Anda di halaman 1dari 14

LATIHAN 1.

HALAMAN 120

Latihan 1
Saat ini ada 30 Ikon Kuliner yang mewakili Indonesia dalam ajang internasional. Makanan tersebut
terdiri atas makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup. Makanan pembuka
biasanya berupa makanan kecil yang rasanya asin, makanan utama adalah masakan makanan
besar, dan makanan penutup merupakan makanan kecil yang rasanya manis. Diskusikan dengan
temanmu, makanan atau minuman khas daerahmu yang cocok menjadi ikon Kuliner di masa
mendatang. Adakah modifikasi yang harus dilakukan untuk makanan tersebut? Tempelkan gambar
atau gambarkan makanan atau minuman yang dipilih dan tuliskan sedikit keterangan mengapa
cocok menjadi ikon Kuliner Indonesia. Presentasikan kepada teman sekelas.

A. Makanan Pembuka (Amplang)

Amplang Kerupuk khas Kalimantan Timur ini sering dicari oleh para wisatawan
untuk dijadikan oleh-oleh. Amplang atau yang lebih dikenal dengan nama Kuku Macan
ini adalah sejenis krupuk yang terbuat dari ikan. Walaupun berbahan dasar ikan,
amplang tidak memiliki rasa yang amis. Justru kerupuk ini memiliki rasa gurih dan enak.
Dengan demikian, krupuk amplang ini cocok menjadi Ikon Kuliner Indonesia di masa
mendatang.

14
B. Makanan Utama (Nasi Bekepor)

Nasi bekepor adalah nasi putih yang dicampur dengan ikan asin, rempah-rempah,
dan minyak sayur. Biasanya nasi bekepor ini disajikan bersama dengan sayur gangan
asam kukar, yakni sejenis sayur asem yang diolah bersama dengan kepala ikan dan ubi
manis. Selain itu, Anda juga bisa memilih lauk Daging Masak Bumi Hangus untuk
dimakan bersama dengan nasi bekepor. Nasi bekepor ni adalah sejenis daging yang
dimasak dengan kecap, sehingga makanan ini terlihat bewarna coklat kegelapan.
Dengan demikian, kuliner ini cocok sebagai Ikon Kuliner Indonesia di masa mendatang.

C. Makanan Penutup (Pisang Gapit)

Bila Anda sedang berjalan-jalan di sekitar tepi Sungai Mahakam, Anda akan
menjumpai beberapa pedagang yang menjual Pisang Gapit. Pisang gapit ini sangat pas
dimakan saat bersantai sambil menikmati keindahan sungai Mahakam. Tampilan dari
pisang gapit ini mirip dengan pisang epe khas Sulawesi Selatan. Perbedaan dari kedua
jajanan tersebut terletak pada saus pendampingnya. Pisang epe dimakan dengan saus
gula merah, sedangkan pisang gapit dicocol dengan saus durian yang sangat lezat.
Makanan kecil yang satu ini dinamakan ‘Gapit’ karena proses pengolahannya
menggunakan alat yang berupa papan kayu seperti talenan, pisang akan digapit atau
dijepit dengan papan tersebut. Setelah bentuknya menjadi pipih, pisang akan dibakar
hingga warnanya berubah menjadi kecoklatan.

14
TUGAS 1. HALAMAN 124-125

Tugas 1. Membuat Daftar dan Deskripsi Pangan Khas Daerah


 Di daerah tempat tinggalmu tentu ada pangan khas daerah. Carilah informasi melalui pengamatan,
wawancara, maupun dari literatur tentang pangan khas daerahmu. Tuliskan menjadi sebuah daftar
seperti contoh tabel di bawah ini.
 Pilih salah satu dari jenis pangan dari daftar tersebut yang paling disukai. Tulis dan gambarkan
informasi tentang pangan tersebut pada kertas F4 dengan 500-1000 karakter.

Membuat Daftar dan Deskripsi Pangan Khas Daerah


Jenis
Bahan
No. Nama Pangan Kering 1/2 Jadi/Kering siap
Hewani/Nabati
saji/Masakan/Kue/Minuman
1. Pisang Gapit Kue Nabati

2. Ayam Cincane Masakan Hewani

3. Nasi Kuning Masakan Nabati


4. Sate Payau Masakan Hewani

5. Gence Ruan Masakan Hewani


6. Amplang Kering Siap Saji Hewani

“Gence Ruan”

Ikan bakar adalah salah satu jenis masakan yang hadir dalam berbagai "regalia" kedaerahan
di seluruh Nusantara. Setiap daerah mempunyai sajian ikan bakar masing-masing. Di Tatar Sunda ada
gurame bakar sambal cobek. Di Ranah Minang ada ikan balado. Minahasa terkenal dengan ikan bakar
rica-rica. Orang belum merasa sah hadir di Maluku bila belum mencicipi ikan bakar colo-colo. Orang
Banjar sangat bangga dengan haruan masak habang. Hampir semua ikan bakar selalu dipadankan
dengan bumbu pedas.
Sebagai negeri bahari yang melimpah dengan berbagai kekayaan biota perairan, Indonesia
pantas disebut sebagai surganya ikan. Kenyataan tersebut telah melahirkan fakta lainnya, yakni bahwa
Indonesia juga merupakan surga bagi para pencinta hidangan berbahan ikan, baik hasil tangkapan laut
maupun hasil budidaya air tawar.

14
Secara etimologi, “Gence Ruan” tersusun dari dua kata, yakni “gence”, yani sebutan untuk
sambal goreng khas Kalimantan Timur, dan “ruan”, yang artinya ikan haruan atau ikan gabus.
Singkatnya, Gence Ruan adalah hidangan ikan gabus bakar yang disiram dengan sambal goreng
pedas yang khas.
Di Kalimantan Timur, hidangan ikan bakar kebanggaannya disebut gence ruan atau gence
ikan haruan. Gence – kedua "e" dibaca seperti layaknya mengatakan tempe – adalah nama untuk
sambal goreng yang disiramkan di atas ikan bakar. Sedangkan haruan adalah referensi untuk ikan
gabus dalam bahasa setempat.
Berbeda dengan masakan Banjar yang disebut haruan masak habang maupun ikan rica-rica
dari Manado – keduanya memakai sambal jenis halus – gence haruan justru menampilkan sambal
yang berpenampilan kasar (coarse). Ikan gabusnya yang dibakar lengkap dengan sisiknya sampai
kehitaman justru memperkuat kesan “garang” dari sajian ini.
Namun demikian, sajian ini justru lebih terasa feminin setelah disiram sambal warna merah
yang cantik, dan citarasanya yang bernada manis dengan sensasi rasa asam yang tipis. Dimakan
dengan nasi hangat, Gence Ruan dijamin memanjakan lidah. Sayur yang cocok untuk
mendampinginya adalah tumis pakis yang renyah.
Dibandingkan dengan penyajiannya yang sekarang, “bentuk” asli Gence Ruan ini sebetulnya
bisa dibilang lebih “kasar”. Dulu, setelah dibakar hingga hitam legam, ikan gabus utuh disajikan dengan
tidak dibelah, dan tidak dibuang sisiknya. Setelah matang, baru ikan dibelah, sehingga muncullah
dagingnya yang putih. Sambalnya yang ditumis minyak disiram di atas daging ikan itu. Dalam
penampilan aslinya, sajian ini disebut bertus ikan yang secara harfiah ikan bakar utuh.
Bahkan di Samarinda, ibukota Provinsi Kalimantan Timur, masakan khas Kutai sudah semakin
sulit ditemukan. Salah satu rumah makan yang dengan setia menjadi pengibar panji kuliner pusaka
Kutai adalah Warong Selera Acil Inun, di Samarinda. Acil Inun sempat membuka cabang selama
beberapa tahun di Jakarta Selatan. Sayangnya, sekalipun rumah makan itu populer dan disukai banyak
orang, ternyata tidak mampu bertahan lama.
Kuliner pusaka memang membutuhkan dukungan sepenuhnya dari setiap pemangku
kepentingan (stakeholders) agar dapat bertahan selamanya. Peningkatan kesejahteraan rakyat
Kalimantan Timur karena ekonomi batubara – yang justru meningkatkan migrasi penduduk dari

14
berbagai daerah Indonesia lainnya – ternyata justru meminggirkan masakan tradisional Kutai. Ini
terutama disebabkan karena "gempuran" berbagai masakan baru dari berbagai daerah Indonesia
lainnya, termasuk waralaba masakan modern cepat saji. Saat ini, masakan yang populer di Samarinda
dan Balikpapan ternyata justru penyet-penyetan dari Jawa dan coto dari Makassar.

Resep dan Cara Membuat Gence Ruan Kutai


A. Bahan dan Bumbu:
 1 ekor ikan ruan (haruan, ikan gabus) ukuran sedang
 5 siung bawang merah
 1 buah tomat merah, buang bijinya
 10 cabe merah besar, buang bijinya
 1 ruas jempol (2 cm) kunyit
 1 ruas jempol (2 cm) jahe
 Garam secukupnya
 Gula pasir secukupnya

B. Cara membuat:
1. Kecuali bawang merah, haluskan semua bumbu.
2. Belah ikan gabus utuh, bersihkan insang dan isi perutnya. Sisiknya jangan dibuang.
3. Lumuri perasan jeruk nipis, kemudian balur dengan bumbu yang sudah dihaluskan.
4. Bakar ikan di atas bara api, usahakan agar tidak hangus.
5. Rajang kasar bawang merah, kemudian tumis dengan sedikit minyak sampai harum.
Campurkan bumbu halus untuk ditumis bersama rajangan bawang merah. Masukkan juga
rajangan tomat (sebelumnya, buang bijinya) ke dalam tumisan.
6. Siramkan saus/sambal ke atas ikan bakar dan sajikan.

14
TUGAS 2. HALAMAN 130-131

Tugas 2. Tantangan Pangan Khas Daerah


 Carilah informasi melalui pengamatan, wawancara, maupun dari literatur tentang pangan khas
daerahmu atau daerah lain di nusantara.

 Diskusikan dengan teman tentang asal daerah, jenis pangan, tantangan yang ada saat ini.

 Tuliskan data dalam bentuk tabel seperti contoh di bawah ini.

 Buat presentasi yang informatif dan menarik dengan memanfaatkan paparan tulisan dan gambar.

Tantangan Pangan Khas Daerah


Jenis
No. Nama Pangan Daerah Kering ½ Jadi / Kering Siap Saji / Tantangan
Masakan / Kue / Minuman
- Tidak Awet (apalagi
jika Bumbu pecel
1. Pecel Masakan
sudah terkena
sayuran atau nasi)
- Banyak
menggunakan
2. Rendang Masakan
santan
- Berminyak
- Peningkatan mutu
produk
3. Kripik buah Kering siap saji - Kurangnya inovasi
- Kemasan yang
kurang menarik
- Tidak awet (karena
menggunakan
4. Arem-arem Kue
ketan sehingga
mudah basi)
- Kurang awet
- Kurang variasi rasa
5. Dadiah Minuman
- Kemasan kurang
menarik

14
1. Pecel

Pecel merupakan makanan yang terdiri dari sayur yang direbus dan lauk yang dihidangkan
dengan alas yang berbeda-beda sesuai kota asal pecel, misalnya piring lidi yang disebut ingke,
pincuk, atau tampah bambu. Makanan ini berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, karena sambal
kacang yang digunakan dalam campuran pecel mirip dengan bumbu sate Ponorogo. Sayuran
yang dihidangkan antara lain kacang panjang, taoge, mentimun, daun singkong, dan daun
kemangi. Bumbu sambal kacang yang disiramkan di atas pecel disebut sambal pecel yang terbuat
dari campuran kencur, gula merah, garam, cabai, kecombrang, daun jeruk purut, dan kacang
tanah sangrai yang dicampur, ditumbuk, atau diulek. Selain itu, ada pula yang menambahkan daun
bawang dan asam jawa ke dalam campuran air hangat untuk mencairkan sambal pecel.

2. Rendang

Rendang atau randang adalah masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan
campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak
yang dipanaskan berulang-ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu
berjam-jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan berwarna hitam pekat. Dalam suhu
ruangan, rendang dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang dimasak dalam waktu
yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang
keemasan.
Di daerah asalnya, Minangkabau, rendang disajikan di berbagai upacara adat dan
perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradisional Minangkabau, masing-

14
masing daerah di Minangkabau memiliki teknik memasak serta pilihan dan penggunaan bumbu
yang berbeda.

