Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH KEPEMIMPINAN DAN BERPIKIR SISTEM

KESEHATAN MASYARAKAT
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
Dosen Pengampu : Putri Asmita Wigati S.KM., M.Kes.

Disusun Oleh :
Kelompok 5 Kelas 4A

Arnetta Maharani (25000122120020)


Azharia Diva Khairunnisa (25000122120024)
Nur Fitri Gulam (25000122120025)
Annisatul Muniroh (25000122120037)
Hutresia Allya Fadilla (25000122120049)
Faela Natasya (25000122120054)
Chanda Yulia Rahma (25000122120066)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini bertujuan untuk membahas tentang “Sistem Kesehatan Nasional”
yang memiliki peran penting dalam bidang kesehatan. Tujuan penulisan makalah
ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem
Kesehatan Masyarakat di Universitas Diponegoro.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Putri Asmita Wigati,
S.KM., M.Kes. selaku dosen mata kuliah Kepemimpinan dan Berpikir Sistem
Kesehatan Masyarakat. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan dorongan selama proses
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih memiliki kekurangan di berbagai aspek. Oleh karena itu, kami sangat terbuka
untuk menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif bagi
pembaca dan dapat menjadi sumber referensi yang berguna. Terima kasih.

Semarang, 20 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................. 2
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................................ 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Nasional .................................................... 3
2.2 Supra Sistem Sistem Kesehatan Nasional ................................................ 3
2.3 Subsistem Sistem Kesehatan Nasional ..................................................... 3
2.3.1. Upaya Kesehatan ............................................................................ 3
2.3.2. Pembiayaan Kesehatan ................................................................. 13
2.3.3. Sumber Daya Manusia Kesehatan ................................................ 17
2.3.4. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ..................................... 22
2.3.5. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan .......................... 28
2.3.6. Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan .......................... 35
2.3.7. Pemberdayaan Masyarakat ........................................................... 38
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 45
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 45
3.2. Saran ....................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 46

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan termasuk dalam Hak Asasi Manusia dan merupakan faktor
terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan meningkatnya derajat kesehatan
seseorang, dapat meningkat pula aspek-aspek lain di kehidupannya baik secara
sosial maupun ekonomi. Dan adanya Sistem Kesehatan Nasional yaitu pedoman
bagi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam bentuk dan cara
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya
untuk menjamin tercapainya pembangunan kesehatan dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat dalam aspek kesehatan. Maka dari itu negara wajib untuk
berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Tujuan
dasar dari pelayanan kesehatan adalah memberikan layanan kesehatan dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.
Pelayanan kesehatan berarti setiap upaya yang sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan mengobati Penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan,
kelompok maupun masyarakat. Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan
adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak
semata-mata berada di tangan pemerintah, tetapi juga peran serta aktif segenap
anggota masyarakat dan swasta. Agar penyelenggaraan pelayanan kesehatan
berjalan secara teratur, diperlukan sebuah sistem yang dapat mencakup segala
aspek yang dibutuhkan.
Sistem adalah kumpulan dari komponen-komponen yang memiliki
unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya. Sistem Kesehatan adalah suatu
jaringan penyedia pelayanan kesehatan dan orang-orang yang menggunakan
pelayanan tersebut di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang
melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk

1
material. Dalam definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-
sektor lain seperti pertanian dan lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian Sistem Kesehatan Nasional?
2. Apa yang dimaksud dengan supra sistem Sistem Kesehatan Nasional?
3. Apa saja subsistem Sistem Kesehatan Nasional?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan umum dari makalah
ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kepemimpinan dan
Berfikir Sistem Kesehatan Masyarakat” dan memberikan wawasan serta
pengetahuan bagi penyusun maupun pembaca untuk mengetahui materi
pengantar tentang Sistem Kesehatan Nasional.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian Sistem Kesehatan Nasional
2. Untuk mengetahui supra sistem Sistem Kesehatan Nasional
3. Untuk mengetahu apa saja subsistem Sistem Kesehatan Nasional

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Memberikan pemahaman yang mendalam terkait pengertian Sistem
Kesehatan Nasional (SKN), supra sistem SKN, dan subsistem SKN
2. Memberikan wawasan yang mendalam tentang tujuh subsistem Sistem
Kesehatan Nasional
3. Menjadi bahan rujukan atau referensi bagi pembaca maupun penulis lain
yang ingin mendalami topik tentang pengantar Sistem Kesehatan Nasional

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Nasional


Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pedoman bagi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dalam bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya untuk menjamin
tercapainya pembangunan kesehatan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat
dalam aspek kesehatan. Sistem Kesehatan Nasional dilaksanakan dengan
mempertimbangkan determinan sosial (kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat
pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber
daya, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga
kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.

2.2 Supra Sistem Sistem Kesehatan Nasional


Suprasistem adalah sistem yang mempunyai hubungan lebih luas dari
sistem. Jika suatu sistem menjadi bagian dari sistem lain yang lebih besar, maka
sistem yang lebih besar tersebut dikenal dengan sebutan suprasistem.
Suprasistem SKN adalah Sistem Penyelenggaraan Negara. SKN bersama
dengan berbagai subsistem lain, diarahkan untuk mencapai Tujuan Bangsa
Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam
dokumen SKN dikatakan bahwa untuk menjamin keberhasilan pembangunan
kesehatan di daerah perlu dikembangkan Sistem Kesehatan Daerah (SKD)
dalam kaitan ini kedudukan SKN merupakan suprasistem dari SKD. SKD
terdiri dari Sistem Kesehatan Provinsi (SKP) dan Sistem Kesehatan
Kabupaten/Kota (SKK).

2.3 Subsistem Sistem Kesehatan Nasional


2.3.1. Upaya Kesehatan
A. Pengertian

3
Subsistem upaya kesehatan merupakan bentuk dan cara
penyelenggaraan upaya kesehatan yang paripurna, terpadu, dan
berkualitas yang meliputi upaya peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan
(rehabilitatif), yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
B. Tujuan
Tujuan dari subsistem upaya kesehatan yaitu terselenggaranya
upaya kesehatan yang adil, merata, terjangkau, dan bermutu untuk
menjamin pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
C. Unsur
Subsistem upaya kesehatan terdiri dari beberapa unsur sebagai
berikut.
a. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan diutamakan pada upaya-upaya yang
memiliki daya ungkit tinggi dalam pencapaian sasaran
pembangunan kesehatan utamanya penduduk rentan, seperti
ibu, bayi, anak, manusia lanjut usia, dan masyarakat miskin.
Terdapat tiga tingkatan upaya kesehatan, yaitu upaya
kesehatan tingkat pertama atau primer, upaya kesehatan tingkat
kedua atau sekunder, dan upaya kesehatan tingkat ketiga atau
tersier.
Upaya pelayanan kesehatan meliputi peningkatan,
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan, baik pelayanan
kesehatan konvensional maupun tradisional, alternatif dan
komplementer melalui pendidikan dan pelatihan dengan selalu
mengutamakan keamanan, kualitas, dan kebermanfaatan.
Pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer
dilaksanakan secara sinergi dan integrasi dengan pelayanan
kesehatan. Selain itu, juga diarahkan untuk mengembangkan

4
lingkup keilmuan (body of knowledge) supaya sejajar dengan
pelayanan kesehatan.
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan berbagai
pelayanan kesehatan, baik peningkatan, pencegahan,
pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat, termasuk swasta. Fasilitas
pelayanan kesehatan terdiri dari fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan dan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, yang
diselenggarakan oleh Pemerintah (termasuk TNI/POLRI),
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, dan masyarakat
yang sifatnya sesuai dengan kondisi geografis dan kebutuhan
masyarakat.
Fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai tiga
tingkatan yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama atau
primer, pelayanan kesehatan tingkat kedua atau sekunder dan
pelayanan kesehatan tingkat ketiga atau tersier. Ketentuan
persyaratan fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Sumber Daya Upaya Kesehatan
Sumber daya upaya kesehatan terdiri dari sumber daya
manusia kesehatan, fasilitas kesehatan, pembiayaan, sarana
dan prasarana, termasuk sediaan farmasi dan alat kesehatan,
serta manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan yang
memadai guna terselenggaranya upaya kesehatan. Fasilitas
kesehatan menyelenggarakan keseluruhan upaya kesehatan
yang terdiri dari penyelenggaraan upaya kesehatan tidak
langsung yang mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan
langsung.
d. Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan

5
Pelayanan kesehatan harus diberikan berdasarkan
standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
dengan memperhatikan masukan dari pemerintah daerah,
organisasi profesi, dan masyarakat. Pembinaan dan
pengawasan upaya kesehatan dilakukan secara berjenjang
melalui standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, dan
penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah bersama
dengan organisasi profesi dan masyarakat.
D. Prinsip
Prinsip-prinsip subsistem upaya kesehatan antara lain sebagai
berikut.
1. Terpadu, Berkesinambungan, dan Paripurna
Upaya kesehatan bagi masyarakat harus diselenggarakan
secara terpadu, berkesinambungan, dan paripurna mulai dari
upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan hingga
pemulihan, serta rujukan antar tingkatan upaya.
2. Bermutu, Aman, dan Sesuai Kebutuhan
Pelayanan kesehatan bagi masyarakat harus berkualitas atau
bermutu, terjamin keamanannya baik bagi penerima maupun
pemberi upaya, dapat diterima masyarakat, efektif dan sesuai,
serta mampu menghadapi tantangan global dan regional.
3. Adil dan Merata
Pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang memiliki prinsip adil dan merata guna memenuhi
kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di luar
negeri dalam kondisi tertentu.
4. Non Diskriminasi
Setiap penduduk harus mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan medis, bukan status sosial ekonomi
serta tidak membeda-bedakan suku, ras, budaya dan agama,

6
dengan tetap memperhatikan kesetaraan dan pengarusutamaan
gender serta perlindungan anak.
5. Terjangkau
Ketersediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang
bermutu harus terjangkau (affordable) oleh seluruh
masyarakat.
6. Teknologi tepat guna
Upaya kesehatan menggunakan teknologi tepat guna yang
berbasis bukti dan berasaskan pada kesesuaian kebutuhan serta
tidak bertentangan dengan etika dan norma agama.
7. Bekerja dalam Tim Secara Cepat dan Tepat
Upaya kesehatan dilakukan dengan kerjasama tim, melibatkan
semua pihak yang kompeten, serta dilakukan secara cepat
dengan ketepatan atau presisi yang tinggi.
E. Penyelenggaraan
Penyelenggaraan subsistem upaya kesehatan terdiri dari:
1. Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan mencakup kesehatan fisik, mental,
intelegensi dan sosial yang dilaksanakan dalam tingkatan
upaya sesuai dengan kebutuhan medik dan kesehatan. Upaya
kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu upaya kesehatan
tingkat pertama/primer, upaya kesehatan tingkat
kedua/sekunder, dan upaya kesehatan tingkat ketiga/tersier.
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara terpadu,
berkesinambungan, dan paripurna melalui sistem rujukan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan mencakup seluruh
kegiatan pelayanan kesehatan, seperti pelayanan kesehatan
tradisional, alternatif dan komplementer; peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit; penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan; pelayanan kesehatan reproduksi;
pelayanan keluarga berencana; upaya kesehatan sekolah;
upaya kesehatan olahraga; upaya kesehatan lingkungan; upaya

7
kesehatan kerja; dan berbagai upaya kesehatan semua bidang
lainnya.
a. Upaya Kesehatan Primer
Upaya kesehatan primer terdiri dari pelayanan
kesehatan perorangan primer dan pelayanan kesehatan
masyarakat primer. Pelayanan Kesehatan Perorangan
Primer (PKPP) yaitu pelayanan kesehatan dimana di
dalamnya terjadi kontak pertama secara perorangan
sebagai proses awal pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan perorangan primer memberikan penekanan
pada pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa
mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan,
termasuk di dalamnya pelayanan kebugaran dan gaya
hidup sehat (healthy life style).
Pelayanan kesehatan perorangan primer
diselenggarakan oleh tenaga kesehatan yang dibutuhkan
dan mempunyai kompetensi sesuai ketentuan berlaku
yang dapat dilaksanakan di rumah, tempat kerja, maupun
fasilitas pelayanan kesehatan perorangan primer, baik
Puskesmas dan jejaringnya, serta fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya milik pemerintah, masyarakat, maupun
swasta dengan dukungan pelayanan kesehatan perorangan
sekunder dalam sistem rujukan yang timbal balik.
PKPP diselenggarakan berdasarkan kebijakan
pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah
dengan memperhatikan masukan dari pemerintah daerah,
organisasi profesi, dan masyarakat. PKPP dapat
diselenggarakan sebagai pelayanan yang bergerak
(ambulatory) atau menetap, dapat dikaitkan dengan
tempat kerja atau dapat disesuaikan dengan
lingkungan/kondisi tertentu (kesehatan matra, seperti

8
kesehatan haji dan kesehatan pada penanggulangan
bencana).
Pemerintah wajib menyediakan PKPP di seluruh
wilayah NKRI sesuai kebutuhan, terutama bagi
masyarakat miskin, daerah terpencil, perbatasan, pulau-
pulau terluar dan terdepan, serta yang tidak diminati
swasta. Pembiayaan PKPP untuk penduduk miskin
dibiayai oleh pemerintah, sementara golongan ekonomi
lainnya dibiayai dalam sistem pembiayaan yang diatur
oleh pemerintah.
Adapun Pelayanan Kesehatan Masyarakat Primer
(PKMP) yaitu pelayanan peningkatan dan pencegahan
tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Penyelenggaraan PKMP menjadi tanggung jawab Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang pelaksanaan
operasionalnya dapat didelegasikan kepada Puskesmas
atau fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya yang
diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
atau masyarakat sesuai peraturan undang-undang yang
berlaku.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat
primer ditanggung oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah
bersama masyarakat, termasuk swasta.
Pemerintah/Pemerintah Daerah wajib melaksanakan dan
membiayai pelayanan kesehatan masyarakat primer yang
berhubungan dengan prioritas pembangunan kesehatan
melalui kegiatan perbaikan lingkungan, peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit dan kematian serta
paliatif.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat
primer didukung kegiatan lainnya, seperti surveilans,

9
pencatatan, dan pelaporan yang diselenggarakan oleh
institusi kesehatan yang berwenang.
Pemerintah/Pemerintah Daerah dapat membentuk fasilitas
pelayanan kesehatan yang secara khusus ditugaskan untuk
melaksanakan upaya kesehatan masyarakat sesuai
keperluan berdasarkan peraturan udang-undang yang
berlaku. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
masyarakat primer mendukung upaya kesehatan berbasis
masyarakat dan didukung oleh pelayanan kesehatan
masyarakat sekunder.
b. Upaya Kesehatan Sekunder
Upaya kesehatan sekunder merupakan upaya
kesehatan rujukan lanjutan yang terdiri dari pelayanan
kesehatan perorangan sekunder dan pelayanan kesehatan
masyarakat sekunder. Pelayanan Kesehatan Perorangan
Sekunder (PKPS) yaitu pelayanan kesehatan spesialistik
yang menerima rujukan dari pelayanan kesehatan
perorangan primer, meliputi rujukan kasus, spesimen, dan
ilmu pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder
dilaksanakan oleh dokter spesialis atau dokter yang sudah
mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai izin
praktik dengan didukung tenaga kesehatan lain yang
diperlukan. PKPS dilaksanakan di tempat kerja maupun
fasilitas pelayanan kesehatan perorangan sekunder,
seperti rumah sakit setara kelas C serta fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,
masyarakat, maupun swasta.
PKPS harus memberikan pelayanan kesehatan
yang aman, sesuai, efektif, efisien dan berbasis bukti
(evidence based medicine) yang didukung pengembangan

10
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. PKPS yang
bersifat tradisional, alternatif dan komplementer
dilaksanakan berafiliasi dengan rumah sakit pendidikan.
Pelayanan kesehatan perorangan sekunder dapat dijadikan
sebagai wahana pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pendidikan dan
pelatihan.
Sementara Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Sekunder (PKMS) yaitu pelayanan kesehatan yang
menerima rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan
masyarakat primer dan memberikan fasilitasi dalam
bentuk sarana, teknologi, dan sumber daya manusia
kesehatan serta didukung oleh pelayanan kesehatan
masyarakat tersier. Penyelenggaraan PKMS menjadi
tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Provinsi sebagai fungsi teknisnya, yakni melaksanakan
pelayanan kesehatan masyarakat yang tidak sanggup atau
tidak memadai dilakukan pada pelayanan kesehatan
masyarakat primer.
Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara
PKMS dibangun sesuai dengan standar. Bagi fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat milik swasta harus
mempunyai izin sesuai peraturan yang berlaku serta dapat
bekerja sama dengan unit kerja pemerintah dan
pemerintah daerah, seperti laboratorium kesehatan, Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL), Balai
Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK).
c. Upaya Kesehatan Tersier
Upaya kesehatan tersier yaitu upaya kesehatan
rujukan unggulan yang terdiri dari pelayanan kesehatan
perorangan tersier dan pelayanan kesehatan masyarakat
tersier. Pelayanan Kesehatan Perorangan Tersier (PKPT)

