Analisis Sistem Tenaga PDF
Analisis Sistem Tenaga PDF
Saluran Transmisi
Analisis
Sistem Tenaga
i
Hak cipta pada penulis
SUDIRHAM, SUDARYATNO
Analisis Sistem Tenaga
Darpublic, Kanayakan D-30, Bandung, 40135.
ii
Pengantar
Penulis.
iii
Darpublic
Kanayakan D-30, Bandung, 40135
Open Courses
Open Course Ware disediakan oleh Darpublic di
www.ee-cafe.org
dalam format .ppsx beranimasi
iv
Daftar Isi
v
Bab 5: Analisis Aliran Daya 197
Analisis Aliran Daya. Persamaan Arus-Tegangan.
Persamaan Aliran Daya. Metoda Newton-Raphson.
Contoh Sistem Dua Bus. Contoh Sistem Tiga Bus.
Daftar Pustaka 225
Biodata Penulis 226
Indeks 227
vi
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
1
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
1.2.1 Pembangkitan
Piranti utama di sub-sistem pembangkitan adalah generator yang
merupakan sumber energi listrik. Istilah “sumber energi” di sini
agaknya kurang tepat, mengingat bahwa sesungguhnya generator
hanyalah mengubah energi non-listrik menjadi energi listrik.
Generator ini, di pusat pembangkit tenaga air misalnya,
digerakkan (diputar) oleh turbin air dan turbin sendiri digerakkan
oleh air terjun. Air terjunlah yang sesungguhnya sumber energi.
Namun demikian pembahasan kita hanya menyangkut sistem
3
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
1.2.2 Transmisi
Daya listrik dari pusat pembangkit disalurkan ke berbagai tempat
melalui saluran transmisi. Tegangan saluran transmisi di sistem
PLN adalah 150 kV, yang disebut Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT) dan 275 – 500 kV yang disebut Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET). Di Amerika digunakan tegangan mulai
115 kV sampai 765 kV.
Sesungguhnya ada dua kemungkinan pembangunan saluran
transmisi yaitu bawah tanah (underground) dan diatas tanah
(overhead) yang kita sebut saluran udara. Saluran udaralah yang
umum digunakan. Saluran udara ini biasanya panjang sampai
ratusan kilometer. Konduktor yang digunakan adalah konduktor
telanjang (tanpa isolasi padat) sehingga ia harus didukung oleh
isolator yang terpasang pada menara. Saluran ini berhubungan
langsung dengan udara sekitarnya sehingga sangat terpengaruh
oleh kondisi alam seperti polusi dan petir.
Jaringan transmisi harus memiliki fleksibilitas untuk menyalurkan
daya besar melalui sejumlah route. Ia harus dirancang sedemikian
rupa sehingga gagalnya sejumlah kecil saluran tidak menyebabkan
kegagalan seluruh sistem. Saluran ini juga harus mampu berfungsi
sebagai penghubung yang mampu menyalurkan energi ke kedua
arah.
Piranti yang menghubungkan generator dan saluran transmisi
adalah transformator, yang berfungsi untuk mengubah tegangan
keluaran generator ke tegangan transmisi yang lebih tinggi.
1.2.3 Subtransmissi
Di Indonesia (jaringan PLN), istilah “subtransmisi” tidak
digunakan. Di PLN pernah digunakan saluran dengan tegangan 30
kV dan 70 kV, namun telah mulai ditinggalkan. Saluran
subtransmisi biasanya tidak panjang (kurang dari beberapa puluh
1.2.4 Distribusi
Saluran transmisi mencatu gardu-gardu induk, di mana tegangan
diturunkan menjadi tegangan distribusi primer. Jaringan distribusi
primer mencatu pelanggan tegangan menengah 20 kV. Pernah
pula digunakan tegangan 6 dan 12 kV namun telah ditinggalkan.
Jaringan distribusi primer bisa dirancang sebagai jaringan radial
ataupun loop. (lihat Gb.1.1) Pada jaringan radial daya mengalir
satu arah yaitu dari sumber (gardu) ke beban
(pengguna/pelang
gan). Pada
jaringan loop, Beban 1 Beban 2
beban dapat
menerima daya GI
lebih dari satu Beban 3 Beban 4
arah. Selain radial
dan loop, Radial
dikembangkan
pula struktur
jaringan spindle. Beban 1 Beban 2
Pada tahap GI
terakhir, tegangan
diturunkan lagi Beban 3 Beban 4
menjadi 380/220
Loop
V. Jaringan yang
melayani Gb.15.1 Jaringan radial dan loop.
pengguna pada tegangan rendah ini merupakan jaringan distribusi
sekunder. Jaringan ini bisa sangat rumit, terutama di lokasi padat
pengguna.
1.2.5 Beban
Beban (pengguna/pelanggan) mengambil energi listrik dari
jaringan. Ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam melayani beban
ini.
1. Tegangan harus konstan, tidak naik-turun.
2. Frekuensi harus konstan.
5
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
1.3.1. Daya
Perhatikan
situasi
i
penyaluran
daya antar Jaringan + Jaringan
dua jaringan A v B
seperti −
diperlihatkan
pada Gb.1.2.
Gb.15.2. Penyaluran daya antara dua jaringan.
Hubungan
antara A dan B digambarkan hanya dengan dua garis. Namun
penyaluran daya dari A ke B biasanya dilakukan dengan sejumlah
konduktor (2, 3, 4 konduktor) dengan susunan tertentu, yang kita
sebut konfigurasi saluran.
Daya (laju aliran energi) dari A ke B adalah
p = vi (1.1)
p = daya, v = tegangan, i = arus (yang ditulis dengan huruf kecil
untuk menunjukkan bahwa mereka merupakan fungsi waktu).
Untuk memperbesar aliran daya, v dan/atau i harus diperbesar.
Akan tetapi upaya memperbesar kedua besaran ini dibatasi oleh
6 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
7
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
0,707V0
9
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
V0
V= = 0,707V0 (1.9)
2
Nilai ini yang dicantumkan pada gambar konfigurasi.
Daya maksimum yang dapat ditransmisikan adalah
V0
Pc = IV = 0.5 AJ 0 = 0.354 AJ 0V0 = 0.354 P0 (1.10)
2
Persamaan (1.10) menunjukkan bahwa kemampuan penyaluran daya
pada konfigurasi ini hanya sekitar 35% dari kemampuan sistem AS
3 kawat. Selain itu, sebagaimana ditunjukkan oleh (1.6) penyaluran
daya berfluktuasi, berarti laju penyaluran energi tidaklah konstan.
Penyaluran energi semacam ini akan memaksa turbin penggerak
generator juga memasok energi dengan laju yang berfluktuasi. Hal
demikian tentu tidak dikehendaki. Oleh karena itu konfigurasi ini
tidak digunakan untuk keluaran generator di pusat pembangkit.
Konfigurasi (d): sistem ABB satu fasa tiga kawat.
n
0,5A 0,5A
0,707V0
0,707V0
x y
n
0,293A 0,293A 0,414A
0,707V0
0,707V0
11
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
1,141P0
1,000P0 Konfig.(b)
13
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Data: Pusat Informasi & Statistik Batubara dan Mineral, Ditjen GSM, DESDM. / RUKN.
Untuk pembangkitan, batubara harus diangkut dari lokasi tambang
ke pusat pembangkit. Untuk pusat pembangkit di Jawa, biaya angkut
ini tidak sedikit dan dapat terganggu bila cuaca buruk. Hasil
tambang batubara ada dua kategori yaitu batubara dengan
kandungan kalori tinggi dan kandungan kalori rendah.
Minyak Bumi. Gambar berikut menginformasikan cadangan
minyak Indonesia.
15
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
1.5. Beban
17
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
+ + + + E
E E
− − − −
19
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
21
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
I a + I b + I c + ....... + I z + I n = 0 (1.25)
23
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
N: 1 2 3 4 5 6
Vab/Va 2,000 1,732 1,414 1,176 1,000
Vac/Va 1,732 2,000 1,902 1,732
Vad/Va 1,414 1,902 2,000
Vae/Va 1,176 1,732
Vaf/Va 1,000
N: 7 8 9 10 11 12
Vab/Va 0,868 0,765 0,684 0,618 0,563 0,518
Vac/Va 1,564 1,414 1,286 1,176 1,081 1,000
Vad/Va 1,950 1,848 1,732 1,618 1,511 1,414
Vae/Va 1,950 2,000 1,970 1,902 1,819 1,732
Vaf/Va 1,564 1,848 1,970 2,000 1,980 1,932
Vag/Va 0,868 1,414 1,732 1,902 1,980 2,000
Vah/Va 0,765 0,286 1,618 1,819 1,932
Vai/Va 0,684 1,176 1,511 1,732
Vaj/Va 0,618 1,081 1,414
Vak/Va 0,563 1,000
Val/Va 0,518
Daya sesaat total untuk N ≥ 3 adalah
z z
p Nf = ∑ v i ii = ∑ (V 2 )( I 2 ) cos(ωt − α i ) cos(ωt − βi )
(1.34)
i =a i =a
= NV f I f cos ψ
S Nf = NV f I f
PNf = NV f I f cos ψ (1.35)
Q Nf = NV f I f sin ψ
IaY Ia∆
a ZY a
Z
b ZY
b
Z Z
c ZY
. c
.
. Z
z ZY z
Bintang Mesh
Gb.1.5 Hubungan bintang dan hubungan mesh.
Transformasi dari rangkaian bintang ke mesh diturunkan sebagai
berikut.
Rangkaian bintang :
Van V f ∠ 0
o
I aY = = (1.36)
ZY ZY
Rangkaian mesh:
25
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
I a∆ =
Vab Vaz
+ =
1
(Van − Vbn + Van − Vzn )
Z∆ Z∆ Z∆ (1.37)
Vf 2V f
= (1∠ 0 o − 1∠ − θ + 1∠0 o − 1∠θ) = (1 − cos θ)
Z∆ Z∆
Jika kedua rangkaian ini harus sama maka
I a∆ = I aY ⇒ Z ∆ = 2(1 − cos θ) Z Y (1.38)
Solusi:
Va = 1000∠0o V = 1∠0o kV
S 6φ / 6 900 / 6
(a) I fasa = = = 150 A
V fasa 1
V fasa 1000
(c) ZY = = = 6.67 Ω; ψ = cos −1 (0.8) = ±36.9 o
I fasa 150
ZY = 6.67∠ + 36.9o
Van = Va = V f ∠0 o
Vbn = Vb = V f ∠ − 120 o (1.39)
Vcn = Vc = V f ∠ − 240 = V f ∠ + 120
o o
Ib
b
Jaringan Jaringan
A Ic B
c
Va Vb Vc
n In
a a ZY
Z∆
b b ZY
Z∆
Z∆
c ZY
c
∆ Y
Gb.1.7. Beban terhubung ∆ dan terhubung Y.
27
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Vca Vc − Vb Vab
ψ Ic
ψ
− Va Ia Va
Ib ψ
Vb − Vc
Vbc
Gb.15.8. Diagram fasor sistem tiga
fasa seimbang; urutan fasa abc.