3. Kripik Buah

Keripik atau kripik adalah sejenis makanan ringan berupa irisan tipis dari umbi-umbian,
buah-buahan, atau sayuran yang digoreng di dalam minyak nabati. Untuk menghasilkan rasa
yang gurih dan renyah biasanya dicampur dengan adonan tepung yang diberi bumbu rempah
tertentu. Secara umum keripik dibuat melalui tahap penggorengan, tetapi ada pula dengan hanya
melalui penjemuran, atau pengeringan. Keripik dapat berasa dominan asin, pedas, manis, asam,
gurih, atau paduan dari kesemuanya. Keripik singkong banyak diproduksi di kota Bandung
dengan berbagai macam rasa dan varian. Di Yogyakarta terdapat keripik berbahan baku jamur
tiram.

4. Arem-Arem

Arem-arem merupakan penganan serupa lemper, yaitu nasi berisi sayuran atau sambal
goreng yang dibungkus dengan daun pisang. Arem-arem populer sebagai penganan pengganti
sarapan. Biasanya ukurannya dibuat lebih besar daripada lemper. Arem-arem merupakan camilan
khas dari Kota Kebumen juga banyak pula di temukan di Jogja, Solo dan daerah lain di Jawa.
Dalam pembuatannya, isi arem-arem yang biasanya adalah sambal goreng dibuat terlebih dahulu.
Selanjutnya beras dimasak setengah matang. Nasi setengah matang kemudian ditata pada

14
permukaan rata, isi ditaruh di atas, lalu digulung dengan nasi. Selanjutnya, gulungan dibungkus
daun pisang dan kemudian dikukus hingga masak. Ada variasi yang membungkus gulungan nasi
dengan semacam telur dadar tipis sebelum dibungkus daun pisang.

5. Dadiah

Dadih (bahasa Minangkabau: dadiah) adalah yogurt tradisional khas Minangkabau yang
terbuat dari susu kerbau (Bubalus bubalis). Dari segi bahasa, kata "dadiah" memiliki kemiripan
dengan dudh, bahasa dari etnis Sindhi (India dan Pakistan). Sementara itu, kebiasaan orang
Persia memakan susu fermentasi dengan bawang merah dan mentimun, mirip dengan kebiasaan
memakan dadih yang dilakukan oleh orang Minangkabau pada masa dahulu. Dadih difermentasi
di dalam wadah dari bambu yang ditutup dengan daun pisang (Musa sp.) atau daun waru
(Hibiscus tiliaceus) yang telah dilayukan di atas api. Proses fermentasi dilakukan dalam suhu
ruangan dan berlangsung hingga terjadi penggumpalan sekitar 2 sampai 3 hari.

14
Latihan 2. Halaman 132

Latihan 2
Bahan tambahan pangan atau BTP salah satu fungsinya adalah untuk membuat produk menjadi lebih
awet dan meningkatkan kualitas produk. Carilah informasi dari buku literatur, internet, dan wawancara
tentang cara pengawetan atau pengolahan yang ada di daerah sekitarmu atau di nusantara yang
menggunakan bahan alami. Tuliskan hasil penelitianmu dan buat laporan yang informatif dan menarik.

Pengawetan Nira Aren Untuk Pembuatan Gula Aren

Gula Aren adalah produk utama yang paling menguntungkan dari pengolahan nira Aren. Nira
Aren dihasilkan dari penyadapan atau pengirisan tandan buah jantan ataupun tandan betina dari pohon
Aren. Biasanya para penyadap Aren melakukan penyadapan dan pengambilan Nira sebanyak 2 (dua)
kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Pada pagi hari nira dipungut antara jam 5 sampai jam
7 pagi. Sedangkan kalau sore hari Nira diambil sekitar jam 5 sampai jam 7 sore.