11
adalah pelayanan yang menerima rujukan subspesialistik
dari pelayanan kesehatan di bawahnya dan dapat merujuk
kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk.
Pelaksana PKPT adalah dokter subspesialis atau dokter
spesialis yang telah mendapatkan pendidikan khusus atau
pelatihan dan mempunyai izin praktik yang didukung oleh
tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan perorangan tersier
dilaksanakan di rumah sakit umum, rumah sakit khusus
setara kelas A dan B, baik milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah maupun swasta, termasuk klinik khusus, seperti
pusat radioterapi yang mampu memberikan pelayanan
kesehatan subspesialistik. Fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan tersier dapat didirikan melalui modal
patungan dengan pihak asing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. PKPT wajib
melaksanakan penelitian dan pengembangan dasar
maupun terapan dan dapat dijadikan sebagai pusat
pendidikan serta pelatihan tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan.
Adapun Pelayanan Kesehatan Masyarakat Tersier
(PKMT) yaitu pelayanan kesehatan yang menerima
rujukan kesehatan dari pelayanan kesehatan masyarakat
sekunder dan memberikan fasilitasi dalam bentuk sarana,
teknologi, sumber daya manusia kesehatan, dan rujukan
operasional, serta melakukan penelitian dan
pengembangan bidang kesehatan masyarakat serta
penapisan teknologi dan produk teknologi yang terkait.
Pelaksana pelayanan kesehatan masyarakat tersier adalah
Dinas Kesehatan Provinsi, unit kerja terkait di tingkat
provinsi, Kementerian Kesehatan, dan unit kerja terkait di

12
tingkat nasional yang didukung dengan kerja sama lintas
sektor.
2. Pembinaan dan Pengawasan
a. Pembinaan Upaya Kesehatan
Pembinaan upaya kesehatan ditujukan untuk
menjamin mutu pelayanan kesehatan sehingga harus
didukung dengan standar pelayanan yang selalu dikaji
dalam periode tertentu sesuai kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta kebutuhan. Pembinaan upaya
kesehatan dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
bersama dengan organisasi profesi dan masyarakat
termasuk swasta. Kebijakan upaya kesehatan termasuk
fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan pemerintah
dengan memperhatikan masukan dari pemerintah daerah,
organisasi profesi, dan masyarakat.
b. Pengawasan Upaya Kesehatan
Pengawasan bertujuan untuk menjamin konsistensi
penyelenggaraan upaya kesehatan. Pengawasan dilakukan
secara intensif, baik internal maupun eksternal serta dapat
melibatkan masyarakat dan swasta. Hasil pengawasan
digunakan untuk perlindungan terhadap masyarakat dan
tenaga kesehatan selaku penyelenggara upaya kesehatan.

2.3.2. Pembiayaan Kesehatan


A. Pengertian
Subsistem pembiayaan kesehatan adalah bentuk dan cara
penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan
pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
B. Tujuan

13
Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan,
yaitu.
1) Tersedianya pembiayaan kesehatan dalam jumlah yang
mencukupi
2) Beralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan secara
berhasil guna dan berdaya guna
3) Untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
C. Unsur
a. Dana
Dana digali dari sumber pemerintah baik dari sektor kesehatan
dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta
sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dana yang tersedia
harus mencukupi dan dapat dipertanggung-jawabkan.
b. Sumber daya
Sumber daya pembiayaan kesehatan terdiri dari: SDM
pengelola, standar, regulasi dan kelembagaan yang digunakan
secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan
untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan.
c. Pengelolaan Dana Kesehatan
Prosedur/Mekanisme Pengelolaan Dana Kesehatan adalah
seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten
dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan,
baik oleh Pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun
masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian,
pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.
D. Prinsip
1. Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung
jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi

14
dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan
dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja, baik Pusat maupun daerah, sekurang-kurangnya 5%
dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan
belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk orang
miskin dan tidak mampu merupakan tanggung jawab
pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber,
baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang
harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk
menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan
kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel,
berhasil guna dan berdaya guna, memperhatikan
subsidiaritas dan fleksibilitas, berkelanjutan, serta menjamin
terpenuhinya ekuitas.
2. Dana Pemerintah ditujukan untuk pembangunan kesehatan,
khususnya diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan dengan
mengutamakan masyarakat rentan dan keluarga miskin,
daerah terpencil, perbatasan, pulau-pulau terluar dan
terdepan, serta yang tidak diminati swasta. Selain itu,
program-program kesehatan yang mempunyai daya
ungkittinggi terhadap peningkatan derajat kesehatan menjadi
prioritas untuk dibiayai. Dalam menjamin efektivitas dan
efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka sistem
pembayaran pada fasilitas kesehatan harus dikembangkan
menuju bentuk pembayaran prospektif. Adapun
pembelanjaan dana kesehatan dilakukan melalui kesesuaian
antara perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan
kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi
pemberi pelayanan kesehatan dengan tujuan pembangunan
kesehatan.

15
3. Dana kesehatan diarahkan untuk pembiayaan upaya
kesehatan perorangan dan masyarakat melalui
pengembangan sistem jaminan kesehatan sosial, sehingga
dapat menjamin terpeliharanya dan terlindunginya
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Setiap dana kesehatan digunakan secara bertanggung-jawab
berdasarkan prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik
(good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku.
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan
diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial
untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau memanfaatkan dana
masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan.
5. Pada dasarnya penggalian, pengalikasian, dan pembelanjaan
pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan
kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan
(maching grant) bagi daerah yang kurang mampu.
E. Penyelenggaraan
a. Penggalian dana
Penggalian dana untuk upaya pembangunan
kesehatan yang bersumber dari pemerintah dilakukan
melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan atau pinjaman
yang tidak mengikat, serta berbagai sumber lainnya; dana
yang bersumber dari swasta dihimpun dengan menerapkan
prinsip public-private partnership yang didukung dengan
pemberian insentif; penggalian dana yang bersumber dari
masyarakat dihimpun secara aktif oleh masyarakat sendiri
atau dilakukan secara pasif dengan memanfaatkan berbagai
dana yang sudah terkumpul di masyarakat. Penggalian dana
untuk pelayanan kesehatan perorangan dilakukan dengan

16
cara penggalian dan pengumpulan dana masyarakat dan
didorong pada bentuk jaminan kesehatan.
b. Pengalokasian Dana
Pengalokasi dana pemerintah dilakukan melalui
perencanaan anggaran dengan mengutamakan upaya
kesehatan prioritas, secara bertahap, dan terus ditingkatkan
jumlah pengalokasiannya sehingga sesuai dengan
kebutuhan. Pengalokasian dana yang dihimpun dari
masyarakat didasarkan pada asas gotong-royong sesuai
dengan potensi dan kebutuhannya. Sedangkan
pengalokasian dana untuk pelayanan kesehatan perorangan
dilakukan melalui kepesertaan dalam jaminan kesehatan.
c. Pembelanjaan
Pemakaian dana kesehatan dilakukan dengan
memperhatikan aspek teknis maupun alokatif sesuai
peruntukannya secara efisien dan efektif untuk terwujudnya
pengelolaan pembiayaan kesehatan yang transparan,
akuntabel serta penyelenggaraan pemerintahan yang baik
(Good Governance). Pembelanjaan dana kesehatan
diarahkan terutama melalui jaminan kesehatan, baik yang
bersifat wajib maupun sukarela. Hal ini termasuk program
bantuan sosial dari pemerintah untuk pelayanan kesehatan
bagi masyarakat miskin dan tidak mampu (Jamkesmas).

