Cut Off Point WHO 1968 [Hb (g/dL)] Derajat Anemia [Hb (g/dL)]
Laki – Laki < 13 Ringan Sekali 10
Perempuan < 12 Ringan 8 – 9,9
Hamil < 11 Sedang 6 – 7,9
6-14 tahun < 12 Berat <6
6 bl – 6 th < 11
Klasifikasi Anemia
Morfologi eritrosit: Mikrositik Hipokrom, Normositik Normokrom, Makrositik Normokrom
Etiopatogenesis/ Fungsional : Penurunan Produksi, Defek Maturasi, Peningkatan Destruksi
IDA, ACD
Fe
Hem
Hemoglobin
Protoporfirin
Sideroblast
Thalasemia Globin
Ring sideroblasts dinamakan seperti itu karena besi dalam mitokondria membentuk sebuah cincin di
sekitar nukleus. Subtipe granula basofilik pada eritrosit tetapi hanya dapat dilihat pada sumsum
tulang. Untuk menghitung sel sebagai ring sideroblast, cincin harus melingkari1/3 dari anak inti dan
mengandung ≥ 5 granula besi, menurut klasifikasi WHO 2008 tentang hematopoietic and lymphoid
tissues.
Tipe Sideroblast dari WHO International Working Group on Morphology of MDS
1. Type 1 sideroblasts: < 5 granula siderotik pada sitoplasma
2. Type 2 sideroblasts: ≥ 5 granula siderotik, tetapi tidak di dalam distribusi perinuclear
3. Type 3/ ring sideroblasts: ≥ 5 granula dalam perinuclear position, mengelilingi nucleus atau
meliputi1/3 dari diameter inti
Patofisiologi: Kegagalan inkorporasi besi ke dalam protoporfirin/ senyawa hem pada mitokondira
besi mengendap pada mitokondria (Cat Besi terlihat sebagai bintik2 yang mengelilingi inti/ ring
sideroblast) kegagalan pembentukan hemoglobin + eritropoiesis inefektif anemia
References
HEMATOLOGI Klinik Ringkas – Prof. dr. I Made Bakt
"Sideroblast" at Dorland's Medical Dictionary[dead link]
Mufti, GJ; Bennett, JM; Goasguen, J; Bain, BJ; Baumann, I; Brunning, R; Cazzola, M; Fenaux,
P; Germing, U; Hellström-Lindberg, E; Jinnai, I; Manabe, A; Matsuda, A; Niemeyer, CM; Sanz, G;
Tomonaga, M; Vallespi, T; Yoshimi, A; International Working Group on Morphology of
Myelodysplastic, Syndrome (Nov 2008). "Diagnosis and classification of myelodysplastic syndrome:
International Working Group on Morphology of myelodysplastic syndrome (IWGM-MDS) consensus
proposals for the definition and enumeration of myeloblasts and ring sideroblasts". Haematologica.
93 (11): 1712–7. doi:10.3324/haematol.13405. PMID 18838480.
Langkah pengecatan
1. Biarkan preparat sumsum tulang kering terlebih dahulu
2. Fiksasi dengan methanol selama 10-20 menit
3. Campurkan 10 g/l larutan potassium ferrocyanide dalam 0,1 mol/l hcl dalam volume yang sama
(masing-masing sekitar 1,5 cc), sampai membentuk warna biru muda/tosca.
4. Masukkan preparat ke dalam campuran larutan tersebut dan diamkan selama 10 menit
5. Cuci dengan air selama 20 menit
6. Lakukan pengecatan dengan eosin (sebagai counterstain) selama 10-15 detik.
Pengecatan besi pada apusan BMA merupakan standar emas dalam diagnosis anemia defisiensi
besi, tapi tidak mutlak dilakukan karena prosedur BMA yang invasif. Anemia defisiensi besi
bisa ditegakkan dengan pemeriksaan darah lengkap, apusan darah, SI, dan TIBC. Pengecatan
besi biasa dikerjakan sebagai pemeriksaan tambahan pada pasien yang memiliki indikasi untuk
dilakukan BMA.
Cadangan besi yang kosong bisa ditemukan mulai dari tahapan eritropoiesis defisiensi besi
sampai anemia defisiensi besi, sedangkan pada tahap deplesi besi cadangan besi masih ada.
