Anda di halaman 1dari 125

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Bab 1

PENDAHULUAN
Konsep Dasar Perancangan
Diagram Tegangan () Regangan ()
Standard dan Kode Bahan
Faktor Keamanan (safety factor)

Hasil Pembalajaran
Tujuan Umum
Setelah

mengikuti

perkuliahan

ini,

mahasiswa

diharapkan

memiliki

pengetahuan tentang konsep dasar perancangan elemen mesin.

Tujuan Khusus

Mahasiswa memahami tahapan dalam suatu proses perancangan


elemen mesin

Mahasiswa mempunyai pemahaman tentang sifat mekanik dari suatu


logam

Mahasiswa mengetahui standard

maupun kode bahan yang akan

digunakan dalam perancangan elemen mesin

Mahasiswa

juga

diharapkan

keamanan

1.1.
Konsep Dasar Perancangan
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

memahami

konsep tentang faktor

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Secara umum dalam proses perancangan ada beberapa tahap yang
harus dilalui yaitu seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Kebutuhan

Fungsi

(needs)

(purpose)

Solusi
Teknologi

Solusi Teknik
(engineering solution)

(technology
solution)

Detail Desain
Perawatan
(maintenance)

Product
C ycle

(design)

Proses Perencanaan
(planning process)

Pengiriman
(delivery)

Pemasaran

Pengepakan

(market)

Pabrikasi (manufac turing &


assembling)

(pac king)

Gambar 1.1.

Product cycle

Sementara itu, kekuatan adalah syarat pertimbangan utama dalam


perencanaan,

karena

menghubungkan

mempengaruhi

rencana

seluruh

sistem.

berbagai
Berikut

sifat

adalah

yang
analisis

perhitungan untuk perencanaan elemen mesin.

Struktur/Komponen

Bahan/Material
Pengujian
Mekanik

Beban

Sifat
Mekanik
(s y, s u)

Analisis
Tegangan
(s ,t )

Tegangan
Ijn

s y >s u

Tegangan-tegangan
Maksimum

Gambar 1.2. Analisis perhitungan

1.2.
Diagram Tegangan () Regangan ()
Diagram tegangan-regangan adalah salah satu diagram hasil pengujian
mekanik. Tujuan pengujian mekanik adalah untuk mengevaluasi sifat
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
mekanik. Dimana sifat mekanik adalah sifat logam yang dikaitkan
dengan kemampuan logam menerima beban. Adapun beban yang
dikenai dalam uji mekanik adalah beban statik dan dinamik. Kelompok
pengujian mekanik yang mengalami beban statik adalah:
1. Uji tarik (tensile test);
2. Uji lentur (bending test);
3. Uji tekan (comprression test);
4. Uji puntir (torsion test);
5. Uji keras (hardness test);
6. Uji bentur (impact test);
7. Uji mulur (creep test);
sedangkan yang termasuk dalam kelompok beban dinamik adalan uji
lelah (fatique test).
Dari

beberapa

pengujian

mekanik,

diagram

tegangan-regangan

merupakan diagram hasil uji tarik. Dimana tujuan dari uji tarik itu
sendiri adalah untuk menganalisis/mengevaluasi kemampuan logam
terhadap beban tarik. Benda uji diberi beban tarik (F) sehingga terjadi
perpanjangan (l). Besarnya beban dan perpanjangan di catat oleh
mesin sehingga diperoleh diagram hubungan F dan l. Bentuk diagram
yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh jenis material yang diuji.
Berikut adalah diagram F dan l serta spesimen benda uji,

khusus

untuk baja karbon rendah, seperti yang terlihat pada gambar 1.3.

F (N)

(mm)

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Do

(a)
F

F
Lo

L total

(b)
Gambar 1.3. a. Diagram hubungan F dan l b. Spesimen (benda uji)

Interpretasi Hasil Uji Tarik


Untuk mengkaitkan dengan sifat tarik dari logam yang diuji, maka
diagram tersebut (F l) harus diubah ke diagram tegangan regangan ( - ), dimana:
=

=ATegangan
Tarik (N/mm2)
o
F = Gaya (N)
A0 = Luas penanpang (mm2)
l

=
l x100%

= Regangan
l = Pertambahan panjang (mm)
l0 = Panjang awal (mm)
Secara teoritik dianggap bahwa selama proses penarikan A o adalah
tetap, sehingga diperoleh diagram tegangan regangan, seperti yang
terlihat pada diagram di bawah ini.
s(N/mm2 )

C
D

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan


O

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 1.4. Diagram hubungan Tegangan Regangan

Propotional dan elastic Limit


Dari diagram di atas tampak bahwa pada daerah titik O sampai A
posisi grafiknya lurus (linier). Ini berarti bahwa besarnya regangan
yang terjadi sebagai akibat tegangan yang kecil tersebut beranding
lurus dengan besarnya tegangan, yang kita kenal dengan Hukum
Hooke, yaitu:
=
E

= Tegangan (N/mm2)

= Regangan

E = Modulus Elastisitas (N/mm2)


Dimana modulus elastisitas (Youngs Modulus) ini adalah menyatakan
ukuran kekakuan atau rigiditas logam bila mendapat beban (dalam
batas elastisitas), semakin besar harga E maka kekakuan

logam

semakin besar pula.


Hal ini berlaku higga titik A, yaitu batas kesebandingan atau
proporsional limit. Bila dalam pengujian gaya tersebut dihilangkan dan
dilakukan berulang-ulang pada beban kecil disamping berlaku Hukum
Hooke benda uji akan kembali ke bentuk ukuran semula, keadaan ini
berlangsung sampai batas elastik (elastic limit, titik B). Batas dimana
material mempunyai sifat elastis.
Yield Point
Yield point adalah titik atau batas antara daerah elastis dan plastis. Jika
tegangan yang diterima benda uji melewati titik B, maka pada saat
gaya atau beban tersebut dihilangkan benda uji tidak akan kembali ke
bentuk ukuran semula. Besarnya regangan akan naik seiring dengan
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
naiknya tegangan sampai pada titik C, pada daerah ini terjadi
fenomena yang disebut dengan upper yield (titik C) dan lower yield
(titik D). Fenomena ini hanya terjadi pada jenis materilal baja karbon
rendah.
Ultimate Stress
Pada titik E (ultimate) merupakan titik beban maksimum yang dapat
diterima oleh benda uji sebelum putus, karena mulai dari titik E benda
uji sebenarnya terjadi necking (pengecilan penampang). Titik antara D
dan E biasanya disebut dengan daerah plastis, yaitu daerah dimana
beban yang telah melewati batas yield point (B,C,D), maka benda uji
akan mengalami perubahan bentuk.
Breaking Stress
Setelah benda uji mencapai titik E, terjadi pengecilan penampang
(necking), maka tegangan turun akibat gaya penarikan menurun
sampai akhirnya benda uji putus atau patah sampai titik F, yang
disebut dengan breaking stress. Sementara itu, sampai pada titik G
terjadi kenaikan tegangan hal ini terjadi karena diasumsikan benda uji
tidak mengalami perubahan luas penampang, atau yang disebut
dengan diagram tegangan regangan sebenarnya.

1.3.
Standard dan Kode Bahan
Standard adalah sekumpulan spesifikasi untuk komponen material atau
proses yang ditunjukkan untuk memperoleh keseragaman, efesiensi
dan kualitas tertentu.
Codes adalah sekumpulan spesimen untuk analisis, disain, manufaktur
dan konstruction suatu benda/sistem untuk tujuan memperoleh tingkat
keamaan,

efesiensi,

performance

atatau

kualitas

beberapa contoh standart dan codes yaiyu:


1. Aluminium Association (AA)
2. American Gear Manufacturers Association (AGMA)
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

tertentu.

Ada

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
3. American Iron and Steel Institute (AISI)
4. American National Standart Institute (ANSI)
5. American Society for Metals (ASM)
6. Amarican Society of Testing and Materials (ASTM)
7. American Welding Society (AWS)
8. Society of Automotive Engineers (SAE)
9. DIN
10. JIS
Contoh :
SAE/AISI 1045 : - 10 : plain carbon - 45 : persentase carbon (0,45 %)
Penomoran baja :
1xxx : plain carbin steel
2xxx : nickel alloy steel
3xxx : nickel-chrom steel

dst

Standar Jepang (JIS)


FC25 : besi cor putih kekuatan tarik 25 kg/mm2
S45C: baja dengan 0,45%C
Standar Jerman (DIN)
St-37: baja dengan kekuatan tarik minimum 37 kg/mm2
C45: baja dengan 0,45%C
Tabel 1.1. Specified Minimum Strengths of Certain ASTM Steels
Steel Type

ASTM No.

Sy, kpsi

SU, kpsi

Size, in, up to

Carbon

A36

36

58

Carbon

A529

42

60

Low alloy

A572

42

60

Low alloy

A572

50

65

Stanless

A588

50

70

Alloy Q &T

A514

100

110

2 1/2

1.4.
Faktor Keamanan (safety factor)
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Faktor kemanan adalah rasio antara tegangan maksimum (maksimum
stress)

dengan

tegangan

kerja

(working

stress),

jadi

secara

matematika :
Safety factor =

maksimumstress
working or design stress

Untuk material ulet (ductile) faktor kemanan ditentukan berdasarkan :


Safety factor =

yield point stress


workingor design stress

Sedangkan untuk material getas (brittle) faktor keamanan ditentukan


bersarkan :
Safety factor =

ultimatestress
working or design stress

Berikut ini adalah tabel untuk menentukan faktor keamanan untuk


jenis material berbeda maupun beban.

Tabel 1.2. Faktor Keamanan untuk material dan beban berbeda


Material

Steady load

Live load

Shock load

5 to 6

8 to 12

16 to 20

Wrought iron

10 to 15

Steel

12 to 16

Soft material

15

12

15

10 to 15

20

Cast iron

and alloys
Leather
Timber

Soal Latihan
1. Sebutkan jenis-jenis pengujian mekanik.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
2. Jelaskan tentang batas elastisitas dan plastis dari diagram uji tarik.
3.

Apa perbedaan diagram tegangan regangan sebenarnya dengan


diagram tegangan regangan teknik.

4. Sebutkan beberapa contoh standard material yang biasa digunakan


dalam perencanaan elemen mesin
5. Jelaskan perbedaan faktor keamanan antara material ulet dengan
material getas.
Daftar Pustaka
R. S. Khurmi & J. K. Gupta, 2005, Machine Design, 14 th revised edition,
Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Ram Nagar, New Dehli.
J. E. Shigley & Charles R. Mischke, 2006, Mechanical Engineering Design, 8
th edition, McGraw-Hill, New York.
Sularso., dan Suga, Kiyokatsu., 1994, Perencanaan Elemen Mesin,
Cetakan Ke Delapan, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta

Bab 2

SAMBUNGAN
Pendahuluan
Sambungan Keling
Sambungan Las
Sambungn Ulir

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Hasil

Pembalajaran

Tujuan Umum
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui
jenis-jenis sambungan serta dapat menghitung kekuatan sambungan.

Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis sambungan yang digunakan

dalam bidang konstruksi teknik mesin


Mahasiswa dapat mengetahui konstruksi maupun jenis sambungan

keling dan mempunyai kemamapuan dalam menghitung kekuatan


dari sambungan keling
Mahasiswa dapat mengetahui bentuk dan jenis-jenis sambungan las

serta

mempunyai

kemampuan

dalam

menghitung

kekuatan

sambungan las
Mahasiswa juga diharapkan mengetahui jenis-jenis

sambungan ulir

dan dapat menghitung kekuatan sambungan ulir

1.5.
Pendahuluan
Dalam

dunia

permesinan

dikenal

dua

jenis

sambungan,

yaitu

sambungan tetap dan sambungan tidak tetap. Sambungan tetap


adalah sambungan yang tidak dapat dilepas kembali, sedangkan
sambungan tidak tetap adalah sambungan yang dapat dibuka kembali
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
tanpa merusak sambungan. Ada banyak macam cara penyambungan
yang dikenal, tetapi dalam buku ini akan dibahas tiga jenis cara
penyambungan, keling, las dan ulir dan akan diuraikan dalam sub bab
berikut ini.

1.6.
Sambungan Keling
Paku keling adalah sebuah batang pendek yang berbentuk silindris
dengan bagian kepalanya menyatu. Bagian yang berbentuk silindrikal
dari paku keling disebut dengan shank atau body (tangkai paku keling)
dan dibagian bawahnya adalah tail (ekor), seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 2.1.
Bagian-bagian
dari paku keling

Sambungan

keling

ini

termasuk

Sambungan

keling

banyak

struktur,

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

sambungan

digunakan

pada

tetap

antar

pelat.

pekerjaan-pekerjaan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
seperti pada bangunan kapal, jembatan, tank dan dinding ketel. Berikut
adalah metode atau proses mengeling yang terjadi pada saat
pengelingan.
Gambar 2.2.
Metode mengeling

Jenis-jenis Kepala Paku Keling


Menurut

spesifikasi

Indian

Standard

tipe

kepala

paku

keling

digolongkan manjadi tiga kelompok, yaitu :


1. Jenis kepala paku keling di bawah diameter 12 mm, seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini (IS : 2155 1982 (Reaffirmed
1996)).

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.3. Tipe kepala paku keling di bawah diameter 12 mm

2. Jenis kepala paku keling diameter 12 mm sampai dengan 48 mm (IS


: 1929 1982 (Reaffirmed 1996)).

Gambar 2.4. Tipe kepala paku keling diameter 12 48 mm

3. Kepala paku keling untuk boiler work diameter 12 mm


dengan 48 mm (IS : 1928 1961 (Reaffirmed 1996)).
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

sampai

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.5 (a). Kepala paku keling untuk boiler work

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

130

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.5 (b). Kepala paku keling untuk boiler work

Bentuk-bentuk Sambungan Keling


Berikut adalah bentuk-bentuk dari sambungan keling, sesuai dengan
bentuk pelat yang akan disambung.
1. Lap Joint
Lap joint adalah sambungan dimana sebuah pelat ditumpangkan
pada pelat yang lain dan kedua pelat tersebut kemudian dikeling
bersama. Berikut adalah bentuk-bentuk sambungan dari lap joint,
seperti yang terlihat pada gambar 2.6 dan 2.7.

2. Butt Joint
Butt joint adalah sambungan dimana pelat utama menahan atau
menumpu pelat pada kedua sisinya. Kedua pelat yang ditumpu
tersebut, kemudian dikeling dengan pelat utama, seperti yang
tampak pada gambar 2.8, 2.9, 2.10 dan 2.11 berikut ini.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.6. Single and double riveted lap joints.

Gambar 2.7. Triple riveted lap joints.