Untuk diolah menjadi gula, maka nira Aren harus berkualtas baik, berasa manis dan tidak
berubah sifat. Biasanya Nira Aren cepat sekali mengalami perubahan menjadi masam karena proses
fermentasi telah terjadi. Proses fermentasi mulai terjadi pada saat Nira keluar dari tandan pohon Aren
atau bagian yang teriris lainnya.

Nira yang memiliki kandungan zat makanan atau gizi yang sangat tinggi, berpotensi sangat
digemari dan menghidupkan mikroba berupa jamur atau bakteri yang ada di sekitarnya. Setelah Nira
menetes dan keluar dari tandan bunga, nira langsung berhubungan dengan udara bebas di luar bekas
sayatan. Nira kemudian akan menetes jatuh atau bersinggungan dengan wadah penampung nira.
Kalau udara dan wadah penampung Nira ini sudah ada mikroba berupa jamur yang melakukan
fermentasi, maka fermentasi mulai terjadi.

Seperti makhluk hidup yang lain, mikroba berupa jamur akan cepat berkembang biak bila
kebutuhan hidupnya terpenuhi, yaitu berupa makanan yang cukup dari Nira, Udara/ Oksigen (O2),
suhu yang sesuai, dan tidak adanya factor penghambat pertumbuhan dan perkembangannya, maka
jamur akan dapat merombak kandungan gula dari Nira yang segar menjadi nira yang terfermentasi
dengan semakin cepat dan menyebabkan nira menjadi berubah menjadi semakin masam atau pahit
atau beraroma alcohol.

Nira merupakan makanan yang sangat bergizi sebab mempunyai kandungan air sebesar 75 -
90 %,  zat padat total sebesar 15 -19,7% yang meliputi kadar sukrosa sebesar 12,3 -17.4%, gula
reduksi 0,5 -1%, protein 0,23 - 0,32% dan abu 0,11 - 0,41% (Child, 1974). Karakteristik nira adalah
84,4% air, 14,35 % karbohidrat (terutama sukrosa), 0,66% abu, 0,11% protein, 0,17% lemak dan
0,31% lain-nya (Anonim, 1989). Sedangkan Gautara dan Wijandi (1972) menyatakan bahwa nira
kelapa segar mengandung gula sebanyak 14 -15 %, 8 - 21% diantaranya adalah sukrosa. Oleh karena

14
itu Nira sangat disukai oleh segala macam Bakteri/ mikroba/ jasad renik yang menyebabkan kerusakan
dan perubahan sifat-sifat Nira tersebut.

Adapun jenis-jenis Bakteri yang dapat tumbuh pada nira adalah :


a. Bacillus subtillis,
b. Baterium aceti, juga spesies Micrococcus yaitu Escherichia,
c. Sachromo bacterium,
d. Flavobakterium,
e. Leuconostoc mesenteroides,
f. L. dextranicum, merupakan bakteri penyebab terbentuknya lendir,
g. Lactobacillus plantarum,
h. Sarcina dari genus Pediococcus,
i. Acetobacter (Frazier, 1958 : 76 ; Pederson, 1971 ).

Ada dua spesies khamir yang dapat tumbuh pada nira kelapa tetapi yang merupakan khamir
utama dalam proses fermentasi nira adalah : Saccharomyces cereviciae dan
Saccharomyces carlbergensis var alcoholophila. Kedua Saccharomyces terSebut merupakan khamir
utama dalam proses fermentasi nira Khamir tersebut dapat tumbuh dan berkembang biak pada pH 4,4-
4,6 dan suhu 21-25°C (Prescott, 1949). Nutrien yang dibutuhkan oleh genus Saccharomyces adalah
C,H,0,N,S,P,Mg,Fe,Ca. Penelitian lain mengatakan bahwa khamir dapat tumbuh pada pH 4-4,5 dengan
suhu 25-30°C (Frazier,1958; Wiyono,1981)

Kecepatan fermentasi yang terjadi pada Nira akan menyebabkan mutu nira untuk Gula ini
menurun, karena sebagian Gula dirombak oleh enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi menjadi
asam dan alcohol. Kejadian ini menyebabkan Nira Aren menjadi masam (kecut) dan sedikit pahit.
Semakin lama proses fermentasi ini terjadi maka semakin banyak zat asam yang terbentuk, semakin
banyak terjadi perombakan gula, artinya gula semakin sedikit, dengan demikian angka pH (keasaman)
semakin rendah.

