SISTEM MEDIS
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok III
1. Marfuah 14.401.15.054
5.Munawaro 14.401.15.058
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2015 / 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, yang telah memberikan hidayah dan inayah nya kepada
kami ,sehingga kami dapat kan menyelesaikan makalah yang berjudul “ SISTEM MEDIS“. Pada
kesempatan ini tak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada: Bpk.Siswoto Hadi Prayitno
AMK.SPd.Msi. Selaku pembimbing kami.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnanan dan banyak kekurangannya,
untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah
ini. Akhirnya makalah ini dapat memberikan pemikiran serta kelancaran tugas kami selanjutnya dan
dapat berguna bagi semua pihak Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.3 Tujuan........................................................................................................ 1
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 16
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk biologis senantiasa menjalankan serta mempertahankan
kehidupanya. Dalam menjalankan serta mempertahankan kehidupanya, manusia cenderung menjaga
kesehatanya dari berbagai penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Kesehatan
merupakan bagian penting dari kehidupan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor
sosial, faktor budaya, dan ekonomi di samping biologi dan lingkungan (WHO,1992:16)
Secara umum, sistem medis dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu sistem medis alamiah yang
merupakan hasil perkembangan ilmu pengetahuan (terutama dalam dunia barat) dan sistem medis
tradisional yang hidup aneka warna kebudayaan-kebudayaan (Kalangie,1976:15).
1.3 TUJUAN
4. Agar mahasiswa mengetahui apa saja dan bagaimana sistem medis tradisional
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Dunn (1976) yang dikutip dari Anne (2007) sistem medis adalah pola-pola dari pranata
sosial dan tradisi-tradisi yang menyangkut perilaku yang disengaja untuk meningkatkan kesehatan,
meskipun hasil dari tingkah laku khusus tersebut belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik.
Sistem medis juga merupakan suatu kompleks luar dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran,
norma-norma, nilai-nilai, ideology, sikap, adat istiadat, upacara-upacara dan lain-lain. Secara singkat
sistem medis mencakup semua kepercayaan dalam usaha untuk meningkatkan kesehatan dan tindakan
serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggota-anggota kelompok yang mendukung sistem
tersebut.
Terdapat suatu struktur universal yang mendasari semua sistem medis untuk memudahkan kita dalam
pemahaman dan studi yang sifatnya berhubungan dengan peranan dan kewajiban-kewajiban antara
pasien dan penyembuh. Beberapa ciri universal dalam sistem medis adalah sebagai berikut:
Di sini dikatakan bahwa sistem medis berkaitan dengan keseluruhan pola-pola kebudayaan. Sebagai
contoh, kepercayaan terhadap penyakit pada banyak masyarakat sangat terjalin erat dengan magis dan
religi, di mana sebagian masyarakat masih mempercayai mitos dan makhluk-makhluk lain yang
mendatangkan penyakit, serta adanya pantangan-pantangan yang didapat dari sesepuhnya. Masyarakat
menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang
menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel, sering menangis,
dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu
makan, atau “kantong kering” (tidak punya uang).
c. Supranatal (roh, setan dan lain-lain) untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama
dan kedua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan
tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ketiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-
lain. Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap
penyebab sakit
Illness adalah penyakit yang dianggap sebagai suatu konsep kebudayaan atau dapat dikategorikan
konsep penyebab sakit personalistik dimana dianggap munculnya penyakit disebabkan oleh intervensi
suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk atau bukan manusia.
Sedangkan disease adalah penyakit yang dianggap sebagai suatu konsep patologi atau dapat
dikategorikan konsep penyebab sakit naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh
lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga
kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain, tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Persepsi
kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat; dapat
turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas.
Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa
daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di
daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk
desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang
yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah
pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil,
dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan,
kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh
tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh. Persepsi masyarakat mengenai penyakit
diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya
penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang,
dan sebagainya.
Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi–jampi oleh dukun dan pemuka
masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.
Segi-segi pencegahan umumnya dilakukan dengan upaya preventif dari tindakan individu itu sendiri, dan
tindakan ini merupakan tingkah laku individu yang secara logis mengikuti konsep tentang penyebab
sakit, menjelaskan mengapa orang jatuh sakit, dan tentang apa yang harus dilakukan untuk menghindari
penyakit itu. Apabila penduduk percaya bahwa penyakit terjadi karena dikirim oleh dewa-dewa atau
leluhur yang marah untuk menghukum suatu dosa, maka prosedur untuk melakukan upaya preventifnya
adalah dengan pengakuan dosa.
Contoh nyata dalam masyarakat di beberapa daerah, yaitu penyakit kejang-kejang di mana masyarakat
pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi
disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya
adalah dengan dengan pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi
jaring.