Gambar 2.8.
Single riveted
double strap

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

130

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
butt joints

Gambar 2.9. Double riveted double strap (unequal) butt joints

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

130

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.10.
Double riveted
double strap
(unequal)
butt joints with
zig-zag riveting

Gambar 2.11.
Triple riveted
double strap
(unequal)
butt joints

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

130

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Kerusakan Sambungan Keling


Kerusakan yang sering terjadi pada sambungan keling ini dapat terjadi
dengan beberapa cara, yaitu :
1. Tearing of the plate at an edge (sobek pada sisi tepi pelat).
Sebuah sambungan mungkin akan mengalami sobekan pada kedua
sisi pelat, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Hal ini
dapat dihindari dengan menjaga jarak margin (garis tepi) m = 1.5 d.
Dimana d adalah diameter dari lubang paku keling.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.12. Tearing of the plate at at an edge and of the plate across
the rows of rivets

2. Tearing of the plate a cross an row of rivets (sobek arah


tegak lurus deretan paku keling).
Akibat adanya tegangan tarik yang terjadi pada pelat utama, pelat
utama

atau tutup pelat mungkin sobek tegak lurus arah deretan

paku keling, seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 2.12


sebelumnya. Untuk menghindari terjadinya sobekan tersebut, maka
pada pelat kita kenal dengan istilah tearing resistance atau tearing
strength atau tearing value.
Dimana :
p

= pitch paku keling

= diameter lubang paku keling

= tebal pelat

= tegangan tarik ijin bahan pelat

Sehingga luas sobekan tiap panjang pitch adalah :


At

= (p d) . t

Jadi tearing resistance untuk menyobek pelat per panjang pich


adalah :
Pt

= At . t = (p - d) . t . t

Ketika tearing resistance (Pt) lebih besar dari beban (P) yang terjadi
tiap panjang pitch, maka kerusakan tidak akan terjadi.

3. Shear of the rivets (geser pada paku keling).

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Pelat yang disambung dengan paku keling mengalami tegangan
tarik dan jika paku keling tidak mampu menahan tegangan yang
terjadi maka paku keling akan terpotong atau putus, seperti yang
tampak pada gambar di bawah ini. Untuk menghindari terjadinya
rusak akibat geser tersebut, maka pada pelat kita kenal dengan
istilah shearing resistance atau shearing strength atau shearing
value.

Gambar 2.13. Shearing off a rivet

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.14. Shearing off a rivet in double cover butt joint

Dimana :
d

= diameter lubang paku keling

= tegangan geser ijin bahan paku keling

= jumlah paku keling per panjang pitch

Sehingga diperoleh :
AS =

xd 2

=2 x

In single shear

xd 2

=1.875x

xd 2

Teorically, double shear

Jadi shearing resistance untuk menyobek pelat per panjang pich


adalah :
PS =

x d2 x

= 2x

In single shear

d2 x

= 1.875x

xd 2

Teorically, double shear

In double shear, according to Indian Boiler

Ketika shearing resistance (Ps) lebih besar dari beban (P) yang
terjadi tiap panjang pitch, maka kerusakan dapat dihindari.

4. Crushing of the plate or rivets (hancur pada pelat atau paku


keling).

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Kadang-kadang, paku keling atau pelat sebenarnya tidak
hanya terpotong (shear off) akibat tegangan tarik, tetapi juga dapat
hancur, sepeti yang terlihat pada gambar 2.15. Kerusakan ini kita
kenal dengan istilah bearing failure,

Gambar 2.15. Crushing


of a rivet

sehingga area yang akan melawan tegangan tarik tersebut adalah


proyeksi bidang diametrikal lubang paku keling. Untuk menghindari
terjadinya kerusakan tersebut, maka pada paku keling kita kenal
dengan istilah crushing resistance atau crushing

strength atau

bearing value.
Dimana :
d

= diameter lubang paku keling

= tebal pelat

= tegangan ijin tarik (crushing stress) bahan pelat dan paku

keling
n

= jumlah paku keling per panjang pitch

Jika diketahui crushing area untuk satu paku keling adalah proyeksi
dari luas untuk satu paku keling,
Ac

=d.t

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Jadi total crushing area adalah :
Ac

= n .d . t

Sehingga crushing resistance yang dibutuhkan paku keling agar


tidak rusak tiap panjang pitch adalah :
Pc

= n . d . t . c

Ketika crushing resistance (Pc) lebih besar dari beban (P) yang
terjadi tiap panjang pitch, maka kerusakan dapat dihindari.

Efesiensi Sambungan Keling


Efesiensi pada sambungan keling menggambarkan perbandingan
kekuatan sambungan keling dengan kekuatan sambungan tanpa keling
atau pelat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kekuatan dari
sambungan keling adalah :
Kekuatan sambungan keling = kekuatan minimal dari Pf, Ps dan Pc
Sedangkan untuk kekuatan sambungan tanpa keling atau pelat untuk
tiap panjang pitch adalah :
P = p x t x t
Jadi efesiensi dari sambungan keling,
=

minimal kekuatan Pt ,Ps dan Pc


p x t x t

dimana :
p = pitch sambungan keling
t = tebal pelat

t = Tegangan tarik ijin dari bahan pelat


contoh soal :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
a. Sebuah sambungan keling jenis double lap joints dengan tebal pelat
15 mm, diameter paku keling 25 mm dan pitch

75mm. Jika

tegangan tarik maksimum bahan pelat 400 Mpa, tegangan geser


maksimun bahan paku keling 320 Mpa dan tegangan tarik
maksimum (crushing strength) bahan pelat 640 MPa. Hitung gaya
minimum yang dapat diterima oleh sambungan per pitch agar tidak
putus atau rusak. Jika sambungan yang menerima beban tersebut di
atas faktor kemanannya adalah 4, hitung gaya sebenarnya yang
dapat diterima oleh pelat dan paku keling.
Penyelesaian
Diketahui :
t = 15 mm ; d = 25 mm ; p = 75 mm ; tu = 320 MPa ; u = 320 MPa ;

tc = 640 Mpa

Untuk memperoleh besarnya gaya minimum yang dapat diterima


oleh sambungan, maka dapat dicari dengan menghitung dari ketiga
kasus kerusakan yang terjadi pada sambungan, yaitu :
tearing resistance per panjang pich adalah :
Ptu = (p - d) . t. t = (75 25) 15 x 320 = 300000 N
shearing resistance :
PSu = n x

x d 2 x =2 x

x 25 2 x 320 = 314200N

n = 2 (double)

crushing resistance :
Pcu = n . d . t . c = 2 x 25 x 15 x 640 = 480000 N
Dari ketiga kasus tersebut, maka gaya minimum yang yang akan
merusak (memutuskan) sambungan adalah sebesar 300000 N
(300 KN).
Karena faktor kemanan adalah 4, maka besarnya gaya yang
diijinkan untuk diterima oleh sambungan per pitch adalah :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
P = 300000/4 = 75000 N
Untuk menghitung ketiga tegangan ijin dari tiga kasus di atas
berdasarkan beban 75000 N, yaitu :
P

= (p - d) . t. t

75000 = (75 25) 15 x t = 750 x t


Jadi t = 75000/750 = 100 N/mm2 = 100 Mpa
P = 2x

75000 = 2 x

d2 x
x 25 2 x = = 982

4
75000
Jadi =
= 76.4N/mm 2 = 76.4MPa
982

= n . d . t . c = 2 x 25 x 15 x c

75000 = 750 c
Jadi c = 75000/750 = 100 N/mm2 = 100 Mpa

b. Hitunglah efesiensi dari sebuah sambungan keling :


o

Single riveted lap joints dengan tebal pelat 6 mm, diameter paku
keling 20 mm dan pitch 50 mm.

Double riveted lap joint dengan tebal pelat 6 mm, diameter paku
keling 20 mm dan pitch 65 mm.

Jika diketahui :
o

Tegangan ijin tarik pelat

120 MPa
o

Tegangan ijin geser paku keling

90 MPa
o

Tegangan ijin tarik (crushing stress) paku keling

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

= 180 MPa

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Penyelesaian
Dengan : t = 6 mm; d = 20 mm; t = 120 MPa = 120 N/mm2; = 90
Mpa =
N/mm2; c = 180 MPa = N/mm2
o

Efesiensi sambungan pertama (p = 50 mm)


1. Tearing resistence of the plate (Pt), yaitu sobek arah tegak
lurus deretan paku keling).
Pt

= At . t = (p - d) . t. t = (50 - 20) 6 x 120 = 21600 N

2. Shearing resistance of the rivet (P S), yaitu geser pada paku


keling).
PS =

x d2 x =

x 202 x 90 = 28278N
4

3. Crushing resistance of the plate (PC), yaitu hancur pada pelat


atau paku keling.
Pc = d . t . c = 20 x 6 x 180 = 21600 N
Jadi kekuatan sambungan yang paling kecil = 21600 N
Sedangkan untuk kekuatan sambungan tanpa keling atau pelat
untuk tiap panjang pitch adalah :
P = p x t x t =

50 x 6 x 120 = 36000 N

Jadi efesiensi dari sambungan keling,


=

minimalkekuatan Pt ,Ps dan Pc


21600
=
= 0.6 atau 60%
p xt xt
36000

Efesiensi sambungan kedua (p = 65 mm)


1. Tearing resistence of the plate (Pt).
Pt

= At . t = (p - d) . t. t = (65 - 20) 6 x 120 = 32400 N

2. Shearing resistance of the rivet (PS).


POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
PS =n x

x d2 x = 2 x

x 202 x 90 = 56556N
4

3. Crushing resistance of the plate (PC).


Pc = n .d . t . c = 2 x 20 x 6 x 180 = 43200 N
Jadi kekuatan sambungan yang paling kecil = 32400 N
Sedangkan untuk kekuatan sambungan tanpa keling atau pelat
untuk tiap panjang pitch adalah :
P = p x t x t = 65 x 6 x 120 = 46800 N
Jadi efesiensi dari sambungan keling,
=

minimalkekuatan Pt ,Ps dan Pc


32400
=
= 0.692atau 69.2%
p xt xt
46800

Eccentric Loaded (beban terpusat) pada Sambungan Keling


Ketika garis kerja beban tidak melewati pusat dari sistem sambungan
keling dan seluruh paku keling tidak sama dengan beban, maka
sambungan tersebut mengalami eccentric load riveted joint (beban
terpusat dari sambungan keling), seperti yang tampak pada gambar
2.16 (a) berikut ini. Beban terpusat mengakibatkan adanya dua gaya
yang bekerja yaitu

direct shear atau primary shear dan secondary

shear yang disebabkan oleh kecendrungan gaya yang memuntir pada


sambungan yaitu di centre of gravity.
Dimana :
P = beban terpusat pada sambungan
e = jarak antara beban dengan centroid (pusat penampang) G
sambungan keling

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Berikut adalah prosedur atau langkah-langkah penyelesaian eccentric
loaded pada sambungan keling :
1. Tentukan centre of gravity G pad sambungan.
Jika :

= luas penampang dari paku keling

x1 ,

x2 ,

x3 ,

dst

= jarak paku kleing dari OY

y1 ,

y2 ,

y3 ,

dst

= jarak paku keling dari OX

Maka,
x=
=

A 1x + A 2 x2 + A 3 x3 + . ..
A 1 + A 2 + A 3 +...

x1 + x2 + x3 + ...
n

n = jumlah paku keling


A1 = A2 = A3 = A
y=

y +y 2 + y 3 + ...
n

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

A 1x + A 2 x2 + A 3 x3 + ...
n.A

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.16. Eccentric loaded riveted joint

2. Pindahkan gaya yang bekerja pada centre of gravity G, yaitu P1 dan P2,
dimana P1 sama dengan P dan P2 berlawanan dengan P, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.16 (b).
3. Asumsikan semua paku keling mempunyai ukuran yang sama, sehingga
P1 = P, menghasilkan beban direct shear pada tiap paku keling yang
sama besar, sehingga besarnya beban direct shear tiap paku keling
adalah :
P
Ps = , Paralel dengan terhadap beban P
n

4. Karena P2 = P, menimbulkan momen sebesar P x e di centre of gravity


G sambungan keling yang arahnya searah jarum jam, akibatnya tiap
paku keling mengalami beban secondary shear. Dengan adanya beban
secondary shear berikut dua asumsi yang harus dipenuhi :
a. Besarnya beban secondary shear adalah sama dengan jarak radial
dengan centre of gravity G sambungan keling.
b. Arah beban secondary shear adalah garis yang tegak lurus pusat
paku keling centre of gravity G sambungan keling.
Dimana :
F1, F2, F3 = beban secondary shear pada paku keling 1, 2, 3 ... dst
l1, l2 , l3, = jarak radial paku keling 1, 2, 3, dari centre of
gravity G
sambungan paku keling
Jadi dari asumsi (a),
F1
F
F
= 2 = 3
F1 l1; F2 l2 dst, atau l 1
l2
l3

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Jadi :
F2 = F1

l2
l
F3 = F1 3
dan
l1
l1

Dimana jumlah momen luar yang bekerja pada beban terpusat dan
jumlah momen yang bekerja pada paku keling harus sama dengan nol,
sehingga diperoleh :

P.e = F1. l 1 + F2 . l 1 2 + F3 . l 3 +...


= F1. l 1 + F1 x
=

F1
l1

[( l )
1

l
l2
x l 2 xF1 x 3 x l 3 + ...
l1
l1

+ ( l 2 ) + ( l 3 ) + ...
2

Dari persamaan di atas nilai F 1 dapat dihitung karena F2 dan F3 juga


dapat dihitung. Arah gaya-gaya tersebut adalah tegak lurus terhadap
centre of gravity G, seperti yang diperlihatkan oleh gambar 2.16. (b)
dan sama dengan momen (searah atau berlawanan arah jarum jam).
5.

Dengan menjumlahkan beban primary (direct) dan secondary shear


secara vektor maka besarnya resultan beban geser R (load resultan
shear) tiap-tiap paku keling dapat dihitung, seperti yang diperlihatkan
pada gambar 2.16. (c). Besarnya resultan beban geser R juga dapat
dihitung dengan persamaan berikut ini.
R=

2
Ps + F2 + 2Ps x F x cos ,

Dimana : = sudut antara beban primary shear atau direct shear (Ps)
dengan beban secondary shear (F)
Beban secondary shear (F) minimum, apabila beban secondary shear
tiap paku keling adalah sama, termasuk sudut antara beban primary
shear atau direct shear (Ps), dan apabila paku keling mengalami beban
maksimum dikatakan kritis, sehinggga dapat ditentukan kekuatan dari
sambungan keling. Jika tegangan geser ijin () diketahui, maka
diameter dari paku keling (d)dapat dihitung menggunakan hubungan :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Resultan beban geser maksimum (R) =

x d2 x
4

Berikut adalah tabel ukuran lubang dan paku keling sesuai dengan
standard IS : 1929 1982 (Reaffirmed 1996).

Tabel 2.1 Ukuran lubang dan paku keling

Diameter of
rived hole
13.5 15.5 17.5 19.5 21.5 23.5 25.5 29
(mm)
Diameter of
12 14 16 18 20 22 24 27
rived (mm)

32

35

38

41

44

50

30

33

36

39

42

48

contoh soal :
Sebuah sambungan keling (lap
rivet

joints)

dengan

beban

terpusat, seperti yang terlihat


pada gambar di samping ini.
Tebal pelat bracket 25 mm,
semua paku keling mempunyai
ukuran yang sama, beban pada
bracket P = 50 kN, spasi paku
keling C = 100 mm dan jarak e = 400 mm. Tentukan ukuran paku keling
pada sambungan tersebut.
Penyelesaian :
Dengan : t = 25 mm; P = 50 KN = 50 x 10 3 N, e = 400 mm, n = 7, = 65
Mpa = 65 N/mm2; c = 120 MPa = 120 N/mm2
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
1. Tentukan centre of gravity G pad sambungan.

