Makalah Filsafat Sains Dan Konsep Teknologi Peran Matematika Dan PDF
Makalah Filsafat Sains Dan Konsep Teknologi Peran Matematika Dan PDF
Kelompok 7
Fauzia Muslimah
Haris Hamzah
Nurul Fadhilah
Qoriaini Sassemita
PRODI MATEMATIKA
JURUSAN MIPA
2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui dan memahami peran matematika dalam kebenaran wahyu
Untuk mengetahui dan memahami peran logika dalam kebenaran wahyu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 MATEMATIKA
3
2.2 LOGIKA
2. Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan
objek tertentu dalam sebuah kelas. Jauh sebelum ilmu mengembangkan konsep
temperatur, yang dapat diukur, waktu itu kita sudah dapat mengatakan, “Objek ini lebih
panas dibandingkan dengan objek itu”.
3. Aturan Definisi
Definisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap
sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk memindahkannya kepada orang lain. Dengan
kata lain menjelaskan materi yang memungkinkan cendekiawan untuk membahas tenteng
hakikatnya.
Definisi yang baik adalah jami’ wa mani’ (menyeluruh dan membatasi) hal ini sejalan dengan
kata definisi itu sendiri, yaitu definite (membatasi). Contohnya: manusia adalah binatang
yang berakal. Binatang adalah genus sedangkan berakal adalah differensia, pembeda utama
manusia dengan makhluk-makhluk yang lain. Jadi, definisi yang valid dalam logika perlu
batasan yang jelas antara objek-objek yang didefinisikan.
4
2.3 WAHYU
5
2.4 PERAN MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI KEBENARAN WAHYU
Semua ilmu pengetahuan sudah tertera di dalam Al-Qur’an. Mulai dari ilmu fisika,
sosial, ekonomi, agama, budaya, bahkan matematika juga termasuk. Matematika memiliki
peran dalam menunjukkan kebenaran wahyu maupun firman Allah ataupun pada ilmu
kalam.
6
2.5 PERAN LOGIKA DALAM MEMAHAMI KEBENARAN WAHYU
a. Hakikat Pengetahuan
Persolan mengenai hakikat pengetahuan masuk ke dunia Islam setelah terjadi interaksi
intelektual antara umat Islam dengan pemikir Hellenik. Persoalan itu nampaknya
menarik perhatian para pemikir Islam, khususnya para teologi untuk merespon setiap
tantangan eksternal berdasarkan ajaran Islam. Pola pikir (logika) dalam mengenai
hakikat pengetahuan, terlihat dalam firman Allah swt berikut:
“Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat
bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS Yunus :101)
Firman Allah swt di atas, menganjurkan kepada umat manusia agar mempergunakan
nalar, akal pikiran, logika, dan alat indera, sehingga dapat mengetahui bahwa Allah
sebagai pencipta alam. Salah seorang tokoh muslim bernama Jamn Ibnu Safwan
berpendapat bahwa logika, dapat memberikan kepastian dan pengetahuan yang benar
tentang kebenaran wahyu Allah swt. Konsep logika yang digunakan olehnya yaitu, corak
pemikiran, dan pendapatnya tentang eksistensi Tuhan, ilmu Tuhan, dan Iman.
“Allah pencipta segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS Az Zumar : 62)
Dari ayat di atas timbul perumusan masalah berikut : “Benarkah alam baru?” kemudian
dari sini lahirlah hipotesis, “Bahwa alam itu baru dan diciptakan sangat erat kaitannya
dengan elemen yang menyusun alam.”