Vab V V
Iab = ; Ibc = bc ; Ica = ca (1.43)
Z∆ Z∆ Z∆
Hubungan arus fasa I a pada Gb.1.6, yang juga disebut arus saluran
(line current) I L , dengan arus pada cabang ∆ adalah
29
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Vc1
Vb 2
V a1 Va 2
Va 0 , Vb 0 , Vc 0
Vb1 Vc 2
1.8.2. Operator a
Penulisan komponen urutan dilakukan dengan memanfaatkan
operator a, yang sesungguhnya adalah fasor satuan yang
berbentuk
a = 1∠
∠120o (1.46)
Suatu fasor, apabila kita kalikan dengan a akan menjadi fasor lain
yang terputar ke arah positif sebesar 120o; dan jika kita kalikan
dengan a2 akan terputar ke arah posistif 240o (operator semacam
ini telah pernah kita kenal yaitu operator j = 1∠90o ). Kita
manfaatkan operator a ini untuk menuliskan komponen urutan
positif dan negatif. Dengan operator a ini, indeks a,b,c dapat kita
hilangkan karena arah fasor sudah dinyatakan oleh operator a,
sehingga kita dapat menuliskan
Va 0 = Vb 0 = Vc 0 = V0
Va1 = V1 ; Vb1 = aV1 ; Vc1 = a 2 Va 0
Va 2 = V2 ; Vb 2 = a 2 V2 ; Vc 2 = aV2
sehingga
Va = V0 + V1 + V2
Vb = V0 + a 2 V1 + aV2 (1.47)
Vc = V0 + aV1 + a V2 2
a 2 V 2 = Vc 2
a 2 V1 = Vb1
31
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Va = V0 + V1 + V2
Vb = V0 + a 2 V1 + aV2
Vc = V0 + aV1 + a 2 V2
⇒ Va + Vb + Vc = 3V0 + (1 + a 2 + a) V1 + (1 + a + a 2 ) V2 = 3V0
⇒ V0 =
1
3
(Va + Vb + Vc ) (1.49.a)
Jika baris ke-dua (1.47.a) kita kalikan dengan a dan baris ke-tiga
kita kalikan dengan a2, kemudian kita jumlahkan, kita peroleh:
Va = V0 + V1 + V2
aVb = aV0 + a 3 V1 + a 2 V2
a 2 Vc = a 2 V0 + a 3 V1 + a 4 V2
⇒ Va + aVb + a 2 Vc = (1 + a + a 2 )V0 + 3V1 + (1 + a 2 + a) V2 = 3V1
⇒ V1 =
1
3
(
Va + aVb + a 2 Vc ) (1.49.b)
Jika baris ke-dua (1.47.a) kita kalikan dengan a2 dan baris ke-tiga
kita kalikan dengan a, kemudian kita jumlahkan, kita peroleh:
Va = V0 + V1 + V2
a 2 Vb = a 2 V0 + a 4 V1 + a 3 V2
aVc = aV0 + a 2 V1 + a 3 V2
⇒ Va + aVb + a 2 Vc = (1 + a 2 + a )V0 + (1 + a + a 2 ) V1 + 3V2 = 3V2
⇒ V1 =
1
3
(
Va + a 2 Vb + aVc ) (1.49.c)
1 1 1 1 1 1
[T] = 1 a 2 a dan [T] −1 1
= 1 a a 2 (1.51.b)
3
1 a a 2 1 a 2 a
Dengan cara yang sama kita dapat memperoleh relasi untuk arus
~ ~
I abc = [T] I 012
~ ~ (1.51.c)
I 012 = [T] −1 I abc
I1 =
1
3
( ) (
1
I a + aIb + a 2 I c = 1∠60o + 1∠60o + 0
3
)
= ((0,5 + j 0,866) + (0,5 + j 0,866) + 0 )
1
3
= (1 + j1,732) = 2∠60o
1
3
1
3
( )
33
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
I2 =
1
3
( ) ( 1
I a + a 2 Ib + aI c = 1∠60o + 1∠180o + 0
3
)
= ((0,5 + j 0,866) − 1 + 0)
1
3
= (− 0,5 + j 0,866) = 0,333∠120o
1
3
1
I0 =
3
( ) (
1
I a + Ib + I c = 1∠60o + 1∠60o + 0
3
)
= ((0,5 + j 0,866) + (0,5 − j 0,866) + 0)
1
3
= (1 + j 0) = 0,333∠0o
1
3
Perhatikan: perhitungan dalam soal ini memberikan
2 2
I c1 = aI1 = 1∠120o × ∠60o = ∠(120o + 60o ) = 0,667∠180o
3 3
I c 2 = a 2 I 2 = 1∠240o × 0,333∠120o = 0,333∠360o
I c 0 = I 0 = 0,333∠0o
sedangkan diketahui I c = 0
Kita yakinkan:
I c = I c1 + I c 2 + I c0 = −0,667 + 0,333 + 0,333 ≈ 0
Vc I a + Ib + Ic Vc′
Solusi:
Vaa ' = Va − Va ' = jX s I a + jX m I b + jX m I c
Vbb' = Vb − Vb' = jX m I a + jX s I b + jX m I c
Vcc' = Vc − Vc ' = jX m I a + jX m I b + jX s I c
35
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
~ ~ ~
′ = [ Z ABC ] I abc
Vabc − Vabc
Karena
~ ~ ~ ~ ~ ~
Vabc = [T] V012 , V012 = [T] −1 Vabc , dan I abc = [T] I012
X s + 2X m 0 0
~ ~
′ ~
V012 − V012 = j 0 Xs − Xm 0 I 012 =
0 0 X s − X m
Z 0 0 0
= 0 Z 1 0 I012 = [ Z 012 ] I012
~ ~
0 0 Z 2
Jika didefinisikan:
Impedansi urutan nol Z 0 = j ( X s + 2 X m )
Impedeansi urutan positif Z 1 = j ( X s − X m )
Impedansi urutan negatif Z 2 = j ( X s − X m )
Rangkaian ekivalen urutan dari rangkaian dalam relasi ini
digambarkan sebagai berikut:
Z0 Z1 Z2
V0 V 0′ V1 V1′ V2 V 2′
37
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
(
S 3 f = 3 V0 I 0∗ + V1 I1∗ + V2 I ∗2 ) (1.55)
Solusi (2):
Tegangan urutan adalah:
1 1 1 10 0
V012 = [T ] V ABC = 1 a
1
a − 10 = 10 − a10 + 0
2
~ −1 ~ 1
3 3
1 a 2 a 0 10 − a 2 10 + 0
~
Dari sini kita hitung V012T
~ 1
[
⇒ V012T = 0 10 − a10 10 − a 2 10
3
]
38 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Listrik (3)
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
0 0
= j10 − a10 − a 10 = j10 + 10
1 2 1
3 3
j10 − a 2 10 − a10 j10 + 10
0
~∗ 1
⇒ I012 = − j10 + 10
3
− j10 + 10
=
1
3
[
0 + (10 − a10)(− j10 + 10) + (10 − a 210)(− j10 + 10) ]
= (300 − j 300) = (100 − j100) kVA
1
3
(catatan: a + a 2 = −1 )
39
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Generator 1 ∆ Saluran
Y G 2 4 Y∆
transmisi
Z
beban
beban Y Circuit Nomer bus 5 Trafo 6
3∆ Breaker 2 belitan
Y-ditanahkan
melalui Trafo
impedansi 3 belitan
1 Transformator 2 5
4 6
3 Circuit Transformator
Rangkaian
breaker
ekivalen π
∼+ saluran
beban
beban transmisi
Generator
41
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
nilai sesungguhnya
Nilai per - unit =
nilai basis
Nilai sesungguhnya mungkin berupa bilangan kompleks, namun
nilai basis yang ditetapkan adalah bilangan nyata. Oleh karena itu
sudut fasa nilai dalam per-unit sama dengan sudut fasa
sesungguhnya.
Sebagai contoh kita ambil daya kompleks
S = V I ∗ = VI∠(α − β) (1.56)
Nilai Sbasis dipilih secara bebas dan biasanya dipilih angka yang
memberi kemudahan seperti puluhan, ratusan dan ribuan. Jika
Sbasis sudah ditentukan kita harus memilih salah satu Vbasis atau
Ibasis untuk ditentukan secara bebas, tetapi tidak kedua-duanya bisa
dipilih bebas.
Jika kita hitung Spu dari (1.56) dan (1.57) kita peroleh
S V∠αI∠ − β
S pu = = = V pu I ∗pu (1.59)
S basis Vbasis I basis
Z V/I V pu
= atau Z pu = (1.61)
Z basis Vbasis / I basis I pu
Karena Z = R + jX maka
Z R + jX R X
= = + j atau
Z basis Z basis Z basis Z basis
Z pu = R pu + jX pu (1.62)
S pu = Ppu + jQ pu (1.63)
Contoh-1.6:
Nyatakanlah
4Ω − j4 Ω
∼
besaran-besaran
pada rangkaian V = 200 ∠0 V
o
j8 Ω
satu fasa berikut
ini dalam per-
unit dengan mengambil Sbasis = 1000 VA dan Vbasis = 200 V.
Solusi:
S basis = 1000 VA; Vbasis = 200 V
S basis 1000
I basis = = =5 A
Vbasis 200
Vbasis 200
Z basis = = = 40 Ω
I basis 5
200∠0 o
Maka: V pu = = 1∠0 o pu
200
4
R pu = = 0,1 pu
40
43
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
4
X Cpu = = 0,1 pu
40
8
X Lpu = = 0,2 pu
40
Transformasi rangkaian dalam per-unit menjadi seperti
gambar di bawah ini.
Z pu = 0,1 − j 0,1 + j 0,2 = 0,1 + j 0,1 = 0,1 2∠45 o pu
V pu 1∠0 o
I pu = = = 5 2∠ − 45 o pu
Z pu 0,1 2∠45 o
0,1 pu − j 0,1 pu
1∠0 o pu ∼ j 0,2 pu
Beban-A:
600
SA = = 200 kVA; ϕ A = cos −1 (0,8) = +36,9o (f.d. lag )
3
S A = 200∠36,9o kVA
SA 200∠ + 36,9o
→ S Apu = = = 1∠36,9o
Sbasis 200
6/ 3
V Apu = = 1∠0 o ;
6/ 3
S Apu 1∠36,9 o
I ∗Apu = = = 1∠36,9 o ⇒ I Apu = 1∠ − 36,9 = 0,8 − j 0,6
V Apu 1∠0 o
45
Tinjauan Pada Sistem Tenaga
Beban-B:
300
SB = = 100 kVA; ϕ B = cos(0,6) = −53,1o (f.d. lead )
3
S B = 100∠ − 53,1o kVA
SB 100∠ − 53,1o
⇒ S Bpu = = = 0.5∠ − 53,1o
Sbasis 200
VBpu = V Apu = 1∠0o
Arus saluran:
I pu = I Apu + I Bpu = 0.8 − j 0,6 + 0,3 + j 0,4 = 1,1 − j 0,2
Impedansi beban-A:
V Apu 1∠0 o
Z Apu = = = 1∠36,9 o
I Apu 1∠ − 36 o
µ = µ 0 µ r ≈ µ 0 = 4π × 10 −7 H/m
10 −9
ε = εr ε0 ≈ ε0 = F/m
36π
47
Saluran Transmisi
2.1.1. Resistansi
Material yang biasa digunakan sebagai konduktor adalah tembaga
dan aluminum. Untuk saluran transmisi banyak digunakan
aluminum dan kita mengenal jenis-jenis konduktor aluminum,
seperti:
• Aluminum: AAL (all aluminum coductor)
• Aloy aluminum: AAAL (all aluminum alloy conductor)
• Aluminum dengan penguatan kawat baja: ACSR
(aluminum conductor steel reinforced)
Data mengenai ukuran, konstruksi, resistansi [Ω per km], radius
[cm], GMR [cm] (Geometric Mean Radius), serta kemampuan
mengalirkan arus [A], dapat kita peroleh dari standar / spesifikasi;
untuk sementara kita tidak membahasnya.
Relasi resistansi untuk arus searah adalah
ρl
R AS = Ω (2.1)
A
dengan l panjang konduktor [m], A luas penampang konduktor
[m2], dan ρ adalah resistivitas bahan.
2.1.2. Induktansi
Arus di suatu konduktor menimbulkan medan magnit di
sekelilingnya dan juga di dalam konduktor itu sendiri walaupun
yang di dalam konduktor tidak merata di seluruh penampang.
Menurut hukum Ampere, jika arus yang mengalir pada konduktor
adalah i maka medan magnet H di sekitar konduktor diperoleh
dengan relasi ∫ Hdl = i . Di titik berjarak x di luar konduktor
l
relasi ini menjadi
i
Hx = (2.3)
2πx
Jika konduktor kita anggap sangat panjang dan l adalah satu
segmen dari padanya, maka fluksi magnet yang melingkupi
segmen ini sampai jarak Dx dari konduktor adalah
Dx Dx µil µil D x
λ= ∫r µHldx = ∫r 2πx
dx =
2π
ln
r
(2.4)
49
Saluran Transmisi
iA
A A′
D AN : jarak A ke N
vA v A r A′ : GMR konduktor A
′
rN′ : GMR konduktor N
N iA N′
Gb.2.1. Saluran kirim A dan saluran balik N.
Kita perhatikan suatu saluran daya listrik yang terdiri dari dua
konduktor, satu adalah saluran kirim dan satu lagi saluran balik.
Saluran kirim dialiri arus i sedangkan saluran balik juga dialiri
arus i tetapi dengan arah yang berlawanan; hal ini digambarkan
pada Gb.2.1. Kita pandang sistem dua konduktor ini sebagai satu
segmen dari loop yang sangat panjang. Pada ujung-ujung
segmen loop ini terdapat tegangan di antara kedua konduktor,
yaitu v A dan v ′A .
i A + iB
N N′
Gb.2.2. Saluran kirim A dan B, dan
saluran balik N
51
Saluran Transmisi
atau
2
µi Al D AN µi l D D
λ ANB = ln + B ln AN BN
(2.7.c)
2π rA′ rN′ 2π rN′ D AB
λ ANB adalah fluksi lingkup segmen loop A-N dengan kehadiran
arus di konduktor B yang jika kita bandingkan dengan (2.6.c)
terlihat bahwa suku ke-dua (2.7.c) adalah tambahan yang
disebabkan oleh adanya arus iB.
Kita lihat sekarang fluksi lingkup segmen loop B-N antara
konduktor B dan N. Fluksi lingkup yang ditimbulkan oleh arus
di B dan arus di N adalah
µi B l D BN µ(i B + i A )l D BN
λ BNA1 = ln + ln (2.8.a)
2π rB′ 2π rN′
µi A l D AN D µi l D
λ BNA2 = ln − ln AB = A ln AN (2.8.b)
2π r A′ r A′ 2π D AB
µi B l D BN 2
µi l D D
λ BNA = λ BNA1 + λ BNA2 = ln + A ln BN AN (2.8.c)
2π rB′ rN′ 2π D AB rN′
A A′
v AN iB v ′AN
B B′
v BN iC v ′BN
C C′
v CN i A + i B + iC ′
v CN
N N′
Dij : jarak konduktor i dan j ; ri′ = GMR konduktor i; i, j : A, B, C, N
Gb.2.3. Sistem empat konduktor.
µ D D
+ iC ln CN − iC ln AC
2π rC′ rC′
µl D2 D D D D
= i A ln AN + iB ln AN BN + iC ln AN CN
2π rA′ rN′ rN′ DAB rN′ DAC
(2.9.a)
µl D D µ D AN D AB
λ BN = i B ln BN + (i A + i B + i C ) ln BN +
2π i A ln r ′ − i A ln r ′
2π rB′ rN′ A A
µ D D
+ iC ln CN − i C ln BC
2π rC′ rC′
µl D D D2 D D
= i A ln BN AN + i B ln BN + +iC ln BN CN
2π rN′ D AB rB′ rN′ rN′ D BC
(2.9.b)
µl D D µ D AN D AC
λ CN = iC ln CN + (i A + i B + iC ) ln CN +
2π i A ln r ′ − i A ln r ′
2π r A′ rN′ A A
µ D D
+ i B ln BN − i B ln BC
2π ′
rB rB′
µl D D D D D2
= i A ln CN AN + i B ln CN BN + iC ln CN
2π rN′ D AC rN′ D BC rC′ rN′
(2.9.c)
53
Saluran Transmisi
Penurunan relasi (2.9) sudah barang tentu tidak terbatas hanya untuk
empat konduktor. Akan tetapi dalam pembahasan ini kita
mengaitkannya dengan keperluan kita untuk meninjau sistem tiga-
fasa. Oleh karena itu kita batasi tinjauan pada sistem empat
konduktor. Dalam bentuk matriks, (2.9) dapat kita tuliskan sebagai
µ D2 µ D AN DBN µ D AN DCN
ln AN ln ln
λ AN 2π rA′ rN′ 2π rN′ D AB 2π rN′ DAC i
λ = l µ ln DBN D AN µ D2
ln BN
µ
ln
DBN DCN A
iB
BN rN′ D AB 2π rB′ rN′ rN′ DBC
λCN 2π 2π
µ D D µ D D µ D2 iC
ln CN AN ln CN BN ln CN
2π rN′ DAC 2π rN′ DBC 2π rC′ rN′
(2.10)
Turunan terhadap waktu dari fluksi lingkup memberikan tegangan
imbas
µ D2 µ D D µ D D
ln AN ln AN BN ln AN CN di A
2π r A′ rN′ 2π rN′ D AB 2π rN′ D AC dt
v AA′ di
1 µ µ D2 µ
v BB′ = ln BN AN
D D D D
ln BN ln BN CN B
l 2π rN′ D AB 2π rB′ rN′ 2π rN′ D BC dt
v CC ′ diC
µ
ln CN D AN
D µ D D µ D2 dt
ln CN BN ln CN
2π rN′ D AC 2π rN′ D BC 2π rC′ rN′
(2.11)
Jika tegangan dan arus adalah sinusoidal, persamaan matriks di atas
dapat kita tuliskan dalam fasor
µ D2 µ D D µ D D
ln AN ln AN BN ln AN CN
V AA′ 2π r A′ rN′ 2π rN′ D AB 2π rN′ D AC
1 µ D D µ D2 µ D D I A
V BB′ = jω ln BN AN ln BN ln BN CN I B
l 2 π rN′ D AB 2π rB′ rN′ 2π rN′ D BC
VCC ′ D2 I C
µ ln DCN D AN µ D D
ln CN BN
µ
ln CN
2π rN′ D AC 2π rN′ D BC 2π rC′ rN′
(2.12)
Persamaan ini menunjukkan tegangan imbas pada setiap konduktor,
sepanjang segmen l (jika faktor l pindah ke ruas kanan).