Jadi letak G pada sambungan keling adalah berada 100 mm dari OY


dan 114.3 mm dari OX, seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

2. Semua paku keling mempunyai ukuran yang sama, menghasilkan beban


direct shear pada tiap paku keling yang sama besar, sehingga besarnya
beban direct shear tiap paku keling adalah :
Ps =

50x103
P
=
= 7143N
n
7

3. Hitung momen puntir akibat beban P dengan jarak e.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
P x e = 50 x 103 x 400 = 20 x 106 Nmm
Momen puntir yang ditahan oleh 7 buah paku keling dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

4. Menghitung beban secondary shear.


Dari gambar diperoleh :

Sehingga dapat dihitung F1, F2, F3, F4, F5, F6 dan F7, yaitu :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Dengan cara yang sama diperoleh :

5. Menghitung besarnya resultan beban geser R dengan persamaan


berikut ini.
R=

Ps + F2 + 2Ps x F x cos

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Dari gambar yang telah ditunjukkan sebelumnya, maka paku keling


nomor 3, 4 dan 5 adalah paku keling yang menerima beban paling
berat, sehingga besarnya resultan (R) tiap paku keling tersebut adalah :

Dari perhitungan gaya resultan (R) di atas, maka paku keling nomor 5
mendapat beban yang paling besar, sehingga perhitungan diameter
paku keling berdasarkan gaya resultan paku keling nomor 5, yaitu :

Berdasarkan tabel 2.1, untuk diameter lubang paku keling 25.5 mm,
maka diameter paku keling adalah 24 mm.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Untuk mengecek apakah dimater paku keling yang telah dihitung aman
untuk digunakan dapat dibuktikan dengan :

Karena crushing stress paku keling hasil perhitungan lebih kecil dari
crushing stress (c = 120 MPa ), maka dapat dikatakan sambungan paku
keling aman.

1.7.
Sambungan Las
Sambungan las termasuk sambungan tetap yang kuat dan rapat.
Kekuatan sambungan ini sangat tergantung pada pengerjaan, bentuk
sambungan las dan bahan dari elektroda las yang digunakan. Meskipun
kekuatan las setiap jenis elektroda berbeda namun sebagai acuan
untuk perhitungan kekuatan las dapat dipergunakan sifat mekanis
minimum dari elektroda tersebut.
Sebagai contoh, sifat mekanik beberapa jenis elektroda menurut
American Welding Society (AWS) disajikan pada tabel 2.2 berikut ini
(Shigley, dkk., 1983, : 444-445).
Tabel 2.2. Sifat Minimum Logam Las

No.

Kekuatan

Elektrode

Tarik

AWS

kpsi

Kekuatan Mulur

Regangan

kpsi

E60xx

62

50

17-25

E70xx

70

57

22

E80xx

80

67

19

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
E90xx

90

77

14-17

E100xx

100

87

13-16

E120xx

120

107

14

Catatan: 1 kpsi = 6.894.757 N/m2

Penentuan tegangan yang diijinkan didasarkan pada kekuatan mulur


(yield point). Baja konstruksi ASTM mempunyai kekuatan mulur y 33
sampai dengan 50 kpsi, sedangkan hubungannya dengan tegangan
tertinggi u adalah y = 0,5. u (Shigley dkk, 1983:444). Faktor
keamanan dapat dihitung dengan cara :
a.

= 1/0,60 = 1,67 untuk tarikan

b.

= 0,577/0,40 = 1,44 untuk geseran.

Tabel berikut menyajikan tegangan-tegangan yang diijinkan dalam


berbagai kondisi pembebanan (Shigley dkk. 1983: 445).
Tabel 2.3. Tegangan yang diijinkan menurut kode AISC

Jenis Beban

Jenis

Pengelasan

Tarikan

Las temu

0,60 y

1,67

Bantalan

Las temu

0,90 y

1,11

Lenturan

Las temu

Tekanan
sederhana
Geseran

0,60 0,60
y

Las temu
Las

temu/las

sudut

Jenis-jenis Sambungan Las


POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

1,67

0,60 y

1,67

0,40 y

1,44

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
1.

Las Temu (Butt Joint)


Sering juga disebut sebagai kampuh V, kampuh V terbuka, kampuh
X dan kampuh U. Jenis ini mampu memberikan sambungan yang
kuat. Adapun bentuk sambungan ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.17. Types of butt joint

2.

Las Sudut atau Tumpang (Fillet or Lap Joint)


Disebut

juga

las

sisi,

umumnya

digunakan

pada

konstruksi

jembatan dan kuda-kuda. Jenis las ini menguntungkan karena tidak


memerlukan pekerjaan awal, seperti yang tampak pada gambar di
bawah ini.

Gambar 2.18. Types of lap or fillet joint

3.

Corner , Edge and T-Joint


Bentuk lain dari sambungan las adalah jenis corner, edge dan Tjoint. Ketiga jenis las ini dapat dilhat pada gambar di bawah ini.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.19. Other types of welded joints

Ada tiga pertimbangan utama dalam memilih jenis sambungan las


tersebut di atas :
a.

Bentuk las yang memenuhi syarat kebutuhan


komponen.

b.

Untuk pelat-pelat yang tipis dapat di las.

c.

Dapat langsung menahan arah gaya yang bekeja.

Untuk dasar-dasar simbol pengelasan sesuai dengan standard IS :


813 1961 (Reaffirmed 1991), dapat dilihat pada halaman
lampiran 1.

Perhitungan Kekuatan Sambungan Las


1. Beban Tarik dan Geser pada Sambungan Las Temu (Butt
Joints)
Kekuatan sambungan las dihitung berdasarkan pada luas minimum
terhadap beban tarikan atau beban geseran, seperti yang terlihat
pada gambar di bawah ini.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.20. Butt joints

Las temu dengan beban tarik,

P
tl

Dimana :
P

= gaya yang bekerja pada sambungan las

= pangjang las, dan biasanya sama dengan lebar pelat

= tebal ukuran las atau biasanya tebal pelat pelat (lihat tabel)

= tegangan tarik

Sedangkan untuk double V butt joint, seperti yang ditunjukkan


pada gambar 2.20. (b), adalah :

P
(t + t ) x l
1
2

Dimana :
t1

= tebal leher las bagian atas

t2

= tebal leher las bagian bawah

Untuk menentukan ukuran minimum las dapat menggunakan tabel


2.4 di bawah ini.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Tabel 2.4. Ukuran minimum las

Las temu dengan beban geser,


=

P
,
tl

(P arahnya sejajar dengan panjang las)

2. Beban Tarik pada Sambungan Las Sudut (Transverse Fillet


Weld Joints)
Bentuk las sudut dengan arah melintang biasanya dirancang untuk
menahan beban tarik yang arahnya tegak lurus panjang las, adapun
bentuk pembebanan pada las sudut yang mengalami beban tarik
dapat dilihat pada gambar 2.21 berikut ini.

Gambar 2.21. Transverse filled joints

Untuk menentukan kekuatan sambungan las sudut, di asumsikan


bahwa luas penampang las membentuk segi tiga siku-siku ABC
dengan sisi miring AC dan sisi yang lain yaitu AB dan BC. Untuk
memperbesar pandangan penampang tersebut dapat dilihat pada

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
gambar di bawah ini. Jika panjang tiap sisi adalah kaki atau ukuran
las, maka jarak yang tegak lurus sisi miring AC disebut dengan tebal

leher las (sisi BD). Luas area las dapat diperoleh dari tebal leher las
BD, yaitu tebal leher las dikalikan dengan panjang las.
Jika,
t

= tebal leher (BD)

= kaki atau ukuran las


atau tebal pelat

= panjang pengelasan
diperoleh tebal leher

las

adalah :

= s x sin 45 = 0.707 s

Gambar 2.22. Enlarged view

of afilled weld

Jadi luas minimum area las atau leher las :


A

= tebal leher las x panjang las


= t x l = 0.707 s x l

Jika t adalah tegangan tarik las yang diijinkan untuk las logam,
maka

tegangan tarik pada sambungan untuk single fillet weld

adalah :
P

= luas area las x tegangan tarik ijin = 0.707 s x l x t

dan untuk double fillet weld adalah :


P

= 2 x 0.707 s x l x t = 1.414 s x l x t

3. Beban Geser

pada Sambungan Las Sudut (Parallel Fillet

Weld Joints)
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Bentuk sambungan las seperti ini biasanya dirancang untuk
menahan tegangan geser, khususnya untuk sambungan las sudut
yang bentuknya paralel, seperti yang dapat dilihat pada gambar
2.23 (a).
Jika adalah tegangan geser las yang diijinkan pada sambungan
logam, maka besarnya kekuatan sambungan las untuk las sudut
tunggal parallel (single parallel fillet weld) adalah :
P

= luas area las x tegangan geser ijin = 0.707 s x l x

dan untuk las sudut ganda parallel (double parallel fillet weld),
P

= 2 x 0.707 s x l x = 1.414 s x l x

Gambar 2.23. Parallel filled weld joint

Jika bentuk sambungannya adalah kombinasi antara transverses


dan parallel, seperti yang ada pada gambar 2.23 (b), maka
besarnya kekuatan sambungan las adalah :
P

= (0.707 s x l1 x t) + (.414 s x l2 x )

dimana :

l1 = lebar pelat untuk pelat yang mengalami tegangan

tarik
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
contoh soal :
Sebuah pelat dengan tebal 10 mm dan lebar 100 mm, di las dengan
jenis sambungan double parallel fillets. Kemudian sambungan
tersebut menerima beban statik 80 kN. Tentukan panjang lasan,
jika tegangan ijin geser sambungan las tidak boleh lebih dari 55
MPa.
Penyelesaian :
Dengan : lebar = 100 mm; tebal = 10 mm; P = 80 kN = 80 x 10 3 N;

= 55 MPa = 55 N/mm2
Jika : l = panjang las; s = ukuran las = tebal pelat = 10 mm
Jadi berdasarkan beban maksimum yang dapat diterima oleh
sambungan double parallel fillets adalah :
= 1.414 s x l x

80 x 103 = 1.414 x 10 x l x 55 = 778 l


Jadi :
l = (80 x 103)/778 = 103 mm

4. Kekuatan Sambungan Las Sudut (Fillet Welded Joint) untuk


Kasus
Khusus
Berikut adalah kasus-kasus khusus untuk sambungan las sudut
seperti yang akan dijelaskan berikut ini.
Las sudut melingkar (circular fillet weld) yang menerima beban
torsi, yaitu sebuah batang silindris yang dilas pada sebuah pelat
rigid, seperti yang ada pada gambar
2.24.
Jika :
d

= diameter batang

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
r

= radius batang

= torsi yang bekerja pada batang

= ukuran las (kaki)

= tebal leher las

Gambar 2.24. Circular filled weld


subjected to torsion

= momen inersia polar penampang las


td3
= 4

Dimana tegangan geser bahan adalah :

d
T. r Tx 2
=
=
J
J
Tx d
2 = 2T
=
3
td
td 2
4

=
J
r

Tegangan geser ini terjadi sepanjang bidang horizontal kaki las


sudut (fillet weld). Tegangan geser maksimum terjadi di leher las
membentuk sudut 450 terhadap bidang horizontal. Jadi panjang dari
leher las adalah :
t

= s . sin 450 = 0.707 s

Maka tegangan geser maksimum :


max =

2T
2.83T
=
2
x 0.707sx d
sd 2

Las sudut melingkar (circular fillet


weld) yang menerima beban momen
bending, yaitu sebuah batang silindris
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
yang dilas pada sebuah pelat rigid, seperti yang ada pada gambar
2.25.
Jika :
d

= diameter batang

= torsi yang bekerja pada batang

= ukuran las (kaki)

= tebal leher las

= modulus penampang dari


penampang las
td3
4 =

Gambar
2.25. Circular filled
weld subjected
to bending momen

Maka tegangan akibat momen bending adalah :


b =

M
M
=
Z td2

4M
=
td2

Tegangan akibat momen bendingan ini, terjadi sepanjang bidang


horizontal kaki las sudut. Tegangan maksimum terjadi di leher las
membentuk sudut 450 terhadap bidang horizontal. Jadi panjang dari
leher las adalah :
t

= s sin450 = 0.707 s

Maka tegangan maksimum :


4M
4M
5.66M
=
=
2
2
td
x 0.707 s x d
s d2

b(max) =

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Sisi panjang las sudut yang menerima beban torsi, yaitu
sebuah pelat tegak yang dipasang di atas sebuah pelat mendatar, di
las di kedua sisi-nya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.26.

Jika :
T

= torsi yang bekerja pada pelat vertikal

= panjang las

= ukuran las (kaki)

= tebal leher las

= momen inersia polar penampang las


2x

t xl3
t xl3
=
=
12
6

untuk

dua sisi pengelasan

Gambar 2.26. Long filled weld


subjected to torsion

Akibat bekerjanya beban torsi, pelat vertikal berputar terhadap


sumbu-z

yaitu di titik tengah pelat. Berputarnya pelat tersebut

adalah karena menahan tegangan geser antara sambungan las


POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
dengan pelat horizontal. Dengan asumsi bahwa tegangan geser di
daerah horizontal berubah dari nol terhadap sumbu-z menjadi
maksimum sampai di ujung pelat. Tegangan geser yang terjadi ini
pada dasarnya hampir sama dengan tegangan normal akibat beban
bending murni. Jadi tegangan geser adalah :

Tx l

2 = 3T
tl
tx l 2
6
3

Sehingga tegangan geser maksimum yang terjadi di leher las adalah


:
max =

3T
4.242T
=
2
0.707 sx l
sx l 2

Contoh :
a.

Sebuah batang silindris berdiameter


50 mm di las sudut (fillet)dengan
ukuran

las

10

mm

pada

sebuah

permukaan pelat rata, seperti yang


terlihat pada gambar di samping ini.
Hitunglah torsi maksimum yang dapat
ditahan oleh sambungan las, jika intensitas tegangan geser
maksimum bahan las tidak melebihi 80 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : d = 50 mm; s = 10 mm; max = 80MPa = 80 N/mm2;
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan oleh
sambungan
las
Dari tegangan geser maksimum, maka :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
80 =

2.83T
2.83T
2.83T
=
=
2
2
78550
sd
10 (50)

T = (80x 78550)/2.8
3 = 2.22x106 Nmm = 2.22kNm

b.

Sebuah pelat dengan panjang 1


m dan tebal 60 mm, di las di atas
sebuah
yang

pelat

tampak

mendatar,
pada

seperti

gambar

di

samping ini, dimana ukuran lasnya


adalah

15

mm.