Contoh lain adalah penyakit campak yang dalam asumsi masyarakat mengatakan bahwa Penyebabnya
adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di
Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak dengan asam kawak, meminumkan madu dan
jeruk nipis atau memberikan daun suwuk.
Walaupun banyak praktik-praktik “pencegahan” ala pribumi tidak lebih dari mitos atau tahayul, namun
beberapa tindakan memberikan hasil, walaupun tidak untuk alasan yang diasumsikan. Namun hal
demikian juga termasuk dalam upaya preventif di mana tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah
sakit.
a) Sistem teori penyakit memberikan rasional bagi pengobatan maksudnya setiap penyakit memiliki
upaya pengobatan demi kesembuhan si pasien.
b) Sistem teori penyakit menjelaskan “mengapa”. Sistem teori penyakit tidak hanya mendiagnosis
sebab penyakit dan memberikan pengobatan yang logis untuk penyembuhan, tetapi juga menjelaskan
mengapa penyakit tersebut dapat menyerang seseorang dengan menjelaskan tentang apa yang telah
mengganggu hubungan sosial si pasien atau apakah adanya gangguan keseimbangan alam yang terjadi
pada pasien. Hal ini guna memuaskan kebutuhan dasar manusia untuk mengetahui penyebab penyakit-
nya agar dapat melakukan upaya-upaya agar penyakitnya tidak kembali.
c) Sistem-sistem teori penyakit berperan dalam memberi sanksi dan dorongan norma-norma
budaya sosial dan moral. Hal ini menyatakan bahwa penyakit disebabkan oleh dosa, pelanggaran tabu,
dan bentuk-bentuk lain dari kesalahan tindakan. Dalam hal ini penyakit dilihat sebagai ganjaran bagi
tingkah laku yang tidak baik atau tidak disukai. Hal itu merupakan akibat dari tingkah laku yang
menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku dalam hubungan antar pribadi, baik sesama manusia
atau antara manusia dengan makhluk lain yang bukan manusia.
d) Sistem teori penyakit juga berperan dalam dorongan norma-norma budaya sosial dan moral.
Psikiater John Cawte menyatakan dalam sanksi atas ketidak sepakatan sosial di kalangan penduduk asli
Australia, di mana timbale balik antara dominasi-submissi digunakan oleh para dukun pribumi sebagai
suatu dorongan menuju kesepakatan sosial. Dukun mengatakan: sesuaikan diri atau kamu akan menjadi
sakit, ia memaksakan para pembangkang pada tindakan yang kompromistis supaya kelompok
kekerabatan tersebut dapat hidup bersama secara lebih baik.
f) Sistem teori penyakit dapat mengatasi agresi.Dalam masyarakat luas yang terbuka, jumlah
tertentu dari sifat-sifat agresif yang terbuka dapat diserap tanpa mengancam masyarakat. Namun dalam
masyarakat kecil yang tertutup, agresi terbuka merupakan ancaman yang tak dapat diterima bagi
kelangsungan hidup masyarakat tersebut.
g) Peran nasionalistik pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional suatu negara berperan dalam
pengembangan kebangsaan nasional, hal ini dikarenakan pengobatan tradisional mencerminkan
tingkatan kebudayaan suatu negara di masa silam. Misalnya, kebangsaan Cina termasuk salah satu
kebudayaan yang maju, hal ini ditandai dengan teknik-teknik pengobatan Cina yang telah dikenal dan
digunakan lama sebelum pengobatan itu muncul di Barat . Salah satu contoh peran nasionalistik
pengobatan tradisional di Indonesia adalah jamu yang merupakan khas milik Indonesia. (Huard dan
Wong 1968).
Sekalipun pelayanan kesehatan moderen telah berkembang di Indonesia, namun jumlah masyarakat
yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001
ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7%
menggunakanobat tradisional serta sekitar 9,8% menggunakan cara pengobatan. Adapun yang
dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan atau perawatan yang
diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal,
mengacu kepada pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun,
atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun yang berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan
sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional masih tinggi di Indonesia.
Beberapa diantaranya yang dipandang penting adalah:
2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya masyarakat menguntungkan
pengobatan tradisional.
4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi beberapa penyakit tertentu.
5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan (obat) yang berasal dari alam
(back to nature).
Pengobatan alternatif adalah cara pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain di
luar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan yang diperoleh secara turun-temurun atau berguru melalui pendidikan,
baik asli maupun dari luar Indonesia. Pengobatan alternatif bisa dilakukan dengan menggunakan obat-
obat tradisional, yaitu bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan
sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan alternatif merupakan bentuk pelayanan pengobatan
yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran
moderen (pelayanan kedoteran standar) dan digunakan sebagai alternatif atau pelengkap pengobatan
kedokteran moderen tersebut. Berbagai istilah telah digunakan untuk cara pengobatan yang
berkembang di tengah masyarakat. WHO (1974) menyebut sebagai “traditional medicine” atau
pengobatan tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai “traditional healding”. Adapula yang
menyebutkan “alternatif medicine”. Ada juga yang menyebutkan dengan folk medicine, ethno medicine,
indigenous medicine (Agoes, 1992;59).