2.1.3. Impedansi
Resistansi dan tegangan imbas (baik oleh fluksinya sendiri
maupun oleh fluksi yang timbul karena arus di konduktor lain)
pada setiap konduktor membentuk impedansi di setiap konduktor.
Dalam memperhitungkan resistansi, kita amati hal berikut:
Semua arus fasa melalui masing-masing konduktor fasa,
sedangkan arus balik melalui konduktor netral secara bersama-
sama. Oleh karena itu impedansi sendiri suatu fasa akan
mengandung resistansi konduktor fasa dan resistansi konduktor
netral, sedangkan impedansi bersama akan mengandung resistansi
konduktor netral saja. Persamaan (2.12) dapat kita tuliskan
menjadi:
VAA′ Z AA Z AB Z AC I A
1
VBB ′ = Z BA Z BB Z BC I B
l
VCC ′ Z CA Z CB Z CC I C
(2.13.a)
dengan ZXX adalah impedansi sendiri konduktor X dan ZXY adalah
impedansi konduktor X karena adanya imbas dari konduktor Y;
impedansi ini adalah per satuan panjang. (Perhatikan adanya
faktor 1/l di ruas kiri (2.13.a))
2
ωµ D AN ωµ D AN D BN
Z AA = R A + R N + j ln ; Z AB = R N + j ln
2π rA′ rN′ 2π rN′ D AB
ωµ D AN DCN
Z AC = R N + j ln
2π rN′ D AC
2
ωµ D BN ωµ D BN D AN
Z BB = R B + R N + j ln ; Z BA = R N + j ln
2π rB′ rN′ 2π rN′ D AB
ωµ D BN DCN
Z BC = R N + j ln
2π rN′ D BC
2
ωµ DCN ωµ DCN D AN
Z CC = RC + R N + j ln ; Z CA = R N + j ln
2π rC′ rN′ 2π rN′ D AC
ωµ DCN D BN
Z CB = R N + j ln
2π rN′ D AC
(2.13.b)
55
Saluran Transmisi
D AN = DBN = DCN = D / 3
D D
D/ 3
D
Gb.2.4 Konfigurasi ∆ (equilateral).
ωµ D2 ωµ D
Z AA = R + RN + j ln ; Z AB = RN + j ln
2π 3r ′rN′ 2π 3rN′
ωµ D
Z AC = RN + j ln
2π 3rN′
2
ωµ DBN ωµ D
Z BB = R + RN + j ln ; Z BA = RN + j ln
2π 3r ′rN′ 2π 3rN′ (2.14)
ωµ D
Z BC = RN + j ln
2π 3rN′
2
ωµ DCN ωµ D
Z CC = R + RN + j ln ; Z CA = RN + j ln
2π 3r ′rN′ 2π 3rN′
ωµ D
Z CB = R N + j ln
2π 3rN′
57
Saluran Transmisi
ωµ D4
Z 0 = Z s + 2 Z m = R + 3R N + j ln Ω/km
2π 27r ′(rN′ )3
(2.16.b)
ωµ D
Z1 = Z 2 = Z s − Z m = R+ j ln Ω/km
2π r ′
0,00031 + 0,00031
= − × 20000
Z AAl 100π × 4π × 10 7
12
+ j ln
2π 3 × 0,006 × 0,006
= 12,04 + j12,85 = 17,61∠46,86o Ω
100π × 4π × 10− 7 12
Z ABl = 0,00031 + j ln × 20000
2 π 3 × 0, 006
= 6,02 + j 5,05 = 7,68∠39,96o Ω
Z ACl = Z ABl
59
Saluran Transmisi
2.1.3.2. Transposisi
Suatu upaya untuk membuat konfigurasi menjadi simetris adalah
melakukan transposisi, yaitu mempertukarkan posisi konduktor
sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan transmisi
mempunyai konfigurasi simetris ataupun hampir simetris.
Panjang total saluran, d, dibagi dalam tiga seksi dan posisi
konduktor fasa dipertukarkan secara berurutan, seperti
diperlihatkan secara skematis oleh Gb.2.5.
D AN = D1 D AN = D 2 D AN = D3
D BN = D 2 D BN = D3 D BN = D1
DCN = D3 DCN = D1 DCN = D2
Gb.2.5. Transposisi.
61
Saluran Transmisi
Jika didefinisikan:
Dh = 3 D1 D2 D3 dan D f = 3 D AB D BC D AC (2.19)
ωµ Dh2
;
Z AA = R + RN + j ln
2π r ′rN′
(2.20)
ωµ Dh2
; Z AC = RN + j ωµ ln Dh
2
Z AB = RN + j ln
2π D f rN′
2π D f rN′
Fasa B dan C memiliki formula yang mirip dengan fasa A.
Relasi lengkap untuk ketiga fasa adalah:
V AA′ Z s Zm Z m I A
1
VBB′ = Z m Zs Z m I B (2.21.a)
l
VCC ′ Z m Zm Z s I C
dengan
ωµ Dh2
Ω/m
Z s = R + RN + j ln
2π r ′rN′
(2.21.b)
ωµ Dh
2
Z m = RN + j ln Ω/m
2π D f rN′
Impedansi urutan
[Z 012 ] = [T]−1 [Z ABC ][T ]
dan dengan (2.21.b) kita peroleh:
ωµ D h6
Z 0 = Z s + 2 Z m = R + 3R N + j ln
2π D 2 r ′(rN′ ) 3
f (2.22)
ωµ D f
Z1 = Z 2 = Z s − Z m = R+ j ln
2π r′
63
Saluran Transmisi
2.1.4. Admitansi
Kita pandang satu konduktor lurus dengan panjang tak hingga
dan mengandung muatan dengan kerapatan ρ per satuan panjang.
Pada konfigurasi sederhana ini, penerapan hukum Gauss untuk
menghitung displacement D menjadi sederhana.
∫ Dds = ρl
S
dengan S adalah luas dinding silinder sepanjang l dengan sumbu
yang berimpit pada konduktor. Bidang equipotensial di sekitar
konduktor akan berbentuk silindris. Kuat medan listrik di suatu
titik berjarak x dari konduktor adalah:
D ρl ρ
Ex = = =
ε ε × 2πx × l 2πεx
1
Untuk udara, ε = ε 0 = × 10 −9 F/m
36π
65
Saluran Transmisi
A, r A , ρ A B, rB , ρ B C, rC , ρ C
Gb.2.8. Tiga konduktor bermuatan.
v BC = v BC ρA
+ v BC ρB
+ v BC ρC
ρ D ρB D
v BC ρA
= A ln AC ; v BC ρB
= ln BC ;
2πε D AB 2πε rB
ρC r
v BC ρ = ln C
c 2πε DBC
1 D D r
Jadi v BC = ρ A ln AC + ρ B ln BC + ρ C ln C (2.25)
2πε D AB rB D BC
A , rA , ρ A B, rB , ρ B C, rC , ρ C
N , rN , ρ N
Gb. 2.9. Sistem empat konduktor.
Kita akan meninjau sistem empat konduktor seperti terlihat pada
gambar di atas dengan ketentuan konservasi muatan, yaitu
ρA + ρA + ρA + ρA = 0 (2.26)
1 D D D r
v AN = ρ A ln AN + ρ B ln BN + ρ C ln CN + ρ N ln N
2πε rA D AB D AC D AN
1 D D D r
v BN = ρ A ln AN + ρ B ln BN + ρ C ln CN + ρ N ln N
2πε D AB rB D BC D BN
1 D D D r
vCN = ρ A ln AN + ρ B ln BN + ρ C ln CN + ρ N ln N
2πε D AC D BC rC DCN
1 D D D D
v NN = ρ A ln AN + ρ B ln BN + ρ C ln CN + ρ N ln NN
=0
2πε D AN D BN DCN D NN
(2.27)
Jika kita terapkan relasi konservasi muatan yaitu
ρ a + ρ b + ρ c + ρ n = 0 atau ρ n = −(ρ a + ρ b + ρ c )
1 D2 D D D D
v AN = ρ A ln AN + ρ B ln AN BN + ρC ln AN CN
2πε rArN D AB rN DAC rN
1 D D D 2
D D
vBN = ρ A ln AN BN + ρ B ln BN + ρC ln BN CN (2.28.a)
2πε DAB rN rB rN DBC rN
1 D D D D D2
vCN = ρ A ln CN AN + ρ B ln CN BN + ρC ln CN
2πε DAC rN DBC rN rC rN
67
Saluran Transmisi
v A f AA f AB f AC ρ A
v = f f BB f BC ρ A
B AB (2.28.c)
vC f CA f CB f CC ρ C
1 Din D jn
dengan f ij = ln ; i, j = A, B, C (2.28.e)
2πε Dij rn
f AA f AB f AC
[F ABC ] = f BA f BB f BC (2.32)
f CA f CB f CC
2.1.4.4. Konfigurasi ∆
Pada konfigurasi ∆,
D AB = D BC = D AC = D D AN = D BN = DCN = D / 3
;
1 D2 1 D 1 D
ln ln ln
2πε 3rrn 2πε 3rn 2πε 3rn
fs fm fm
D2 D
[F ABC ] = 1 ln D 1
ln
1
ln = fm fs f m
2πε 3rn 2πε 3rrn 2πε 3rn
fm fm f s
1 D 1 D 1 D2
ln ln ln
2πε 3rn 2πε 3rn 2πε 3rrn
(2.35)
fs fm fm fs + 2 fm 0 0
[F012 ] = [T]−1 f m fs f m [T ] = 0 fs − fm 0
f m fm f s 0 0 f s − f m
(2.36)
1 D4
F0 = f s + 2 f m = ln
2πε 27r (rn ) 3
1 D
F1 = F2 = f s − f m = ln
2πε r (2.37)
69
Saluran Transmisi
Kapasitansi
1 2πε
C0 = =
F0 ln[ D / 27r (rN )3 ]
4
1 2πε
C1 = = C2 =
F1 ln( D / r )
(2.38)
Admitansi
2πεω
Y0 = jωC 0 = j
ln[ D / 27r (rN ) 3 ]
4
2πεω
Y1 = jωC1 = Y2 = j
ln( D / r ) (2.39)
2.1.4.5. Transposisi
Kita telah melihat bahwa jika transposisi dilakukan, maka
impedansi urutan dapat berbentuk matriks diagonal. Hal yang
sama akan terjadi pada admitansi. Dengan transposisi matriks
[FABC] berbentuk
fs fm fm
[F ABC ] = f m fs f m
f m fm f s
(2.40)
Pada tahap ini kita perlu mengingat kembali bahwa walaupun
dalam analisis rangkaian listrik besaran resistansi, induktansi,
impedansi, serta admitansi difahami sebagai konstanta
proporsiaonalitas rangkaian linier, namun sesungguhnya mereka
adalah besaran-besaran dimensional. Mereka merupakan besaran
yang tergantung dari ukuran yang dimilikinya serta sifat-sifat
fisis material yang membentuknya. Oleh karena itu, selama
dimensinya sama, pengolahan aritmatika dapat dilakukan.
Dalam kasus transposisi saluran transmisi, sebagaimana
ditunjukkan oleh matriks [FABC] di atas, konduktor-konduktor
memiliki nilai sama jika dilihat dalam selang saluran yang
ditransposisikan yaitu yang terdiri dari tiga seksi. Dengan
1 D2D2D2
fs = ln 1 2 3
6πε r 3 rN3
1 DD D D D D
fm = ln 1 2 2 3 3 1
6πε D AB D BC D AC rN3
(2.42)
Dengan definisi:
Dh = 3 D1 D2 D3 D f = 3 D AB DBC D AC
kita peroleh
1 D2 1 Dh2
fs = ln h fm = ln
2πε rrN 2πε D f rN
(2.43)
sehingga
1 D h6
F0 = f s + 2 f m = ln
2πε D 2 r (rn ) 3
f
1 Df
F1 = F2 = f s − f m = ln
2πε r (2.44)
Kapasitansi adalah
1 2πε
C0 = = F/m
F0 ln[ Dh / D 2f r (rN )3 ]
6
1 2πε
C1 = = C2 = F/m
F1 ln( D f / r )
(2.45)
71
Saluran Transmisi
Admitansi adalah
2πε
Y0 = jωC 0 = jω S/m
ln( Dh6 / D 2f rrN3 )
2πε
Y1 = Y2 = jω S/m
ln( D f / r )
(2.46)
CONTOH-2.4: Hitunglah admitansi urutan positif pada frekuensi
50 Hz dari suatu saluran transmisi dengan transposisi yang
mempunyai konfigurasi seperti berikut:
8, 4 m R A = RB = RC = 0.088 Ω / km
4,2 m 4,2 m rA = rB = rC = r = 1,350 cm
rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm
A B C Kapasitas arus : 900 A
Solusi:
Dengan menggunakan relasi (2.46), di mana Df sudah dihitung
pada Contoh-2.3. Dengan
ε = (1 / 36π) × 10 −9 F/m
maka:
2πε 2π × 50 × 2π × (1 / 36π) × 10 −9
Y1 = jω = j
ln( D f / r ) ln(5,29 / 0,01350)
= j 2,923 × 10 −9 S/m = j 2,923 µS/km
Vs V s + ∆x Vx Vr
Y∆ x V x
x
Gb.2.10 Model satu-fasa saluran transmisi.
Saluran transmisi ini bertegangan Vs di ujung kirim dan Vr di
ujung terima. Kita tinjau satu posisi berjarak x dari ujung terima
dan kita perhatikan satu segmen kecil ∆x ke-arah ujung kirim.
Pada segmen kecil ini terjadi hal-hal berikut:
• Di posisi x terdapat tegangan Vx .
• Di posisi (x + ∆x) terdapat tegangan Vx +∆x karena terjadi
tegangan jatuh ∆Vx = Z∆xI x (Z adalah impedansi per satuan
panjang).
• Arus I x mengalir dari x menuju ujung terima.
• Arus ∆I x = Y∆xVx mengalir di segmen ∆x (Y adalah
admitansi per satuan panjang).
• Arus I x+∆x mengalir menuju titik (x + ∆x) dari arah ujung
kirim.
