Anda di halaman 1dari 11

Filsafat Sains dan Konsep Teknologi

Kelompok 7

Bintang Putra Pratama

Fauzia Muslimah

Haris Hamzah

Nurul Fadhilah

Qoriaini Sassemita

Yuliana Indah Pratiwi

PRODI MATEMATIKA

JURUSAN MIPA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di dunia ini Tuhan menciptakan pengetahuan kepada manusia yang disebut wahyu.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pada saat ini,
begitu banyak ilmu pengetahuan contohnya adalah ilmu matematika. Matematika merupakan
ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah yang dihadapi tidak
didasari atas pengalaman malainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran). Namun Tuhan
menciptakan manusia akal untuk menyelesaikan segala permasalan agar manusia berpikir. Akal
manusia juga berupa logika. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Ilmu matematika dan logika sebenarnya memiliki peran dalam
memahami kebenaran wahyu. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan menjelaskan peran
matematika dan logika dalam memahami kebenaran wahyu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


 Apa peran matematika dalam memahami kebenaran wahyu?
 Apa peran logika dalam memahami kebenaran wahyu?

1.3 TUJUAN
 Untuk mengetahui dan memahami peran matematika dalam kebenaran wahyu
 Untuk mengetahui dan memahami peran logika dalam kebenaran wahyu.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MATEMATIKA

Dalam abad ke 20 ini, seluruh kehidupan manusia sudah mempergunakan


matematika. Dimana matematika ini digunakan untuk menghitung satu, dua, tiga maupun
sampai ke perhitungan yang sangat rumit, misalnya perhitungan antariksa. Demikian pula
ilmu-ilmu pengetahuan, semuanya sudah mempergunakan matematika, baik matematika
sebagai pengembangan aljabar maupun statistik. Philosophy modern juga tidak akan tepat
bila pengetahuan tentang matematika tidak mencukupi. Banyak sekali ilmu-ilmu sosial
sudah mempergunakan matematika sebagai sosiometri, psychometri, econometri dan
seterusnya. Hampir dapat dikatakan bahwa fungsi matematika sama luasnya dengan fungsi
bahasa yang berhubungan dengan pengetahuan dan ilmu pengetahuan.

a. Matematika sebagai Bahasa


Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari serangkaian
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial”
yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka
matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati. Bahasa verbal
mempunyai beberapa kekurangan. Untuk mengatasi masalah yang terdapat pada bahasa
verbal, kita berpaling kepada matematika. Dalam hal ini kita katakan bahwa matematika
adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa
verbal.

b. Matematika sebagai Sarana Berpikir Deduktif


Matematika merupakan ilmu deduktif. Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman malainkan didasarkan atas deduksi
(penjabaran).
Dewasa ini pendirian yang banyak dianut orang bahwa deduksi ialah penalaran yang sesuai
dengan hukum-hukum serta aturan-aturan logika formal. Dalam hal ini orang menganggap
tidaklah mungkin titik tolak yang benar menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak
benar.

c. Matematika untuk Ilmu Alam


Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam, matematika memberikan kontribusi yang
cukup besar. Kontribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam, lebih ditandai dengan
penggunaan lambang-lambang bilangan untuk perhitungan dan pengukuran, di samping hal
lain seperti bahasa, metode dan lainnya.

3
2.2 LOGIKA

Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat


dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-
aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih dari satu. Memang sebagai pelengkapan
ontologisme, pikiran kita dapat bekerja secara spontan, alami dan dapat menyelesaikan
fungsinya dengan baik, lebih-lebih dalam hal yang biasa, sederhana dan jelas.

1. Aturan Cara Berpikir yang Benar


a) Mencintai kebenaran.
b) Ketahuilah (dengan sadar) apa yang anda sedang kerjakan.
c) Ketahuilah (dengan sadar) apa yang anda sedang katakan.
d) Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang semestinya.
e) Cintailah definisi yang tepat.
f) Ketahuilah (dengan sadar) mengapa anda menyipulkan begini atau begitu.
g) Hindarilah kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta sangguplah
mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian juga mengenali sebab-sebab
kesalahan pemikiran (penalaran).

