamatan Kalipuro, tujuan untuk mengetahui profil nutrisi 8
ukuran daun lebih panjang daripada kultivar buah durian merah Banyuwangi,
durian lain. Durian merah memiliki bunga selanjutnya dibandingkan dengan profil
dengan 4 kelopak tambahan, durian biasa nutrisi durian kuning dan durian putih.
hanya 3 kelopak (Rusmiati, et al., 2014). Hasil penelitian ini diharapkan dapat
Buah durian mendapat julukan ‘The King memberikan informasi tentang profil
of Fruit’ (Heaton, 2006), karena karena nutrisi buah durian merah sehingga dapat
aromanya yang khas dan rasanya yang diketahui kultivar buah durian merah yang
lezat, serta memiliki nutrisi penting yang di dapat diunggulkan dan selanjutnya
butuhkan oleh tubuh untuk mengobati dikembangkan melalui berbagai aspek,
berbagai jenis penyakit. mulai dari pemuliaan, budi daya hingga
Buah durian berkhasiat antara lain pasca panen agar dapat bersaing di
sebagai antioksidan, menurunkan pasaran dan meningkat nilai tambahnya.
kolesterol, sembelit, meremajakan kulit,

100
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

2. METODE PENELITIAN (ppm), K (%). Kadar protein menggunakan


Pada penelitian saat ini digunakan 8 Inhouse Method (IKP/1.0.4.03/LSIH),
(delapan) kultivar durian merah kadar lemak menggunakan metode SNI
Banyuwangi, yaitu Red Horn, Petank, 01-2891-1992 butir 8, karbohidrat
Tallun Jeruk 2, Red Pink, Red Orange, Red menggunakan karbohidrat (by different),
Glosy, Orange Pink, dan Orange Air dan 1 zink (zn), Fe (besi) dan K (kalium)
kultivar durian putih serta 1 kultivar menggunakan metode AAS dengan
durian kuning yang digunakan sebagai pereaksi HNO3, dan S (sulfur)
pembanding. Semua kultivar durian menggunakan metode spektrofotometri
berasal dari beberapa tempat di dengan pereaksi Mg (NO3)2BaCl2. Data
Kabupaten Banyuwangi. Buah-buahan yang diperoleh selanjutnya dianalisis
tersebut langsung diperoleh dari pemilik secara deskriptif dan dibandingkan
yang tumbuh di pekarangan, maupun dengan komposisi nutrisi durian putih dan
dikebun dalam kondisi masak optimal. durian kuning.
Pengujian profil nutrisi dilaksanakan di
Laboratorium Sentral Hayati (LSIH) dan 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
FMIPA UB Malang. 3.1 Hasil Penelitian
Kegiatan ini dilakukan dengan Morfologi buah durian merah, putih
menganalisis kandungan gizi buah segar dan kuning hasil koleksi dari beberapa
dalam 100 g sampel daging buah durian. tempat di Kabupaten Banyuwangi yang
Data yang diamati meliputi kadar protein digunakan dalam penelitian ini dapat
(%), kadar lemak (%), kadar karbohidrat dilihat pada Gambar berikut ini.
(by different) (%), zn (ppm), Fe (ppm), S

Gambar 1. Buah durian merah Banyuwangi, yaitu: (a). Red Horn, (b). Petank, (c). Tallun
Jeruk biji kempes, (d). Red Pink Dove ,(e) Red Glosy (f). Red Orange, (g), Orange
Air ,(h). Orange Pink ( i). durian putih,(j). durian kuning.

101
Rusmiati dkk.: Profil Kandungan Nutrisi Delapan Kultivar Buah Durian Merah Banyuwangi

Buah durian tersebut selanjutnya nutrisi proksimat dan mineral buah durian
dianalisis kandungan nutrisinya. Dari hasil merah dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel
analisis diperoleh data profil nutrisi buah 2 di bawah ini.
pada masing-masing kultivar. Nilai profil

Tabel 1. Profil nutrisi proksimat (karbohidrat, lemak, protein) buah durian merah,
putih, kuning yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi

Parameter
Jenis durian Karbohidrat Lemak Protein
(%) (%) (%)
1. Orange Pink 34,91 0,31 2,50
2. Red Glosy 30,14 5,72 1,66
3. Talun jeruk 2 32,01 5,20 1,66
4. Red Horn 28,27 5,04 2,25
5. Red Pink Dove 31,62 5,13 1,60
6. Orange air 36,28 0,30 2,36
7. Petank 30,79 2,78 1,84
8. Red Orange 27,03 5,34 1,22
9. Putih 36,58 0,27 2,21
10.Kuning 40,01 0,33 2,74

Tabel 2. Profil nutrisi (mineral Zn,K,S,Fe) buah durian merah, putih, kuning yang
terdapat di Kabupaten Banyuwangi
Parameter
Jenis durian
Zn K S Fe
1. Orange Pink 1,53 6,38 22,25 2,42
2. Red Glosy 1,11 0,78 304,01 3,49
3. Talun jeruk 2 2,09 0,33 448,58 1,60
4. Red Horn 0,98 0,12 175,59 2,64
5. Red Pink 1,76 0,19 414,25 2,53
6. Orange air 1,74 2,10 20,98 2,99
7. Petank 1,72 0,10 337,18 2,57
8. Red Orange 1,45 0,05 450,44 1,49
9. Putih 2,05 1,97 155,84 1,57
10.Kuning 1,23 3,61 22,46 3,45

3.2 PEMBAHASAN dan mineral (Zn, K, S, dan Fe). Hasil


Berdasarkan data hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa perbedaan
diketahui profil nutrisi dari 8 kultivar buah lokasi pengambilan buah menyebabkan
durian merah menunjukkan adanya adanya variasi dalam profil nutrisi buah
variasi pada komposisi proksimat durian merah. Hal ini sesuai dengan
(kandungan protein, lemak, karbohidrat), pendapat Astawan, 2009) yang

102
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

menyatakan bahwa komposisi gizi buah Dari tabel 1 terlihat durian Red
durian sangat beragam, tergantung dari Glosy mempunyai kandungan lemak
jenis, umur buah (kematangan), serta tertinggi (5,72 %) diantara durian merah,
tempat tumbuhnya. Selain itu faktor durian kuning (0,33) dan durian putih
genetik, agricultural practices, variasi (0,27.) Apabila dibandingkan dengan
pada kandungan mineral dalam tanah, kandungan lemak durian hasil
penggemukan tanah dan pH, serta pengamatan dari Aberoumand, 2011,
lingkungan dan kematangan lahan, yaitu (3%), berarti bahwa kandungan
menentukan kandungan mineral pada lemak durian merah asal Banyuwangi ini
buah buahan dan sayuran (Clydesdale, jauh lebih tinggi. Lemak yang tinggi ini
1988). berkontribusi terhadap kalori yang tinggi.
3.2.2 Profil nutrisi proksimat Fungsi lemak pada manusia adalah
a. Kandungan karbohidrat menghasilkan dan menyimpan energi,
Dari tabel terlihat bahwa Orange Air membangun /membentuk struktur tubuh,
mempunyai kandungan karbohidrat melindungi dari kehilangan panas badan,
(36,28 %) tertinggi diantara durian mengontrol suhu tubuh, menyimpan
merah, tetapi lebih rendah dari protein, melarutkan vitamin A, D, E, K
kandungan karbohidrat durian kuning (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2010).
(40,01 %) dan putih (36,58 %). Semua c. Kandungan protein
durian merah dalam penelitian ini Berdasarkan tabel 1 diketahui
memiliki kandungan karbohidrat lebih bahwa, kandungan protein durian Orange
rendah dari kandungan karbohidrat durian Pink (2,50 %), lebih tinggi diantara durian
kuning dan putih. Apabila dibandingkan merah lainnya dan durian putih (2,21 %),
dengan kandungan karbohidrat durian tetapi lebih rendah dari durian kuning
hasil pengamatan dari Direktorat Gizi (2,74 %). Kandungan protein Orange Pink
Departemen Kesehatan RI (1993) hanya ini sama dengan pengamatan dari
28 %, berarti durian Banyuwangi Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI
mengandung karbohidrat yang tinggi, (1993), yaitu 2,5 %. Semua durian merah
sehingga sangat cocok untuk dijadikan mempunyai kandungan protein lebih
sebagai pendamping diet alami. Hal ini rendah dari buah durian kuning. Menurut
dikarenakan dengan mengkonsumsi buah Aberoumand (2011) kandungan protein di
durian dapat memberikan rasa kenyang dalam tubuh berfungsi sebagai enzim
lebih lama. Meskipun dapat menjadi untuk mengontrol pergerakan, kekebalan
sumber energi yang baik, namun dan transporter penting.
konsumsinya harus dibatasi, karena 3.2.3 Profil mineral
mengkonsumsi makanan yang a. Kandungan zink (Zn)
mengandung karbohidrat tinggi tanpa Durian Tallun Jeruk 2 , mempunyai
disertai vitamin dan mineral yang kandungan Zn (2,09 ppm), lebih tinggi
mencukupi dapat menyebabkan resiko diantara durian merah, durian putih (2,05
diabetes dan jantung (Mann, 2007). ppm) dan durian kuning (1,23 ppm).
b. Kandungan lemak Seperti diketahui Zn adalah mineral yang

103
Rusmiati dkk.: Profil Kandungan Nutrisi Delapan Kultivar Buah Durian Merah Banyuwangi

dalam tubuh manusia berfungsi sebagai kuning dan durian putih, lemak yang lebih
kofaktor untuk menjamin optimasi tinggi dari durian kuning dan putih,
fungsinya. Kekurangan mineral ini akan protein yang lebih tinggi dari durian putih,
menghambat proses pertumbuhan dan tetapi lebih rendah dari durian kuning,
pematangan seksual (Astawan, 2009). serta kandungan mineral Zn, K, S, dan Fe
b. Kandungan K (kalium) yang lebih tinggi dari durian kuning dan
Oranye Pink mempunyai kandungan durian putih.
kalium yang jauh lebih tinggi (6,38 %)
diantara durian merah, durian putih (1.97 5. SARAN
%) dan durian kuning (3,61 %). Kalium Diperlukan penelitian lanjutan
adalah elektrolit penting dari sel dan tentang profil nutrisi pada kultivar durian
cairan tubuh yang membantu mengontrol merah yang lain, sehingga akan dapat
detak jantung serta tekanan darah, diketahui kultivar buah durian merah
mencegah stroke, memicu kerja otot dan yang memiliki kandungan nutrisi yang
simpul saraf. Kalium yang tinggi akan terbaik.
memperlancar pengiriman oksigen ke otak
dan keseimbangan cairan tubuh Astawan , 6. UCAPAN TERIMAKASIH
2009). Ucapan terima kasih yang sebesar-
c. Kandungan S (sulfur) besarnya kami sampaikan kepada Forum
Red Orange mempunyai kandungan Pemerhati Hortikultura Banyuwangi yang
sulfur lebih tinggi (450,44 ppm) diantara telah banyak membantu dalam penelitian
durian merah , durian putih (55,84 ppm) dan penyusunan naskah ini.
dan durian kuning (22,46 ppm).
Kandungan sulfur (belerang) pada durian
juga diketahui menghambat metabolisme 7. DAFTAR PUSTAKA
alkohol. Ashari, S. 2014. Hasil Penelitian Tanaman
d. Kandungan besi (Fe) Buah-buahan Untuk Bioindustri.
Durian Red Glosy mempunyai Makalah disajikan pada Seminar
kandungan Fe (3,4957 ppm) yang lebih Hasil Penelitian dan Kegiatan Kebun
tinggi diantara durian merah, durian putih TA. 2013 pada 18-20 Maret 2014 di
(1,7549 ppm) dan durian kuning (3,4572 Balitjestro.
ppm). Kandungan Fe yang tinggi pada Astawan, M. 2009. Ensiklopedia Gizi
durian merah ini bermanfaat untuk Pangan Untuk Keluarga. Penerbit
merangsang produksi haemoglobin dalam Dian Rakyat, Jakarta.
darah sehingga membantu penderita Aberoumand, A. 2011. Protein, Fat,
anemia Calories, Minerals, Phytic acid and
Phenolic in Some Plant Foods Based
4. KESIMPULAN Diet. International Food Research
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa : Journal, 28(3): 19-33.
Durian merah memiliki kandungan Brown, M.J. 1997. Durio-Bibliographic
karbohidrat yang lebih rendah dari durian Review. In Arora, Rao and A.N Rao

104
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

(Eds). IPGRI office for South Asia, Rusmiati , Mulyanto, E., Ashari, S.,
New Delhi. Widodo,, M.A dan Bansir, L. 2013.
Clydesdale, Fergus, M. 1988. Minerals: Eksplorasi, Inventarisasi dan
Their Chemistry and Fate in Food in Karakterisasi Durian Merah
Trace Minerals in Foods, Marcel Banyuwangi. Prosiding Seminar dan
Dekker, Inc, First Edition, New York, Rapat Tahunan Bidang MIPA BKS –
p 73. PTN B Universitas Lampung, tanggal
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 10 – 11 Mei 2013.
1993. Daftar Komposisi Bahan Rusmiati , Mulyanto, E., Ashari, S.,
Makanan.Bhratara Karya aksara, 87 Widodo,, M.A dan Bansir, L. 2014.
halaman. Karakteristik Durian Merah
Dunia Durian My Trubus favourite fruit. Banyuwangi. Prosiding Seminar dan
2012. Penerbit: PT Trubus Swadaya, Rapat Tahunan Bidang MIPA BKS –
Jakarta, p 25-27. PTN B Institut Pertanian Bogor,
Heaton, D.D. 2006. A Consumers Guide on tanggal 9 – 10 Mei 2014
World Fruit. Book Surge Publishing, Rusmiati, Ashari, S., Widodo,, M.A dan
pp.54–56. ISBN 1- 4196-3955-2. Bansir, L. 2015. The Nutritional
Kartasapoetra dan Marsetyo. 2010. Ilmu Composition of Red Durians from
Gizi (Korelasi Gizi, kesehatan dan Banyuwangi, Indonesia, J.Food
produktivitas kerja). Penerbit Rineka Science and Quality Management,
Cipta, Jakarta. vol.37: 46-51.
Mann. 2007. Dietary Carbohydrate: Venkatesh, Palaniyappan, Hariprasath,
relationship to cardiovascular Kothandam, Soumya, Vasu, Prince
disease and disorder of francis, Moses, Sankar, Sundaram.
carbohydrate metabolism. 2009. Evaluation of
European Journal of clinical phytoconstituents and aphrodisiac
Nutrition, 61 (1): 100 – 111. activity of the fruits of Durio
Mulyanto, E. 2013. Rela kontrak pohon rp. zibethinus Linn.J.of Pharmacy Res.
6 juta setahun untuk penelitian. 2(9): 1493-1495.
Radar Banyuwangi, jumat 29 maret
2013.

105
106
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

UJI AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA EKSTRAK ETANOL


SEMUT JEPANG (Tenebrio molitor L) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
GALUR SPRAGUE-DAWLEY

ANTIHIPERURISEMIC ACTIVITY OF ETHANOL EXTRACT


OF SEMUT JEPANG (Tenebrio molitor L) ON MALE MOUSE WHITE
TYPE SPRAGUE DAWLEY

Ratih Pratiwi Sari1*, Novia Ariani1, Dwi Rizki Febrianti1


1
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin, Jl. Flamboyan III No. 7B, Banjarmasin, Indonesia
*
Corresponding author: ratih_pratiwi_sari@yahoo.co.id

Abstract. Hyperuricemia is an increase of uric acid levels in the blood caused by the habit
of eating foods containing high purines. Every year, the prevalence of hyperuricemia is
increasing rapidly worldwide. One treatment that can be done is an alternative
treatment. In previous researches, there are many inverstigations to trear hyperuricemia
using medicinal plants but no one using animal. In Banjarmasin many people who
consume Semut Jepang as an alternative treatment to reduce uric acid levels. The
purpose of this study was to determine whether the ethanol extract of Semut Jepang
(Tenebrio Sp) possesses an activity as antihyperuricemia on male Sprague-Dawley
induced potassium oxonate. This research is an experimental design with pre-test and
post-test with control group design using white rats as many as 20 were divided into 5
groups: negative control group (distilled water), positive control group (Allopurinol
18mg/kg BW) and the treatment groups of Semut Jepang extract with a dose of
4.5mg/kg BW; 9mg/kg BW; 18 mg/kg BW. Mice to be treated 3 days earlier were
intraperitoneally induced with potassium oxonate. Measurements of uric acid levels
were performed on days 1, 3 and 5 after treatment using an uric acid strip test. The
result of research data is processed by General Linear Model test in the form of
multivariate test result and will be confirmed in parameter estimates table to analize
the difference between groups. Based on data, it could be concluded that the Semut
Jepang extract possesses an activity as antihyperuricemia on male Sprague-Dawley
induced by potassium oksonat.

Keywords: Hyperurisemia, Semut Jepang (Tenebrio Sp), Male White Rats, Potassium
Oxonate

1. PENDAHULUAN asam urat yang timbul akibat kebiasaan


Seiring dengan perkembangan mengonsumsi makanan yang
zaman, banyak masalah kesehatan mengandung purin tinggi. Penyakit asam
muncul berkaitan dengan kebiasaan urat ditandai dengan rasa sakit terutama
makan. Salah satunya adalah penyakit di daerah persendian tulang dan tidak

107
Ratih Pratiwi Sari dkk.: Uji Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Semut Jepang (Tenebrio molitor L) pada Tikus
Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

jarang timbul rasa nyeri bagi Beberapa penelitian telah


penderitanya. Penyakit ini merupakan dilakukan pada tanaman untuk
suatu bentuk arthritis (peradangan menurunkan kadar asam urat, seperti
sendi) yang umumnya menyerang jari- daun salam dan daun sirsak. Namun
jari kaki, lutut, tumit, pergelangan belum ada pengobatan alternatif yang
tangan, pergelangan kaki, jari-jari tangan, berasal dari hewan, sehingga perlu
dan siku (Utami, 2010). dilakukan penelitian serupa dengan
Prevalensi angka kejadian penyakit menggunakan hewan, yaitu hewan
asam urat (hiperurisemia) semakin Semut Jepang (Tenebrio Sp) yang dewasa
meningkat dari tahun ke tahun, baik di ini sering digunakan oleh masyarakat
negara maju maupun Negara Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan
berkembang. Berdasarkan data The Selatan untuk menyembuhkan penyakit
National Institutes of Health (NIH) pada asam urat. Oleh karena itu, untuk
tahun 2002, jumlah penderita asam urat membuktikan kebenaran bahwa hewan
di Amerika Serikat mencapai 2,1 juta. Semut Jepang (Tenebrio Sp) dapat
Sebagian besar penderita adalah pria menurunkan kadar asam urat dalam
berusia 40-50 tahun (90%) dan wanita darah, maka perlu dilakukan penelitian
(10%) pada masa menopause, ilmiah guna menguji aktivitas
sedangkan di Indonesia 35, 35% antihiperurisemia ekstrak etanol Semut
penderita asam urat adalah laki-laki di Jepang (Tenebrio Sp) pada tikus putih
bawah usia 34 tahun (Ekayatun, 2010; jantan galur Sprague-Dawley yang
Syukri, 2007). diinduksi kalium oksonat.
Hiperurisemia dapat diatasi
dengan menurunkan produksi asam urat. 2. METODE PENELITIAN
Salah satu golongan obat asam urat Jenis penelitian ini adalah
adalah inhibitor spesifik enzim xanthin deskriptif eksperimental dengan
oksidase (XO), contohnya Allopurinol. rancangan pre test and post test with
Allopurinol menghambat enzim xanthin control group design.
oksidase yang mengkatalis oksidasi Alat-alat yang digunakan dalam
hipoxanthin menjadi xanthin dan asam penelitian ini adalah timbangan hewan
urat, terbukti efektif dalam menurunkan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat
kadar asam urat (Artini et al., 2012). makan dan minum, sonde oral, jarum
Tetapi obat-obat sintesis memiliki efek suntik, spuit, mortir dan stamper,
samping sehingga banyak penderita timbangan analitik, waterbath, cawan
lebih memilih terapi dengan penguap, vacuum rotary evaporator,
menggunakan pengobatan alternatif oven, kertas saring, alat-alat gelas, alat
dari alam. Misalnya menggunakan obat- tes strip asam urat.
obat tradisional yang sebagian besar Bahan yang digunakan Semut
berasal dari beraneka ragam tumbuhan Jepang, hewan coba berupa tikus putih
dan hewan yang sangat melimpah di jantan galur Sprague-Dawley beumur 3-4
Indonesia. bulan dengan berat badan 150-250 gram,

108
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

ekstrak Semut Jepang, etanol 70%, Bandung. Dari hasil determinasi sudah
kalium oksonat, allopurinol, aquadest. dapat dipastikan bahwa semut Jepang
Hewan uji dipilih sebanyak 20 ekor yang digunakan merupakan spesies
tikus putih jantan secara acak untuk dibagi Tenebrio molitor Linnaeus
menjadi 5 kelompok, masing-masing 3.2 Pembuatan Ekstrak
terdiri dari 4 ekor yang diberi perlakuan Proses pembuatan ekstrak pada
sebagai berikut: penelitian ini menggunakan metode
a. Kelompok I : Diberikan aquadest maserasi. Maserasi dipilih karena zat aktif
peroral (kontrol negatif) yang terkandung didalam semut Jepang
b. Kelompok II: Diberikan ekstrak etanol masih belum diketahui sehingga cocok
Semut Jepang (4,5 mg/kgBB, peroral) untuk zat aktif yang tidak tahan terhadap
c. Kelompok III : Diberikan ekstrak pemanasan maupun tahan pemanasan.
etanol Semut Jepang (9 mg/kgBB, Pelarut yang digunakan dalam proses
peroral) maserasi adalah etanol 70%, pemilihan
d. Kelompok IV : Diberikan ekstrak pelarut tersebut karena memiliki sifat
etanol Semut Jepang (18 mg/kgBB, semi polar yang mampu menarik hampir
peroral) semua zat baik polar maupun non polar
e. Kelompok V : Diberikan dimana zat aktif yang terkandung pada
allopurinol peroral (27,15 mg/kgBB, semut jepang masih belum diketahui.
kontrol positif) sehingga pelarut tersebut cocok untuk
Data diolah dengan menggunakan digunakan. Etanol 70% juga tidak beracun
SPSS for Windows Release 17.0. Uji yang dan tidak berbahaya serta sangat efektif
dilakukan adalah uji tidak berpasangan dalam menghasilkan jumlah zat aktif yang
untuk mengetahui aktivitas ekstrak optimal, dimana bahan pengganggu hanya
etanol Semut Jepang dengan allopurinol berskala kecil yang turut kedalam cairan
yang merupakan kontrol positif. Aktivitas pengekstraksi (Indraswati, 2008).
didiapat dengan cara melihat selisih Maserasi dilakukan selama 3x24 jam
penurunan kadar asam urat antara dengan pengadukan sebanyak 3 kali yaitu
prestest dan postest. Untu metode pada pagi, siang dan sore hari. Tujuan
statistik dengan menggunakan General pengadukan adalah menarik zat aktif yang
Linear Model (GLM). terkandung didalam semut Jepang. Hasil
filtrat yang didapat lalu dipekatkan
3. HASIL DAN PEMBAHASAN dengan mesin vacum rotary evaporator.
3.1 Determinasi Semut Jepang Tujuannya adalah untuk menguapkan
Determinasi dilakukan dengan tujuan pelarut dari ekstrak, selanjutnya
untuk membuktikan kebenaran sampel diletakkan diatas waterbath pada suhu 60-
yang digunakan dalam penelitian. Dengan 70 0C.
demikian kesalahan dalam pengumpulan 3.3. Pengukuran Kadar Asam Urat
sampel yang akan diteliti dapat dihindari. Hewan uji coba yang digunakan
Determinasi dilakukan di Sekolah Ilmu dan pada penelitian ini adalah tikus putih
Teknologi Hayati Institut Teknologi jantan karena tikus jantan tidak

109
Ratih Pratiwi Sari dkk.: Uji Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Semut Jepang (Tenebrio molitor L) pada Tikus
Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

mengalami fase estrus, dimana fase estrus Tikus diadaptasi selama 2 minggu
merupakan masa keinginan untuk kawin sebelum perlakuan untuk membiasakan
yang ditandai dengan keadaan tikus tidak terhadap lingkungan yang diberikan.
tenang, sehingga dipilihlah kelamin jantan Kemudian tikus dipuasakan ± 18 jam agar
agar hasil yang diharapkan akan lebih sistem pencernaannya kosong dan tidak
akurat. mempengaruhi absorpsi (Fahri, 2004).

Tabel 1 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat


Kadar
Kadar Pre Kadar H3 Kadar H5
Kelompok H1 Sig
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
(mg/dL)
7,9 8,7 7,6 9,2
6,8 7,6 7,3 8,2
I
19,1 8,5 9,5 10,1
8,0 8,2 9,0 9,5
6,5 5,8 6,0 5,6
6,0 5,9 4,9 4,4
II
6,0 5,5 4,0 3,1
6,1 5,8 5,9 5,7
6,1 5,8 3,1 4,1
6,5 5,9 4,8 4,4
III 0,002
5,9 4,8 3,7 3,2
6,0 5,4 5,0 4,7
6,0 3,1 3,8 3,5
5,9 3,9 3,8 3,1
IV
6,6 5,7 5,0 4,7
6,6 5,7 4,2 4,5
9,9 6,1 5,0 4,1
7,7 7,1 6,8 5,0
V
7,0 5,8 4,5 3,1
7,5 6,0 5,5 4,0

Keterangan
Pretest : Kadar setelah diinduksi kalium oksonat
H1 : Kadar asam urat hari ke-1 setelah pemberian ekstrak
H3 : Kadar asam urat hari ke-3 setelah pemberian ekstrak
H5 : Kadar asam urat hari ke-5 setelah pemberian ekstrak

Pengukuran kadar awal (normal) 3,1-5,9 mg/dL. Hasil pengukuran kadar


asam urat dilakukan dengan cara melukai asam urat setelah diinduksi hati sapi dapat
ekor vena tikus menggunakan scalpel. dilihat pada tabel 1.
Pengukuran kadar asam urat Sebelum pemberian ekstrak semut
menggunakan alat multicheck Easy Touch, jepang, tikus diberikan induksi yaitu
dengan meneteskan darah tikus pada strip kalium oksonat. Kalium oksonat
asam urat lalu dimasukkan kedalam alat menghambat enzim urikase yang
ceknya. Hasil kadar asam urat akan mengubah asam urat menjadi allantoin
terbaca setelah 20 detik. Kadar normal sehingga kadar asam urat dalam darah
asam urat pada tikus berkisar 1,7-3,0 meningkat (Mazzali et al., 2001).
mg/dL (Mazzali dkk., 2001), sedangkan Peningkatan produksi asam urat terjadi
kadar normal tikus saat penelitian berkisar akibat peningkatan biosintesa purin dari

110
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

asam amino untuk membentuk inti sel kelompok pengujian. Kemudian hasil dari
DNA dan RNA (Soeroso dan Algistrian, multivariate test dikonfirmasi oleh hasil
2011). pada parameter estimates untuk
Berdasarkan tabel 1 diperoleh nilai mengetahui kelompok mana saja yang
signifikansi 0,002 (p>0,05) yang memiliki perbedaan yang dapat dilihat
menunjukkan adanya perbedaan kadar pada tabel 2.
asam urat yang sigifikan antara tiap

Tabel 2 . Parameter Estimates


Kontrol (+) Perlakuan (Kel) Sig
I 0,001
II 0,339
Hari ke-1 Allopurinol (Kel V)
III 0,147
IV 0,005
I 0,000
II 0,703
Hari ke -3 Allopurinol (Kel V)
III 0,061
IV 0,071
I 0,000
II 0,304
Hari ke-5 Allopurinol (Kel V)
III 0,936
IV 0,872

Tabel 2 menunjukkan pengukuran Pada pengukuran kadar asam urat


kadar asam urat hari pertama, ketiga dan hari pertama antara kelompok yang diberi
kelima antara kontrol negatif dengan ekstrak (II dan III) tidak berbeda signifikan
kontrol positif memiliki nilai signifikansi dengan dengan kelompok I (kontrol positif
kurang dari 0,05 (ρ<0,05), hal ini allopurinol). Sedangkan pada hari ketiga
menyatakan bahwa antara kontrol negatif dan kelima, kelompok II, III dan IV tidak
dengan kontrol positif terdapat berbeda signifikan. Hasil ini menunjukkan
perbedaan. Terdapatnya perbedaan bahwa pada hari pertama, kelompok yang
antara kontrol negatif dan kontrol positif diberikan ekstrak semut jepang dengan
karena kontrol negatif tidak diberi dosis 4,5 mg/kg BB dan 9 mg/kg BB
perlakuan hanya diberi aquadest saja, memiliki efek yang sama dengan
sedangkan untuk kontrol positif diberi allopurinol dalam menurunkan asam urat.
perlakuan yaitu allopurinol. Pada Sedangkan hari ketiga dan kelima, semua
pemberian allopurinol kadar asam urat ekstrak semut jepang memiliki efek yang
mengalami penurunan, karena allopurinol sama dengan allopurinol.
bekerja dengan menghambat enzim
xantin oksidase dimana enzim yang 4. KESIMPULAN
mengubah hipoxantin menjadi xantin dan Berdasarkan hasil analisis data yang
selanjutnya menjadi asam urat (Dharma diperoleh disimpulkan bahwa pemberian
dan Marminah, 2006). ekstrak semut Jepang memiliki aktivitas
sebagai antihiperurisemia pada tikus

111
Ratih Pratiwi Sari dkk.: Uji Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Semut Jepang (Tenebrio molitor L) pada Tikus
Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

jantan galur Sprague-Dawley yang Metode Maserasi dengan Parameter


diinduksi dengan kalium oksonat. Kadar Total Senyawa Fenolik dan
Flavonoid. Skripsi. Fakultas Farmasi
5. UCAPAN TERIMAKASIH Universitas Muhammadiyah
Penulis mengucapkan terima Surakarta.
kepada Direktur Riset dan Pengabdian Kristiani, R.D., Rahayu, D., Subarnas A.
kepada Masyarakat Kementerian Riset (2013). Aktivitas Antihiperurisemia
dan Teknologi perguruan Tinggi yang telah Ekstrak Etanol Akar Pakis Tangkur
memberikan dana hibah Penelitian Dosen (Polypodium feei) pada Mencit
Pemula (PDP) Tahun 2017. Ucapan terima Jantan. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu
kasih juga disampaikan kepada Akademi Hayati dan Fisik. 15(3): 174-177.
Farmasi ISFI Banjarmasin sebagai institusi Mazzali, et al. (2001). Hyperuricemia
peneliti. Induces a Primary Renal
Arteriopathy in Rats by a Blood
6. DAFTAR PUSTAKA Presure-Independent Mechanism.
Artini, N. P. R., Sri W., Wahyu D.S. (2012). Division of Nephrology, Baylor
Ekstrak Daun Sirsak (Annona College of Medicine, Houston,
muricata L.) sebagai Antioksidan Texas. Diakses dari
pada Penurunan Kadar Asam Urat http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm
Tikus Wistar. Jurnal Kimia. 6(2): 127- ed/11997315.
137. Raju, R., Sigimol J., Soniya S., Santhosh
Ekayatun, D. ( 2010). JAKERS (Jam M.M., M. Umamheshwari. (2012).
Kersen) sebagai Alternatif Obat Effect of the Fractions of Erythrina
Asam Urat. Yogyakarta: Universitas Stricta Leaf Extract on Serum Urate
Negeri Yogyakarta. Levels and Xo/Xdh Activities in
Fahri, C. (2004). Kadar Glukosa dan Oxonate-Induced Hyperuricaemic
Kolesterol Total Darah Tikus Putih Mice. Journal of Applied
(Rattus norvegicus L.) Hiperglikemia Pharmacetical Science. 02(02): 89-94
Setelah Pemberian Ekstrak Metanol Soeroso, J., Algristian, H. (2011). Asam
Akar Meniran (Phyllantus niruri L.). Urat. Jakarta: Penebar Plus.
Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA UNS, Utami, P. (2010). Solusi Sehat
Surakarta. Mengatasi Asam Urat dan
Indraswari, A. (2008). Optimasi Rematik. Jakarta: Agromedia
Pembuatan Ekstrak Daun Dewandaru Pustaka.
(Eugenia uniflora L.) Menggunakan

112
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PROFIL KUMULATIF FLAVONOID TOTAL YANG TERLEPAS DARI SEDIAAN


GEL HPMC MENGANDUNG EKSTRAK ETANOL
DAUN Aquilaria microcarpa

CUMULATIVE PROFILE OF TOTAL FLAVONOID RELEASED FROM HPMC GELS


CONTAINING ETHANOLIC EXTRACT Aquilaria Microcarpa LEAVES

Destria Indah Sari1*, Dina Rahmawanty1, Maulida Eriana1


1
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Indonesia
*Corresponding author: di.sari@unlam.ac.id

Abstract. Preparation of gel containing ethanolic extract Aquilaria microcarpa leaves as


active ingredient has been done. Ethanolic extract A.microcarpa leaves showed positive
result for flavonoid content. To perform their action, active ingredients should able
released from their bases. Hydroxypropyl methylcellulose (HPMC) as gel base give some
advantages. This study was aimed to profile cumulative total flavonoid content released
from HPMC-based gel containing ethanolic extract A.microcarpa leaves. Gel were made
from varying concentration of HPMC (1%, 1.5%, 2%). Propylenglycol, ginger oil, and
distilled water were other components used in preparation. Release test was performed
on dissolution tester, where amount of gel filled in diffusion cell as much as 3 grams.
Data were collected for 4 hours and statistically analyzed on significance level α 0,05.
Results showed average cumulative amount total flavonoid released from F1, F2, and F3
were 485.233 µg/cm2, 354.976 µg/cm2, and 317.833 µg/cm2, respectively. Higher
concentration of HPMC, lesser total flavonoid released from preparation.

Keywords: ethanolic extract Aquilaria microcarpa leaves, flavonoid, release, HPMC, gel

1. PENDAHULUAN bidang pengobatan tradisional, daun A.


Aquilaria merupakan genus yang microcarpa dapat dimanfaatkan sebagai
tergolong dalam famili Thymelaceae. minuman seduh (Silaban, 2014).
Gaharu (Aquilaria microcarpa) merupakan Penelitian-penelitian mengenai
tanaman yang banyak ditemukan di A.microcarpa telah dilakukan. Beberapa
Sumatera dan Kalimantan, yang bagian penelitian membuktikan bagian kulit
kayunya dipanen untuk dimanfaatkan. batangnya memiliki kandungan fenolik
Pemanenan ini mengharuskan pohon (Kristanti et al., 2017) dan daunnya
untuk ditebang, sehingga bagian yang lain mengandung flavonoid (Nurlely et al.,
tidak berguna. Untuk memperbesar 2017). Kandungan senyawa flavonoid
kemanfaatan dari suatu tanaman, maka merupakan salah satu penyebab daun A.
akan lebih baik jika seluruh bagian microcarpa memiliki aktivitas sebagai
tanaman dapat diteliti dan digunakan. Di antioksidan.

113
Destria Indah Sari dkk.: Profil Kumulatif Flavonoid Total yang Terlepas dari Sediaan Gel HPMC Mengandung Ekstrak
Etanol Daun Aquilaria microcarpa

Antioksidan sangat diperlukan oleh dipilih misalnya gel. Gel adalah suatu
tubuh untuk mengatasi dan mencegah sediaan topikal yang diaplikasikan pada
stres oksidatif (Werdhasari, 2014). Stres kulit. Sediaan gel dipilih karena memiliki
oksidatif merupakan keadaan yang tidak keuntungan dibandingkan sediaan topikal
seimbang antara jumlah molekul radikal lain seperti mudah digunakan dan
bebas dan antioksidan di dalam tubuh penyebarannya di kulit yang juga mudah,
(Trilaksani, 2003). Beberapa penelitian sifat sediaan yang lembut, berwarna
yang telah dilakukan menunjukkan bening, mudah dioleskan, tidak
aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol meninggalkan lemak serta mudah dicuci
daun A. microcarpa. (Nurdianti, 2015). Selain itu gel disukai
Penelitian-penelitian melibatkan karena lebih stabil dan memiliki pelepasan
ekstraksi daun gaharu (A.microcarpa) yang lebih baik daripada sediaan semi
telah dilakukan, antara lain dengan padat lainnya (Kaur & Guleri, 2013).
maserasi (Amalia, 2016), maserasi Suatu sediaan harus mampu
ultrasonikasi (Sari & Triyasmono, 2016), melepaskan bahan aktif agar dapat
dekokta (Ikrimah, 2016), dan perkolasi menunjukkan aktivitasnya. Semakin tinggi
(Praditya, 2016). Pelarut yang digunakan viskositas suatu sediaan, semakin lambat
bervariasi, seperti aquades, etanol 70%, laju pelepasan bahan aktif dari sediaan,
etanol 96%, dan metanol. Pemilihan dan sebaliknya. Konsistensi yang lebih
metode dan pelarut ekstraksi yang encer menghasilkan pelepasan yang
berbeda akan menyebabkan perbedaan berlangsung cepat dibandingkan dengan
rendemen dan kandungan metabolit konsistensi yang lebih kental (Anggraeni et
sekunder yang diekstraksi. al., 2012). Meskipun demikian, viskositas
Penggunaan ekstrak yang sediaan tidak boleh terlalu rendah untuk
diaplikasikan secara langsung memiliki menjaga konsistensi suatu sediaan semi
kelemahan yaitu tidak stabil dalam hal padat. Gel yang diinginkan berupa gel
penyimpanan dan memiliki yang memiliki konsistensi sebagai gel
bioavailabilitas rendah sehingga hal ini namun menghasilkan pelepasan paling
membuat pemakainya tidak nyaman dan banyak yang berarti nilai fluks yang
mengganggu proses pengobatannya. dihasilkan merupakan nilai fluks yang
Upaya yang bisa dilakukan untuk optimum agar flavonoid terlepas
mengatasi permasalahan tersebut yaitu sebanyak-banyaknya dalam jangka waktu
dengan meningkatkan bioavailabilitas, yang ditetapkan.
stabilitas obat dan kepraktisan dalam
penggunaannya. Oleh karena itu, ekstrak 2. METODE PENELITIAN
etanol daun gaharu perlu diformulasikan 2.1 Bahan dan Alat
ke dalam bentuk sediaan. Formulasi Bahan-bahan yang digunakan yaitu
ekstrak menjadi bentuk sediaan bertujuan akuades, AlCl3 10% (Merck), asam asetat
agar memudahkan dalam pemakaiannya 5% (Merck), daun A. microcarpa,
dan lebih mudah diterima oleh dinatrium hidrogen fosfat (Na2HPO4)
masyarakat. Bentuk sediaan yang dapat (teknis), etanol 96%v/v (teknis), etanol p.a

114
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

(Merck), HPMC E15 (Senwayer China), mengalir. Selanjutnya dikering-anginkan


kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) (teknis), di dalam ruangan tanpa terkena sinar
kalium klorida (KCl) (teknis), kuersetin matahari secara langsung hingga kering.
(Sigma), membran selofan, minyak jahe Lalu dilakukan sortasi kering. Setelah itu
(Lansida group), natrium klorida (NaCl) dilakukan pengubahan bentuk simplisia
(teknis), propilen glikol (Brataco). dengan cara dihaluskan menggunakan
Alat yang digunakan adalah alat-alat blender hingga diperoleh serbuk. Serbuk
gelas (Pyrex Iwaki Glass), dissolution tester diayak dengan pengayak No. 25 sehingga
apparatus 5-paddle over disk (Electrolab menjadi serbuk halus. Selanjutnya serbuk
TDT-208L), centrifugator (Clements), halus tersebut ditimbang dan disimpan
corong Buchner, homogenizer (Kika dalam wadah bersih.
Labortechnik), hot plate stirrer (Stuart CB c. Pembuatan ekstrak etanol daun
302), magnetic stirrer, pengayak No. 25 Aquilaria microcarpa
(Retsch AS 200), pH-meter (Hanna Ekstraksi dilakukan dengan metode
Instruments), pipet volume (Pyrex Iwaki), maserasi ultrasonikasi karena metode ini
rotary evaporator (Heidolph Laborate mudah dan dapat mempercepat serta
4000 Efficient), sel difusi, menyederhanakan perlakuan pada proses
spektrofotometer UV-VIS (Spectronic ekstraksi. Serbuk daun A. microcarpa
Genesys 10UV), alat uji daya sebar, alat uji ditimbang sebanyak 670 gram, lalu
daya lekat, timbangan analitik (Ohauss), masing-masing ditambahkan 4,020 L (1:6)
ultrasonic bath (Bandelin Sonorex Digitec), pelarut etanol 96%v/v. Sampel kemudian
vortex (Jeio Tech), viscometer Brookfield diaduk menggunakan magnetic stirrer
model LV(Synchro – Letricidan), dan dengan kecepatan 50 rpm selama 15
waterbath (SMIC). menit. Sampel selanjutnya diultrasonikasi
2.2 Prosedur Kerja dengan ultrasonic bath selama 30 menit
a. Pengumpulan sampel pada suhu 50oC dengan frekuensi
Sampel daun A. microcarpa diambil gelombang 50 kHz. Kemudian didiamkan
dari tanaman A. microcarpa di Tamiang dalam bejana maserator selama 24 jam
Layang, Kabupaten Barito Timur, Provinsi pada suhu kamar, lalu disaring dari
Kalimantan Tengah pada bulan Februari pelarutnya dengan menggunakan corong
2017. Pengambilan sampel dilakukan pada Buchner. Setelah itu dilakukan
pagi hari (pukul 08.00 - 10.00 WIB). sentrifugasi. Kemudian dilakukan
Tanaman A. microcarpa yang digunakan evaporasi dengan rotary evaporator pada
merupakan tanaman budidaya dan suhu 50oC hingga diperoleh filtrat. Filtrat
berusia di atas 5 tahun agar didapatkan yang diperoleh lalu diuapkan lagi dengan
kandungan senyawa metabolit sekunder waterbath hingga diperoleh ekstrak
yang maksimal. kental. Ekstrak kental kemudian ditimbang
b. Pengolahan sampel dan ditentukan nilai rendemennya.
Sampel yang telah diperoleh, Selanjutnya ekstrak disimpan pada suhu
dikumpulkan, lalu dilakukan sortasi basah, kamar sebelum dilakukan analisis
selanjutnya dicuci bersih di bawah air selanjutnya (Sari & Triyasmono, 2016).

