Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN BENCANA LANJUT

“Manajemen Logistik Bencana dan Identifikasi Risiko Korban


Bencana”

Di Susun Oleh : Valerian Haidar


Nim : P05120218082
Kelas : 3B/D3 Keperawatan
Dosen Pembimbing : Vice Ellese

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Pengertian Manajemen Logistik Bencana

Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 21Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden Nomor 8
Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kepala BNPB
mempunyai tugas membangun sistem manajemen logistik dan peralatan serta
menyusun Pedomannya.

Sistem manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana,


merupakan suatu sistem yang menjelaskan tentang logistik dan peralatan yang
dibutuhkan untuk menanggulangi bencana pada masa pra bencana, pada saat
terjadi bencana dan pada pasca bencana. Sistem manajemen logistik dan peralatan
penanggulangan bencana merupakan suatu sistem yang memenuhi persyaratan
antara lain sebagai berikut :

 Dukunguan logistik dan peralatan yang dibutuhkan harus tepat waktu,


tepat tempat, tepat jumlah, tepat kualitas, tepat kebutuhan dan tepat sasaran,
berdasarkan skala prioritas dan standard pelayanan.
 Sistem transportasi memerlukan improvisasi dan kreatifitas di lapangan,
baik melalui darat, laut, sungai, danau maupun udara.
 Distribusi logistik dan peralatan memerlukan cara-cara penyampaian yang
khusus karena keterbatasan transportasi, penyebaran kejadian, keterisolasian
ketika terjadi bencana.
 Inventarisasi kebutuhan, pengadaan, penyimpanan dan penyampaian
sampai dengan pertanggungan jawab logistik dan peralatan kepada yang
terkena bencana memerlukan system manajemen khusus.
 Memperhatikan dinamika pergerakan masyarakat korban bencana.
 Koordinasi dan prioritas penggunaan alat transportasi yang terbatas.

B.  Tujuan Manajemen Logistik Bencana


Tujuan dari pedoman manajemen logistik dan peralatan
penanggulangan bencana ini adalah untuk memberikan panduan dan
pedoman bagi pemangku kepentingan penanggulangan bencana agar
bantuan logistik dan peralatan dapat didistribusikan kepada korban bencana
secara efektif dan efisien.

Kemudian, mengenai pedoman ini agar pengelolaan logistik dan


peralatan dalam rangka penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara
cepat, tepat, terpadu dan akuntabel.

C. Peralatan

Dalam upaya menanggulangi bencana alam yang terjadi di negeri ini


tentunya akan membutuhkan berbagai peralatan logistic,berikut ini beberapa
kebutuhan logistic yang dibutuhkan dan siap pakai saat bencana terjadi:

 Alat transportasi baik darat, laut, dan udara


 Alat-alat berat
 Tenda yang berukuran besar maupun kecil
 Peralatan medis dan obat-obatan
 Makanan instant
 Alat penyedia air bersih
Peralatan diatas merupakan suatu yang vital karena tanpa adanya
peralatan-peralatan tersebut, penanggulangan bencana akan sangat sulit
dilakukan.

D. Proses Manajemen logistik

Proses Manajemen logistik dalam penanggulangan bencana ini meliputi


delapan tahapan terdiri dari:

1. Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan
2. Pengadaan dan/atau Penerimaan
3. Pergudangan dan/atau Penyimpanan
4. Pendistribusian
5. Pengangkutan
6. Penerimaan di tujuan
7. Pertanggungjawaban
Delapan tahapan Manajemen Logistik dan Peralatan tersebut dilaksanakan
secara keseluruhan menjadi satu sistem terpadu. Rincian kegiatan dan
tujuan masing-masing tahapan Manajemen Logistik dan Peralatan itu
adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan/Inventarisasi Kebutuhan

Proses Inventarisasi Kebutuhan adalah langkah-langkah awal untuk


mengetahui apa yang dibutuhkan, siapa yang membutuhkan, di mana,
kapan dan bagaimana cara menyampaikan kebutuhannya.