73
Saluran Transmisi
V x + ∆x − V x
V x + ∆x − V x = Z∆xI x atau = ZI x
∆x
I − Ix
I x + ∆x − I x = Y∆xVx atau x + ∆x = YV x
∆x
Jika ∆x mendekati nol, maka
dV x dI x
= ZI x dan = YV x (2.47)
dx dx
Jika (2.47) kita turunkan sekali lagi terhadap x kita peroleh
d 2 Vx dI x d 2I x dV x
=Z dan =Y (2.48)
2 dx 2 dx
dx dx
Substitusi (2.47) ke (2.48) memberikan
d 2 Vx d 2I x
= ZYVx dan = ZYI x (2.49)
dx 2 dx 2
γ 2 = ZY atau γ = ZY (2.50)
d 2 Vx d 2I x
2
= γ 2 Vx dan 2
= γ 2I x (2.52.a)
dx dx
atau
d 2 Vx d 2I x
− γ 2 Vx = 0 dan − γ2I x = 0 (2.52.b)
2 2
dx dx
Solusi persamaan (2.52.b) adalah :
k v1 γe γx − k v 2 γe γx = Z I x (2.53.c)
γ = ZY
Kita masukkan γ ke (2.53c) dan kita peroleh
( )
ZY k v1e γx − k v 2 e γx = ZI x
atau
75
Saluran Transmisi
Z Z
k v1e γx − k v 2 e γx = Ix = Ix (2.53.d)
ZY Y
Z
Zc = (2.54)
Y
Perhatikan bahwa kita sedang meninjau satu segmen kecil dari suatu
saluran transmisi yaitu sepanjang ∆x; dan kita memperoleh suatu
besaran impedansi yaitu impedansi karakteristik, Zc. Kita dapat
menduga bahwa impedansi ini terasakan/terdapat di setiap segmen
saluran transmisi dan oleh karena itu dia menjadi karakteristik suatu
saluran transmisi.
Dengan pengertian impedansi karakteristik ini maka (2.53.d) kita
tulis menjadi
k v1e γx − k v 2 e γx = Z c I x (2.55)
V x = k v1e γx + k v1e − γx
Z c I r + Vr Vr − Z c I r
k v1 = kv2 = (2.56.c)
2 2
Dengan (2.56.c) ini maka persamaan tegangan di setiap posisi x,
yaitu persamaan pertama (2.52.c) menjadi
V x = k v1e γx + k v 2 e − γx
Z c I r + Vr γx Vr − Z c I r − γx
= e + e
2 2 (2.57)
e γx + e − γx e γx − e − γx
= Vr + ZcIr
2 2
= Vr cosh( γx) + Z c I r sinh(λx)
Inilah persamaan tegangan di setiap posisi x apabila tegangan dan
arus di ujung terima adalah Vr dan I r .
77
Saluran Transmisi
Vs = Vr cosh( γd ) + Z c I r sinh( γd )
V (2.60)
I s = r sinh( γd ) + I r cosh( γd )
Zc
Rangkaian ekivalen diperlukan dalam analisis jika saluran
transmisi terhubung dengan piranti lain. Kita akan meninjau suatu
rangkaian ekivalen yang disebut rangkaian ekivalen π seperti
terlihat pada Gb.2.11.
Is Ir
Zt
Yt Yt
Vs Vr
2 2
Y Z Y
Vs = Vr + Z t I r + t Vr = 1 + t t Vr + Z t I r (2.61.a)
2 2
Y Y
I s = Ir + t Vr + t Vs
2 2
Y Y Z Y
= Ir + t Vr + t 1 + t t Vr + Zt Ir (2.61.b)
2 2 2
ZY Yt ZY
= 2 + t t Vr + 1 + t t Ir
2 2 2
ZY
Vs = 1 + t t Vr + Z t I r
2
(2.62)
Z Y Y ZY
I s = 2 + t t t Vr + 1 + t t I r
2 2 2
79
Saluran Transmisi
Yt sinh( γd ) (e γd − e − γd ) / 2
= =
2 Z c (cosh( γd ) + 1) Z c (e γd + e − γd + 2) / 2
(e γd / 2 − e − γd / 2 ) × (e γd / 2 + e − γd / 2 )
=
Z c (e γd / 2 + e − γd / 2 ) 2
(e γd / 2 − e − γd / 2 ) 1 γd
= = tanh
γd / 2 − γd / 2
Z c (e +e ) Zc 2
Z c 0 = Z 0 / Y0
Z c1 = Z1 / Y1 (2.66)
Z c 2 = Z 2 / Y2
Impedansi urutan:
Z 0 = Z c 0 sinh γ 0 d
Z1 = Z c1 sinh γ1d (2.67)
Z 2 = Z c 2 sinh γ 2 d
Admitansi urutan:
Y0 1 γ d
= tanh 0
2 Z c0 2
Y1 1 γd
= tanh 1 (2.68)
2 Z c1 2
Y2 1 γ d
= tanh 2
2 Z c2 2
I s0 I r0
Zt0
Yt 0 Yt 0
Vs 0 Vr 0
2 2
Z t1
Yt1 Yt1
V s1 Vr1
2 2
Zt 2
Yt 2 Yt 2
Vs 2 Vr 2
2 2
81
Saluran Transmisi
Solusi:
Impedansi dan admitansi per satuan panjang saluran ini telah
dihitung pada dua contoh sebelumnya.
Z1 = 0,088 + j 0,3896 Ω/km Y1 = j 2,923 µS/km
a) Impedansi karakteristik adalah:
Z 0,088 + j 0,3896
Zc = =
Y j 2,923 × 10− 6
0,088 + j 0,3896
= 103 × = 369,67∠ - 6,4o Ω
j 2,923
b) Konstanta propagasi
Yt 1 γd
= tanh
2 Zc 2
1 (0,1207 + j1,074) × 10 − 3 × 100
= tanh
369,67∠ − 6,4 o 2
= 3,14 × 10 − 8 + j 0,1463 × 10 − 3 ≈ j 0,1463 mS
Is 8.77 + j38,89 Ir
V s j 0,1463 j 0,1463 Vr
83
Saluran Transmisi
Pada saluran yang pendek, γd << 1 . Dalam situasi ini kita dapat
membuat pendekatan sinh( γd ) ≈ γd dan cosh( γd ) ≈ 1 . Dengan
pendekatan ini persamaan kinerja saluran transmisi pendek dapat
ditulis dengan lebih sederhana:
Vs = Vr + ( Z c γd ) I r
γd (2.70.a)
Is = Vr + I r
Zc
Sementara itu
Z γ ZY
Zcγ = × ZY = Z dan = =Y (2.70.b)
Y Zc Z /Y
sehingga (2.24.a) menjadi
Vs = Vr + ( Zd ) I r
(2.70.c)
I s = (Yd ) Vr + I r
Persamaan (2.24.c) Is Ir
ini memberikan
diagram rangkaian Zd
ekivalen seperti Yd
terlihat pada Vs Vr
Gb.2.13. di samping
ini, yang kita sebut Gb.2.13. Diagram rangkaian ekivalen
rangkaian ekivalen pendekatan.
pendekatan untuk
saluran pendek.
Vs = AVr + B I r
(2.71.a)
I s = C Vr + D I r
dengan
A = cosh γd ; B = Z c sinh γd
sinh γd 1 (2.71.b)
C= = B ; D = cosh γd = A
Zc Z c2
Z Y
A = 1 + t t B = Zt
2
(2.71.c)
Z Y Y Z Y
C = 2 + t t t D = 1 + t t = A
2 2 2
85
Saluran Transmisi
Solusi:
γ dan Zc telah dihitung pada Contoh-2.5:
Z c = 369,67∠ - 6,4 o Ω
Solusi:
Dengan model satu-fasa, tegangan beban 270 kV digunakan
sebagai referensi. Tegangan fasa-netral adalah
270
Vr = = 155,88 ∠0 o kV
3
Karena faktor daya 0,9 lagging maka arus beban:
250
Ir = = 0.53∠ - 25,8 o kA
270 × 0,9 × 3
Tegangan fasa-netral di ujung kirim:
Vs = 0,9943∠0,07 o Vr + 39,87∠77,30 o I r
= 155 + j 0.2 + 13.3 + j16.7 = 169.1∠5.7 o kV
Arus di ujung kirim:
I s = CVr + D I r = -2 × 10 -5 + j 0.05 + 0.48 − j 0.23
= 0.51∠ - 21,2 o kV
Tegangan jatuh di saluran adalah
∆V = Vs − Vr = 169,1∠5,7 o − 155,88∠0 o
= 12,4 + j16,9 = 21∠53,7 o kV
21
atau × 100 ≈ 12% dari tegangan di ujung kirim.
169,1
Daya kompleks ujung kirim
S s = 3 × Vs I ∗s = 3 × 169,1∠5,7 × 0,51∠21,2 = 260∠27 o MVA
87
Saluran Transmisi
Beban [MVA]
200 250 300
Panjang 100 km 100 km 100 km
o o
Vr [kV] 155,88∠0 155,88∠0 155,88∠0o
Panjang Saluran
100 150 200
Beban 250 MVA 250 MVA 250 MVA
o o
A 0.9943∠0.07 0.9872∠0,17 0.9773∠0.3o
B [Ω] 39.867∠77.3o 59.658 ∠77.3o 79.28∠77.4o
C [mS] 0.2917∠90.02o 0.4366 ∠90.06o 0.5802∠90.1o
D 0.9943∠0.07o 0.9872∠0.17o 0.9773∠0.3o
Vr [kV] 155.88∠0o 155.88∠0o 155.88∠0o
89
Saluran Transmisi
γ 2 = ZY atau γ = ZY
91
Saluran Transmisi
Vs AVr
Ir = −
B B (2.76)
Vs AVr
= ∠(δ − β) − ∠(α − β)
B B
Daya per fasa di ujung terima adalah
S r 1fasa = Vr I r∗
Vr V s AVr2 (2.77)
= ∠(β − δ) − ∠(β − α)
B B
Jika kita menghendaki tegangan jatuh tidak melebihi nilai tertentu,
kita dapat menetapkan tegangan di ujung terima dan di ujung
kirim. Jika hal ini dilakukan maka VrVs dan Vr2 pada persamaan
daya (2.77) akan bernilai konstan. Persamaan ini akan
menunjukkan bahwa hanya sudut δ yang akan bervariasi apabila
terjadi perubahan permintaan daya di ujung terima. Sudut ini, δ,
disebut sudut daya.
Diagram fasor perubahan sudut daya diperlihatkan pada Gb. 2.15.
Im
Vs
BI r
δ
α AVr
Re
Vr
Ir
93
Saluran Transmisi
δ N
M
O Re
β−α β−δ
N′
M′
95
Saluran Transmisi
Pr 3fasa = Re S r 3fasa
V 2 AV 2
= Re ∠(β − δ) − ∠(β − α) (2.80.a)
B B
V2 AV 2
= cos(β − δ) − cos(β − α)
B B
dan daya reaktif Q adalah
Qr 3fasa = Im S r 3fasa
V 2 AV 2
= Im ∠(β − δ) − ∠(β − α) (2.80.b)
B B
V2 AV 2
= sin(β − δ) − sin(β − α)
B B
Daya nyata pada relasi (2.80.a) akan mencapai nilai maksimum
pada waktu (β − δ) = 0 atau δ = β . Daya nyata maksimum ini
merupakan daya maksimum yang bisa dicapai dalam tinjauan
keadaan mantap (steady state); besarnya adalah
V2
Pr 3fasa maks mantap [1 − A cos( β − α )]
= (2.81)
B
Pada waktu δ = β, yaitu pada waktu daya nyata mencapai nilai
maksimum mantap, daya reaktif adalah
AV 2
Q r 3fasa maks mantap = −sin( β − α ) (2.82)
B
Dan daya kompleks maksimum dalam keadaan mantap adalah
8, 4 m R A = RB = RC = 0.088 Ω / km
4,2 m 4,2 m rA = rB = rC = r = 1,350 cm
rA′ = rB′ = rC′ = r ′ = 1,073 cm
A B C Kapasitas arus : 900 A
97
Saluran Transmisi
Vs = Vr cosh( γd ) + Z c I r sinh( γd )
Vr
= Vr cos(βd ) + jZ c sin(βd )
Zc (2.86)
= Vr (cos(β d ) + j sin(βd ) )
= Vr ∠(βd )
V ( x)
Tegangan sepanjang V
r
saluran
d x 0
Gb.2.17. Saluran transmisi lossless, beban = Zc.
Vr2 V2
SIL = 3 == (2.88)
Zc Zc
dengan V adalah tegangan penunjuk saluran transmisi, misalnya
150 kV, 270 kV. Perhatikan bahwa dalam perhitungan ini beban
dimodelkan sebagai impedansi karakteristik, yaitu
Zc = Z / Y
dengan Z dan Y adalah besaran per satuan panjang; dan Z tetap
mengandung resistansi, Z = R + jX .
d x
Gb.2.18. Pembebanan >SIL atau < SIL.
99
Saluran Transmisi
Solusi:
Zc telah dihitung pada sebelumnya, yaitu
Z c = 369,67∠ - 6,4 o Ω
V2 2752
SIL = = = 205 MVA
Z c 369,67
[
v(t ) = V1 e −t / τ 2 − e −t / τ1 ] (2.89.a)
dengan
T2 T
τ2 = = 1,443T 2 ; τ1 = 1 = 0, 2T1
ln( 2) 5 (2.89.b)
(T1 / 1, 443T2 )
V1 = V 0 e
Pengujian isolator dilakukan pada suatu kondisi yang ditentukan,
dengan bentuk gelombang uji yang terdefinisi secara baik.
Beberapa pengertian perlu kita fahami, yaitu:
Critical Flashover Voltage (CFO): adalah tegangan maksimum
dimana probabilitas terjadinya flashover adalah 0,50.
Withstand Voltage: Tegangan maksimum 3 × standar deviasi
dibawah CFO.
Basic (lightning) Impulse Insulation Level (BIL): Tegangan
puncak dimana kemungkinan terjadinya flashover adalah 0,01
pada surja uji 1,2/50 µs.
Basic (switching) Surge Impulse Insulation Level (BSL):
Tegangan puncak dimana kemungkinan terjadinya flashover
adalah 0,01 pada surja uji 250/2500 µs.
101
Saluran Transmisi
di
Ri + L + v = vin
dt
Persamaan ini diperoleh dengan pandangan bahwa begitu saklar
v R = iR v L = L di / dt
ditutup, seluruh tegangan S
vin terterapkan pada
seluruh rangkaian RLC + i
dan hukum Kirchhoff ∪∩ vin vC = v
dapat kita terapkan pada −
rangkaian ini. Pandangan
ini tidak dapat kita Gb.2.19. Rangkaian RLC seri.
aplikasikan begitu saja
pada saluran transmisi.