Hitunglah

maksimum

yang

dapat

torsi

ditahan

oleh sambungan las, jika intensitas tegangan geser maksimum


bahan las tidak melebihi 80 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : l = 1 m = 1000 mm; t = 60 mm, s = 15 mm; max =
80MPa = 80 N/mm2;
T = Torsi maksimum yang dapat ditahan oleh
sambungan
las

Dari tegangan geser maksimum, maka :


80 =

4.242 T
4.242 T
0.283T
=
=
2
sl 2
15(1000)
106

T = (80x106 )/0.283= 283x106 Nmm = 283kNm

5. Beban Terpusat pada Sambungan Las


Apabila tegangan geser dan tegangan normal akibat momen
bending muncul pada sambungan secara bersamaan (lihat kasus 1),
maka tegangan maksimum yang terjadi adalah sebagai berikut.
Tegangan normal maksimum :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
t(max) =

b 1
+
2 2

( b ) 2 + 4 2

Dan tegangan geser maksimum :


(max) =

1
2

( b ) 2 +4 2

Dimana :
b

= Tegangan normal akibat momen bending

= Tegangan geser
Gambar 2.27.
Eccentrical
loaded welded joint

Apabila tengangan yang terjadi sama dengan tegangan awal, maka


hal ini akan diselesaikan secara vektor (lihat kasus 2). Berikut akan
dibahas dua kasus beban terpusat pada sambungan las, sebagai
berikut :
Kasus 1, sebuah sambungan-T yang dijepit di bagian ujungnya
menerima beban terpusat P dengan jarak e, seperti yang tampak
pada gambar 2.27.
Jika :
s

= ukuran las

= panjang las

= tebal leher las

Sambungan akan mengalami dua tipe tegangan yaitu :

Sambungan las yang langsung menerima tegangan geser


akibat beban P.

Tegangan normal akibat momen bending P x e.

Diketahui bahwa luasan pada leher las adalah :


POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
A

= tebal leher las x panjang lasan


=txl x2=2txl
= 2 x 0.707 s x l = 1.414 s x l

Jadi

tegangan

geser

pada

sambungan

las

(dengan

asumsi

terdistribusi merata) :
=

P
P
=
A
1.414 s x l

Modulus penampang logam las pada leher las :


t xl2
6
1.414 sx l 2
sx l 2
=
x2 =
6
4.242

Z=

Momen bending = M = P x e
Sehingga tegangan normal akibat momen bending adalah :
M
P x e x 4.242
4.242 P x e
b =
=
=
Z
sx l2
sx l2

Kemudian Tegangan normal maksimum,


t(max) =

b 1
+
2 2

( b ) 2 + 4 2

dan tegangan geser maksimum :


(max) =

1
2

( b ) 2 + 4 2

Kasus 2, apbila sambungan las mengalami beban terpusat seperti


yang ditunjukkan pada gambar 2.28 berikut ini.
Sambungan akan mengalami dua tipe tegangan yaitu :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Direct or primary shear stress

Shear stress akibat momen puntir

Gambar 2.28. Eccentrical loaded welded joint

Jika :
P

= beban terpusat

= jarak antara beban dengan centroid (pusat penampang) G


dari penampang leher sambungan las

= ukuran kaki las

= panjang las

= tebal leher las

Dari gambar 2.28 muncul dua beban yaitu P 1 dan P2 (sama dengan
P) di pusat G. Beban P1 (P) menyebabkan direct shear stress dengan
asumsi seragam di sepanjang daerah sambungan las. Beban P 2 (P)
menyebabkan momen (P x e) yang tertuju di pusat G sambungan
las, momen ini yang kita kenal dengan secondary shear stress.
Maka primary shear stress (1) :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Beban
P
P
=
=
Luas leher las
A
2t x l
P
P
=
=
2 x 0.707 sx l
1.414 sx l

1 =

(luas leher las untuk single fillet weld = t x l = 0.707 s x l)


Karena tegangan geser akibat momen puntir T (P x e) pada suatu
penampang dA adalah sebanding dengan jari-jari (r) dari G,
kemudian tegangan geser akibat momen puntir pad titik A adalah

sebanding dengan AG (r2) yang arahnya tegak lurus AG, dengan


kata lain :

2
= = konstan
r2
r
atau

2
r2

xr

(i)
dimana 2 adalah tegangan geser pada jarak maksimum (r 2)dan
adalah tegangan geser pada jarak r. Misalkan sebuah penampang kecil dA
pada daerah yang di las dengan jarak terhadap G.

Jadi gaya geser pada sebuah penampang kecil adalah :


P = x d A

Momen puntir akibat gaya geser di G,

d T = xd A x r =

r2

x d A x r2

(dari persamaan i)
Jadi total momen puntir di seluruh area las,

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
T =P e =
=

2
r2

2
r2

xd A xr2 =

2
r2

d A x r

xJ

jadi J = d A xr2

dimana :
J

= Momen inersia polar leher las terhadap pusat G

Sehingga tegangan geser akibat momen puntir, yaitu secondary


shear stress,

2 =

Tx r2
P x e x r2
=
J
J

Tegangan resultan diperoleh dengan cara menggabungkan primary


dan secondary shear stresses secara vektor. Jadi resultan tegangan
geser di titik A adalah :
A =

(1) 2 + ( 2 ) 2 + 21 x 2 xcos

= sudut antara 1 dengan 2

cos = r1/r2
Adapun nilai momen inersia polar dari area leher las terhadap pusat
G dan modulus penampang las untuk beberapa tipe sambungan las
yang dapat digunakan untuk mengitung kekuatan sambungan las
yang mengalami beban terpusat dapat dilihat di lampiran 2.
Contoh :
a. Sebuah sambungan las seperti
yang tampak pada gambar di
samping ini, mengalami beban
terpusat sebesar 2 kN. Hitung

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
ukuran kaki las, jika tegangan geser maksimum daerah lasan
adalah 25 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : P = 2 kN = 2000 N;
e = 120 mm; l = 40 mm; max = 25MPa = 25 N/mm2;
s = ukuran kaki las
t = tebal leher las
Maka luas area leher las :
A = 2 t x l = 2 x 0.707 s x 40 = 56.56 s mm2
Jadi tegangan geser :
=

P
2000
35.4
=
=
N/mm 2
A
56.56s
s

Bending momen :
M = P x e = 2000 x 120 = 240 x 103 N mm
Modulus penampang logam las pada leher las :
Z=

sx l 2
sx .40 2
=
= 377x s mm3
4.242
4.242

Besarnya momen bending :


b =

240 x 103
M
=
Z
377x s

636.6
N/mm 2
s

Dari tegangan geser maksimum diperoleh ukuran kaki


las (s) :
(max) =

1
2

( b ) 2 + 4 2
2

636.6
35.4

s
+4 s

320.3
s=
= 12.8mm
25
1
25 =
2

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

320.3
s

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
b. Sebuah

batang

silindris

berdiameter 50 mm di las pada


sebuah permukaan pelat rata,
seperti

yang

terlihat

pada

gambar di samping ini. Jika


ukuran kaki las adalah 15 mm,
hitunglah tegangan normal dan
geser

maksimum

pada

sambungan las.
Penyelesaian :
Dengan : D = 50 mm; s = 15 mm; P = 10 kN = 10000 N; e = 200
mm
t = tebal leher las
Luas leher las untuk las sudut melingkar :
A = t x D = 0.707 s x D
= 0.707 x 15 x x 50 = 1666 mm2
Jadi direct shear stress :
=

P
10000
=
= 6N.mm2 = 6MPa
A
1666

Momen bending :
M = P x e = 10000 x 200 = 2 x 106 Nmm

Dari lampiran 2 (tabel momen polar dan modulas penampang


las),

diperoleh

penampang

penampang (Z) :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

melingkar

untuk

modulus

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Z=

t D2
x 0.707sx D2
x 0.707x15 x 50 2
=
=
= 20825mm3
4
4
4

Jadi tegangan normal akibat momen bending :


b =

2 x 106
M
=
= 96 N/mm 2 =96 MPa
Z
20825

Sehingga tegangan normal maksimum :

t(max) =

b 1
+
2 2

( b ) 2 + 4 2

96 1
+
2 2

( 96) 2 + 4 x62

= 96.4 MPa

Tegangan geser maksimum :


(max) =

1
2

c. Sebuah

( b ) 2 + 4 2

1
2

sambungan

( 96) 2 + 4 x62

= 48.4MPa

las

seperti yang tampak pada


gambar

di

samping

ini,

mengalami beban terpusat


sebesar

15

kN.

ukuran kaki las

Hitung
(s), jika

tegangan yang terjadi tida


melebihi geser ijin 25 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : P = 15 kN = 15 x 10 3 N; = 80 MPa = 80 N/mm 2; b =
80 mm;
l = 50 mm; e = 125 mm
s = ukuran kaki las
t = tebal leher las
Luas leher las untuk las :
A = 2 x t x l = 2 x 0.707 s x l
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
= 1.414 s x l = 1.414 s x 50 = 70.7 s mm2

Jadi direct atau primary stress :


1 =

15x 103
P
212
=
=
N/mm 2
A
0.707s
s

Dari

lampiran

(tabel

momen

polar

dan

modulas
penampang

las),

diperoleh momen
inersia polar (J) :

t l (3b2 + l 2 )
0.707sx 50(3 x 802 +50 2 )
=
6
6
4
= 127850
s mm

J =

(t = 0.707 s)

Dari gambar di atas panjang AB = 40 mm, dan jika BG = r 1 = 25


mm, maka r2 :
Tegangan geser akibat momen puntir, taitu :
2 =

P x e x r2
15x103 x125x 47
689.3
=
=
N/mm 2
J
127850
s
s

cos =

r1
= 0.532
r2

Maka dari resultan tegangan geser diperoleh harga s :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
=

(1) 2 + ( 2 ) 2 +21 x 2 xcos


2

212 689.3
822
212
689.3
x
x 0.532=

+
+2 x
s
s
s
s
s
822
s =
= 10.3mm
80

80 =

1.8.
Sambungan Ulir
Sambungan ulir adalah merupakan salah satu sabungan tidak tetap.
Dikatatakan sambungan tidak tetap karena sambungan ini dapat
dibuka kembali tanpa merusak sambungan tersebut.
Ada beberapa keuntungan menggunakan sambungan ulir yaitu :
1.

Sambungan ulir adalah sambungan yang sangat handal


dalam penggunaannya.

2.

Sambungan ulir juga sangat mudah dipasang dan dilepas


kembali.

3.

Sambungan

ulir

juga

sangat

memungkinkan

untuk

digunakan dalam beberapa kondisi pemakaian.


4.

Ulir mempunyai standart dan biaya produksinya tergolong


sangat rendah.

Namun sambungan ulir ini juga mempunyai kelemahan yaitu sangat


mudah terjadi konsentrasi tegangan pada daerah yang berulir jika
mengalami kondisi beban yang berubah-ubah. Kekuatan sambungan
ulir tidak dapat disamakan dengan sambungan las maupun sambungan
keling. Sambungan ulir berdasarkan fungsinya dikelompokkan menjadi
dua yaitu :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
1.

Ulir pengencang (fastener)

2.

Ulir daya (power screw)

Berikut adalah terminologi atau istilah-istilah yang ada pada sebuah


ulir seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.
Gambar

2.29.

dc

ulir luar (a)

dp

Gambar

dan ulir

dalam (b)

(a)
(b)
dimana :
dc

= diameter minor

dp

= diameter pitch

= diameter mayor/nominal

= pitch

Sudut = sudut ulir (600)


Di dalam sambungan ulir juga dikenal bentuk ulir tunggal, ulir ganda,
ulir triple dan seterusnya. Disebut ulir tunggal jika hanya ada satu jalur
yang melilit silinder untuk satu putaran penuh dan disebut ulir ganda
jika ada dua jalur yang melilit silinder untuk satu putaran penuh. Jarak
antara puncak ke puncak berikutnya untuk satu jalur dengan satu
putaran penuh disebut dengan kisar (lead). Besarnya nilai kisar untuk
ulir tunggal adalah sama dengan picth ulir tersebut, sehingga besarnya
nilai lead adalah sebagai berikut :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
1. Ulir tunggal = lead = p
2. Ulir ganda = lead = 2p
3. Ulir tripel

= lead = 3p, dst

Ulir juga dapat berupa ulir kanan dan ulir kiri, dimana ulir kanan akan
bergerak maju jika diputar searah jarum jam dan ulir kiri akan bergerak
maju jika diputar berlawanan dengan arah jarum jam.

(a)

(b)

Gambar 2.30. Ulir kanan (a) dan ulir kiri (b)

ISO berusaha menstandartkan sistem ulir untuk seluruh dunia. Ulir ISO
mempunyai sudut ulir 600 seperti halnya ulir sistem Unified. Hubungan
parameter pada ulir ISO adalah :

dp = d 0,649519p ; dr = d 1,226869p, penulisan M 8 x 1,25 mm,


dimana d = 8 mm, p = 1,25 mm.

Bentuk-bentuk Ulir
Berikut adalah bentuk-bentuk ulir standart yang banyak digunakan
yaitu :
1. British Standart Whitworth (BSW) Thread
Ulir BSW ini mempunyai jenis ulir kasar maupun ulir halus dengan
bentuk ulir simetrik V dimana sudut ulirnya membentuk sudut 55 0.
Adapun profil ulir BSW ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Bentuk ulir ini digunakan sebagai baut pengencang untuk beberapa
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
tujuan, khususnya untuk komponen-komponen bidang automobil
yang mengalami getaran. Ulir Britis standard ini juga mempunyai
standard khusus untuk ulir pipa dalam hal ini ulir halus.

(a)
(b)
Gambar 2.31. British standard whitwort (B.S.W) thread (a) and British
ssociation
(B.A) thread (b)

2. British Association (BA) Thread


Ulir BA ini termasuk ulir halus yang banyak digunakan untuk
komponen-komponen atau pekerjaan-pekerjan yang memerlukan
ketelitian yang tinggi atau presisi, seperti yang ditujunkkan pada
gambar 2.26 (b).

3. American National Standart Thread

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
American National standard juga mempunyai bentuk ulir simetrik V.
Standard ulir ini digunakan untuk baut, mur maupun ulir-ulir dalam
(tapped holes), bentuk ulir ini dapat dilihat di bawah ini.