Inventarisasi ini membutuhkan ketelitian dan keterampilan serta


kemampuan untuk mengetahui secara pasti kondisi korban bencana
yang akan ditanggulangi. Inventarisasi kebutuhan dihimpun dari :

ü  Laporan-Laporan;

ü  Tim Reaksi Cepat;

ü  Media Massa;

ü  Instansi terkait;

Perencanaan Inventarisasi kebutuhan terdiri dari Penyusunan standar


kebutuhan minimal dan penyusunan kebutuhan jangka pendek,
menengah dan panjang.

b. Pengadaan dan/atau Penerimaan

Proses penerimaan dan/atau pengadaan logistik dan peralatan


penanggulangan bencana dimulai dari pencatatan atau inventarisasi
termasuk kategori logistik atau peralatan, dari mana bantuan diterima,
kapan diterima, apa jenis bantuannya, seberapa banyak jumlahnya,
bagaimana cara menggunakan atau mengoperasikan logistik atau
peralatan yang disampaikan, apakah ada permintaan untuk siapa
bantuan ini ditujukan.

Proses penerimaan atau pengadaan logistik dan peralatan untuk


penanggulangan bencana dilaksanakan oleh penyelenggara
penanggulangan bencana dan harus diinventarisasi atau dicatat.
Pencatatan dilakukan sesuai dengan contoh formulir dalam lampiran.

Maksud dan Tujuan Penerimaan dan/atau Pengadaan:

 Mengetahui jenis logistik dan peralatan yang diterima dari berbagai


sumber.
 Untuk mencocokkan antara kebutuhan dengan logistik dan peralatan
yang ada.
 Menginformasikan logistik dan peralatan sesuai skala prioritas
kebutuhan.
 Untuk menyesuaikan dalam hal penyimpanan.
Proses pengadaan logistik dan peralatan penanggulangan bencana
dilaksanakan secara terencana dengan memperhatikan jenis dan
jumlah kebutuhan, yang dapat dilakukan melalui pelelangan,
pemilihan dan penunjukkan langsung sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Penerimaan logistik dan peralatan melalui hibah dilaksanakan


berdasarkan peraturan dan perundangan yang berlaku dengan
memperhatikan kondisi pada keadaan darurat.

c. Pergudangan dan Penyimpanan


Proses penyimpanan dan pergudangan dimulai dari data
penerimaan logistik dan peralatan yang diserahkan kepada unit
pergudangan dan penyimpanan disertai dengan berita acara
penerimaan dan bukti penerimaan logistik dan peralatan pada waktu
itu.

Pencatatan data penerimaan antara lain meliputi jenis barang


logistik dan peralatan apa saja yang dimasukkan ke dalam gudang,
berapa jumlahnya, bagaimana keadaannya, siapa yang menyerahkan,
siapa yang menerima, cara penyimpanan menggunakan metoda barang
yang masuk terdahulu dikeluarkan pertama kali (first-in first-out) dan
atau menggunakan metode last-in first-out.

Prosedur penyimpanan dan pergudangan, antara lain pemilihan


tempat, tipe gudang, kapasitas dan fasilitas penyimpanan, system
pengamanan dan keselamatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Pendistribusian
Berdasarkan data inventarisasi kebutuhan maka disusunlah
perencanaan pendistribusian logistik dan peralatan dengan disertai
data pendukung: yaitu yang didasarkan kepada permintaan dan
mendapatkan persetujuan dari pejabat berwenang dalam
penanggulangan bencana.

Perencanaan pendistribusian terdiri dari data: siapa saja yang akan


menerima bantuan, prioritas bantuan logistik dan peralatan yang
diperlukan, kapan waktu penyampaian, lokasi, cara penyampaian, alat
transportasi yang digunakan, siapa yang bertanggung jawab atas
penyampaian tersebut.

Maksud dan Tujuan Pendistribusian adalah :

 Mengetahui sasaran penerima bantuan dengan tepat.


 Mengetahui jenis dan jumlah bantuan logistik dan peralatan yang
harus disampaikan.
 Merencanakan cara penyampaian atau pengangkutannya.
e. Pengangkutan
Berdasarkan data perencanaan pendistribusian, maka dilaksanakan
pengangkutan.