2.3.3. Sumber Daya Manusia Kesehatan


A. Pengertian
Subsistem sumber daya manusia kesehatan merupakan
pengelolaan upaya pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan, yang meliputi upaya perencanaan,
pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan
mutu sumber daya manusia kesehatan untuk mendukung
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan

17
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sumber
daya manusia kesehatan yaitu tenaga kesehatan (termasuk tenaga
kesehatan strategis) dan tenaga pendukung atau penunjang
kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya
dalam upaya dan manajemen kesehatan.
B. Tujuan
Subsistem sumber daya manusia kesehatan bertujuan untuk
tersedianya sumber daya manusia kesehatan sesuai kebutuhan
yang kompeten dan memiliki kewenangan yang terdistribusi secara
adil dan merata serta didayagunakan secara optimal dalam
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
C. Unsur
Unsur subsistem sumber daya manusia kesehatan antara lain yaitu.
a. Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM Kesehatan)
Sumber daya manusia Kesehatan, baik tenaga kesehatan
maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan,
mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (hak
asasi) dan sebagai makhluk sosial, dan wajib memiliki
kompetensi untuk mengabdikan dirinya di bidang kesehatan,
serta mempunyai etika, berakhlak luhur, dan berdedikasi
tinggi dalam melakukan tugasnya.
b. Sumber Daya Pengembangan dan Pemberdayaan SDM
Kesehatan
Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan adalah sumber daya pendidikan tenaga kesehatan
dan pelatihan SDM Kesehatan, yang meliputi: berbagai
standar kompetensi, modul dan kurikulum serta metode
pendidikan dan latihan, sumber daya manusia pendidikan
dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan
pelatihan yang menyediakan sarana dan prasarana

18
pendidikan dan pelatihan. Dalam sumber daya ini juga
termasuk sumber daya manusia, dana, cara atau metode,
serta peralatan dan perlengkapan untuk melakukan
perencanaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan
pengawasan SDM Kesehatan.
c. Penyelenggaraan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM
Kesehatan
Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan meliputi upaya perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan SDM
Kesehatan. Perencanaan SDM Kesehatan adalah upaya
penetapan jenis, jumlah, kualifikasi, dan distribusi tenaga
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan
kesehatan. Pengadaan SDM Kesehatan adalah upaya yang
meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM
Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
kesehatan. Pendayagunaan SDM Kesehatan adalah upaya
pemerataan dan pemanfaatan serta pengembangan SDM
Kesehatan. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan
adalah upaya untuk mengarahkan, memberikan dukungan,
serta mengawasi pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan.
D. Prinsip
Prinsip-prinsip subsistem sumber daya manusia kesehatan antara
lain.
1. Adil dan Merata serta Demokratis
Pemenuhan sumber daya manusia kesehatan ke seluruh
wilayah Indonesia harus berdasarkan pemerataan dan
keadilan sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan
kesehatan, dilaksanakan secara demokratis, tidak
diskriminatif dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa.

19
2. Kompeten dan Berintegritas
Pendidikan dan pelatihan SDM kesehatan harus
dilaksanakan sesuai standar pelayanan dan standar
kompetensi sehingga menghasilkan sumber daya manusia
kesehatan yang menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK), profesional, beriman, bertaqwa, mandiri,
bertanggung jawab, dan berdaya saing tinggi.
3. Objektif dan Transparan
Pembinaan dan pengawasan serta pendayagunaan termasuk
pengembangan karir sumber daya manusia kesehatan
dilakukan secara objektif dan transparan berdasarkan
prestasi kerja serta disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan kesehatan.
4. Hierarki dalam Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia
kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan perlu
memperhatikan adanya susunan hierarki sumber daya
manusia kesehatan yang ditetapkan berdasarkan jenis dan
tingkat tanggung jawab dan wewenang, kompetensi, serta
keterampilan masing-masing sumber daya manusia
kesehatan.
E. Penyelenggaraan
a. Perencanaan SDM Kesehatan
Penyusunan rencana kebutuhan SDM Kesehatan
dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan SDM
Kesehatan yang diutamakan, baik dalam upaya kesehatan
primer maupun upaya kesehatan sekunder serta tersier.
Perencanaan SDM Kesehatan yang meliputi jenis, jumlah,
dan kualifikasinya dilakukan dengan meningkatkan dan
memantapkan keterkaitannya dengan unsur lainnya dalam
manajemen pengembangan dan pemberdayaan SDM
Kesehatan dengan memperhatikan tujuan pembangunan

20
kesehatan dan kecenderungan permasalahan kesehatan di
masa depan.
b. Pengadaan SDM Kesehatan
Pemerintah bertanggung-jawab mengatur pendirian
institusi pendidikan dan pembukaan program pendidikan
tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam pembangunan
kesehatan. Pendirian institusi pendidikan dan pembukaan
program pendidikan ditekankan untuk menghasilkan lulusan
tenaga kesehatan yang bermutu dan dapat bersaing secara
global dengan memperhatikan keseimbangan antara
kebutuhan, dinamika pasar baik di dalam maupun di luar
negeri, dan kemampuan produksi tenaga kesehatan dengan
yang sudah ada. Kompetensi tenaga kesehatan harus setara
dengan kompetensi tenaga kesehatan di dunia internasional,
sehingga registrasi tenaga kesehatan lulusan dalam negeri
dapat diakui di dunia internasional.
c. Pendayagunaan SDM Kesehatan
Pemerintah Pusat bekerjasama dengan Pemerintah
Daerah melakukan upaya penempatan tenaga kesehatan
yang ditujukan untuk mencapai pemerataan yang
berkeadilan dalam pembangunan kesehatan. Dalam rangka
penempatan tenaga kesehatan untuk kepentingan pelayanan
publik dan pemerataan, pemerintah melakukan berbagai
pengaturan untuk memberikan imbalan material atau non
material kepada tenaga kesehatan untuk bekerja di bidang
tugas atau daerah yang tidak diminati, seperti: daerah
terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, pulau-pulau
terluar dan terdepan, serta daerah bencana dan rawan
konflik. Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan Swasta
melakukan rekrutmen dan penempatan tenaga kesehatan dan
tenaga pendukung kesehatan yang diperlukan sesuai dengan

21
kebutuhan pembangunan kesehatan dan atau menjalankan
tugas dan fungsi institusinya.
d. Pembinaan dan Pengawasan SDM Kesehatan
Pembinaan dan pengawasan praktik profesi bagi
tenaga kesehatan profesi dilakukan melalui sertifikasi,
registrasi, uji kompetensi, dan pemberian lisensi bagi tenaga
kesehatan yang memenuhi syarat. Sertifikasi tenaga
kesehatan dalam bentuk ijazah dan sertifikat kompetensi
diberikan Departemen Kesehatan setelah melalui uji
kompetensi yang dilaksanakan organisasi profesi terkait.
Registrasi tenaga kesehatan untuk dapat melakukan praktik
profesi di seluruh wilayah Indonesia diberikan oleh
Departemen Kesehatan, yang dalam pelaksanaannya dapat
dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi.
Perizinan/lisensi tenaga kesehatan profesi untuk
melakukan praktik dalam rangka memperoleh penghasilan
secara mandiri dari profesinya diberikan oleh instansi
kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah
mendapatkan rekomendasi dari organisasi profesi terkait.
Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan dilakukan
melalui sistem karier, penggajian, dan insentif untuk hidup
layak sesuai dengan tata nilai di masyarakat dan beban
tugasnya agar dapat bekerja secara profesional. Pengawasan
SDM Kesehatan dilakukan untuk mencegah terjadinya
pelanggaran disiplin melalui pengawasan melekat dan
pengawasan profesi.