c. Eksistensi Tuhan
Eksistensi memiliki arti yaitu, keberadaaan. Naluri manusia selalu cenderung untuk
mengakui Tuhan itu ada, namun diantara mereka ada yang percaya kepada banyak
Tuhan dan dalam benak mereka Tuhan bereksistensi seperti manusia dan makhluk
7
lainnya. Dalam menjawab persoalan tentang eksistensi Tuhan, para teolog Islam
menggunakan asas identitas logika yaitu jawabannya adalah “tidak” sama. Selain itu
mereka juga menggunakan kerangka logika, seperti yang terlihat dalam pada definisi
mereka tentang Tuhan, yang menurut ilmu logika, disebut “definisi luas.” Menurut kaum
Jahmiah, Tuhan tidak bereksistensi seperti makhluk-Nya. Tuhan berbeda dengan segala
sesuatu yang ada, Dia ada dimana-mana, tidak dapat dilihat dari dunia maupun akhirat,
tidak bewarna, tidak bertubuh, tidak dapat dicium, tidak bisa diraba, dan tidak bisa
dijangkau dengan akal pikiran. Pendapat itu mengacu kepada firman Allah berikut :
“Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia.” (QS Asy Syura:11)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Anam:103)
Bertolak dari firman di atas, lahir rumusan masalah, yaitu : “Bagaimana eksistensi Tuhan
yang sebenarnya?”. Dari situ, lahir suatu hipotesis, “Bahwa perbedaaan antara
eksistensi Tuhan dan makhluk lainnya sungguh berbeda. Karena jikalau sama, maka
Tuhan identik sama dengan yang lainnya.”
d. Sifat-sifat Tuhan
Tuhan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, bersifat hidup, kuasa, mengetahui,
kekal, mendengar, melihat, berfirman, berkehendak, adil, memberi maaf, menghidup-
matikan. Selain itu, Al-Qur’an juga menggambarkan tentang sifat jasmani Tuhan, seperti
: tangan, wajah , mata, dan datang. Para teolog Islam abad VIII-X M merespon persoalan
sifat-sifat Tuhan memakai sebagaimana yang dapat dilihat dalam pengertian mereka
tentang sifat Tuhan, yang menurut ilmu logika disebut “definisi luas”. Menurut pola pikir
atau logika yang digunakan, yaitu :
Sifat-sifat Tuhan ialah keadaaan esensi-Nya seperti mendengar, melihat, dan berbicara.
Jika tuhan tersusun dari elemen sifat dimana elemen sifat tersebut yang baru, terbilang,
dan tidak sempurna maka Tuhan sama seperti makhluk-Nya. Menurut kaum Qadariah,
Tuhan berbeda dengan makhluk. Kelihatannya pendapat kaum tersebut mengacu pada
wahyu Allah berbunyi :
“Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari segala sifat yang mereka berikan.” (QS Al
Anam:100)
Dari sini timbullah rumusan yaitu “Bagaimana sifat Tuhan sebenarnya?” kemudian
hipotesis yang muncul, yaitu “Bahwa sifat dan esensi adalah dua unsur yang berbeda
namun merupakan satu kesatuan.”
8
menjawab persoalan qada dan qadar dengan teori nya yaitu “al-kasb” dan sesuai
dengan firman Allah, berikut :
“Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah.”
(QS Al-Insan:30)
“Dan telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapih-rapihnya.” (QS Al Furqan:2)
Lahir perumusan masalah yaitu “bagaimana hubungan qada dan qadar dengan otoritas
manusia?” kemudian muncul hipotesis, “Bahwa qada dan qadar sangat erat kaitannya
dengan sifat Tuhan.” Sebagaimana dalam pemikiran mereka, ciptaan Tuhan ditentukan
sifat qudrah, iradah, dan ilmu. Manusia dengan kasabnya mempunyai otoritas dalam
menentukan perbuatannya secara bebas, karena iradah, qudrah dan perintah Tuhan
yang qadim dan mutlak berdasarkan ilmu dan sifat-Nya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, Hairur. 2007. Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an. Malang. UIN-Malang Press.
Shahab, Idrus. 2007. Beragama dengan Akal Jernih : Bukti-Bukti Kebenaran Iman dalam Bingkai Logika
dan Matematika. Jakarta. Serambi.
Khalimi. 2011. Logika : Teori dan Aplikasi. Jakarta. Gaung Persada (GP) Press.
11