115
Destria Indah Sari dkk.: Profil Kumulatif Flavonoid Total yang Terlepas dari Sediaan Gel HPMC Mengandung Ekstrak
Etanol Daun Aquilaria microcarpa

d. Pembuatan sediaan gel


Pembuatan gel dibuat dengan
komposisi bahan seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula sediaan gel ekstrak etanol daun A. Microcarpa

Komposisi Bahan (%b/v)


Bahan Fungsi bahan
FI FII FIII
Ekstrak etanol daun
Zat aktif 0,17 0,17 0,17
A. microcarpa
HPMC E15 Gelling agent 1,0 1,5 2,0
Propilen glikol Humektan 15 15 15
Minyak jahe Penetration enhancer 3 3 3
Akuades bebas CO2
Pelarut 100 100 100
ad

Gelling agent HPMC E15 (1-2%) Uji organoleptis dari sediaan gel
dikembangkan ke dalam akuades bebas dilakukan dengan mengamati warna, bau,
CO2 dengan suhu ±80-90ºC sambil diaduk dan konsistensi sediaan. Pengukuran
dengan magnetic stirer, kemudian viskositas menggunakan viscometer
disimpan selama semalam (campuran 1). Brookfield dengan menentukan nomor
Ekstrak daun A. microcarpa dilarutkan spindle dan rpm yang sesuai. Sejumlah
dengan sedikit etanol 96% p.a, disaring sediaan dimasukkan dalam gelas Beaker
dengan kertas saring dan kemudian 50 mL dengan spindle yang telah diatur
ditambahkan ke dalam propilen glikol. hingga tercelup dan rpm yang ditentukan
Campuran tersebut kemudian kemudian dilakukan pembacaan hasil
ditambahkan dengan 3 tetes minyak jahe (Vikrant & Sonali, 2014). Pada uji viskositas
(campuran 2). Setelah itu, campuran 2 ini digunakan berbagai kecepatan (6, 12,
dimasukkan ke dalam campuran 1 yang 30, dan 60 rpm) dan berbagai nomor
telah dibuat sebelumnya, kemudian spindle (1, 2, 3, dan 4) (Kartinah et al.,
ditambahkan dengan akuades bebas CO2 2016). Daya sebar (spreadability) sediaan
hingga 100% b/b. Campuran tersebut gel ditentukan dengan mengamati
diaduk dengan homogenizer sampai diameter penyebaran 1 gram gel di antara
homogen. kaca 20x20 cm setelah 1 menit. Gel
e. Evaluasi sediaan gel ekstrak etanol diletakkan di atas kaca objek gelas,
daun gaharu (Aquilaria microcarpa) kemudian objek gelas yang lain diletakkan
Gel yang dihasilkan dievaluasi di atasnya dan ditekan dengan beban
terhadap parameter organoleptis, seberat 1 kg selama 5 menit. Selanjutnya
viskositas, daya sebar, daya lekat, dan pH objek gelas dipasang pada alat uji.
sediaan. Kemudian beban seberat 80 g dilepaskan
dan dicatat waktunya sehingga kedua

116
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

objek gelas tersebut terlepas (Dewantari Keterangan :


& Sugihartini, 2015). Data yang diperoleh Cn : Kadar sebenarnya setelah dikoreksi
dianalisis secara statistik. (ppm).
f. Uji pelepasan flavonoid dari gel C’n : Kadar terbaca (hasil perhitungan
ekstrak etanol daun gaharu dari nilai serapan sampel yang
(Aquilaria microcarpa) terbaca pada spektrofotometer)
Sebanyak 3 gram gel dimasukkan ke dalam ppm.
dalam sel difusi yang telah disiapkan, Cs : Kadar terbaca dari sampel
selanjutnya ditutup dengan membran sebelumnya.
selofan (yang telah direndam selama ± 24 a : Volume sampel yang diambil.
jam) dan ditahan dengan karet, lalu b : Volume media.
dipasang sekrup agar gel tidak lepas (Anggraeni et al., 2012).
kecuali melalui membran. Dibersihkan sisa
gel dari permukaan sel difusi, kemudian Dari kurva yang dihasilkan antara
dimasukkan ke dalam bejana pada alat uji jumlah kumulatif flavonoid yang lepas
pelepasan yang berisi larutan dapar fosfat (μg/cm2) terhadap akar waktu
salin dengan pH 7,4 ± 0,05 sebanyak 500 dihubungkan dengan regresi linier dan
mL. Suhu diatur pada 37°C ± 0,5°C. Dayung nilai fluks diperoleh dari slope persamaan
diputar dengan kecepatan 100 rpm dan garis linier (Anggraeni et al., 2012).
segera dicatat sebagai waktu ke nol. Pada
menit ke-0, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 60, 90, 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
120, 150, 180, 210, dan 240 diambil 3.1 Evaluasi sediaan gel ekstrak etanol
cuplikan sebanyak 5,0 mL. Setiap cuplikan daun gaharu (Aquilaria microcarpa)
yang diambil diganti larutan dapar fosfat Ketiga formulasi menghasilkan gel
salin pH 7,4 ± 0,05 dengan jumlah yang dengan warna putih kehijauan, berbau
sama. Cuplikan tersebut kemudian khas jahe, dan memiliki konsistensi yang
diamati serapannya dengan meningkat seiring dengan peningkatan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang konsentrasi gelling agent. Parameter lain
gelombang maksimum. Perlakuan diulangi dapat dilihat pada Tabel 2.
sebanyak 3 kali replikasi. Untuk Konsentrasi HPMC yang makin tinggi
memperhitungkan pengenceran 5,0 mL akan meningkatkan konsistensi sediaan,
media pelepasan, kadar terukur meningkatkan viskositas, menurunkan
dikoreksi dengan persamaan Wurster. daya sebar, meningkatkan daya lekat, dan
Adapun persamaan Wurster yaitu sebagai meningkatkan pH sediaan. Meskipun pH
berikut : sediaan berubah, tetapi nilai yang
diperoleh tidak berada di luar rentang pH
𝑛−1
𝑎 kulit (4,0 – 6,5).
Cn = 𝐶′𝑛 + ∑ Cs
𝑏
𝑠−1

117
Destria Indah Sari dkk.: Profil Kumulatif Flavonoid Total yang Terlepas dari Sediaan Gel HPMC Mengandung Ekstrak
Etanol Daun Aquilaria microcarpa

Tabel 2. Evaluasi sediaan gel ekstrak etanol daun gaharu (Aquilaria microcarpa) dengan
variasi konsentrasi HPMC
Evaluasi
Formula Viskositas Daya Sebar Daya Lekat
pH
(cPs) (cm) (detik)
F1
5666,67 ± 471,40 7,37 ± 0,09 4,69 ± 0,37 5,55 ± 0,01
(HPMC 1%)
F2
2666,67 ± 1247,22 6,30 ± 0,19 18,55 ± 0,42 5,65 ± 0,01
(HPMC 1,5%)
F3
55333,33 ± 2624,67 5,49 ± 0,02 24,37 ± 2,18 5,75 ± 0,01
(HPMC 2%)

3.2 Pelepasan flavonoid dari gel flavonoid yang terlepas dengan akar
ekstrak etanol daun gaharu waktu. Nilai jumlah kumulatif flavonoid
(Aquilaria microcarpa) diperoleh dari beberapa perhitungan yaitu
Uji pelepasan didahului dengan diawali dengan nilai persamaan regresi
penentuan panjang gelombang linier kurva baku untuk menentukan kadar
maksimum dan pembuatan kurva baku flavonoid yang nantinya akan digunakan
kuersetin. Panjang gelombang maksimum untuk menentukan kadar terkoreksi dan
yang diperoleh 415 nm dan persamaan kadar total hasil pelepasan. Hasil
kurva baku kuersetin y = 0,0051x – 0,0044. perolehan jumlah kumulatif flavonoid
Parameter yang digunakan dalam uji yang terlepas dari sediaan gel dapat dilihat
pelepasan untuk bisa menentukan fluks pada Tabel 3.
pelepasan adalah jumlah kumulatif dari

Tabel 3. Jumlah kumulatif flavonoid rerata yang terlepas dari sediaan gel ekstrak
etanol daun gaharu (Aquilaria microcarpa)
Rerata Jumlah Kumulatif (µg/cm2)
Waktu t1/2
Formula 1 (1%) Formula 2 (1,5%) Formula 3 (2%)
0 0,000 0,000 0,000 0,000
5 2,236 177,622 0,000 0,000
10 3,162 206,264 177,622 0,000
15 3,873 234,156 206,264 205,376
20 4,472 262,048 206,403 206,403
25 5,000 289,941 206,403 206,403
30 5,477 290,080 206,403 206,403
60 7,746 317,833 206,403 206,403
90 9,487 345,725 215,654 206,403
120 10,954 373,618 243,454 206,403
150 12,247 401,510 271,344 234,156
180 13,416 429,402 299,238 271,300
210 14,491 466,545 317,879 289,987
240 15,492 485,233 354,976 317,833

118
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Tabel 4. Fluks dan persentase flavonoid rerata yang terlepas dari sediaan gel ekstrak
etanol daun gaharu (Aquilaria microcarpa)
Rerata Persentase Flavonoid yang
Formula Rerata Fluks (µg/cm2)/t1/2
Terlepas (%)
Formula 1 (1%) 24,685 6,79
Formula 2 (1,5%) 17,837 4,97
Formula 3 (2%) 17,435 4.45

HPMC yang digunakan sebagai media disolusi, dan setelah kondisi


gelling agent menghasilkan perbedaan tersebut tercapai, pelepasan kembali
kecepatan pelepasan flavonoid dari terjadi. Semakin tinggi konsentrasi HPMC,
sediaan gel ekstrak etanol daun gaharu. semakin lambat onset terjadinya
Hal ini disebabkan karena HPMC pelepasan dan semakin lama pula
mempengaruhi viskositas sediaan. penghentian pelepasan semu tersebut.
Semakin tinggi viskositas, semakin sulit
bahan aktif untuk lepas dari basis, 4. KESIMPULAN
sehingga pada formula 1 (HPMC 1%) akan Flavanoid total kumulatif yang terlepas
menghasilkan jumlah flavonoid terlepas dari gel berbasis HPMC 1-2% sebesar
yang paling banyak, dan pelepasan yang 317,833-485,233 µg/cm2
paling cepat. Sebaliknya, pada formula 3
(HPMC 3%) menghasilkan jumlah 5. DAFTAR PUSTAKA
flavonoid terlepas paling sedikit dan Amalia, T. 2016. Optimasi Pelarut Pada
pelepasan yang paling lambat. Pembuatan Ekstrak Daun Gaharu
Hasil yang diperoleh kemudian (Aquilaria Microcarpa Baill. ) Secara
diregresikan untuk mendapatkan Maserasi Terhadap Kadar Fenol Total
persamaan dan fluks. Fluks dan Dan Flavonoid Total. Skripsi Program
prosentase flavonoid yang dilepaskan dari Studi Farmasi Fakultas Matematika
sediaan terlihat dalam Tabel 4. dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Konsentrasi HPMC 1,5-2% pada sediaan ini Universitas Lambung Mangkurat,
menunjukkan pelepasan yang tidak Banjarmasin.
kontinu, artinya pada waktu tertentu akan Anggraeni, Y., E. Hendradi, & T. Purwanti.
ditemukan adanya penghentian pelepasan 2012. Karakteristik Sediaan dan
semu, namun setelah beberapa waktu Pelepasan Natrium Diklofenak dalam
pelepasan kembali terjadi. Fenomena ini Sistem Niosom Dengan Basis Gel
ditemukan pada menit ke-15 hingga menit Carbomer 940. Pharma Scientia. 1 (1)
ke-60 (formula 2) dan menit ke-20 hingga : 1 - 15.
menit ke-120 (formula 3). Hal ini Ikrimah. 2016. Aktivitas Dekok Daun
ditemukan pula pada replikasi. Fenomena Gaharu (Aquilaria Microcarpa Baill.)
ini mungkin terjadi karena basis Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan
membutuhkan waktu untuk menurunkan Glikogen Hati Tikus Putih Jantan Yang
viskostasnya ketika terpapar dengan Diinduksi Aloksan. Skripsi Program

119
Destria Indah Sari dkk.: Profil Kumulatif Flavonoid Total yang Terlepas dari Sediaan Gel HPMC Mengandung Ekstrak
Etanol Daun Aquilaria microcarpa

Studi Farmasi Fakultas Matematika Praditya, N. H. I. 2016. Penetapan Kadar


dan Ilmu Pengetahuan Alam, Flavonoid Total dan Aktivitas
Universitas Lambung Mangkurat, Antioksidan dengan Metode DPPH
Banjarmasin. Fraksi Etil Asetat Daun Gaharu
Kaur, L. P. & T. K. Guleri. 2013. Topikal Gel: (Aquilaria microcarpa Baill.). Skripsi
A Recent Approach for Novel Drug Program Studi Farmasi, Fakultas
Delivery. Asian Journal of Biomedical Matematika dan Ilmu Pengetahuan
and Pharmaceutical Sciences. 3 (17): Alam, Universitas Lambung
1-5. Mangkurat, Banjarbaru.
Kristanti, A.N., Tanjung, M., Rahayu, O.P. Sari, D. I & Triyasmono, L.. 2016. Optimasi
and Herdiana, E., 2017. PHENOLIC Konsentrasi Pelarut Etanol terhadap
COMPOUNDS FROM Aquilaria Rendemen dan Total Flavonoid
microcarpa STEM BARK. Journal of Ekstrak Daun Gaharu (Aquilaria
Chemical Technology and Metallurgy, microcarpa Baill.). Prosiding Seminar
52(6), pp.1111-1115. Nasional Kefarmasian. Program Studi
Nurdianti, L. 2015. Formulasi dan Evaluasi Farmasi Fakultas Matematika dan
Gel Iburpofen dengan Menggunakan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Viscolam sebagai Gelling Agent. Jurnal Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Kesehatan Bakti Tunas Husada. 14 (1): Silaban, S. F. 2014. Skrining Fitokimia dan
47-51. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Nurlely, N., Cahaya, N., Sari, D. I., Anwar, Etanol Daun Gaharu (Aquilaria
K., Mustofa, M., Hidayaturrahmah, H., malaccensis Lamk.). Skripsi Program
Noor, N. S., Sari, M. P., Sari, W., N., Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Ikrimah, I. & Rahmah, A. (2017). Universitas Sumatera Utara, Medan.
Antioxidant and Hypoglicemic Effects Trilaksani, W. 2003. Antioksidan: Jenis,
of Aquilaria microcarpa Baill in Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Alloxan Induced Diabetic Rats. Terhadap Kesehatan. Disertasi
Proceeding INTERNATIONAL Institut Pertanian Bogor, Bogor.
SYMPOSIUM OF HUMAN’S HEALTH Werdhasari, A. 2014. Peran Antioksidan
AND AGING SCIENCES (ISHHAS). Bagi Kesehatan. Jurnal Biotek
Semarang : FK Unissula. Medisiana Indonesia. 3 (2) : 59 – 68.

120
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

KARAKTERISASI SIMPLISIA AKAR SELUANG BELUM (Luvunga


sarmentosa (Blume) Kurz.) DAN PROFIL KLT NYA

SIMPLISIA CHARACTERIZATION AND THIN LAYER CHROMATOGRAPHY PROFILE


OF SELUANG BELUM ROOT (Luvunga sarmentosa (Blume) Kurz.)

Nashrul Wathan 1*, Abdullah 1


1
FMIPA ULM, Jalan A.Yani km.36, Banjarbaru, Indonesia
*Corresponding author: nashrul.far@unlam.ac.id

Abstract. Herbal medicine with ingredients of simplisia seluang belum root still in the
form of pieces which traditionally processed and low quality attention. Need to perform
standardized the simplisia characterization to control the simplisia quality. Those
characterizations include identity, morphology, anatomy, and the identification of
compounds. The maximum limits of certain coumpounds include total ash, insoluble ash
in acid content, thin layer chromatography profile also confirmed. The conclusion,
species name simplisia seluang belum root had identified as Luvunga sarmentosa
(Blume) Kurz. from Rutaceae family. The plant have tire root system (radix primaria),
woody stem type (lignosus) and round shape (teres), have three child compound leaves
(trifoliolatus). The extract rendemen 7,53%, total ash 3,75%, and insoluble ash in acid
content 0,45%; from thin layer chromatography at lambda 366nm obtained 3 spot with
Rf 0,93; 0,86 and 0,5. The simplisia have flavonoid and steroid from phytochemistry
screening.

Keywords: Seluang belum, Luvunga sarmentosa, characterization, flavonoid, steroid

1. PENDAHULUAN kecuali yang sudah dipahami umum.


Seluang belum (Luvunga tradisional dan masih belum
sarmentosa (Blume) Kurz.) merupakan memperhatikan mutu dari simplisia-nya.
tumbuhan obat yang tumbuh di hutan Salah satu cara untuk mengendalikan
belantara Kalimantan yang kondisi mutu simplisia/bahan alam adalah dengan
alamnya merupakan lahan basah. Bagian melakukan karakterisasi simplisia untuk
akar dan kayu tumbuhan ini secara empiris kemudian dibuat standar. Karakterisasi
diolah menjadi jamu yang digunakan merupakan salah satu langkah dalam
masyarakat Suku Dayak dan Banjar untuk standarisasi simplisia agar dapat diperoleh
meningkatkan stamina, gairah seksual dan bahan baku yang seragam yang akhirnya
kesuburan pria. Hingga saat ini jamu dapat menjamin efek farmakologi
dengan bahan simplisia akar seluang tanaman tersebut. Selain itu keberadaan
belum (L. sarmentosa) masih berupa kandungan senyawa berkhasiat dan
potongan-potongan/rajangan yang diolah keaslian bahan baku obat perlu
secara Istilah teknis harus dijelaskan, diidentifikasi dengan uji-uji yang mengacu

121
Nashrul Wathan dan Abdullah: Karakterisasi Simplisia Akar Seluang Belum (Luvunga sarmentosa (Blume) Kurz.) dan
Profil Klt nya

pada Materia Medika Indonesia (MMI) 2.4. Pemeriksaan mikroskopik semua


dan Farmakope Indonesia (FI). bagian tumbuhan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu Dilakukan dengan mengamati
dilakukan karakterisasi akar seluang anatomi tumbuhan (Gunawan & Mulyani,
belum untuk memberikan informasi 2004)
pemanfaatan-nya. Identifikasi dan 2.5. Pembuatan ekstrak dan Uji kadar
jaminan kualitas dari suatu tumbuhan abu
merupakan prasyarat penting untuk Akar seluang belum kering
memastikan kemurnian dari suatu obat diserbukkan dan ditimbang beratnya,
herbal (Depkes RI, 1995). Selain itu, kemudian dimasukan dalam wadah kaca.
penelitian ini juga dapat dijadikan Serbuk tadi kemudian diisi dengan etanol
landasan ilmiah untuk penelitian 70% dan didiamkan selama 24 jam.
selanjutnya. Maserat disaring setelah 24 jam dan
ampasnya kembali disari dengan cara
2. METODE PENELITIAN diatas. Semua sari yang didapat
2.1. Bahan dikumpulkan dalam cawan lalu diletakkan
Bahan yang digunakan pada di atas waterbath untuk menguapkan
penelitian ini adalah akar tumbuhan pelarut hingga terbentuk ekstrak kental.
seluang belum yang berasal dari Ekstrak kental yang terbentuk ditimbang
Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Bahan untuk kemudian dihitung randemennya.
kimia yang digunakan yaitu akuades, Ekstrak tersebut juga ditimbang dan diuji
ammonia, floroglusin, reagen Mayer, kadar abunya dengan memanaskan di
Dragendroff dan Lieberman Burchard, dalam tanur hingga didapatkan sisa abu.
iodium 0,1 N p.a, etanol teknis, besi (III) 2.6. Skrining senyawa kimia
amonium sulfat p.a, asam sulfat p.a 10% Skrining fitokimia dilakukan untuk
v/v, vanilin teknis 10% b/v, asam klorida mengetahui kandungan kimia yang
p.a pekat, asam asetat glasial, kalium terdapat dalam akar seluang belum.
hidroksida, teknis, serbuk Mg, amil alkohol Dilakukan dengan uji tabung (Musfirah et
teknis, kertas saring, aluminium foil, al., 2016).
kapas, dan kertas label serta tisu gulung.
2.2. Pengolahan Sampel Akar Seluang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Belum 3.1 Determinasi tumbuhan seluang
Sampel akar dicuci dengan air belum
mengalir dan dikeringkan, setelah kering Hasil determinasi tumbuhan
dipotong kecil-kecil dan di blender hingga menunjukkan sampel tersebut memiliki
menjadi serbuk. nama spesies Lavanga sarmentosa Kurz.
2.3. Pemeriksaan makroskopik semua dengan sinonim Triphasia sarmentosa Bl.
bagian tumbuhan Tumbuhan ini termasuk dalam keluarga
Mengamati bagian-bagian luar Rutaceae.
tumbuhan (Gunawan & Mulyani,
2004).