2.3.4. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


A. Pengertian
Subsistem Penelitian dan Pengembangan adalah suatu pengelolaan
penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan penapisan
teknologi serta produk teknologi kesehatan yang diselenggarakan

22
dan dikendalikan untuk menyediakan data kesehatan berbasis bukti
guna memastikan pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
B. Tujuan
Tujuan dari subsistem ini adalah untuk mengkoordinasikan
kegiatan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi serta
produk kesehatan dengan fokus pada penyediaan informasi
kesehatan dan teknologi yang berkualitas.
C. Unsur
Unsur-unsur subsistem penelitian dan pengembangan kesehatan
terdiri dari :
a. Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan
Penelitian, pengembangan, dan penapisan biomedis dan
teknologi dasar kesehatan terdiri atas kegiatan riset untuk
memecahkan permasalahan ditinjau dari aspek host, agent,
dan lingkungan dengan pendekatan biologi molekuler,
bioteknologi, dan kedokteran guna peningkatan mutu upaya
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna.
b. Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik
Penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi terapan
kesehatan dan epidemiologi klinik terdiri atas kegiatan riset
untuk menilai faktor risiko penyakit, penyebab penyakit,
prognosa penyakit, dan risiko penerapan teknologi dan
produk teknologi kesehatan, termasuk obat bahan alam,
terhadap manusia guna peningkatan mutu upaya kesehatan
yang berhasil guna dan berdaya guna.
c. Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat
Penelitian, pengembangan, dan penapisan teknologi
intervensi kesehatan masyarakat terdiri atas kegiatan riset
untuk menilai besaran masalah kesehatan masyarakat,
mengembangkan teknologi intervensi, serta menilai reaksi
lingkungan terhadap penerapan teknologi dan produk

23
teknologi guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang
berhasil guna dan berdaya guna.
d. Humaniora, Kebijakan Kesehatan, dan Pemberdayaan
Masyarakat
Penelitian, pengembangan, dan penapisan humaniora,
kebijakan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat terdiri
atas kegiatan riset untuk menganalisis bidang sosial,
ekonomi, budaya, etika, hukum, psikologi, formulasi
implementasi, dan evaluasi kebijakan, perilaku, peran serta,
dan pemberdayaan masyarakat terkait dengan
perkembangan teknologi dan produk teknologi kesehatan
guna peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna.
D. Prinsip
Prinsip-prinsip Subsistem Penelitian dan Pengembangan
1. Terpadu, Berkesinambungan, dan Paripurna
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan diselenggarakan secara terpadu,
berkesinambungan, dan paripurna mencakup riset yang
dilaksanakan secara berkala dan sebagai kelanjutan hasil
riset sebelumnya serta dilakukan menyeluruh di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
2. Akurat dan Akuntabel
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan harus dilakukan secara teliti dan
berbasis bukti yang dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat.
3. Persetujuan Setelah Penjelasan
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan harus dilakukan atas dasar
persetujuan dari Pemerintah dan apabila melibatkan manusia

24
harus atas dasar persetujuan yang bersangkutan setelah
diberikan penjelasan terlebih dahulu.
4. Bekerja Dalam Tim Secara Cepat dan Tepat
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan harus dilakukan dengan
melibatkan semua pihak yang terkait dan kompeten, bekerja
sama, dan dilakukan secara cepat dengan ketepatan yang
tinggi, termasuk dalam rangka peningkatan kapasitas dan
kompetensi tenaga peneliti kesehatan serta pemanfaatan
fasilitas penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi
kesehatan sebagai wahana pendidikan tenaga peneliti
mencapai jenjang keahlian tertinggi.
5. Norma Agama
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan yang dilakukan tidak boleh
bertentangan dengan norma agama dan yang dapat
menurunkan harkat dan martabat manusia.
6. Kebenaran Ilmiah
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan yang dilakukan harus didasarkan
pada kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang didapatkan
melalui tahap-tahap (proses, prosedur) metode ilmiah
7. Perlindungan Terhadap Subjek Penelitian dan Etik
Penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan
produk teknologi kesehatan yang dilakukan harus menjamin
perlindungan terhadap subjek penelitian. Apabila subjek
penelitian tersebut adalah manusia maka harus dilakukan
sesuai dengan prinsip etik umum, yaitu menghormati harkat
dan martabat manusia (respect for person) yang bertujuan
menghormati otonomi dan melindungi manusia yang
otonominya terganggu/kurang, berbuat baik (beneficience),
tidak merugikan (non-maleficence), dan keadilan (justice).

25
Selain itu kerahasiaan identitas dan data kesehatan subjek
penelitian harus dijaga. Penelitian dan pengembangan
kesehatan terhadap manusia hanya dapat dilakukan atas
dasar persetujuan tertulis dari manusia yang menjadi subjek
penelitian.
Penelitian yang menggunakan hewan sebagai subjek
penelitian perlu memperhatikan prinsip reduction,
refinement, dan replacement. Prinsip ini untuk
menghilangkan segi-segi yang tidak manusiawi (inhumane)
pada penggunaan hewan percobaan. Langkah pertama
adalah memilih hewan yang kurang rasa atau tidak rasa
(sentient, non-sentient) sebagai tindakan replacement.
Melengkapi tindakan replacement harus diupayakan
tindakan refinement untuk mengurangi atau menghilangkan
sejauh mungkin rasa nyeri, ketidaknyamanan, dan kesusahan
(distress) yang diderita hewan percobaan. Selain itu perlu
dilakukan reduction yaitu upaya mengurangi jumlah hewan
yang digunakan sesedikit mungkin. Penggunaan hewan
dalam jumlah besar tidak dapat diterima lagi. Penelitian dan
pengembangan yang menggunakan manusia dan hewan
percobaan harus mendapatkan persetujuan etik (ethical
clearance).
E. Penyelenggaraan
Penyelenggaraan Subsistem Penelitian dan Pengembangan
a. Penyelenggaraan Penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi, produk teknologi, teknologi informasi, dan
informasi kesehatan harus dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dan
dimanfaatkan bagi kesehatan masyarakat.
b. Diselenggarakan untuk mencegah terjadinya penyakit,
mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan
akibat penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi,

26
dan memulihkan kesehatan setelah sakit serta menganalisis
dan memformulasikan berbagai permasalahan yang terjadi
dalam pengelolaan kesehatan.
c. Penelitian, pengembangan, evaluasi, dan pemanfaatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang memadai
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan usaha
kesehatan. Dalam kaitannya dengan kemajuan dan
kebutuhan saat ini, ekspansi dan optimalisasi pengembangan
serta pemanfaatan IPTEK sangat diperlukan untuk
mendukung pembangunan kesehatan secara menyeluruh.
d. Penelitian kesehatan yang dilakukan oleh badan asing
dan/atau individu warga negara asing (WNA), serta
penelitian yang berisiko tinggi dan berbahaya bagi kesehatan
harus atas izin dan diawasi oleh Pemerintah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
e. Penyelenggaraan penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang memerlukan
uji coba terhadap manusia dilakukan dengan jaminan tidak
merugikan manusia yang dijadikan uji coba.
f. Penyelenggaraan penelitian, pengembangan, penapisan
teknologi dan produk teknologi kesehatan yang dilakukan
terhadap hewan dan makhluk hidup lainnya harus dijamin
untuk melindungi kelestarian hewan dan makhluk hidup
lainnya tersebut.
g. Untuk penelitian penyakit infeksi yang baru muncul atau
berulang (new emerging atau re-emerging diseases) yang
dapat menyebabkan kepedulian kesehatan dan kedaruratan
kesehatan masyarakat (public health emergency of
international concern/PHEIC) harus dipertimbangkan
kemanfaatan (benefit sharing) dan penelusuran ulang asal
muasalnya (tracking system) demi untuk kepentingan
nasional. Penyelenggaraan penelitian, pengembangan,

27
penapisan teknologi dan produk teknologi kesehatan yang
membawa risiko buruk terhadap kesehatan masyarakat tidak
diizinkan dan dilarang untuk dilakukan.

2.3.5. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan


A. Pengertian
Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan adalah
pengelolaan berbagai upaya yang dapat menjamin keamanan,
manfaat, mutu, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
B. Tujuan
Tujuannya untuk tersedianya farmasi, alat kesehatan, dan makanan
yang aman, bermanfaat, bermutu dah khusus untuk obat dijamin
ketersediaanya nya dan keterjangkauannya guna meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
C. Unsur
Unsur-unsur yang berada di subsistem sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan terdiri dari:
a. Komoditi
Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan
komoditi untuk penyelenggaraan upaya kesehatan. Dan
makanan adalah komoditi yang mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Ketersediaan farmasi harus sesuai dengan
ketersediaan dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan khasiat.
Alat kesehatan harus tersedia dalam jenis, bentuk, jumlah,
dan fungsinya. Sementara makanan harus tersedia dalam
jenis dan manfaat.
b. Sumber daya
Sumber daya Manusia yang paham dan terampil dalam
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan harus dengan
jumlah yang cukup serta mempunyai standar kompetensi
yang sesuai dengan etika profesi. Kemudian fasilitas sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau

28
tempat yang harus memenuhi kebijakan yang ditetapkan baik
di fasilitas produksi, distribusi, pelayanan kesehatan primer,
skunder, dan tersier. Untuk menunjang, pembiayaan dari
pemerintah dan pemerintah daerah diperlukan untuk
menjamin ketersedian dan keterjangkauan obat terutama
obat dan alat kesehatan esensial bagi masyarakat kurang
mampu.
c. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian bertujuan untuk dapat menjamin
keberjalanan sediaan farmasi dan alat kesehatan secara
rasional, aman, dan bermutu di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan ketetapan kebijakan.
d. Pengawasan
Pengawasan komprehensif meliputi standarisasi, evaluasi
produk sebelum di distribusikan, sertifikasi, pengawasan
produk sebelum beredar, dan pengujian produk dengan
melaksanakan regulasi yang baik bertujuan untuk menjamin
setiap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan memuni
standar dan persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu produk
yang sesuai dengan laboratorium penguji handal
e. Pemberdayaan Masyarakat
Masyarakat diikutsertakan secara aktif bertujuan untuk
menyadarkan peran mereka dalam penyediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
serta terhindar dari penyalahgunaan. Penyediaan unit
pelayanan publik untuk masyarakat dibidang kesehatan
ditujukan untuk menangani berbagai masalah yang mudah
diakses oleh masyarakat dan menerima keluhan atau
pertanyaan terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan makanan.
D. Prinsip

29
Prinsip-prinsip dari subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan terdiri dari :
1. Aman dan berkhasiat, bermanfaat, dan bermutu
Pada prinsip ini pemerintah harus menjamin keamanan,
khasiat, manfaat, dan mutu dari sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan melalui beberapa kegiatan seperti
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian secara
profesional, bertanggungjawab, independen, transparan, dan
berbasis bukti ilmiah. Pelaku usaha juga perlu bertanggung
jawab atas keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk
sesuai fungsi usaha dan peraturan perundang-undangan.
2. Tersedia, merata, dan terjangkau
Ketersediaan obat merupakan kebutuhan dasar setiap
manusia. Oleh karena itu ketersediaan, pemerataan, dan
keterjangkauan tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas
ekonomi semata
3. Rasional
Seluruh pelaku pelayanan kesehatan perlu bertindak
berdasarkan bukti ilmiah terbaik dan prinsip tepat biaya
(cost-effective) serta tepat manfaat (cost-benefit) dalam
pemanfaatan obat agar memberikan hasil yang optimal.
4. Transparan dan Bertanggung Jawab
Masyarakat berhak mengetahui seluruh informasi yang
benar mengenai ketersediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan baik dari produsen, distributor, maupun pelaku
pelayanan kesehatan.
5. Kemandirian
Sumber daya dalam negeri seperti bahan baku obat dan obat
tradisional perlu dikelola secara profesional, sistematis, dan
berkesinambungan sehingga memiliki daya saing tinggi dan
tidak bergantungan dengan sumber daya luar negeri serta
menjadi sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara.

30
E. Penyelenggaraan
Penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan terdiri dari :
1. Upaya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat
dan alat kesehatan
Penyediaan dan pelayanan obat berpedoman pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Selain itu pemerintah dan
pemerintah daerah dapat melakukan pengaturan khusus
untuk menjamin tersedainya obat bagi masyarakat baik di
daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, daerah bencana,
daerah rawan konflik, dan obat yang tidak memiliki nilai
ekonomis. Pemerintah juga perlu melakukan pengendalian
dan pengawasan pada pengadaan dan penyaluran obat untuk
menjaga ketersediaan dan pemerataan obat dan alat
kesehatan. Tak hanya itu pemerintah juga perlu mengatur
atau menetapkan harga obat dan alat kesehatan.
2. Upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, mutu produk sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan serta perlindungan masyarakat dari
penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat dan alat
kesehatan
Upaya pengawasan untuk menjamin persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, mutu produk sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan makanan merupakan tugas bersama yang
melibatkan berbagai pemangku kepentingan, yaitu
Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, dan
masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab. Upaya
yang dapat dilakukan adalah pelaksanaan regulasi yang baik,
pengembangan dan penyempurnaan kebijakan, pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian impor, ekspor, produksi, dan
distribusi.

31
Dalam rangka menghindari dampak buruk dari
penggunaan alat kesehatan, maka upaya jaminan
perlindungan keamanan diberikan kepada pengguna dan
operator alat kesehatan, masyarakat, serta lingkungannya.
Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang
tinggi untuk setiap pelanggaran, termasuk pemberantasan
produk palsu dan ilegal. Perlu adanya peningkatan
kesadaran/kemandirian melalui penyediaan dan penyebaran
informasi mengenai obat, penggunaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan. Perlindungan masyarakat terhadap
penyalahgunaan NAPZA merupakan upaya penting repreif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dan yang terakhir
masyarakat rentan perlu mengonsumsi makanan yang
bergizi tinggi dan memenuhi syarat keamanan, mutu, dan
gizi.
3. Upaya penyelenggaraan pelayanan kefarmasiaan
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian perlu dilakukan
secara :
a. Mengutamakan kesejahteraan pasien dalam segala
situasi dan kondisi
b. Melaksanakan kegiatan inti farmasi yang meliputi
pengelolaan obat dan produk kesehatan lainnya,
menjamin mutu, memberikan informasi dan saran
serta memonitoring penggunaan obat oleh pasien
c. Memberikan kontribusi dalam peningkatan
peresepan yang rasional dan ekonomis serta
penggunaan yang tepat
d. Memberikan pelayanan kefarmasian yang sesuai
untuk setiap individu
4. Upaya penggunaan obat yang rasional
Penggunaan obat yang rasional merupakan salah satu
langkah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik

32
dan mengefisienkan biaya pengobatan. Upaya yang dapat
dilakukan:
a. penerapan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
dalam upaya pelayanan kesehatan tingkat primer,
sekunder, dan tersier, melalui pemanfaatan pedoman
terapi dan formularium berbasis bukti ilmiah terbaik
b. audit dan umpan balik dalam penggunaan obat
rasional
c. pengembangan mekanisme pemantauan ketersediaan
obat esensial dan langkah-langkah perbaikan di
setiap fasilitas pelayanan kesehatan
d. pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
melalui penggunaan obat secara rasional
e. penerapan pendekatan farmakoekonomi melalui
analisis biaya efektif dan biaya manfaat pada seleksi
obat yang digunakan di semua tingkat pelayanan
kesehatan
f. penyediaan informasi obat yang benar, objektif, dan
lengkap melalui penyusunan Informasi Obat
Nasional Indonesia (IONI) akan sangat mendukung
para profesi kesehatan seperti: dokter, apoteker,
perawat dan tenaga kesehatan lainnya dalam
memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat
termasuk penggunaan obat yang rasional
g. pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE). Informasi kepada
masyarakat, antara lain promosi penggunaan obat
generik dan pengelolaan berbagai penyakit secara
tepat, seperti penyakit diare, dan lain-lain

33
h. pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan
dalam melaksanakan penggunaan obat rasional di
semua fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Upaya kemandirian sediaan farmasi melalui pemanfaatan
sumber daya dalam negeri
Pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam
Indonesia perlu didorong secara berkelanjutan untuk
digunakan sebagai obat tradisional demi peningkatan
pelayanan kesehatan dan ekonomi. Langkah-langkah yang
perlu diselenggarakan meliputi:
a. pemilihan produk yang tepat untuk pengembangan
produksi dalam negeri dengan mempertimbangkan
potensi sumber daya dalam negeri.
b. Pemerintah menciptakan iklim yang kondusif bagi
investasi di bidang farmasi melalui persaingan usaha
yang adil, pemberian insentif kebijakan perpajakan
dan perbankan, serta kepastian proses perijinan.
c. pembinaan industri farmasi dalam negeri agar
mampu melakukan produksi sesuai dengan Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dapat
melakukan usahanya dengan efektif dan efisien
sehingga mempunyai daya saing yang tinggi.
d. komitmen semua pemangku kepentingan, seperti
kemauan industri farmasi domestik untuk
memprioritaskan penggunaan bahan baku produksi
dalam negeri, penerimaan fasilitas pelayanan
kesehatan, para pemberi pelayanan kesehatan dan
konsumen.
e. peningkatan penelitian dan pengembangan bahan
baku obat, obat, dan obat tradisional untuk
menunjang pembangunan kesehatan.

34
f. pengembangan pemanfaatan obat tradisional yang
aman, memiliki khasiat nyata teruji secara ilmiah,
bermutu tinggi, dan dimanfaatkan secara luas baik
untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat atau
pelayanan kesehatan formal.