Dalam sehari-hari kita menyebutnya “pengobatan dukun”. Untuk memudahkan penyebutan maka
dalam hal ini lebih baik digunakan istilah pengobatan alternatif, karena dengan istilah ini apat ditarik
garis tegas perbedaan antara pengobatan moderen dengan pengobatan di luarnya dan juga dapat
merangkum sistem-sistem pengobatan oriental (timur) seperti pengobatan tradisional atau sistem
penyembuhan yang berakar dari budaya turun temurun yang khas satu etnis (etno medicine).
Pengobatan alternatif sendiri mencakup seluruh pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif
adalah pengobatan tradisional yang telah diakui oleh pemerintah. Pengobatan yang banyak dijumpai
adalah pengobatan alternatif yang berlatar belakang akar budaya tradisi suku bangsa maupun agama.
Pengobat (curer) ataupun penyembuh (healer) dari jasa pengobatan maupun penyembuhan tersebut
sering disebut tabib atau dukun. Pengobatan maupun diagnosa yang dilakukan tabib atau dukun
tersebut selalu identik dengan campur tangan kekuatan gaib ataupun yang memadukan antara kekuata
rasio dan batin. Salah satu ciri pengobatan alternatif adalah penggunaan doa ataupun bacaan-bacaan.
Doa atau bacaan dapat menjadi unsur penyembuh utama ketika dijadikan terapi tunggal dalam
penyembuhan. Selain doa ada juga ciri yang lain yaitu adanya pantangan-pantangan. Pantangan berarti
suatu aturan-aturan yang harus dijalankan oleh pasien. Pantangan-pantangan tersebut harus dipatuhi
demi kelancaran proses pengobatan, agar penyembuhan dapat selesai dengan cepat. Dimana
pantangan-pantangan tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Seperti misalnya penyakit
patah tulang maupun terkilir, biasanya dilarang unutk mengkonsumsi minum es dan kacang-kacangan.
Makanan-makanan tersebut menurutnya dapat mengganggu aliran syaraf-syaraf yang akan
disembuhkan.
Sistem medis tradisional merupakan metode pengobatan yang menggunakan pendekatan diluar medis,
yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran modern. Dalam pengobatan tradisional,
segala metode dimungkinkan, dari penggunaan obat-obat tradiosional seperti jamu-jamuan, rempah,
yang sudah dikenal seperti jahe, kunyit dan sebagainya. Pendekatan lain seperti menggunakan energi
tertentu yang mampu mempercepat proses penyembuhan. Pada mulanya kalangan kedokteran bersikap
sangat sinis dan menganggap pengobatan tradisional tidak bisa dipertanggung jawabkan karena tidak
didukung riset medis yang memadai. Tetapi semakin banyaknya fakta-fakta keberhasilan membuat
mereka tergoda untuk melakukan riset. Dan pada akhirnya semakin lama semakin banyak teknik
pengobatan tradisional yang diakui, bahkan digunakan para dokter sebagai terapi komplementer untuk
mendapatkan tingkat kesembuhan yang lebih baik. Menurut Agoes (1992:61) pengobatan tradisional
dikelompokkan menjadi 4 (empat) jenis yaitu :
1. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat, yaitu pengobatan tradisional dengan menggunakan
ramuan asli Indonesia, pengobatan tradisional dengan ramuan obat Cina, pengobatan dengan ramuan
obat India.
4. Pengobatan tradisional yang telah mendapatkan pengarahan dan pengaturan pemerintah yaitu,
seperti dukun beranak, tukang gigi tradisional.
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari ilmu mengenai manusia yang mempelajari aspek-aspek
biologi dan kebudayaan manusia (termasuk sejarahnya) dari titik tolak pandangan untuk memahami
kedokteran (medical), sejarah kedokteran (medico-historical), hukum kedokteran (medico-legal), aspek
sosial kedokteran (medico-social) dan masalah-masalah kesehatan manusia.(Hasan dan Prasad (1959).
fesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan
kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah seseder-hana itu, sehat harus dilihat dari berbagai
aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya
berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit.
Masyarakat dan pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan
Personalistik.
Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan
(salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas
dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional
(Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan
dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi
seseorang berarti suatu keadaan yang normal,wajar, nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan,
bahkan dirasakan sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari seperti halnya orang yang sehat. ( Departemen Kesehatan RI. 1997.hal. 4).