122
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

3.2 Pemeriksaan makroskopik tumbuhan (oblongus), ujung daun meruncing


seluang belum (acuminatus), pangkal daun runcing
Seluang belum memiliki sistem (acutus), tepi daun rata (integer),
perakaran tunggang (radix primaria). permukaan daun licin (leavis), daging daun
Batang pada tumbuhan ini merupakan seperti perkamen (perkamenteus) yaitu
tipe batang berkayu (lignosus), yaitu tipis namun kaku, dan susunan
batang yang strukturnya keras dan kuat pertulangan daun menyirip (penninervis).
karena sebagian besar terdiri atas kayu. 3.3 Pemeriksaan mikroskopik tumbuhan
Bentuk batangnya bulat (teres) dengan seluang belum
arah tumbuh batang yang tegak lurus Pemeriksaan anatomi tumbuhan
serta permukaan batang tampak kasar dan seluang belum melalui mikroskop dengan
terdapat rigi-rigi yang membujur atau melihat organ tumbuhan ditujukan untuk
berusuk (Tjitrosoepomo, 2009). melihat kebenaran suatu sampel yang
Daun tumbuhan seluang belum didasarkan pada bentuk spesifiknya.
merupakan daun majemuk menjari Pengamatan ini dapat dijadikan sebagai
beranak daun 3 (trifoliolatus). Bangun identitas atau pengenal simplisia yang
daunnya berbentuk memanjang bersangkutan (Kumar et al., 2012).

a
c

Gambar 1. Penampang melintang akar seluang belum dalam media akuades pada
perbesaran 4x10 (a) Epidermis, (b) Korteks dan (c) Stele

a
a
c
f d

Gambar 2. Penampang melintang batang seluang belum dalam media akuades pada
perbesaran 4x10. (a) Korteks, (b) Epidermis, (c) Floem, (d) Kambium, (e) Xilem dan (f)
Empulur

123
Nashrul Wathan dan Abdullah: Karakterisasi Simplisia Akar Seluang Belum (Luvunga sarmentosa (Blume) Kurz.) dan
Profil Klt nya

aa
c
b b d

e
e f

Gambar 3. Penampang melintang daun seluang belum dalam media akuades pada
perbesaran 10x10. (a) Epidermis atas, (b) Jaringan Pembuluh, (c) Floem, (d) Xilem, (e)
Parenkim dan (f) Epidermis bawah.

3.4 Pembuatan ekstrak dan uji kadar abu salah satu senyawa penyusun testosteron
Metode ekstraksi secara maserasi yang dapat mempengaruhi proses
dipilih untuk meminimalkan rusaknya spermatogenesis sehingga mampu
kandungan senyawa yang tidak tahan meningkatkan jumlah sel-sel
pemanasan. Hasil ekstraksi didapat spermatogenik. Berdasarkan beberapa
randemen ekstrak akar seluang belum penelitian, diketahui bahwa kandungan
sebanyak 7,53%. Hasil analisis kadar abu steroid pada tanaman berperan dalam
total 3,75% dan kadar abu tidak larut asam peningkatan kadar hormon testosteron.
0,45%. Penentuan kadar abu bertujuan Kandungan senyawa flavonoid pada akar
untuk mengukur jumlah komponen seluang belum juga diketahui mampu
anorganik atau mineral yang tersisa meningkatkan kualitas sperma dengan
setelah proses pengabuan (Sudarmadji, mempertahankan motilitas sperma dan
1989). Kadar senyawa anorganik atau mampu melindungi membran
mineral dalam jumlah tertentu dapat spermatozoa sehingga meningkatkan
mempengaruhi sifat fisik bahan (Winarno, viabilitas sperma serta meningkatkan
1987). Abu yang tidak larut asam jumlah sperma (Musfirah et al., 2016),
menunjukkan keberadaan pengotor oleh sebab itu secara empiris
seperti pasir atau silikat yang berasal dari pemanfaatan akar seluang belum dapat
tanah (Sudarmadji, 1989). digunakan untuk meningkatkan vitalitas
3.5 Skrining senyawa kimia dan kesuburan pria. Senyawa flavonoid
Dari hasil skrining fitokimia diketahui juga bersifat antibakteri dengan cara
bahwa sampel akar seluang belum positif menghambat metabolisme energi,
mengandung senyawa fenol, flavonoid menghambat sintesis asam nukleat dan
dan steroid. Senyawa-senyawa fenolik menghambat fungsi membran sel
diketahui bersifat antibakterial, antifungal (Cushnie & Lamb., 2005).
dan antivirus pada tumbuhan dengan 3.6 Profil TLC
mekanisme pertahanan terhadap Identifikasi senyawa kimia terhadap
beberapa patogen penyebab penyakit ekstrak dengan metode KLT bertujuan
(Hidayati et al., 2012). Steroid merupakan memberikan gambaran adanya

124
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

kandungan senyawa yang telah penampakan noda namun pada UV 366


diidentifikasi sebelumnya dan mencegah nm didapat 3 noda dengan Rf masing-
pemalsuan terhadap zat aktif. Hasil KLT masing 0,93; 0,86 dan 0,5.
pada penampak UV 254 nm tidak ada

Gambar 1. Hasil pengujian KLT dengan penampak pada 366 nm, Fase diam : Silika GF
254; Fase gerak = kloroform : methanol 5:5

4. KESIMPULAN 6. DAFTAR PUSTAKA


Simplisia akar seluang belum Cushnie, T.P.T. & A.J. Lamb. 2005.
(Luvunga sarmentosa (Blume) Kurz.) Antimicrobial Activity of Flavonoids.
memiliki perakaran tunggang, dengan International Journal of
batang berkayu dan daun majemuk Antimicrobial Agents.
beranak daun 3. Penampang melintang Depkes RI. 1995. Materia Medika
akarnya diketahui memiliki 3 komponen Indonesia, Jilid VI. Departemen
utama yaitu epidermis, korteks dan stele. Kesehatan Republik
Randemen ekstrak akar seluang belum Indonesia,Jakarta.
didapat nilai 7,53%, hasil analisis kadar Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat
abu total dan kadar abu tidak larut asam Alam (Farmakognosi), Jilid 1.
masing-masing 3,75% dan 0,45%. Hasil Penerbit Swadaya, Jakarta.
skrining fitokimia diketahui positif Musfirah Y., Bachri M.S., Nurani. L.H.,
mengandung senyawa fenol, flavonoid 2016, Efek Ekstrak Etanol 70% Akar
dan steroid, sedangkan hasil KLT didapat 3 Saluang Balum (Lavanga
noda pada penampak UV 366 nm dengan Sarmentosa, Blume Kurz) Terhadap
Rf masing-masing 0,93; 0,86 dan 0,5. Spermatogenesis Dan Gambaran
Histopatologik Testis Mencit, Jurnal
5. UCAPAN TERIMAKASIH Pharmascience Vol 03 No 02, Hal
Ucapan terima kasih disampaikan 131-141
kepada Kementerian Ristek Dikti melalui Sudarmaji, S. 1989. Analisa Bahan
dana BOPTN dan semua pihak yang Makanan Dan Pertanian. Penerbit
berperan atas terlaksananya penelitian ini. Liberty, Yogyakarta.
Winarno. F.G. 1987. Kimia Pangan Dan
Gizi. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

125
126
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGGUNAAN POTENTIALLY INAPPROPRIATE MEDICATIONS (PIMs)


PADA PASIEN GERIATRI RAWAT INAP DI RSUD RATU ZALECHA
MARTAPURA BERDASARKAN BEERS CRITERIA

Potentially Inappropriate Medications (PIMs) Use Among Geriatric


Hospitalized Patients at Ratu Zalecha General Hospital

Herningtyas Nautika Lingga1*, Noor Cahaya2

1 Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung
Mangkurat, Kalimantan Selatan
2 Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat,

Kalimantan Selatan
*Corresponding author: herningtyas.nl@gmail.com

Abstract. Potentially Inappropriate Medications (PIMs) in some countries has been


widely identified in geriatric patients and very harm to patients. This study aimed to
determine the prevalence of PIMs and the association between number of drug
prescribed, duration of hospitalization and PIMs use among geriatric hospitalized
patients at Ratu Zalecha General Hospital. This study was obsevational with cross
sectional study. Identification of PIMs was done by using Beers criteria 2015. From 71
samples, 64,79% of PIMs were identified. The most common agents involved in PIMs
were pantoprazole (31.08%) and ketorolac (27.03%). The result of chi square correlation
test showed that there was no significant correlation between the number of drug
prescribed and the duration of hospitalization with incidence of PIMs.

Keywords: PIMs, Geriatric, Beers Criteria 2015

1. PENDAHULUAN angka harapan hidup (Martono &


Usia lanjut atau geriatri adalah Pranarka, 2014).
seseorang yang telah mencapai usia 60 Indonesia termasuk dalam lima besar
tahun ke atas. Pada usia ini terjadi proses negara dengan jumlah lanjut usia atau
penuaan yang menyeluruh, mulai dari geriatri di dunia. Berdasarkan data sensus
fungsi sel, jaringan, organ dan sistem penduduk dari Badan Pusat Statistik tahun
organ dalam tubuh. Penyakit yang muncul 2010, jumlah lanjut usia di Indonesia
pada pasien usia lanjut berbeda dengan sebesar 18,1 juta jiwa (7,6% dari total
pasien usia dewasa. Populasi usia lanjut di penduduk Indonesia). Pada tahun 2014,
seluruh dunia terus meningkat, seiring jumlah penduduk lanjut usia meningkat
dengan peningkatan pelayanan kesehatan menjadi 18.781 juta jiwa dan diperkirakan
yang memberikan dampak meningkatnya pada tahun 2025, jumlahnya akan

127
Herningtyas Nautika Lingga dan Noor Cahaya: Penggunaan Potentially Inappropriate Medications (Pims) pada
Pasien Geriatri Rawat Inap di Rsud Ratu Zalecha Martapura Berdasarkan Beers Criteria

mencapai 36 juta jiwa hingga tahun 2050 bagi pasien. Oleh karena itu perlu
diperkirakan mencapai 21,4% dari total dilakukan pengkajian awal untuk
populasi di Indonesia (Kemenkes RI, 2013). menghindari terjadinya PIMs.
Populasi geriatri memiliki kekhususan Kriteria-kriteria ekspilisit dapat
karena penurunan fungsi organ akibat digunakan untuk mengidentifikasi potensi
penuaan yang berdampak pada penggunaan obat yang tidak tepat pada
perubahan farmakokinetika dan pasien geriatri, yaitu Basger Criteria,
farmakodinamika obat. Bahkan bagi obat- STOOP and START, dan Beers Criteria.
obat tertentu akan berdampak pada Beers Criteria 2015 merupakan salah satu
penyesuaian dosis (Widyati, 2014). Baru- metode untuk mengukur ketidaksesuaian
baru ini, polifarmasi digunakan untuk pengobatan yang mencakup obat-obatan
menggambarkan penggunaan obat-obat yang sebaiknya dihindari atau dapat
yang tidak tepat (PIMs) atau melebihi digunakan dengan perhatian khusus pada
indikasi klinisnya. Prevalensi penggunaan pasien geriatri. Beers Criteria merupakan
obat-obat yang tidak tepat pada geriatri metode yang paling umum digunakan
dari kisaran 11,5-62,5%. Konsekuensi dari karena penerapannya paling sederhana,
polifarmasi termasuk reaksi obat yang mudah diikuti, data yang diperoleh
merugikan dan interaksi, ketidakpatuhan, bersifat reprodusibel, memiliki bukti yang
peningkatan resiko gangguan kognitif, kuat, murah, dan dapat mengidentifikasi
gangguan keseimbangan dan jatuh, potensi ketidaktepatan penggunaan obat
peningkatan resiko morbiditas, rawat inap dengan jelas (Rumore & Vaidean, 2012;
dan bahkan mortalitas (Syuaib et al., Elliot & Stehlik, 2013).
2015). Penelitian tentang Beers Criteria yang
Penggunaan obat yang tidak tepat di telah dilakukan oleh Page et al. (2010)
beberapa negara sudah banyak pada 389 pasien geriatri rawat inap,
teridentifikasi pada pasien geriatri. melaporkan 27,5% pasien mendapatkan
Penelitian di Eropa, Irlandia, dan Amerika obat dalam cakupan Beers Criteria, dan 9%
menunjukkan lebih dari 40% pasien diantaranya mengalami efek yang tidak
geriatri yang menderita penyakit kronis diinginkan. Ma et al. (2008) menyebutkan
menerima lebih dari lima obat secara bahwa penggunaan lebih dari 6 obat
bersamaan (Naughton et al., 2006; Fialova (polifarmasi) adalah faktor utama yang
et al., 2005). Penelitian yang dilakukan secara signifikan berhubungan dengan
oleh Lang et al. (2010) di Swiss terhadap penggunaan PIMs pada pasien geriatri.
150 orang pasien geriatri ditemukan 116 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pasien (77%) yang teridentifikasi PIMs. prevalensi penggunaan potentially
Penelitian lain yang dilakukan oleh inappropriate medications (PIMs) dan
Harugeri et al. (2010), melaporkan bahwa hubungan antara jumlah obat yang
32,2% dari prevalensi ADR pada geriatri diresepkan dan durasi rawat inap pasien
meningkatkan durasi rawat inap sebesar geriatri dengan penggunaan potentially
5,9%. Dari penelitian yang telah dilakukan, inappropriate medications (PIMs).
tentunya kejadian PIMs sangat merugikan

128
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

2. METODE PENELITIAN mendapatkan terapi obat dengan rekam


Penelitian ini merupakan penelitian medis lengkap dan terbaca.
observasional cross sectional dengan Data yang diperoleh dari lembar
pengumpulan data dilakukan secara pengumpulan data berupa identitas
retrospektif berdasarkan rekam medis pasien dibuat tabulasi. Data penggunaan
pasien geriatri rawat inap di RSUD Ratu obat yang tidak tepat (PIMs) berdasarkan
Zalecha Martapura periode Januari 2017 – Beers Criteria dibuat tabulasi meliputi
Mei 2017. Teknik pengambilan sampel jumlah dan persentase per kategori obat.
yang digunakan adalah purposive Data penggunaan obat yang tidak tepat
sampling. Kriteria inklusi adalah pasien (PIMs) dianalisis statistik Chi-square, dan
rawat inap di RSUD Ratu Zalecha jika syarat uji Chi-square tidak terpenuhi,
Martapura yang berusia ≥ 65 tahun dan maka sebagai alternatifnya digunakan uji
Fisher.

Tabel 1. Gambaran karakteristik pasien geriatri rawat inap di RSUD Ratu Zalecha
periode Januari 2017 – Mei 2017
Karakteristik Pasien Jumlah Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 29 40,85%
Perempuan 42 59,15%
Usia (tahun)
< 75 60 84,51%
≥ 75 11 15,49%
Jumlah obat yang diresepkan (macam)
< 10 33 46,48%
≥ 10 38 53,52%
Durasi rawat inap (hari)
<7 59 83,09%
≥7 12 16,91%

3. HASIL DAN PEMBAHASAN inap di RSUD Ratu Zalecha menggunakan


3.1 Karakteristik Pasien Geriatri Beers Criteria 2015. Beers Criteria memiliki
Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak tiga kategori, yaitu: kategori 1 merupakan
71 orang yang terdiri atas pasien laki-laki obat yang harus dihindari secara umum
dan perempuan. Gambaran karakteristik oleh pasien geriatri. Kategori 2 merupakan
pasien geriatri rawat inap du RSUD Ratu obat yang harus dihindari jika menderita
Zalecha periode Januari 2017 – Mei 2017 penyakit tertentu. Kategori 3 merupakan
dapat dilihat pada tabel 1 obat yang masih bisa digunakan namun
3.2 Penggunaan Potentially harus dengan perhatian khusus. Beers
Inappropriate Medications (PIMs) Criteria disertai dengan Strength of
Penilaian penggunaan obat yang tidak Recommendation (SR) yaitu kekuatan
tepat (PIMs) pada pasien geriatri rawat rekomendasi dan didukung dengan

129
Herningtyas Nautika Lingga dan Noor Cahaya: Penggunaan Potentially Inappropriate Medications (Pims) pada
Pasien Geriatri Rawat Inap di Rsud Ratu Zalecha Martapura Berdasarkan Beers Criteria

Quality of Evidence (QE) yaitu kualitas Gambaran penggunaan PIMs pada pasien
bukti ilmiah (Elliot & Stehlik, 2013). Dari geriatri rawat inap di RSUD Ratu Zalecha
total 71 pasien geriatri rawat inap, berdasarkan kategori pada Beers Criteria
teridentifikasi penggunaan PIMs sebanyak dapat dilihat pada tabel 2.
64,79% berdasarkan Beers Criteria 2015.

Tabel 2. Gambaran penggunaan PIMs pada pasien geriatri di RSUD Ratu Zalecha
Frekuensi Persentase
Kategori PIMs
(N)
Obat-obat yang dihindari secara umum pada geriatri
Anxiolitik (Benzodiazepin)
Short- and Intermediate- acting
Alprazolam 7 9,46%
Long acting
Diazepam 4 5,41%
Gastrointestinal
Metoklopramid 1 1,36%
Pompa proton inhibitor
Lansoprazol 3 4,05%
Omeprazol 4 5,41%
Pantoprazol 23 31,08%
Pain medication
Non-cyclooxygenase selective
(NSAID) 3 4,05%
Asam mefenamat 2 2,70%
Ketoprofen 20 27,03%
Ketorolac 3 4,05%
Meloxicam
Digoksin 2 2,70%
Nifedipin 2 2,70%

Penggunaan PIMs pada pasien geriatri Pantoprazol, omeprazole dan


di RSUD Ratu Zalecha berdasarkan tabel 4 lansoprazol merupakan obat yang biasa
terlihat yang paling banyak digunakan digunakan untuk gangguan saluran
adalah Pantoprazol sebanyak 31,08%, pencernaan yang termasuk dalam
kemudian diikuti oleh ketorolac 27,03%; golongan pompa proton inhibitor (PPI).
alprazolam 9,46%; diazepam dan Penggunaan obat golongan PPI
omeprazole masing-masing sebanyak berdasarkan Beers Criteria 2015 dapat
5,41%; lansoprazol, asam mefenamat dan meningkatkan resiko infeksi Clostridium
meloxicam masing-masing sebanyak difficile dan fraktur tulang pada pasien
4,05%; ketoprofen, digoksin dan nifedipin usia 65 tahun ke atas (AGS, 2015).
masing-masing sebanyak 2,70%, serta Penggunaan PPI harus dihindari pada
metoklopramid sebanyak 1,36%. pasien geriatri, terutama penggunaan

130
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

untuk terapi jangka panjang (lebih dari 8 penggunaan obat asam mefenamat,
minggu). ketoprofen, dan meloxicam. Ketiga obat
Penggunaan PIMs terbanyak kedua tersebut merupakan obat antiinflamasi
yang diperoleh berdasarkan hasil non steroid yang tidak selektif terhadap
penelitian adalah penggunaan ketorolac. enzim siklooksigenase-2 (COX-2).
Ketorolac merupakan salah satu obat Penggunaan obat tersebut harus dihindari
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang pada pasien geriatri karena dapat
digunakan untuk meredakan nyeri, meningkatkan resiko terjadinya
demam, dan peradangan (Tjay & Rahardja, perdarahan gastrointestinal atau penyakit
2002). Klirens ketorolac pada pasien ulkus peptik, khususnya pasien yang
geriatri lebih lambat dibandingkan dengan berumur lebih dari 75 tahun atau
orang yang lebih muda, dan waktu paruh kelompok pasien yang juga menerima
eliminasinya meningkat 5-7 jam pada usia kortikosteroid baik oral maupun
lanjut. Oleh karena itu, penggunaan parenteral, antikoagulan, atau antiplatelet
ketorolac pada pasien geriatri harus (Campanelli, 2012).
dihindari karena dapat meningkatkan Penggunaan digoksin pada pasien
risiko terjadinya perdarahan dengan usia lebih dari 65 tahun juga
gastrointestinal, ulkus peptik dan gagal termasuk ke dalam kategori penggunaan
ginjal akut (AGS, 2015). Pemantauan klinis obat yang tidak tepat berdasarkan Beers
secara hati-hati harus dilakukan apabila Criteria 2015. Penggunaan digoksin
ketorolac tetap diberikan sebagai terapi sebagai first line terapi atrial fibrilasi
pada pasien geriatri (FDA, 2004). maupun gagal jantung harus dihindari,
Kejadian PIMs yang juga ditemukan karena dapat meningkatkan resiko
berdasarkan hasil penelitian adalah terjadinya toksisitas dan meningkatkan
penggunaan alprazolam dan diazepam. mortalitas (AGS, 2015). Nifedipin
American Geriatric Society (2015), merupakan salah satu obat golongan
menjelaskan bahwa semua jenis antagonis kalsium yang biada digunakan
benzodizepin (short dan long acting) dapat untuk terapi hipertensi. Penggunaan
meningkatkan risiko gangguan kognitif, nifedipin pada pasien geriatri juga harus
delirium, jatuh, fraktur, dan kecelakaan dihindari karena potensial menyebabkan
bermotor pada geriatri. Selain itu, pada hipotensi pada pasien dan meningkatkan
usia lebih dari 65 tahun, sensitivitas resiko iskemik miokardial (Campanelli,
seseorang terhadap benzodiazepin 2012).
meningkat dan cenderung memiliki Penggunaan PIMs lain yang diperoleh
metabolisme yang lebih lambat terhadap pada penelitian adalah penggunaan
golongan benzodiazepin aksi panjang, metoklopramid. Food and Drug
sehingga meningkatkan resiko efek Association (2007), melaporkan bahwa
sampingnya (Syuaib et al., 2015). penggunaan metoklopramid sebagai
Penggunaan PIMs lainnya yang antiemetik pada geriatri beresiko
diperoleh berdasarkan hasil evaluasi menyebabkan efek ekstrapiramidal
menggunakan Beers Criteria adalah termasuk tardive dyskinesia. Tardive

