Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Praktikum


 Mengetahui fenomena distribusi temperatur pada sirip silinder horizontal.
 Mengetahui sejauh mana keakuratan perhitungan dengan metode analitik
dapat dicapai.
 Mengetahui kinerja sirip sebagai alat pelepas panas.

1.2 Teori Dasar


Pengujian yang dilakukan meliputi 3 kasus sirip yang mungkin terjadi,
yaitu :

1. Sirip mempunyai panjang tertentu dan melepaskan kalor dari ujungnya.


2. Sirip sangat panjang, dan suhu di ujung sirip sama dengan suhu fluida
sekitar.
dT
3. Ujung sirip diisolasi sehingga = 0 pada x = L.
dx
 Distribusi suhu tanpa dimensi :

Kasus I Untuk Batang I

hL
T x−T ∞
=
cosh m( L−x )+ ( )
mk
sinh m( L−x )

T s −T ∞ hL
cosh mL+ ( )
mk
sinh mL
..................... 1

1
Tx = Temperatur sirip pada jarak x dari dinding.

T∞ = Temperatur udara sekitar.

Ts = Temperatur dasar dinding.

hL = Koefisien konveksi pada permukaan ujung.

k = Koefisien konduksi bahan sirip.

L = Panjang sirip.

x = Jarak titik pengamatan ke dinding pendinginan.

hP
m
= √ kA

h = Koefisien konveksi permukaan sirip.

P = Keliling sirip.

A = Luas penampang sirip.

Kasus II Untuk Batang II

T x−T ∞ cosh m(L−x )


=
T s −T ∞ cosh(mL) ………….......................... 2

 Laju aliran panas dari sirip :

Kasus 1
hL

q=√ P . h . A . k (T −T )
(
sinh mL+
mk )
cosh mL
s ∞
h
cosh mL+(
mk )
L
sinh mL
…… 3

Kasus 2

q=√ P .h. A .k(T s −T ∞ )tanh( mL) .…………………... 4

 Menentukan koefisien perpindahan panas konveksi (h)

2
1 Konveksi bebas
 Temperatur film (Tf)
(T w +T ∞ )
Tf=
2

Keterangan :

 Angka Grashof T∞ = Temperatur udara lingkungan


(Gr) T w = Temperatur rata-rata dinding sirip

3
g . β (T w −T ∞ ) d
Gr=
υ2
Keterangan :

g = Gaya gravitasi
1
 = Koefisien muai volume = T
f

d = Diameter sirip
 = Viskositas kinematika (sifat fisik fluida)

 Angka Nusselt (Nu)


Persamaan Morgan :

Nu=C .(Gr . Pr)m

Keterangan :

Pr = angka Prandtl (sifat fisik fluida).

Harga konstanta C dan m tergantung harga Gr.Pr,

Gr.Pr C m
10-10-10-2 0.675 0.058
10-2-102 1.020 0.148
102-104 0.850 0.188

3
104-107 0.480 0.250
Sifat dievaluasi pada temperatur film.

Persamaan Churchill dan Chu :


1
4
0.518(Gr .Pr)
Nu=0.36+
9 4

[ 1+( )]
0.559
Pr
16 9

Untuk aliran laminer dari 10-6<Gr.Pr<109

Sifat dievaluasi pada temperatur film.

 Koefisien perpindahan panas konveksi, (h) :


Nu. k
h=
d , dengan k = konduktivitas termal fluida.

2. Konveksi paksa
 Koefisien tahanan aliran (Cd)
−3
C d =0 . 9716+1 ,35 . 10 . ΔP n

Keterangan ∆Pn = Beda tekanan antara tekanan udara lingkungan


dengan tekanan udara statik di leher nosel [mm
H2O].

 Massa jenis udara ( ρ∞ )


Po kg
ρ ∞=
R .T o [ ]
m3

Keterangan :

4
Nm
R = 287 [ ]
kgK
N
Po = Tekanan udara lingkungan [ ]
m2
To = Temperatur udara lingkungan [K]
 Kecepatan aliran udara
pada ruang uji (V)
An
V= V
Aru n

Keterangan : An = luas penampang nosel = 0,1662.10-2 m2


Aru = luas penampang ruang uji = 0,100264 m2

 Bilangan Reynold (Re)


v.d
Re=
υ

 Bilangan Nusselt (Nu)


Persamaan Hilpert :
1
n 3
Nu=C . Re Pr

Dengan konstanta C dan n :

Re C N
0,4 - 4 0,989 0,330
4 - 40 0,911 0,385
40 - 4000 0,683 0,466
4000 – 40.000 0,193 0,618

Sifat dievaluasi pada temperatur film.