(a)
(b)
Gambar 2.32. American national standard thread (a) and Unified
standard
thread (b)

4. Unified Standard Thread


Bentuk ulir ini digunakan oleh tiga negara Eropa yaitu Great Britain,
Canada dan United State. Ulir ini sama seperti ulir metrik yang
mempunyai sudut ulir sebesar 600, bentuk ulir ini seperti yang
terlihat pada gambar 2.27 (b).
5. Square Thread
Sesuai dengan namanya bentuknya ulir ini adalah segi empat. Ulir
ini mempunyai effisiensi yang tinggi karena digunakan untuk
trasmisi atau yang kita kenal dengan ulir daya. Ulir ini banyak
digunakan di mesin-mesin perkakas seperti mesin bubut, freis
maupun bor. Selain itu juga untuk alat-alat angkat seperti untuk
dongkrak ulir. Adapun profil ulir segi empat ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 2.33.
Ulir segi empat
p

p/2

p/2

p/2
dr

dp

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

6. Acme Thread
Bentuk ulir ini adalah modifikasi dari square thread atau ulir segi
empat, sesuai dengan namanya bentuk ulir ini adalah trapesium.
Dari segi kekuatan ulir ini lebih baik dari ulir segi empat dan mudah
dari segi pembuatannya. Bentuk frofil ulir ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

p/2

29

p/2

dr

dp

0.3707p

Gambar 2.34. Ulir trapesium

7. Knuckle Thread
Ulir

jenis

ini

modifikasi dari
Namun

juga
ulir

merupakan
segi

bentuknya

terdapat radius

(rounded)

empat.
adalah
pada

Gambar 2.35.adalah
Ulir knuckle
bagian atas dan bawah. Proses pembuatannya
dengan

pengecoran (casting) atau dengan pengerolan dan

ulir ini sangat

tidak ekonomis jika proses pembuatannya menggunakan mesin. Ulir


ini biasa ditemukan pada kopling, hidran atau leher botol dari kaca.
Adapun bentuk ulir ini dapat dilihat pada gambar 2.35.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
8. Buttress Thread
Ulir ini juga digunakan untuk transmisi hanya untuk satu arah.
Bentuk ulir ini sama seperti mata gergaji sesuai dengan namanya,
seperti yang terlihat pada gambar 2.36.

9. Metric Thread
Ulir metrik ini adalah ulir yang paling sering kita gunakan, dimana
profil ulir ini mempuyai profil ulir yang hampir sama dengan jenis ulir
British standard Whitwort. Sudut ulir ini mempunyai sudut ulir 60 0
sampai 550. Adapun profil dari ulir ini dapat dilihat pada gambar
2.37 dan 2.38.
Gambar 2.36. Ulir buttress

Gambar 2.37.
Profil dasar ulir

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 2.38. Profil


rancangan baut
dan mur

Tegangan-tegangan pada Baut Pengikat yang menerima Beban


Statis
Berikut adalah persoalan penting tentang tegangan-tegangan yang
terjadi pada baut pengikat akibat beban statik.
1. Tegangan awal (initial stresses) akibat gaya potong.
Tegangan-tegangan yang terjadi pada

baut pada

saat baut

dikencangkan.
a.

Tegangan tarik karena baut mengalami regangan.


Sejak awal telah dijelaskan bahwa tidak ada cara yang akurat
dalam menghitung tegangan yang terjadi pada baut. Oleh
karena itu dari

hasil experimen dikatakan, bahwa pada saat

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
baut dikencangkan baut mengalami gaya tarik awal yaitu
sebesar

Pi.

Dari

dasar

gaya

awal

tersebutlah

diperoleh

hubungan, yaitu :
Pi = 2840 d N
dimana :
Pi = beban/gaya awal yang terjadi pada baut
d = ukuran nominal diameter baut dalam mm
Hubungan tersebut di atas biasa digunakan untuk sambungan
fluida, seperti untuk mengencangkan tutup silinder engine
steam.

Apabila

sambungan

tersebut

tidak

membutuhkan

pengencangan seperti sambungan untuk fluida, maka beban


awal adalah setengan dari hubungan tersebut di atas.
Pi = 1420 d N
Untuk baut ukuran diameter kecil kemungkinan akan mengalami
kegagalan selama dikencangkan, oleh karena itu baut yang
berdiameter kecil (kurang dari M16 atau M18) tidak dianjurkan
untuk digunakan pada sambungan fluida.
Jika baut tidak mengalami tegangan awal, kemudian beban
maksimum yang diijinkan searah sumbu baut, maka :
P = Tegangan ijin x luas penampang poros berulir (stress area)

Dimana luas daerah yang mengalami tegangan dapat dilihat


pada tabel dimensi ulir, baut dan mur sesuai dengan standard IS
:
4218 (Part III) 1976 (Reaffirmed 1996), lampiran 3, atau dapat
dihitung menggunakan hubungan :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Stress area

d + dc
= p
4
2

dp = diameter pitch
dc
b.

= diameter minor
Tegangan geser puntiran yang disebabkan oleh gesekan pada

poros berulir pada saat baut dikencangkan.


Akibat baut dikencangkan pada poros berulir juga mengalami
puntiran

yaitu

berupa

gesekan

sehingga

ulir

mengalami

tegangan geser, dimana sebelumnya telah dijelaskan bahwa :


T
=
J
r

T
T
d
16T
xr=
x c =
4
3
J
2
( dc )
( dc )
32

dimana :

= tegangan geser puntiran

= torsi

dc = diameter minor ulir


c.

Tegangan geser yang memotong poros berulir.


Tegangan geser rata-rata poros berulir ( s) diperoleh dari
hubungan :
s =

P
d c xb xn

dimana :
b = lebar penampang ulir bagian dasar
Tegangan geser rata-rata untuk mur :
s =

d xb xn

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
dimana :
d = diameter mayor
d.

Tegangan tekan pada poros berulir.


Tegangan tekan poros berulir (c) diperoleh dari hubungan :

c =

P
d - ( dc ) 2 n

dimana :
d

= diameter mayor

dc = diameter minor
n

= jumlah ulir yang terikat

Contoh :
Dua buah komponen mesin di baut dengan sebuah baut M 24,
jika beban untuk melepaskan kedua komponen tersebut di
abaikan, hitung tegangan awal yang dialami oleh baut, pada
saat baut dikencangkan.
Penyelesaian :
Dengan : d = 2 mm
Dari lampiran 3 (tabel baut untuk coarse series) untuk baut M 24
diperoleh dc (diameter minor) = 20.32 mm.
Jika : t = tegangan tarik untuk mengencangkan baut
Beban awal pada baut :
P = 2840 d = 2840 x 24 = 68160 N
Sehingga dari beban awal (P) :
68160=

2
x dc x t =
x 20.302 x t = 324 t
d
d

t = 68160/324= 210 N/mm 2 = 210MPa

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

2. Tegangan akibat gaya luar.


Berikut adalah tegangn-tegangan yang terjadi pada baut akibat
gaya luar yang bekerja pada baut.
a.

Tegangan tarik
Baut dan sekrup biasanya digunakan untuk mengangkat beban
yang

searah

dengan

sumbu

baut,

yang

mana

hal

ini

menyebabkan baut mengalami tegangan tarik.


Jika :
dc = diameter minor
= tegangan tarik ijin material/bahan baut

Maka gaya luar yang bekerja pada baut adalah :


P=

(dc
4

dc =

)2 t atau

4P
t

Sehingga dari tabel ulir diameter nominal baut dapat ditentukan


berdasarkan nilai dari dc.
b.

Tegangan geser
Kadang-kadang, baut difungsikan untuk mencegah pergerakan
satu atau lebih komponen mesin, contohnya pada kopling flens,
sehingga pada baut mengalami tegangan geser.
Jika :
d = diameter mayor baut

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
n = jumlah baut
Maka beban geser yang terjadi pada baut :
Ps =

x d 2 x xn atau
4

d =

c.

4Ps
n

Kombinasi tegangan tarik dan geser.


Apabila pada baut mengalami tegan tarik dan geser, seperti
pada baut kopling atau bearing, maka untuk diameter baut
diperoleh dari beban geser, sedangkan ulirnya dari beban tarik.
Dimana diasumsikan diameter baut sedikit lebih besar dari yang
dituhkan kedua beban tersebut dan kombinasi dari kedua
tegangan tersebut seharusnya diperiksa dengan tegangan
utama (principal stresses).
Tegangan geser utama maksimum :
max =

1
2

( t ) 2 + 4 2

Tegangan tarik utama maksimum :

t(max) =

t 1
+
2 2

Kedua

( t ) 2 + 4 2

tegangan

tersebut tidak boleh


melebihi

nilai

dari

tegangan ijin.
Contoh :
Sebuah
pengangkat

alat
(eye

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
bolt), seperti yang tampak pada gambar di samping ini.
Digunakan untuk mengangkat beban 60 kN, hitunglah diameter
nominal baut (d), jika tegangan tarik tidak melebihi 100 MPa.
Diasumsikan baut adalah ulir kasar.
Penyelesaian :
Dengan : P = 60 kN = 60 x 103 N;

t = 100 MPa = 100 N/mm2

d = diameter nominal baut; dc = diameter minor baut


Dari beban (P) pada baut diperoleh :
60 x 103 = (/4) x (dc)2 x

t = = (/4) x (dc)2 x 100 = 78.55 (dc)2

(dc)2 = (600 x 103)/78.55 = 764 atau dc = 27.6 mm


Sehingga dari tabel baut untuk coarse series (lampiran 3),
berdasarkan dc = 27.6

28.706 diperoleh diameter nominal d =

33 dengan ukuran baut M 33.


3. Tegangan akibat kombinasi dari gaya awal dan gaya luar.

Gambar 2.39. Bolt with soft gasket (a) and without soft gasket
Resultan beban axial pada baut tergantung pada faktor-faktor berikut ini.
a.

Beban awal pada saat baut dikecangkan.

b.

Beban luar

c.

Batas elestisitas baut dan komponen-komponen yang

disambung.
Apabila bahan komponen-komponen yang tersambung sangat elastis
dibandingkan baut, contohnya paking (soft gasket), seperti yang tampak
pada gambar 2.34 (a), maka resultan beban pada baut adalah kira-kira
sama dengan jumlah beban awal dan beban luar. Pad sisi lain apabila

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

bahan baut sangat elastis dibandingkan komponen lain yang disambung,


seperti pada gambar 2.34 (a), maka resultan beban sama dengan beban
awal atau beban luar, pilih yang terbesar. Untuk menentukan resultan
beban aksial (P) pada baut, berikut adalah persamaan yang dapat
digunakan :
a
P =P1 +
xP2 =P1 +KP2
1+a

(subsititusikan

a
=K )
1+a

dimana :

P1

= beban awal akibat baut dikencangkan

P2

= beban luar yang terjadi pada baut

= rasio elastisitas bahan komponen yang disambung dengan

elastitas bahan baut


Untuk gasket (soft gasket) dan ukuran baut yang besar nilai a tinggi
a

dan nilai 1+a

adalah kira-kira

sama dengan satu, jadi resultan

beban beban adalah sama dengan penjumlahan dari beban awal


dan beban luar.
Untuk gasket yang keras (hard gasket) atau logam dengan
permukaan logam dan ukuran baut yang kecil, nilai a kecil,
sehingga resultan beban adalah sama dengan beban awal.
Besarnya nilai a mungkin bisa diperkirakan oleh perancang untuk
memperoleh besarnya resultan beban. Nilai

a
1+a

(K) untuk

beberapa
jenis sambungan dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini. Dengan demikian
perancang harus mengontrol pengaruh resultan beban pada baut

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
dengan menyesuaikan ukuran komponen yang disambung dan baut dan
dalam menetapkan beban awal pada baut.
Tabel 2.5. Nilai K untuk beberapa jenis sambungan

Contoh :

Pada gambar berikut ini ditunjukkan penggunaan sambungan baut


pada sebuah bejana tekan. Tekanan gas dalam bejana adalah
sebesar 0.7 MPa. Jumlah keseluruhan baut adalah 12 buah dengan
ukuran yang sama. Untuk mencegah kebocoran digunakan soft
copper gasket. Dimensi A = 300 mm, tentukan ukuran baut jika
tegangan tarik yang dialami oleh baut tidak melebihi 100 MPa.

gasket

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Penyelesaian :
Dengan : p = 0.7 MPa = 0.7 N/mm 2; n = 12; A = 300 mm;

t = 100

MPa = 100 N/mm2


d = diameter nominal baut
Beban awal pada saat pengencangan :
P1 = 2840 d
Gaya akibat tekanan gas : p x A = 0.7 x (/4) 3002 = 49490 N
Sehingga besarnya gaya (P) yang diterima oleh tiap-tiap baut (12
baut) :
P2 = 49490/12 = 4124 N
Karena menggunakan soft copper gasket, dari tabel 2.5 diperoleh
harga K = 0.5, maka resultan beban aksial pada baut :
P = P1 + K.P2 = 2840 d + 0.5 (4124) = (2840 d + 2062) N
Dari tegangan tarik yang diterima baut tidak melebihi 86 N/mm 2
diperoleh :
2840 d + 2062 = (/4) x (dc)2 x

2840 d + 2062 = (/4) x (0.84 d)2 x 100


0.84 d)
2840 d + 2062 = 55.4 d2

55.4 d2 - 2840 d - 2062 = 0


d2 51.3 d 37.2 = 0

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

(tabel baut d c =

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
d=

51.3

51.32 + 4(37.2)

2
51.3 52.7
d=
= 52 mm
2

Jadi ukuran yang digunakan adalah M 52 (diambil nilai positif)

Beban Eksentris Pada Baut


Perhitungan beban eksentris pada baut pada dasarnya sama dengan
perhitungan beban eksentris pada paku keling. Berikut adalah salah
satu contoh perhitungan baut yang menerima beban eksentris.
Contoh :
Sebuah

konstruksi

seperti

yang

terlihat pada gambar di samping


ini, menerima beban vertikal 13.5
kN. Hitunglah diameter baut, jika
tegangan ijin geser adalah 65 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : P = 13.5 kN = 13.5 x 103 N;
e = 250 mm; = 65 MPa = 65 N/mm2
1.

Centre of gralvity G, karena bentuk penampangnya adalah


simetris empat persegi, maka posisi G berada di perpotongan
sumbu baut.

2.

Semua baut mempunyai ukuran yang sama, menghasilkan


beban direct shear pada tiap baut yang sama besar, sehingga
besarnya beban direct shear tiap baut adalah :
Ps =

3.

P
13.5x103
=
= 3375N
n
4

Hitung momen puntir akibat beban P dengan jarak e.


P x e = 13.5 x 103 x 250 = 3375 x 103 Nmm

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Momen puntir yang ditahan oleh 4 buah baut dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

4.

Menghitung beban secondary shear.


Dimana : l1 = l2 = l3 = l4 =

1002 +1002

= 141.4 mm

Sehingga : F1 = F2 = F3 = F4

F1 =
5.

P xe x l 1
13500x 250x141.4
=
= 5967N
2
2
2
2
( l 1) +( l 2 ) +( l 3) +( l 4 )
4 x(141.4)
2

Menghitung besarnya resultan beban geser R dengan persamaan


berikut ini.
1 = 4 = 1350 dan 2 = 3 = 450
Dari gambar yang telah ditunjukkan sebelumnya, maka baut nomor
2 dan 3 adalah baut yang menerima beban paling berat, sehingga
besarnya resultan beban geser (R) tiap baut tersebut adalah :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
R = (Ps)2 +(F)2 +2 xPs xF xcos 450
2
2
= (3375)
+(5967)
+2 x3375x 5967x 0.7071

= 8687N

Sehingga perhitungan diameter baut berdasarkan gaya resultan


baut nomor 2 atau 3, yaitu :

xd 2
4

d =

4R
=

atau

4 x 8687
=13.05mm
65

d 14 mm

Jadi berdasarkan tabel baut (lampiran 3), maka ukuran baut yang
aman untuk digunakan adalah d 14 mm atau M 14.