2.3.6. Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan


A. Pengertian
Subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan adalah
tatanan yang menghimpun berbagai upaya administrasi kesehatan
yang ditopang oleh pengelolaan (manajemen) data dan informasi,
pengembangan dan penerapan IPTEK, serta pengaturan hukum
kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
B. Tujuan
Terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang
berhasil guna dan berdaya guna, didukung oleh sistem informasi,
IPTEK dan hukum kesehatan untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
C. Unsur
Unsur subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
yaitu.
a. Administrasi Kesehatan
Administrasi kesehatan merupakan kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.
b. Informasi Kesehatan
Informasi kesehatan adalah hasil pengumpulan dan
pengolahan data yang merupakan masukan bagi
pengambilan keputusan di bidang kesehatan.

35
c. IPTEK Kesehatan
IPTEK kesehatan merupakan hasil penelitian dan
pengembangan yang merupakan masukan bagi pengambilan
keputusan di bidang kesehatan.
d. Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-
undangan kesehatan yang dipakai sebagai acuan bagi
penyelenggaraan pembangunan kesehatan
D. Prinsip
Prinsip subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
yaitu:
1. Inovasi atau Kreativitas
Penyelenggaraan manajemen, informasi dan regulasi
kesehatan harus mampu menciptakan daya tahan dan
kesinambungan kinerja sistem melalui inovasi/kreativitas
dalam menghadapi perubahan dan tanangan pembangunan
kesehatan dengan lebih baik
2. Kepemimpinan yang Visioner Bidang Kesehatan
Kepemimpinan yang visioner bidang kesehatan adalah
kepemimpinan yang mempunyai visi, keteladanan, dan
bertekad dalam pembangunan kesehatan.
3. Sinergisme yang Dinamis
Pendekatan manajemen kesehatan merupakan kombinasi
dari pendekatan sistem, kontingensi dan sinergi yang
dinamis. Dalam manjemen ini penting adanya interaksi,
transparansi, interelasi dan interdependensi yang dinamis di
antara para pelaku pembangunan kesehatan. Dalam
manajemen kesehatan ini prinsip efisiensi, efektifitas, dan
transparansi sangat penting. Perencanaan kebijakan,
program, dan anggaran perlu disusun secara terpadu
4. Kesesuaian dengan Sistem Pemerintahan NKRI

36
Manajemen dan informasi kesehatan menjadi pendukung
utama dalam pelaksanaan desentralisasi dengan
mempertimbangkan komitmen global dalam pembangunan
kesehatan
E. Penyelenggaraan
1. Administrasi Kesehatan
Penyelenggaraan administrasi kesehatan meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggungjawaban yang didasarkan atas
urusan wajib bidang kesehatan yang dilaksanakan secara
berdaya guna dan berhasil guna terpadu berlandaskan arah
kebijakan pembangunan nasional dengan memperhatikan
NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria) dan prioritas
pembangunan kesehatan, berorientasi pada kepentingan
masyarakat, responsif gender, memanfaatkan teknologi
informasi, didukung SDM yang kompeten, dan pembiayaan
yang mencukupi. Dilaksanakan secara sinergi yang dinamis
antara sektor kesehatan dengan sektor lain, pusat dan daerah
dengan mempertimbangkan desentralisasi dan
memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku dan
dilaksanakan dengan menjunjung tinggi penyelenggaraan
tata pemerintahan yang baik (good governance).
2. Informasi Kesehatan
Penyelenggaraan informasi kesehatan meliputi
pengumpulan, pengolahan dan analisis data, manajemen
informasi kesehatan, pengembangan dan penelitian
kesehatan serta penerapan pengetahuan dan teknologi
kesehatan dilakukan melalui koordinasi, integrasi, dan
sinkronisasi informasi kesehatan secara sinergi yang dinamis
dalam rangka penyediaan data dan informasi terkini, akurat,
valid, cepat,transparan, serta berhasil guna dan berdaya guna
sebagai bahan pengambilan keputusan dengan

37
mempertimbangkan desentralisasi dan kecakupan data
termasuk data terpilah responsif gender serta aspek
kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan. Dengan
dukungan pendayagunaan teknologi, data dari fasilitas
kesehatan dan masyarakat (seperti Riset Kesehatan Dasar
dan Surveilans) serta pengembangan sistem informasi
kesehatan terpadu.
3. IPTEK Kesehatan
Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK kesehatan adalah
untuk kepentingan masyarakat yang sebesar-besarnya dan
tidak boleh bertentangan dengan etika, moral, dan nilai
agama.
4. Hukum Kesehatan
Penyelenggaraan hukum kesehatan meliputi penyusunan
peraturan/regulasi dan harmonisasi di tingkat pusat dan
daerah, pelayanan advokasi hukum, peningkatan kesadaran
hukum bagi aparatur kesehatan dan masyarakat serta
pembinaan dan pengawasan. Dilaksanakan dengan
mempertimbangkan perlindungan bagi masyarakat dan
pemberi pelayanan, keadilan, kesetaraan, serta sesuai dengan
kebutuhan, peraturan, sosialisasi, penerapan, dan
penegakkan hukum perlu dilengkapi dan ditata dengan
memperhatikan perkembangan dan perubahan lingkungan
internal dan eksternal termasuk regulasi kesehatan
internasional.

2.3.7. Pemberdayaan Masyarakat


A. Pengertian
Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang
menghimpun berbagai upaya perorangan, kelompok, dan
masyarakat umum di bidang kesehatan secara terpadu dan saling

38
mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
B. Tujuan
Tujuan subsistem pemberdayaan masyarakat adalah
terselenggaranya upaya pelayanan, advokasi, dan pengawasan
sosial oleh perorangan, kelompok, dan masyarakat di bidang
kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna, untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan
derajat kesehatan. Selain itu, subsistem pemberdayaan masyarakat
juga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan
secara mandiri, berperan aktif dalam setiap pembangunan
kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan
pembangunan berwawasan kesehatan.
C. Unsur
Unsur-unsur dari subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari
4 unsur antara lain.
a. Pemberdayaan Individu
Pemberdayaan individu adalah upaya yang dilakukan oleh
maupun untuk perorangan termasuk di dalamnya individu
anggota masyarakat baik formal maupun non formal yang
memiliki potensi besar mengubah sistem nilai dan norma
masyarakat secara bertahap untuk ikut berperan secara aktif
dalam pembangunan kesehatan. Target minimal yang
diharapkan adalah untuk diri sendiri diantaranya
mempraktikkan PHBS yang diteladani oleh keluarga dan
masyarakat sekitar. Target maksimal adalah berperan aktif
sebagai kader kesehatan dalam menggerakkan masyarakat
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
b. Pemberdayaan Keluarga
Pemberdayaan keluarga adalah upaya yang dilakukan oleh
maupun untuk keluarga beserta anggotanya sebagai unit

39
terkecil dalam masyarakat yang memiliki potensi besar
mengubah sistem nilai dan norma dalam lingkup keluarga
maupun masyarakat di sekitarnya untuk ikut berperan secara
aktif dalam pembangunan kesehatan.
c. Pemberdayaan Kelompok
Pemberdayaan kelompok adalah upaya yang dilakukan oleh
maupun untuk organisasi masyarakat dan atau kelompok
masyarakat yang sudah ada baik pemerintah maupun swasta
yang memiliki potensi besar untuk mengubah sistem nilai dan
norma dalam kelompoknya dan masyarakat untuk ikut
berperan secara aktif dalam pembangunan kesehatan. Kegiatan
yang dilakukan dapat berupa program pengabdian (to serve),
memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang kesehatan
(to advocate), dan melakukan pengawasan sosial terhadap
pembangunan kesehatan (to watch).
d. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya yang dilakukan oleh
maupun untuk individu, keluarga, dan kelompok baik
pemerintah maupun swasta sebagai bagian dari keseluruhan
masyarakat umum dalam suatu wilayah untuk ikut berperan
secara aktif dalam pembangunan kesehatan. Kegiatan yang
dilakukan dapat berupa program pengabdian, memperjuangkan
kepentingan masyarakat di bidang kesehatan, dan melakukan
pengawasan sosial terhadap pembangunan kesehatan.
D. Prinsip
Terdapat beberapa prinsip dari subsistem pemberdayaan
masyarakat antara lain.
1. Berbasis Masyarakat
Pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan,
keluarga, dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial
budaya, kebutuhan, permasalahan, serta potensi masyarakat
(modal sosial).