131
Herningtyas Nautika Lingga dan Noor Cahaya: Penggunaan Potentially Inappropriate Medications (Pims) pada
Pasien Geriatri Rawat Inap di Rsud Ratu Zalecha Martapura Berdasarkan Beers Criteria

dyskinesia merupakan gangguan yang 5. UCAPAN TERIMAKASIH


berpotensi ireversibel yang ditandai Ucapan terima kasih disampaikan
dengan gerakan tak terkendali dari wajah, kepada Dekan Fakultas MIPA Universitas
lidah, atau ekstremitas (Syuaib et al., Lambung Mangkurat yang telah
2015). Apabila terapi yang aman dan memberikan bantuan dana penelitian,
efektif tersedia, sebaiknya metoklopramid serta semua pihak yang telah membantu
tidak digunakan lagi sebagai antiemetik penelitian ini.
pada geriatri, kecuali untuk terapi
gastroparesis. Terapi alternatif 6. DAFTAR PUSTAKA
ondansetron dan granisetron dapat AGS, 2015, ‘Americans Geriatrics Society
menjadi pilihan jika tidak ada 2015 Updated Beers Criteria for
kontraindikasi (Campanelli, 2012). Potentially Inappropriate Medication
Hasil uji korelasi Chi-Square antara Use in Older Adults’, J Am Geriatr Soc,
jumlah obat yang diresepkan dengan 63: 2227-2246.
penggunaan PIMs pada pasien geriatri Campanelli, C. M., 2012,’American
rawat inap di RSUD Ratu Zalecha Geriatrics Society Updates Beers
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan Criteria for Potentially Inappropte
yang signifikan antara jumlah obat yang Medication Use in Adult’, J Am Geriatr
diresepkan dengan kejadian PIMs (p = Soc, 60 (4):616-631.
0,092). Sedangkan hasil uji korelasi Chi- Elliot, R.A., Stehlik,P., 2013, ‘Identifying
Square antara durasi rawat inap dengan Inappropriate Prescribing for Older
penggunaan PIMs pada pasien geriatri People’, J Pharm Pract Res, 43: 312-
rawat inap di RSUD Ratu Zalecha juga 319.
menunjukkan tidak terdapat hubungan FDA, 2004, Approval Package for Ketorolac
yang signifikan antara durasi rawat inap Tromethamine, Center For Drug
dengan kejadian PIMs (p = 0,066). Evaluation and Research, Lincolnshire.
FDA, 2007, NDA Metoclopramide:
4. KESIMPULAN Proposed Risk Evaluation and
Simpulan dari penelitian ini adalah Mitigation Strategy (REMS),
prevalensi penggunaan PIMs pada pasien Department of Health and Human
geriatri rawat inap di RSUD Ratu Zalecha Services.
teridentifikasi sebanyak 64,79%, dengan Fialova, D., Topinkova, E., Gambassi, G.,
PIMs yang paling umum digunakan adalah Finne-Soveri, H., Johnson, P.V.,
pantoprazol (31,08%) dan ketorolac Carpenter, et al., 2005, ‘Potentially
(27,03%). Hasil uji korelasi chi square Inappropriate Medication Use Among
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan Elderly Home Care Patients in Europe’,
yang signifikan antara jumlah obat yang JAMA, 293: 1348-1358.
diresepkan dan durasi rawat inap dengan Harugeri, A., Joseph, J., Parthasaranthi, G.,
tingkat kejadian PIMs. Ramesh, M., Guidu, S., 2010,
Potentially Inappropriate Medication
Use in Elderly Patients: A Study
Prevalence and Predictor in Two

132
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Teaching Hospitals’, J Postgrad Med, 56 Claims Database’, Age and Ageing, 35


(3): 186-191. (6): 633-636.
Kementerian Kesehatan RI, 2013, Page, R.L., Linnebur, S.A., Bryant, L.L.,
Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Ruscin, J.M., 2010,’ Inappropriate in
Indonesia, dalam Buletin Jendela Data The Hospitalized Elderly Patient:
dan Informasi Kesehatan. Pusat Data Defining the Problem, Evaluation Tools,
dan Informasi Kesehatan RI, and Possible Solution’, Dove Medical
Kementerian Kesehatan Republik Press, J Clin Intervention in Aging, 5: 75-
Indonesia, Jakarta. 87.
Lang, P.O., Yasmine, H., Moustapha, D., Rumore, M.M., Vaidean, G., 2012,
Nicole, V., Max, P., Gabriel, G, et al., ‘Development of a Risk Assessment
2010, ‘Potentially Inappropriate Tool for Falls Prevention in Hospital
Prescribing Including Under-Use Inpatients Based on The Medication
Amongst Older Patients with Cognitive Appropriateness Index (MAI) and
or Psychiatric Co-Morbidities’, Age and Modifier Beer’s Criteria’, Innovations in
Ageing, 39: 373-381. Pharmacy, 3 (1): 1-12.
Ma, H.M., Lum, C.M., Dai, L.K., Kwok, Syuaib, A.N.M., Endang, D., Mustofa.,
C.Y.T., Woo, J., 2008, ‘Potentially 2015, ‘Penggunaan Potentially
Inappropriate Medication in Elderly Inappropriate Medications (PIMs) pada
Patients in Outpatients Clinics’, Asian J Pasien Geriatri Rawat Inap
of Gerontol Geriatr, 3 (1): 27-33. Osteoarthritis di RS PKU
Martono, H., Pranarka, K., 2014, Buku Ajar Muhammadiyah Yogyakarta’,
Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Pharmaciana, 5 (1): 77-84.
Kesehatan Usia Lanjut), Edisi ke-4, Tjay, TH & Rahardja, K., 2002. Obat-obat
FKUI, Jakarta. Penting. PT. Elex Media Komputindo.
Naughton, C., Kathleen, B., John, F., 2006, Jakarta.
‘Prevalence of Chronic Disease in Widyati, 2014, Praktik Farmasi Klinik:
Elderly Based On a National Pharmacy Fokus pada Pharmaceutical Care,
Brilian Internasional, Sidoarjo

133
134
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DAN OBAT LAIN PADA PASIEN YANG


MENJALANI RAWAT INAP DI RUANG PERAWATAN BEDAH

USE OF ANTIBIOTICS AND OTHER MEDICINES IN THE INPATIENT AT SURGICAL CARE


ROOM

Difa Intannia1,2*, Valentina Meta S1,2, Dina Rahmawanty2,1, Nur Jamilah2, Rina Asti3
1
FMIPA Program Studi Profesi Apoteker Universitas Lambung Mangkurat
2
FMIPA Program Studi Farmasi Universitas Lambung Mangkurat
3
Instalasi Farmasi RSUD Ratu Zalecha Martapura

*Corresponding author: difaintannia@unlam.ac.id

Abstract. Antibiotics is one of the most widely used drugs in patients undergoing
hospitalization. The surgical care room is one room with a high level of antibiotic usage.
The aim of this study was to describe the use of antibioitc and other drugs used in
hospitalized patients at surrgical care room. This research is an observational study with
retrospective data retrieval. The data taken in this study are all medical records of
patients undergoing hospitalization during January-March 2017 at the hospital X in
Martapura who received antibiotic therapy. Medical records analyzed in this study were
145 medical records. The five most commonly used antibiotics were cetriaxone,
cefotaxime, metronidazole, gentamicin and cefuroxime (52.31%;10.65%;10.19%;6.9%
and 4.17%.). While most other drugs used were ranitidine, metamizole, ketorolac,
ondansetron, dexketoprofen and tramadol with the amount of 17.13%; 15.35%; 14.57%;
4.53%; 2.56%; 2.56%. The most common antibiotics used are cephalosporins and the
most commonly used drugs are analgesics.

Keywords : Antibiotics,other drug, surgical care room

1. PENDAHULUAN Infeksi pada luka operasi merupakan


Pembedahan atau operasi infeksi nosokomial yang cukup banyak
merupakan tindakan pengobatan yang terjadi (ECDC,2013). Di Indonesia hasil
menggunakan cara invasif dengan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
membuka atau menampilkan bagian angka kejadian infeksi luka operasi (ILO)
tubuh yang akan ditangani (R. pada rumah sakit di Indonesia bervariasi
Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). antara 2-18 % dari keseluruhan prosedur
Proses ini rentan menimbulkan infeksi, pembedahan (Jeyamohan D, 2010).
sehingga penting sekali melakukan Pencegahan ILO diantaranya adalah
pencegahan dan perawatan pada proses dengan memberikan antibiotik.
pembedahan dan setelah pembedahan. Pemberian antibiotik dalam praktek

135
Difa Intannia dkk.: Penggunaan Antibiotik dan Obat Lain pada Pasien yang Menjalani Rawat Inap di Ruang
Perawatan Bedah

pembedahan dapat diberikan dalam tiga yang diukur dalam penelitian ini adalah
kondisi yaitu profilaksis, sebagai terapi jumlah penggunaan antibiotik dan obat
tambahan dan sebagai terapi (Bohnen lain pada rekam medik pasien yang
JMA, 2001) menjalani rawat inap di ruang perawatan
Diketahui sekitar 15% antibiotik bedah selama bulan Januari-Maret 2017.
yang digunakan di rumah sakit diresepkan
untuk profilaksis pembedahan. Di negara 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
yang sudah maju 13-37% dari seluruh Penelitian ini bertujuan untuk
penderita yang dirawat di rumah sakit mendeskripsikan penggunaan antibiotik
mendapatkan antibiotika baik secara dan obat lainnya di ruang bedah RSDU
tunggal maupun kombinasi, sedangkan di Ratu Zalecha. Data diambil secara
negara berkembang 30-80% penderita retrospektif selama 3 bulan, rekam medik
yang dirawat di rumah sakit mendapat yang diambil adalah yang menjalani rawat
antibiotika (Lestari et al., 2011). inap di ruang bedah pada bulan Januari-
Penggunaan antibiotika juga masih sangat Maret 2017. Adapun jumlah total populasi
tinggi di Indonesia dengan persentase pada 3 bulan tersebut adalah 298 rekam
lebih dari 80% (Kementrian Kesehatan RI, medis, dari total tersebut yang dianalisis
2011a). Terdapat hubungan antara dalam penelitian adalah 145 rekam medik.
penggunaan dan resistensi, baik di tingkat Sisanya tidak diambil karena 123 rekam
individu ataupun populasi. Penggunaan medik tidak ditemukan dan 30 rekam
antibiotika dalam jumlah besar memiliki medik tidak menggunakan antibiotik. Jadi,
tingkat risiko resistensi lebih tinggi dari total 175 rekam medik yang
(Gyssen IC, 2001). ditemukan prevalensi yang menggunakan
Selain infeksi, penanganan pada antibiotik adalah 82,86%.
pasien pasca bedah juga diterapi dengan Adapun karakteristik populasi yang
berbagai obat untuk mengontrol diambil pada penelitian ini tersaji pada
kondisinya. Adanya informasi mengenai Tabel 1. Berdasarkan hasil penelitian
penggunaan obat dapat memberikan diketahui bahwa rentang usia terbanyak
masukan dan gambaran bagi rumah sakit adalah penderita dengan usia remaja dan
dan menjadil penelitian awal untuk dewasa dan diagnosis penderita di ruang
melakukan analisis lebih lanjut mengenai perawatan bedah diindikasikan untuk
penggunaan obat. kondisi yang memerlukan pembedahan
dan non pembedahan. Adapun jumlah
2. METODE PENELITIAN diagnosis terbanyak adalah tumor dan
Merupakan penelitian deskriptif dengan cedera kepala ringan serta fraktur.
pengambilan data secara retrospektif. Berdasarkan informasi yang didapatkan di
Kriteria sampel yang akan diambil adalah rumah sakit, pasien yang ditangani di
rekam medis pasien yang dirawat inap di ruang tersebut adalah pasien pada kondisi
ruang perawatan bedah salama periode preoperasi dan pasca operasi, serta
Januari-Maret 2017, menggunakan kondisi lain seperti kecelakaan.
antibiotik dan dapat terbaca. Variabel

136
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Tabel 1. Karakteristik Pasien yang menjalani rawat inap di Ruang Bedah RS. Ratu
Zalecha Periode Januari-Maret 2017
No Usia Jumlah (n=145) Persentase (%)
1 0 - 2 th 1 0,69
2 > 2 - 12 th 14 9,66
3 > 12 - 59 th 112 77,24
4 > 59 th 18 12,41
No Diagnosis Jumlah (n=145) Persentase (%)
1 Tumor 21 14,48
2 Cedera Kepala Ringan 18 12,41
3 Fraktur 15 10,34
4 Hernia 13 8,97
5 Abses 11 7,59
6 Luka 8 5,52
7 Retensi Urin 6 4,14
8 Kolik Abdomen 5 3,45
9 Diabetes 3 2,07
10 Post KLL 3 2,07
11 Lain-lain 42 28,97

Tabel 2. Gambaran Penggunaan Jenis Antibiotik pada pasien yang menjalani rawat inap
di ruang bedah Periode Januari-Maret 2017
No Nama Antibiotik Jumlah Persentase
1 Ceftriaxone 113 52,31
2 Metronidazole 23 10,65
3 Cefotaxim 22 10,19
4 Gentamycin 15 6,94
5 Cefuroxime 9 4,17
6 Cefazolin 7 3,24
7 Cefoperazone 8 3,70
8 Meropenem 5 2,31
9 Ceftazidime 3 1,39
10 Ciprofloxacin 3 1,39
11 Cefadroxil 2 0,93
12 Clindamisin 1 0,46
13 Cefalexin 1 0,46
14 Cefepime 1 0,46
15 Amoxicillin 1 0,46
16 Levofloxacin 1 0,46
17 Cefixime 1 0,46
Total 216

137
Difa Intannia dkk.: Penggunaan Antibiotik dan Obat Lain pada Pasien yang Menjalani Rawat Inap di Ruang
Perawatan Bedah

Penggunaan Antibiotik jenis bakteri yang menjadi sumber infeksi


Penggunaan antibiotik yang pada penyakit yang diderita pasien dan
ditampilkan pada tabel 2 menunjukkan sensitivitas bakteri tersebut terhadap
total keselurahan penggunaan tanpa antibiotik yang digunakan.
menggambarkan penggunaan kombinasi. Ceftriaxone diketahui memiliki
Tujuan dari gambaran kondisi tersebut indikasi penggunaan yang cukup luas, dari
adalah untuk menggambarkan jenis infeksi saluran nafas, saluran cerna,
antibiotik terbanyak yang digunakan pada tulang, kulit, saluran kemih, sepsis,
ruang perawatan bedah. Penggunaan meningitis, profilaksis bedah. Selain itu
antibiotik yang tergambar pada penelitina ceftriaxone juga diketahui memiliki watu
ini merupakan antibioitk yang digunakan paruh yang panjang yaitu 5.8 – 8.7 jam.
selama pasien menjalani rawat inap, dapat Golongan sefalosporinnya juga digunakan
merupakan antibiotik preoperasi, post pada sampel, beberapa alasan
operasi ataupun pasien yang memang digunakannya antibiotika golongan ini
tidak menjalani prosedur pembedahan. adalah karena memiliki spektrum luas,
Berdasarkan hasil diketahui bahwa rasio dosis terapeutik dan dosis toksik
ceftriaxone merupakan antibiotik baik, mudah untuk diberikan, biaya.
terbanyak yang digunakan. Ceftriaxone (Meakins, 2008).
merupakan antibiotik golongan Evaluasi terkait penggunaan
sefalosporin generasi ketiga yang memiliki cetriaxone perlu dilakukan karena
spektrum luas, diantaranya dapat tingginya penggunaan antibiotik ini di
digunakan untuk mengatasi bakteri gram berbagai jenis penyakit dan diberbagai
positif, negatif, dan beberapa bakteri daerah di Indonesia. Ketidaktepatan
anaerob. Berdasarkan penelusuran penggunaan antibiotik rentan
beberapa literatur ceftriaxone merupakan menimbulkan terjadinya resistensi
antibiotik yang banyak digunakan pada terhadap antibiotik tersebut. Penggunaan
berbagai kondisi, diantaranya pada anitbiotik spektrum luas perlu
penderita gastroenteritis, seksio sesarea, mendapatkan perhatian, karena efek
infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas buruk yang dapat ditimbulkan akibat
dan kondisi lainnya. (Mantu, FNK, et al, tingginya angka resistensi terhadap
2015; Tanan DN, et al, 2011; Rachmawati antibiotik tersebut dapat membawa
Y, et al, 2013). Namun, perlu diperhatikan dampak buruk pada perkembangan terapi
bahwa dasar pemberian antibiotik adalah infeksi.

138
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Gambar 1. Gambaran Jumlah Penggunaan Antibiotik Pasien yang Menjalani Rawat inap di Ruang
Perawatan Bedah Periode Januari-Maret 2017

Gambar 1 menggambarkan jumlah genital (infeksi campuran aerob dan


penggunaan antibiotik pada setiap rekam anaerob). (Kemenkes, 2011).
medis pasien yang dirawat inap di ruang Berdasarkan tabel 3, diketahui
perawatan bedah. Berdasarkan hasil bahwa penggunaan ranitidin merupakan
ditemukan bahwa penggunaan 1 jenis obat lain terbanyak yang digunakan pada
antibiotik merupakan jumlah terbanyak. pasien yang menjalani rawat inap di ruang
Dapat dikatakan bahwa sebagian besar perawatan bedah, lebih dari 50% pasien
menggunakan antibiotika tunggal. menggunakan obat tersebut. Ranitidin
Pengguna lebih dari 1 jenis antibiotik merupakan obat golongan H2 reseptor
dapat tetap menggunakan antibiotik antagonis yang berfungsi untuk
tunggal, namun selama menjalani mengurangi ekskresi dari asam lambung.
perawatan pasien mendapatkan Stress ulcer terkadang terjadi pada pasien
perubahan jenis antibiotik. yang menjalani rawat inap. American
Jumlah jenis antibiotik terbanyak Society of Helath System
yang digunakan pada sampel adalah 5 mempublikasikan guideline pada tahun
jenis antibiotik, jenis antibiotik yang 1999 terkait penggunaan profilaksis
digunakan adalah cefazolin selama 4 hari, terhadap stress ulcer pada pasien dengan
kemudian beralih menggunakan kondisi kritis di ICU.
kombinasi 3 jenis antibiotik yaitu Penggunaan golongan proton pump
gentamisin, ceftriaxone, dan inhibitor dan H2 reseptor antagonis dapat
cefoperazone, kemudian beralih lagi digunakan sebagai pencegahan pada
menggunakan ciprofloxacin oral. kondisi stress. Namun penggunaan obat-
Penggunaan kombinasi terkadang obatan tersebut terkadang salah pada
memang diperlukan pada kondisi tertentu pasien yang dirawat inap dirumah sakit,
diantaranya adalah kondisi berat yang sekitar 71% pasien yang menjalani rawat
diduga disebabkan oleh polimikroba, inap mendapat indikasi yang tidak tepat
mendapatkan efek sinergis, Abses intra terhadap penggunaan golongan obat
abdominal, hepatik, otak dan saluran terebut dan belum ditemukan literatur

139
Difa Intannia dkk.: Penggunaan Antibiotik dan Obat Lain pada Pasien yang Menjalani Rawat Inap di Ruang
Perawatan Bedah

yang mendukung penggunaannya sebagai khusus yang menjalani rawat inap di


profilaksis pada pasien tanpa kondisi rumah sakit. (Grub RR&May DB, 2007).