Soal Latihan
1. Sebuah sambungan keling jenis double lap joints dengan tebal pelat 10
mm. Jika tegangan yang dijinkan adalah : t = 60 MPa, = 50 MPa dan c
= 80 MPa. Hitung diameter paku keling (d), pitch (p) dan jarak baris
antar paku kling (pb), serta efesiensi () dari
sambungan. (jawab : d = 20 mm, p = 73
mm, pb = 38 mm dan = 71.7 %)
2. Sebuah sambungan keling seperti yang
terlihat

pada

gambar

di

samping

ini,

mempunyai 4 buah paku keling dengan


ukuran yang sama. Tentukan diameter
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
paku keling, jika tegangan geser maksimum adalah 140 MPa. (jawab : d
= 16 mm)

3. Sebuah konstruksi sambungan paku keling,


seperti

yang

tampak

pada

gambar

di

samping ini, mempunyai 4 buah paku keling


dengan diameter yang sama, dikenai beban
sebesar 100 kN yang arahnya 60 0 terhadap
sumbu paku keling. Jika tegangan geser
maksimum material paku keling adalah 70
MPa, tentukan diameter paku keling. Hitung
tebal pelat jika crushing stress 100 MPa.
(jawab : d = 29 mm, t = 1.5 mm)
4. Sebuah

penyangga

seperti

yang terlihat pada gambar di


jika

Teganga

geser

diketahui
()yang

dijinkan adalah 18,1 kpsi dan


besarnya gaya F adalah 32 kip,
tentukan tingi las (h) dan lebar
leher las.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

h
F
2"

samping,

2"

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

5. Untuk

penyangga

berikut

ini, bila diketahui tegangan


geser yang diijinkan adalah

80 N/mm2 dan tinggi las

F
100

adalah 10,83 mm, tentukan


gaya F.

150

60

6. Sebuah

pelat

disambung

dengan pelat lain dengan 3


buah

baut

seperti

pada

gambar. Jika ukuran baut


adalah sama M12 x 1,75,
tentukan :
a. Gaya resultan tiap baut
b. Tegangan

geser

maksimum yang dialami


oleh baut
7. Sebuah pelat disambung dengan pelat lain dengan 3 buah baut seperti
pada gambar di bawah ini.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Jika ukuran baut adalah sama M12 x 1,75, tentukanlah :


a. Gaya resultan tiap baut
b. Tegangan geser maksimum yang dialami oleh baut

Daftar Pustaka
R. S. Khurmi & J. K. Gupta, 2005, Machine Design, 14 th revised edition,
Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Ram Nagar, New Dehli.
J. E. Shigley & Charles R. Mischke, 2006, Mechanical Engineering Design, 8
th edition, McGraw-Hill, New York.
Sularso., dan Suga, Kiyokatsu., 1994, Perencanaan Elemen Mesin,
Cetakan Ke Delapan, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Bab 3

POROS DAN PASAK

Pendahuluan

Macam-macam Poros

Macam-macam Pasak

Hasil

Pembalajaran

Tujuan Umum
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui
jenis-jenis poros serta fungsi utama dari poros. Selain itu, mahasiswa juga
diharapkan

dapat

memahami

jenis-jenis

pasak

sebagai

komponen

pendukung dalam perencanaan sebuah poros sebagai penerus daya atau


putaran.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui jenis dan fungsi poros dalam bidang

konstruksi teknik mesin


Mahasiswa mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam

perencanaan sebuah poros


Mahasiswa juga diharapkan mengetahui beban-beban apa saja yang

dapat terjadi pada poros, serta perhitungan kekuatan poros


Selain itu mahasiswa juga diharapkan mengetahui jenis-jenis pasak

serta perhitungan kekuatan pasak sesuai dengan beban yang dialami


oleh pasak

1.9.
Pendahuluan
Poros adalah salah satu komponen mesin yang digunakan untuk
meneruskan daya atau putaran. Dimana daya yang diteruskan oleh
poros disebabkan oleh adanya gaya tangensial dan juga oleh resultan
dari momen puntir. Oleh karena itu peran poros dalam bidang
permesinan sangatlah penting. Dalam bab ini akan dibahas

hal-hal

yang berkaiatan dengan poros yang berfungsi sebagai penerus daya


maupun pasak sebagai komponen pendukung dalam perencanaan
sebuah poros.

3.2.
Macam - macam Poros

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Poros

untuk

meneruskan

daya

diklasifikasikan

menurut

pembebanannya sebagai berikut :


1. Poros transmisi
Poros semacam ini mendapat beban puntir murni dan lentur. Daya
ditransmikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk
atau sprocket/rantai dan lain-lain.
2. Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin
perkakas (mesin bubut), dimana beban utamanya berupa puntiran,
disebut spindel. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah
deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.
3. Gandar
Poros seperti yang dipasang diantara roda-roda kereta barang,
dimana tidak mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak
boleh berputar, disebut gandar. Gandar ini hanya mendapat beban
lentur, kecuali jika digerakkan oleh penggerak mula dimana akan
mengalami beban puntir juga.

Hal-hal Penting dalam Perencanaan Poros


Untuk

merencanakan

sebuah

poros

hal-hal

berikut

ini

perlu

diperhatikan.
1.

Kekuatan poros
Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur
atau gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan
diatas. Juga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan
seperti poros baling-baling kapal atau turbin, dan lain-lain.
Kelelahan, tumbukan atau pengaruh konsentrasi tegangan bila
diameter poros diperkecil (poros bertangga) atau bila poros
mempunyai alur pasak, harus diperhatikan. Sebuah poros harus

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
direncanakan hingga cukup kuat untuk menahan beban-beban di
atas.
2.

Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikkan maka pada suatu harga putaran
tertentu dapat terjadi getaran yang luar biasa besarnya. Putaran ini
disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor torak,
motor listrik, dan lain-lain, hal ini dapat mengakibatkan kerusakan
pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jika mungkin, poros harus
direncanakan sedemikian rupa hingga putaran kerjanya lebih
rendah dari putaran kritisnya.

3.

Korosi
Bahanbahan tahan korosi harus dipilih untuk poros propeler yang
terjadi kontak dengan fluida yang korosif. Demikian juga untuk
poros propeler dan pompa yang terancam kavitasi, dan poros
poros mesin yang sering berhenti lama.

4.

Bahan poros
Bahan-bahan

yang

digunakan

untuk

poros

harus

memenuhi

beberapa persyaratan berikut ini.


a.

Bahan poros harus mempunyai kekuatan yang tinggi.

b.

Bahan poros harus mempunyai sifat mampu mesin yang baik.

c. Bahan poros harus mempunyai sifat tahan terhadap beban tibatiba/kejut.


d. Bahan poros harus mempunyai sifat perlakuan panas yang baik
agar sifat mekaniknya dapat berubah.
e. Bahan poros harus mempunyai sifat tahan aus.
Bahan poros biasanya menggunakan baja karbon, seperti yang
diperlihatkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1. Baja karbon untuk poros

3.1.2.
3.2.2.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Tegangan pada Poros


1.

Poros dengan Beban Puntir


Apabila poros hanya menerima beban momen puntir atau torsi
(gambar 3.1), maka diameter dari poros dapat dihitung dengan
persamaan torsi, yaitu :

Gambar 3.1. Poros dengan beban puntir

=
J
r

(i)
dimana :
T

= momen puntir/torsi

= momen inersia polar penampang poros

= tegangan geser

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
r

= jari-jari poros

sedangkan momen inersia polar untuk poros pejal adalah :


J =

d4
32

sehingga dari persamaan (i) diperoleh :


T
d4

=
32

x xd 3
d atau T =
16
2
(ii)

Dari persamaan ini diperoleh diameter poros pejal (d), dimana


untuk poros berongga (hollow), momen inersia polar adalah :
J =

4
4
x (do ) ( di )
32

dimana
do

= diameter luar poros

di

= diameter dalam poros

= do/2

dengan mensubstitusikan nilai ini ke persamaan (i), maka


diperoleh :

( do ) 4 ( d i ) 4
32

( do ) 4 ( di ) 4

x
do atau T=

16
do

(iii)
Jika :
k

= rasio perbandingan diameter dalam dengan diameter

luar
= di/do

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Sehingga persamaan (iii) menjadi :

( d o ) 4 d i

T=
x
1
16
do
do

3
=
x ( d o ) (1 k4 )
16

(iv)
Dari persamaan (iii) dan (iv) maka diameter luar dan dalam dapat
ditentukan :
1. Jika poros berongga dibuat sama kuatnya dengan poros pejal,
maka momen puntir dari kedua poros tersebut seharusnya sama,
dengan kata lain bahwa material dari kedua poros tersebut juga
sama.

( do ) 4 ( di ) 4

T=
x
x xd 3
=
16
16
d
o

Jadi :

(do ) 4 ( di ) 4
do

= d 3 atau

( d o ) 3 (1 k4 ) = d 3

2. Momen puntir (T) dapat diperoleh dari hubungan berikut ini, jika
diketahui daya poros transmisi (watt) adalah :
2 N x T
P=
60

P x60

atau T= 2 N

dimana :
T

= momen puntir atau torsi (N.m)

= kecepatan putar poros (rpm)

3. Untuk poros dengan penggerak sabuk, maka momen puntir (T)


adalah :
T

= (T1 T2) R

T1

= tegangan sabuk sisi yang kencang

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
T2

= tegangan sabuk sisi yang kendor

= jari-jari puli

Contoh :
a.

Sebuah poros digunakan untuk meneruskan daya sebesar


20 kW

dengan putaran 200 rpm. Jika diasumsikan bahan

poros adalah mild steel dengan tegangan geser ijin sebesar


42 MPa. Tentukan diameter poros, abaikan momen bending
poros.
Penyelesaian :
Dengan : N = 200 rpm, P = 20 kW = 20 x 10 3 W, = 42 MPa
= 42 N/mm2
D = diameter poros
Torsi yang diteruskan oleh poros :
P x60
T=
2 N

20 x103 x60
= 955Nm = 955x103 Nmm
2 x200

Sehingga :
T=

16

x xd 3

955x103 =

16

x 42x d 3 = 8.25 d3

d3 = (955 x 103)/8.25 = 115733 atau d = 48.7 mm


d
b.

50 mm

Tentukanlah

diameter

sebuah

poros

baja

pejal

yang

digunakan untuk meneruskan daya pada putaran 200 rpm.


Tegangan geser maksimum (ultimate) baja 360 Mpa dengan
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
faktor keamanan 8. Jika poros berongga digunakan sebagai
pengganti poros pejal, hitunglah diameter dalam dan luar,
apabila rasio diameter dalam dan luar adalah 0.5.
Penyelesaian :
Dengan : P = 20 kW = 20 x 10 3 W, N = 200 rpm, u = 360
MPa = 360 N/mm2, FS = 8, k = di/do = 0.5
Tegangan geser ijin :

u 360
=
x = 45N/mm2
FS
8

Untuk diameter poros pejal


d = diameter poros pejal
Torsi yang diteruskan oleh poros :
P x60
T=
2 N

20 x103 x60
= 955Nm = 955x103 Nmm
2 x200

Sehingga :
T=

16

x xd 3

955x103 =

16

x 45xd 3 = 8.84 d3

d3 = (955 x 103)/8.84 = 108032 atau d = 47.6 mm


d

50 mm

Untuk diameter poros berongga


di = diameter dalam
do = diameter luar
Torsi yang diteruskan oleh poros berongga :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

3
x ( d o ) (1k4 )
16

3
3
=
x 45( d o ) (1 0.54 ) = 8.3( d o )
16
3
( do ) 3 = 955x10 = 115060atau do = 48.6 50 mm
8.3

955x103 =

di = 0.5 do = 0.5 x 50 = 25 mm

2.

Poros dengan Beban Lentur Murni


Apabila poros hanya menerima beban lentur murni, maka tegangan
maksimum (tarik atau tekan gambar 3.2), maka persamaan momen
bendingnya adalah sebagai berikut :

M
= b
I
y

(i)
dimana :
M

= momen bending

Gambar 3.2. Poros dengan beban lentur murni

= momen inersia penampang poros

= Tegangan normal akibat momen bending

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
y

= jarak/panjang terhadap sumbu netral penampang

poros
Momen inersia penampang poros adalah :
I=

64

x d 4 dan y =

d
2

Dari kedua persamaam tersebut di atas substitusikan ke persamaan


(i), sehingga :
M

xd 4
64

b
d
2

atau M =

x b xd 3
32

Dari persamaan ini maka diameter poros pejal (d) dapat ditentukan,
sedangkan poros berongga, momen inersianya adalah :
I=

64

x (d o ) ( d i )
4

] = 64
x ( d ) (1 k )
4

dimana k = di / do dan

y = do/2
Substitusikan kembali ke persamaan (i), maka diperoleh
persamaan :
M

4
x ( d o ) (1 k4 )
64

3
x b ( d o ) (1 k 4 )
d atau M =
32
2

Dari persamaan di atas maka diameter luar poros (d o) dapat


diperoleh.

Contoh :
Sepasang roda kereta api membawa beban gerbong, seberatr 50 kN
tiap gandar, yang jaraknya 100 mm sebelah luar dasar roda, seperti
yang terlihat pada gambar diagram benda bebas berikut ini.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Hitunglah diameter gandar antara roda tersebut, jika tegangan


yang terjadi tidak lebih dari 100 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : W = 50 kN = 50 x 10 3 N, L = 100, x = 1.4 m, b= 100 MPa
= 100 N/mm2
Untuk menghitung momen bending maksimum, terlebih dahulu
menghitung reaksi tumpuan di C dan D seperti yang tampak pada
gambar di atas. Dimana dari hasil perhitungan reaksi di C dan D
adalah :
RC = 50 x 103 N dan RD = 50 x 103 N
Setelah itu dapat digambarkan FSD (force shear diagram), dari
gambar FSD kemudian dapat digambarkan BMD (bending moment
diagram), sehingga dapat diketahui memen bending maksimum,
yaitu :
MB di A, MA = 0
MB di C, MC = 50 x 103 x 100 = 50 x 106 Nmm
MB di D, MD = 50 x 103 x 100 = 50 x 106 Nmm
MB di A, MB = 0

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Sehingga dari momen bending maksimum diperoleh :

x b xd 3
32

5 x106 =
x 100 x d 3 = 9.82d 3
32
5 x106
d3 =
= 0.51x106 atau d = 79,8
9.82

M =

d 80 mm

3.

