Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan sangat penting bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, sebagai
petugas kesehatan khususnya perawat, memiliki tanggung jawab meningkatkan
keterampilan dalam memberikan pelayanan dengan baik (Depkes, 2008).
Perkembangan zaman saat ini, juga mempengaruhi gaya hidup atau kebiasaan
sehari hari. Misalnya kurangnya mengkonsumsi makanan berserat yang menjadi
salah satu penyebab apendisitis (Muttaqin, 2013).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks).Usus buntu sebenarnya adalah sekum (caecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera
untuk komplikasi yang umumnya berbahaya.(Wim de Jong et al, 2010).

Penelitian terbaru menunjukkan 7% penduduk di Negara Barat menderita


apendisitis dan terdapat lebih dari 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika
Serikat setiap tahunnya (WHO 2014). Badan WHO (World Health Organization)
menyebutkan insidensi apendisitis di Asia dan Afrika pada tahun 2014 adalah
4,8% dan 2,6% penduduk dari total populasi.

Di Indonesia insiden appendisitis cukup tinggi, terlihat dengan adanya


peningkatan jumlah pasien dari tahun ketahun. Berdasarkan data yang diperoleh
dari (Depkes, 2016), kasus appendisitis pada tahun 2016 sebanyak 65.755 orang
dan pada tahun 2017 jumlah pasien appendisitis di Jawa Timur sebanyak 5.980
penderita dan 177 penderita diantaranya menyebabkan kematian (Dinas
kesehatan, 2017).

Appendisitis biasanya disebabkan oleh peyumbatan lumen appendiks oleh


hyperplasia folikel limfosit, fekalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi appendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium (Mansjoer, 2009).

Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri didaerah umbilicus atau


periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah dalam 2-12 jam, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang kadang terjadi
diare, mual dan muntah (Mansjoer, 2009). Tindakan pengobatan terhadap
appendisitis dapat dilakukan dengan cara operasi. Operasi apendiks dilakukan
dengan cara apendiktomy yang merupakan suatu tindakan pembedahan
membuang apendiks. Adapun respon yang timbul setelah tindakan apenditomy
untuk kerusakan jaringan dan rusaknya ujung – ujung syaraf yang menyebabkan
timbul masalah keperawatan kerusakan integritas jaringan (Aribowo, H &
Andrifiliana, 2011).

Jumlah pasien yang menderita penyakit apendisitis di Indonesia berjumlah


sekitar 27% dari jumlah penduduk di Indonesia. Kejadian apendisitis di provinsi
Sumatera Barat tergolong cukup tinggi, khususnya di Kota Padang yang
merupakan Ibu Kota dari Provinsi Sumatera Barat. Dalam periode 2 tahun ( 1
Januari 2015 – 31 Desember 2016) di Sumatera Barat, menurut penelitian dari
data rekam medik pasien RSUP Dr. M Djamil Padang terdapat 199 kasus
apendisitis. Hal ini meunculkan dugaan tingginya angka kejadian apendisitis akut
di Kota Padang.

Data Appendisitis di RSI Ibnu Sina Payakumbuh di Ruang Arrafah. RSI


Ibnu Sina Payakumbuh merupakan rumah saki tipe B dan merupakan rumah sakit
rujukan PPK I, Puskesmas dan Klinik Praktek Dokter. Berdasarkan data dari
rawap inap bedah selama 3 bulan terakhir terdapat 10 orang pasien dengan post
operasi appendisitis (Appendiktomy).

Pada klien dengan post operasi appendiktomy mungkin akan mengalami


masalah nyeri, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, body, image, resiko infeksi,
intoleransi aktivitas dan kerusakan integritas jaringan, maka dari itu penulis
tertarik untuk membahas Asuhan keperawatan pada Ny.W dengan Post Operasi
Appendiktomy.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan keperawatan pada Ny.W dengan post operasi


appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny.W dengan


post operasi appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.

1.3.2. Tujuan Khusus

Observasi pada studi kasus ini juga mempunyai beberapa tujuan


khusus, diantaranya :

1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan kepada Ny.W Dengan


Post Operasi Appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina
Payakumbuh.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan kepada Ny.W Dengan
Post Operasi Appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina
Payakumbuh.
3. Mampu menyusun rencana keperawatan kepada Ny.W Dengan Post
Operasi Appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.
4. Mampu melakukan tindakan keperawatan kepada Ny.W Dengan Post
Operasi Appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan kepada Ny.W Dengan Post
Operasi Appendiktomy di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.
6. Mampu melakukan perdokumentasian Asuhan keperawatan yang telah
dilakukan pada Ny.W Dengan Post Operasi Appendiktomy di Ruang
Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Penulis

Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai tambahan ilmu


pengetahuan dan untuk mengaplikasikan kemampuan serta ilmu yang telah
penulis terima di bangku perkuliahan.