5
Persamaan Eckert dan Drake :
1
(
Nu= 0 ,43+0,50Re Pr 2 ) 0 ,38
, untuk 1 < Re< 103

Sifat dievaluasi pada temperatur film.

Persamaan Churchill dan Bernstein


1 1
2 3 5 4
Nu=0,3+
0,62 Re Pr
2 3 [ 1+ ( Re
282.000 )] 8 5

[ 1+
0,4
Pr ( )] 3 4

Untuk 102<Re<107 ; Pe>0,2

Sifat dievaluasi pada temperatur film.

Persamaan Whitaker :
1/4
μ∞
0,5
Nu=( 0,4 Re +0 , 06 Re ) Pr 2/3 0,4
[ ]
μw

μ∞
0 , 25< <5,2
untuk 40 < Re < 105 ;
μw

Semua sifat dievaluasi pada suhu udara bebas kecuali w pada


suhu dinding.

1.3 Instalasi Percobaan

Pada Pengujian ini digunakan perangkat sebagai berikut :

Spesimen Uji

Bahan : Kuningan

Diameter : 6,25 mm

6
Panjang : 32 cm

Jarak Titik Pengamatan :

 Batang I (untuk Kasus I)

X=0
10,5
21

Gambar 1.1 Kasus I Batang I


Sumber : Modul Praktikum Fenomena Dasar Mesin
32

 Batang II (untuk Kasus III)

T T T

X=0 8 16 8 X=0

Gambar 1.2 Kasus III Batang II


Sumber : Modul Praktikum Fenomena Dasar Mesin

Alat Ukur Temperatur

Untuk mengetahui temperatur sirip digunakan termokopel tipe T,


kemudian termokopel ini dihubungkan dengan termokopel termokopel
(Omega DP 460) dengan perantaran terminal selector.

7
Perangkat Pembangkit aliran udara

Komponen dari perangkat ini dapat dilihat pada gambar. Untuk


menghitung kecepatan aliran udara digunakan alat mikromanometer, yaitu
untuk mengetahui beda tekanan antara tekanan udara luar (lingkungan) dengan
tekanan statik aliran udara dileher nosel.

Pemanas (Heater)

Untuk memanaskan dasar sirip, heater ini dihubungkan dengan


perantaran dimmer kesumber tegangan agar panas yang dihasilkan heater
untuk memanaskan sirip dapat diatur.

Pengukuran parameter udara lingkungan

Tempat diukur dengan termometer alkohol sedangkan tekanan ruangan


diukur dengan barometer.

1.4 Prosedur Pengujian


A. Kondisi Konveksi Bebas
1. Hubungkan heater dan termometer – termokopel ke sumber tegangan.
2. Atur besar masukan daya pada heater, hingga temperatur dasar sirip
mencapai temperatur stedi 100 ºC (gunakan dimmer).
3. Catat semua temperatur pada sirip (gunakan selector untuk
memindahkan pengamatan titik uji).
4. Catat temperatur dan tekanan udara lingkungan.
B. Kondisi Konveksi Paksa
1. Tutup dengan rapat ruang uji
2. Jalankan fan dengan kecepatan pada skala 30
3. Lakukan kembali langkah 2,3 dan 4 pada kondisi konveksi bebas
4. Atur dan catat harga yang ditunjukkan mikrometer.
5. Ulangi pengujian untuk kecepatan skala 40,50 dan 60

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpindahan Panas

2.1.1 Definisi Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah salah satu dari displin ilmu teknik


termal yang mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas,
mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik.
Perpindahan panas diklasifikasikan menjadi konduktivitas
termal, konveksi termal, radiasi termal, dan perpindahan panas
melalui perubahan fasa.