Poros dengan Beban Momen Puntir dan Bending


Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi
dan rantai. Dengan demikian poros tersebut mendapat beban puntir
dan lentur sehingga pada poros akan terjadi tegangan geser ()
karena momen puntir T dan tegangan normal () karena momen
lentur. Berikut adalah dua teori penting yang membahas tentang
tegangan geser dan tegangan normal.
1. Teori tegangan geser maksimum atau Guests theory, yang biasa
diguakan pada material ulet.
2. Teori tegangan normal maksimum atau Rankines theory, yang
biasa digunakan pada material getas.
Diamana :

= tegngan geser akibat momen puntir/torsi


b = tegangan normal (tarik ataut tekan) akibat momen bending
Menurut tegangan geser maksimum, tegangan geser pada poros
adalah :
max =

1
2

( b ) 2

+ 4 2

Dengan mensubstitusikan besaran b dan pada persamaan


tersebut, diperoleh :
max

1
=
2

32M
16 T

d3
+ 4

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

16
d3

M 2 + T2

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

atau

16

x max x d 3 = M 2 + T2

(i)

Harga

M 2 + T2

dikenal dengan istilah equivalent twisting moment

(momen torsi ekivalen), yang disimbolkan dengan T e. Dengan


dibatasi oleh tegangan geser maksimum ( max ) sama dengan
tegangan geser ijin ()material poros, maka persamaan di atas (i)
dapat ditulis menjadi :
Te =

M 2 + T2 =

16

x x d 3

(ii)
sehingga dari persamaan di atas dapat diperoleh diameter
poros (d).
Menurut teori tegangan normal maksimum, tegangan normal
maksimum pada poros adalah :
(b)max =

1
1
b +
2
2

( b ) 2

1 32M 1
= x
+
2 d3 2
=

32 1

+ 4 2
2

32M
16 T

d3
+ 4

M + M 2 + T2
d 3 2

(iii)
atau

32

x(b)max x d 3 =

1
M + M 2 + T2
2

(iv)
Harga

1
M + M 2 + T2
2

] dikenal dengan istilah equivalent moment

bending (momen bending ekivalen), yang disimbolkan dengan M e.


Dengan dibatasi oleh tegangan normal maksimum ( b(max)) sama
dengan tegangan geser ijin (b) material poros, maka persamaan di
atas (iv) dapat ditulis menjadi :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Me =

[(

1
M + M 2 + T2
2

) ] = 32
x

x d3

(v)
Khusus untuk poros berongga kedua persamaan tersebut di atas (ii)
dan (v) dapat diperoleh hubungan :
Te = M 2 + T2 =
Me =

[(

16

x (d o ) 3 (1k4 )

1
M + M 2 + T2
2

) ] = 32
x

(d o ) 3 (1k4 )

Contoh :
Sebuah poros yang kedua ujungnya ditumpu oleh ball bearing
digunakan untuk menahan roda gigi lurus dan meneruskan daya 7.5
kW pada putaran 300 rpm. Diameter pitch roda gigi adalah 150
mm. Jarak antara sumbu bearing dengan roda gigi adalah 100 mm,
seperti yan terlihat pada gambar di bawah ini. Jika poros terbuat
dari baja dengan tegangan geser ijin 45 MPa, tentukan diameter
poros. Sudut kontak roda gigi adalah 200.

RA

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

RB

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Penyelesaian :
Dengan : P = 7.5 kW = 7500 W, N = 300 rpm, D = 150 mm = 0.15
mm, L = 200 mm = 0.2 m, = 45 MPa = 45 N/mm2, = 200
Torsi yang diteruskan oleh poros :
P x60
T=
2 N

7500x 60
= 238.7Nm
2 x 300

Gaya tangensial yang bekerja pada roda gigi :


Ft =

2T
2 x 238.7
=
= 3182.7N
D
0.15

Beban/gaya normal (radial) yang diterima oleh


poros gaya akbat gaya yang bekerja pada roda
gigi adalah :

WR = Ft x tg = 3182.7x tg 20 0
= 3182.7x 0.364= 1158.5N

Karena posisi roda gigi terletak persis ditengahtengah poros, maka momen bending maksimal juga berada
ditengah-tengah sumbu horisontal poros.
M =

WR L 1158.5x 0.2
=
= 57.91Nm
4
4

Momen torsi ekivalen (equivalent twisting moment) :


Te =

M 2 + T2 =

2
57.91
+ 238.72 = 245.63Nm

= 245.63x 103 Nmm

Sehingga dapat dihitung diameter poros (d) :

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Te =

M 2 + T2 =

245.63x 103 =
d =3

16

16

x x d 3

x45 x d 3 = 8.84 d 3

245.63x 103
= 30.29mm = 35 mm
8.84

3.3.
Macam-macam Pasak
Pasak adalah elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagianbagian mesin seperti roda gigi, sproket, puli, kopling pada poros dan
lain-lain. Pasak pada umumnya dapat digolongkan dalam berbagai
macam, menurut letaknya pada poros dapat dibedakan antara lain :
1. Pasak Benam (sunk keys)
Pasak benam adalah pasak yang sebagian tertanam pada poros dan
sebagian lagi tertanam pada lubang dari elemen mesin seperti, puli
atau roda gigi. Ada beberapa tipe dari pasak benam, yaitu :

a. Pasak empat persegi panjang (rectangular sunk keys).


Pasak ini bentuknya segi empat, adapun penampang dari pasak
ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.3. Pasak segi empat

Dimana :
w = lebar pasak (d/4)
t = tebal pasak (2w/3= d/6)
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
d = diameter poros atau diameter lobang
Pasak benam ini juga ada yang berbentuk tirus di sisi atasnya
dengan perbandingan tirusnya 1 : 100.
b. Pasak segi empat (square sun keys).
Pasak ini mempunyai panjang sisi yang sama, yaitu :
w = t = d/4
c. Gib head key.
Pasak benam yang berbentuk empat persegi panjang, seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.4. Gib head key

Dimana :
w = lebar pasak (d/4)

t = tebal pasak (2w/3= d/6)


d = diameter poros atau diameter lobang
d. Feather key.
Pasak jenis ini biasanya khusus untuk poros transmisi yang
meneruskan momen puntir. Dimana antara pasak dengan alur
pasak pada poros adalah pasangan sliding fit, dan biasanya
pasak di baut pada poros, seperti yang terlihat pada gambar 3.5.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

Gambar 3.5. Feather key

Berikut adalah tabel standard dari pasak sesuai dengan IS : 2292


and 2293 1974 (Reaffirmed 1974).
Tabel 3.2. Standard Pasak

e. Pasak setengah bundar/tembereng (woodruff key).


Pasak tembereng adalah jenis pasak yang mudah disetel.
Dimana

bentuknya

terbuat

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

dari

sebuah

lempengan

yang

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
berbentuk silindris, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.6
berikut ini.
Gambar 3.6.
Pasak tembereng

2. Pasak Pelana (sddle keys)


Pasak pelana ada 2 jenis, yaitu pasak pelana rata (flat) terhadap
dan pasak pelana berongga (hollow), seperti yang tampak pada
gambar di bawah ini.
Gambar 3.7. Pasak Pelana

Pasak pelana rata biasanya digunakan untuk beban-beban ringan,


karena pada pasak ini pencekamannya tergantung dari gesekan.
Pasak berongga pada dasarnya sama dengan pasak rata, bedanya
pada pasak berongga sisi bagian bawahnya mengikuti kontur dari
poros. Pasak ini juga tidak dapat digunakan untuk beban-beban
berat karena pencekamannya tergantung dari gesekan.
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

3. Pasak Singgung (tangent keys)


Letak pasak singgung dapat dilihat, pada gambar 3.8. Dimana tiaptiap pasak hanya mampu menahan beban puntir satu arah,
sehingga pasak ini dapat digunakan untuk poros-poros yang
menerima beban berat.
Gambar 3.8. Pasak singgung

4. Pasak Bulat (round keys)


Pasak bulat diperlihatkan pada gambar 3.9. Pada gambar tampak
bahwa pasak bulat mempunyai bentuk penampang melingkar.
Pasak ini biasanya digunakan untuk daya putaran rendah.

Gambar 3.9. Pasak bulat

5. Splines
Pasak yang terintegrasi dengan poros, seperti
yang

ditunjukkan

pada

gambar

di

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan


Gambar. 3.10. Splines

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
samping .
4,

Poros-poros seperti ini biasanya mempunyai


10, atau 16 splines. Poros dengan pasak seperti

ini biasanya lebih kuat dibandingkan poros


yang hanya

mempunyai pasak tunggal.

Pasak ini digunakan apabila besar gaya yang diteruskan sebanding


dengan ukuran poros, seperti pada transmisi mobil dan transmisi
roda gigi sliding.

Gaya yang Bekerja pada Pasak Benam


Apabila pasak digunakan untuk meneruskan torsi dari poros ke ke
rotor, berikut adalah dua jenis gaya yang akan bekerja pada pasak :
1.

Gaya (F1), gaya yang langsung diterima oleh pasak


pada saat pengencangan. Gaya-gaya ini mengakibatkan terjadinya
tegangan tekan pada pasak, tetapi sangat sulit untuk menentukan
besarnya tegangan tersebut.

2.

Gaya (F), untuk meneruskan torsi oleh poros. Gayagaya ini mengakibatkan terjadinya tegangan geser dan tekan pada
pasak. Kedua gaya tersebut di atas dapat dilihat pada gambar
berikut ini.

Gambar. 3.11. Gaya-gaya yang bekerja pada pasak

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Tegangan pada Pasak Benam
Dari gambar 3.11 tampak sebuah pasak yang dihubungkan dengan
poros, sehingga dari gambar tersebut diketahui :
T = torsi yang diteruskan oleh poros
F

= gaya tangensial yang terjadi pada keliling poros

D = diameter poros
l

= panjang pasak

W = lebar pasak

= tebal pasak

= tegangan geser untuk bahan pasak


c = tegangan tekan untuk bahan pasak
Karena pasak megalami gaya geser, maka gaya tangensial pada
permukaan/keliling poros adalah :
F = luas daerah yang mengalami geser x tegangan gesr = l x w x
Torsi yang diteruskan oleh poros, adalah :
T =Fx

d
d
= l x w x x
2
2

(i)
Kemudian karena pasak juga mengalami gaya tekan, maka gaya
tangensial pada permukaan/keliling poros adalah :
F = luas daerah yang mengalami tekan x tegangan geser = l x (t/2) x c
Jadi torsi yang diteruskan oleh poros,
T =Fx

d
t
d
= l x xc x
2
2
2

(ii)
Pasak sama kuatnya dengan geser dan tekan jika,

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
l x w x x

d
t
d
= l x xc x
2
2
2

(i & ii)
w c
=
t
2

atau

(iii)
Tegangan tekan ijin material pasak biasanya minimal dua kali
tegangan geser ijin. Oleh karena itu dari persamaan (iii), w = t dengan
kata lain pasak segi empat sama kuatnya dengan geser dan tekan.
Untuk memperoleh panjang pasak yang meneruskan daya poros,
tegangan geser dari pasak adalah sama dengan tegangan geser pada
poros akibat momen puntir/torsi.
Maka tegangan geser pada pasak adalah :
T = l x w x x

d
2

(iv)
Sedangkan tegangan geser pada poros akibat momen puntir/torsi,
adalah :

T=

16

x1 x d 3

(v)
Dimana : 1 = tegangan geser untuk material poros
Dari persamaan (iv) dan (v), diperoleh hubungan :
l x w x x

=
x1 x d 3
2
16

Jadi :
l =

1d 2
d 1

=
x
=1.571 d x 1 , Dimana : w = d/4
w x
2

(vi)

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Apabila material pasak adalah sama dengan poros, maka = 1 dari
persamaan (vi), diperoleh panjang pasak :

l = 1.571 d
Contoh :
Rancanglah sebuah pasak segiempat untuk sebuah poros berdiameter
50 mm. Tegangan geser dan crushing stresses untuk material pasak
adalah 42 MPa dan 70 MPa.
Penyelesaian :
Dengan : d = 50 mm, = 42 MPa = 42 N/mm2, c = 70 MPa = 70
N/mm2
Dari tabel 3.1 standard pasak, diperoleh dimensi pasak, yaitu :
W = lebar pasak = 16 mm
t

= tebal pasak = 10 mm

Untuk panjang pasak (l) diperoleh dari hubungan dengan tegangan


geser dan crushing stress.
Maka tegangan geser pada pasak untuk meneruskan daya dalah :
T = l x w x x

d
50
T = l 16x 42 x
= 16800l Nmm
2 =
2

(i)
Sedangkan tegangan geser pada poros akibat momen puntir/torsi,
adalah :
T=

16

x x d 3 =

16

x 42x 503 =

1.03 x 106 Nmm

(ii)

Substitusikan persamaan (i) ke (ii) :

l = (1.03 x 106 )/16800 = 61.31 mm


POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Kemudian untuk crushing stress, maka torsi yang diteruskan oleh
pasak, yaitu :
T = Fx

d
t
d
10
50
= l x xc x
=l x
x 70x
2
2
2
2
2 = 8750 l Nmm

(iii)
Dari persamaan (ii) dan (iii) :

l = (1.03 x 106 )/8750 = 117.7 mm = 20 mm


Jadi panjang pasak yang dipilih adalah panjang pasak yang nilainya
lebih besar, artinya panjang pasak yang aman untuk digunakan.

Soal Latihan
i.

Sebuah poros dan puli, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini,
digerakkkan oleh mesin. Jika torsi pada journal bearing di A dan B
adalah 15 Nm, hitunglah diameter poros (d). Tegangan yield material
poros 380 MPa, dengan faktor keamanan 1.5.
(jawab : d = 20 mm)

ii.

Sebuah poros terbuat dari baja menerima daya 7.5 kW pada putaran
1500 rpm. Sebuah roda gigi dan puli dipasang pada poros, seperti yang

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
terlihat pada gambar di bawah ini, dimana rasio untuk sisi tegang sabuk
4. Gaya pada roda gigi adalah :

Ft = 1590 N dan Fr = 580 N. Rancanglah poros tersebut berdasarkan


teori tegangan geser maksimum. Siafat-sifat material poros adalah
sebagai berikut : ultimate stress = 720 MPa, yield strength = 380 MPa,
faktor keamanan = 1.5.
(jawab : d = 20 mm)

iii.

Sebuah poros berdiameter 45 mm, terbuat dari baja dengan yield


strength 400 MPa, dengan ukuran pasak w = 14 mm dan t = 9 mm yang
juga terbuat dari baja dengan yield strength 340 MPa. Hitunglah
panjang

pasak,

jika

beban

yang

diterima

poros

adalah

untuk

meneruskan torsi maksimum. Gunakan teori tegangan geser maksimum


dan diasumsikan faktor keamanan 2. (jawab : l = 10.46 mm = 105 mm)
Tegangan geser maksimum poros () = (yield poros)/(2 x SF)
Tegangan geser maksimu pasak () = (yield pasak)/(2 x SF)

Daftar Pustaka

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
R. S. Khurmi & J. K. Gupta, 2005, Machine Design, 14 th revised edition,
Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Ram Nagar, New Dehli.
J. E. Shigley & Charles R. Mischke, 2006, Mechanical Engineering Design, 8
th edition, McGraw-Hill, New York.
Sularso., dan Suga, Kiyokatsu., 1994, Perencanaan Elemen Mesin,
Cetakan Ke Delapan, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta

Bab 4

ULIR PENGANGKAT

Pendahuluan

Macam-macam Ulir Pengangkat

Perhitungan Torsi pada Ulir Pengangkat

Self Locking

Hasil

Tujuan Umum
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

Pembalajaran

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mengetahui dan
memahami jenis-jenis ulir pengangkat, aplikasi serta fungsinya dalam
bidang konstruksi teknik mesin.