1.4.2 Bagi Institusi

Sebagai tambahan literature dan metode bimbingan yang baik dan


untuk membahas atau membedah jurnal sehingga ditemukan hal – hal
terbaru, dan pengetahuan lebih bertambah serta sebagai sumber bacaan di
Stikes Yarsi Sumbar Bukittinggi.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi RSI Ibnu Sina Payakumbuh dalam upaya


meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien Post Operasi
Appendiktomy Di Ruang Arrafah RSI Ibnu Sina Payakumbuh.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Dasar

2.1.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki – laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.(Arif
Mansjoer ddk 2000 hal 307).

Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada


apendik yang merupakan kasus gawat bedah abdomen yang paling sering
terjadi.(Arifin, 2009).

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada


anakkurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insisden tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun insiden pada laki – laki
dan permpuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20 – 30 tahun
insiden laki – laki lebih tinggi.(Sjamsuhidajat,2005).

Apendisitis merupakan indikasi tersering pengangkatan pendiks,


walaupun pembedahan ini dapat juga dilakukan untuk tumor, misalnya
karsinold atau adenokarsinoma (Sylvia A, Price, 2006).

Apendiktomi suatu tindakan pembuangan apndiks yang mengalami


peradangan secara pembedahan.(Oswari, 2008).

Menurut Brunner & Suddarth (2001) apendisitis merupakan


penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari
rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Apendiksitis dapat terjadi pada semua golongan usia, paling
sering terjadi antara usia 10 – 30 tahun, dengan presentasi pria lebih sering
dari pada wanita, dan remaja lebih sering dari pada orang tua.

Keluhan apendisitis biasanya berawal dari nyeri atau rasa tidak


enak di sekitar umbilicus, umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari
dan nyeri akan bergeser dalam 2 – 12 jam kekuadran kanan bawah,
menetap dan diperberat bila berjalan. Didapatkan juga adanya keluhan
anoreksia, mual, muntah, demam yang tidak terlalu tinggi dan leukositoaia
sedang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan local pada titik
McBurney, nyeri tekan lepas (rebound renderness), dan nyeri alih
(referredpain). Pada apendisitis yang sudah mengalami perforasi muncul
gejala berupa nyeri, nyeri tekan dan spasme, disertai hilangnya rasa nyeri
secara dramatis unuk sementara. (Price & Wilson, 2005).

2.1.2 Etiologi Apendisitis

Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lumen


appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa,
fekalit (material garam kalsium, debris fekal), atau parasite (Katz, 2009).

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya


proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa factor pencetus
diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan
cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal
dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa factor yang
mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya :

1. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan factor terpenting terjadinya apendisitis


(90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh
hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4%
karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh
parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui
pada bermacam macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan
40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis
akut ganggrenosa tanpa rupture dan 90% pada kasus apendisiis akut
dengan rupture.

2. Faktor bakteri

Infeksi enterogen merupakan factor pathogenesis primer pada


apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah
terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi
peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan
terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman
anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.

3. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makann sehari –


hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai
resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makanny banyak serat. Namun
saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola
makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang
dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat,
memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

4. Faktor infeksi saluran pernapasan

Setelah mendapat penyakit salurn pernapasan akut terutama epidemic


influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat.
Namun hati hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.


Namun terdapat banyak sekali factor pencetus terjadinya penyakit ini.
Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada
lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja
yang keras ( fekalit ), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing,
parasite, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktu. Namun yang
paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan
hyperplasia jaringan limfoid.(Irga, 2007)

Penelitian epidemilogi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan


rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman dan
flora kolon biasa.

2.1.3 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis diebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.

Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa


mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun
elasitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri
dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.


Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat


terlipat atau tersumbat kemungkinan oeh fekolit (massa keras dari faces)
atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,
menimbulkan nyeri abdomen atau menyebar hebat secara progresif, dalam
beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen.
Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus. (Suzanne C Smeitzer,
2000)

Anda mungkin juga menyukai