40
2. Edukatif dan Kemandirian
Pemberdayaan masyarakat dilakukan atas dasar untuk
menubuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, serta
menjadi penggerak dalam pengembangan kesehatan.
Kemandirian bermakna sebagai upaya kesehatan dari, oleh,
dan untuk masyarakat sehingga mampu untuk mengoptimalkan
dan menggerakan segala sumber daya setempat serta tidak
bergantung kepada pihak lain.
3. Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Memilih
Pelayanan Kesehatan
Masyarakat mempunyai kesempatan untuk menerima
pembaruan, tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan
bertanggung jawab, serta kemudahan akses informasi.
Mengemukakan pendapat dan terlibat dalam proses
pengambilan keputusan yang berikatan dengan kesehatan diri,
keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
4. Kemitraan dan Gotong Royong
Semua pelaku pembangunan kesehatan baik sebagai
penyelenggara maupun sebagai pengguna jasa kesehatan
dengan masyarakat yang dilayani berinteraksi dalam semangat
kebersamaan, kesetaraan, dan saling memperoleh manfaat.
Tumbuhnya rasa kepedulian, tenggang rasa, solidaritas,
empati, dan kepekaan masyarakat dalam menghadapi potensi
dan masalah kesehatan yang akhirnya bermuara dalam
semangat gotong royong sesuai dengan nilai luhur bangsa.
Kesemuanya dapat dilaksanakan bila kebutuhan masyarakat
telah dipenuhi secara wajar.
E. Penyelenggaraan
Penyelenggaraan subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari
lima langkah antara lain.
1. Penggerakan Masyarakat

41
Pembangunan masyarakat perlu digerakan oleh
masyarakat dan masyarakat mempunyai peluang yang
penting dan luas dalam pembangunan kesehatan. Dalam
kaitan ini keterlibatan aktif masyarakat dalam proses
pembangunan kesehatan dilakukan mulai dari penelaahan
situasi masalah kesehatan, penyusunan rencana termasuk
dalam penentuan prioritas kesehatan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi upaya kesehatan sehingga
terwujud kemandirian hakikatnya pembangunan kesehatan
diselenggarakan oleh, dari, dan untuk masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat ditunjukan guna terwujudnya
penguatan upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan,
maupun pemulihan secara tersendiri atau terpadu.
Perencanaan pemberdayaan masyarakat didasarkan
pada fakta dan masalah kesehatan yang menjadi perhatian
masyarakat setempat maupun masyarakat luas serta dengan
mempertimbangkan potensi sumber daya dan nilai-nilai
sosial budaya masyarakat. Pemberdayaan masyarakat,
termasuk pergerakan masyarakat, merupakan hal yang
penting dalam pembangunan kesehatan, hal ini mengingat
penekanan atau fokus pembangunan kesehatan diberikan
pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta
upaya promotif dan preventif.
2. Pengorganisasian dalam Pemberdayaan
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan melalui perorangan, kelompok dan masyarakat
luas sesuai dengan kepentingannya dan yang berhasil guna
serta berdaya guna. Pemberdayaan masyarakat dapat
dilakukan pula melalui pendekatan ketatanan, kelompok,
seperti rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja,
tempat umum, dan fasilitas kesehatan agar terwujud
pemberdayaan masyarakat yang berhasil guna berdaya guna

42
serta terjamin kesinambungannya. Pemberdayaan
masyarakat dilakukan memperhatikan karakteristik dan
kekhususan masyarakat, seperti masyarakat di desa, kota,
daerah pesisir, daerah pegunungan dan aliran sungai.
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan
metoda yang tepat, memanfaatkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang, serta dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya yang berlaku. Upaya
untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat dalam berperilaku sehat dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melalui
berbagai saluran media dan teknik promosi kesehatan.
Peranan pemerintah membuka akses informasi dan
dialog, menyiapkan regulasi, menyiapkan masyarakat
dengan membekali pengetahuan dan keterampilan bagi
masyarakat,dukungan sumber daya untuk membangun
kemandirian dalam upaya kesehatan dan mendorong
terbentuknya upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM)
seperti poskestren, mushola sehat, desa siaga, pemuda siaga
peduli bencana, dan kemandirian dalam upaya kesehatan.
Peran masyarakat dalam pembangunan kesehatan dapat
dengan cara mendirikan fasilitas pelayanan kesehatan
maupun memberikan informasi kesehatan (promosi
kesehatan) kepada masyarakat. Dalam kaitan ini termasuk
pengembangan desa siaga atau bentuk-bentuk lain pada
masyarakat desa/kelurahan.
3. Advokasi
Masyarakat dapat berperan dalam melakukan
advokasi kepada pemerintah dan lembaga pemerintah
lainnya, seperti legislatif untuk memperoleh dukungan
kebijakan dan sumber daya bagi terwujudnya pembangunan
berwawasan kesehatan. Pelaksanaan advokasi dilakukan

43
dengan dukungan informasi yang memadai serta metode
yang berhasil guna dan berdaya guna. Masyarakat juga dapat
berpartisipasi dengan memberikan kritik yang membangun
bagi kepentingan seluruh masyarakat.
4. Kemitraan
Pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan
kemitraan berbagai pihak, seperti seluruh sektor terkait,
lembaga legislatif, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan
perguruan tinggi, dan masyarakat agar terwujud dukungan
sumber daya dan kebijakan dalam pembangunan kesehatan.
Pembinaan dilakukan untuk kesinambungan pemberdayaan
masyarakat yang telah dilakukan melalui berbagai cara,
antara lain pemberian insentif, pendampingan, lomba, dan
kompetisi.
5. Peningkatan Sumber Daya
Dalam pemberdayaan masyarakat perlu didukung
oleh pengembangan dan pemberdayaan sumber daya
manusia kesehatan yang kuat , pembiayaan yang memadai,
dan dukungan berbagai sarana lain yang berkaitan. Dalam
pemberdayaan masyarakat secara lebih spesifik dapat
didampingi penggerak yang berperan sebagai fasilitator,
komunikator, dan dinamisator dalam proses pemberdayaan
masyarakat. Ketersediaan sumber daya tersebut sangat
penting agar dapat tercapai masyarakat berperilaku hidup
sehat dan mandiri, termasuk pentingnya ketersediaan tenaga
penggerak/promosi kesehatan, seperti di puskesmas dan
rumah sakit yang mempunyai kompetensi dan integritas
tinggi.

44
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pedoman bagi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan dalam bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya untuk menjamin
tercapainya pembangunan kesehatan dalam mewujudkan kesejahteraan
rakyat dalam aspek kesehatan. SKN dipergunakan sebagai dasar dan acuan
dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman, dan arahan
penyelenggaraan pembangunan berwawasan kesehatan. SKN merupakan
sistem terbuka yang berinteraksi dengan berbagai sistem nasional lainnya
dalam suatu suprasistem, bersifat dinamis, dan selalu mengikuti
perkembangan.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dilaksanakan dengan
mempertimbangkan determinan sosial (kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat
pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber
daya, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan
tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Keberhasilan
pelaksanaan SKN sangat bergantung pada semangat, dedikasi, ketekunan,
kerja keras, kemampuan, dan ketulusan para penyelenggara, serta sangat
bergantung pula pada petunjuk, rahmat, dan perlindungan Tuhan YME.
3.2. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan pembaca. Kami sadar bahwa masih banyak
kekurangan dalam makalah ini , baik dari segi tulisan maupun bahasa yang
kami sajikan. Oleh karena itu, kami berpesan kepada pembaca untuk
mengambil sesuatu yang positif dari makalah ini. Kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini. Sekian penutup dari kami, semoga dapat diterima di hati dan kami
ucapkan terima kasih.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. (2007). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: PT. Rajagrafindo


Persada.

Citra Puspa Juwita, M. (2021). Modul Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.


Retrieved Maret 10, 2024

Dewi Amila Solikha, M. (2022). Buku Putih : Reformasi Sistem Kesehatan


Nasional. (P. B. Ali, Ed.) Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia: Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kedeputian Pembangunan Manusia,
Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas,. ISBN : 978-
623-5623-01-6.

Peraturan Presiden 72 Tahun 2022 Tentang Sistem Kesehatan Nasional

Prof. dr. Ascobat Gani, M. D. (2023). Review dan Reformasi Sistem Kesehatan
Nasional Indonesia. Jakarta Pusat: Kementerian PPN/Bappenas. ISBN
:978-6235-623-030.

Vionalita, G. (2020). Pembiayaan Pelayanan Kesehatan (Health Care Financing).


Universitas Esa Unggul.

46

Anda mungkin juga menyukai