A. DEFINISI
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat kedua-duanya yang
disebabkan oleh berbagai keadaan. (Sidarta Ilyas, dkk, 2008) Katarak merupakan kekeruhan
yang terjadi pada lensa mata, sehingga menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan
(Admin,2009) Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat
gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu
(Iwan,2009).
B. KLASFIKASI
2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata.
1. Katarak kongeniatal, katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat
pada usia di bawah 1 tahun).
2. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40
tahun.
3. Katarak presenil, katarak sesudah usia 30-40 tahun.
4. Katarak senilis, katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini
merupakan proses degeneratif (kemunduran) dan yang paling sering ditemukan.
Adapun tahapan katarak senilis adalah :
1) Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih
sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan
lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada
stadium ini seringkali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya
sehingga cenderung diabaikan.
3) Katarak matur : pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan
bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering
disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca,
penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari.
C. ETIOLOGI
Berbagai macam hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin, 2000) :
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau bahan
beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya diabetes)
dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid). Katarak juga dapat disebabkan oleh
beberapa faktor risiko lain, seperti:
D. PATOFISIOLOGI
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang
mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior
merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus
multipel (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan
oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses
penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi
radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang
dalam jangka waktu yang lama.
E. PATHWAY
Usia lanjut dan Congenital atau bisa Cedera mata Penyakit metabolic
proses penuaan diturunkan (misalnya DM)
Koagulasi
Gangguan
penerimaan
Mengabutkan pandangan
sensori/status
organ indera
Prosedur invasive
Terputusnya protein lensa disertai influks air
pengangkatan katarak
ke dalam lensa
Menurunnya
ketajaman
penglihatan
Usia meningkat
Risiko Infeksi
Gangguan
Penurunan enzim menurun
persepsi sensori-
perseptual
penglihatan
Degenerasi pada lensa
KATARAK
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina takakan tampak
dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.
Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan seakan-
akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih,
sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif. Gejala umum gangguan katarak
meliputi :
F. KOMPLIKASI
1. Gluocoma.
2. Uveitis.
4. Sumbatan pupil.
6. Endoftalmitis.
8. Pelepasan koroid.
9. Bleeding.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
10. Keratometri.
H. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
2. Penatalaksanaan Medis
a. Kaca Mata Apikal. Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral
yang baik, namun pembesaran 25% - 30% menyebabkan penurunan dan
distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami
relasi spasial, membuat benda-benda tampak jauh lebih dekat dan mengubah
garis lurus menjadi lengkung. Memerlukan waktu penyesuaian yang lama
sampai pasien dapat mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak, dan
berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas.
b. Lensa Kontak. Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apical.
Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hampir sempurna bagi mereka
yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa
kontak. Namun, bagi lansia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena
kebanyakan lansia mengalami kemunduran keterampilan, sehingga pasien
memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa.
c. Implan Lensa Intraokuler (IOL). IOL adalah lensa permanen plastik yang
secara bedah diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan
dengan bentuk dan ukuran normal, karena IOL mampu menghilangkan efek
optikal lensa apakia. Sekitar 95% IOL dipasang di kamera posterior, sisanya
di kamera anterior. Lensa kamera anterior dipasang pada pasien yang
menjalani ekstraksi intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa
sengaja selama prosedur ekstrakapsuler.
BAB II
A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah keterangan lain
mengenai identitas pasien. Pada pasien dengan katarak kongenital biasanya sudah terlihat
pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40
tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien
dengan katarak senilis terjadi pada usia > 40 tahun.
Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering terjadi pada pasien
dengan katarak adalah penurunan ketajaman penglihatan.
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti DM, hipertensi,
pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolik lainnya memicu risiko
katarak.
3. Aktivitas istirahat.
Gejala yang terjadi pada aktivitas istirahat yakni perubahan aktivitas biasanya atau
hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.
4. Neurosensori.
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gamgguan penglihatan kabur/tidak jelas,
sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan
berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca
mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut).
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma
berat dan peningkatan air mata).
5. Nyeri/kenyamanan.
6. Pembelajaran/pengajaran.
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga apakah
ada riwayat diabetes atau gangguan system vaskuler, kaji riwayat stress, alergi,
gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin
dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre-operasi
2. Post-operasi
C. ANALISA DATA
2. Respons tidak
sesuai Hilangnya transparansi lensa
3. Bersikap seolah
melihat, Perubahan kimia dalam protein lensa
mendengar,
mengecap, meraba, Koagulasi
atau mencium
sesuatu Mengabutkan pandangan
Gangguan penerimaan sensori/status
organ indera
Koagulasi
Mengabutkan pandangan
Usia meningkat
Penurunan enzim menurun
Katarak
Post Op
Nyeri Akut
Deficit Pengetahuan
4. DS : Usia lanjut dan penuaan; congenital atau Cemas/Ansietas
1. Merasa bingung bisa diturunkan; cedera mata; penyakit
2. Merasa khawatir metabolic (misal DM)
dengan akibat dari
kondisi yang Nucleus mengalami perubahan warna
dihadapi menjadi coklat kekuningan
3. Sulit berkonsentrasi
DO :
Perubahan fisik (perubahan pada serabut
1. Tampak gelisah
halus multiple (zunula) yang
2. Tampak tegang
memanjang dari badan silier ke sekitar
3. Sulit tidur
daerah lensa)
4. Frekuensi napas
meningkat
Hilangnya transparansi lensa
5. Frekuensi nadi
meningkat
Perubahan kimia dalam protein lensa
6. Tekanan darah
meningkat
Koagulasi
7. Tremor
Mengabutkan pandangan
Usia meningkat
Cemas/Ansietas
Koagulasi
Mengabutkan pandangan
Koagulasi
Mengabutkan pandangan
Usia meningkat
Risiko Infeksi
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Gangguan persepsi TUPAN Minimalisasi Rangsangan Minimalisasi Rangsangan
sensori – perseptual Setelah dilakukan a. Observasi a. Observasi
penglihatan b.d tindakan keperawata 1. Periksa status mental atau pola 1. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
gangguan penerimaan selama 3x24 jam, rangsangan yang ada (baik rangsangan apa yang mengganggu
sensori/status organ diharapkan gangguan internal atau eksternal) kondisi klien dan berdampak pada
indera d.d : persepsi sensori keadaan mentalnya
b. Terapeutik
DS : membaik. b. Terapeutik
1. Mendengar suara 1. Diskusikan tingkat toleransi
1. Untuk mengetahui sejauh mana
bisikan atau terhadap beban sensori (mis.
klien bisa menerima rangsangan,
melihat bayangan bising, terlalu terang)
TUPEN sehingga bisa diciptakan
2. Merasakan
Setelah dilakukan lingkungan yang lebih nyaman
sesuatu melalui 2. Batasi stimulus lingkungan (mis.
tindakan keperawatan 2. Agar tercipta lingkungan yang
indera cahaya, suara, aktivitas)
selama 1x24 jam, nyaman dan mendukung pada
penglihatan,
diharapkan gangguan stabilitas kondisi klien
penciuman,
penerimaan sensori 3. Jadwalkan aktivitas harian dan 3. Hal ini dilakukan agar klien
perabaan, atau
membaik dengan kriteria waktu istirahat memiliki waktu istirahat yang
pengecapan
hasil : cukup, serta kegiatan yang
DO :
- Verbalisasi dilakukannya teratur
1. Distorsi sensori
melihat 4. Kombinasikan 4. Mengefektifkan waktu perawatan
2. Respons tidak
bayangan prosedur/tindakan dalam satu dan menghindari klien merasa
sesuai menurun waktu, sesuai kebutuhan jenuh karena banyak tindakan yang
3. Bersikap seolah - Distorsi sensori dilakukan dalam beberapa waktu
melihat, menurun c. Edukasi c. Edukasi
mendengar, 1. Ajarkan cara meminimalisasi 1. Melatih klien agar mampu
mengecap, stimulus (mis. mengatur mengondisikan lingkungan dari
meraba, atau pencahayaan ruangan, stimulus yang bisa
mencium sesuatu mengurangi kebisingan, mengganggunya, hal ini dilakukan
c. Edukasi c. Edukasi
Pearce, Evelyn C. 2011. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia
https://www.academia.edu/5013862/Katarak
htts://www.academia.edu/36121060/LP_KATARAK