Panjang saluran transmisi adalah ratusan kilometer. Jika kita
menutup circuit breaker di ujung kirim, tegangan tidak serta merta
terasakan di ujung terima; artinya tegangan masuk di ujung kirim
tidak segera mencakup seluruh rangkaian. Tegangan di ujung
kirim harus merambat dan memerlukan waktu untuk sampai ke
ujung terima, walaupun waktu yang diperlukan itu sangat pendek.
Oleh karena itu kita harus hati-hati menerapkan hukum Kirchhoff.
Kita akan melihat kasus v
tegangan durasi terbatas vin = v(t )u(t )
yang muncul pada t = 0 di
ujung kirim, sementara
saluran transmisi tidak
memiliki simpanan energi
sebelum t = 0. Tegangan 0 t
dengan durasi terbatas ini Gb.2.20. Tegangan dengan durasi
ditunjukkan pada Gb.2.20. terbatas diterapkan di ujung kirim.
103
Saluran Transmisi
v ( x, t ) v ( x, t ) − ∆ v ( x, t )
∆ xC
x
Gb.2.22. Situasi di satu segmen kecil saluran transmisi, ∆x.
Perhatikan bahwa kita menghitung jarak x dari ujung kiri (ujung
kirim), bukan dari ujung kanan (ujung terima) karena kita sedang
105
Saluran Transmisi
∂2 ∂
V ( x, s ) = − sL I ( x, s )
∂x 2 ∂x
(2.96)
∂2 ∂
I ( x, s ) = − sC V ( x, s )
∂x 2 ∂x
Ruas kanan persamaan (2.96) ini memiliki nilai seperti
ditunjukkan oleh (2.95); jika kita substitusikan, akan kita peroleh
∂2
V ( x, s ) = s 2 LCV ( x, s )
∂x 2
(2.97)
∂2
I ( x, s ) = s LCI ( x, s )
2
∂x 2
Pada persamaan (2.97) ini turunan kedua suatu fungsi sama
bentuknya dengan fungsi itu sendiri. Fungsi yang demikian adalah
fungsi eksponensial. Kita duga bentuk fungsi itu adalah
V ( x, s ) = V ( s )e px dan I ( x, s ) = I ( s )e qx ; jika fungsi dugaan ini
kita masukkan ke (2.97) kita peroleh
p 2V ( s )e px − s 2 LCV ( s )e px = 0
(2.98)
q 2 I ( s )e qx − s 2 LCI ( s )e qx = 0
Dari sini kita peroleh
p 2 − s 2 LC = 0 ⇒ p = ± s LC
(2.99)
q 2 − s 2 LC = 0 ⇒ q = ± s LC
Kita masukkan hasil ini ke fungsi dugaan, kita peroleh
V ( x, s ) = V ( s )e ± s LC x
(2.100)
I ( x, s ) = I ( s )e ± s LC x
Untuk menafsirkan persamaan di kawasan s ini, kita lakukan
transformasi balik guna melihat bentuk persamaannya di kawasan
t. Kita gunakan salah satu sifat transformasi Laplace yaitu
pergeseran di kawasan t,
v( x, t ) = v(t ± LC x)u (t ± LC x)
(2.102.a)
i( x, t ) = i (t ± LC x )u (t ± LC x )
Kita lihat persamaan pertama (2.102.a) dengan mengambil tanda
minus
v( x, t ) = v (t − LC x)u (t − LC x) (2.102.b)
Faktor u (t − LC x) menunjukkan pergeseran waktu tibanya
gelombang di posisi x sedangkan bentuk gelombang itu sendiri
adalah
v( x, t ) = v(t − LC x) (2.102.c)
Untuk suatu nilai konstan v( x, t ) = A , ruas kanan juga harus
konstan. Jika t bertambah besar harus diimbangi dengan x yang
bertambah besar pula. Artinya jika waktu makin bertambah posisi
A makin menjauh dari ujung kirim; gelombang ini bergerak ke-
kanan yang disebut gelombang maju. Kita simpulkan pula bahwa
jika kita mengambil tanda plus, gelombang ini akan bergerak ke
kiri dan disebut gelombang mundur. Penafsiran yang sama berlaku
pula untuk persamaan kedua (2.102.a). Jika gelombang maju kita
beri indeks atas “+” dan gelombang mundur kita beri indeks atas
“−”, maka bentuk persamaan (2.102.a) menjadi
v( x, t ) = v + (t − LC x)u (t − LC x) + v − (t + LC x)u (t + LC x)
(2.103)
i( x, t ) = i + (t − LC x )u (t − LC x) + i − (t + LC x)u (t + LC x)
V ( x, s ) = V + ( s )e − s LC x
+ V − ( s )e + s LC x
(2.104)
I ( x, s ) = I + ( s )e − s LC x
+ I − ( s )e + s LC x
107
Saluran Transmisi
− s LC + s LC −
I ( x, s ) = V ( s )e − s LC x
+ V ( s )e + s LC x
− sL − sL (2.105.c)
C + C −
= V ( s )e − s LC x
− V ( s )e + s LC x
L L
Dalam persamaan (2.105.c) ini, ruas kiri adalah pernyataan arus di
kawasan s sedangkan di ruas kanan merupakan C / L kali
pernyataan tegangan yang juga di kawasan s. Kita dapat berharap
bahwa C / L adalah admitansi atau 1 / C / L = L / C adalah
impedansi yang juga merupakan pernyataan impedansi di kawasan
s. Kita lihat hal ini sebagai berikut.
Z sL L
Zc = = = (2.106)
Y sC C
Dengan (2.106) ini maka arus pada (2.105.c) menjadi
V + ( s )e − s LC x
V − ( s )e + s LC x
I ( x, s ) = − (2.107)
Zc Zc
V ( x, s ) = V + ( s )e − s LC x + V − ( s )e + s LC x
V + ( s )e − s LC x V − ( s )e + s LC x
(2.108)
I ( x, s ) = −
Zc Zc
109
Saluran Transmisi
V (d , s ) V + ( s )e − s LC d + V − ( s )e + s LC d
Zr = =
I (d , s ) V + ( s )e − s LC d V − ( s )e + s LC d
−
Zc Zc (2.110.a)
V + ( s )e − s LC d + V − ( s )e + s LC d
= Zc
V + ( s )e − s LC d − V − ( s )e + s LC d
atau
Z r V + ( s)e − s LC x − V − ( s )e + s LC x
(2.110.b)
= Z c V + ( s )e − s LC x + V − ( s )e + s LC x
atau
( Z r − Z c )V + ( s )e − s LC x
= ( Z c + Z r )V − ( s)e + s LC x (2.110.c)
sehingga
(Zr − Zc ) +
V − ( s )e + s LC x
= V ( s )e − s LC x (2.110.d)
(Zc + Zr )
V ( x, s ) = V + ( s )e − s LC x
+ V − ( s )e + s LC x
(Zr − Zc ) + (2.111)
= V + ( s )e − s LC x
+ V ( s )e − s LC x
( Zc + Z r )
111
Saluran Transmisi
BAB 3 Transformator
3.1. Transformator Satu-fasa
Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam
sistem komunikasi, transformator digunakan pada rentang frekuensi
audio sampai frekuensi radio dan video, untuk berbagai keperluan.
Kita mengenal misalnya input transformers, interstage transformers,
output transformers pada rangkaian radio dan televisi.
Transformator juga dimanfaatkan dalam sistem komunikasi untuk
penyesuaian impedansi agar tercapai transfer daya maksimum.
Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator
berkapasitas besar dan juga bertegangan tinggi. Dengan
transformator tegangan tinggi ini penyaluran daya listrik dapat
dilakukan dalam jarak jauh dan susut daya pada jaringan dapat
ditekan. Di jaringan distribusi listrik banyak digunakan
transformator penurun tegangan, dari tegangan menengah 20 kV
menjadi 380 V untuk distribusi ke rumah-rumah dan kantor-kantor
pada tegangan 220 V. Transformator daya tersebut pada umumnya
merupakan transformator tiga-fasa. Dalam pembahasan ini kita akan
melihat transformator satu-fasa lebih dulu.
Kita telah mempelajari transformator ideal pada waktu membahas
rangkaian listrik. Berikut ini kita akan melihat transformator tidak
ideal sebagai piranti pemroses daya. Akan tetapi kita hanya akan
membahas hal-hal yang fundamental saja, karena transformator akan
dipelajari secara lebih mendalam pada pelajaran mengenai mesin-
mesin listrik.
Mempelajari perilaku transformator juga merupakan langkah awal
untuk mempelajari konversi energi elektromekanik. Walaupun
konversi energi elektromekanik membahas konversi energi antara
sistem mekanik dan sistem listrik, sedangkan transformator
merupakan piranti konversi energi listrik ke listrik, akan tetapi
kopling antar sistem dalam kedua hal tersebut pada dasarnya sama
yaitu kopling magnetik
113
Transformator
115
Transformator
E l1 = jI f X 1 (3.6)
I f = I1 −
N2
N1
( ) I
I 2 = I1 − 2
a
(3.10)
117
Transformator
V1
jI1 X 1
E1
E 2 jI 2 X 2 I1 R1
I 2' I 2 V2 I 2 R 2
If
γ I1
φ Gb.3.5. Diagram fasor lengkap,
transformator berbeban resistif . a > 1
CONTOH-3.1 : Belitan primer suatu transformator yang dibuat
untuk tegangan 220 V(rms) mempunyai jumlah lilitan 160. Belitan
ini dilengkapi dengan titik tengah (center tap). a). Berapa persenkah
besar fluksi maksimum akan berkurang jika tegangan yang kita
terapkan pada belitan primer adalah 110 V(rms)? b). Berapa
persenkah pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 55
V (rms) pada setengah belitan primer? c). Berapa persenkah
pengurangan tersebut jika kita menerapkan tegangan 110 V (rms)
pada setengah belitan primer? d). Jika jumlah lilitan di belitan
sekunder adalah 40, bagaimanakah tegangan sekunder dalam kasus-
kasus tersebut di atas?
Solusi :
a). Dengan mengabaikan resistansi belitan, fluksi maksimum Φm
adalah
E1 2 V1 2 220 2
Φm = = =
N 1ω N 1ω 160ω
V1′ 2 110 2
Φ′m = =
N 1ω 160ω
V1′′ 2 55 2 110 2
Φ ′m
′ = = =
(1 / 2) N 1ω 80ω 160ω
119
Transformator
N1ωΦ m 500 2
V1 = = 500 → Φ m = = 0.00563 weber
2 400 × 2π × 50
0.00563
→ Kerapatan fluksi maksimum : Bm = = 0.94 weber/m 2
0.006
1000
Tegangan belitan sekunder adalah V2 = × 500 = 1250 V
400
Solusi :
Pembatasan fluksi di sini adalah fluksi maksimum. Dengan
mengabaikan resistansi belitan dan reaktansi bocor,
N1ωΦ m 6000 2
V1 = = 6000 → N1 = = 450
2 2π × 50 × 0.06
250
⇒ N2 = × 450 = 18.75
6000
Pembulatan jumlah lilitan harus dilakukan. Dengan melakukan
pembulatan ke atas, batas fluksi maksimum Φm tidak akan
terlampaui. Jadi dapat kita tetapkan
6000
⇒ N 2 = 20 lilitan ⇒ N1 = × 20 = 480 lilitan
250
121
Transformator
I 2' , R′2 , dan X′2 adalah arus, resistansi, dan reaktansi sekunder
yang dilihat oleh sisi primer. Dari persamaan (3.13) dibangunlah
rangkaian ekivalen transformator seperti Gb.3.6. di bawah ini.
I1 I 2'
V1
j I 2' X e
V 2′
I 2'
Gb.3.8. Rangkaian ekivalen transformator
disederhanakan dan diagram fasornya.
123
Transformator
125
Transformator
Karena pada uji hubung singkat arus sisi tegangan tinggi dibuat
sama dengan arus beban penuh, maka rugi-rugi tembaga adalah
penunjukan wattmeter pada uji hubung singkat.
127
Transformator
129
Transformator
V LP V FP I I 3 1
= = a ; LP = FP = (3.27)
V LS V FP I LS I FS 3 a
U X
VUO VXO
V Y
VVO VYO
VWO VZO
VUV = VUO
VXY = VXO
U X
VUO VXO
V
Y
VVO VYO
VWO VZO
VXY
VUV = VUO VZO
VXO
VYO
VLP VFP 3
= =a
VLS VFS 3
(3.29)
I LP I FP 1
= =
I LS I FS a
Antara fasor tegangan fasa-fasa primer dan sekunder tidak terdapat
perbedaan sudut fasa.
131
Transformator
U X
VUO VXO
V Y
VVO VYO
VWO VZO
VWO
VUV VZO VXY
VUO VXO
VVO VYO
VLP VFP 3
= =a 3
VLS VFS
(3.30)
I LP I 1
= FP =
I LS VFS 3 a 3
U X
VUO VXO
V Y
VVO VYO
VWO VZO
VWO
VUV
VXY = VXO
VZO
VUO
VYO
VVO
133
Transformator
Solusi:
Arus di belitan primer dapat dihitung setelah arus di belitan
sekunder dan tertier diperoleh; arus-arus ini adalah arus beban.
N2 500
V2 = V1 = × 1000∠0o = 500∠0o V
N1 1000
N3 2000
V3 = V1 = × 1000∠0o = 2000∠0o V
N1 1000
135
Transformator
N1I1 + N 2 I 2 + N 3I 3 = 0
− N 2 I 2 − N 3 I 3 500 × 25 + 2000 × (− j 20)
⇒ I1 = =
N1 1000
= 12,5 − j 40 = 41,9∠ − 72,6o A
S 2 = V2 (− I 2 )∗ = 500∠0o × 25 = 12500 VA
S3 = V3 (− I3 )∗ = 2000∠0o × 20∠ + 90o = j 40000 VA
⇒ S 2 + S3 = 12500 + j 40000 = 41900 VA = 41,9 kVA
Ternyata benar S 2 + S3 = S1
2
I1
1 R2 X2 4
I2
R1 X1 3
+
∼ R3 X3 j1,25
1∠0 o Rφ Xφ I3
−
R1 = R2 = R3 = 0,01 pu
X 1 = X 2 = X 3 = 0,03 pu
Rφ = X φ = ∝
Solusi:
Dengan Rφ = X φ = ∝ , jika kita melihat ke belitan primer, kita
dapatkan
( R2 + jX 2 + 4) ( R3 + jX 3 + j1,25)
Z1 pu = R1 + jX 1 +
( R2 + jX 2 + 4) + ( R3 + jX 3 + j1,25)
(4,01 + j 0,03) (0,01 + j1,28)
= 0,01 + j 0,03 +
(4,02 + j1,31)
= 0,38654 + j1,184 = 1,245∠71,92o
V 1∠0o
Maka I1 pu = 1 = = 0,803∠ − 71,92o pu
Z1 1,245∠71,92o
137
Transformator
Generator ∆
1
G 2 Saluran transmisi
CB
beban 3 Y
∆
I1
1 2
+ R1 X1 3
V1
Rφ Xφ
dengan
Rφ × jX φ
Zφ = (3.34)
Rφ + jX φ
Va1 b Z f1
Vb1
c Z f1
Vc1
Z n1
n
Gb.3.18. Hubungan Y sisi primer transformator tiga-fasa
tiga belitan.