Tabel 3. Gambaran penggunaan obat lain pada pasien yang menjalani rawat inap di
ruang perawatan bedah
No Nama Obat Jumlah Persentase
1 Ranitidin 87 22,30
2 Antrain 78 20,00
3 Ketorolac 74 18,97
4 Ondansetron 23 5,89
5 Dexketoprofen 13 3,33
6 Tramadole 13 3,33
7 Cernevit 9 2,30
8 Citicolin 7 1,79
9 Kalnex 7 1,79
10 Levemir 6 1,53
11 Dulcolac 5 1,28
12 Novorapid 5 1,28
13 Piracetam 4 1,02
14 Asam mefenamat 3 0,76
15 Asam tranexamat 3 0,76
16 Codein 3 0,76
17 Furocemid 3 0,76
18 Lapibal 3 0,76
19 Neurobat 3 0,76
20 trans PRC 3 0,76
21 Lain-Lain 38 9,74

Selain ranitidin obat lain yang gentamisin dan cefuroxime dengan jumlah
banyak digunakan adalah analgesik, yaitu secara berurutan adalah
antrain, ketorolac dan dexketoprofen. 52.31%;10.65%;10.19%;6.9% dan 4.17%.
Obat-obat ini merupakan analgesik dari Sedangkan obat lain yang terbanyak
golongan yang berbeda. Penggunaan digunakan adalah ranitidin, metamizole,
analgesik umum digunakan, khususnya ketorolac, ondansetron, dexketoprofen
pada pasien setelah menjalani post dan tramadol dengan jumlah
operasi. 17.13%;15.35%;14.57%;4.53%;2.56%;2.56
%. Antibiotik terbanyak yang digunakan
4. KESIMPULAN pada pasien rawat inap di ruang bedah
Kesimpulan yang dapat diambil pada adalah golongan sefalosporin dan obat
penelitian ini adalah, Lima antibiotik lain yang terbanyak digunakan adalah
terbanyak yang digunakan adalah analgesik.
cetriaxone, cefotaxime, metronidazole,

140
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

5. UCAPAN TERIMA KASIH Operasi Pasca Bedah Di Bagian


Kementrian Riset dan Pendidikan Tinggi Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat
terhadap bantuan dana yang diberikan Haji Dam Malik, Medan Dari Bulan
pada penelitian ini, Fakultas Matematika April Sampai September 2010.
dan Ilmu Pengetahuan Alam, serta Rumah Skripsi
Sakit Ratu Zalecha dan Pemerintah Kementerian Kesehatan RI.2011a.
Kabupaten Banjar yang memberikan ijin Pedoman Umum Penggunaan
terhadap pelaksanaan penelitian ini. Antibiotik. Menteri Kesehatan
RI,Jakarta.
6. DAFTAR PUSTAKA Kementerian Kesehatan RI.2011b.
Bohnen JMA. Surgical Treatment: Pedoman Pelayanan Kefarmasian
Evidence-Based and Problem- Untuk Terapi Antibiotik Menteri
Oriented.. Antibiotics in surgery: Kesehatan RI,Jakarta.
evidence of anecdote. Kemenkes 2011. Peraturan Menteri
European Centre for Disease Prevention Kesehatan RI No.
and Control. 2013. Annual 2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang
Epidemiological Report 2013. Pedoman Umum Penggunaan
Stockholm: ECDC. Antibiotik.
Gyssens IC. 2001. Quality measures of Mantu, FNK, et al, 2015. Evaluasi
antimicrobial drug use. Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Departement of Medical Infeksi Saluran Kemih di Instalasi
Microbiology and International Rawat Inap RSUP. PROF. DR. R. D.
Journal of Antimicrobial Agents 17: KANDOU MANADO Periode Juli 2013
9-19 - Juni 2014. Pharmacon. Vol. 4 No. 4
Gyssens IC, Van der Meer JW.2001. NOVEMBER 2015 ISSN 2302 – 2493
Quality of antimicrobial drug Meakins J. L., 2008, Prevention of
prescription in hospital. Clin Postoperative Infection, ACS Surgery
Microbial Infect:7 (Supplement 6): : Principles and practice, BC Decker
12-15 Inc
Grub RR&May DB. 2007. Stress ulcer Rachmawati Y, et al. 2013. Evalasui
prophylaxis in hospitalized patients Penggunaan Antibiotik pada Pasien
not in intensive care units. Am J Gastroenteritis di Instalasi Rawat
Health Syst Pharm. 2007 Jul Inap Rumah Sakit X, Periode Januari-
1;64(13):1396-400. Juni 2013. Skripsi.
Hadi U, Kolopaking EP, Gardjito W, et Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (2005).
al.2006. Antimicrobial resistance Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
and antibiotic use in low-income and Tanan DN, et al. 2011. Tinjauan
developing countries. Folia Medica Penggunaan Antibiotik pada Pasien
Indonesiana;42(3):183-95. Seksio Sesarea di BLU RSUP. Prof.
Jeyamohan D, 2010. Angka Prevalensi Dr.R.D Kandou Manado periode
Infeksi Nosokomial Pada Pasien Luka Januari-Desember 2011. Skripsi

141
142
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI ASAM ASETILSALISILAT DAN


FRUKTOSA TERHADAP PENINGKATAN KADAR ASAM URAT PADA TIKUS
JANTAN GALUR WISTAR: PENGEMBANGAN METODE

ACETYLSALICYLIC ACID AND FRUCTOSE COMBINATION EFFECT OF URIC ACID


ELEVATION IN WISTAR RATS: A DEVELOPMENT METHODS

Muhamad Fauzi Ramadhan1, Muharam Priatna1*, Yedy Purwandi Sukmawan1


1
Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Program Studi S-1 Farmasi STIKes Bakti Tunas
Husada, Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
*Corresponding author: priatna.muharam@yahoo.com

Abstract. The objective of the study to determine the ability of the combination of
acetylsalicylic acid and fructose as an inducer agent enhancing uric acid levels in male
rats wistar strain and compared with potassium oxonate. Twenty-five rats were divided
into 5 groups. Group 1 as a negative controls were given 1% CMC suspension; 2 as
positive controls were given 1% CMC suspension contained potassium oxonate (50mg /
200g BW rat) intraperitoneally; group 3, 4 and 5 as a test dose of 1,2 and 3 given the
combination of acetylsalicylic acid and fructose in CMC 1% at a dose of 0.018g and 0.24
g / 200g rat BW; 0.036g and 0.48 g / 200g BW rat and 0.072g and 0.96 g / 200g rat BW
respectively. Uric acid concentration was measured by a photometer. The result of the
study showed dose 1, 2 and 3 could increase uric acid levels significantly (p <0.05)
compared with negative group (6.00 ± 0.40 mg / dL; 10.72 ± 0.55 mg / dL and 5.05 ± 0.45
mg / dL). In addition, a dose 2 were given significant difference (p <0.05) compared with
the positive control group. In conclusion, the three doses could increase uric acid levels
and dose 2 recommended for use in testing the levels of uric acid as an inducer.

Keywords : uric acid, acetylsalicylic acid, fruoctose, increased.

1. PENDAHULUAN pada semua sel makhluk hidup (Irianto,


Hiperurisemia termasuk penyakit 2015; Moriwaki, 2014).
degenaratif yang sering dijumpai dengan Asam urat telah diidentifikasi lebih
ciri bengkak dan rasa sakit yang dari 2 abad yang lalu, namun beberapa
disebabkan penumpukan asam urat pada aspek patofisiologi dari hiperurisemia
persendian (Tophy), hal ini ditandai tetap belum dipahami dengan baik. Angka
dengan kadar asam urat dalam darah atau kejadian hiperurisemia di masyarakat dan
serum pada laki-laki lebih dari 7mg/dL dan berbagai kepustakaan barat sangat
pada perempuan lebih dari 6mg/dL. Asam bervariasi, diperkirakan antara 2,3 -
urat adalah hasil metabolisme zat purin 17,6%, sedangkan kejadian gout bervariasi
yang berasal dari makanan yang antara 0,16 - 1,36%. Pada tahun 2006,
dikonsumsi. Purin adalah salah satu prevalensi hiperurisemia di China sebesar
penyusun asam nukleat yang terdapat 25,3% dan gout sebesar 0,36% pada orang

143
Muhammad Fauzi Ramadahan dkk.: Pengaruh Pemberian Kombinasi Asam Asetilsalisilat dan Fruktosa Terhadap
Peningkatan Kadar Asam Urat pada Tikus Jantan Galur Wistar: Pengembangan Metode

dewasa usia 20 – 74 tahun sedangkan di 2. METODOLOGI PENELITIAN


Indonesia diperkirakan 1,6-13,6/100.000 2.1 Alat
orang, prevalensi ini meningkat seiring Alat yang digunakan dalam
dengan meningkatnya umur (Wisesa & penelitian ini adalah sebagai berikut:
Suastika, 2009; Herfindal, 1992). kandang hewan, tempat makanan, tempat
Peningkatan kadar asam urat minum, timbangan hewan, gelas kimia,
dalam tubuh dapat menyebabkan gelas ukur, batang pengaduk, spatel,
beberapa kelainan diantaranya Gout, gout jarum suntik, sonde oral, microsentrifuge
adalah keadaan radang akut pada (MICRO-CL21), Fotometer (INTHERMA-
persendian akibat penumpukan asam 168) tabung reaksi, tabung efendorf, spuit,
urat, pada hiperurisemia kronis deposit pemanas air.
asam urat terjadi pada jaringan tulang 2.2 Bahan
rawan, tulang dan sendi. Selain itu kadar Bahan yang digunakan dalam
asam urat yang tinggi dapat berpotensi penelitian ini adalah aquadest, potassium
pembentukan batu ginjal akibat oxonate, CMC 1%, reagen kit asam urat
penumpukan kristal urat dan nefropati (Uric Acid Fs TBHBA: DIASYS), fruktosa dan
yaitu deposisi kristal urat pada medula asam asetilsalisilat
ginjal (Choi dkk, 2004). 2.3 Persiapan hewan uji
Dalam penelitian yang sudah Sebelum pelaksanaan penelitian,
dilakukan tentang pengobatan hewan coba yang akan digunakan terlebih
hiperurisemia sering digunakan kalium dahulu diaklimatisasi selama 7 hari. Tikus
oksonat sebagai penginduksi peningkat yang diikut sertakan dalam penelitian
asam urat pada hewan uji, kalium oksonat adalah tikus jantan, sehat dengan ciri ciri
berkerja pada peningkatan produksi pada mata jernih, bulu tidak berdiri dan terjadi
metabolisme asam urat di enzim uricase. peningkatan berat badan yang baik, 12
Ketersediaan dari kalium oksonat sangat jam terkena cahaya dan 12 jam dalam
terbatas selain itu zat tersebut harganya tempat gelap, dengan suhu 25-30oC,
mahal. Berdasarkan studi literatur kelembaban 55-80% dan diberi makan
diketahui asam asetilsalisilat dan fruktosa secara ad libitum, perlakuan terhadap
merupakan zat yang memberikan potensi hewan percobaan telah disesuaikan
peningkatan kadar asam urat dengan dengan Guidelines for the Care and Use of
hambatan eksresi asam urat. Selain itu Laboratory Animals.
asam asetilsalisilat dan fruktosa lebih
mudah didapatkan dan harganya relatif 2.4 Pengujian Aktifitas Peingkatan Kadar
lebih murah (Choi dkk, 2004; Neogi, 2011). Asam Urat
Oleh karena itu dilakukan Hewan percobaan dibagi menjadi 5
penelitian yang berjudul “Pengaruh kelompok, dimana masing masing
Pemberian Kombinasi Asam Asetilsalisilat kelompok terdapat 5 ekor tikus.
dan Fruktosa Terhadap Peningkatan Kadar 1. Kelompok pertama sebagai kelompok
Asam Urat Pada Tikus Jantan Galur Wistar kontrol positif: tikus diberi suspensi
: Pengembangan Metode”. CMC 1% secara oral dan diberi

144
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

potasium oxonate dosis statistik dengan uji Normalitas, uji


50mg/200gram BB tikus secara Homogenitas, ANAVA dan uji LSD (Least
intraperitonial setiap hari, selama 3 Significant Differences) menggunakan
hari. SPSS versi 21.
2. Kelompok kedua sebagai kelompok
kontrol negatif: tikus diberi suspensi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
CMC 1% secara oral setiap hari, selama 3.1 Pengujian kadar asam urat setelah
3 hari.. tiga hari pemberian induksi
3. Kelompok ke 3 sebagai kelompok uji
dosis 1: tikus diberi asam asetilsalisilat Tabel 1. Kadar asam urat setelah
0,018g/200g BB tikus dan fruktosa diinduksi selama 3 hari
0,24g/200g % BB tikus dalam CMC 1% Kelompok Kadar (mg/dL)
secara oral setiap hari, selama 3 hari. kontrol negative 3,46 ± 0,42
4. Kelompok ke 4 sebagai kelompok uji kontrol positif 8,03 ± 0,88*
dosis 2: tikus diberi asam asetilsalisilat dosis 1 6,00 ± 0,40*
dosis 2 10,72 ± 0,55*
0,036g/200g BB tikus dan fruktosa
dosis 3 5,03 ± 0,45*
0,48g/200g BB tikus dalam CMC 1% * Menyatakan adanya perbedaan signifikan
secara oral setiap hari, selama 3 hari. dengan kelompok kontrol negatif (p<0,05).
5. Kelompok ke 5 sebagai kelompok uji Berdasarkan hasil penelitian yang
dosis 3: tikus diberi asam asetilsalisilat telah dilakukan didapat hasil bahwa dosis
0,072g/200g BB tikus dan fruktosa 1,2,3 dan kontrol positif memberikan hasil
0,96g/200g BB tikus dalam CMC 1% peningkatan kadar asam urat secara
secara oral setiap hari, selama 3 hari. signifikan (p<0,05) dibandingkan terhadap
Pengujian kadar asam urat kelompok negatif.
dilakukan setelah pemberian induksi Dari kelima kelompok uji, kadar rata-
selama tiga hari dan diuji 90 menit setelah rata asam urat kelompok normal paling
pemberian, dan juga dilakukan pengujian rendah dibandingkan kelompok lain.
3 hari setelah pemberian induksi Dimana kelompok negatif memiliki rata-
dihentikan. rata kadar 3,4 mg/dL dan kadar paling
2.5 Penetapan Kadar Asam Urat tinggi terdapat pada kelompok dosis 2
Penetapan kadar asam urat dengan rata-rata 10,75 mg/dL. Diikuti
dilakukan dengan cara enzymatis, dimana kelompok dosis positif, kelompok kontrol
pengambilan darah yang berasal dari vena 1 dan kelompok kontrol 3 8,03 mg/dL, 6,00
ekor. Kemudian darah tersebut dipisahkan mg/dL, 5,03 mg/dL.
serumnya dengan menggunakan Peningkatan kadar asam urat oleh
mikrosentrifuge, serum tersebut diambil fruktosa terjadi dalam dua jalur yaitu jalur
dan kadar asam urat diukur menggunakan produksi dan pertukaran asam urat
fotometer. dengan fruktosa di dalam tubulus diginjal.
2.6 Analisis Data Fruktosa merupakan satu satunya gula
Data yang diperoleh dari penelitian yang menghabiskan ATP, hasil sampingan
dianalisis dengan menggunakan metode dari ATP yang dihabiskan adalah adenosin

145
Muhammad Fauzi Ramadahan dkk.: Pengaruh Pemberian Kombinasi Asam Asetilsalisilat dan Fruktosa Terhadap
Peningkatan Kadar Asam Urat pada Tikus Jantan Galur Wistar: Pengembangan Metode

diphosphate (ADP) dan atau IMP. hiperurisemia (Doherty, 2009; Moriwaki,


Kemudian ADP dan IMP akan diubah 2014).
menjadi hipoxantin dan oleh xantin Kombinasi asetosal dan fruktosa ini
oxidase diubah menjadi asam urat. Selain dapat saling meningkatan kadar asam urat
itu peningkatan kadar asam urat melalui dimulai dari peningkatan produksi asam
pertukaran asam urat dengan fruktosa urat oleh metabolisme fruktosa dan
menjadi salah satu penyebab meingkatnya penghambatan eksresi asam urat di OAT 1
kadar asam urat dalam darah. dan OAT 3 diginjal juga peningkatan
Peningkatan tersebut akibat reabsorpsi asam urat ditubulus diginjal.
meningkatnya reabsorpsi asam urat Sehingga kadar asam urat dapat
diginjal melalui urat v1 atau glucose meningkat secara signifikan (Choi, 2008;
Transporter 9. Peningkatan asam urat Doherty, 2009; Prahastuti, 2011). Hal ini
sangat dipengaruhi seberapa banyak dapat dibuktikan pada tabel 4.1 bawa
fruktosa yang dikeluarkan dan ditukar semua kelompok dosis menunjukan
dengan asam urat pada tubulus di ginjal peningkatan kadar asam urat hingga bisa
(Choi dkk, 2008; Kelley, 1975; Johnson dkk, dinyatakan hiperurisemia.
2013; Prahastuti, 2011). Berbeda dengan mekanisme kerja
Sedangkan asam asetilsalisilat dosis yang dihasilkan oleh Kalium oksonat,
rendah bekerja dengan cara menghambat Kalium oksonat menghambat kerja urikase
organic acid transporter 1 dan 3 yang yang bertugas memecah asam urat
mengakibatkan penurunan eksresi asam menjadi alantoin kemudian diekskresi ke
urat pada tubulus proksimal di ginjal, urin. Apabila kerja urikase dihambat maka
sehingga meningkatkan kadar asam urat asam urat akan tetap terakumulasi di
dalam darah. Sedangkan pada dosis besar dalam tubuh sehingga kadarnya akan
asetosal bersifat urikosurik dengan dapat ditentukan (Vogel, 2008).
mekanisme meghambat reabsorpsi asam Pada dosis 1 terdapat kenaikan
urat pada Uric Acid Transporter 1 (URAT1) kadar asam urat dengan rata rata 6,00 ±
(Doherty, 2009; Tusom, 2016). 0,40 mg/dL , kenaikan ini memiliki
Secara normal 90% asam urat yang perbedaan yang signifikan secara statistik
diproduksi dalam tubuh dikeluarkan dengan kelompok negatif dan sudah
melalui ginjal, pengeluaran asam urat ini memasuki hiperurisemia. Namun dosis 1
dikeluarkan melalui organic acid belum memiliki efek yang lebih bagus
transpoter 1 dan 3. Asetosal dalam dosis dengan kontrol positif. Hal ini disebabkan
rendah dibawah 2 gram diketahui dapat penghambatan eksresi asam urat oleh
mempengaruhi eksresi asam urat dalam asetosal belum mencapai maksimal dan
organic acid transporter 1 dan 3. pertukaran fruktosa dengan asam urat
Hambatan ini mengakibatkan untuk meningkatkan reabsorpsi asam urat
menurunnya eksresi asam urat sehingga belum sepenuhnya maksimal.
70% asam urat yang seharusnya Pada dosis 2 terdapat kenaikan
dikeluarkan melalui ginjal masih terdapat kadar asam urat dengan rata rata 10, 72 ±
dalam tubuh dan menyebabkan 0,755 mg/dL , kenaikan ini memiliki

146
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

perbedaan yang signifikan secara statistik hewan percobaan 2 kali lebih banyak dari
dengan kelompok negatif, kontrol positif, pada dosis 2. Hal ini terjadi akibat
dosis 1 dan dosis 3 juga sudah memasuki mekanisme dari asam asetilsalisilat, asam
hiperurisemia sehingga bisa dinyatakan asetilsalisilat pada dosis rendah dapat
bahwa dosis 2 memberikan hasil yang meningkatkan kadar asam urat pada
maksimal dengan menghambat eksresi hambatan eksresi OAT1 dan OAT 3 di
asam urat pada hewan percobaan juga ginjal, sedangkan pada dosis besar
memproduksi dan meningkatkan asetosal bersifat urikosurik dengan
reapsorpsi asam urat di ginjal jika masih mekanisme yang hampir sama dengan
ada yang lolos melewati OAT 1 dan OAT 3. probenesid dengan meghambat
Kadar asam urat pada dosis 3 reabsorpsi asam urat pada Uric Acid
(5,03± 0,45 mg/dL) lebih rendah dari dosis Transporter 1 (URAT1) (Doherty, 2009;
2 meskipun dosis yang diberikan pada Moriwaki, 2014).

3.2 Pengujian kadar asam urat setelah tiga hari pemberian induksi dihentikan

Tabel.2 Kadar asam urat 3 hari setelah induksi dihentikan

Kelompok Kadar (mg/dL)


kontrol negatif 2,11± 0,58
kontrol positif 3,22 ± 0,72*
dosis 1 4,50 ± 0,68*
dosis 2 6,22 ± 0,59*
dosis 3 4,18 ± 0,72*
* Menyatakan adanya perbedaan signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (p<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian yang digunakan 3 hari setelah penghentian


telah dilakukan didapat hasil bahwa dosis induksi kombinasi asam asetilsalisilat dan
1, 2, 3 dan kontrol positif memiliki fruktosa diberikan.
perbedaan secara signifikan (p<0,05)
dibandingkan terhadap kelompok negatif. 4. KESIMPULAN
Pada pengujian kadar asam urat Berdasarkan hasil penelitian
setelah 3 hari pemberian dihentikan pengaruh pemberian kombinasi asam
terlihat bahwa kelompok negatif memiliki asetilsalisilat dan fruktosa dengan
kadar asam urat yang paling rendah serta berbagai variasi dosis yaitu dosis 1 (0,018
kembali pada level normal yaitu 2,11 ± gram/ 200 gram BB tikus dan 0,24 gram/
0,58 mg/dL. Sedangkan pada dosis 1, 2, 3 200 gram BB tikus), dosis 2 (0,036 gram/
dan kontrol positif kadar asam urat dalam 200 gram BB tikus dan 0,48 gram/ 200
darah masih tinggi yaitu 4,5 ± 0,68 mg/dL, gram BB tikus) dan dosis 3 (0,072 gram/
6,22 ± 0,59 mg/dL, 4,18 ± 0,72 mg/dL dan 200 gram BB tikus dan 0,96 gram/ 200
3,22 ± 0,72 mg/dL secara berturut turut. gram BB tikus) bahwa kadar asam urat tiap
Sehingga dosis 1 dan dosis 2 masih bisa kelompok meningkat secara bervariasi.

