Anda di halaman 1dari 11

PROLAPS TALI PUSAT

A. KONSEP DASAR TEORI


1. Pengertian
Prolaps tali pusat adalah Tali pusat berada di samping atau melewati bagian
terendah janin dalam jalan lahir sebelum ketuban pecah.
(Mansjoer Arif, 2000,hal.308)
Prolaps Tali Pusat adalah Keadaan darurat yang mana keadaan tali pusat
dipindahkan diantara bagian yang disiapkan untuk janin
dan tulang pelvis ibu. ( Maternal Invant Health, hal 68)

Prolaps Tali pusat dapat dibedakan menjadi 3 derajat yaitu :


 Prolaps Occult :
Keadaan dimana tali pusat terletak diatas di dekat pelvis tetapi tidak dalam
jangkauan jari pada pemeriksaan vagina.
 Tali Pusat mungkin fore lying :
Adalah keadaan dimana tali pusat dapat diraba melalui arteum uteri, tetapi
berada didalam kantong ketuban yang utuh.
 Tali pusat mungkin prolaps kedalam vagina atau bahkan diluar vagina setelah
ketuban pecah.
( Kedaruratan obsterti & Ginekologi, hal 372)

2. Etiologi
 Letak Lintang
 Letak sungsang terutama presentase bokong
 Ketuban pecah dini
 Plasenta previa
 Prematuritas
 Hidraamnion
3. Patofisiologi
Letak lintang, letak sungsangterutama presentase bokong, hidraamnion, KPD, dan
plasenta previa dapat menyebabkan prolaps tali pusat. Dimana tali pusat berada
dibagian terendah janin didalam jalan lahiratau berada diantarabagian yang
disiapkan untuk janin dan tulang pelvis ibu, sehingga tali pusat keluar dari uterus
mendahului bagian persentase pada setiap kontraksi.
Dengan demikian tali pusat akan kelihatan menonjol keluar dari vagina. Akibatnya
tali pusat terpapar udara dingin yang menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah
tali pusat yang dapat menyebabkan hipoksia pada janin.

4. Manifestasi Klinis
 Tali pusat kelihatan menonjol keluar dari vagiana.
 Tali pusat dapat dirasakan/ diraba dengan tangan didalam bagian yang lebih
sempit dari vagina.
 Keadaan jalan lahir yang berbahaya mungkin terjadi sebagai mana tali pusat
ditekan antara bagian presentase dan tulang panggul.
 Bradikardia janin ( DJJ <100x/menit)
 Hipoksia Janin
5. Penatalaksanaan
Tali pusat berdenyut
1. Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
2. Beri oksigen 4-6 liter/ menit melalui masker atau nasal kanul
3. Posisi ibu Trendelenberg
4. Diagnosis tahapan persalinan melalui pemeriksaan dalam segera.
5. Jika ibu pada persalinan kala I :
a) Dengan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi (DTT) masukan tangan
kedalam vagina dan bagian terendah janin segera didorong ke atas,
sehingga tahanan pada tali pusat dapat dikurangi.
b) Tangan yanglain menahan bagian terendah di supra bubis dan evaluasi
keberhasilan reposisi.
c) Jika bagian terbawah janin sudah terpegang dengan kuat diatas rongga
panggul, keluarkan tangan dari vagina, letakan tangan tetap diatas
abdomen sampai dilakukan sesio cesarea.
d) Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg IV secara berlahan untuk
mengurangi kontraksi rahim.
e) Segera lakukan seksio cesarea.
6. Jika ibu pada persalinan kala II :
a) Pada persentasi kepala, lakukan persalinan segera dengan ekstraksi
vakum atau ekstraksi cunam/forseps.
b) Jika persentase bokong/sungsang lakukan ekstraksi bokong atau kaki,
dan gunakan forseps pipa panjang untuk melahirkan kepala yang
menyusul.
c) Jika letak lintang, siapkan segera seksio caesarea.
d) Siapkan segera resusitasi neonatus.

Tali pusat tidak berdenyut


Jika tali pusat tidak berdenyut berarti janin telah meninggal. Keadaan ini sudah
tidak merupakan tindakan darurat lagi, lahirkan bayi secara normal tanpa
mencederai ibu. Pergunakan waktu untuk memberikan konseling pada ibu dan
keluarganya tentang apa yang terjadi serta tindakan apa yang terjadi sera tindakan
apa yang akan dilakukan.Diharapkan persalinan dapat berlangsung spontan perva
B. KONSEP DASAR ASKEP
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
b. Riwayat kehamilan (GPA)
c. Pemeriksaan umum : kesadaran, tanda vital, keadaan umum.
d. Pemeriksaan khusus :
a. Kepala :
 Rambut : Kebersihan kulit kepala
 Wajah : Adanya kloasma gravidarum atau tidak
 Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik atau tidak.
 Hidung : Kebersihan→sekret ada atau tidak, sinus paranasal membesar
atau tidak.
 Mulut : Kebersihan→mukosa mulut merah atau tidak, gigi berlubang
atau tidak.
 Telinga :Kebersihan liang telinga, ada serumen atau tidak.
 Leher : Kelenjar tiroid membesar atau tidak.
b. Toraks :
 Inspeksi: Frekuensi pernapasan teratur atau tidak, pada payudara ada
striae dan linea atau tidak, areola mamae hiperpigmentasi atau tidak,
serta puting susu menonjol datar atau terbenam.
 Palpasi : Ada pembengkakan pada payudara atau tidak.
 Auskultasi : Bunyi napas normal atau tidak, bunyi jantung SI-S2 diapeks
c. Abdomen :
 Inspeksi : Ada striae dan linea atau tidak, ada bekas luka operasi atau
tidak.
 Palpasi : Tinggi fundus uteri, pemeriksaan leupold.
 Auskultasi : DJJ normal tidak.
d. Vulva : Kebersihan vulva, fluor albus ada atau tidak.
e. Ekstremitas : ada varises atau tidak, edema ada atau tidak.
e. Pemeriksaan vaginal toucher
f. Teraba tali pusat pada daerah ostium uterus.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke plasentaatau
melalui tali pusat (prolaps).
2. Ketakutan dan kecemasan b/d situasi, ancaman yang dirasakan oleh ibu atau
janin.
3. Resiko cedera terhadap janin b/d hipoksia janin dan abnormalitas pelvis ibu.
4. Koping individu inefektif b/d komplikasi persalinan.
5. Resiko infeksi b/d terpaparnya tali pusat dengan udara dingin.

3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah ke


plasentaatau melalui tali pusat (prolaps).

Tujuan : Pertukaran gas pada janin efektif.

Hasil yang yang diharapkan menunjukan DJJ pada batas normal,


memanifestasikan variabilitas pada strip pemantau, bebas dari deselerasi lambat.

Intervensi :

1. Perhatikan maturasi janin berdasarkan riwayat ibu dan pengukuran uterus.


R/ : Usia gestasi janin, harus 36 minggu atau lebih untuk dilakukan induksi
persalinan.
2. Lakukan manuver Leupold dan pemeriksaan vaginal steril, perhatikan presentasi
dan posisi janin.
R/ : Menentukan kelainan pada letak janin apakah persentasi verteks, persentasi
bokong dan lain –lain.
3. Posisikan ibu telentang dengan bagian kepala ibu lebih rendah dari panggul ibu
yang dipotong dengan bantal.
R/ : Membantu mendapatkan strip pemantauan janin eksternal adekuat untuk
mengevaluasi pola kontraksi dan irama jantung janin.
4. Perhatikan pada ibu adanya faktor-faktor yang secara negatif mempengaruhhi
sirkulasi plasenta dan oksigenasi janin.
R/ : Penurunan volume sirkulasi atau vasospasme dalam plasenta menurunkan
ketersediaan oksigenuntuk janin.
5. Gunakan EFM (electric fetal monitoring) 15- 20 menit sebelum prosedur induksi.
R/ : Menentukan kesejahteraan janin dan memberikan pengkajian dasar DJJ dan
aktivitas uterus.
6. Lanjutkan pemantauan DJJ, perhatikan perubahan denyut deselerasi selama dan
setelah kontraksi.
R/ : Distres janin dapat terjadi karena hipoksia,mungkin dimanifestasikan dengan
penurunan viabilitas,daselerasi lambat,dan takikardi yang diikuti dengan
brakikadi.
7. Perhatikan adanya adanya deselerasi perubahan posisi ibu dari sisi ke sisi .
R/ : Komperesi tali pusat di antara jalan lahir dan bagian presentasi dapat
dihilangkan dengan perubahan posisi.
8. Perhatikan warna dan jumblah cairan aminon bila ketuban pecah.
R/ : Distres janin pada presentasi verteks dimanifesasikan dengan kandungan
mekonim yang mrupakan akibat dari respons vegal pada hipoksia.

9. Keji reaksi DJJ terhadap kontraksi,perhatikan beradikardi atau deselerasi lambat.

R/ : Pengkajian yang tepat perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya


hipiksia.Rentang normal DJJ adalah 120 – 160 kali permenit.

10. Auskultasi jantung janin bila pecah ketuban.


R/ : Pada keadaan prolaps tali pusat dan tidak adanya dilatasi serviks
penuh,mungkin diperlukan kelahiran seksio caeserea.
11. Pantau respons janung janin untuk obat praopresi atau anestesi regional.
R/ : Narkotik biasanya menurunkan viabilitas DJJ dan memerlukan pemberian
naloksos (narcan) setelah melahirkan untukmemperbaiki depresi pernapasan
akibat narkotik.Hipontesi maternal pada respons terhadap anestesi secara umum
menyebabkan bradikardi janin sementara.

Kolaborasi.

12. Tinjau ulang hasil USG dan aminiosintesis,pelvimentri,dan rasio L/S.


R/ : Menentukan usia janin dan presentasi membantu mengidentfikasi
kebutuhan janin/neonatallain selama dan setelah kelahiran.
13. Bantu sesuai dengan kebutan dalam penggunaan elektroda janin internal
R/ : Elektroda janin internal harus digunakan untuk observasi lebih
akurat,khususnya ada tanda-tanda disters janin dan mekonium.
14. Izinkan ibu berkemih sebelum pemberian oksitoksin dan sebelum penggunaan
elektroda janin.
R/ : Kandung kemih penuh dapat menganggu posisi janin dan penempatan
pemantau.
15. Bantu dokter dengan meninggikan verteks bila diperlukan.
R/ : Perubahan posisi dapat menghilangakan tekanan pada tali pusat.
16. Siapkan dokter dan perawat.Perawat intensif neonatal pada ruang melahirkan
untuk jadwal dan kelahiran secara darurat .
R/ : Bayi mungkin belum cukup bulan (preterm)atau dapat mengalami
perubahan respons karena kondisi dasar maternal atau perubahan proses
kelahiran memerlukan perawatan segera atau resistensi.

Diagnosa 2 : Ketakutan/ kecemasan b/d situasi atau ancaman yangdirasakan oleh


ibu
Intervensi :
1. Diskusikansituasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.
R/ : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.
2. Pantau respon verbal dan non verbal klien/ pasangan.
R/ : Menandakan rasa cemas yang sedang dialami klien/ pasangan/ keluarga.
3. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak
mungkin.
R/ : Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi,
sehingga dapat menurunkan rasa cemas.
4. Dengarkan masalah klien secara aktif.
R/ : Memberikesempatan pada klien untuk menemukan solusi sendiri.
5. Jelaskan setiap prosedur arti dari setiap gejala.
R/ : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa cemas dan meningkatkan
rasa kontrol terhadap situasi.
6. Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis dan beri kesempatan
klienuntuk mengajukan pertanyaan, serta jawab pertanyaan dengan jujur.
R/ : Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi
dengan lebih efektif. Informasi tertulis memungkinkan klien untuk meninjau
ulang informasi karena akibat tingkat stres, klien tidak dapat mengasimilasi
informasi. Jawaban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih baik
serta menurunkan rasa cemas.

Diagnosis 3: Risiko cedera janin yang berhubungan dengan hipoksida janin dan
abnormalitas pelvis ibu

Tujuan :Cedera pada janin tidak terjadi .

Kriteria hasil: Menunjukan denyut nadi dalam batas normal dengan variabilitas yang
baik,ibu berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola persalinan dan
\atau menurunkan faktor resiko yang teridentifikasi.

Intervensi :

1. Kaji DJJ secara manual atau elektronik ,prhatikan variabilitas perubahan periodik
dan frekuensi dasar .

R/: Untuk mendeteksi respons abnormal seperti variabilitas yang dilebihkan


bradikardi dan takikardi yang mungkin di sebabkan oleh stres
,hipoksida,asidosis,atau sepsis

2. Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui kateter
tekanan intrauterus bila tersedia.

R/: Tekanan istirahat lebih besar dari 30 mmHg atau tekanan kontraksi >50
mmHg menurunkan atau menggangu oksigenasi

3. Identifikasi faktor-faktor maternal seperti dehidrasi,asidosis,dan ansietas.

R/: Kadang kadang prosedur sederhana meningkatkan sirkulasi darah juga


oksigen ke uterus dan plasenta serta dapat mencegah atau memperbaiki hipoksida
janin .

4. Observasi terhadap prolaps tali pusat sama atau dapat dilihat bila pecah ketuban
khususnya pada janin presentasi bokong .
R/: Prolaps tali pusat lebih mungkin terjadi pada presentasi bokong karena bagian
presentasi tidak menonjol keluar juga tidak secara total memblok tulang seperti
pada presentasi verteks.

5. Perhatikan bau dan perubahan warna cairan aminion pada pecah ketubn
lama.Dapatkan kultur bila temuan obnormal.

R/ : Infeksi asendens dan spesis disertai dengan takikardi dapat tarjadi pada pada
pecah ketuban lama.

Kolaborasi

6. Perhatikan konfresi kontraksi uterus.Beri tahu dokter bila frekuensi 2 menit atau
kurang .

R/ : Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidak memungkinkan


oksigenasi adekuat.

7. Kaji malposisi dengan menggunakan manuver leoplod dan temuan pemeriksaan


internal.Tinjau ulang hasil USG.

R/ : Menentukan baringan janin,posisi dan presenatsi dapat mengidentifikasi


faktor-faktor yang memperberat disfungsional persalinan.

8. Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi.

R/ : Resiko cedera atau kematian janin meningkat dengan melahirkan pervaginam


bila presentasi selain perteks.

9. Berikan anti biotik pada ibu sesuai indikasi.

R/ : Mencegah atau mengatasi infeksi asendens dan akan melindungi janin juga.

10. Siapkan untuk kelahiran secara cesarea bila presentasi bokong terjadi,janin
gagal urunkemajuan persalinan berhenti.

R/ : Melahirkan pervaginam dari bokong dihubungkan dengan cedera pada


vertebra janin ,sutua otak,klavikuladan meningkan mortalitas dan morbiditas
janin. Risiko hipoksia karena stimulasi vegina lama dapat dicegah dan intervensi
bedah segera dilakukan.
Diagnosa 4 : Resiko infeksi b/d terpaparnya tali pusat dengan udara dingin.

Intervesi :

1. Lakukanpemeriksaan vagina awal


R/ : Pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam infeksi saluran asendens.
2. Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat.
R/ : Menurunkan resiko yang memerlukan/ menyebarkan agen.
3. Gunakan tekhnik aseptik selama pemeriksaan vagina.
R/ : Membantu mencegah pertumbuhan bakteri, membatasi kontaminasi dari
pencapaian ke vagina.
4. Pantau dan gambarkan karakter cairan amniotik.
R/ : Pada infeksi, cairan amniotik menjadi lebih kental dan kuning pekat dan bau
dapat dideteksi.
5. Pantau suhu, nadi, pernapasan dan sel darah putih sesuai indikasi.
R/ : Dalam 1 jam setelah membran ruptur, insiden koriamnionitis meningkat
secara progresif sesuai waktu ditunjukan dengan peningkatan tanda- tanda vital
dan leukosit.
DAFTAR PUSTAKA

 Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas, Jakarta: Salemba Medika.

 Mochlar, Rustam. 1990. Synopsis Obstetric. Jakarta : EGC

 FKUI Universitas Padjajaran. 1982. Obstetric Patologi. Bandung : Elstar offset

 Oxorn, Harry. 1990. Patologi dan Fisiologi Persalinan. Jakarta : Yayasan Essentia
Medica

 Wiknojosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawihardjo

Anda mungkin juga menyukai