Relasi tegangan-arus pada hubungan Y ini adalah
139
Transformator
Va1 ( Z f 1 + Z n1 ) Z n1 Z n1 I a1
Vb1 = Z n1 ( Z f 1 + Z n1 ) Z n1 I b1 (3.35)
Vc1 Z n1 Z n1 ( Z f 1 + Z n1 ) I c1
Matriks impedansi kita transformasikan ke impedansi urutan,
( Z f 1 + 3Z n1 ) 0 0
[Z 012 ] primer = 0 Z f1 0 (3.36.a)
0 0 Z f 1 )
Catatan: indeks 012 yang menunjukkan impedansi urutan, ditulis
dengan huruf tebal untuk membedakan dengan indeks 1
yang menunjuk pada belitan primer.
Zf2
a Zf3
a
Va2 Va3
Zf2 b Zf3 b
Vb2 Vb3
Zf2 c Zf3 c
Vcs Vc3
Z n2 Z n3
n n
Sekunder Tersier
Gb.3.19. Hubungan Y sisi sekunder dan tersier.
Z 11 = Z f 1 ; Z 12 = Z f 2 ; Z 13 = Z f 3 (3.37.b)
Z 21 = Z f 1 ; Z 22 = Z f 2 ; Z 23 = Z f 3 (3.37.c)
141
Transformator
Z2 2
1 Z1
Z3 3
Zφ
143
Transformator
R1 = R2 = R3 = 0,01 pu
X 1 = X 2 = X 3 = 0,03 pu
Rφ = X φ = ∝
Rangkaian urutan nol adalah (Gb.3.20)
Z2 3Z n2 2
1 3Z n1 Z1
Z3 3Z n3 3
Zφ
Va1 b b
Vbc2
Vb1 c
c Vca2
Vc1
n
Gb.3.23. Hubungan Y-∆ transformator tiga-fasa.
145
Transformator
=
(V ff basis / 3 ) 2
=
V ff2 basis
=
V ff2 basis
Sf basis 3S f basis S3 f basis
V ff2 basis
Z basis =
S3 f basis
147
Transformator
1 ∆Y 2 Z = 12,8 + j64 Ω 3 Y∆ 4
Y/2 = j280 mS
Transformator T1 Transformator T2
1 trafo 3 fasa, 120 MVA 3 trafo 1 fasa, 30 MVA
35 kV ∆, 350 kV Y 200 kV / 20 kV
Z=(1+j8%) pada ratingnya Z=(1+j7%) pada ratingnya
Solusi:
a) Kita harus membuat rangkaian ekivalen model 1 fasa dalam
per-unit. Oleh karena itu besaran-besaran harus dinyatakan
sebagai besaran fasa-netral. Daya basis 3 fasa telah
ditentukan untuk bus-2 dengan memilih angka yang mudah
yaitu
S3 f basis = 100 MVA
Dengan penetapan daya basis 3 fasa ini maka daya basis per fasa
adalah
100
S fn basis = = 33,3 MVA
3
Daya basis per fasa ini berlaku untuk semua bus.
Tegangan nominal sistem ini adalah 345 kV fasa-fasa. Tegangan
basis fasa-netral adalah
V ff nominal 345
V fn basis = = = 199 kV
3 3
Rangkaian ekivalen model satu-fasa yang harus kita bangun harus
menggunakan basis ini, artinya semua besaran akan dilihat dari
sisi tegangan tinggi, termasuk impedansi-impedansi di sisi
tegangan rendah transformator. Rangkaian ekivalen saluran
transmisinya adalah rangkaian ekivalen π dengan ujung di bus 2
terhubunhg ke transformator T1 dan ujung di bus-3 terhubung ke
transformator T2. Rangkaian ekivalen sistem ini akan berbentuk
seperti berikut:
1 2 3 4
ZT 1 Zs ZT 2
Y Y
2 2
1, 2, 3, 4: nomer bus
Z T 1 : impedansi trafo T1; Z T 2 : impedansi trafo T2
Y
Zs ; impedansi seri saluran transmisi; : admitansi saluran transmisi
2
Kita lihat situasi di setiap bus sebagai berikut:
Bus-2. Daya basis di bus ini adalah S fn basis = 33,3 MVA dan
tegangan basis V fn basis.bus.2 = V fn basis = 199 kV
Sf basis 33,3
Arus basis bus-2: I f basis.bus.2 = = = 0,167 kA
V fn basis 199
V fn basis 199
Impedansi basis: Z basis.bus.2 = = = 1190 Ω
If basis 0,167
Bus-3. Daya basis di bus ini juga S fbasis = 33,3 MVA Bus ini
terhubung ke bus-2 tanpa melalui transformator. Oleh karena itu
tegangan basis bus ini sama dengan tegangan basis bus-2, yaitu
V fn basis.bus.3 = 199 kV
Sf basis 33,3
Arus basis bus-3: I f basis.bus.3 = = = 0,167 kA
V fn basis 199
V fn basis 199
Impedansi basis bus-3: Z basis.bus.3 = = = 1190 Ω
If basis 0,167
Bus-1. Daya basis di bus ini sama dengan daya basis yang telah
ditetapkan yaitu S fn basis = 33,3 MVA . Bus ini terhubung pada
transformator Y-∆ dengan perbadingan tegangan fasa-fasa 350 kV
149
Transformator
Sf basis 33,3
Arus basis di bus-1: I f basis.bus.1 = = = 1,674 kA
V fn basis 19,9
V fn basis 19,9
Impedansi basis: Z basis bus.1 = = = 11,9 Ω
If basis 1,674
Bus-4. Basis daya di bus ini sama dengan basis daya yang telah
ditetapkan yaitu S fbasis = 33,3 MVA . Bus ini bertegangan fasa-
fasa 20 kV yaitu tegangan sisi sekunder trafo yang terhubung ∆.
Ini berarti tegangan fasa–netral adalah 20 / 3 kV , walaupun tak
terlihat titik netral. Sisi primer transformator terhubung Y dengan
tegangan fasa-fasa 350 kV atau tegangan fasa-netral
350 / 3 = 200 kV . Tegangan basis di bus-4 ini adalah
V fn bus.4 20 / 3
V fn basis.bus.4 = × V fn basis.bus.3 = ×199 = 11,5 kV
V fn bus.3 200
Sf basis 33,3
Arus basis bus-4: I f basis.bus.4 = = = 2,889 kA
V fn basis 11,5
Vf basis 11,5
Impedansi basis: Z basis bus − 4 = = = 3,97 Ω
If basis 2,889
V ff2 rating
Z basis rating = Ω
S3 f rating
151
Transformator
= (0,01 + j 0,08) ×
(V 2
ff rating / S3 f rating )
1190
= (0,01 + j 0,08) ×
(345
/ 120 2
)
1190
= (0,0083 + j 0,0667) pu
Z T 2 basis sistem =
(
(0,01 + j 0,07) × 200 2 / 30 )
1190
= (0,0112 + j 0,0784) pu
Dengan hasil perhitungan ini, rangkaian ekivalen satu-fasa
menjadi sebagai berikut:
1 0,0108 + j 0,0538
2 3 4
0,0083 + j 0,0667 0,0112 + j 0,0784
j 0,333 j 0,333
Solusi:
Tranformator yang terbentuk terhubung Y- yang skema hubungan
serta diagram fasor tegangannya terlihat pada gambar berikut.
153
Transformator
a A
D
c E F
b C
D A
a
b
F B
C
c E
(a)
Besaran-besaran basis:
(b)
155
Transformator
1 1 13,8 2
X = × 0,07 × Z basis rating = × 0,07 × = 0,444 Ω
2 2 15
Impedansi basis sistem sudah dihitung sebesar 5,23 Ω. Impedansi
basis ini memberikan reaktansi dalam per-unit:
0,0444
X = = 0,0850 pu . Rangkaian urutan positif menjadi :
5,23
0,0850 pu
138 2
X = 0,07 × = 88,8 Ω
15
88,8
Dalam per-unit: X = = 0,0850 pu . Rangkaian urutan positif
1045
menjadi :
0,0850 pu
Kita telah melihat bahwa pada transformator terjadi alih energi dari
sisi primer ke sisi sekunder. Energi di ke-dua sisi transformator
tersebut sama bentuknya (yaitu energi listrik) akan tetapi mereka
mempunyai peubah sinyal (yaitu tegangan dan arus) yang berbeda
besarnya. Kita katakan bahwa transformator merupakan piranti
konversi energi dari energi listrik ke energi listrik.
Kita perhatikan pula bahwa peubah-peubah sinyal di sisi sekunder
transformator muncul karena fluksi di inti transformator merupakan
fungsi waktu. Fluksi fungsi waktu ini dibangkitkan oleh arus di sisi
primer, yang juga merupakan fungsi waktu. Fluksi fungsi waktu
dapat pula dibangkitkan dengan cara lain misalnya secara mekanis;
cara inilah yang dilaksanakan pada piranti konversi energi dari
energi mekanis ke energi listrik atau disebut konversi energi
elektromekanik. Konversi energi elektromekanik ini tidak hanya dari
mekanis ke listrik tetapi juga dari listrik ke mekanis, dan dilandasi
oleh dua hukum dasar yang kita kenal yaitu hukum Faraday dan
hukum Ampere. Secara matematis kedua hukum ini dinyatakan
dalam dua persamaan berikut
dλ dφ
e=− = −N dan F = K B B i f (θ)
dt dt
Persamaan pertama menunjukkan bagaimana tegangan dibangkitkan
dan persamaan ke-dua menunjukkan bagaimana gaya mekanis
ditimbulkan.
Berikut ini kita akan mempelajari mesin konversi energi yang sangat
luas digunakan di pusat-pusat pembangkit listrik, yang disebut
generator sinkron. Ada dua macam konstruksi yang akan kita lihat
yaitu konstruksi kutub menonjol dan konstruksi rotor silindris.
157
Mesin Sinkron
a1 U U a2
b22 S c22
c2 a1 a11 φ φ
a22 b2
a) b) c)
konstruksi kutub menonjol belitan fluksi magnetik
Gb.4.1. Mesin sinkron kutub menonjol
Karena mesin yang tergambar ini merupakan mesin empat kutub
(dua pasang kutub) maka satu perioda siklus mekanik (perputaran
rotor) sama dengan dua perioda siklus magnetik. Jadi hubungan
antara sudut kisaran mekanik dan sudut kisaran magnetik adalah
θ magnetik [derajat ] = 2 × θ mekanik [derajat ]
159
Mesin Sinkron
pn
Karena ω magnetik = 2π f magnetik = 2π , maka
120
dφ s pn
=φπ (4.7)
dt 60
Dari (4.4) kita peroleh tegangan pada belitan, yaitu
dφ s pn
v = −N = −N φ π (4.8)
dt 60
Jika φ bernilai konstan, tidaklah berarti (4.8) memberikan suatu
tegangan konstan karena φ bernilai konstan positif untuk setengah
perioda dan bernilai konstan negatif untuk setengah perioda
berikutnya. Maka (4.8) memberikan tegangan bolak-balik yang
tidak sinus. Untuk memperoleh tegangan berbentuk sinus, φ harus
berbentuk sinus juga. Akan tetapi ia tidak dibuat sebagai fungsi
sinus terhadap waktu, akan tetapi sebagai fungsi sinus posisi, yaitu
terhadap θmaknetik . Jadi jika
φ = φ m cos θ maknetik (4.9)
maka laju pertambahan fluksi yang dilingkupi belitan adalah
dθmagnetik
dφs dφ d
dt
= =
dt dt
( )
φm cos θmagnetik = −φm sin θmagnetik
dt (4.10)
pn
= −φmωmagnetik sin θmmagnetik = −φm 2π sin θmagnetik
120
sehingga tegangan belitan
dφ s pn
e = −N = Nπ φ m sin θ magnetik
dt 60 (4.11)
= 2π f N φ m sin θ magnetik = ω N φ m sin ωt
Persamaan (4.11) memberikan nilai sesaat dari dari tegangan yang
dibangkitkan di belitan stator. Nilai maksimum dari tegangan ini
adalah
E m = ωN φ m Volt (4.12)
dan nilai efektifnya adalah
E ωN φ m 2π f
E rms = m = = N φm
2 2 2 (4.13)
= 4,44 f N φ m Volt
Dalam menurunkan formulasi tegangan di atas, kita menggunakan
perhitungan fluksi yang merupakan penyederhanaan dari konstruksi
mesin a. Di sini ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan yaitu:
161
Mesin Sinkron
12
Jumlah alur per kutub adalah = 3 yang berarti setiap pasang
4
kutub terdapat 3 belitan yang membangun sistem tegangan tiga-
fasa. Jadi setiap fasa terdiri dari 1 belitan yang berisi 10 lilitan.
Nilai rms tegangan jangkar per fasa per pasang kutub adalah
E ak = 4,44 f N φ m = 4,44 × 50 × 10 × 0,03 = 66,6 V
Karena ada dua pasang kutub maka tegangan per fasa adalah : 2
× 66,6 = 133 V.
Tegangan fasa-fasa adalah 133 √3 = 230 V.
163
Mesin Sinkron
165
Mesin Sinkron
a θ a
U U
sumbu sumbu
emaks imaks
S S
(a) a1 (b)
a1
sumbu magnet
sumbu magnet
Gb.4.5. Posisi rotor pada saat emaks dan imaks.
167
Mesin Sinkron
I fa = I f + I φa atau I f = I fa − I φa (4.16)
I f = I fa − I φa
I fa
γ Ea
− I φa
jI a X l
θ Va
I φa Ia I a Ra
169
Mesin Sinkron
I fa = E a / k v dan I φa = I a / k i (4.17)
E f = E a + jX φa I a = Va + I a (R a + jX l ) + jX φa I a
(4.21)
= Va + I a (R a + jX a )
E aa
I f = I fa − I φa
j I a X φa
I fa
γ Ea jI a X a
− I φa
jI a X l
θ Va
I φa Ia I a Ra
Gb.4.7. Diagram fasor mesin sinkron rotor silindris;
reaktansi reaksi jangkar (Xφa) dan reaktansi sinkron (Xa).