147
Muhammad Fauzi Ramadahan dkk.: Pengaruh Pemberian Kombinasi Asam Asetilsalisilat dan Fruktosa Terhadap
Peningkatan Kadar Asam Urat pada Tikus Jantan Galur Wistar: Pengembangan Metode

Dari hasil penelitian dosis I, II, dan Herfindal E.T, Gourley D.R, Hart L.L. 1992.
III kombinasi asam asetilsalisilat dan Clinical Pharmacy and
fruktosa dapat meningkatkan kadar asam Therapeutis Fifth Edition.
urat sebesar 6,00 ± 0,40 mg/dL, 10,72 ± Maryland USA; East Preston
0,55 mg/dL dan 5,03 ± 0,45 mg/dL secara Street.
berturut-turut. Sehingga ketiga dosis Irianto, Koes. 2015. Memahami berbagai
menunjukan peningkatan kadar asam urat penyakit. Bandung:Alfabeta
yang cukup signifikan di bandingkan Johnson RJ dkk . 2013. Sugar, uric acid, and
dengan kelompok normal, namun untuk the etiology of diabetes and
pengujian kadar asam urat di obesity. Diabetes 62:3307-3315.
rekomendasikan penggunaan dosis II. Kelley. N.W. 1975. Effect of drugs on uric
Setelah 3 hari penghentian induksi acid in man. Annual Reviews:
dosis 2 tetap memiliki kadar asam urat Pharmacol 1975.15:327-350.
tertinggi dengan 6,22 ± 0,59mg/dL diikuti Moriwaki Y . 2014. Effects on uric acid
dosis 1,3 dan kontrol positif 4,50 ± 0,68 metabolism of the drugs except
mg/dL, 4,18 ± 0,72 mg/dL dan 3,22 ± 0,72 the antihyperuricemics.
mg/dL secara berturut-turut. Dan ketiga JBioequiv Availab 6(1): 010-017.
dosis tersebut mampu mempertahankan Neogi T .2011. Gout. N Engl J Med
kadar asam urat pada level hiperurisemia 364:443-452.
sehingga dosis II masih bisa di gunakan Prahastuti Sijani. 2011. Konsumsi Fruktosa
setelah 3 hari induksi di hentikan. Berlebihan dapat Berdampak
Buruk bagi Kesehatan Manusia.
5. UCAPAN TERIMA KASIH JKM. Vol.10 No.2 Februari
Kami mengucapkan terima kasih kepada 2011:173-189
Ketua STIKes Bakti Tunas Husada yang Tusom, 2016. Gout and Its treatment.
mendukung penelitian yang telah Tersedia di;
dilakukan. http://tmedweb.tulane.edu/phar
mwiki/doku.php/gout_its_treat
6. DAFTAR PUSTAKA ment diakses pada tanggal 17
Choi HK dkk . 2004. Purine-rich foods, januari 2017.
dairy and protein intake, and the Vogel H.V, Scholkens B.A, Sandow.J. 2008.
risk of gout in men. NEngl J Med Drug Discovery and Evaluation.
350:1093-1103. German: Springer.
Choi HK . 2008. Soft drinks, fructose Wisesa, I.B.N & Suastika, K. 2009.
consumption, and the risk of gout Hubungan Antara Konsentrasi
in men; prospective cohort study. Asam Urat Serum Dengan
BMJ 336(7639):309-312. Resistensi Insulin Pada Penduduk
Dorherty M . 2009. New insights into the Suku Bali Asli Di Dusun Tenganan
epidemiology of gout. Pegringsingan Karangasem,
Rheumatology 48:ii2-ii8. Jurnal Penyakit Dalam. 10
(2):110-12.

148
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS SITOTOKSIK EKSTRAK DAUN


DADAP SEREP (Erythrina subumbrans) TERHADAP
SEL HELA SECARA IN VITRO

SCREENING PHYTOCHEMICAL AND CYTOTOXIC ACTIVITY ASSAY OF DADAP SEREP


LEAF EXTRACTS (Erythrina Subumbrans) TO HELA CELL IN VITRO

Fitrianingsih 1*, Diah Tri Utami 1, Indri Maharini 1


1
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi, Gedung FST Kampus Pinang Masak Jalan Raya
Jambi-Ma.Bulian KM.15 Mendalo 36361, Jambi, Indonesia
*Corresponding author: fitrianingsih@unja.ac.id

Abstract. Dadap Serep (Erythrina subumbrans) is one of the medicinal plants that have
the potential to be developed in the world of medicine. The Compound of erybraedin A
(pterocarpanoid) isolated from the stems of the plant genus Erythrina which provides
cytotoxic activity against some cancer cells in humans. This research aims to determine
the activity of cytotoxic and the class of compounds of Dadap Serep leafs. This research
was conducted by using the MTT assay. The main parameters of the observed was a
decrease in vability (the number of living Hela Cells). The data analysis used is the probit
analysis with a 95% confidence interval (IC50). The Stages of this research conducted
include rejuvenation of cells, the cells in liquid medium cultivation, extraction, TLC
qualitative test of leaf extract Dadap Serep E. subumbrans and cytotoxic test. The series
of 70% ethanol extract concentrations used are 500; 250; 150; 100; 50; 25; 10; and 5 µ
g/ml. The results showed that as many as 12x103 cells grown in 96-well plates and
incubated 24 h in DMEM medium low glucose containing extract of leaves of Dadap
Serep concentration 1-1000 µ g/ml. Values of IC50 of 169 µ g/ml by the extent 95%
confidence (p < 0.05). Based on the values of IC50, it can be concluded that extract of
leaves of Dadap Serep still has a potential activity as a chemotheraphy agent .

Keywords: Erythrina subumbrans, Hela Cell, Cytotoxic activity, MTT assay, IC50

1. PENDAHULUAN bahwa sekitar 500.000 wanita setiap


Kanker serviks adalah kanker yang tahunnya didiagnosa menderita kanker
terjadi pada daerah leher rahim. Kanker serviks, dan hampir 60% diantaranya
serviks adalah jenis kanker yang paling meninggal dunia. Di Indonesia
sering dijumpai pada wanita setelah diperkirakan terjadi sekitar 40 kasus baru
kanker payudara dan dapat menyebabkan per harinya dan 50% diantaranya
kematian. Angka kejadiannya sekitar 74% meninggal karena penyakit tersebut.
dibandingkan kanker ginekologi lainnya. Secara epidemiologi, kanker serviks
Data WHO tahun 2003 menyebutkan cenderung timbul pada kelompok usia 33-

149
Fitrianingsih dkk.: Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Daun Dadap Serep (Erythrina Subumbrans)
Terhadap Sel Hela Secara In Vitro

55 tahun, tetapi dapat juga timbul pada terdapat didalam genus Erythrina antara
usia yang lebih muda. Namun lain senyawa golongan pterocarpanoid,
pengetahuan mengenai kanker ini sangat flavonoid and triterpenoid (Greca et al.,
minim diketahui oleh wanita Indonesia 1990; Notaro et al., 1992; Achenbach and
sehingga terkadang mereka tidak Schwinn, 1995).
menyadari telah terserang penyakit ini. Kandungan senyawa bioaktif 5-
Hal ini disebabkan oleh tidak nampaknya hydroxysophoranone yang terdapat
gejala pada stadium-stadium awal didalam batang tanaman dadap serep
(Rumaisa, 2010). memberikan aktivitas yang poten
WHO merekomendasi penggunaan terhadap Plasmodium falciparum dengan
obat tradisional termasuk herbal dalam nilai IC50 sebesar 2,5 μg/mL, dan
pemeliharaan kesehatan masyarakat, kandungan senyawa bioaktif lain seperti
pencegahan dan pengobatan penyakit, erystagallin A, erycristagallin, dan
terutama untuk penyakit kronis, penyakit erysubin F juga memberikan aktivitas
degeneratif dan kanker. WHO juga antimikobakterial terhadap
mendukung upaya-upaya dalam Mycobacterium tuberculosis dengan nilai
peningkatan keamanan dan khasiat obat MIC sebesar 12,5 μg/mL (Rukachaisiriku et
tradisional, termasuk juga obat herbal al., 2007)
(WHO, 2003). Menurut Gibbs (2000) Penelitian ini bertujuan menentukan
dalam jurnal Harwoko (2011) aktivitas sitotoksik ekstrak daun dadap
mengungkapkan beberapa penelitian serep (Erythrina subumbrans) terhadap sel
tanaman obat yang berpotensi sebagai HeLa secara in vitro serta analisis
antikanker mengarahkan target aksi pada kandungan fitokimianya melalui uji
gen-gen pengatur pertumbuhan atau kromatografi lapis tipis, dan penentuan
proliferasi sel. golongan senyawa kimia.
Salah satu tanaman yang berpotensi
dikembangkan dalam dunia pengobatan 2. METODE PENELITIAN
adalah dadap serep (Erythrina 2.1. Alat dan Bahan
subumbrans). Menurut penelitian 2.1.1. Alat
Rukachaisiriku et al. (2007) menunjukkan Rotary evaporator, Botol lebar
bahwa senyawa erybraedin A (toples), Spatula, Oven, alat timbang,
(pterocarpanoid) yang diisolasi dari bagian cawan porselen, Gelas arloji, Bejana
batang tanaman genus Erythrina pengembang, Pipa kapiler, Oven, Alat
memberikan aktivitas sitotoksik terhadap penyemprot bercak dan Lampu UV, Gelas
beberapa sel kanker pada manusia beker, Gelas ukur, Erlenmeyer, Flakon,
diantaranya sel kanker epidermal (NCI- Pipet tetes, Pipet volume, Dragball,
H187) dengan nilai IC50 sebesar 2,1 μg/mL, Corong Buchner, siter glass (kolom
sel kanker payudara (BC) dengan nilai IC50 kromatografi), Statif Haemocytometer
sebesar 2,9 μg/mL, dan sel kanker paru- digunakan untuk kultur medium RPMI
paru (KB) dengan nilai IC50 sebesar 4,5 1640, Mikropipet, dan Inkubator.
μg/mL. Kandungan senyawa yang

150
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

2.1.2. Bahan supernatan dibuang, pellet ditambah 1 mL


Daun dadap serep (E. subumbrans.), medium penumbuh yang mengandung
Ethanol 70%, n-heksana, plat silika gel 60 10% FBS, disuspensikan perlahan hingga
PF254 (E. Merck) dan Sel kanker, media homogen, selanjutnya sel ditumbuhkan
RPMI 1640, Larutan DMSO sebagai kontrol dalam beberapa tissue culture flask kecil
pelarut , dan tripan biru (MTT). (3-4 buah), diinkubasikan dalam inkubator
2.2. Prosedur Penelitian pada suhu 37 °C dengan aliran 5% CO2.
2.2.1. Pembuatan Simplisia Setelah 24 jam, medium diganti dan sel
Daun dadap serep dicuci kemudian ditumbuhkan lagi hingga konfluen dan
dikeringkan dengan menggunakan oven jumlahnya cukup untuk penelitian.
pada 60 0C. Simplisia daun dadap serep Persiapan larutan uji. Hasil ekstraksi
dibuat serbuk dengan penggilingan. daun dadap serep (E. subumbrans.)
2.2.2. Ekstraksi diambil sebanyak 50 mg untuk dilarutkan
Daun dadap serep (E. submurban.) dengan 0,25% DMSO sehingga diperoleh
yang telah dikeringkan sebanyak 1,5847 kg konsentrasi 625 µg/ml. Dari larutan induk
dihaluskan hingga menjadi serbuk. tersebut dibuat pengenceran dengan
Ekstraksi dengan ethanol 70% dilakukan konsentrasi yaitu 5; 10; 25; 50; 100; 150;
secara maserasi. Maserat yang diperoleh 250; dan 500 µg/ml untuk ekstrak ethanol
dipekatkan dengan rotary evaporator 70%. (Djajanegara dan Wahyudi, 2009).
pada suhu 500C dengan kecepatan 50 rpm Uji sitotoksisitas dilakukan dengan
dan kemudian dikeringkan di oven pada metode penghitungan langsung (viable
suhu 400C hingga diperoleh bobot tetap cell count) dilakukan dengan membagi 5
(Djajanegara dan Wahyudi, 2009). kelompok pengujian yaitu media
2.2.3. Uji Sitotoksisitas terhadap sel HeLa ditambah sel HeLa sebagai kontrol media,
Pembuatan media RPMI 1640 sel HeLa ditambah pelarut Dimethyl
menggunakan larutan phosphate saline Sulfoxide (DMSO) sebagai kontrol negatif
buffer (PBS), larutan trypsin dan larutan (kontrol sel tanpa perlakuan) Pengujian
biru tripan. Kepadatan sel HeLa dihitung ekstrak ethanol 70% daun dadap serep
dengan meggunakan haemocytometer dilakukan dengan 8 konsentrasi, yaitu 5;
dengan mencampurkan 20 µl suspensi sel 10; 25; 50; 100; 150; 250; dan 500 µg/ml,
dengan 180 µl biru tripan pada perbesaran Masing-masing konsentrasi yang telah
100 X. dimasukkan ke dalam plate 96 sumuran
Persiapan suspensi sel HeLa. Sel yang sebanyak 100 µl media RPMI 1640 dan
inaktif dalam wadah ampul diambil dari ditambahkan suspensi sel HeLa sebanyak
tangki nitrogen cair dan segera dicairkan 100 µl. Seri kadar diulang tiga kali (triplo)
pada suhu 37°C, kemudian ampul agar lebih valid. Kultur kemudian
disemprot ethanol 70 %. Ampul dibuka diinkubasi selama 24 jam pada 370C.
dan sel dipindahkan ke dalam tabung Untuk menghitung jumlah sel HeLa yang
conical steril yang berisi medium RPMI hidup (berwarna kuning) maupun mati
1640. Suspensi sel disentrifuge 3000 rpm (berwarna biru) maka diambil 50 µl dan
selama 5 menit, kemudian bagian direaksikan dengan tripan biru sebanyak

151
Fitrianingsih dkk.: Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Daun Dadap Serep (Erythrina Subumbrans)
Terhadap Sel Hela Secara In Vitro

50 µl selama 3 menit. Hasil reaksi tersebut dengan persamaan regresi linier dengan
disuspensi dan diambil 10 µl untuk syarat r lebih besar dari r tabel,kemudian
dihitung jumlah selnya. Presentase masukkan y = 50% pada persamaan
kematian sel dengan metode perhitungan regresi linier (y = ax + b) kemudian cari nilai
langsung (viable cell count) dihitung x dan hitung, antilog dari konsntrasi
menggunakan rumus yang dipakai Doyle tersebut sehingga diperoleh nilai IC50
dan Griffith (Djajanegara dan Wahyudi, (CCRC UGM, 2013)
2009). Parameter yang digunakan untuk
2.3. Analisis Data uji sitotoksik yaitu nilai IC50. Nilai IC50
Penghitungan sel pada kultur media menunjukkan nilai konsentrasi yang
RPMI 1640 dilakukan pada 4 bilik hitung menghasilkan hambatan proliferasi sel
yang masing-masing terdiri dari 16 kotak sebesar 50% dan menunjukkan potensi
dan diambil rata-ratanya, kemudian ketoksikan suatu senyawa terhadap sel.
dikalikan dengan faktor pengenceran dan Nilai IC50 menjadi dasar penentuan untuk
faktor koreksi untuk setiap bidang besar melakukan uji pengamatan kinetika sel
(volumenya 10-4 ml). Jumlah sel dihitung dan potensi suatu senyawa sebagai agen
dengan rumus (Wahyudi dan Ira, 2009). sitostatik. Semakin besar nilai IC50 maka
Presentase kematian sel dengan metode senyawa tersebut semakin tidak toksik
penghitungan langsung (viable cell count) (Cho et al dalam Haryoto dkk, 2013).
dihitung menggunakan rumus yang
dipakai oleh Doyle & Griffith yaitu: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Skrining Fitokimia
Berdasarkan hasil skrining fitokimia
Hubungan antara log konsentrasi menunjukkan bahwa daun dadap serep
larutan uji dengan viabilitas sel dapat memiliki kandungan golongan senyawa
ditampilkan dalam bentuk grafik. Dari kimia seperti dapat dilihat pada tabel 2.
grafik tersebut dapat ditentukan nilai IC50

Tabel 2. Hasil pengujian skrining fitokimia


Uji Fitokimia Hasil
Fenolik +
Steroid +
Flavonoid +
Tannin +
Alkaloid +
Saponin +

3.2 Ekstraksi dengan menggunakan oven pada suhu


Sebanyak 2,5 kg sampel basah daun 50oC dan diperoleh 1,5847 kg sampel
dadap serep, selanjutnya dikeringkan kering daun dadap serep. Kemudian

152
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

sampel kering digrinder, maka diperoleh Berdasarkan hasil uji aktivitas


serbuk kering daun dadap serep sebesar sitotoksik, diperoleh nilai IC50 ekstrak
518 gram. Selanjutnya, dilakukan maserasi daun dadap serep dalam rentang
dan re-maserasi sebanyak 2 x selama 3 konsentrasi 1 – 1000 µg/ml sebesar 169
hari dengan menggunakan pelarut etanol µg/ml dengan taraf kepercayaan 95%
70% dan didapatkan ekstrak kental daun (p<0,05). Profil viabilitas sel disajikan dari
dadap serep sebanyak 156 gram yang rata-rata standart error (SE) dari tiga
telah di pisahkan pelarut hasil eksperimen masing-masing tiga kali
maserasinyadengan menggunakan rotary replikasi. Menurut The United States
evaporator. National Cancer Institute suatu ekstrak
Selanjutnya, ekstrak etanol daun dinyatakan memiliki aktivitas sitotoksik
dadap serep ini dilakukan uji aktivitas apabila IC50 ≤ 20 µg/ml (Lee, C.C dan
sitotoksiknya. Houghton, P. 2005).
3. 3 Uji Aktivitas Sitotoksik

100
80 y = -0,1592x + 76,902
R² = 0,8026
% Viabilitas

60
40
20
0
0 100 200 300 400 500 600
-20
Konsentrasi g/ml

Gambar 1. Efek sitotoksik ekstrak daun dadap serep terhadap penurunan viabilitas sel HeLa
menggunakan MTT assay. 12x103 sel ditanam dalam 96-well plate dan diinkubasi 24 jam dalam
media DMEM low glucose yang mengandung ekstrak daun dadap serep konsentrasi 1-1000
µg/ml.

Pada penelitian ini, hasil yang epidermal (NCI-H187) dengan nilai IC50
diperoleh > 20 µg/ml, ekstrak tersebut sebesar 2,1 μg/mL, sel kanker payudara
masih berpotensi memiliki aktivitas (BC) dengan nilai IC50 sebesar 2,9 μg/mL,
sitotoksik dikarenakan penelitian dan sel kanker paru-paru (KB) dengan nilai
sebelumnya menunjukkan bahwa IC50 sebesar 4,5 μg/mL. (Rukachaisirikul et
senyawa erybraedin A (pterocarpanoid) al. ,2007). Dengan kata lain, masih ada
yang diisolasi dari bagian batang tanaman kemungkinan senyawa yang sama juga
genus Erythrina memberikan aktivitas terdapat pada ekstrak daun dadap serep.
sitotoksik terhadap beberapa sel kanker Banyaknya jenis golongan senyawa
pada manusia diantaranya sel kanker yang terdapat pada suatu ekstrak seperti

153
Fitrianingsih dkk.: Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Daun Dadap Serep (Erythrina Subumbrans)
Terhadap Sel Hela Secara In Vitro

flavonoid, terpenoid, alkaloid, steroid dan senyawa yang tahapan pengerjaannya


sebagainya juga mempengaruhi akan berdampingan dengan pengujian
sensitivitas dari aktivitas sitotoksik ekstrak aktiitas sitotoksik untuk memastikan
daun dadap serep tersebut serta senyawa yang diperoleh aktif secara
berkemungkinan bekerjan. Sehingga, sitostatik dengan bioassay guidance.
diperlukan tahapan pemisahan lanjutan Terlihat dari perubahan morfologi sel hela
yang dimulai dengan fraksinasi dan isolasi pada gambar 2.