Gambaran cadangan besi yang positif pada aspirasi sumsum tulang ditunjukkan dengan warna
biru kehijauan pada matriks sumsum tulang, bisa dilihat pada gambar berikut:
Patofisiologi: ↑ penghancuran sel eritrosit & ketidakmampuan sumsum tulang memproduksi sel
eritrosit Kompensasi: hiperplasia sumsum tulang produksi sel eritrosit ↑ jika penghancuran
eritrosit melebihi usaha pembentukannya dan masa hidup eritrosit < 15 hari anemia hemolitik
Penyebab
Intrinsik/ Intrakospular: gangguan Mb Eritrosit Ektrinsik/ Ekstrakospular
Hb Sickle Sell, thalasemia Valve, Komplemen, Ab
Struktur Membran dinding eritrosit Obat, hipersplenisme
Sferositosis (no central pallor), Elipsitosis, Autoimun : Warm, Cold, Paroxymal cold
alfa beta lipiproteinemia, gangguan hemoglobinuria
pembentukan nukleotida
Enzym pyruvat kinase, G6PD (heinz
body), dll
Patomekanisme
Hemolisis Ekstravaskuler
Hemolisis ekstravaskuler lebih sering dijumpai dibandingkan dengan hemolisis intravaskuler.
Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar
dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Hemolisis terjadi karena
kerusakan membran (misalnya akibat reaksi antigen-antibodi), presipitasi hemoglobin dalam
sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit. Kapiler lien dengan diameter yang relatif kecil dan
suasana relatif hipoksik akan memberi kesempatan destruksi sel eritrosit, mungkin melalui
mekanisme fragmentasi.
Pemecahan eritrosit ini akan menghasilkan globin yang akan dikembalikan ke protein pool,
serta besi yang dikembalikan ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan dipakai kembali,
sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas karbonmonoksida (CO) dan bilirubin. Bilirubin
dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati
menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melalui empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen
dalam feses dan urobilinogen dalam urine. Sebagian hemoglobin akan menuju ke plasma dan diikat
Hemolisis Intravaskuler
Pemecahan eritrosit intrvaskuler menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas ke dalam plasma.
Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globulin alfa) sehingga kadar haptoglobin
plasma akan menurun. Kompleks hemoglobin-haptoglobin akan dibawa oleh hati dan RES dalam
beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas
dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi
menjadi methemoglobin sehingga terjadi methemoglobinemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin
(suatu glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar
melalui urine sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal akan
diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami
deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urine (hemosiderinuria), yang merupakan tanda
hemolisis intravaskuler kronik.
Pemeriksaan Lain: Hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit, hapusan darah tepi, retikulosit, analisis
Hb, Coomb’s test, tes fragilitas osmotik, urin rutin, feses rutin, pemeriksaan enzim-enzim
http://hmpd.fk.ub.ac.id/anemia-hemolitik/
https://www.aafp.org/afp/2004/0601/p2599.html
Trombositosis Primer
Gangguan pengikatan trombopoetin terhadap trombosit dan megakariosit abnormal sehingga
terdapat peningkatan kadar trombopoetin bebas dalam plasma. Megakariosit menjadi hipersensitif
terhadap aksi trombopoetin yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi trombosit.
Trombositosis reaktif terjadi karena produksi berlebih dari sitokin proinflamasi seperti (IL)-1, IL-6,
dan IL-11 yang muncul pada inflamasi kronik, infektif, dan keganasan. terdapat suatu penyakit dasar
yang akan merangsang peningkatan sintesis trombopoetin dengan mediator berbagi sitokin
diantaranya IL-6 yang selanjutnya akan meningkatkan aktivitas megakariosit memproduksi
trombosit. Walau sama-sama terjadi peningkatan produksi trombosit, terdapat perbedaan diantara
keduanya. Pada trombositosis primer tidak terdapat suatu penyakit dasar, umumnya ditemukan
splenomegali, gambaran darah tepi pasien berupa trombosit raksasa, dengan fungsi trombosit yang
mungkin abnormal. Selain itu pada sumsum tulang dapat terlihat hiperplasia megakariositik. Pada
trombositosis reaktif penyakit dasar sering kali muncul, tidak terdapat splenomegali, gambaran darah
tepi menunjukan trombosit yang normal dan fungsi yang normal5.
Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N., & Mitchell, R. N. (2007). Robbin's Basic Pathology 8th
Edition.Philadelphia, PA: Saunders Elsevier