Data yang dibutuhkan untuk pengangkutan adalah: jenis logistic dan


peralatan yang diangkut, jumlah, tujuan, siapa yang bertanggung
jawab dalam perjalanan termasuk tanggung jawab keamanannya, siapa
yang bertanggung jawab menyampaikan kepada penerima.
Penerimaan oleh penanggung jawab pengangkutan disertai dengan
berita acara dan bukti penerimaan logistik dan peralatan yang
diangkut.

Maksud dan Tujuan Pengangkutan:

 Mengangkut dan atau memindahkan logistik dan peralatan dari


gudang penyimpanan ke tujuan penerima
 Menjamin keamanan, keselamatan dan keutuhan logistik dan
peralatan dari gudang ke tujuan.
 Mempercepat penyampaian.
Jenis pengangkutan terdiri dari angkutan darat, laut, sungai, danau
dan udara, baik secara komersial maupun non komersial yang
berdasarkan kepada ketentuan yang berlaku.

f. Penerimaan di Tempat Tujuan


Langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam
penerimaan di tempat tujuan adalah:
1. Mencocokkan antara data di manifest pengangkutan dengan
jenis bantuan yang diterima.
2. Men-check kembali, jenis, jumlah, berat dan kondisi barang.
3. Mencatat tempat pemberangkatan, tanggal waktu kedatangan,
sarana transportasi, pengirim dan penerima barang.
4. Membuat berita acara serah terima dan bukti penerimaan.
g. Pertanggungjawaban
Seluruh proses manajemen logistik dan peralatan yang telah
dilaksanakan harus dibuat pertanggung jawabannya.

Pertanggungjawaban penanggulangan bencana baik


keuangan maupun kinerja, dilakukan pada setiap tahapan proses
dan secara paripurna untuk seluruh proses, dalam bentuk laporan
oleh setiap pemangku proses secara berjenjang dan berkala sesuai
dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

E. Pola Penyelenggaraan Manajemen Logistik

Pedoman manajemen logistik dan peralatan penanggulangan bencana


menganut pola penyelenggaraan suatu sistem yang melibatkan beberapa
lembaga atau sistem kelembagaan dalam berbagai tingkatan territorial
wilayah, mulai dari:

 Tingkat Nasional,
 Tingkat Provinsi,
 Tingkat Kabupaten/Kota.
Dengan melibatkan banyak kelembagaan ini berbagai konsekuensi akan
terjadi termasuk di dalamnya adalah sistem manajemen yang mengikuti
fungsinya, sistem komando, sistem operasi, sistem perencanaan, system
administrasi dan keuangan, sistem komunikasi dan sistem transportasi.
Masing-masing tingkat kelembagaan dalam melaksanakan manajemen
logistik dan peralatan penanggulangan bencana menggunakan pedoman
delapan tahapan manajemen logistik dan peralatan, yang pada masingmasing
tingkat lembaga penyelenggara memiliki ciri-ciri khusus sebagai konsekuensi
sesuai dengan tingkat kewenangannya.

a. Tingkat Nasional
Otoritas pemerintah pusat dalam penanggulangan bencana diwakili
oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam
menjalankan peran tersebut BNPB mempunyai kemudahan akses dan
koordinasi dengan organisasi yang dapat membantu system manajemen
logistik dan peralatan untuk bencana. Fungsi Penyelenggaraan
Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat Nasional adalah:

1. Seluruh komponen kelembagaan mematuhi dan melaksanakan sistem


manajemen logistik dan peralatan yang telah ditetapkan, baik dalam
keadaan prabencana, keadaan terjadi bencana, dan pascabencana.
2. Dukungan pemerintah, pemerintah tingkat provinsi, kabupaten/kota
atau atau lembaga lain dapat dikoordinasikan sesuai dengan sistem
manajemen logistik dan peralatan.
3. Menghimpun fakta dan informasi yang diperlukan oleh masyarakat
dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan, dalam
bentuk informasi melalui media massa yang mudah diakses.
4. Menjalankan Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan
Penanggulangan Bencana secara konsisten.
5. Berfungsi sebagai penanggung jawab atas tugas dan koordinasi
seluruh sumberdaya dalam penanggulangan bencana yang berkaitan
dengan logistik dan peralatan yang dipergunakan.
6. Bertanggung jawab atas pengelolaan dan pendistribusian bantuan dari
luar negeri, dengan sistem satu pintu.
7. Menjadi koordinator dalam hal informasi dan komunikasi dalam
penanggulangan bencana. Dalam hal ini jaringan komunikasi antar
tingkatan organisasi pendukung sistem logistik dan peralatan harus
terjalin dengan baik.
8. Sistem logistik dan peralatan tingkat nasional merupakan pemegang
sistem komando bencana dalam hal logistik dan peralatan.
b. Tingkat Provinsi
Fungsi Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat
Provinsi adalah :

1. Penyelenggara manajemen logistik dan peralatan tingkat provinsi


memiliki tanggung jawab, tugas dan wewenang di wilayahnya.
2. Sebagai titik kontak utama bagi operasional di area bencana yang
meliputi dua atau lebih kabupaten/kota yang berbatasan.
3. Mengkoordinasikan semua pelayanan dan pendistribusian bantuan
logistik dan peralatan di area bencana.
4. Sebagai pusat informasi, verifikasi dan evaluasi situasi di area
bencana.
5. Memelihara hubungan dan mengkoordinasikan semua lembaga yang
terlibat dalam penanggulangan bencana dan melaporkannya secara
periodik kepada kepala BNPB.
6. Membantu dan memandu operasi di area bencana pada setiap
tahapan manajemen logistik dan peralatan.
7. Menjalankan pedoman manajemen logistik dan peralatan
penanggulangan bencana secara konsisten.
c. Tingkat Kabupaten/Kota

Penyelenggaraan Manajemen Logistik dan Peralatan Tingkat


Kabupaten/Kota adalah :

1. Mengelola dan mengkoordinasikan seluruh aktifitas manajemen


logistik dan peralatan, terutama pada masa siaga darurat, tanggap
darurat dan pemulihan darurat.
2. Bertanggung jawab atas dukungan fasilitas, pelayanan, personil,
peralatan dan bahan atau material lain yang dibutuhkan oleh pusat-
pusat operasi (pos komando) di area bencana.
3. Berkoordinasi dengan instansi/lembaga terkait di pusat operasi
BPBD.
4. Menjalankan pedoman manajemen logistik dan peralatan
penanggulangan bencana secara konsisten.
F. Pengantar Analisis Resiko Bencana
Proses identifikasi , analisis dan kuantifikasi kebolehjadian kerugian
(probability of losses ) digunakan untuk mengambil tindakan pencegahan atau
mitigasi dan pemulihan.

Secara umum, peran manusia dalam bencana meliputi :

1. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk mencegah atau


mengurangi ancaman.
2. Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk menghilangkan
atau mengurangi kerentanan. Bahkan, manusia seringkali meningkatkan
kerentanan dengan berbagai perilaku yang tidak sensiti f terhadap potensi
bencana.
Ketidakmampuan dan/atau kurangnya kemauan untuk meningkatkan
kapasitas dalam menghadapi potensi bencana. Sebagaimana penjelasan di
atas, maka model yang menjelaskan dinamika bencana sebagai berikut:

Anca Ker
man enta
nan

Kapa
sitas

Be
nc

G. Pengertian Resiko Bencana, Bahaya, dan Kerentanan


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh factor alam atau non-alam maupun factor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007)
Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap
keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang
meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan
dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk
mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri. (ISDR, 2004
dalam MPBI, 2007). Bencana dapat dibedakan menjadi dua yaitu bencana
oleh faktor alam (natural disaster) seperti letusan gunung api, banjir, gempa,
tsunami, badai, longsor, dan bencana oleh faktor non alam ataupun faktor
manusia seperti konflik sosial dan kegagalan teknologi.

Bahaya (hazard) adalah suatu fenomena fisik, fenomena, atau aktivitas


manusia yang berpotensi merusak, yang bisa menyebabkan hilangnya nyawa
atau cidera, kerusakan harta-benda, gangguan sosial dan ekonomi atau
kerusakan lingkungan (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007) atau peristiwa
kejadian potensial yang merupakan ancaman terhadap kesehatan, keamanan,
atau kesejahteraan masyarakat atau fungsi ekonomi masyarakat atau kesatuan
organisasi pemerintah yang selalu luas (Lundgreen, 1986).

Kerentanan (vulnerability) adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh


faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
meningkatkan kecenderungan (susceptibility) sebuah komunitas terhadap
dampak bahaya (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007). Kerentanan lebih
menekankan aspek manusia di tingkat komunitas yang langsung berhadapan
dengan ancaman (bahaya) sehingga kerentanan menjadi faktor utama dalam
suatu tatanan sosial yang memiliki risiko bencana lebih tinggi apabila tidak di
dukung oleh kemampuan (capacity) seperti kurangnya pendidikan dan
pengetahuan, kemiskinan, kondisi sosial, dan kelompok rentan yang meliputi
lansia, balita, ibu hamil dan cacat fisik atau mental. Kapasitas (capacity)
adalah suatu kombinasi semua kekuatan dan sumberdaya yang tersedia di
dalam sebuah komunitas, masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi
tingkat risiko atau dampak suatu bencana (ISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Dalam kajian risiko bencana ada faktor kerentanan (vulnerability)
rendahnya daya tangkal masyarakat dalam menerima ancaman, yang
mempengaruhi tingkat risiko bencana, kerentanan dapat dilihat dari faktor
lingkungan, sosial budaya, kondisi sosial seperti kemiskinan, tekanan sosial
dan lingkungan yang tidak strategis, yang menurunkan daya tangkal
masyarakat dalam menerima ancaman.
Besarnya resiko dapat dikurangi oleh adanya kemampuan (capacity)
adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan kemampuan dalam
mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana masyarakat dapat mengelola
lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana dalam kondisi ini masyarakat
sebagai penerima manfaat dan penerima risiko bencana menjadi bagian
penting dan sebagai aktor kunci dalam pengelolaan lingkungan untuk
mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian dalam melakukan
manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base Disaster Risk
Management).
Pengelolaan lingkungan harus bersumber pada 3 aspek penting yaitu
Biotik (makluk hidup dalam suatu ruang), Abiotik (sumberdaya alam) dan
Culture (Kebudayaan). Penilaian risiko bencana dapat dilakukan dengan
pendekatan ekologi (ekological approach) dan pendekatan keruangan (spatial
approach) berdasarkan atas analisa ancaman (hazard), kerentanan
(vulnerabiliti) dan kapasitas (capacity) sehingga dapat dibuat hubungannya
untuk menilai risiko bencana dengan rumus :
RB = HxV/C
RB = Risiko Bencana
H = Hazard (bahaya)
V = Vulnerability (kerentanan)
C = Capacity (kemampuan)
H. Faktor Penentu Risiko Bencana
Tingkat penentu resiko bencana disuatu wilayah dipengaruhi oleh 3
faktor yaituancaman, kerentanan dan kapasitas. Dalam upaya pengurangan
resiko bencana (PRB) ataudisaster risk reduction (DRR), ketiga faktor
tersebut yang menjadi dasar acuan untuk dikajiguna menentukan langkah-
langkah dalam pengelolaan bencana.

1. Ancaman/bahaya (Hazard) = H
Kejadian yang berpotensi mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya korban jiwa, 
kerusakan harta benda, kehilangan rasa aman, kelumpuhan ekonomi dan
kerusakan lingkungan serta dampak psikologis. Ancaman dapat
dipengaruhi oleh faktor :
a) Alam, seperti gempa bumi, tsunami, angin kencang, topan, gunung
meletus.
b) Manusia, seperti konflik, perang, kebakaran pemukiman, wabah
penyakit, kegagalan teknologi, pencemaran, terorisme.
c) Alam dan Manusia, seperti banjir, tanah longsor, kelaparan,
kebakaran hutan. Kekeringan.

Menurut United Nations International Strategy for Disaster Redu


ction (UN – ISDR), bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena
ulah manusia, yang dapat dikelompokkan menja di bahaya geologi,
bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi, dan
penurunan kualitas lingkungan.

2. Kerentanan (Vulnaribility) = V
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kema mpuan
seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hid
up, atau merespon potensi bahaya. Kerentanan masyarakat secara kultur
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemiskinan, pendidikan, sosial
dan budaya. Selanjutnya aspek infrastruktur yang juga berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya kerentanan.
Faktor Kerentanan :
Fisik:
 Kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap
ancaman bencana
Sosial:
 Kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku
masyarakat) terhadap ancaman bencana

Ekonomi:
 Kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di
wilayahnya

Lingkungan:

 Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air, udara)


serta kerusakan lingkungan yan terjadi.
3. Kapasitas (Capacity) = C
Kapasitas adalah ke kuatan dan sumber daya yang ada pada tiap
individu dan lingkungan yang mam pu mencegah, melakukan mitigasi,
siap menghadapi dan pulih dari akibat bencana d engan cepat.
4. Risiko bencana (Risk) = R
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan
bahaya yang ada. Ancaman bahaya ala m bersifat tetap karena bagian
dari dina mika proses alami, sedangkan tingkat kerentanan dapat
dikurangi sehingga k emampuan dalam menghadapi ancaman bencana
semakin meningkat. Prinsip atau konsep yang digunakan dalam
penilaian risiko bencana adalah:
R = H × V
C

R=Risiko Bencana

H = Hazard (bahaya

V = Vulnerability (kerentanan)

C = Capacity (kemampuan)

I. Tujuan Analisa Resiko Bencana


Pengurangan Risko Bencana dimaknai sebagai sebuah proses
pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi
bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian,
perencanaan, pengorganisasian kelompok swadaya masyarakat, serta
pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam
menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana.
Tujuannya agar komunitas mampu mengelola risiko, mengurangi, maupun
memulihkan diri dari dampak bencana tanpa ketergantungan dari pihak luar.
Dalam tulisan siklus penanganan bencana kegiatan ini ada dalam fase pra
bencana .

Fokus kegiatan Pengurangan Risiko Bencana secara Partisipatif dari


komunitas dimulai dengan koordinasi awal dalam rangka membangun
pemahaman bersama tentang rencana kegiatan kajian kebencanaan, yang
didalamnya dibahas rencana pelaksanaan kajian dari sisi peserta, waktu dan
tempat serta keterlibatan tokoh masyarakat setempat akan sangat mendukung
kajian analisa kebencanaan ini. Selain itu juga di sampaikan akan Pentingnya
Pengurangan Risko Bencana mengingat wilayah kita yang rawan akan
bencana.

Kegiatan PDRA di suatu wilayah diawali dengan memberikan


pemahaman tentang Pengurangan Risiko Bencana berbasis masyarakat yaitu
upaya yang dilakukan sendiri oleh masyarakat untuk menemukenali ancaman
yang mungkin terjadi di wilayahnya dan menemukenali kerentanan yang ada
di wilayahnya serta menemukenali potensi/kapasitas yang dimiliki untuk
meredam/mengurangi dampak dari bencana tersebut. Setelah menemukan
kenali ancaman, kerentanan, dan Kapasitas yang ada di masyarakat maka
perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mampu
mengurangi risiko bencana itu dengan menggunakan rumus Ancaman x
Kerentanan dibagi dengan Kapasitas.

Kemudian dilakukan Kegiatan Kajian dan analisis Risiko bencana secara


partisipasif oleh masyarakat Hal-hal yang dikaji : ancaman, kerentanan dan
potensi terhadap bencana untuk wilayahnya.

J. Langkah-Langkah Analisa Resiko


Pengenalan dan pengkajian bahaya
Pengenalan kerentanan

Analisis kemungkinan dampak bencana

Pilihan tindakan penanggulangan bencana

Mekanisme penanggulangan dampak bencana

Alokasi tugas dan peran instansi

Anda mungkin juga menyukai