Penyebab bersifat personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi
suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau
makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai
pengenalan kusta dan cara perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya
istilah kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer), merupakan ungkapan
yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalam waktu yang lama di tengah-tengah
masyarakat tersebut. (Ngatimin, HM.Rusli, 1992).
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa daerah di Indonesia
mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami
serangkaian gangguan fisik yang menim-bulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan
tingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan.Orang dewasa dianggap sakit jika lesu,tidak
dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-
obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk
penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya
penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.
Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia.
Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik di zaman
primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari
segi biologis penyakit merupakan kelainan berbagai organ tubuh manusia, sedangkan dari segi kemasya-
rakatan keadaan sakit dianggap sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif.
Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkung-an manusia,
tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor
emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem
manusia dan adat kebiasaan manusia atau kebudayaan. (Loedin AA. ,1989).
Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan ber-gantung jenis penyakit. Secara umum konsepsi
ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Para ahli
antropologi kesehatan yang dari definisinya dapat disebutkan berorientasi ke ekologi, menaruh
perhatian pada hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam-nya, tingkah laku penyakit-
nya dan cara-cara tingkah laku penyakitnya mempengaruhi evolusi kebudayaannya melalui proses
umpan balik (Foster, Anderson, 1978).
Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan oleh para antropolog seperti perilaku sehat
(health behavior), perilaku sakit (illness behavior) perbedaan antara illness dan disease, model
penjelasan penyakit (explanatory model), perandan karir seorang yang sakit (sick role), interaksi dokter-
perawat, dokter-pasien, perawat-pasien, penyakit dilihat dari sudut pasien, membuka mata para dokter
bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern tidak lagi dapat dianggap kebenaran absolut dalam proses
penyembuhan (Rudi Salan, 1994).
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit
agar memperoleh kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan
kebersihan diri, penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi. (Solita Sarwono, 1993).
Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya sehat meskipun secara medis belum
tentu mereka betul-betul sehat. Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit maka perilaku sakit
dan perilaku sehat pun subyektif sifatnya. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit ini sangatlah
dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas
kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kreteria medis yang obyektif berdasarkan gejala
yang tampak guna mendiagnosis kondisi fisik individu.
Persepsi masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut.
Persepsi kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada
dimasyarakat; dapat turun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang
luas.
Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari penuturan sederhana dan mudah
secara turun-temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah, makhluk gaib, roh-roh jahat, udara
busuk, tanaman berbisa, binatang,dan sebagainya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem medis adalah pola-pola dari pranata sosial dan tradisi-tradisi yang menyangkut perilaku
yang disengaja untuk meningkatkan kesehatan, meskipun hasil dari tingkah laku khusus tersebut
belum tentu menghasilkan kesehatan yang baik. Terdapat suatu struktur universal yang mendasari
semua sistem medis untuk memudahkan kita dalam pemahaman dan studi yang sifatnya berhubungan
dengan peranan dan kewajiban-kewajiban antara pasien dan penyembuh atau bisa dikatan sebagai
tenaga kesehatan.
Didalam sistem medis pengobatan tradisional masih digunakan karena model pengobatan tradisional ini
dianggap suatu pengobatan yang diperoleh secara turun temurun, atau berguru melalui pendidikan,
baik asli maupun yang berasal dari luar indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam
masyarakat.
3.2 Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan yang sudah mengikuti perkembangan zaman yang semakin modern
sebaiknya harus bisa mensiasati lebih baik lagi bagaimana sistem medis menyembuhkan pasien yang
lebih rasional dan bisa dibuktikan dengan nyata, tanpa mengganggap penyakit yang belum bisa
didiagnosa oleh tenaga kesehatan harus mengunakan ilmu yang masyarakat umum menyebutnya “Black
Magic”.
Sebagai tenaga kesehatan kita boleh menerapkan sistem pengobatan yang tradisional asalkan itu yang
bisa di anggap nyata dan bisa diuji untuk benar-benar bisa menyembuhkan penyakit misalnya
menerapkan pengobatan tradisional dengan memanfaatkan kekayaan alam yang tersedia. Bukan
menggunakan ilmu-ilmu yang tidak bisa dirasionalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography
AA, L. (1989). Lumenta.B. Penyakit, Citra Alam dan Budaya. Tinjauan Fenomena Sosial. Kanisius.
Ngatimin, R. (1992). Dari Nilai Budaya Bugis di Sulawesi Selatan. Apakah Kusta atau ditakuti dibenci ?
Ujung Pandang: Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanudin.
Sarwono, S. (1993). Sosiologi Kesehatan: Beserta Konsep Beserta Aplikasinya. Gajah Mada University.
Walukow, A. (2004). Dari Pendidikan Kesehatan ke Promosi Kesehatan VI (XVIII). Konsep Sehat, Sakit dan
Penyakit , 4.