2. Klasifikasi
Sebuah konsep klasifikasi, seperti “panas” atau “dingin”, hanyalah menempatkan
objek tertentu dalam sebuah kelas. Jauh sebelum ilmu mengembangkan konsep
temperatur, yang dapat diukur, waktu itu kita sudah dapat mengatakan, “Objek ini lebih
panas dibandingkan dengan objek itu”.

3. Aturan Definisi
Definisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan terhadap
sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk memindahkannya kepada orang lain. Dengan
kata lain menjelaskan materi yang memungkinkan cendekiawan untuk membahas tenteng
hakikatnya.
Definisi yang baik adalah jami’ wa mani’ (menyeluruh dan membatasi) hal ini sejalan dengan
kata definisi itu sendiri, yaitu definite (membatasi). Contohnya: manusia adalah binatang
yang berakal. Binatang adalah genus sedangkan berakal adalah differensia, pembeda utama
manusia dengan makhluk-makhluk yang lain. Jadi, definisi yang valid dalam logika perlu
batasan yang jelas antara objek-objek yang didefinisikan.

4
2.3 WAHYU

Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.


Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama
merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau
pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental seperti
latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini
didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib (supernatural).
Kepercayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan kepercayaan kepada
nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian,
merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan titik tolak
dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini
bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya
apakah pernyataan-pernyataan yang terkandung di dalamnya bersifat konsisten atau tidak.
Di pihak lain, secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan
tersebut atau tidak. Singkatnya agama dimulai dengan rasa percaya dan lewat pengkajian
selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain, seperti ilmu
umpamanya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, kita bisa diyakinkan atau tetap
pada pendirian semula.

5
2.4 PERAN MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI KEBENARAN WAHYU

Semua ilmu pengetahuan sudah tertera di dalam Al-Qur’an. Mulai dari ilmu fisika,
sosial, ekonomi, agama, budaya, bahkan matematika juga termasuk. Matematika memiliki
peran dalam menunjukkan kebenaran wahyu maupun firman Allah ataupun pada ilmu
kalam.

a. Bilangan dan Al-Qur’an


 Dalam QS Al-Anfal:65-66 menunjukkan bahwa 100 orang mukmin akan
menghadapi dengan 1000 orang kafir. Ini berarti menyiratkan adanya bilangan
rasional 100/1000 atau 1/10 di lain pihak ayat 66 menjelaskan 1000 orang
mukmin akan menghadapi 2000 orang kafir. Ini berarti menyiratkan adanya
bilangan rasional 1000/2000 atau ½
 Dalam QS Al-An’aam:45 berisi penjelasan bahwa bilangan irrasional diibaratkan
sebagai orang-orang yang zalim, tidak pernah habis sampai hari kiamat
meskipun umat Islam telah membasminya.
 Dalam QS Al-Israa:1 berisi pengertian tentang suatu jarak antara perjalanan
Rasulullah saw dari Mekkah menuju Palestina sekitar 1500km. Ini mengandung
pengertian tentang garis bilangan dimana terdapat interval-interval yang
membatasinya.

b. Integrasi Fungsi dalam Al-Qur’an


Definisi fungsi adalah sesuatu aturan korespondensi yang menghubungkan setiap objek
x dalam suatu himpunan yang disebut sebagai daerah asal, dengan sebuah nilai tunggal
x yang disebut daerah hasil. Jika kita umpamakan x sebagai manusia dan kita
mempunyai suatu fungsi, f(x)=x0 maka akan diperoleh hasilnya yaitu “satu”. Dari
pengertian fungsi tersebut, kita bisa mengambil suatu perumpamaan bahwa bentuk
apapun jika kita pangkatkan bilangan 0 menjadi 1 dengan kata lain manusia pangkat
apapun, presiden, direktur, dosen, konglomerat,.... semua akan berada pada satu
kekuasaan Allah. Ini tertuang dalam QS Al-Qashas:70.

c. Matematika dalam Al-Qur’an


 Dalam matematika terdapat istilah ketakterhinggaan yang dilambangkan
dengan simbol (~). Dalam konteks ketuhanan, Tuhan memiliki kekuasaan yang
tak terhingga yang tak bisa dibayangkan dan diperhitungkan.
 Dalam matematika siapa saja yang dapat menembus rahasia ketakterhinggaan
maka ia akan menemukan sejumlah kerelatifan nilai. Konsep ini dalam Al-
Qur’an adalah, mereka yang mampu menembus ketakterhinggaan akan sampai
pada pertemuan dengan Tuhan.