Nira yang baru keluar dari tandan bunga Aren biasanya mempunyai nilai keasaman antara 6,5
sampai 7 (netral). Proses fermentasi yang terjadi pada Nira bisa menyebabkan pH Nira turun dari
angka tersebut. Beberapa pabrik Gula yang mengolah Nira masih menerima Nira dari petani atau
memberi toleransi pada nira Aren sampai pada pH 6. Di bawah pH 6 Nira sudah dianggap tidak baik
untuk diolah menjadi Gula dengan mutu yang baik. Jika pH nira sudah dibawah 6, maka sebaiknya
tidak diolah menjadi Gula, tetapi Nira bisa diolah menjadi Bioethanol, Saguer atau Cuka. Tuak ataupun
Balok dan Cap Tikus adalah dilah dari Nira Aren yang sudah terfermentasi.

Oleh karena itu bagi pengusaha Gula yang menampung Nira Aren dari para penderes atau
penyadap nira Aren, ataupun dari kebunnya sendiri, juga harus mengantisipasinya dengan
menyediakan alat pengolahan Nira yang pHnya dibawah 6, yaitu mengolahnya menjadi Bioetanol
Saguer dan Cuka. Artinya, selain berinvestasi untuk prosessing Gula, juga sekaligus menyediakan alat

14
prosessing untuk Bioethanol, Cuka dan Saguer, dll. Hal ini untuk antisipasi jika seandainya proses
fermentasi terjadi pada Nira, dan ini memang pasti akan terjadi.

Oleh karena itu apabila produk utama yang dikehendaki adalah Gula, maka penanganan Nira
agar tidak cepat mengalami fermentasi menjadi kunci bagi usaha bisnis Gula Aren. Dengan demikian
maka upaya-upaya pengawetan Nira Aren menjadi sangat penting supaya kualitas produk Gula yang
dihasilkan bisa maksimal. Kalau yang dikehendaki adalah produk Gula Organik, maka pengawetan
juga harus diusahakan dengan cara dan bahan yang alami, bukan dari bahan pengawet kimia atau
yang tidak aman bagi bahan pangan.

Produk organic semakin menjadi trend karena aman bagi kesehatan manusia. Selain itu nilai
harga produk oganik juga lebih mahal dan memliki nilai keunggulan kompetitif yang tinggi dibanding
produk yang tidak organic. Akumulasi bahan-bahan kimia yang terkonsumsi kea lam tubuh manusia
akan menimbulkan permasalahan kesehatan di kemudian hari.

Pada saat kondisi tubuh tidak fit atau karena umur sudah tua maka bahaya-bahaya akumulasi
kimia dalam tubuh itu semakin terasa. Inilah yang tidak dikehendaki jika kita ingin hidup sehat dan
panjang umur. Maka harga yang mahal dari produk-produk pangan yang organic adalah wajar karena
ada investasi untuk kesehatan kita sendiri. Biaya kesehatan ini memang baru dirasakan manakala kita
mengalami rasa sakit atau mengidap suatu penyakit . Berapapun harga obat, biaya terapi dan
pengobatan agar kita terbebas dari sakit seolah tidak menjadi masalah. Wajar saja kalau pangan yang
aman dan menyehatkan dihargai lebih mahal.

Ada beberapa upaya untuk mempertahankan mutu nira tetap baik bertahan seperti pada saat nira
baru keluar dari jaringan pohon yang terluka, yaitu berasa manis, segar dan berkesan aroma alam
yang khas. Untuk mencari gambaran cara mempertahankan mutu, sebaiknya kita mencoba merunut
dulu, sejak kapan perubahan mutu nira itu terjadi.

Pertama, upaya mengurangi terjadinya kontak antara nira dengan udara di sekitarnya sejak
setelah nira keluar dari tandan pohon Aren. Selain udara itu membawa Oksigen, udara juga menjadi
vector yang membawa beraneka macam mikroba yang berhamburan di alam bebas. Aneka mikroba ini
saking kecilnya terbawa oleh udara yang mengalir atau angin yang bergerak atau berhembus yang
akhirnya terikut aneka mikroba dari tempat satu ke tempat lain.