Gambar 2. Efek sitotoksik ekstrak dadap serep terhadap perubahan morfologi sel HeLa
menggunakan MTT assay. 12x103 sel ditanam dalam 96-well plate dan diinkubasi 24 jam dalam
media DMEM low glucose tanpa atau dengan berbagai konsentrasi ekstrak daun dadap serep.
A. tanpa perlakuan; perlakuan dengan ekstrak daun dadap serep; B. 50 µg/ml, C. 100 µg/ml, D.
150 µg/ml. Morfologi sel HeLa (panah) dan perubahan morfologi sel HeLa (panah putus).
Pengamatan di bawah mikroskop perbesaran 100x, bars : 50 µm.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil skrining fitokimia 6. DAFTAR PUSTAKA
dan pengujian aktivitas sitotoksik CCRC UGM. 2013. Prosedur Tetap Uji
terhadap ekstrak daun Dadap Serep Sitotoksik Metode MTT.
diketahui bahwa ekstrak daun dadap http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_i
serep masih berpotensi dan bisa dijadikan d=240. (Diakses tanggal 4 Februari
sebagai kandidat agen kemoterapi. 2017)
Sehingga perlu dilakukan tahapan Gibbs J. B. 2000. Anticancer Drugs Targets,
selanjutnya dengan fraksinansi dan isolasi Growth Factors and Growth Factor.
senyawa aktif lainnya. Harwoko dan E. D. Utami. 2011. Aktivitas
Sitotoksik Fraksi n-Heksana :
5. UCAPAN TERIMAKASIH Kloroform Dari Ekstrak Metanol Kulit
Ucapan terima kasih disampaikan Batang Mangrove (Rhizopora
kepada Lembaga Penelitian dan mucronata) Pada Sel Kanker
pengabdian Masyaratakat Universitas Myeloma. Jurusan Farmasi Universitas
Jambi yang telah mendanai penelitian ini. Jenderal Soedirman Purwokerto.

154
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

Haryoto, et al. 2013. Aktivitas sitotoksik ………., (2007). Biological Activities of the
ekstrak etanol tumbuhan salam Chemical Constituents of Erythrina
(Cynometra ramiflora Linn) terhadap stricta and Erythrina subumbrans.
SEL HeLa, T47D dan WiDR. Jurnal Archives of Pharmacal Research.
Penelitian Saintek, Vol. 18, Nomor 2, 30:1398
Oktober 2013. Rumaisa, F., I. rijayana., T. Nurafianti.
Jayanegara A. dan A. Sofyan. 2008. 2010. Sistem pakar diagnosa awal
Penentuan Aktivitas Biologis Tanin kanker serviks dengan metode
Beberapa Hijauan secara in Vitro certainty factor. Seminar Nasional
Menggunakan ’Hohenheim Gas Test’ Informatika 2010 (semnasIF 2010).
dengan Polietilen Glikol Sebagai Yogyakarta.
Determinan. Media Peternakan Wahyudi, P dan Ira Djajanegara. 2009.
Volume 31 Nomor 1 Halaman 44-52 Pemakaian Sel HeLa dalam Uji
ISSN 0126-0472. Sitotoksisitas Fraksi Kloroform dan
Lee, C.C dan Houghton, P. Ethanol Kulit Batang Mahkota Dewa
2005.Cytotoxicity of plants from (Phaleria macrocarpa). Jurnal Biotika
Malaysia and Thailand used Volume 7 Nomor 2 Halaman 53-60.
traditionally to treat cancer. J World Health Organization. 2003.
Ethnopharmacol, 2005; 100: 237-243. Traditional Medicine,
Rukachaisirikul et al. (2007). Antibacterial http://www.who.int/mediacentre/fac
pterocarpans from Erythrina tsheets/2003/fs134/en/ (diakses
subumbrans. J. Ethnopharmacol. Mar tanggal 3 Februari2017)
1;110(1):171-5. Epub 2006 Sep 26.

155
156
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

PROFIL PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS WILAYAH KOTA DENPASAR

PROFILE OF DRUG MANAGEMENT IN PRIMARY HEALTH CENTER


IN THE CITY OF DENPASAR

I Nyoman Gede Tri Sutrisna1*, Kadek Duwi Cahyadi1


1
Sekolah Tinggi Farmasi Mahaganesha, Jalan Tukad Barito Timur No.57, Denpasar, Indonesia
*Corresponding author: trisutrisna@farmasimahaganesha.ac.id

Abstract. This aims of this research was to know the profil of drug management in
Primary Health Center in the city of Denpasar. Descriptive study was done to all Primary
Health Centre, using a validated structured questionnaire. There were 11 the Primary
Health Center observed and their staff was interviewed. The results this research show
that drug planning with good category (75.76%), drug demand with excellent category
(92.42%), drug acceptance with good category (78.41%), drug storage with excellent
category (86.36%), drug distribution with excellent category (82.58%), drug control with
excellent category (81.06%), record keeping, reporting and filing of drugs with excellent
category (95.83%), monitoring and evaluation with excellent category (80.68%)

Keywords: drug management, primary health center

1. PENDAHULUAN evaluasi obat (Kemenkes RI, 2016). Obat


Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus terjamin mutunya agar obat
merupakan satu kesatuan yang tidak tersebut efektif saat dikonsumsi oleh
terpisahkan dari pelaksanaan upaya pasien sehingga akan menghasilkan efek
kesehatan yang berperan penting dalam terapi yang maksimal. Disinilah peran
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan apoteker dalam menjamin mutu obat agar
bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian tetap terjaga dengan baik. Apabila obat-
di Puskesmas harus mendukung tiga obatan tidak dikelola dan digunakan
fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai sebagaimana mestinya, maka akan timbul
pusat penggerak pembangunan berbagai kerugian, baik medis maupun
berwawasan kesehatan, pusat ekonomis (Depkes RI, 2005).
pemberdayaan masyarakat, dan pusat Berdasarkan hal tersebut penting
pelayanan kesehatan strata pertama yang untuk melakukan penelitian mengenai
meliputi pelayanan kesehatan perorangan pengelolaan obat di Puskesmas untuk
dan pelayanan kesehatan masyarakat mengetahui seberapa jauh kegiatan
(Kemenkes RI, 2016). pengelolaan obat di Puskesmas dapat
Kegiatan pengelolaan obat di berjalan dengan baik. Lokasi dari
Puskesmas terdiri dari perencanaan obat, penelitian ini mencakup Puskesmas
permintaan obat, penerimaan obat, Wilayah Kota Denpasar. Tujuan dari
penyimpanan obat, pendistribusian obat, penelitian ini untuk mengetahui profil
pengendalian obat, pencatatan dan pengelolaan obat di Puskesmas Wilayah
pelaporan obat serta pemantauan dan Kota Denpasar.

157
I Nyoman Gede Tri Sutrisna dan Kadek Duwi Cahyadi: Profil Pengelolaan Obat di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar

2. METODE PENELITIAN Setelah jawaban dianalisis melalui


Penelitian ini dilakukan dengan rumus di atas, selanjutnya dicocokkan
observasi dan bersifat deskriptif yang atau disesuaikan dengan
bertujuan membuat deskripsi atau kualifikasi/kriteria yang diadaptasi dari
gambaran secara sistematis, faktual, dan Sugiyono (2010):
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat
serta hubungan fenomena yang diselidiki Tabel 1. Range persentase dan kriteria
(Sugiyono, 2005). Lokasi penelitian kualitatif
meliputi puskesmas di Kota Denpasar. Interval Kriteria
Sumber data primer didapatkan dari 81 - 100% Sangat Baik
61 - 80% Baik
kuesioner melalui wawancara dengan
41 - 60% Cukup Baik
penanggung jawab pengelolaan obat 21 - 40% Kurang Baik
sebagai responden. Pengumpulan data 0 - 20% Tidak Baik
dilakukan pada seluruh populasi sebagai
sampel penelitian dengan delapan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
variabel penelitian, yaitu perencanaan 3.1 Perencanaan Obat
obat, permintaan obat, penerimaan obat, Perencanaan obat merupakan proses
penyimpanan obat, pendistribusian obat, kegiatan seleksi obat untuk menentukan
pengendalian obat, pencatatan, jenis dan jumlah obat dalam rangka
pelaporan dan pengarsipan obat serta pemenuhan kebutuhan Puskesmas.
pemantauan dan evaluasi obat. Penanggung jawab perencanaan obat
Uji validitas instrumen penelitian adalah Apoteker 18,18% (2/11) Puskesmas
dilakukan pada kuesioner meliputi uji dan Tenaga Teknis Kefarmasian 81,82%
validitas isi dan rupa. Data penelitian (9/11) Puskesmas. Periode pelaksanaan
diolah dengan metode pengolahan data kegiatan perencanaan obat 63,64% (7/11)
statistik deskriptif. Instrumen kuisioner Puskesmas setiap 1 tahun, 9,09% (1/11)
menggunakan system scoring. Setiap Puskesmas setiap 2 tahun, 9,09% (1/11)
sampel Puskesmas yang menjawab sesuai Puskesmas setiap 3 tahun, dan 18,18%
pada tiap pertanyaan nilainya 1 dan untuk (2/11) Puskesmas setiap 4 tahun. Proses
setiap jawaban yang tidak sesuai nilainya seleksi pada saat perencanaan obat di
0. Untuk mendeskripsikan setiap indikator Puskesmas dilakukan dengan
pelayanan kefarmasian yaitu dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola
menghitung persentase menurut konsumsi periode sebelumnya, data
Purwanto (2004): mutasi dan rencana pengembangan.
Proses seleksi perencanaan obat juga
𝐹
𝑃 = 𝑁 x 100% (1) harus mengacu pada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) dan Formularium
Nasional.
Keterangan:
P = persentase tiap indikator
F = jumlah skor tiap indikator
N = jumlah skor maksimum

158
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

3.2 Permintaan Obat diterima agar aman (tidak hilang),


Permintaan obat bertujuan untuk terhindar dari kerusakan fisik maupun
memenuhi kebutuhan obat di Puskesmas, kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai
sesuai dengan perencanaan kebutuhan dengan persyaratan yang ditetapkan.
yang telah dibuat. Penanggung jawab Tujuan penyimpanan obat adalah agar
permintaan obat adalah Apoteker 9,09% mutu obat yang tersedia di Puskesmas
(1/11) Puskesmas dan Tenaga Teknis dapat dipertahankan sesuai dengan
Kefarmasian 90,91% (10/11) Puskesmas. persyaratan yang ditetapkan. Penanggung
Permintaan obat 100% (11/11) Puskesmas jawab penyimpanan obat adalah Apoteker
diajukan kepada Dinas Kesehatan 9,09% (1/11) Puskesmas dan Tenaga
Kabupaten/Kota, sesuai dengan Teknis Kefarmasian 90,91% (10/11)
ketentuan peraturan perundangan- Puskesmas. Dalam melakukan
undangan dan kebijakan pemerintah penyimpanan obat 18,18% (2/11)
daerah setempat. Permintaan obat 100% Puskesmas mempertimbangkan bentuk
(11/11) Puskesmas dibuat menggunakan dan jenis sediaan; kondisi yang
Laporan Penggunaan dan Lembar dipersyaratkan dalam penandaan di
Permintaan Obat (LPLPO). kemasan obat seperti suhu penyimpanan,
3.3 Penerimaan Obat cahaya dan kelembaban; obat golongan
Penerimaan obat adalah suatu narkotika dan psikotropika sesuai dengan
kegiatan dalam menerima obat dari ketentuan perundang-undangan; tempat
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai penyimpanan obat tidak pergunakan
dengan permintaan yang telah diajukan. untuk penyimpanan barang lainnya yang
Penanggung jawab penerimaan obat menyebabkan kontaminasi. Sedangkan
adalah Apoteker 9,09% (1/11) Puskesmas 81,82% (9/11) Puskesmas selain
dan Tenaga Teknis Kefarmasian 90,91% mempertimbangkan hal yang tersbut
(10/11) Puskesmas. Permintaan obat diatas juga mempertimbangkan
100% (11/11) Puskesmas. Pada setiap penyimpanan obat yang mudah atau
penerimaan obat 100% (11/11) Tenaga tidaknya terbakar atau meledak.
Kefarmasian di Puskesmas melakukan 3.5 Pendistribusian Obat
pengecekan terhadap obat yang Pendistribusian obat merupakan
diserahkan, mencakup jumlah, kemasan, kegiatan pengeluaran dan penyerahan
jenis, jumlah obat, bentuk obat dan masa obat secara merata dan teratur untuk
kadaluwarsa sesuai dengan isi dokumen memenuhi kebutuhan sub unit atau setelit
LPLPO ditandatangani oleh Tenaga farmasi Puskesmas dan jaringannya. Sub
Kefarmasian dan diketahui oleh Kepala unit di Puskesmas dan Jaringannya antara
Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, lain sub unit pelayanan kesehatan di
maka Tenaga Kefarmasian mengajukan dalam lingkungan Puskesmas, Puskesmas
keberatan. pembantu, Puskesmas keliling, Posyandu,
3.4 Penyimpanan Obat dan Polindes. Pendistribusian obat di
Penyimpanan obat merupakan suatu Puskesmas 100% (11/11) Puskesmas
kegiatan pengaturan terhadap obat yang menditribusikan ke poli-poli di Puskemas,

159
I Nyoman Gede Tri Sutrisna dan Kadek Duwi Cahyadi: Profil Pengelolaan Obat di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar

UGD Puskesmas, Puskesmas pembantu, kerja Puskesmas dengan jenis, mutu,


Puskesmas keliling, Posyandu, dan jumlah dan waktu yang tepat. Penanggung
Puskesmas lain. Tujuan dari jawab pendistribusian obat adalah
pendistribusian obat adalah untuk Apoteker 9,09% (1/11) Puskesmas dan
memenuhi kebutuhan obat sub unit Tenaga Teknis Kefarmasian 90,91%
pelayanan kesehatan yang ada di wilayah (10/11) Puskesmas.

Tabel 2. Cara Pendistribusian Obat


Cara Pendistribusian
Puskesmas Kombinasi Flour stock dan
Flour stock Dispensing dosis unit
Dispensing dosis unit
I Denbar √ √ √
II Denbar √ √ -
I Denut √ - -
II Denut √ √ -
III Denut √ - -
I Densel √ √ -
II Densel √ √ -
III Densel √ √ -
IV Densel √ √ -
I Dentim √ - -
II Dentim √ √ -

3.6 Pengendalian Obat kekosongan obat di unit Puskesmas.


Pengendalian obat adalah suatu Penanggung jawab pengendalian obat
kegiatan untuk memastikan tercapainya adalah Apoteker 18,18% (2/11) Puskesmas
sasaran yang diinginkan sesuai dengan dan Tenaga Teknis Kefarmasian 81,82%
strategi dan program yang telah (9/11) Puskesmas. Tujuan Pengendalian
ditetapkan sehingga tidak terjadi obat adalah agar tidak terjadi kelebihan
kelebihan dan kekurangan atau dan kekosongan Obat di Puskesmas.

Tabel 3. Pengendalian Obat yang dilakukan


Pengendalian Obat yang dilakukan
Puskesmas
A B C d
I Denbar √ √ √ √
II Denbar √ - √ -
I Denut √ √ √ -
II Denut √ √ √ √
III Denut √ - √ -
I Densel √ √ √ √
II Densel √ √ √ -
III Densel √ √ √ -
IV Densel √ √ √ -
I Dentim √ √ √ -
II Dentim √ √ √ √
Keterangan:
a. Persediaan dan Penggunaan
b. Suhu Ruangan
c. Penganganan Obat Hilang, Rusak, Kadaluwarsa
d. Limbah Obat

160
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

3.7 Pencatatan, Pelaporan dan obat adalah Apoteker 18,18% (2/11)


Pengarsipan Obat Puskesmas dan Tenaga Teknis
Pencatatan, Pelaporan dan Kefarmasian 81,82% (9/11) Puskesmas.
Pengarsipan Obat yang dilakukan pada Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah
seluruh rangkaian kegiatan dalam bukti bahwa pengelolaan obat telah
pengelolaan obat. Baik yang diterima, dilakukan; sumber data untuk melakukan
disimpan, didistribusikan dan digunakan di pengaturan dan pengendalian; sumber
Puskesmas. Penanggung jawab data untuk pembuatan laporan.
pencatatan, pelaporan dan pengarsipan

Tabel 4. Pencatatan yang dilakukan


Pencatatan yang dilakukan
Puskesmas
a b c d
I Denbar √ √ √ √
II Denbar √ √ √ √
I Denut √ √ √ √
II Denut √ √ √ √
III Denut √ √ √ √
I Densel √ √ √ √
II Densel √ √ √ √
III Densel √ √ √ √
IV Densel √ √ √ √
I Dentim √ - - √
II Dentim √ √ √ √
Keterangan:
a. Pencatatan Pengobatan Pasien
b. Pencatatan Suhu Ruangan
c. Pencatatan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
d. Pencatatan Kartu Stok

Tabel 5. Pelaporan yang dilakukan


Pencatatan yang dilakukan
Puskesmas
a b c d
I Denbar √ √ √ √
II Denbar √ √ √ √
I Denut √ √ √ √
II Denut √ √ √ √
III Denut √ √ √ √
I Densel √ √ √ √
II Densel √ √ √ √
III Densel √ √ √ √
IV Densel √ √ √ √
I Dentim √ √ √ √
II Dentim √ √ √ √
Keterangan:
a. Pelaporan mutasi obat
b. Pelaporan penggunan obat narkotika dan psikotropika
c. Pelaporan pelayanan kefarmasian di Puskesmas
d. Pelaporan penggunaan obat generik

161
I Nyoman Gede Tri Sutrisna dan Kadek Duwi Cahyadi: Profil Pengelolaan Obat di Puskesmas Wilayah Kota Denpasar

Tabel 6. Pengarsipan yang dilakukan


Pengarsipan yang dilakukan
Puskesmas
a b c d
I Denbar √ √ √ √
II Denbar √ √ - √
I Denut √ √ √ √
II Denut √ √ - √
III Denut √ √ - √
I Densel √ √ √ √
II Densel √ √ √ √
III Densel √ √ √ √
IV Densel √ √ √ √
I Dentim √ √ - √
II Dentim √ √ √ √
Keterangan:
a. Pengarsipan LPLPO
b. Pengarsipan Resep
c. Pengarsipan Catatan Mutasi Stok
d. Pengarsipan data Pelayanan Informasi Obat (PIO)

3.8 Pemantauan dan Evaluasi Obat dengan profil sebagai berikut


Pemantauan dan Evaluasi obat perencanaan obat dengan kategori baik
dilakukan secara periodik. 54,55% (6/11) (75,76%), permintaan obat dengan
Pusekesmas melakukan pemantuan dan kategori sangat baik (92,42%),
evaluasi 1 bulan sekali, 18,18% (2/11) penerimaan obat dengan kategori baik
Puskesmas melakukan pemantauan dan (78,41%), penyimpanan obat dengan
evaluasi 3 bulan sekali dan 27,27% (3/11) kategori sangat baik (86,36%),
Puskesnas melakukan pemantauan 4 pendistribusian obat dengan kategori
bulan sekali. Pemantauan dan Evaluasi sangat baik (82,58%), pengendalian obat
obat dilakukan tujuannya adalah dengan kategori sangat baik (81,06%),
mengendalikan dan menghindari pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dengan kategori sangat baik (95,83%)
obat sehingga dapat menjaga kualitas serta pemantauan dan evaluasi obat
maupun pemerataan pelayanan; dengan kategori sangat baik (80,68%).
memperbaiki secara terus-menerus
pengelolaan obat; memberikan penilaian 5. UCAPAN TERIMAKASIH
terhadap capaian kinerja pengelolaan. Ucapan terima kasih disampaikan
Penanggung jawab pemantauan dan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota
evaluasi obat adalah Apoteker 18,18% Denpasar atas ijin penelitian yang
(2/11) Puskesmas dan Tenaga Teknis diberikan. Kepada Kepala Puskesmas di
Kefarmasian 81,82% (9/11) Puskesmas. Wilayah Kota Denpasar dan Penanggung
jawab Kefarmasian di Wilayah Kota
4. KESIMPULAN Denpasar atas kerja sama yang baik
Pengelolaan obat di Puskesmas selama proses penelitian. Dan Sekolah
Wilayah Kota Denpasar sudah sangat baik Tinggi Farmasi Mahaganesha atas fasilitas

162
Prosiding Seminar Nasional APTFI II
Banjarmasin, 17-18 November2017

dan sumber dana penelitian yang Kementerian Kesehatan Republik


diberikan. Indonesia. (2016). Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 74
6. DAFTAR PUSTAKA Tahun 2016 Tentang Standar
Departemen Kesehatan Republik Pelayanan Kefarmasian di
Indonesia. (2005). Kebijakan Obat Puskesmas. Jakarta: Menteri
Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kesehatan Republik Indonesia, Notoatmodjo, Soedikidjo. (2010).
Direktorat Jenderal Pelayanan Metodologi Penelitian Kesehatan.
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Jakarta: PT. Rinka Cipta.
Departemen Kesehatan Republik Suharyadi Purwanto. (2004). Statistika
Indonesia. (2007). Pedoman Dasar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Pengelolaan Obat Publik dan Persada.
Perbekalan Kesehatan. Jakarta: Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Departemen Kesehatan Republik Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Indonesia, Direktorat Jenderal Bandung: Alfabeta
Pelayanan Kefarmasian dan Alat
Kesehatan

163

Anda mungkin juga menyukai