2.1.2 Modus Perpindahan Panas

Sebuah perpindahan panas dapat terjadi akibat adanya 2 media yang


berbeda temperatur. Berdasarkan cara perpindahanya proses perpindahan
panas terbagi atas 3 jenis yaitu konduksi, radiasi dan konveksi.

 Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah proses berpindahnya panas
dari daerah bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah dalam satu
medium tanpa disertai pergerakkan partikel-partikelnya.

Gambar 2.1 Prinsip Konduksi


https://tsffarmasiunsoed2012.files.wordpress.com
Sumber :
/2012/06/g6.png

9
Dengan rumus :

dt
q=−KA
dx

Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas (W)
A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)
ⅆT
=
ⅆ x Gradien suhu pada penampang atau laju perubahan suhu T
terhadap jarak dalam arah aliran panas x
W
K = Konduktivitas termal bahan ( )
mK
 Konveksi

Perpindahan panas dari temperatur tinggi ke temperatur


rendah pada dua medium (dari padat ke fluida cair)

Gambar 2.2 Prinsip Konveksi


Sumber :
https://taufiqurrokhman.files.wordpress.com/201
2/09/090412_0250_perpindahan15.png?w=593
Laju perpindahan panas mengikuti hukum Newton tentang
pendinginan :

q = h A (T0 – T1)

Dimana:

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W)

A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)

10
T0 = Suhu permukaan (K)

T1 = Suhu lingkungan (K)

Koefisien perpindahan panas konveksi menggambarkan energi


yang dibuang tiap satuan waktu, tiap satuan luas dan tiap
perbedaan suhu.

 Radiasi
Radiasi adalah perpindahan kalor tanpa memerlukan
medium/perantara tetapi hanya dengan medan elektromagnetik.
Sebagai contoh adalah apabila pada siang hari kita merasakan
panasnya matahari. Berarti kita merasakan panas yang di
pancarkan matahari yang melaui hampa udara, atau juga kita
berada pada api unggun yang sedang menyala.

T1 > T2
Permukaan 1, T1

Permukaan 2, T2

Gambar 2.3 : Prinsip Radiasi


Sumber : https://taufiqurrokhman.files.wordpress.com/2
014/04/040114_0924_perpindahan3.png?
w=636&h=216

Laju perpindahan panas :


q = . A. T4
Dimana :
W
 = Konstanta Stefan-Boltzman 5,67 x10-8
m . K4
2

A = Luas penampang dimana panas mengalir (m2)


T = Temperatur (K)

2.1.3 Definisi Kalor dan Jenis – Jenis Kalor

11
Kalor adalah suatu bentuk energi yang diterima oleh suatu benda
yang menyebabkan benda tersebut berubah suhu atau wujud
bentuknya. Kalor berbeda dengan suhu, karena suhu adalah ukuran
dalam satuan derajat panas. Kalor merupakan suatu kuantitas atau
jumlah panas baik yang diserap maupun dilepaskan oleh suatu benda.
Adapun jenis – jenis kalor antara lain :
 Kalor Sensibel
Kalor sensibel adalah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan
suhu air. Bila kita memanaskan air, secara perlahan suhu air akan terus
naik dan pada satu titik akan mendidih. Kalor Sensibel bisa dilihat
pada grafik diatas, yaitu garis yang semakin naik. Kalor Sensibel bisa
dicari dengan menggunakan rumus :
                           
Q = m . c. (T2 - T1)
dimana :
m   = massa benda (kg)
W
c    = panas jenis ( ¿
kgK
T2 - T1 = perbedaan suhu (K) 

Gambar 2.4 Kalor Laten dan Sensibel


Sumber:
http://kataherisant.blogspot.com/20
18/01/perbedaan-panas-sensibel-
dan-panas-laten.html

12
 Kalor Laten
Kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan untuk mengubah wujud
zat, dari es menjadi air, dari air menjadi uap dsb.  Bila air sudah
mencapai titik didihnya lalu dipanaskan terus, suhu air tidak akan naik
melainkan wujudnya akan berubah. Kalor laten ditunjukkan oleh garis
mendatar pada gambar di atas. Kalor laten bisa dicari dengan
menggunakan rumus berikut:
                       Q = m .L
dimana: 
m = massa benda (kg)
W
L  = Kalor lebur benda ( )
kg

2.2 Sirip
2.2.1 Definisi Sirip

Sirip adalah sebuah komponen untuk membantu proses pendinginan,


sehingga waktu yang dicapai pun lebih singkat dan cepat.