Tujuan Khusus

Mahasiswa dapat mengetahui jenis dan fungsi utama ulir pengangkat


dalam bidang konstruksi teknik mesin

Mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang perhitungan torsi untuk


menaikkan dan menurunkan beban pada ulir pengangkat

Selain itu mahasiswa juga diharapkan mengetahui konsep

self

locking yang terjadi pada ulir pengangkat

1.10.
Pendahuluan
Ulir pengangkat adalah ulir yang mengubah gerak putar menjadi gerak
lurus, dan biasanya juga meneruskan daya. Oleh karena itu ulir
pengangkat disebut juga sebagai ulir daya (power screw). Contohnya
adalah ulir jalan (lead screw) pada mesin bubut, pemutar ragum,
dongkrak sekrup (screw jack). Ulir pada dongkrak sekrup selain
berputar juga harus mengatasi gesekan akibat gaya angkatnya.
Dalam penggunaan ulir pengangkat, ulir dalam (nut) bergerak aksial
sedangkan ulir luar berputar, atau ulir luar (screw) bergerak aksial
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
sedangkan ulir dalam berputar. Jenis ulir yang banyak dipergunakan
untuk ulir pengangkat adalah ulir bujur sangkar. Dalam bab ini akan
dibahas macam-macam ulir pengangkat.

1.11.
Macam-macam Ulir Pengangkat
Terdapat 3 macam ulir pengangkat, yaitu:
1.

Ulir bujur sangkar


Ulir bujur sangkar (square thread) paling banyak dipergunakan
sebagai transmisi daya, karena menghasilkan efesiensi maksimum
dan tekanan radial minimum pada bagian ulir dalamnya. Berikut
adalah bentuk dari ulir segi empat.
Gambar 4.1. Ulir bujur sangkar

2.

Ulir trapezium
Ulir trapezium (Acme) adalah modifikasi dari ulir bujur sangkar.
Kemiringan ulir menghasilkan efesiensi sedikit lebih tinggi dari pada
ulir
bujur sangkar, tetapi menaikkan geseran pada kontak bidang
miring tersebut, seperti yang tampak gambar 4.2. (b).

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

(a)

(b)

Gambar 4.2. Ulir trapezium (a) dan ulir gergaji (b)

3.

Ulir gergaji (buttress)


Ulir gergaji dipergunakan jika beban yang besar sepanjang sumbu
batang ulir dan hanya dalam satu arah saja. Ulir ini lebih kuat dari
pada jenis kedua ulir sebelumnya. Seperti pada sambungan ulir, Ulir
pengangkat dapat pula memiliki lebih dari satu alur ulir, misalnya
ulir ganda dan ulir tripel. Alur ulir ini lebih banyak digunakan untuk
mempercepat jalannya perpindahan atau gerak ulir. Bentuk ulir ini
dapat dilihat pada gambar 4.2 di atas.

1.12.
Perhitungan Torsi pada Ulir Pengangkat
Besarnya torsi pada ulir pengangkat, seperti pada gambar 4.3,
bergantung pada arah gerakannya terhadap beban W. Gerakan
pengangkatan dapat menaikkan atau menurunkan beban W, dengan
demikian terdapat torsi menaikkan beban dan torsi menurunkan
beban.
1. Torsi untuk menaikkan beban W
Dari gambar 4.4 dan 4.3 diketahui :
p

= jarak bagi atau pitch

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
= diameter rata-rata batang ulir

do + dc
p
p
= do = dc +
2
2
2

do

= diameter luar

dc

= diameter inti

Gambar 4.3. Ulir


pengangkat (a),
tumpuan bantalan
(trust collar) (b)

(a)

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

130

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I

(b)

Gambar 4.4. Gaya-gaya yang bekerja pada ulir untuk menaikkan beban

= sudut ulir

tg =

p
d

= gaya yang bekerja pada ulir untuk menaikkan beban

= beban yang diangkat

= koefisien gesek antara bidang-bidang ulir = tan

Jika satu putaran bidang ulir dibuka, akan diperoleh bidang miring
seperti yang terlihat pada gambar 4.4. Gaya-gaya yang bekerja
adalah P, W, dan gaya gesek F pada kemiringan , ketinggian p,
sepanjang d.
Dari

cara

kerja

pengangkatan,

seperti

dilakukan penyelesaian sebagai berikut :


POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

pada

gambar,

dapat

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Beban W yang diangkat menimbulkan gaya gesek F ( RN).
Keseimbangan gaya-gaya pada arah kemiringan adalah :
P cos = W sin + F = W sin + RN
(i)
Dan keseimbangan gaya pada arah tegak lurus bidang miring
adalah,
RN = P sin + W cos
(ii)
Substitusi persamaan (ii) ke (i) memberikan persamaan :
P cos = W sin + (P sin + W cos )
Yang menghasilkan persamaan,
P=W

(sin + cos )
(cos sin)

Sementara itu = tan , dimana = sudut gesek, sehingga


persamaan
(sin + tg cos)
P = W (cos tg sin)

Penyelesaian lebih lanjut, menghasilkan:


P = W tg ( + )
Dimana;
RN

= gaya normal

= gaya yang bekerja pada ulir untuk menaikkan beban

= beban yang diangkat

= sudut ulir

= sudut gesek

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Torsi untuk mengatasi gesekan antara bidang ulir dan mengangkat
beban W adalah:
T1

=P

d
d
= W tg ( + )
2
2

Sedang untuk torsi yang mengatasi gesekan antara bidang-bidang


kearah tumpuan (gambar 4.3. b), T2 dihitung dengan rumus :
T2

1 W R

Dimana;
T2

= torsi gesek

= koefisien gesek antara bidang kearah tumpuan

= jari-jari rata-rata kearah tumpuan yang dapat dihitung

dengan
2 metode pendekatan
Pendekatan kondisi tekanan seragam :
R

2
=
3

R1 R2
2
2
R1 R2

Pendekatan kondisi keausan seragam :


R

R1 + R2
2

R1

= jejari luar kearah tumpuan

R2

= jejari kedalam arah tumpuan

Jadi torsi total untuk mengatasi gesekan (untuk memutar ulir)


adalah :
T

= T1 + T2

2. Torsi untuk menurunkan beban W


Untuk menurunkan beban W gaya gesek yang terjadi adalah :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
F

= RN

Gaya-gaya yang bekerja waktu menurunkan beban

Gambar 4.5. Gaya yang bekerja pada ulir untuk menurunkan beban

Keseimbangan gaya-gaya pada arah kemiringan bidang adalah:


P cos = F W sin = RN - W sin
(i)
Sedangkan keseimbangan gaya-gaya pada arah tegak lurus bidang
miring adalah:
RN

= W cos - P sin
(ii)

Substitusikan

kedua

persamaan

tersebut

menghasilkan persamaan :
P cos = (W cos - P sin ) W sin
Penyelesaian persamaan menghasilkan,
( cos sin )

P = W (cos + sin )
Karena = tg , maka persamaan menjadi :
P

(tg cos sin)


= W (cos + tg sin)

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

(ii)

ke

(i),

dan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Dengan mengalikan penyebut dan pembilangnya dengan cos
penyelesaian persamaannya, menghasilkan rumus:
P

= W tg ( - )

Dimana;
RN

= gaya normal

= gaya yang bekerja pada ulir untuk menurunkan beban

= beban yang diturunkan

= sudut ulir

= sudut gesek

Torsi untuk mengatasi gesekan antar bidang ulir dan menurunkan


beban W adalah:
d
T1 =P 2

W tg ( - ) 2

3. Efesiensi pengangkatan
Adalah perbandingan antara gaya P o dengan gaya sebenarnya P,
maka:
=

Po
P

Jika gesekan antara kerah bidang tumpuan diperhitungkan, maka


besarnya menjadi
=

To
T

Dimana:
To = Torsi tanpa gesekan
T = Torsi dengan gesekan

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Koefisien gesek menentukan urutan kerja dari ulir pengangkat.
Harga tergantung pada bahan batang ulir, hasil pengerjaan ulir,
kualitas pelumasan, dan bagian bidang penumpu. Harga , jika
dilumasi dengan baik berkisar antara 0,10 0,15.
4. Perhitungan ulir trapesium
Perhitungan ulir trapesium dipengaruhi oleh
ulir bujur sangkar berlaku

bentuk ulirnya. Pada

rumus W = N cos , dimana adalah

sudut ulir. Pada ulir trapesium berlaku 2 = sudut ulir, dimana


harga 2 = 290 untuk acme, dan 300 ulir trapezoidal (trapesium).
Dengan demikian maka :

RN = cos 2
N = gaya normal
W = beban
2 = sudut ulir ACME
Besarnya gaya gesek,
Fg = N
atau
Fg = 1 W

= koefesien gesek
1

= koefesien gesek ekivalen

= beban

Fg

= gaya gesek

Gambar 4.6. Gaya yang


bekerja
trapesium

Contoh :
a.

Sebuah ulir untuk menaikkan beban, diketahui :


d = diameter rata-rata batang ulir = 50 mm

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

pada

ulir

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
p = pitch = 12.5 mm
W = beban = 10 kN
= koefisien gesek antara bidang-bidang ulir = tan = 0.15
1 = koefisien gesek antara bidang kearah tumpuan = 0.18
P1 = gaya yang bekerja pada hand wheel = 100 N
Tentukan diameter (D) hand wheel yang sesuai untuk memutar
poros tersebut.
Penyelesaian :
tan = p/(d) = 12.5/( x 50) = 0.08
Gaya tangensial yang bekerja ulir adalah :
P

tg

tan + tan
P = W
1 tan tan

0.08+ 0.15
3

= 10x10
1 0.08 x 0.15
= 2328N

Sehingga torsi total yang bekerja pada hand wheel adalah :


T = T1 + T2 = P

d
2

+ 1 W R (karena torsi pada hand wheel)

50
+ 0.18 x 10 x 10
2

T = 2328 x

x 30 = 112200 Nmm

(i)
Jika D = diameter hand wheel
Maka torsi yang bekerja pada hand wheel adalah :
T = 2 xP1 x

D
D
= 2 x 100 x
= 100 D Nmm
2
2

(ii)
Dari persamaan (i) dan (ii) :
POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
D = T/100 = 112200/100 = 1122 mm = 1.122 m
b.

Sebuah motor listrik digunakan untuk memutar ulir daya yang


sedang menggerakkan mur ke arah horisontal, dengan gaya
yang harus dilawan sebesar 75 kN pada kecepatan 300
mm/menit. Ulir daya tersebut mempunyai pitch 6 mm dan
diameter utama 40 mm. Jika koefisien gesek antara bidang ulir
0.1, hitunglah daya yang dibutuhkan oleh motor listrik.
Penyelesaian :
Dengan : W = 75 kN = 75 x 10 3 N, v = 300 mm/menit, p = 6 mm,
do =

40 mm, = tan = 0.1

Diameter rata-rata ulir adalah :


d = do (p/2) = 40 (6/2) = 37 mm
tan = p/( d) = 6/( x 37) = 0.0516
Gaya tangensial yang bekerja ulir adalah :
P

tan + tan
P = W
1 tan tan

tg

0.0516+ 0.1
3
3

= 75x10
1 0.0516x 0.1
=11.43x10 N

Torsi yang dibutuhkan untuk memutar ulir :


T= P

d
= 11.43 x 103 x (37/2) = 211.45 x 10 3 Nmm = 211.45
2

Nm

Karena ulir bergerak dengan kecepatan 300 mm/menit, dimana


pitch nya adalah 6 mm, maka kecepatan putar ulir dalam rpm
adalah :
N=

kecepatan (mm/menit) 300


=
= 50 rpm
pitch(mm)
6

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Kecepata putar sudut adalah :
= 2 N/60 = (2 x 50)/60 = 5.24 rad/s
Sehingga daya motor = T x = 211.45 x 5.24 = 1108 watt =
1.108 kW

1.13.
Self Locking
Pada kasus torsi untuk menurunkan beban, diketahui bahwa gaya yang
bekerja pada ulir untuk menurunkan beban adalah :
P = W tg ( - )
Sedangkan torsi yang dibutuhkan untuk menurunkan beban adalah :
d
T1 =P 2

d
= W tg ( - ) 2

Dari persamaan di atas, jika < , kemudian torsi untuk menurunkan


beban beharga negatif, maka beban akan turun ke bawah dengan
sendirinya tanpa adanya torsi yang bekerja. Jika > , torsi untuk
menurunkan beban beharga positif, ini menunjukkan ada usaha untuk
menurunkan beban, atau yang dikenal dengan istilah ulir mempunyai
sifat self locking. Artinya pada saat menurunkan beban, beban tidak
turun

dengan

sendirinya

tetapi

mengontrol turunnya beban.

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

ada

torsi

yang

menahan

atau

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
Soal Latihan
1. Sebuah ulir segi empat jenis ulir ganda digunakan untuk menaikkan
beban 18 kN ke arah atas, mempunyai diameter rata-rata 100 mm dan
pitch 20 mm.

Diameter collar bearing untuk sisi luar dan dalam

berturut-turut adalah 250 mm, 100 mm, seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Tentukan gaya yang dibutuhkan di ujung tuas
(P1)untuk menaikkan dan menurunkan beban untuk panjang tuas 400
mm. Koefisien gesek antara bidang ulir 0.15 dan untuk collar bearing
0.2. (jawab : P1 (menaikkan beban) = 1423 N, P 2 (menurunkan beban) =
838.3 N)

2. Diameter rata-rata ulir segi empat 50 mm, pitch 10 mm dan beban yang
akan diangkat 20 kN. Jika jarak beban yang akan diangkat sejauh 170
mm, hitung kerja yang dibutuhkan untuk menaikkan beban dan
effesiensi ulir, apabila :
a.

Beban ikut berputar dengan ulir

b.

Beban tidak ikut berputar dengan ulir

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN - JURUSAN TEKNIK MESIN

130

P O L I T E K N I K N E G E R I P O N T I A N A K ELEMEN MESIN I
(jawab : a. kerja = 7718 Nm, = 44.1 %; b. kerja = 10170 Nm, = 31.8
%)

Daftar Pustaka
R. S. Khurmi & J. K. Gupta, 2005, Machine Design, 14 th revised edition,
Eurasia Publishing House (PVT) LTD, Ram Nagar, New Dehli.
J. E. Shigley & Charles R. Mischke, 2006, Mechanical Engineering Design, 8
th edition, McGraw-Hill, New York.
Sularso., dan Suga, Kiyokatsu., 1994, Perencanaan Elemen Mesin,
Cetakan Ke Delapan, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta

POKOK BAHASANBab I - Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai