Anda di halaman 1dari 3

Nama:Ilham Dwitarama prayitno

No absen:15

Kelas:VIIIB

LockDown Covid-19

"Maaf Bu, hari ini mau masak apa?" Bik Sum bertanya sopan pada Ibu Rani
majikannya. 
Ibu Rani yang sedang asik mengetik di laptopnya segera menghentikan aktifitas dan
berjalan menuju kulkas.
"Hmm.. masak apa ya?" ujarnya pelan sambil memperhatikan isi kulkas yang penuh
sesak.
Berbagai pilihan lauk segar dan beraneka sayuran aneka warna tersusun rapi dalam
wadah plastik bening.
"Masak tahu tempe bacem, ayam goreng tepung, sayur bening bayam dan jagung,
sama sambalado ya, Bik." putus Ibu Rani akhirnya.
"Ah ya, tolong sekalian goreng kerupuk udang dan potong buah juga ya Bik, kayak
biasa." tambah Ibu Rani sebelum kembali tenggelam dalam pekerjaannya yang
sempat tertunda.
Bik Sum mengangguk tanda mengerti. Ia segera memulai memasak karena
pekerjaan rumah tangga lainnya telah menunggu giliran untuk dikerjakan.

Baru 2 bulan terakhir Bik Sum bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah
kediaman Pak Rizki dan istrinya, Ibu Rani. Pak Rizki adalah seorang dokter yang
bekerja di salah satu rumah sakit milik pemerintah di kota mereka. Ibu Rani,
meskipun sama-sama memiliki gelar dokter, memutuskan tinggal di rumah dan
mengasuh sendiri ketiga anak mereka yang masih kecil. Terkadang ketika anak-
anak tidur, Ibu Rani terlihat asik dengan laptopnya.
"Menulis blog, Bik. Menyalurkan hobi." terang Ibu Rani suatu ketika.
Bik Sum hanya tersenyum mendengarnya tanpa mengerti arti istilah aneh yang baru
saja didengarnya.

"Iya loh.. gue gak ngerti deh kenapa pemerintah sampai sekarang belum juga
mengeluarkan kebijakan lockdown. Tinggal nyuruh semua orang diam di rumah
doank. Mau nunggu sampai berapa ribu kasus baru bisa lockdown?" Bik Sum
menunggu dengan sabar Ibu Rani yang berbicara penuh semangat dengan
seseorang di telepon.
Pekerjaannya telah selesai dan Bik Sum berniat pamit pulang.
Bik Sum hanya bekerja separuh hari dari pagi hingga sebelum zuhur, ART pulang-
pergi istilah kerennya.
"Eh iya, udah selesai Bik?" tanya Ibu Rani ketika menyadari ada seseorang di
belakangnya.
Bik Sum mengangguk takzim, "Masih ada lagi Bu?" sebelum pulang Bik Sum selalu
memastikan semua tugasnya selesai dengan baik.
Ibu Rani menggeleng, "Makasih ya Bik. Tolong pintu depan ditutup aja ya, nanti saya
kunci."
Bik Sum pamit dan mempercepat langkah kakinya untuk segera sampai di rumah.
Raka, anak semata wayangnya sebentar lagi pulang sekolah dan pastinya sudah
lapar karena memang sudah waktunya makan siang.

"Masak apa, Buk?" Pak Joko menghampiri istrinya yang terlihat sibuk memasak
sesuatu.
"Telur ceplok." jawab Bik Sum seraya mematikan kompor dan meletakkan telur
ceplok yang sudah matang di atas meja.
"Makan Pak" tawar Bik Sum.
Pak Joko mengangguk, "Pakai sayur saja, telurnya nanti buat Raka saja."

Bik Sum menggigit bibir perih. Sudah 2 hari ini dia dan suaminya hanya bertahan
makan nasi dan sayur daun bayam duri yang tumbuh liar di sekitar rumah. Telur,
satu-satunya persedian lauk yang ada di rumah, sengaja dihemat untuk Raka
makan. Persediaan beras makin lama juga semakin menipis, hanya cukup untuk
makan sehari lagi.

Setelah 2 minggu berjalannya kebijakan pemerintah yang meliburkan sekolah dan


kantor-kantor, ekonomi masyarakat semakin sulit. Pak Joko yang sehari-hari
berjualan mainan keliling ikut merasakan dampaknya. Hasil penjualannya sangat
sedikit, bahkan tak jarang tidak ada yang membeli. Bik Sum sendiri 2 minggu ini juga
sudah tidak bekerja lagi di rumah Ibu Rani, "dirumahkan" untuk sementara waktu.
Tetangga-tetangganya yang juga bekerja sebagai ART di komplek perumahan yang
sama juga tidak bekerja lagi. Bahkan, menurut Mbak Nani, tetangganya yang biasa
berjualan sayur keliling di sana, sekarang untuk bisa berjualan harus memakai
masker dan sarung tangan.

Semalam Bik Sum berniat mengirimkan sms kepada Ibu Rani, mengajukan kasbon
dari gajinya. Hanya saja ia ragu untuk meminta, karena bulan ini hanya masuk kerja
3 hari saja sebelum dirumahkan. Setelah lama menimbang-nimbang, Bik Sum
memutuskan untuk sholat saja. Mengadukan kepada Yang Maha Mendengar,
meminta kepada Yang Maha Kaya.

"Buk.. Buuk!" panggilan Pak Joko menyadarkan Bik Sum yang sempat melamun.
"Hp-mu kayaknya bunyi tadi." Pak Joko sudah selesai makan dan beranjak
membawa piring kotor ke tempatnya.
Wanita paruh baya itu bergegas ke kamar mencari ponsel tuanya.
Ada 1 pesan, dari Ibu Rani. Merasa heran setengah deg-degan Bik Sum membuka
dan membaca pesan tersebut.

Assalamu'alaikum Bik Sum. Apa kabar? Semoga sehat ya. Uang gaji Bik Sum bulan
ini saya bayar semuanya, saya titipkan tadi ke Mbak Nani. Nanti diminta ya Bik. :)

Bik Sum luruh dalam sujud syukurnya. Tiada hentinya ucapan hamdalah meluncur
dari bibirnya disertai isak tangis. Seketika beban berat yang mengganggu pikirannya
beberapa hari ini terangkat hanya dalam hitungan detik. Alhamdulillah, Allah Maha
Mendengar, Allah Maha Kaya. Tidak akan pernah salah seorang hamba yang
menggantungkan kehidupannya di tangan Allah SWT

Anda mungkin juga menyukai