Fungsi Sirip

Fungsi sirip adalah untuk mempercepat laju pelepasan kalor. Adapun


beberapa kelebihan sirip yaitu:

 Kontruksinya lebih sederhana.


 Lebih ringan dibandingkan dengan pendingin air.
 Mudah perawatanya.

Dalam studi perpindahan panas, sirip adalah permukaan yang


memanjang dari objek untuk meningkatkan laju perpindahan panas ke
atau dari lingkungan dengan meningkatkan konveksi. Jumlah konduksi,
konveksi, atau radiasi dari sebuah objek menentukan jumlah transfer
panas.

13
Peningkatan perbedaan suhu antara obyek dan lingkungan,
meningkatkan koefisien perpindahan panas konveksi, atau meningkatkan
luas permukaan objek meningkatkan perpindahan panas. Kadang-kadang
tidak ekonomis atau tidak layak untuk mengubah dua opsi pertama.
Menambahkan sirip suatu benda, bagaimanapun, meningkatkan luas
permukaan dan kadang-kadang dapat menjadi solusi ekonomis untuk
masalah perpindahan panas.

Sirip yang paling sering digunakan dalam perangkat panas bertukar


seperti radiator dalam mobil, heatsink CPU komputer, dan penukar
panas di pembangkit listrik. Sirip juga digunakan dalam teknologi baru
seperti sel bahan bakar hidrogen.

2.2.2 Macam - Macam Sirip

Bentuk sirip dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu sarang lebah
(cellular) dan tubular. Sedangkan sirip – sirip pendingin lebih dikenal
dengan nama tipe sirip plat dan tipe sirip zig-zag. Sirip bentuk sarang lebah
dewasa

14

Gambar 2.5 Jenis - Jenis Sirip


Sumber : https://www.academia.edu/16985626/laporan_sirip
ini jarang dipakai, karena mudah tersumbat dan sulit untuk dibersihkan.
Kontruksi radiator yang dipakai bentuk turbular dengan sirip zig-zag yang
paling banyak dipakai pada kendaraan sekarang.

(a) Sirip longitudinal (memanjang) dengan profil siku-empat.

(b) Tabung silinder dengan sirip berprofil siku-empat.

(c) Sirip longitudinal dengan profil trapezoida.

(d) Sirip longitudinal dengan profil parabola.

(e) Tabung silinder dengan sirip radial berprofil siku-empat.

(f) Tabung silinder dengan sirip radial berprofil kerucut terpotong.

(g) Duri berbentuk silinder.

(h) Duri berbentuk kerucut terpotong.

(i) Duri berbentuk parabola.

2.3 Jenis – Jenis Aliran

2.3.1 Aliran Laminer

Aliran laminer adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi


lapisan-lapisan yang membentuk garis-garis alir dan tidak berpotongan
satu sama lain. Alirannya relatif mempunyai kecepatan rendah dan
fluidanya bergerak sejajar (laminae) & mempunyai batasan-batasan yang
berisi aliran fluida. Aliran laminar adalah aliran fluida tanpa arus
turbulen ( pusaran air ). Partikel fluida mengalir atau bergerak dengan
bentuk garis lurus dan sejajar. Laminar adalah ciri dari arus yang
berkecepatan rendah, dan partikel sedimen dalam zona aliran berpindah
dengan menggelinding (rolling) ataupun terangkat (saltation). Pada laju
aliran rendah, aliran laminer tergambar sebagai filamen panjang yang
mengalir sepanjang aliran. Aliran laminer mempunyai Bilangan Reynold
lebih kecil dari 2300.

2.3.2 Aliran Transisi

15
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke
aliran turbulen. Dilihat dari kecepatan aliran, menurut (Mr. Reynolds)
diasumsikan/dikategorikan laminar bila aliran tersebut mempunyai
bilangan Re kurang dari 2300, Untuk aliran transisi berada pada pada
bilangan Re 2300 dan 4000 biasa juga disebut sebagai bilangan
Reynolds kritis, sedangkan aliran turbulen mempunyai bilangan Re lebih
dari 4000.

