Anda di halaman 1dari 8

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BATU EMPEDU

Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di

dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam

kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam

empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu

kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.1

Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus,

duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk

seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus

menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil

tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati

sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis.

Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada

banyak orang,duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri

sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh

serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.16

2.2 DIAGNOSA BATU EMPEDU

2.2.1 ANAMNESIS

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang

mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada

yang simptomatis, pasien biasanya dating dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium

atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15

menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus

Universitas Sumatera Utara


timbul tiba-tiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing

berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian

tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita

melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan

nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.16

2.2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam

pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan

mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung

empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu

penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan

pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneous dan sclera

dan bisa teraba hepar.16

2.2.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada

pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi

sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus

oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus

koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat

sedang setiap kali terjadi serangan akut.16

2.2.4 PENCITRAAN

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar

10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung

cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan

Universitas Sumatera Utara


kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa

jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura

hepatica.16

Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk

mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic.

Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem

yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus

distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum

maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi

biasa.1

Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena

relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung

jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan

ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung

empedu.1,16

Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di

duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan

beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi

ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong

empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.1,17

Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk

menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian,

teknik ini jauh lebih mahal disbanding USG.17

Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde Cholangio-

pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk

menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk

diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri

diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan

Universitas Sumatera Utara


kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya

dari endoskopi dan mecakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang

tersumbat sebagian.17,18

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan

angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Setiap tahun, sekitar 1 juta

pasien batu empedu ditemukan dan 500.000 – 600.000 pasien kolesistektomi, dengan total biaya

sekitar US$4 trilyun.19

Balzer dkk,20 melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak populasi

penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan

33,7% wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic berperan penting dalam pembentukan

batu empedu. Selain itu, penyakit batu empedu juga relative rendah di Okinawa Jepang. Sementara

itu, 89 % wanita suku Indian Pima di Arizona Selatan yang berusia diatas 65 tahun mempunyai batu

empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko dibawah ini. Namun, semakin

banyak factor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu

empedu.

2.3.1 Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan pria.

Ini dikarenakan oleh hormone esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh

kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena

batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan

kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.

2.3.2 Usia

Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang

dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia

yang lebih muda.

Universitas Sumatera Utara


2.3.3 Berat badan (BMI)

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi

batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu

pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung

empedu.

2.3.4 Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal)

mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan

kontraksi kandung empedu.

2.3.5 Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan

dengan tanpa riwayat keluarga

2.3.6 Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu empedu. Ini

mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.3.7 Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease, diabetes,

anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik

Universitas Sumatera Utara


2.3.8 Nutrisi intravena jangka lama

Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk

berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk

terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu

2.4 PATOFISIOLOGI

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan

pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu empedu

adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang

mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung

<20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis

kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam

kandung empedu.10

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam

kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam

menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi

berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk

pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut

bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung empedu dan

biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.16,21

2.4.1. PATOFISIOLOGI BATU KOLESTEROL

Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu supersaturasi

kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu.22

Universitas Sumatera Utara


2.4.1.1 Supersaturasi kolesterol

Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid (terutama

lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu tergantung dari

keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau

semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh

akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk

garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu

juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol lebih

banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan

supersaturasi kolesterol.

2.4.1.2. Pembentukan inti kolesterol

Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses

pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus

dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk

misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu

dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel.

Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya

kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga disebut

sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu,

pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini

dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang

terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu

kolesterol.

Universitas Sumatera Utara


2.4.1.3. Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan

seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan

stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu

terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin

tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan

cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut

sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa

kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total

(menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes

melitus.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai