Anda di halaman 1dari 15

SISTEM ETNOMEDIS MEDIA RASIONAL EMPIRIS SISTEM MEDIS

KEAGAMAAN MULTICULTULAR DALAM LAYANAN KESEHATAN

DI SUSUN OLEH:

Silvie Natalia (01903020) Devi Permata Sari I.N Sau (01903029)


Dewi Annisa (01903021) NurFatimah (01903030)
Mega Wulandari (01903022) Musrifa Nikmat Ali (01903031)
Sri Hartina L. Madusila (01903023) Nur Magfirah (01903032)
Juniar Maulina kahharudin (01903024) macica 01903033)
Sitinur Hildawati (01903025) Hasmiati Mahu (0193034)
Nadiah (01903026) Ikrima Ulfatima (01903035)
Tiara Annisa (01903027) Fitriah (01903067)
Rizki Amalia Amirat (01903073)

STIKES AMANAH MAKASSAR

DIII KEPERAWATAN GIGI

TAHUN 2021/2022

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penyusun mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa
sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah dengan judul “SISTEM ETNOMEDIS MEDIA RASIONAL EMPIRIS
SISTEM MEDIS KEAGAMAAN MULTICULTULAR DALAM LAYANAN KESEHATAN”

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat Assalamualaikum warahmatullahi


wabarakatu

Makassar,27 Desember 2020

Penyusun

kelompok II
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................... I

KATA PENGANTAR ……………..............................……… II

DAFTAR ISI ........................................................................... III

BAB I PEDAHULUAN ............................................................ IV

A. Latar Belakang ....................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ..................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................... VI

A. Sistem Medis ........................................................ 6

B. Sistem Etnomedis ................................................. 6

C. Sistem Medis Rasional-Emiris ........................... 7

D. Sistem medis Keagamaan ................................. 9

E. Multikultularisme Layanan Kesehatan ........... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................ 10

B. Saran ........................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kesehatan merupakan sebuah hubungan keterkaitan antara unsur unsur didalam
dunia medis. Sistem ini lah yang menggerakkan seluruh aktivitas medis di masyarakat. Menurut
umar fahmi Sistem adalah tatanan yang menggambarkan adanya rangkaian berbagaikomponen
yang memiliki hubungan serta tujuan bersama secara serasi, terkoordinasi yang bekerja atau
berjalan dalam jangka waktu tertentu danterencana.
Sistem medis dapat muncul dari budaya yang di anut, keagamaan, maupun dari rasional
yang merupakan ciri pengobatan modern. Sistem medis berdasar nilai nilai budaya sering di
sebut etnomedis, Sistem medis budaya atau etnomedis yaitu Konsep etnomedis merujuk pada
model pengobatan yang banyak digunakan oleh sebuah komunitas atau masyarakat tertentu.
Seiring dengan pemahaman ini, maka penyakit merupakan persepsi budaya individu sesuai
dengan anutan budaya komunitasnya. Oleh karena itu secara sederhana penyakit dapat dimaknai
sebagai gangguan hidup. Adapun sumber penyakitnya bisa berasal dari salah makan, salah
perilaku dan atau gangguan dari makhluk supranatural. Sistem medis berdasar budaya dipelajari
atau di pahami secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Selain sistem medis tradisional atau etnomedis, kita juga mengenal sistem medis
keagamaan, berbeda dengan sistem medis budaya yang berdasarkan keyakinan turun temurun
dan berdasar nilai nilai yang di bangun di masyarakat. sistem medis keagamaan berdasar pada
kitab suci atau wahyu ilahiah. Tetapi ada juga sistem medis yang bersumber dari agama yang
bukan agama revelation (ilmu wahyu) disebut dengan istilah religio-medicine.
Seiring berjalannya waktu religio medicine dan etnomedis semakin tergantikan oleh sistem
medis modern yang dibentuk berdasar eksperimen,pengajaran, dan hasil pemikiran rasional
manusia dalam memahami konsep sehat,sakit, upaya penyembuhan, dan pencegahannya.
Berdasarkan pemikiran ini, dapat disebutkan bahwa dalam sistem medis, sakit dan sumber
penyakit itu adalah sesuatu hal yang masuk akal (rasional) dan empiris. Cara pengujian dan
pemecahan masalahnya dilakukan secara ilmiah, sesuai dengan metode ilmia dan dapat diuji
secara berulang. Sistem medis rasional ini identik dengan istilah sistem medis modern yang
paling mutakhir dan dapat dipertanggung jawabkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan sistem medis etnomedis?
2. Apa yang di maksud dengan sistem medis rasional empiris ?
3. Apa yang di maksud dengan sistem medis keagamaan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai sistem medis etnomedis.
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai sistem medis rasional empiris.
3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai dengan sistem medis keagamaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Medis
Dalam ilmu sosial sudah banyak yang berusaha untuk menjelaskan istilah sistem. Salah
satunya dikemakaan oleh Tatang M. Amirin (1984) yaitu sistem berasal dari Bahasa Yunani
systema yang mengandung makna a. suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian dan b
hubungan yang berlangsung antara satuan-satuan atau komponen secara teratur.
Sementara menurut Djekky R. Djhot, (2002) Sistem adalah agresi atau pengelompokan obyek-
obyek yang dipersatukanoleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung,
sekelompok unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau seni
sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan berfungsi, beroperasi atau bergerak
dalam satu kesatuan.
Merujuk pemahaman mengenai sistem tersebut maka dapat dikatakan bahwa sistem medis
yaitu sejumlah bagian yang saling berkaitan secara mutual dan sistematis dalam memberikan
layanan kesehatan, yang disusun dalam bentuk rancangan kerja mulai dari perencanaan, metode,
alat, atau tata cara dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
Untuk menjelaskan mengenai sistem medis ini digunakan tiga alat ukur dalam merinci
perbedaannya yaitu aspek ontologis (khususnya dilihat dari pengertian penyakit), apek
epistemologois (khususnya dilihat dari aspek teknik mendapat ilmu medis), dan aspek aksiologis
(khususnya peran sistem medis dalam kehidupan) (Sudarma, Momon. 2008 :104).

B. Sistem Etnomedis
Praktik kesehatan, bukanlah hal yang baru. Manusia purba pun sudah melakukan tindakan
atau praktik kesehatan. Jacob mengatakan bahwa pada Australophitecus terdapat tanda-tanda
bekas trauma fisik. Homo Sapiensditengarai ada yang menderita gigi berlubang. Penyakit kusta
ditemukan pada mumi di Mesir dan Nubia. Orang tua yang sakit di zaman purba pun suka
dirawat oleh kaumnya (T. Jacob, 1996).
Sistem pertama yang akan dikaji yaitu sistem medis yang bersumber pada pengetahuan
budaya. Konsep yang digunakan dalam wacana ini yaitu sistem medis budaya atau etnomedis.
Bagi kalangan ilmuan sosial etnomedis diposisikan sebagai subsistem dari antropologi
kesehatan. Menurut Huges (Nikles 2008) ethnomedicine is beliefs and practice relating to
disease which arev the product of indigenous cultural development and are not explity derived
from the copceptual framework of modern medicine.
Pandangan senada juga dikemukakan Kathleen Ryan(2007) yaitu ethnomedicine refers to
the study of traditional medical practice. It can encompasss methods of diagnosis and treatment.
In some cases it is associated with professional medicine men and women, in others with lay
person who have acquired knowledge from parents or relatives.
Dengan kata lain konsep etnomedis inimerujuk pada model pengobatan yang banyak
digunakan oleh sebuah komunitas atau masyarakat tertentu. Seiring dengan pemahamn ini, maka
penyakit merupakan satu bentuk persepsi budaya individu sesuai dengan anutan budaya
komunitasnya. Oleh karena itu secara sederhananya penyakit bisa dimaknai sebagai gangguan
hidup. Adapun sumber penyakitnya bisa berasal dari salah makan, salah perilaku dan atau
gangguan dari makhluk supranatural.
Anderson dan Foster menyebut fenomena ini dengan istilah sistem medis yang
berlandaskan pada teori personalitik. Artinya penyakit atau kehadiran penyakit pada diri individu
disebabkan karena ada faktor oknum di luar fisik yang mengganngu individu tersebut. Guna-
guna atau sihir merupakan salah satu bentuk-bentuk tradisional yang dilandaskan padapola pikir
personalitik.
Lebih jelasnya Anderson dan foster (1986) berpendapat bahwa konsep penyakit (disease)
pada masyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakan mengenai
etnomedis bahwa konsep penyakit masyarakat non-Barat dibagi atas duakategori umum yaitu :
1. Personalitik, munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervesi dari suatu agen yang
aktif yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang
bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang
sihir, tukang tenung).
2. Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah yang sistematik dan bukan
pribadi. Naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan sehat terjadi karena
unsur-unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam
keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan
lingkungan sosialnya apabila keseimbangan terganggu maka hasilnya adalah penyakit.
Sementara ilmu yang dimiliki oleh seorang ahli pengobatan (sebutan untuk tokoh
masyarakat ini ada yang disebut dukun, tabib, sanro, sense, atau istilah lainnya yang semakna)
merupakan bagian dari sistem nilai budaya yang dimilikinya. Mereka menganggap “dokter”
tradisinonal itu diposisikan sebagai dewa yang mampu menyembuhkan orang sakit. Penilaian
yang tinggi ini menyebabkan posisi penyembuh tradisional menempati status sosial yang tinggi
di masyarakat.

Kehadiran sakit atau penyakit di lingkungan masyarakat tradisional selain disebabkan


karena adanya kesalahan perilaku dirinyadalam bertingkah juga disebabkan karena adanya
perbuatan yang melanggar aturan kosmologis. Oleh karena itu penyakit dianggapnya sebagai
sebuah hukuman atau teguran dari dewa kepada para pelaku pelanggar aturan dewa. Dengan kata
lain sakit dan penyakit merupakan satu bentuk kontrol sosial dari sistem nilai budaya yang
diyakininya kepadamasyarakat yang menganutnya.

Yang termasuk sistem medis etnomedis yaitu sitem pengobatan China (akupuntur, refleksi)
dan sistem pengobatan Yunani (patologi humoral).

C. Sistem Medis Rasional-Emiris


Jean Francois Sobiecki menjelaskan bahwa asal-usul sistem medis Barat adalah
dikembangkan dari model Cartesian yang bersifat dualisme yaitu manusia sebagai makhluk yang
terdiri atas mind (body), spirit (matter) dan real (unreal) pada perkembangan selanjutnya
pendekatan biomedis Barat ini berkembang sesuai dengan hasil penelitian dan data-data empiris.
Sistem medis ini dapat disebut sebagai satu sistem medis di dunia Barat yang
menyandarkan pada tradisi pemikiran Yunani. Ciri utama dari sistem medis ini adalah
penggunakan pola pikir rasional-empiris sebagai landasan pengembangan sistem medis.
Dengankesadaran seperti itu maka yang disebut penyakit menurut Daldiyono (2007) adalah suatu
keadaan atau kondisi tubuh dimana terdapat kerusakan organ tubuh. Karena ada kerusakan,
dengan sendiri timbul rasa sakit. Rasa sakit akibat kerusakan organ disebut gejala penyakit
sedangkan adanya kerusakan organ yang biasanya perlu dideteksi (ditemukan) oleh dokter
disebut tanda penyakit.
Sedangkan teori timbulnya penyakit menurut pandangan Daldiyono cukup bervariasi yaitu :
1. Penyakit timbul karena ada bakteri dan lazim disebut infeksi.
2. Penyakit muncul karena ada pengaruh perubahan cuaca.
3. Penyakit timbul karena faktor yang ada dalam tubuh manusia misalnya hipertensi atau
diabetes melitus.
4. Penyakit dapat muncul karena ada tiga faktor penyebab sebelumnya bertemu dalam satu
kondisi yang disebut trias epidemologi yaitu lingkungan, manusia dan faktor luar.
Berdasarkan pemikiran ini dapat disebutkan bahwa dalam sistem medis, sakit dan sumber
penyakit itu adalah sesuatu hal yang masuk akal (rasional) dan emiris.Cara pengujian dan
pemecahan masalahnya dilakukan secara ilmiah sesuai dengan metode ilmiah dan dapat diuji
secara berulang.
Upaya untuk mendapat ilmu sistem medis rasional dan empiris ini lebih bersifat terbuka.
Semua orang dapat belajar, sepanjang bisa menggunakan akal dan pikirannya serta usaha
ilmiahnya. Peran dokter dan para medis sangat dihargai terkait mengenai pengetahuan ilmiah
sistem medis ini.
Dalam kalangan ilmuan ada yang memposisikan pengobatan sebagai seni dan ilmu.
pengobatan ini mencakup teknologi pencegahan kehamilan, kelahiran, diagnosis, dan akhirnya
memberikan perlakuan (treatment) baik yang bersifat kuratif maupun paliatif (merededakan).

D. Sistem Medis Keagaman


Sistem medis ini berasal dari ajaran agama yang bersumber dari kitab suci(prophetic-
medicine). Tapi ada juga sistem medis yang bersumber dari agama yang bukan agama revelation
(ilmu wahyu) yang disebut dengan istilah religio medicine.
Salah satu contoh religio medicine berkembang di negeri Hindustan. Yang berpangkal
pada Ajurveda dan Samkya Darsana. Menurut falsafah ini penyebab penyakit dibagi menjadi tiga
yaitu :
1. Adyatmika, penyebab yang intrinsik atau berasal dari tubuh dan pikiran si penderita
sendiri.
2. Adhibhantika, penyakit ekstrinsik atau berasal dari luar tubuh seperti kecelakaan atau
digigit ular.
3. Adhidarvika, penyakit yang berasal dari kekuatan supernatural misalnya, pengaruh
atmosfer, planet, dan lain-lain.
Islam adalah salah satu sistem medis yang termasuk ke dalam kategori sistem medis
profetik. Dan sistem medis ini berbeda dengan sistem medis budaya maupun sistem medis
rasional-empiris karena bukan lahir dari sebuah hasil pemikiran manusia secara murni. Sistem
medis ini bersifat supranatural sehinggakonstruksi ilmu kesehatannya cenderung merupakan
bagian dari upayadeduksi pengetahuan keagamaan kedalampengetahuan empiris.
Dengan demikian yang dimaksud dengan sistem medis islam adalah sistem medis yang
dikonseptualisasikan dan dikembangkan oleh orang islam dari berbagai ras, etnis, dan iklim,
selama lebih dari satu millennium sejak kelahiran komunitas islam yang pertama hingga
sekarang.

E. Multikulturalisme Layanan Kesehatan


Layanan kesehatan. Sampai saat ini, lebih mencerminkan adanya perlapisan sosial.
Dibandingkan dengan adanya penentuan terhadap Multikulturalisme Layanan sosial. Gejala
demikian bukan hanya dalam skala makro pengobatan. melainkan dalam konteks Internal
layanan pengobatan itu sendiri.
Dalam analim Whitney dan Sugler (2002;2-12). hubungan antara dokter-perawat.
cenderung mengambil posisi top-down. Dokter diposisikan atau memposisikan diri “lebih”
dibandingkan dengan posisi social atau kewenangan perawat. Dari struktur seperti ini.
memunculkan adanya proses social yang variatif. Satu sisi. perawat menjadi subordinat. dm pada
sisi yang lain. dapat meiahirkan adanya konflik antaara dokter dan perawat
Sementara di tingkat makro. stratifikasi layanan pengobatan itu teriadi karena adanya
interpretasi mengenai status lembaga layanan pengobatan. Dalam temuan penelitian yang
dilakukan oleh penulis. konsep alternatif dan konsep tradisional menyebabkan Adanya peyorasi
(pelemahan) status sosial dari makna pranata kesehatan tersebut dihadapan pranata kesehatan
modem. Sebagian anggota masyarakat menganggap bahwa model pengobatan alternatif atau
pengobatan tradisional merupakan kelas "kedua“ dibandingkan dengan pengobatan modern.
Standar teknologi, keilmiahan dan kapabilitas pelaku pengobatan, menjadi salah satu
variabel untuk mengukur kelas sosial dari pranata pcagobatan “itu sendiri. Misalnya seorang
dokter yang hanya berpendidikan sarjana diposisikan sebagai kelas social yang lebih unggul
dibandingkan perawat yang hanya berpendidikan diploma. Seorang tabib yang mendapatkan
kemampuan pengobatan secara otodidak diposisikan sebagai kelas kedua dihadapan dokter yaqg
memiliki kemampuan pengobatan dari lembaga pendidikan. Dengan argumentasi tersebut,
pengaman alternatif diinterpretasikan oleh sebagian masyarakat Bandung sebagai kelas II
dihadapan pengobatan modern.
Di era dominasi ekonomi, status ekonomi ternyata memberikan status sosial masyarakat itu
sendiri. Anggota masyarakat yang berkemampuan secara ekonomi, bukan saja berobat ke rumah
sakit atau dokter. tetapi Juga ke rumah sakit dan dokter di luar negeri. Gejala seperti ini seolah-
olah menjadi suatun legitimasi kolektif dari masyarakat terhadap status sosial pranata
pengobatan modern sebagai satu model pengobatan modern. Sementara itu. bagi mereka yang
tidak berkemampuan untuk berobatr ke luar negeri atau ke rumah sakit (dokter) diposisikan
sebagai kelas II. Kesadaran seperti ini seolah olah menjadi sebuah kesadaran kolektif di
masyarakat yang dldominasi oleh pemikiran kapitalis.
Dalam penelitian yang dilakukan tahun 2007 terkait fenomena pemanfaatan pengobatan
alternatif di kota Bandung menunjukkan Informasi bahwa ada pergeseran sosial yang menarik di
lingkungan masyarakat kota Bandung. merujuk informasi yang dikumpulkan. penulis
mengindikasikan beberapa gejala pergeseran nilai di lingkungan masyarakat kota Bandung.
Pertama, diversifikasi kewenangan. otoritas pengobatan. kini tidak hanya ada di
lingkungan pengobatan modern. Rumah sakit. dokter, dan perawat bukanlah pemegang otoritas
pelaku atau sarana pengobatan bagi mayarakat Pranata pengobatan alternatif. dalam batasan
tertentu. telah memiliki kemampuan untuk mengambil sebagian kewenangan dari sarana
pengobatan yang ada.
Kedua, adanya pengembangan reproduksi makna dan pranata pengobatan. Masyarakat kota
Bandung memproduksi makna tabib. pengobatan alternatif. dan tradisi dalam makna yang baru.
Sehingga, bagi masyarakat kota Bandung, layanan kesehatan tidak harus ke dokter di rumah
sakit. melainkan dapat pula dilakukan di luar Instansi tersebut. Sebutan tabib atau mungkin juga
dukun. bagi sebagian anggota masyarakat. tidak menjadi satu alasan untuk tidak berobat.
Sebagian informan dan sebagian pelaku pengobatan mengatakan bahwa "istilah" itu tidak
menjadi bahan pikirannya. melainkan makna dibalik istilah Itu. hann dimaknai berbeda. Artinya,
seorang tabib yang dapat menyembuhkan penyakit. Dalam konteks itu “mestinya” berhak pula
disebut sebagai seorang dokter. terlebih lagi ada pelaku pengobatan tradisional yang sudah
diakui oleh WHO (kasus ATFG).
Dengan pemikiran seperti ini. dapat dikemukakan bahwa masyarakat kota Bandung. telah
mereproduksi konsep dan pranata kesehatan menjadi sesuatu hal yang positif dan adaptif dengan
konteks perkembangan zaman. Dalam pandangan Giddens. reproduksi social terjadi karena ada
struktur dan praktik sosial yang dilakukan oleh individu atau masyarakat (Priyono. 2003;27).
Oleh karena itu, munculnya pranata kesehatan tradisional, bukanlah hanya karena tekanan
struktur. Tetapi juga karena ada praktik sosial masyarakat dalam merespons produk social itu
sendiri.
Lebih jauh lagi. masyarakat kota Bandung telah melakukan sebuah dekonstruksi makna
terhadap berbagai konsep produk sosial masyarakat generasi sebelumnya. Konsep dukun, rumah
sakit, dokter, dan tabib telah menjadi salah salu objek dari perubahan sosial. Konsep-konsep
tersebut, kini menjadi shell institution, yang mengalami peruluhan makna dan muncul dengan
makna hasil mereproduksi masyarakat kota Bandung saat ini.
Implikasi selanjutnya. dari adanya dekonstruksi makna tersebut. maka shell institution
yang ada pada dasarnya sudah tidak berfungsi efektif di masyarakat. Pranata kesehatan yang
konvensional, dokter sebagai dokter atau tabib sebagai tabib, hanyalah meniadi saiah satu bagian
aktor kesehatan Yang mnjadi objek perubahan social.
Refleksi kolektif dari masyaraka! kota Bandung. sebagaimana lnformasi yang
terkumpulkan. memandang bahwa, ada kebutuhan untuk melegalitaskan praktik pengobatan
yang ada sebagai salah satu fungsi pranata sosial dalam memenuhi kebutuhan manusia.
Kebutuhan yang diiandasi oleh kenyataan sosial bahwa pranata sosial tersebut telah tumbuh di
lingkungan masyarakat kota Bandung. dan telah mampu menunjukkan adanya beberapa fungsi
yang dapat dikembangkannya.
Secara umum. informan penelitian di masyamkat kota Bandung Ini memiliki kebutuhan
adanya satu pengakuan terhadap variasi pranata pengobatan. diversifikasi pranata pengobatan
perlu dilembagakan menjadi satu kesadaran kolektif masyarakat kota Bandung masa kini.
Uji coba pemantauan pengobatan tradisional (herbal maupun terapi) secara evolusi pada
mulanya hanya digunakan oleh perorangan. Kemudian berkembangkan oleh anggota keluarga.
Tetangga, atau kenalan. Dengan berkembangnya kepercayaan masyarakat terhadap fungsi atau
kemanfaatan pengobatan tradisional Ini menyebabkan adanya atau kepercayaan kolektif
masyarakat terhadap pengobatan traditional.
Proses transformasi dari kepercayaan individual menjadi kepercayaan kolektif terhadap
pengobatan tradisional ini menjadi satu gejala adanya - istilah Giddem - refleksi kolektif
(collection reflexity) masyarakat terhadap status social pengobatan tradisional dalam kehidupan
masyarakat kota Bandung.
Dengan demikian, Informal di masyarakat kota Bandung ini mengindikasikan adanya saru
kebutuhan untuk malakukan multikulturalitas lembaga pengobatan. Pada sisi yang lain. pelaku
pengobatan tradisional berharap adanya satu model kolaborasi antara layanan pengobatan.
Bahkan. di areal penelitian yang dilakukan ini terdapat seorang praktis pengobatan modern yang
membuka pengobatan alternatif (baik herbal maupun terapi).
Argumentasi yang mereka gunakan adalah variasi penyakit yang berkembang di zaman
modern I ini. tidak hanya bisa ditangani oleh sistem layanan kesehatan modern. Pendekatan
terapi, baik spiritual maupun psikologis, menjadi satu kebutuhan yang mendasar. Dengan
pemikiran seperti itu, kebutuhan untuk berkolaborasi antara system pengobatan tradisional
dengan pengobatan modern. Menjadi satu kebutuhan bagi masyarakat modern saat ini. Dengan
kata lain, perlu ada pelayanan pengobatan yang terintegrasi (athar 1998).
Salah satu contoh negara asing yang telah mengeluarkan kebijakan untuk membangun
pendekatan layanan kesehatan terintegrasi, yaitu di negara Chili (alethea Kraster 2003).
Kebijakan ini dikeluarkan karena ternyata pengobatan tradisional tidak hanya terkait dengan
masalah nilai budaya dan agama yang berkembang di masyarakat, tetapi juga karena adanya
peran dan fungsi dalam menjelaskan aspek psikologis atau budaya sakit si sakit. Sementara itu.
sistem pengobatan modem, khususnya dokter, karena memiliki pengetahuan sistematis dalam
mendiagnosis dan memberikan treatment pengobatannya. Oleh karena itu kolaborasi matau
integrasi antara kesadaran budaya, Pengetahuan kesehatan dan teknologi kesehatan modern.
dapat memberikan layanan pengobatan Yang bersifat holistik.
Cermatan Giddens [2001 : 40), terhadap fenomena tradisi dalam kehidupan modern ini
mengatakan bahwa "berakhirnya tradisi tidak berarti bahwa tradisi itu lenyap seperti yang
diinginkan oleh para pemikir pencerahan. Sebaliknya, dalam berbagai versi yang berbeda,
tradisi terus berkembang di mana-mana. Dengan kata lain, pengobatan modern (western
medicinee) merupakan reproduksi dari sistem traditional medicine, sehingga pengobatan modern
menjadi sistem pengobatan yang mendominasi sistem pengobatan di Negara modern ini.
Sementara, dengan kemunculannya pengobatan tradisional dan adanya peran social yang
dikembangkan oleh pengobatan tradaslonal tersebut. Yang menuntun adanya kebutuhan untuk
melakukan kolaborasi antarkeduanya. pada dasarnya merupakan reproduksi masyarakat modern
terhadap tradisi pengobatan modern yang selama ini berlaku.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas terdapat banyak macam-macam sistem medis yang berkembang di
masyarakat. Mulai dari sistem etnomedis, sistem rasional empiris dan sistem keagamaan. Pada
dasarnya masyarakat memiliki sistem pandang tersendiri dalam menentukan dan memakai mana
sistem medis yang akan digunakan pada saat manusia itu sakit. Tergantung perspektif mana yang
dipakai, yang akhirnya dapat menyembuhkan penyakit yang ada di dalam dirinya.
Mungkin di masa mendatang akan terdapat sistem medis lain yang digunakan oleh
manusia. Baik sistem medis baru maupun sistem medis perpaduan antara sistem medis yang
sudah ada sebelumnya. Yang mana nantinya sistem medis itu akan membantu manusia yang
sakit dalam mencari kesembuhan secara lebih baik lagi, baik sehat secara fisik, emosi, sosial,
spiritual, dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta: SalembaMedika.


Daldiyono, 2007. Pasien Pinter dan Dokter Bijak.Jakarta: BIP.
https://www.academia.edu/16625392/SISTEM_MEDIS

Anda mungkin juga menyukai