16
2.3.3 Aliran Turbulen
Turbulen merupakan kecepatan aliran yang relatif besar akan
menghasilakan aliran yang tidak laminar melainkan komplek, lintasan
gerak partikel saling tidak teratur antara satu dengan yang lain. Sehingga
didapatkan Ciri dari lairan turbulen: tidak adanya keteraturan dalam
lintasan fluidanya, aliran banyak bercampur, kecepatan fluida tinggi,
panjang skala aliran besar dan viskositasnya rendah. Karakteristik aliran
turbulen ditunjukkan oleh terbentuknya pusaran-pusaran dalam aliran,
yang menghasilkan percampuran terus menerus antara partikel partikel
cairan di seluruh penampang.

Gambar 2.6 Aliran Laminer, Transisi dan Turbulen


Sumber:
https://indrasakti22.wordpress.com/2012
/05/18/diskusi-kelompok-boundary-
layerlapisan-batas/

2.4 Bilangan Non Dimensional


Merupakan bilangan-bilangan yang tidak memiliki dimensi dan juga
satuan. Penentuan kelompok bilangan non Dimensional adalah dengan metode
analisa dimensional, dimana terdapat perkalian variable-variabel yang
memiliki dimensi primer. Berikut contoh dari Bilangan Non Dimensional :

2.4.1 Bilangan Reynolds

17
Bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap

μ
gaya viskos ( ) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya
L
tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu Bilangan Reynold
merupakan salah satu bilangan tak berdimensi yang paling penting
dalam mekanika fluida dan digunakan, seperti halnya dengan bilangan
tak berdimensi lain, untuk memberikan kriteria untuk
menentukan dynamic similitude.

Bilangan Reynolds didapat melalui persamaan :

VD ρVD
ℜ= =
υ μ

Keterangan :

m
V = kecepatan fluida ( )
s
Ns
μ = viskositas absolut fluida dinamis ( )
m2
m2
ν = viskositas kinematik fluida ( ¿
s
kg
ρ = kerapatan (densitas) fluida ( )
m3
Misalnya pada aliran dalam pipa, panjang karakteristik adalah
diameter pipa, jika penampang pipa bulat, atau diameter hidrolik,
untuk penampang tak bulat.

Aliran ini umumnya diasumsikan laminar ketika Re <2.100, dan


bergolak ketika Re> 4.000. Aliran ini disebut sebagai aliran transisi
ketika bilangan Reynolds adalah antara 2.100 dan 4.000.

2.4.2 Bilangan Nusselt

Bilangan Nusselt adalah rasio konveksi dan konduksi normal


terhadap batas dalam kasus pindah panas pada permukaan fluida;
bilangan Nusselt adalah satuan tak berdimensi yang dinamai

18
menggunakan nama Wilhelm Nusselt. Komponen konduktif diukur di
bawah kondisi yang sama dengan konveksi dengan kondisi fluida stagnan
atau tidak bergerak.

Aliran panas konduksi dan konveksi sifatnya sejajar satu sama


lainnya dan terhadap permukaan normal terhadap bidang batas,
sehingga : hL
Nu=
Kf

Keterangan :

L = panjang karakteristik (m)

W
kf = konduktivitas termal fluida ( ¿
mK

W
h = koefisien konveksi ( ¿
m2 K

2.4.3 Bilangan Grashof

Bilangan Grashof (Gr) disebut sebagai modulus tanpa dimensi dan


menunjukkan perbandingan gaya apung terhadap gaya viskos.

g . β . ( T x −T ) . d 3
Gr=
ν2

Keterangan :
m
g = Gaya gravitasi ( ¿
s2
 = Koefisien muai volume (K-1)
d = Diameter sirip (m)
m2
v = Viskositas kinematik ( ¿
s

19
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan

Keadaan Ruang :

Temperatur (K) Kelembaban (%) Tekanan (mmHg)


Awal 297 57 752
Akhir 297 56 752
Tabel 3.1 Keadaan Ruang

20
BAB IV

ANALISA

Hasil data distribusi temperatur yang diperoleh melalui pendekatan teoritis


terdapat sedikit perbedaan dengan data distribusi temperatur yang diperoleh
melalui percobaan. Hal ini disebabkan :

1. Sifat-sifat fisik yang dievaluasi pada temperatur film tidak mewakili


seluruh kondisi sistem, dikarenakan adanya penyederhanaan masalah.
2. Data-data tersebut diperoleh dengan mengunakan metode interpolasi
linear, yang sebanarnya hubungan temperatur dan sifat-sifat fisik tidak
linear.
3. Bahan sirip yaitu kuningan tidak sepenuhnya sama dengan bahan yang
ada di referensi.
4. Tidak diperhitungkannya kondisi radiasi dengan lingkungan.
5. Adanya pengaruh konduksi secara radial ataupun konduksi 3-dimensi.
6. Diperlukannya waktu untuk perambatan panas, menyebabkan sulitnya
suatu titik menunjukkan temperatur yang stasioner.
7. Pada kasus 3 dimana sirip dipanaskan dari 2 sisi, temperatur pada sisi
yang satu berbeda dengan temperatur pada sisi yang satunya sehingga
memungkinkan masih ada panas yang mengalir dari satu sisi ke sisi
yang lain.
8. Kaca untuk menutupi ruang uji tidak sepenuhnya rapat menyebabkan
udara pada lingkungan masuk ke dalam sistem.
9. Udara yang terdapatat pada sistem bukan termasuk gas ideal.
10. Sirip silinder yang terus menerus dipakai dan dipanaskan membuat
sirip memuai sehingga silinder relatif bertambah panjang.

21
BAB V
KESIMPULAN

1. Bahwa perpindahan panas membutuhkan waktu untuk mencapai keadaan


tunak.
2. Hasil percobaan dibandingkan dengan perhitungan terdapat sedikit
perbedaan. Hal ini disebabkan banyak sekali penyederhanaan dalam
perhitungan dan juga kesalahan-kesalahan pada percobaan dan proses
perhitungan seperti yang telah diutarakan.
3. Sirip memperbesar laju perpindahan panas dari sistem ke fluida di
sekitarnya.
4. Adanya paksaan berupa fluida yang dialirkan akan meningkatkan koefisien
perpindahan panas (h).
5. Semakin tinggi putaran blower maka harga koefisien konveksi semakin
besar
6. Error yang terjadi relatif kecil meskipun ada beberapa yang lebih dari 10 %
sehingga keakuratan perhitungan dengan metode analitik tercapai.
7. Fenomena distribusi temperatur pada sirip yaitu panas berpindah dari
sumber panas yang bertemperatur tinggi ke ujung sirip silinder yang
bertemperatur rendah.
8. Aliran yang terjadi adalah laminar yang diperoleh dari Re kurang dari 2100.
9. Harga koefisien konveksi pada konveksi paksa relatif sama.
10. Sirip mengalami fenomena pemuaian.

SARAN

Berikut ini adalah beberapa saran agar menunjang praktikum antara lain :
1. Air plug saat eksperimen harap diganti setiap praktikum.
2. Sirip silinder juga diganti setiap praktikum agar meminimalisir kesalahan.
3. Peralatan safety saat praktikum sebaiknya disediakan oleh laboratorium.

22
4. Kaca yang terdapat pada bagian atas dan bawah ruang uji harap di upgrade
agar hasil yang diinginkan optimal.

23
DAFTAR PUSTAKA

S.H, A. I. (2012, Mei 18). Diskusi Kelompok : Boundary Layer/Lapisan Batas.


Diambil kembali dari indrasakti22.wordpress.com:
https://indrasakti22.wordpress.com/2012/05/18/diskusi-kelompok-
boundary-layerlapisan-batas/
Santoso, H. (2018, Januari 17). Perbedaan Panas Sensibel dan Panas Laten.
Diambil kembali dari http://kataherisant.blogspot.com:
http://kataherisant.blogspot.com/2018/01/perbedaan-panas-sensibel-dan-
panas-laten.html
Sartika. (2012, Juni 14). Pengeringan dengan Metode Transfer Panas Sangat
Penting dalam Industri Farmasi. Diambil kembali dari tsffaunsoed2009:
https://tsffaunsoed2009.wordpress.com/2012/06/14/pengeringan-dengan-
metode-transfer-panas-sangat-penting-dalam-industri-farmasi/

24

Anda mungkin juga menyukai