6
2.5 PERAN LOGIKA DALAM MEMAHAMI KEBENARAN WAHYU

Jika memperhatikan kitab-kitab klasik yang membicarakan ilmu kalam maupun


wahyu , kita akan menemukan di dalamnya banyak menggunakan ilmu logika. Logika islami
diterapkan didalamnya yakni, dengan dikembangkannya teori Qiyas atau disebut dengan
Qiyas al-Ushuli. Qiyas al-Ushuli adalah melakukan analisa terhadap hal-hal abstrak dengan
bepegang pada hal-hal yang konkret dalam menemukan kebenaran ilmiah. Peran logika
dalam Islam mencakup dalam :

a. Hakikat Pengetahuan
Persolan mengenai hakikat pengetahuan masuk ke dunia Islam setelah terjadi interaksi
intelektual antara umat Islam dengan pemikir Hellenik. Persoalan itu nampaknya
menarik perhatian para pemikir Islam, khususnya para teologi untuk merespon setiap
tantangan eksternal berdasarkan ajaran Islam. Pola pikir (logika) dalam mengenai
hakikat pengetahuan, terlihat dalam firman Allah swt berikut:

“Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat
bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS Yunus :101)

Firman Allah swt di atas, menganjurkan kepada umat manusia agar mempergunakan
nalar, akal pikiran, logika, dan alat indera, sehingga dapat mengetahui bahwa Allah
sebagai pencipta alam. Salah seorang tokoh muslim bernama Jamn Ibnu Safwan
berpendapat bahwa logika, dapat memberikan kepastian dan pengetahuan yang benar
tentang kebenaran wahyu Allah swt. Konsep logika yang digunakan olehnya yaitu, corak
pemikiran, dan pendapatnya tentang eksistensi Tuhan, ilmu Tuhan, dan Iman.

b. Hakikat Alam Semesta


Alam semesta adalah perkataan tentang segala hal yang ada selain Allah, malaikat, jin,
tumbuhan, alam, manusia, hewan dan sebagainya merupakan alam. Karena mereka
termasuk dalam ciptaan Allah. Untuk mengatakan bahwa alam adalah ciptaan Allah,
para teolog Islam abad VII-X M nampak menghadapinya dengan pemikiran gerak. Selain
itu mereka juga menggunakan logikanya, seperti terlihat pada definisi mereka tentang
alam. Definisi yang mereka ajukan itu menurut ilmu logika, disebut “definisi uraian
dengan menghasilkan bagian-bagiannya.” Menurut kaum Jahmiah, alam adalah ciptaan
Allah yang tersusun atas substansi dan accidents. Pendapat ini dapat dilihat dalam
firman Allah sebagai berikut :

“Allah pencipta segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS Az Zumar : 62)

Dari ayat di atas timbul perumusan masalah berikut : “Benarkah alam baru?” kemudian
dari sini lahirlah hipotesis, “Bahwa alam itu baru dan diciptakan sangat erat kaitannya
dengan elemen yang menyusun alam.”

c. Eksistensi Tuhan
Eksistensi memiliki arti yaitu, keberadaaan. Naluri manusia selalu cenderung untuk
mengakui Tuhan itu ada, namun diantara mereka ada yang percaya kepada banyak
Tuhan dan dalam benak mereka Tuhan bereksistensi seperti manusia dan makhluk

7
lainnya. Dalam menjawab persoalan tentang eksistensi Tuhan, para teolog Islam
menggunakan asas identitas logika yaitu jawabannya adalah “tidak” sama. Selain itu
mereka juga menggunakan kerangka logika, seperti yang terlihat dalam pada definisi
mereka tentang Tuhan, yang menurut ilmu logika, disebut “definisi luas.” Menurut kaum
Jahmiah, Tuhan tidak bereksistensi seperti makhluk-Nya. Tuhan berbeda dengan segala
sesuatu yang ada, Dia ada dimana-mana, tidak dapat dilihat dari dunia maupun akhirat,
tidak bewarna, tidak bertubuh, tidak dapat dicium, tidak bisa diraba, dan tidak bisa
dijangkau dengan akal pikiran. Pendapat itu mengacu kepada firman Allah berikut :

“Tidak ada satupun yang serupa dengan Dia.” (QS Asy Syura:11)
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Anam:103)

Bertolak dari firman di atas, lahir rumusan masalah, yaitu : “Bagaimana eksistensi Tuhan
yang sebenarnya?”. Dari situ, lahir suatu hipotesis, “Bahwa perbedaaan antara
eksistensi Tuhan dan makhluk lainnya sungguh berbeda. Karena jikalau sama, maka
Tuhan identik sama dengan yang lainnya.”

d. Sifat-sifat Tuhan
Tuhan, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an, bersifat hidup, kuasa, mengetahui,
kekal, mendengar, melihat, berfirman, berkehendak, adil, memberi maaf, menghidup-
matikan. Selain itu, Al-Qur’an juga menggambarkan tentang sifat jasmani Tuhan, seperti
: tangan, wajah , mata, dan datang. Para teolog Islam abad VIII-X M merespon persoalan
sifat-sifat Tuhan memakai sebagaimana yang dapat dilihat dalam pengertian mereka
tentang sifat Tuhan, yang menurut ilmu logika disebut “definisi luas”. Menurut pola pikir
atau logika yang digunakan, yaitu :
Sifat-sifat Tuhan ialah keadaaan esensi-Nya seperti mendengar, melihat, dan berbicara.
Jika tuhan tersusun dari elemen sifat dimana elemen sifat tersebut yang baru, terbilang,
dan tidak sempurna maka Tuhan sama seperti makhluk-Nya. Menurut kaum Qadariah,
Tuhan berbeda dengan makhluk. Kelihatannya pendapat kaum tersebut mengacu pada
wahyu Allah berbunyi :

“Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari segala sifat yang mereka berikan.” (QS Al
Anam:100)

Dari sini timbullah rumusan yaitu “Bagaimana sifat Tuhan sebenarnya?” kemudian
hipotesis yang muncul, yaitu “Bahwa sifat dan esensi adalah dua unsur yang berbeda
namun merupakan satu kesatuan.”

e. Qada dan Qadar


Menurut bahasa qada berarti ketetapan sedangkan qadar adalah ukuran, ketentuan.
Pemikiran oleh para teolog Islam dengan kaum-kaum yang hidup pada masa itu
berbeda. Namun tetap sama pada prinsipnya yaitu Tuhan adalah Maha Kuasa, Maha
Menghendaki, Maha Mencipta, Maha Penyayang, Maha Memerintah. Para teolog Islam
menggunakan logika dalam persoalan qada dan qadar. Definisi yang digunakan dalam
menjawabnya adalah “definisi persamaan ungkapan,” yaitu bahwa qada dan qadar
adalah ketetapan dan pengetahuan Tuhan. Selain teolog Islam, Kaum Asy’ariah,

8
menjawab persoalan qada dan qadar dengan teori nya yaitu “al-kasb” dan sesuai
dengan firman Allah, berikut :

“Tetapi kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah.”
(QS Al-Insan:30)
“Dan telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapih-rapihnya.” (QS Al Furqan:2)

Lahir perumusan masalah yaitu “bagaimana hubungan qada dan qadar dengan otoritas
manusia?” kemudian muncul hipotesis, “Bahwa qada dan qadar sangat erat kaitannya
dengan sifat Tuhan.” Sebagaimana dalam pemikiran mereka, ciptaan Tuhan ditentukan
sifat qudrah, iradah, dan ilmu. Manusia dengan kasabnya mempunyai otoritas dalam
menentukan perbuatannya secara bebas, karena iradah, qudrah dan perintah Tuhan
yang qadim dan mutlak berdasarkan ilmu dan sifat-Nya.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

10
DAFTAR PUSTAKA

Rahman, Hairur. 2007. Indahnya Matematika dalam Al-Qur’an. Malang. UIN-Malang Press.

Shahab, Idrus. 2007. Beragama dengan Akal Jernih : Bukti-Bukti Kebenaran Iman dalam Bingkai Logika
dan Matematika. Jakarta. Serambi.

Khalimi. 2011. Logika : Teori dan Aplikasi. Jakarta. Gaung Persada (GP) Press.

Suriasumantri S, Jujun.2009.Filsafat Ilmu.Jakarta.Pustaka Sinar Harapan

11

Anda mungkin juga menyukai