Apalagi jika keadaan kebun kotor atau berdebu, karena keadaan yang panas dan kering, semak
belukar dan gulma yang tumbuh di sekitar pohon Aren, atau kegiatan manusia atau hewan yang lain di
sekitar pohon. Maka apabila angin berhembus dan bersinggungan dengan Nira yang baru menetes
atau nira yang tertampung di wadah, maka Nira akan terkontaminasi dengan berbagai mikroba alam
ini.

Keadaan dedaunan yang ada disekitarnya yang tidak sehat, kusam dan berjamur akibat dari
pohon yang tidak terkena basuhan air hujan dan terpaan sinar matahari langsung, keadaan kebun

14
yang terbiarkan tidak pernah diurus atau dibersihkan. Kalau di sekitar tempat penampungan Nira Aren
ini keadaannya seperti tadi, maka kemungkinan terfermentasi akan semakin besar. Keadaan ini akan
menjadi vector bagi mikroba untuk berkembang biak. Jika udara bersih atau kontak dengan udara kotor
sangat minimal, maka nira akan lebih aman dari kemungkinan terkontaminasi dengan aneka mikroba
yang berakibat terjadinya fermentasi. Oleh karena itu, keadaan ini seharusnya bisa dihindari jika kebun
terawat secara periodik, dijaga kebersihan dan kesehatan kebun serta tanamannya.

Kedua, selanjutnya Nira yang keluar dari bagian sayatan atau tandan bunga yang terluka akan
jatuh dan berkontak dengan wadah penampung nira atau media penghubung menuju wadah
penampungan nira. Wadah penampungan Nira yang bersih dan sudah dilakukan upaya disinfektasi
atau treatment anti mikroba maka akan dapat menghambat Nira untuk terfermentasi.

Oleh karena itu para penyadap Nira Aren biasanya mencuci wadah penampung Nira dengan air
bersih, malah kadang-kadang membilasnya dengan air panas, atau mengasapi wadah di atas perapian
atau pipa penyalur asap dari tungku/ cerobong pemasakan gula. Upaya sederhana ini secara tradisi
sudah bisa menghambat terjadinya fermentasi pada Nira Aren, sehingga Nira menjadi awet segarnya
dan pH (keasamannya) dapat dipertahankan selama pemungutan dan pengangkutan menuju tempat
pemasakan Nira menjadi Gula.

Beberapa bahan secara tradisional juga ditambahkan untuk menghambat terjadinya fermentasi
pada Nira yang tertampung di wadah penampungan seperti :

a. Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana, L.)


b. Kulit Pohon Manggis
c. Kulit Buah Langsat/ duku (Lansium domesticum)
d. Kulit Pohon Langsat/duku
e. Kayu Angin (Usnea dasypoga)
f. Kayu / Getah Nangka (Artocarpus heterophyllus)
g. Getah Pepaya (Carica papaya) dengan Sistein
h. Sabut Kelapa (Cocos nucifera)
i. Kulit Pohon Kosambi (Schleichera oleosa, MERR)

14
TUGAS 3. HALAMAN 132-133

Tugas 3. Bahan Baku dan Bumbu Khas Daerah


 Di daerah tempat tinggalmu tentu ada bahan baku atau bahan bumbu khas daerah. Bahan
tersebut dapat bahan hewani atau nabati. Carilah informasi melalui pengamatan, wawancara,
maupun dari literatur tentang bahan baku tersebut.
 Tuliskan bahan-bahan menjadi sebuah daftar seperti contoh tabel di bawah ini.

Bahan-bahan Khas Daerah

Nama Bahan
No Peluang Produk Pangan
(Daging / telur / susu / ikan / buah / kacang, dll)

1. Kentang Podang kentang


2. Labu Gangan labu
3. Ikan Gabus atau Ikan Haruan Abon ikan
4. Durian/Elay Dodol
5. Ikan Patin Amplang
6. Ikan Tongkol Rabok ikan tongkol
7. Telur Nasi kebuli
8. Jeruk Kalamansi Sirup dan selai
9. Buah Ihau Asinan buah ihau

14

Anda mungkin juga menyukai