171
Mesin Sinkron
E a = ( R a + jX a ) I a + Z n (I a + I b + I c ) + jX m (I b + I c ) + Van
= ( R a + jX a + Z n ) I a + ( Z n + jX m )I b + ( Z n + jX m )I c + Van
(4.20.a)
E b = ( R a + jX a + Z n ) I b + ( Z n + jX m ) I a + ( Z n + jX m ) I c + Vbn
(4.20.b)
E c = ( R a + jX a + Z n ) I c + ( Z n + jX m ) I a + ( Z n + jX m ) I b + Vcn
(4.20.c)
Ra jX a
Ic
c
∼
+ Ec
Ra jX a jX m Vcn
Ia
N ∼ + jX m a
Eb
+
∼ Ea Ra jX a jX m Ib Van
b
I a + Ib + I c Vbn
Zn
n
Gb.4.8. Rangkaian ekivalen mesin sinkron
1 1 1 Ef 0 0
1
[T]−1 ~
E abc
1
= 1 a a 2 a 2 E f
= 3E f = E f
( 4.24.b)
3 3
1 a 2 a a E f 0 0
[Z 012 ] pada (4.24.a) adalah
Z s + 2Z m 0 0
[Z 012 ] = [T]−1
[Z abc ][T] = 0 Zs − Zm 0 (4.24.c)
0 0 Z s − Z m
Z 11 = Z s − Z m = R a + jX a + Z n − Z n − jX m
4.25.b)
= Ra + j( X a − X m )
Z 22 = Z s − Z m = R a + jX a + Z n − Z n − jX m
(4.25.c)
= Ra + j( X a − X m )
173
Mesin Sinkron
Z 00 0 0
[Z 012 ] = 0 Z 11 0 (4.25.d)
0 0 Z 22
0 Z 00 0 0 I 0 V0
E = 0
Z 11 0 I1 + V1 (4.26.a)
0 0 0 Z 22 I 2 V2
Tm − Te = 0 atau T m = Te (4.28)
175
Mesin Sinkron
VE f VE f V2
Pf = sin δ dan Q f = cos δ − (4.33)
Xd Xd Xd
Pf adalah daya nyata dan Qf adalah daya reaktif (per fasa).
Kita telah melihat pada (4.10) bahwa dengan mengabaikan rugi
daya pada gesekan, seluruh daya mekanik dari turbin dikonversi
menjadi daya listrik. Turbin hanya memberikan daya nyata, namun
generator mengubahnya menjadi daya nyata dan daya reaktif. Hal
177
Mesin Sinkron
ini berarti bahwa jika kita menambah daya turbin dengan menambah
uap pada turbin uap atau menambah debit air pada turbin air, daya
yang bertambah adalah daya nyata, P. Jika E f , V, X d tidak
berubah maka peningkatan P berarti bertambahnya sudut daya δ.
Pertambahan daya nyata ini ada batasnya, yaitu pada saat sin δ = 1 ,
dan inilah daya nyata maksimum yang bisa diberikan oleh generator,
yang disebut batas stabilitas keadaan mantap. Apabila kita teruskan
menambah daya turbin dengan menambah uap lagi, mesin akan
keluar dari perputaran sinkron. Oleh karena itu generator sinkron
dioperasikan pada nilai yang cukup rendah dari daya maksimumnya,
sekitar 20%.
Kelebihan pasokan daya nyata mekanis tidak hanya terjadi jika kita
menambah daya turbin. Kelebihan tersebut juga terjadi jika dalam
operasi normal tiba-tiba beban hilang sebagian (beban keluar dari
jaringan). Dalam hal demikian sudut δ meningkat untuk sementara,
perputaran bertambah, sampai governor secara otomatis mengatur
masukan uap untuk mengembalikan perputaran turbin ke perputaran
semula, dan kondisi operasi kembali normal.
Jika kita perhatikan persamaan untuk Qf pada (4.33), peningkatan δ
yang meningkatkan Pf, justru menurunkan Qf. Daya reaktif Qf bisa
meningkat jika Ef meningkat yaitu dengan menambah arus eksitasi.
Dengan kata lain penambahan Qf dilakukan dengan menambah
arus eksitasi. Sebagaimana telah kita pelajari, daya ini mengalir dari
sumber ke beban dalam setengah perioda dan mengalir dari beban
ke sumber dalam setengah perioda berikutnya. Nilai rata-ratanya
adalah nol; daya reaktif tidak memberikan transfer energi. Kita lihat
contoh persoalan berikut.
a). Hitung , Pf, Qf, Ef, dan δ, dan gambarkan fasor diagramnya.
Ef
jX d I
δ
ψ V
I
179
Mesin Sinkron
P ′ = 1,2 P = 1,2 × 0,8 = 0,96 (meningkat 20% dari P pada soal a).
E ′f = E f = 1,53 (tidak berubah, eksitasi tidak ditambah).
P ′X d
δ′ = sin −1 = sin −1 0,96 × 0,7 = 26,1o (meningkat 21%).
E ′f V 1,53 × 1
E ′f V V 2 1,53 × 1 12
Q′ = cos δ ′ − = cos(26,1o ) −
Xd Xd 0,7 0,7
= 0,535 (menurun 11%)
Diagram fasor adalah seperti gambar berikut
jX d I ′
E ′f
Ef jX d I
δ′
δ
ψ I1′ V
. I1
P ′′X d
δ′′ = sin −1 = sin −1 0,8 × 0,7 = 17,8 o (menurun 17%)
E ′f′ V 1,84 × 1
E ′′f V V 2 1,84 × 1 12
Q ′′ = cos δ′′ − = cos(17,8 o ) −
Xd Xd 0,7 0,7
= 1,07 (meningkat 44%)
Ef E ′′f
jX d I
δ′′
V
ψ′′
I1′′
VE fmaks VE fmaks V2
Sf = sin δ + j cos δ − (4.34)
E fmaks Xd Xd Xd
yaitu batas daya yang terkait dengan pembatasan Ef. Jika daya ini
kita plot pada bidang P-Q, maka kurva S f akan berbentuk
E fmaks
lingkaran dengan jari-jari
VE f maks
rE =
Xd
dan pusat di
V2
O ′ = 0, −
Xd
seperti terrlihat pada Gb.4.11.
181
Mesin Sinkron
Q
q
Sf
E fmaks
p P
V2
−
Xd
O'
rE
Selain ditetapkan batas atas nilai arus jangkar, ditetapkan juga batas
atas nilai tegangan yang juga tak boleh dilampaui, yang disebut
rated voltage, Vff rated. Batas arus dan batas tegangan memberikan
batas nilai daya tiga-fasa |S3f rated|.
S3 f rated
Sf ≤ (4.35.b)
3
Faktor daya juga memiliki nilai batas yang terkait dengan batas
tegangan terbangkit yang ditetapkan, Ef maks.
Kurva batas daya per fasa S f rated juga berbentuk lingkaran dengan
pusat di O(0,0)
jari-jari rr = Vrated
2
/ Xd .
Sf .
E fmaks
183
Mesin Sinkron
Q
Sf rated
c
q
a ψ rated
b P
O p
V2 Sf
− E fmaks
Xd O'
I = 1∠0 o = 1 + j 0
E f = jX d I + V = j1,2 × 1 + 1 = 1,56∠50,2 o
⇒ E f = 1,56
I = 1∠ − 90 o = 0 − j1
⇒ E f = 2,20
185
Mesin Sinkron
→ I = 1∠56,4 o
⇒ E f = 0,664 δ = 90 o
VE f VE f V2
P= sin δmaks dan Q = cos δmaks − (4.37)
Xd Xd Xd
Dari daya nyata diperoleh relasi
VE f P
=
Xd sin δmaks
P V2 P V2
Q= cos δmaks − = − (4.38)
sin δmaks Xd tan δmaks X d
Persamaan (4.38) membentuk kurva garis lurus di bidang P-Q.
V2
Garis ini memotong sumbu Q di − dan memotong sumbu P di
Xd
V 2 tan δ maks
. Gb.4.13. menunjukkan posisi garis lurus tersebut,
Xd
bersama dengan kurva S frated dan S f ; garis lurus itu
Emaks
berpotongan dengan kurva S frated di titk d.
Q
Sf rated
c
q
a ψ rated
b p P
O d
V2 V 2 tan δ maks
−
Xd O' Xd
Sf
E fmaks
187
Mesin Sinkron
ihs
i hs
iˆhs
189
Mesin Sinkron
Z 1′ = R a + jX d′ ;
Z1 = R a + jX d
191
Mesin Sinkron
U U
a1 a1 sumbu fluksi
sumbu fluksi
rotor rotor
jI q X q
jI X q
Iq Iq X q
δ
jI d X d
ψ V
Id (X d − X q )
Id I
(
= V I q ∠ − δ + I d ∠90 o − δ )
( )
= V I q + jI d ∠ − δ
(
= V I q (cos δ − j sin δ) + jI d (cos δ − j sin δ) ) (4.42)
(
= V I q (cos δ − j sin δ) + I d ( j cos δ + sin δ) )
= V ( I q cos δ + I d sin δ) + jV ( I d cos δ − I q sin δ)
= P f + jQ f
193
Mesin Sinkron
( )
VE f 2
V
= sin δ + X d − X q sin 2δ
Xd 2X d X q
E f − V cos δ V sin δ
Q f = V ( I d cos δ − I q sin δ) = V cos δ − sin δ
Xd Xq
VE f V cos δ V sin δ
2 2 2 2
= cos δ − −
Xd Xd Xq
VE f V 2 cos 2δ V cos 2δ
2
= cos δ − + sin 2 δ + − cos 2 δ
Xd Xd 2 Xq 2
VE f V 2 cos 2δ 1 1 V 2 sin 2 δ V 2 cos 2 δ
= cos δ + − + − −
Xd 2 Xd Xq Xd Xq
V 2 (X d − X q )
cos 2δ − V ( X d + X q )
2
VE f
= cos δ +
Xd 2X d X q Xd Xq
(4.45)
Jika kita bandingkan relasi ini dengan relasi daya reaktif untuk
mesin sinkron rotor silindris yang diberikan oleh persamaan (4.33)
yaitu:
VE f V2
Qf = cos δ −
Xd Xd
terlihat bahwa (4.33) dapat diperoleh dari (4.45) jika Xd = Xq.
195
Mesin Sinkron
197
Analisis Aliran Daya
Dari bus ke-i ini mengalir daya ke dua jurusan; yang pertama
adalah aliran daya langsung ke beban yang terhubung ke bus
ini dan yang kedua adalah aliran daya menuju saluran
transmisi. Daya yang langsung menuju beban adalah
S Bi = PBi + jQBi (5.2)
iii) Jika kita hanya memperhatikan daya sumber dan daya beban,
teorema Tellegen tidak akan terpenuhi karena masih ada daya
keluar dari rangkaian yang tidak diketahui yaitu daya yang
diserap oleh saluran dan transformator. Oleh karena itu, untuk
keperluan analisis, jika tegangan semua bus-beban diketahui,
baik melalui dugaan maupun ditetapkan, tegangan bus-
generator juga harus dapat ditetapkan kecuali satu di antaranya
yang dibiarkan mengambang; bus mengambang ini disebut
slack bus. Slack bus seolah berfungsi sebagai simpul sumber
tegangan bebas dalam analisis rangkaian listrik yang biasa kita
kenal. Dengan cara ini maka teorema Tellegen akan bisa
dipenuhi.
rangkaian ekivalen
Gb.5.1. Model satu-fasa. Diagram dan rangkaian ekivalen.
S G1 , S G 2 : daya per fasa generator
V1 , V1 : tegangan fasa - netral
I1 , I 2 : arus ke saluran transmisi dari bus - 1 dan bus - 2
I B1 , I B 2 : arus beban (langsung) dari bus - 1 dan bus - 2.
z12 : impedansi seri antar bus dalam rangkaian ekivalen π
y p : admitansi paralel saluran transmisi pada rangkaian ekivalen π
dengan y12 = 1 / z12 adalah admitansi transfer antara bus-1 dan bus-2.
199
Analisis Aliran Daya
Sistem Dengan Tiga Bus. Untuk sistem dengan tiga bus, relasi (5.7)
dikembangkan menjadi
I1 = Y11V1 − y12 V2 − y13V3
I 2 = − y12 V1 + Y22 V1 − y23V3 (5.8.a)
I 3 = − y12 V2 − y23V + Y33V3
Secara formal, penulisan persamaan (5.8.a) adalah
I1 = Y11V1 + Y12 V2 + Y13V3
I 2 = Y12 V1 + Y22 V1 + Y23 V3 (5.8.b)
I 3 = Y12 V2 + Y23 V + Y33 V3
Dengan (5.11) ini kita dapat menghitung daya dari bus-i yang
menuju saluran transmisi, yaitu
n
Si = Vi Ii∗ = Vi ∑ (Yij V j )∗
j =1
(5.12)
201
Analisis Aliran Daya
203
Analisis Aliran Daya
0
dp
dx
p ( x1 )
x sol p ( x 2 )
x0 x
x 2 x1
∆x1 ∆x 0
Kita tentukan dugaan awal solusi persamaan, yaitu x0. Jika kita
masukkan solusi dugaan ini ke dalam persamaannya, kita
memperoleh p( x 0 ) . Antara p( x 0 ) ini dengan nilai yang
Secara umum formulasi dari proses iterasi ini dapat kita turunkan
sebagai berikut:
Jika xk adalah nilai x untuk iterasi ke-k maka
∆p( x k −1 )
x k = x k −1 + k −1
(5.18)
(dp / dx)
205
Analisis Aliran Daya
0 p( x 0 ) − p( x1 )
dp / dx
p ( x1 )
P
x
x 2 x1 x0
x sol
∆x 1
∆x 0
( )
0 0
∆x −1 0 ∆p
∆y = J ∆q (5.25)
Inilah persamaan untuk menentukan besar koreksi. Dengan (5.25)
ini dapat dihitung ∆x0 dan ∆y0 sehingga dapat diperoleh x1 dan y1
untuk iterasi selanjutnya.
207
Analisis Aliran Daya
1 0
x x + ∆x
y = y + ∆y (5.26)
Pada langkah ke-k kita mempunyai identitas dan persamaan-
persamaan sebagai berikut:
k k k k
∆p P − p( x) ∆p ∆x
1). ≡ ; 2). = J k ;
∆q
P − p( y ) ∆q
∆y (5.27)
( )
k k k
∂p / ∂x ∆x k ∆p
3). J k = ; 4). = J −1
∂p / ∂y ∆y
∆q
k
∆p 2 P2 − p 2 (V2 k ,......., ψ nk )
∆p3 P3 − p3 (V2 k ,......., ψ nk )
M M
~ k = ∆p ≡ P − p (V ,......., ψ )
1). ∆u (5.28.a)
n n n 2k nk
∆q Q − q (V ,......., ψ )
2 2 2 2k nk
M M
∆q Q − q (V ,......., ψ )
n n n 2k nk
~ k = J k ∆x k
2). ∆u (5.28.b)
k
∂p 2 ∂p2 ∂p2 ∂p 2 ∂p2
∂V L L
∂V3 ∂Vn ∂ψ 2 ∂ψ n
2
∂p3 ∂p3
L
∂p3 ∂p3
L
∂p3
∂V2 ∂V3 ∂Vn ∂ψ 2 ∂ψ n
M
∂p ∂p n ∂p n ∂pn ∂p n
3). J = n
k L L (5.28.c)
∂V2 ∂V3 ∂Vn ∂ψ 2 ∂ψ n
∂q ∂q2 ∂q2 ∂q 2 ∂q2
2 L L
∂V2 ∂V3 ∂Vn ∂ψ 2 ∂ψ n
M
∂q ∂q n ∂q n ∂qn ∂q2
n L L
∂V2 ∂V3 ∂Vn ∂ψ 2 ∂ψ n
k
∆V 2
∆V
3
M
4). ∆x ≡ ∆Vn = J −1 ∆u
~ k
( )
k ~k
(5.28.d)
∆ψ 2
M
∆ψ
n
Kiranya perlu kita fahami arti dari persamaan-persamaan (5.28)
sebelum kita melangkah lebih lanjut.
209
Analisis Aliran Daya
P1 , Q1 bus - 1 bus - 2
z12 = 20 + j80
S B2 =
1 + j1 pu
V1 = 1∠0o pu
y p = 0,27 × 10 −3 S yp V2 = V2 ∠ψ 2 pu
211
Analisis Aliran Daya
dengan elemen-elemen:
∂p 2
= −V2Y21V1 sin(ψ 2 − θ 21 − ψ1 )
∂ψ 2
∂p 2
= Y21V1 cos(ψ 2 − θ 21 − ψ1 ) + 2Y22V2 cos( −θ 22 ]
∂V2 (5.31.b)
∂q 2
= V2Y21V1 cos(ψ 2 − θ 21 − ψ1 )
∂ψ 2
∂q 2
= Y21V1 sin(ψ 2 − θ 21 − ψ1 ) + 2Y22V2 sin( −θ 22 )]
∂V2
Dugaan Awal dan Iterasi. Kita buat dugaan awal yaitu nilai awal
daya di bus-2. Seberapa dekat nilai dugaan yang kita buat ini ke
nilai yang ditetapkan, akan menentukan seberapa cepat kita
sampai ke iterasi terakhir. Kita coba dugaan awal
~ ψ 0 0
x 0 ≡ 02 = (5.32)
V2 1
Kita masukkan dugaan awal ini ke persamaan aliran daya (5.30)
untuk mendapatkan nilai p20 dan q 20 . Darisini kita peroleh
corrective force:
0
~ 0 = ∆p2 == − 1 − p2
0
∆u ∆q 0
(5.33)
2 − 1 − q2
Corrective force menentukan besar koreksi
∆~
∆ψ 0
( )
0 ~0
x 0 ≡ 20 = J −1 ∆u = J −1 ( )
0 − 1 − p 0
2
0
(5.34)
∆V2 − 1 − q2
Formulasi (5.29) sampai dengan (5.34) kita gunakan dalam
perhitungan menggunakan excel. Semua besaran akan berubah
setiap kali iterasi, kecuali besaran yang sudah ditetapkan, P2, Q2,
dan elemen matriks Ybus.
Hasil Perhitungan. Dalam perhitungan ini, sudut fasa tegangan
dinyatakan dalam radian. Perhitungan jacobian inversi pada
secara umum dilakukan dengan eliminasi Gauss-Jordan. Berikut
ini ditulis lagi data Ybus , persamaan aliran daya, kemudian
diberikan hasil perhitungan dalam tabel. Elemen matriks jacobian
dan inversinya langsung dicantumkan dalam tabel.
213
Analisis Aliran Daya
P2 -1 (tetapan)
Q2 -1
ψ2 0 (dugaan -0.1169 (iterasi
V2 1 awal) 0.8250 ke-1)
p2 5.29E-06 (substitusi ke -0.8149 (substitusi ke
q2 -0.14283 persamaan) -0.8109 persamaan)
~ ∆p2 -1.0000 -0.1851
∆u ~0
∆u ~1
∆u
∆q2 -0.8572 -0.1891
6.2235 1.5559 4.9496 0.2959
Jk -1.5559 5.9379 -1.8739 4.0337
0.1508 -0.0395 0.1966 -0.0144
(J−1)k 0.0395 0.1581 0.0913 0.2412
∆ψ2 -0.1169 -0.0337
∆~
x ∆~
x0 ∆~
x1
∆v2 -0.1750 -0.0625
P2 -1 (tetapan)
Q2 -1
ψ2 -0.1506 (iterasi -0.1552 (iterasi
V2 0.7625 ke-2) 0.7535 ke-3)
p2 -0.9803 (substitusi ke -0.9996 (substitusi ke
q2 -0.9784 persamaan) -0.9996 persamaan)
~ ∆p2 -0.0197 -0.0004
∆u ~2
∆u ∆u ~3
∆q2 -0.0216 -0.0004
4.5137 -0.0993 4.4518 -0.1543
Jk -1.8849 3.3532 -1.8830 3.2551
0.2243 0.0066 0.2292 0.0109
(J−1)k 0.1261 0.3020 0.1326 0.3135
∆ψ2 -0.0046 -0.0001
∆~
x ∆~
x2 ∆~x3
∆v2 -0.0090 -0.0002
P2 -1
(tetapan)
Q2 -1
ψ2 -0.1553 (iterasi Iterasi ke-5 tidak
V2 0.7533 ke-4) dilakukan.
p2 -0.99999983 (substitusi ke p24 dan q24 sudah
q2 -0.99999981 persamaan) dianggap sama
~ ∆p2 -2.0000 dengan P2 dan Q2
∆u ~4
∆u
∆q2 -2.0000 yang ditetapkan
4.4505 -0.1554
Jk -1.8829 3.2531
0.2293 0.0110
(J−1)k 0.1327 0.3137
∆ψ2 -0.4806
∆~
x ∆~
x4
∆v2 -0.8930
P1 1.1229
Q1 1.2677
Sampai iterasi ke-3, nilai p23 ≈ −1 dan q23 ≈ −1 . Pada iterasi ke-4
nilai tersebut sudah dapat dikatakan sama dengan nilai P2 dan Q2
yang ditetapkan. Oleh karena itu iterasi ke-5 tidak perlu dilakukan
lagi.
215
Analisis Aliran Daya
SG1 V1 = 1∠0 pu
o
bus - 2
bus - 1 y12 = − j10 pu
G1
y13 = − j15 pu
2,5 pu
y 23 = − j12 pu
S B1 S = 2 pu − j 2 pu
B1 j1,2 pu
V3 = 1.1 bus - 3
SG 3 S = 2.5 + j1,2 − j 2 = 2,5 − j 0,8
P3 = 2.0 G3 B2
Y11 = y12 + y13 = 25∠ − 90o ; Y12 = − y12 = 10∠90o ; Y13 = − y13 = 15∠90o
Y22 = y12 + y 23 = 22∠ − 90o ; Y21 = − y 21 = 10∠90o ; Y23 = − y 23 = 12∠90o
Y33 = y31 + y32 = 27∠ − 90o ; Y31 = − y31 = 15∠90o ; Y32 = − y32 = 12∠90 o
217
Analisis Aliran Daya
∆p2 P2 − p2 − 2,5 − p2
0 0
~0 0 0
∆u ≡ ∆p3 = P3 − p3 = 2 − p3 (5.39)
∆q2 Q2 − q20 0,8 − q20
Besar koreksi
− 2,5 − p20
∆~
x0 = J ( ) ∆u~ = (J )
−1 0 0 −1 0 0
2 − p3 (5.40)
0,8 − q 0
2
219
Analisis Aliran Daya
∂p 2 / ∂ψ 2 ∂p2 / ∂ψ 3 ∂p 2 / ∂V2
J = ∂p3 / ∂ψ 2 ∂p3 / ∂ψ 3 ∂p3 / ∂V2
∂q 2 / ∂ψ 2 ∂q2 / ∂ψ 3 ∂q 2 / ∂V2
P2 -2.5
P3 2
Q2 0.8 (tetapan)
ψ1 0
V1 1
ψ2 0 -0.0929
V2 1 (dugaan awal) 1.0962 (iterasi ke-1)
ψ3 0 0.0260
V3 1.1 (tetapan)
p2 0.0000 (substitusi ke -2.7349 (substitusi ke
p,q p3 3E-15 persamaan aliran 2.2399 persamaan aliran
q2 -1.2000 daya) 1.1530 daya)
∆p
~
∆u ~0 ~1
2 -2.5 ∆u 0.2349 ∆u
∆p
3 2 -0.2399
∆q
2 2.0000 -0.3530
25.281
23.2000 -13.2000 0.0000 2 -14.3669 -2.4950
Jk
29.700 30.861
-13.2000 0 0.0000 -14.3669 4 1.5668
20.800 25.167
0.0000 0.0000 0 -2.7349 1.7175 3
0.0577 0.0256 0.0000 0.0542 0.0250 0.0038
-1 k 0.0256 0.0451 0.0000 0.0250 0.0441 -0.0003
(J )
0.0000 0.0000 0.0481 0.0042 -0.0003 0.0402
ψ2 -0.0929 0.0054
∆~
x ψ3 0.0260 ∆~
x0 -0.0046 ∆~
x1
V2 0.0962 -0.0131
P2 -2.5
P3 2
Q2 0.8 (tetapan)
ψ1 0
V1 1
ψ2 -0.0876 -0.0874
V2 1.0830 (iterasi ke-2) 1.0828 (iterasi ke-3)
ψ3 0.0214 0.0217
V3 (tetapan)
p2 -2.5023 (substitusi ke -2.5000 (substitusi ke
p,q p3 1.9963 persamaan aliran 1.9998 persamaan aliran
q2 0.8049 daya) 0.8000 daya)
∆p2 0.0023 0.0000
~ ∆u~2 ~3
∆u
∆u ∆p3 0.0037 0.0002
∆q2 -0.0049 0.0000
24.9999 -14.2111 -2.3105
Proses iterasi dihentikan;
Jk -14.2111 30.7073 1.4359
nilai p2, p3, dan q2 sudah
-2.5023 1.5551 24.5698
dapat dianggap sama dengan
0.0546 0.0251 0.0037
nilai tetapan yang diberikan
(J-1)k 0.0251 0.0442 -0.0002 yaitu
0.0040 -0.0002 0.0411 P2 = −2,5 P3 = 2 Q2 = 0,8
ψ2 0.0002
∆~
x ∆~x2
ψ3 0.0002
V2 -0.0002
P1 0.5876
Q1 -2.2832
Q3 1.9653
P12 -0.9448
Q12 0.7870
P13 0.3573
Q13 1.4961
P31 -0.3573
Q31 -1.6539
P32 -1.5552
Q32 -0.3115
P21 -0.9448
Q21 0.9382
P23 -1.5552
Q23 -0.1382
221
Analisis Aliran Daya
V1 = 1 pu; ψ1 = 0 o
V2 = 1,08 pu ψ 2 = −0,0876 rad = −5,0 o
V3 = 1,1 pu ψ 3 = 0,0214 rad = 1,24 o
Diagram fasor tegangan di tiga bus tersebut kurang lebih adalah:
V3
V1
V2
Aliran Daya Antar Bus. Kita akan melihat bagaimana aliran daya
antar bus di saluran transmisi. Aliran daya ini kita hitung
menggunakan relasi
(
S ij = Vi × I ij∗ = Vi Yij ( Vi − V j ) )∗ = Vi Yij∗ Vi∗ − Vi Yij∗ V ∗j
⇒ Pij = Yij Vi2 cos(−θ ij ) − Vi YijV j cos(ψ 1 − θ ij − ψ j )
⇒ Qij = Yij Vi2 sin( −θ ij ) − Vi Yij V j sin(ψ 1 − θ ij − ψ j )
yang tidak lain adalah bentuk awal dari persamaan aliran daya
sebelum cara penulisannya diubah untuk memperoleh bentuk
pernyataan yang lebih terstruktur. Hasil perhitungan tercantum
dalam bagian tabel yang diberi batas garis tebal. Dari bagian tabel
tersebut kita peroleh daya kompleks antar bus dan daya kompleks
di setiap bus.
Bus-1:
S12 = −0,945 + j 0,787 pu
S13 = 0,357 + j1,496 pu
⇒ S1 = −0,588 + j 2,283 pu
Bus-3:
S 31 = −0,357 − j1,654 pu
S 32 = −1,555 − j 0.311 pu
⇒ S 3 = − j1,912 − j1,965 pu
Bus-2:
S 21 = −0,945 + j 0.938 pu
S 23 = −1,555 − j 0,138 pu
⇒ S 2 = −2,500 + j 0,800 pu
Antara bus-1 dan bus-3 aliran daya hanya terjadi dari bus-3 ke
bus-1; daya di bus-3 S 31 = −0,357 − j1,654 sedangkan daya di
bus-1 S13 = 0,357 + j1,496 . Daya nyata yang dikirim oleh bus-3
tepat sama dengan daya nyata yang diterima bus-1; hal ini terjadi
karena saluran transmisi merupakan lossless line. Perbedaan antara
daya reaktif yang dikirim bus-3 dan yang diterima bus-1 adalah
daya reaktif yang terserap di saluran yaitu sebesar j 0,158 pu .
223
Analisis Aliran Daya
225
Biodata Penulis
227
s u
sampah 17 uji beban nol 126
slack bus 200, 205 uji hubung singkat 126
stabilitas, mantap 95 urutan negatif 29
struktur 3 urutan nol 29
subtransmisi 4 urutan positif 29
surge impedance loading 98 y
surja 101 Ybus 203, 205, 214
surya, tenaga 17
t
tiga-fasa 26, 29
transformator 115, 116, 118,
120, 123, 125, 130, 131
transformator polifasa 155
transformator tiga belitan
136, 138, 140, 144
transien 100, 102, 190
transmisi 4, 47, 73
transposisi 61, 70
turbin 177