Anda di halaman 1dari 70

TUGAS PAPER

MATA KULIAH ILMU BAHAN

DOSEN : JUARA MANGAPUL TAMBUNAN, ST., M.Si

“ PROSES PEMBUATAN MATERIAL KAYU BESERTA APLIKASINYA “

Oleh :

NAMA : RAIHAN ELGA PANDU SAPUTRO

NIM : 201971025

KELAS :A

JURUSAN : D3 – TEKNIK ELEKTRO

IT – PLN JAKARTA
2020
LEMBAR PERSETUJUAN DAN

PENGESAHAN TUGAS

Paper Yang Berjudul : Proses Pembuatan Material Kayu Beserta Aplikasinya

Disusun Oleh : Raihan Elga Pandu Saputro

NIM : 201971025

Program : Diploma Tiga (D3)

Program Studi : Teknik Elektro

Jakarta, 20 Oktober 2020

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Dosen Pengampu

Retno Aita Diantari, ST., M.T Juara Mangapul Tambunan, ST., M.Si

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Esa karena telah memberikan nikmat sehat dan kesempatan
kepada saya untuk dapat menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya Saya dapat
menyelesaikan paper ini yang berjudul “Proses Pembuatan Material Kayu dan Aplikasinya”
tepat waktu. Paper tersebut disusun guna memenuhi tugas Bapak Juara Mangapul Tambunan,
ST., M.Si dalam mata kuliah Ilmu Bahan. Selain itu, saya juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca mengenai “Proses Pembuatan Material Kayu dan
Aplikasinya”.

Saya selaku penulis da penyusun paper ini mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Bapak Juara Mangapul Tambunan, ST., M.Si selaku Dosen Pengampu mata kuliah Ilmu Bahan
Jurusan D3- Teknik Elektro di IT-PLN. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Saya mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Saya selaku penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 20 Agustus 2020

Raihan Elga Pandu Saputro

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

LEMBAR DAFTAR GAMBAR............................................................................... v

LEMBAR DAFTAR TABEL.................................................................................... vi

LEMBAR DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ vii

BAB I.......................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN...................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG........................................................................................ 1


1.2 RUMUSAN MASALAH.................................................................................... 2
1.3 TUJUAN............................................................................................................. 2
BAB II......................................................................................................................... 3
TEORI DASAR........................................................................................................... 3
2.1 MATERIAL BAHANN BANGUNAN KAYU.................................................. 3
BAB III....................................................................................................................... 18
METODE PENULISAN............................................................................................ 18
3.1 PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI................................................. 18
3.2 PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI.................................................... 18
3.3 ANALISIS DAN SINTESIS.............................................................................. 18
BAB IV...................................................................................................................... 19
PEMBAHASAN........................................................................................................ 19
4.1 PROSES PRODUKSI KAYU............................................................................ 19
BAB V........................................................................................................................ 63

KESIMPULAN.......................................................................................................... 63

LAMPIRAN – LAMPIRAN...................................................................................... 64

iv
DAFTAR GAMBAR

(Gambar 2 Potongan Kayu)..................................................................................... 3

(Gambar 2.1 Rumah Kayu)....................................................................................... 4

(Gambar 2.2 Serat Kayu).......................................................................................... 7

(Gambar 2.3 Keteguhan Kayu)................................................................................. 12

(Gambar 2.4 Unsur Kimia Pada Dinding Sel Kayu)................................................. 15

(Gambar 4.1 Arah Rebah Pohon).............................................................................. 20

(Gambar 4.2 Proses Siklus Pengeringan Kayu)........................................................ 25

v
DAFTAR TABEL

(Tabel 4.1 Klasifikasi Kayu PKKI-NI)............................................................................. . 50

(Tabel 4.2 Komposisi Kimia Kayu)................................................................................... 51

(Tabel 4.3 Kelas Kuat dan Awet Kayu)............................................................................. 53-60

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 (Sifat Fisik Kayu Beserta Gambar)..................................................... 7-17

Lampiran 2 (Lapisan Kayu dan Keteguhan Kayu Beserta Gambar)..................... 12-14

Lampiran 3 (Komposisi Unsur – Unsur Kimia Dalam Kayu Beserta Gambar).... 15

Lampiran 4 (Gambar Proses Siklus Pengeringan Kayu)....................................... 25

Lampiran 5 (Tabel Klasifikasi Kayu PKKI-NI).................................................... 50

Lampiran 6 (Tabel Komposisi Kimia Kayu)......................................................... 51

Lampira 7 ( Tabel Kelas Kuat dan Awet Kayu).................................................... 53-60

vii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan kita sehari- hari, kayu merupakan bahan yang sangat sering
dipergunakan untuk tujuan penggunaan tertentu. Terkadang sebagai barang tertentu, kayu
tidak dapat digantikan dengan bahan lain karena sifat khasnya. Kita sebagai pengguna dari
kayu yang setiap jenisnya mempunyai sifat-sifat yang berbeda, perlu mengenal sifat-sifat
kayu tersebut sehingga dalam pemilihan atau penentuan jenis untuk tujuan penggunaan
tertentu harus betul-betul sesuai dengan yang kita inginkan.

Salah satu kayu yang banyak digunakan adalah kayu jati. Kayu jati adalah sejenis
pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai
tinggi 30-40 m. Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan
keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu
ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong
dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat mebel jati furnitur/mebel dan ukir-ukiran.
Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola
lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah.
Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu
mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan,
panel, dan anak tangga yang berkelas.

Untuk dapat memilih kayu jati yang baik untuk aplikasi furnitur, maka perlu diketahui
sifat-sifat mekanik kayu jati. Sifat mekanik ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu
sebab dari pengetahuan sifat mekanik kayu tersebut tidak saja dapat dipilih jenis kayu yang
tepat serta macam penggunaan yang memungkinkan, akan tetapi juga dapat dipilih
kemungkinan penggantian oleh jenis kayu lainnya apabila jenis yang bersangkutan sulit
didapat secara kontinyu atau terlalu mahal. Disamping itu pengetahuan akan sifat mekanik
kayu jati juga akan bermanfaat pada saat manufakturing kayu jati, seperti proses permesinan.
Macam sifat mekanis kayu antara lain:
1. Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
2. Kekuatan Tekan (Compresive Strength atau Crushing Strength)
3. Kekuatan Lentur (Bending Strength).

1
Dalam upaya peningkatan efisiensi dan pengoptimalan penggunaan kayu, teknologi dan
rekayasa dalam bidang perkayuan sangatlah penting. Dalam pemilihan kayu yang baik sifat
mekanis atau kekuatan kayu merupakan hal yang penting. Faktor ini diperlukan karena kayu akan
digunakan untuk menahan beban dengan aman dalam jangka waktu yang telah ditentukan. O leh
karena itu untuk setiap batang kayu perlu dilakukan pemilahan dalam rangka mengetahui
kemampuan dalam menahan beban.
Berdasarkan informasi tersebut maka untuk memperoleh kayu jati dengan kualitas tinggi
serta menunjang pembuatan aplikasi furnitur yang bermutu baik dan berkualitas eksport maka
perlu adanya pengujian terhadap kekuatan tarik, kekuatan tekan, dan nilai modulus elastisitas
serta meneliti pengaruh arah serat, lingkaran tahun, densitas dan moisture content terhadap sifat
mekanik dari sampel kayu jati.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengaplikasian dari Material Kayu sebagai bahan bangunan, dan sebagainya.


2. Apa definisi, Jenis,Fungsi, Sifat, Kelebihan, dan Kekurangan dari material kayu

1.3 Tujuan

Tujuan utama paper ini adalah untuk mengetahui definisi,jenis,fungsi,sifat,kelebihan,dan


kekurangan material kayu di dalam menggunakan bahan bangunan tersebut untuk pekerjaan
konstruksi, serta dan sebagainya.
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Material Bahan Bangunan Kayu


2.1.1 Asal Usul Kayu Sebagai Material Bangunan

Kayu adalah jaringan, struktural serat keras yang ditemukan di batang dan akar pohon dan
lainnya pada tanaman berkayu . Bahan ini telah digunakan selama ratusan ribu tahun sebagai
bahan bakar dan bahan konstruksi.

( Gambar 2.1 Kayu )

Terdiri dari bahan organik, alamikomposit dari serat selulosa (yang kuat dalam ketegangan)
tertanam dalam matriks dari lignin yang tidak mudah di kompresi. Kayu, kadang-kadang
hanya didefinisikan sebagai sekunder xilem pada batang pohon, atau didefinisikan lebih luas
untuk mencakup jenis yang sama dari jaringan di tempat lain seperti pada akar pohon atau
tanaman lain seperti semak. Dalam pohon hidup telah melakukan fungsi pendukung,
memungkinkan tanaman berkayu untuk tumbuh besar atau untuk membela diri sendiri. Hal ini
juga menengahi transfer air dan nutrisi ke daun dan jaringan berkembang lainnya. Kayu juga
dapat merujuk kepada bahan tanaman lainnya dengan properti yang sebanding, dan untuk
materi rekayasa dari kayu, atau keripik kayu atau fiber.

Bumi terdapat sekitar satu triliun ton kayu, yang tumbuh pada dari 10 miliar ton per
tahun. Sebagai, berlimpah karbon-netral pada sumber daya terbarukan, bahan kayu telah
berkepentingan intens sebagai sumber energi terbarukan. Pada tahun 1991, sekitar 3,5 miliar
meter kubik kayu yang dipanen. Dominan di perabotan dan konstruksi bangunan.

Sebuah penemuan 2011 di Kanada, provinsi New Brunswick menemukan tanaman / pohon
kayu yang ditanam sekitar 395-400 juta tahun yang lalu . Orang-orang telah menggunakan
kayu sejak ribuan tahun lalu untuk berbagai tujuan, terutama sebagai bahan bakar atau sebagai

3
bahan konstruksi untuk membuat rumah, alat perkakas, senjata, mebel, kemasan karya seni
dan kertas.

Kayu biasanya terdapat tanda umur oleh penanggalan karbon di dalam tubuh batang dan
pada beberapa spesies oleh karena dendrochronology untuk membuat sejarah kayu tersebut
sejak tumbuh. Dilihat variasi tahun ke tahun pada lingkaran lebar di batang pohon dan juga
kelimpahan isotop memberikan petunjuk dengan iklim yang berlaku pada saat itu.

Kayu telah menjadi bahan konstruksi penting karena manusia mulai membangun tempat
penampungan, rumah dan perahu. Hampir semua perahu terbuat dari kayu sampai akhir abad
19, dan kayu masih umum digunakan saat ini dalam konstruksi kapal.

( Gambar 2.1 Rumah Kayu )

Bahan kayu yang akan digunakan untuk pekerjaan konstruksi umumnya dikenal sebagai
kayu di Amerika Utara. Di tempat lain, bahan kayu biasanya mengacu pada pohon yang
ditebang, dan kata lain untuk papan gergajian siap digunakan adalah papan malt.

Perumahan lokal baru di berbagai belahan dunia saat ini umumnya terbuat dari konstruksi
bingkai kayu. Kayu direkayasa menjadi bagian yang lebih besar dari industri produk
konstruksi. Kayu dapat digunakan dalam bangunan baik perumahan dan komersial sebagai
bahan struktural dan estetika.

Dalam bangunan terbuat dari bahan lain, kayu masih akan ditemukan sebagai bahan
pendukung, terutama dalam konstruksi atap, di pintu interior dan kusennya, dan sebagai
cladding eksterior. Kayu juga biasa digunakan sebagai bahan shuttering untuk membentuk
cetakan dimana beton dituangkan dalam konstruksi beton bertulang.

Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau
bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara sekitarnya.
Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama bila kayu
dalam keadaan kering.
Kayu berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifatyang berbeda-beda. Bahkan kayu
berasal dari satu pohon memiliki sifat agak berbeda, jika dibandingkan bagian ujung dan
4
pangkalnya. Dalam hubungan itu maka ada baiknya jika sifat-sifat kayu tersebut diketahui
lebih dahulu, sebelum kayu dipergunakan sebagai bahan bangunan,industri kayu maupun
untuk pembuatan perabot. Sifat dimaksud antara lainyang bersangkutan dengan sifat-sifat
anatomi kayu, sifat-sifat fisik, sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat kimianya.

2.1.2 Sifat - Sifat Kayu


2.1.2.1 Sifat – Sifat Umum Kayu
Di samping sekian banyak sifat-sifat kayu yang berbeda satu sama lain,ada beberapa sifat
yang umum terdapat pada semua kayu yaitu:
1. Semua batang pohon mempunyai pengaturan vertikal dan sifat simetri radial.
2. Kayu tesusun dari sel-sel yang memiliki tipe bermacam-macam dan susunan dinding
selnya terdiri dari senyawa-senyawa kimia berupa selulosa (unsure karbohidrat) serta berupa
lignin (non-karbohidrat).
3. Semua kayu bersifat anisotropic, yaitu memperllihatkan sifat-sifat yang berlainan
jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, tangensial dan radial). Hal ini disebabkan
oleh struktur dan orientasi selulosa dalam dinding sel, bentuk memanjang sel-sel kayu dan
pengaturan sel terhadap sumbu vertikal dan horisontal pada batang pohon.
4. Kayu merupakan suatu bahan yang bersifat higroskopik, yaitu dapat kehilangan atau
bertambah kelembabannya akibat perubahan kelembaban dan suhu udara di sekitarnya.
5. Kayu dapat diserang makhluk hidup perusak kayu, dapat juga terbakar, terutama jika
kayu keadaannya kering.
Bila sebatang pohon dipotong melintang dan permukaan potongan melintang itu dihaluskan,
maka akan tampak suatu gambaran unsur-unsur kayu yang tersusun dalam pola melingkar
dengan suatu pusat di tengah batang serta deretan sel kayu dengan arah mirip jari-jari roda
ke permukaan batang. Sebuah sumbu dapat dibayangkan melewati pusat itu dan merupakan
salah satu sumbu arah utama yang disebut sumbu longitudinal; sumbu ini disebut sumbu
arah radial. Selanjutnya yang tegak lurus dengan jari-jari kayu, tetapi tidak memotong
sumbu longitudinal, dinamakan sumbu arah tangensial. Ketiga sumbu arah utama ini sangat
penting zrtinyabagi keperluan mengenal sifat-sifsat kayu hyang khas. Yaitu antara lain sifat
anisotropik yang telah disebut, perbedaan dalam kekuatan kayu, kembang susut kayu dan
aliran zat cair di dalam kayu.
Di samping itu mengenal kekuatan kayu yang menahan beban, ternyata lebih besar pada
arah sumbu longitudinal daripada arah-arah yang lain. Demikian pula zat cair lebih cepat

5
dan lebih mudah pada arah longitudinal daripada arah sumbu radial dan tangensial.
Sebaliknya kembang susut kayu terbesar terdapat pada arah tangensial.

2.1.2.2 Sifat Fisik Kayu

Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah : Berat Jenis, Keawetan Alami,
Warna, Higroskopik, Berat, Kekerasan dan lain-lain.

 Berat jenis
Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda, berkisar 0,20 sampai 1,28. Berat jenis
merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Makin berat kayu itu, umumnya makin
kuat pula kayunya. Semakin ringan suatu jenis kayu, akan berkurang pula kekuatannya. Berat
jenis kayu diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan
volume air yang sama pada suhu standar.

 Keawetan Kayu Alami


Yang dimaksut dengan keawetaan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsure-
unsur perusak kayu dari luar seperti : jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan mahluk lainnya
yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya
suatu zat di dalam kayu yang merupakan sebagian unsur racun bagi perusak-perusak kayu,
sehingga perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal di dalamnya serta merusak kayu.
Misalnya kayu jati memiliki tectoquinon, kayu ulin memiliki silica dan lain-lain. Keawetan
kayu didefinisikan sebagai ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu
dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan makhluk lainnya dalam jangka waktu
tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan oleh adanya suatu zat didalam kayu (zat
ekstraktif) yang merupakan sebagian unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga
perusak tersebut tidak sampai masuk dan tinggal didalamnya serta merusak kayu. Misalnya
kayu jati memiliki tectoquinon, kayu ulin memiliki silika dan lain-lain. Sehingga jenis-jenis
kayu ini mempunyai cukup keawetan secara alami. Klasifikasi kayu di Indonesia membagi
tingkat keawetan kayu kedalam 5 kelas.

 Warna Kayu
Kayu mempunyai warna yang bermacam-macam. Kayu yang berwarna putih misalnya kayu
jelutung, kayu kempas dan renghas bewarna merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh zat-
6
zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
warna kayu, antara lain: tempat didalam batang, umur pohon dan kelembaban udara. Kayu
tersa umumnya memiliki warna yang lebih jelas atau lebih gelap daripada warna bagian kayu
gubal. Kayu yang umurnya lebih tua umumnya berwarna lebih gelap daripada kayu yang
muda dari jenis yang sama. Kayu yang kering berbeda pula warnanya dengan kayu yang
basah. Demikian pula kayu yang lama berada diluar kelihatan lebih gelap atau lebih pucat
warnanya daripada kayu yang segar dan kering udara.

 Higroskopik
Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu suatu sifat yang dapat menyerap atau melepaskan
air atau kelembaban.Sifat higroskopik ini merupakan suatu petunjuk bahwa kelembaban kayu
sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara sekitarnya pada suatu saat tertentu.
Makin lembab udara disekitarnya maka makin tinggi pula kelembaban kayu sampai tercapai
keseimbangan dengan lingkungannya. Kandungan air pada kayu seperti ini dinamakan
kandungan air kesetimbangan (EMC=Equilibrium Moisture Content) masuknya air kedalam
kayu itu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu
menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang atau
menyusut.

 Tekstur
Tekstur ialah ukuran relative sel-sel kayu. Yang dimaksut dengan sel kayu ialah serat-serat
kayu. Jadi dapat dikatakan tekstur ialah ukuran relative serat-serat kayu. Berdasarkan
teksturnya, kayu dapat digolongkan ke dalam :

Kayu bertekstur halus, contoh : giam, lara, kulim dll


Kayu bertekstur sedang, contoh : jati, sonokeling dll
Kayu bertekstur kasar, contoh : meranti, kempas dll

 Serat

(Gambar 2.2 Serat Kayu )


7
Bagian ini terutama menyangkut sifat kayu, yang menunjukkan arah sel-sel kayu di dalam
kayu terhadap sumbu batang pohon asal potongan tadi. Arah serat dapat ditentukan oleh alur-
alur yang terdapat pada permukaan kayu. Kayu dikatakan berserat lurus, jika arah sel-sel
kayunya sejajar dengan sumbu batang. Jika arah sel-sel itu menyimpang atau membentuk
sudut terhadap sumbu panjang batang, dikatakan kayu itu berserat mencong. Serat mencong
dapat dibagi lagi menjadi:
1. Serat berpadu; bila batang kayu terdiri dari lapisan-lapisan yang berselang-seling,
menyimpang ke kiri kemudian ke kanan terhadap sumbu batang, contoh kayu: kulim, renghas,
kapur.

2. Serat berombak; serat-serat kayu yang membentuk gamabaran berombak, contoh


kayu: renghas, merbau dan lain-lain

3. Serat terpilin; serat-serat kayu yang membuat gambaran terpilin (puntiran), seolah-
olah batang kayu dipilin mengelilingi sumbu, contoh kayu: bintangur, kapur, dammar dan
lain-lain

4. Serat diagonal; yaitu serat yang terdapat pada potongan kayu atau papan, yang
digergaji sedemikian rupa sehingga tepinya tidak sejajar arah sumbu, tetapi membentuk sudut
dengan sumbu.

 Berat kayu
Berat sesuatu jenis kayu tergantung dari jumlah zat kayu yang tersusun, rongga-rongga sel
atau jumlah pori-pori, kadar air yang dikandung dan zat-zat ekstraktif di dalamnya. Berat
suatu jenis kayu ditunjukkan dengan besarnya berat jenis kayu yang bersangkutan, dan
dipakai sebagai patokan berat kayu. Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan
ke dalam kelas-kelas sebagai berikut:

Sangat berat = lebih besar dari 0,90


Berat = 0,75 - 0,90
Agak berat = 0,60 - 0,75
Ringan = lebih kecil dari 0,60

8
Sebagai contoh jenis kayu yang termasuk dalam kelas sangat berat adalah giam, balau, dan
lain-lain. Masuk kelas berat misalnya kulim,sedangkan agak berat misalnya bintangur dan
yang termasuk ringan misalnya pinus dan balsa.

 Kekerasan
Pada umumnya terdapat hubungan langsung antara kekerasan kayu dan berat kayu. Kayu-
kayu yang keras juga temasuk kayu-kayu yang berat. Sebaliknya kayu ringan adalah juga
kayu yang lunak. Berdasarkan kekerasannya, jenis-jenis kayu digolongkan sebagai berikut:

Kayu sangat keras, contoh: balau,giam, dan lain-lain.


Kayu keras, contoh: kulim, pilang dan lain-lain.
Kayu sedang kekerasannya, contoh: mahoni, meranti, dan lain-lain.
Kayu lunak, contoh: pinus, balsa, dan lain-lain.

Cara menetapkan kekerasan kayu ialah dengan memotong kayu tersebut arah melintang dan
mencatat atau menilai kesan perlawanan oleh kayu itu pada saat pemotongan dan kilapnya
bidang potongan yang dihasilkan. Kayu yang sangat keras akan sulit dipotong melintang
dengan pisau. Pisau tersebut akan meleset dan hasil potongannyaakan member tanda kilauan
pada kayu. Kayu yang lunak akan mudah rusak, dan hasil potongan melintangnya akan
memberikan hasil yang kasar dan suram.
 Kesan raba
Kesan raba sesuatu jenis kayuadalah kesan yang diperoleh pada saat kita meraba permukaan
kayu tersebut. Ada kayu bila diraba member kesan kasar, halus, licin, dingin dan sebagainya.
Kesan raba yang berbeda-beda itu untuk tiap-tiap jenis kayu tergantung dari: tekstur kayu,
besar kecilnya air yang dikandung, dan kadar zat ekstraktif di dalam kayu. Kesan raba ialah
licin, apabila tekstur kayunya halus dan permukaannya mengandung lilin. Sebaliknya apabila
keadaan tekstur kayunya kasar. Kesan raba dingin ada pada kayu bertekstur halus dan berat
jenisnya tinggi, sebaliknya terasa panas bila teksturnya kasar dan berat jenisnya rendah. Jati
member kesan agak berlemak atau berlilin kalau diraba; sedangkan kayu renghas memberi
kesan gatal pada kulit (alergi).

 Bau dan Rasa


Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu itu lama tersimpan di udara luar. Untuk
mengetahui bau dan rasa kayu perlu dilakukan pemotongan atau sayatan baru pada kayu atau
9
dengan membasahi kayu tersebut. Sebab ada jenis-jenis kayu mempunyai bau yang cepat
hilang, atau memiliki bau yang merangsang. Sifat bau dari kayu dapat digambarkan sesuai
dengan bau yang umum dikenal. Untuk menyatakan bau kayu yang dihadapi, sering kali kita
gunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal, misalnya: bau bawang putih (kulim), bau
keasam-asaman (ulin), bau zat penyamak (jati), bau kamper (kapur) dan lain sebagainya.
Kesan raba dan bau tidak jauh berbeda. Adanya persamaan di antara kesan bau an rasa
disebabkan oleh adanya hubungan erat yang terdapat pada indera pembau dan indera perasa
kita.

 Nilai dekoratif :
Umumnya menyangkut jenis-jenis kayu yang akan dibuat untuk tujuan tertentu yang hanya
mementingkan nilai keindahan tertentu pada kayu tersebut. Nilai dekoratif sesuatu jenis kayu
tergantung dari penyebaran warna, arah serat kayu, tekstur dan pemunculan ria-riap tumbuh
yang bersama-sama muncul dalam pola atau bentuk tertentu. Pola gambar inilah yang
membuat sesuatu jenis kayu yang memilikinya mempunyai suatu nilai dekoratif. Kayu-kayu
yang memiliki nilai dekoratif antara lain: sonokeling, sonokembang, renghas, eboni, dan lain
sebagainya.

 Sifat-sifat lain :
Sifat lain antaranya sifat pembakaran. Semua jenis kayu dapat terbakar,tergolong dalam
tingkatan menjadi arang dan sampai menjadi abu. Sifat mudah terbakar ini pada satu pihak
memberi keuntungan, misalnya kalau kayu itu akan dipergunakan sebagai bahan pembakar.
Di lain pihak ada sifat yang merugikan, misalnya kalau kayu itu dipakai sebagai bahan
perabot atau bangunan. Walaupun demikian kayu tidak dapat ditinggalkan, karena kayu
memiliki sifat-sifat menguntungkan yang lebih besar bila dibandingkan dengan sifat-sifat
logam. Proses pembakaran sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, kimia dan anatomi
kayu. Umunya jenis-jenis kayu dengan pembuluh-pembuluh besar lebih mudah terbakar
daripada jenis-jenis kayu yang berat. Selanjutnya kandungan dammar yang banyak
mempercepat pula pembakaran. Dengan adanya sifat-sifat ini, maka jenis kayu yang dapat
digolongkan ke dalam kelas daya tahan bakar misalnya kayu: merbau, ulin, jati dan lain
sebagainya. Daya tahan bakar yang kecil,
misalnya kayu: balsa, sengon, pinus dan lain sebagainya. Daya tahan bakar kayu dapat
ditingkatkan dengan membuat kayu itu menjadi anti api (fire proof) antara lain:

10
Menutup kayu itu dengan bahan lapisan yang tidak mudah terbakar, yang berfungsi
melindungi lapisan kayu di bawahnya terhadap api. (Asbes, pelat logam dan lain sebagainya).

Menutup kayu itu dengan bahan-bahan kimia yang bersifat mencegah terbakarnya kayu,
misalnya: jenis cat tahan api, persenyawaan garam antara lain amoniun dan boor zuur, dengan
mengimpregnir kayu itu dengan macam-macam bahan kimia yang bersifat mengurangi
terbakarnya kayu. Ada juga bahan-bahan lain yang menghasilkan gas yang dapat mencegah
api tersebut.

 Sifat kayu tehadap suara :

Sifat akustik : sifat akustik kayu sangat penting dalam hubungan dengan alat-alat music dan
konstruksi bangunan. Dasar akustik menunjukkan, bahwa kemampuan untuk meneruskan atau
tidak meneruskan suara erat hubungannya dengan elastisitas kayu. Jadi sepotong kayu dapat
bergetar bebas, jika dipukul akan mengeluarkan suara tingginya tergantung pada frekuensi
alami getaran kayu tersebut. Frekuensi ini ditentukan oleh kerapatan/elastisitas dan ukuran
kayu tersebut. Kayu yang telah kehilangan elastisitas misalnya akibat serangan jamur, jika
dipukul akan memberikan suara yang keruh, sedang kayu yang sehat suaranya akan nyaring.

Sifat resonansi : yaitu turut bergetarnya dengan gelombang sxuara, karena kayu memiliki
sifat elastisitas. Kualitas nada yang dikeluarkan oleh kayu sangat baik. Oleh sebab itu banyak
kayu dipakai untuk alat-alat music: kulintang, piano, biola, guitar, dan lain-lain. Kemampuan
benda untuk mengabsorpsi suara tergantung pada masa dan pada sifat-sifat akustik permukaan
benda, yaitu mampu tidaknya permukaan benda mengabsorpsi suara atau memantulkan suara.
Struktur kayu mempunyai sifat demikian, sehingga kalau kayu tidak dapat bergetar dengan
mudah, permukaannya mempunyai sifat meredam gelombang suara. Karena itu kayu serupa
ini baik kalau dipakai sebagai lantai atau parket.

2.1.2.3 Sifat Mekanik Kayu

Sifat-sifat mekanik atau kekuatan kayu ialah kemampuan kayu untuk menahan muatan dari
luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang mempunyai
kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda. Kekuatan kayu memegang
peranan penting dalam penggunaan kayu untuk bangunan, perkakas dan lain penggunaan.

11
Hakekatnya hamper pada semua penggunaan kayu, dibutuhkan syarat kekuatan. Dalam
hubungan ini dibedakan beberapa macam kekuatan sebagai berikut :

Keteguhan tarik
Kekuatan atau keteguhan tarik suatu jenis kayu ialah kekuatan kayu untuk menahan gaya-
gaya yang berusaha menarik kayu itu. Kekuatan tarik terbesar pada kayu ialah sejajar arah
serat. Kekuatan tarik tegak lurus arah serat lebih kecil daripada kekuatan tarik sejajar arah
serat dan keteguhan tarik ini mempunyai hubungan dengan ketahanan kayu terhadap
pembelahan.

(Gambar 2.3 Keteguhan Kayu )


Keteguhan tekan/kompresi
Keteguhan tekan suatu jenis kayu ialah kekuatan kayu untuk menahan muatan
jika kayu itu dipergunakan untuk penggunaan tertentu. Dalam hal ini
dibedakan 2 macam kompresi yaitu kompresi tegak lurus arah serat dan
kompresi sejajar arah serat. Keteguhan kompresi tegaklurus serat menentukan
ketahanan kayu terhadap beban. Seperti halnya berat rel kereta api oleh bantalan di bawahnya.
Keteguhan ini mempunyai hubungan juga dengan kekerasan kayu dan keteguhan geser.
Keteguhan kompresi tegaklurus arah serat pada semua kayu lebih kecil daripada keteguhan
kompresi sejajar arah serat.

Keteguhan geser
Yang dimaksud dengan keteguhan geser ialah suatu ukuran kekuatan
kayu dalam hal kemampuanya menahan gaya-gaya, yang membuat
suatu bagian kayu tersebut bergeser atau bergelingsir dari bagian lain
di dekatnya. Dalam hubungan ini dibedakan 3 macam keteguhan
geser sejajar arah serat, keteguhan geser tegaklurus arah serat dan keteguhan geser miring.
Pada keteguhan geser tegaklurus arah serat jauh lebih besar daripada keteguhan geser sejajar
arah serat.

12
Keteguhan lengkung (lentur)
Ialah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha
melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati
maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu
tersebut, misalnya blandar. Dalam hal ini dibedakan keteguhan lengkung static dan keteguhan
lengkung pukul. Yang pertama enunjukkan kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya
secara perlahan-lahan, sedangkan keteguhan pukul adalah kekuatan kayu yang menahan gaya
yang mengenainya secara mendadak seperti pukulan.

Kekakuan
Kekakuan kayu baik yang dipergunakan sebagai blandar ataupun tiang ialah suatu ukuran
kekuatannya untuk mampu menahan perubahan bentuk atau lengkungan. Kekakuan tersebut
dinyatakan dengan istilah modulus elastisitas yang berasal dari pengujian-pengujian
keteguhan lengkung statik.

Keuletan
Keuletan ialah suatu istilah yan biasa dipergunakan bagi lebih dari satu sifat kayu. Misalnya
kayu yang sukar dibelah, dikatakan ulet. Ada pula pengertian bahwa kayu yang ulet itu adalah
kayu yang tidak akan patah sebelum bentuknya berubah karena beban-beban yang sama atau
mendekati keteguhan maksimumnya, atau kayu yang telah patah dan dilekuk bolak-balik
tanpa kayu tersebut putus terlepas. Dalam uraian ini keuletan kayu diartikan sebagai
kemmpuan kayu untuk menyerap sejumlah tenaga yang relative besar atau tahan terhadap
kejutan-kejutan atau tegangan-tegangan yang berulang-ulang yang melampaui batas
proporsional serta mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen dan kerusakan sebagian.
Keuletan kebalikan dari kerapuhan kayu dalam arti bahwa kayu yang ulet akan patah secara
berangsur-angsur dan memberi suara peringatan tentang kerusakannya. Sifat keuletan itu
terutama merupakan faktor yang penting untuk menentukan kepastian suatu jenis kayu
tertentu untuk digunakan sebagai tangkai alat pemukul, alat-alat olahraga dan lain
penggunaan sebagai bagian alat untuk mengerjakan sesuatu.

Kekerasan
Yang dimaksud dengan kekerasan kayu ialah suatu ukuran kekuatan kayu menahan gaya yang
membuat takik atau lekukan padanya. Juga dapat diartikan sebagai kemampuan kayu untuk

13
menahan kikisan (abrasi). Dalam arti yang terakhir kekerasan kayu bersamaan keuletannya
merupakan suatu ukuran tentang ketahanannya terhadap pengausan kayu. Hal ini merupakan
suatu pertimbangan dalam menentukan suatu jenis kayu untuk digunakan sebagai lantai
rumah, balok pengerasan, pelincir sumbu,dan lain-lain. Kekerasan dalam arah sejajar serat
pada umumnya melampaui kekerasan kayu dalam arah lain.

Keteguhan belah
Sifat ini digunakan untuk menyatakan kekuatan
kayu menahan gaya-gaya yang berusaha
membelah kayu. Tegangan belah adalah suatu
tegangan yang terjadi karena adanya gaya yang
berperan sebagai baji. Suatu sifat keteguhan belah yang rendah sangat baik dalam pembuatan
sirap ataupun pembuatan kayu bakar.sebaliknya keteguhan belah yang tinggi sangat baik
untuk pembuatan jenis ukir-ukiran (patung). Contoh: kayu ulin baik untuk pembuatan sirap,
kayu sawo baik untuk pembuatan patung ataupun popor senjata dan lain sebagainya. Perlu
diketahui bahwa kebanyakan kayu lebih mudah terbelah sepanjang jari-jari (arah radial)
daripada dalam arah sejajar lingkaran tahun (tangensial). Ukuran-ukuran yang dipakai untuk
menjabarkan sifat-sifat kekuatan kayu atau sifat-sifat mekaniknya dinyatakan dalam kg/cm2.
Faktor- faktor yang mempengaruhi sifat-sifat mekanik secara garis besar dapat digolongkan
dalam dua kelompok yaitu:
Faktor-faktor luar (eksternal) antara lain: pengawetan kayu, kelambaban lingkungan,
pembebanan dan cacat-cacat yang disebabkan jamur serta serangga perusak kayu. Faktor
kedua yaitu faktor dalam kayu (internal) yang bersangkutan antara lain: dan lain sebagainya.
Sifat kekuatan tiap-tiap jenis kayu berbeda-beda. Berdasarkan kekuatannya, jenis-jenis kayu
digolongkan ke dalam 5 kelas kuat yaitu: kelas kuat I sampai dengan kelas kuat V. kayu dari
kelas kuat I memiliki kekuatan lebih dari kayu kelas II, dan seterusnya. Untuk penggunaan
konstruksi berat dianjurkan dipakai jenis-jenis kayu dengan kelas kekuatan I. Untuk
perumahan dapat dipakai jenis-jenis dari kelas II. Kesimpulannya ialah bahwa tiap-tiap
penggunaan harus disesuaikan dengan kelas kekuatannya

2.1.2.4 Sifat Kimia Kayu


Komponen kimia kayu di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan
kegunaan sesuatu jenis kayu. Juga dengan mengetahuinya, kita dapat membedakan jenis-jenis
kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan

14
makhluk perusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan pengolahan kayu,
sehingga didapat hasil yang maksimal. Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan
kayu daun jarum terdiri dari 3 unsur:
 Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
 Unsur non- karbohidrat terdiri dari lignin
 Unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif
Distribusi komponen kimia tersebut dalam dinding sel kayu tidak merata. Kadar selulosa dan
hemiselulosa banyak tedapat dalam dinding sekunder. Sedangkan lignin banyak terdapat
dalam dinding primer dan lamella tengah. Zat ekstraktif terdapat di luar dinding sel kayu.

(Gambar 2.4 Unsur kimia pada dinding sel kayu )


Komposisi unsur-unsur kimia dalam kayu adalah:
 Karbon 50%
 Hidrogen 6%
 Nitrogen 0,04 – 0,10%
 Abu 0,20 – 0,50%
 Sisanya adalah oksigen.
Struktur kimia lignin, yang terdiri dari sekitar 30% dari kayu dan bertanggung jawab untuk
banyak sifat-sifatnya.

Bidang orientasi kayu


Bidang tangensial : bidang yang diperoleh dengan memotong kayu tegaklurus salah satu jari-
jari kayu, searah serat, tidak melalui sumbu kayu.
Bidang radial : bidang yang diperoleh dengan memotong kayu searah serat melalui sumbu
kayu.
Bidang aksial/ kepala kayu : bidang yang diperoleh dengan memotong kayu tegaklurus
dengan sumbu kayu.
Komponen kimia kayu sangat bervariasi, karena dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh,iklim
dan letaknya di dalam batang atau cabang.
15
Selulosa:
Adalah bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar selulosa ialah
glukosa, gula bermartabat enam, dengan rumus C6H12O6. Molekul-molekul glukosa
disambung menjadi molekul-molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan
menjadi selulosa. Selulosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri- industry yang
memakai selulosa sebagai bahan baku misalnya: pabrik kertas, pabrik sutera tiruan dan lain
sebagainya.

Lignin:
Merupakan bagian yang bukan karbohidrat, sebagai persenyawaan kimia yang jauh dari
sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel tersusun oleh suatu rangka
molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin. Kedua bagian ini merupakan suatu kesatuan
yang erat, yang menyebabkan dinding sel menjadi kuat menyerupai beton bertulang besi.
Selulosa laksana batang-batang besi dan lignin sebagai semen betonnya. Lignin terletak
terutama dalam lamella tengah dan dinding primer. Kadar lignin dalam kayu gubal lebih
tinggi daripada kayu teras. (Kadar selulosa sebaliknya).

Hemiselulosa:
Sealin kedua bahan tersebut di atas, kayu masih mengandung sejumlah zat lain sampai 15-
25%. Antara lain hemiselulosa, semacam selulosa berupa persenyawaan dengan molekul-
molekul besar yang bersifat karbohidrat. Hemiselulosa dapat tersusun oleh gula yang
bermartabat lima dengan rumus C5H10O5 disebut pentosan atau gula bermanfaat enam
C6H12O6 disebut hexosan. Zat-zat ini terdapat sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel
juga sebagai bahan zat cadangan.

Zat ekstraktif:
Umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti: eter, alcohol, bensin dan air.
Banyaknya rata-rata 3 – 8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya minyak-
minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula, pati dan zat wsarna. Zat ekstraktif tidak merupakan
bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Zat ekstraktif memiliki arti yang
penting dalam kayu karena:
Dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa sesuatu jenis kayu

16
Dapat digunakan untuk mengenal sesuatu jenis kayu
Dapat digunakan sebagai bahan industri
Dapat menyulitkan dalam pengerjaan dan mengakibatkan kerusakan pada alat-alat
pertukangan.

Abu:
Di samping persenyawaa-persenyawaan organik, di dalam kayu masih ada beberapa zat
organik, yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk abu yang tertinggal setelah
lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0,2 – 1% dari berat kayu.

17
BAB III

METODE PENULISAN

3.1. Pengumpulan Data dan Informasi

Data dan informasi yang mendukung penulisan dikumpulkan dengan


melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan
pencarian data melalui internet. Data dan informasi yang digunakan yaitu
data dari skripsi, media elektronik, dan beberapa pustaka yang relevan.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
1. Sebelum analisis data dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan studi pustaka
yang menjadi bahan pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai
lingkup kegiatan dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan
2. Untuk melakukan pembahasan analisis dan sintesis data-data yang
diperoleh, diperlukan data referensi yang digunakan sebagai acuan, dimana data
tersebut dapat dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga
diperoleh suatu solusi dan kesimpulan.

3.2. Pengolahan Data dan Informasi


Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan suatu metode analisis deskriptif
berdasarkan data sekunder.

3.3. Analisis dan Sintesis


Aspek-aspek yang akan dianalisis yaitu perkebunan kelapa sawit sebagai
komoditi strategis nasional dengan permasalahan lingkungan akibat dari
pengembangan perkebunan kelapa sawit. Sintesis yang dijelaskan yaitu
alternatif solusi untuk mengatasi permasalah yang dianalisis.

18
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Proses Produksi Kayu Sebagai Material Bangunan

4.1.1 Penebangan dan Pemotongan

Teknik Penebangan Kayu


Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi
tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien
(Suparto, 1979). Tujuan penebangan adalah untuk mendapatkan bahan baku untuk
keperluan industri perkayuan dalam jumlah yang cukup danvberkualitas baik. Pada dasarnya
kegiatan penebangan pohon terdiri dari 3 kegiatan, yaitu :
1. Persiapan dan pembersihan tumbuhan bawah. Tujuannya adalah untuk mempermudah
kegiatan penebangan dan mencegah terjadinya kecelakaan selama kegiatan penebangan.
2. Penentuan arah rebah.
3. Pembuatan takik rebah dan takik balas.

Arah rebah Pohon


Sebelum penebangan dimulai perlu dilakukan penandaan terhadap pohon yang akan
ditebang dan pohon yang tidak boleh ditebang. Penandaan ini harus dilakukan pada setiap
pohon yang dimaksud dengan menggunakan cat atau bahan lain yang tahan lama. Terdapat
beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah
rebah pohon, yaitu :
a) Kondisi pohon : kondisi pohon yang dimaksud disini adalah posisi pohon (normal atau
miring): kesehatan pohon (gerowong atau terdapat cacat-cacat lain yangnmempengaruhi
rebahnya pohon); bentuk tajuk dan keberadaan banir.
b) Kondisi lapangan di sekitar pohon : kondisi lapangan ini meliputi keadaan vegetasi di sekitar
pohon yang akan ditebang, termasuk keadaan tumbuhan bawah, lereng, rintangan (jenis-
jenis pemanjat, tunggak dan batu-batuan).

19
c) Keadaan cuaca pada saat penebangan. Apabila hujan turun dan angin kencang, maka semua
kegiatan harus dihentikan.
Keberhasilan penebangan sangat ditentukan oleh arah rebah pohon. Arah rebah yang benar
akan menghasilkan kayu sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakan kerja dapat dihindari
serta kerusakan terhadap lingkungan dapat ditekan, sedangkan apabila arah rebah yang
ditentukan tidak benar, maka kayu akan rusak dan kemungkinan terjadinya kecelakaan
sangat besar serta pohon yang rebah akan merusak lingkungan sekitarnya. Oleh karenanya
dalam nenentukan arah rebah pohon harus berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang
sudah ditetapkan. Bebererapa ketentuan arah rebah yang benar adalah sebagai berikut :

(Gambar 4.1 Arah rebah pohon)


 Sedapat mungkin menghindari arah rebah yang banyak dijumpai rintangan, seperti : batu-
batuan, tunggak, pohon roboh dan parit.
 Jika pohon terletak di lereng atau tebing, maka arah rebah diarahkan ke puncak
lereng.mSalah Benar
 Diusahakan menuju tempat yang tegakan tinggalnya relatif sedikit.
 Arah rebah diupayakan disesuaikan dengan arah penyaradan kayu atau ke arah yang
memudahkan penyaradan kayu.
 Pada daerah yang datar, arah rebah pohon disesuaikan dengan bentuk tajuk dan posisi
pohon.

Selain menentukan arah rebah pohon, perlu juga ditentukan arah keselamatan bagi regu
penebang. Apabila sebatang pohon akan ditebang, luas daerah berbahaya diperkirakan 2 x
tinggi pohon yang bersangkutan. Demi menjamin keselamatan penebang, maka daerah yang
aman berada pada sudut 45 di kiri dan kanan garis lurus arah rebah pohon yang
ditentukan.

20
Teknik Pemotongan / Penebangan
Selain arah rebah pohon, faktor yang menentukan keberhasilan penebangan adalah
pembuatan takik rebah dan takik balas. Takik rebah dan takik balas ini yang akan
menentukan arah robohnya pohon. Tipe-tipe takik rebah yang dapat digunakan antara lain :
(1) tipe biasa, (2) tipe humbolt, (3), dan (4) tipe takik rebah yang digunakan untuk pohon
yang besar.
Tipe takik rebah nomor (1) merupakan takik rebah yang umum digunakan pada kegiatan
penebangan kayu rimba di hutan alam, sedangkan ;
tipe nomor (2) adalah tipe takik rebah yang umum digunakan pda kegiatan tebang habis di
hutan jati. Sebelum takik rebah dibuat, untuk pohon-pohon yang mempunyai banir perlu
dilakukan pemotongan (pengeprasan) banir, yaitu memotong banir sehingga diameter
pangkal mendekati diameter batang kayu. Tujuan dari pengeprasan banir adalah untuk
memudahkan pembuatan takik rebah dan takik balas. Pembuatan takik rebah dan takik balas
dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat konvensional (gergai tangan, kapak) dan
peralatan mekanis (gergaji rantai) Secara umum urutan pembuatan takik rebah dan takik
balas adalah sebagai berikut :
Membuat takik rebah.
Takik rebah terdiri dari 2 bagian utama, yaitu alas takik dan atap takik. Alas takik
dibuat terlebih dahulu dengan kedalaman berkisar antara 1/5 – 1/3 diameter pohon (dbh).
Setelah pembuatan alas takik, selanjutnya membuat atap takik dengan sudut 45 dari alas
takik, hasilnya berupa potongan yang disebut dengan mulut takik.
Membuat takik balas.
Tinggi takik balas diperkirakan 1/10 diameter pohon dari garis perpanjang alas takik.
Takik balas dibuat dengan cara memotong pohon secara horizontal pada ketinggian di atas
sampai kayu engsel.
Kayu engsel.
Kayu engsel merupakan bagian kayu antara takik balas dan takik rebah. Kayu ini
lebarnya kurang lebih 1/10 diameter. Fungsi dari kayu engsel adalah sebagai kemudi dalam
mengarahkan rebahnya pohon. Cara pembuatan takik rebah dengan menggunakan gergaji
rantai untuk kayu yang berdiameter besar berbeda dengan cara pembuatan takik rebah untuk
kayu yang berdiameter kecil. Pohon kecil yang dimaksud disini adalah diameter pohon lebih
kecil dari panjang bilah gergaji yang digunakan, sedangkan kayu besar adalah jika diameter
pohon lebih besar dari panjang bilah gergaji yang digunakan. Pada kegiatan penjarangan
umumnya penebangan dilakukan tanpa membuat takik rebah seperti di atas, tetapi cukup

21
dengan memotong pohon secara horisontal hingga pohon yang bersangkutan rebah.
Pembuatan takik rebah yang tidak benar akan mengakibatkan pohon tidak rebah ke arah
yang sudah ditentukan. Selain itu takik rebah yang terlalu dalam akan mengakibatkan kayu
rebah sebelum waktunya dan terjadi unusan, yaitu serat kayu yang terjulur di atas tunggak
sebagai akibat kesalahan dalam pembuatan takik rebah.

Peralatan Penebangan
Peralatan non mekanis :
Gergaji tangan untuk 2 orang
Gergaji ini dapat dibedakan berdasarkan bentuk gigi gergajinya. Macam-macam gigi gergaji
antara lain : bentuk segitiga (segitiga selang datar maupun segitiga selang lengkung), bentuk
m dan hobelzhan.
Kapak
Tipe kapak dapat dibedakan berdasarkan bobot kapak dan jumlah mata kapak.
Berdasarkan bobotnya kapak dapat diklasipikasikan sebagai berikut :
Kapak yang berat : lebih dari 1400 gram
Kapak yang sedang : antara 1200 – 1400 gram
Kapak yang ringan : kurang dari 1200 gram
Berdasarkan jumlah mata kapak, maka dikenal kapak bermata satu dan kapak bermata dua.
Alat ini biasanya digunakan untuk pengeprasan banir, membuat mulut takik, membersihkan
cabang dan kadang-kadang berfungsi sebagai pemukul baji.
Baji
Baji adalah suatu alat berbentuk segi empat dengan mata yang tidak tajam, bagian
punggungnya lebih tebal dari bagian matanya. Alat ini dapat dibuat dari kayu, plastik, besi
atau aluminium.
Kegunaan dari baji antara lain adalah untuk membentu mengarahkan rebahnya pohon dan
menghindari agar gergaji tidak terjebpit.
Kikir.
Fungsi dari kikir adalah untuk menajamkan dan merawat gigi gergaji. Bentuk kikir dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu kikir bulat dan kikir segitiga.
Peralatan mekanis.

Gergaji rantai.

22
Gergaji rantai digunakan untuk membuat takik rebah dan takik balas, dan untuk
memotong bagian-bagian kayu lainnya, baik dalam kegiatan pembersihan cabang,
penebangan maupun pembagian batang. Pada dasarnya gergaji terdiri dari 3 bagian utama,
yaitu mesin penggerak, bilah pemadu (penghantar) dan rantai gergaji. Pada tahun 1970-an
jenis gergaji yang banyak digunakan adalah gergaji buatan Amerika, seperti Mculloch,
Homelite, Pioneer, Echo dsb, tetapi merek-merek tersebut sebenarnya kurang cocok untuk
postur orang Asia termasuk Indonesia, disamping itu jenis
tersebut bobotnya terlalu berat. Gergaji rantai buatan Eropa merupakan gergaji yang relatif
ringan dan kecil, sehingga relatif sesuai untuk ukuran tubuh orang Asia. Merek-merek
gergaji buatan eropa antara lain adalah STIHL, Dolmar, Hosquarna, Uran, dsb. Pada saat ini
model yang paling umum adalah gergaji yang terbuat dari bahan ringan, kekuatan
mesinberkisar antara 10 – 12 HP dan panjang bilah penghantarnya antara 24 – 30 inchi.
Untuk menjaga keselamatan selama bekerja, seorang penebang seharusnya memakai
perlengkapan penebangan yang lengkap. Perlengkapan tersebut antara lain :
1. Jaket (pakaian) khusus yang dirancang untuk kegiatan pemotongan kayu.
2. Celana panjang
3. Sepatu lapangan
4. Helm pengaman
5. Pelindung muka
6. Penutup telinga
7. Sarung tangan

Feller (penebang)
Alat ini adalah alat penebang modern, yaitu berupa traktor yang dilengkapi dengan
peralatan pemotongan kayu yang mekanis, dan biasanya hanya digunakan untuk menebang
poon.

Harvester
Alat sama dengan feller, tetapi alat dirancang untuk menebang, membersihkan
cabang dan membagi batang secara otomatis.

Feller Bunchers.
Sama dengan feller, tetapi berfungsi juga mengumpulkan kayu yang rebah ke tempat
pengumpulan.

23
Clipping dan Shearing Tools.
Alat pemotong dari alat tebang ini berupa pisau atau gunting. Kegunaan alat ini
terutama untuk memotong pohon dalam rangka membuat jalan strip.

Ketentuan Penebangan dalam Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI)


Dalam kegiatan penebangan di hutan alam di luar Jawa perlu diperhatikan ketentuan-
ketentuan yang telah berlaku. Berdasarkan petunjuk teknis pelaksanaan Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI), disebutkan bahwa pohon yang ditebang adalah pohon-pohon jenis
komersial (seperti meranti, agathis, dll) sesuai dengan batas diameter yang ditetapkan. Batas
diameter yang diijinkan adalah 50 cm ke atas untuk hutan produksi tetap dan 60 cm ke atas
untuk hutan produksi terbatas. Pohon-pohon yang akan ditebang ini harus diberi tanda silang
warna merah dan tanda arah rebah pada pohon yang bersangkutan. Selain itu pohon-pohon
tersebut berada pada Rencana Karya Tahunan (RKT) yang telah disyahkan dan dilakukan
pada setiap blok secara berurutan. Dengan demikian tidak diperkenanankan melakukan
penebangan di luar RKT yang telah disyahkan. Sedangkan pohon-pohon yang tidak boleh
ditebang adalah sebagai berikut :
1. Pohon inti (diberi tanda dengan cat warna kuning).
2. Pohon-pohon yang dilindungi.
3. Pohon-pohon yang dianggap keramat oleh masyarakat sekitar hutan.
4. Pohon-pohon yang tidak diberi tanda silang.
Semua pohon yang berjarak (radius) 50 m dari sumber mata air, saka alam atau suaka
margasatwa, jalur vegetasi sepanjang jalan raya/propinsi; pohon-pohon pada jarak 100 m
dari daerah yang mengandung nilai estetika (keindahan) dan semua pohon pada jarak 200 m
dari tepi sungai/pantai.

Pengeringan kayu

Tujuan dari pengeringan kayu adalah :

 Menghasilkan kestabilan dimensi kayu.


 Menambah kekuatan kayu.
 Membuat kayu menjadi ringan.
 Mencegah serangan jamur dan bubuk kayu.

24
 Mempermudah proses pengerjaan selanjutnya.

Pengeringan kayu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan alami (di udara
terbuka) dan pengeringan buatan.

1. Pengeringan Alami ( Kering udara).

Panas yang di gunakan adalah sinar matahari cara pengeringan adalah menumpuk
dengan cara tertenu, kecepatan pengeringan tergantung dari beberapa factor yaitu:

 Komdisi Cuaca,tergantung dari besar kecilnya curah hujan, intensitas penyinaran matahari
dan ada atau tidaknya kabut.
 Suhu udara.makin tinggi suhu udara makin cepat udara mengering.
 Lengan udara, jika suhu udara tetap dan lengas udara makin rendah, maka kayu cepat
kering.
 Kadar air awal kayu. Makin basah kayu yang akan di keringkan, makin lama
pengeringannya.
 Kekerasan kayu,kayu lunak akan lebih cepat kering dibandingkan kayu keras.
 Letak kayu pada batang, gubal kayu akan lebih cepat kering dibandingkan teras kayu.
 Ukuran kayu, semakin kecil ukuran kayu semakin cepat kering.

( Gambar 4.2 Proses siklus pengeringan kayu)

Keuntungan dari cara pengeringan ini adalah:

1. Biaya relatife murah


2. Tanpa menggunakan peralatan yangmahal.
3. Pelaksanaanya mudah sehingga tidak memerlukan tenaga ahli.
4. Kapasitas pengeringan bias di buat besar ( tergantung lahan yang kita miliki)
25
5. Bahan yang digunakan adalah tenaga alam ( udara & matahari )

Kerugian dari cara ini:

1. Memerlukan waktu yang relative lama.


2. Memerlukan areal yang cukup luas.
3. Cacat yang timbul sulit untuk di perbaiki.

Penumpukan kayu

Penumpukan kayu untuk peroses pengeringan harus memenuhi persyaratan tertentu


agar tidak cepat rusak, persyaratan tersebut adalah:

 Tempat harus tinggi dan datar sehingga sehingga tidak tergenang oleh air pada waktu hujan.
 Sumber hama penyakit harus di hilangkan.
 Jarak timbunan kayu dari lantai minimal 50 cm.
 Lantai dasar dibuat agak miring agar air hujan cepat mengalir.

Antara tumpukan yang satu dengan yang lain harus ada ruang yang kosong untuk
sirkulasi udara dan memudahkan pengambilan atau penumpukan baru.

 Tinggi tumpukan maximum 3,00 m dan bagian atas di beri tutup dan pemberat.
 Untuk papan penumpukan dengan mnggunakan ganjal di samping.

Cara penumpukan.

Cara penympukan kayu diantaranya adalah:

a) Penumpukan Vertikal.

Tidak beratap hingga cocok untuk kayu yang tidak mudah retak/pecah.bisa dengan cara
penumpukan silang atau sandar.

b) Penumpukan horizontal.

Ada beberapa cara yaitu :

Penumpukan sejajar: umumnya digunakan untuk papan ada kolong minimal 50 cm,
memakai atap yang terbuat dari kayu atau seng, menggunakan kayu ganjal antara papan,
tumpukan miring keluar 10 derajat.

26
a) Penumpukan persegi, pengeringan lambat karena bidang permukaan tertutup oleh kayu
lain.Penumpukan bersilang, bidang sentuh kecil dan karena letak kayu miring maka tidak
terjadi endapan air pada kayu sehingga lebih mudah mengering.

b) Penumpukan segi tiga, penumpukan cara seperti ini memerluka lahan untuk penumpukan
yang relative luas, pengeringan bias lebih cepat kecuali pada bagian yang bersentuhan.

1. Pengeringan Buatan.

 Panas yang digunakan adalah uap air yang dialirkan kedalam peralatan yang sudah di
sediakan.
 Keuntungan menggunakan pengeringan buatan.
 Waktu lebih singkat.
 Kadar air akhir dari kayu bias diatur disesuakan kebutuhan.
 Kelembaban udara, suhu dan sirkulasi udara bias diatur.
 Terjadinya cacat kayu bias dihindarkan.
 Kontinuitas produksi bias diatur sesuai kebutuhan.
 Tidak memakan tempat yang luas.
 Mutu hasil produksi lebih baik
 Macam Pengeringan Buatan.

1. Compartment Klin.

 Tingkat kekeringan kayu sama.


 Hanya mempunyai 1 pintu.
 Arah pergerakan udara melintang klin.
 Tidak memerlukan ruangan yang besar.

2. Progresife Klin.

 Tingkat kekeringan kayu berbeda.


 Pintu 2 buah.
 Arah pergerakan udara berlawanan dengan arah lori.
 Berbentuk trowongan.
 Kecepatan pengeringan dari system klin ini bergantung dari:
 Kadar air awal dari kayu.Kadar air kayu yang diinginkan.
 Jenis kayu yang diinginkan.

27
 Ketebalan kayu.
 Sirkulasi udara,
 Mutu alat klin itu sendir

Cara Inspeksi ruang Kiln Dry

Lakukanlah inspeksi ruang pengeringan sebelum anda mulai membuat tumpukan.


Pemeriksaan terhadap kondisi ruang pengeringan, peralatan bantu dan alat ukur misalnya
sangat penting dilakukan.

Distribusi uap panas bisa mulai dilakukan setelah pintu kiln dry tertutup. Perlu diperhatikan
untuk tidak menaikkan temperatur terlalu cepat ke dalam chamber. Bisa dimulai dari 50 °C
selama beberapa hari kemudian dinaikkan sedikit demi sedikit hingga 80 °C. Temperature
ini selama pengalaman saya adalah level aman untuk kiln dry. Mengapa? Selain
pengeringan tidak terlalu cepat karena uap air 'dipaksa' keluar terlalu cepat, batas suhu udara
ini juga akan menghindarkan kita dari bahaya kebakaran. Lagipula pada suhu ini serangga
pemakan kayu yang mungkin masih berada di dalam kayu tidak akan bertahan hidup pada
suhu ini.

Yang paling penting adalah untuk menjaga kestabilan suhu udara ini selama beberapa hari
hingga level MC memenuhi syarat. Itulah mengapa sangat penting untuk tidak
meninggalkan kiln dry yang sedang bekerja, sama sekali tanpa penjagaan. Perlu ada
pengawasan selama 24 jam di dalam proses pengeringan. Kita bisa memantau
perkembangan pengeringan dan ada orang yang menjaga kestabilan suhu dengan menjaga
tungku pembakaran (boiler) tetap menyala. Ruang kiln dry biasanya didesain memiliki
sebuah pintu kecil (bisa di depan atau di belakang) untuk kontrol suhu udara, humidity dan
juga MC kayu secara berkala. Pintu ini dibuat agar kita tidak perlu membuka pintu utama
sehingga ketetapan suhu akan senantiasa terjaga. Kiln Dry yang lebih baik memiliki jarum
pengukur dan meteran di dalam ruangan sehingga tidak perlu membuka & menutup pintu
berulang kali.

Waktu yang dibutuhkan hingga kayu kering pada level tertentu sangat bervariasi, tergantung
dari jenis kayu dan kekerasannya. Antara 12 - 18 hari hingga MC level berada pada 10-14
%. Jenis kayu lain kadang membutuhkan waktu hingga 30 hari.

28
Bagaimana Proses Ini Berjalan?

Boiler menyalurkan uap panas ke dalam ruang pengeringan dengan kecepatan tertentu dan
suhu tertentu. Uap panas ini membuat sehu udara di dalam Kiln Dry chamber meningkat.
karena ukuran dan colume ruang yang besar, terdapat kipas di dalamnya untuk membuat
aliran sirkulasi udara panas merata di dalam ruangan. Agar udara panas tersebut berjalan
melalui sela-sela tumpukan kayu. Itulah mengapa sangat penting memperhatikan cara
penumpukan di dalam ruang KD. Suhu panas tersebut membuat kayu 'berkeringat' dan
melepaskan kandungan air ke udara. Terdapat kipas lain yang bertugas untuk mengalirkan
udara lembab (dari 'keringat kayu') keluar ruangan kiln dry. Proses ini berjalan terus
menerus hingga sebagian besar kandungan air di dalam kayu 'terhisap' ke udara bebas. (lihat
skema gambar)

Kayu kering (dried sawn timber) setelah keluar ruang KD harus diletakkan di area yang
terlindung dari panas dan hujan. Paling tidak bangunan yang beratap dan tidak bocor. Akan
lebih baik kalau terdapat dinding dengan ventilasi udara yang baik.

Tidak Kurang Dari 25 M3/chamber

Apabila anda ingin membangun kiln dry baru, sebaiknya kapasitas setiap ruangan tidak
kurang dari 25 M3. Volume kayu ini tidak seimbang dengan biaya yang dibutuhkan untuk
proses penumpukan, alat kerja dan energi pemanasan. Terkecuali bila anda telah
memperhitungkan biaya tersebut seminimal mungkin sehingga berapapun volume kayu
tidak akan membuat anda rugi.

Pengawetan Kayu

Bahan pengawetan kayu

A. 3 Jenis Pengawetan Kkayu

1. Bahan pengawet berupa minyak


2. Bahan pengawet larut minyak
3. Bahan pengawet larut air

B. Persyaratan bahan pengewet

Bahan pengawet kayu haruslah memenuhi persyaratan umum yaitu :

1. Beracun terhadap perusak kayu (jamur dan serangga)


2. Daya tembus tinggi
29
3. Tidak mudah luntur
4. Tidak menimbulkan karat
5. Tidak berbahaya bagi manusia
6. Tidak mempertinggi daya kebakaran
7. Mudah diangkut
8. Mudah dikerjakan
9. Mudah diperoleh
10. Murah

C. Obat Pengawet Kayu

Bahan pengawet kayu yang dapat beredar, yang telah lulus dari Komisi Pestisida
Departemen Pertanian.

Beberapa obat pengawet kayu yang dinyatakan lulus antara lain :

1. BASI BLUE 100.BC


2. BASICUIT 75.PA
3. BASILIEUM 505.EC
4. BASILIT 97.WG
5. BRASH 25.EG
6. dll.

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila
mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-
macam factor perusak kayu. Dengan kata lain: keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis
kayu terhadap factor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Kayu
diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang
diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur keawetannya. Kayu, yang awet
dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut,
ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang
dianggap awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar.
Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu mampu menahan serangan
bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula.
Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama dengan keawetan kayu jati. Ada kalanya

30
pada satu jenis kayu terdapat keawetan yang berbeda, disebabkan oleh perbedaan ekologi
tumbuh dari pohon tersebut.

FAKTOR-FAKTOR PERUSAK DALAM PENGAWETAN KAYU

Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang
diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah factor
penyebabnya. Adapun factor penyebab kerusakan digolongkan menjadi:

Penyebab non-makhluk hidup terdiri dari:

 Faktor fisik
 Faktor mekanik
 Faktor kimia

Penyebab makhluk hidup terdiri dari:

 Jenis jamur (aneka macam)


 Jenis serangga (aneka macam)
 Jenis binatang laut (aneka macam)

Penyebab non-makhluk hidup:

 Faktor non-makhluk hidup ialah pengaruh yang disebabkan oleh unsure pengaruh alam dan
keadaan alam itu sendiri.
 Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak komponen kayu sehingga
umur pakainya menjadi pendek. Yang termasuk factor fisik antara lain: suhu dan
kelembaban udara, panas matahari, api, udara, dan air. Semua yang termasuk faktor fisik itu
mempercepat kerusakan kayu bila terjadi penyimpangan. Misalnya bila kayu tersebut terus-
menerus kena panas maka kayu akan cepat rusak.
 Faktor mekanik, terdiri atas proses kerja alam atau akibat tindakan manusia. Yang
termasukfaktor mekanik antara lain: pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, dan lain sebagainya.
Faktor mekanik berhubungan erat sekali dengan tujuan pemakaian.
 Faktor kimia, juga mempunyai pengaruh besar terhadap umur pakai kayu. Faktor ini bekerja
mempengaruhi unsure kimia yang membentuk komponen seperti selulosa, lignin dan
hemiselulosa. Unsur kimia perusak kayu antara lain: pengaruh garam, pengaruh asam dan
basa.

31
Penyebab kerusakan oleh makhluk hidup:

Makhluk hidup perusak kayu beraneka macam, kebanyakan serangan perusak ini sangat
cepat menurunkan nilai keawetan dan umur pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan
komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mmengubah susunan kimia kayu,
tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan
kotor. Jenis-jenis serangga sering melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya
menjadikan tempat bersarang. Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup antara lain:

Jenis jamur (cendekiawan atau fungi), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang biak
dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Umumnya hidup sangat
subur di daerah lembab. Jamur terkenal sebagai perusak kayu kering. Sifat utama kerusakan
oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga kayu yang hanya berubah
warnanya menjadi kotor, misalnya jamur biru (blue stain). Macam-macam jamur antara lain:
jamur pelapuk kayu, jamur pelunak kayu dan jamur pewarna kayu.

Jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropic
misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Serangga tersebut makan dan tinggal
di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara lain: rayap tanah, rayap kayu
kering, dan serangga bubuk kayu.

Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marine borer. Kayu yang dipasang di air asin
akan mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain.
Hampir semua jenis kayu mudah diserang oleh binatang laut. Akan tetapi, ada pula beberapa
jenis kayu yang memiliki factor ketahanan, karena adanya zat ekstraktif yang merupakan
racun bagi binatang laut, antara lain: kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Setelah
diketahui bahwa faktor utama perusak kayu ialah makhluk hidup tertentu, jelas bahwa kayu
dapat dilindungi dengan cara mengawetkan. Nilai pakai kayu itu sendiri akan lebih awet dan
tahan terhadap perusak-perusak yang telah dijelaskan di muka. Caranya ialah dengan
memasukkan kayu secara umum berarti: usaha manusia untuk menaikkan keawetan kayu
dan umur pakainya, sehingga keperluan akan kayu lebih terpenuhi. Umur penggunaan kayu
yang pendek dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu pengawetan kayu
selalu ditujukan pada kayu yang berkeawetan rendah. Jenis-jenis kayu inilah yang perlu
ditingkatkan daya tahannya dalam pemakainnya. Pengawetan kayu dari segi ilmiah teknis
juga merupakan usaha untuk memperbesar sifat keawetan kayu, sehingga penggunaan kayu

32
dapat lebih lama. Tapi yang terpenting, pengawetan kayu berarti: memasukkan bahan racun
ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap makhluk-makhluk perusak kayu yang datang
dari luar, yaitu jenis-jenis serangga, jamur dan binatang laut. Prinsip memasukkan bahan
pengawet (wood preservative) sampai saat ini menunjukkan hasil yang terbaik. Semua
industri pengawetan kayu umumnya menggunakan prinsip ini, hanya macam bahan
pengawet berikut cara atau proses memasukkannya yang berbeda.

Alasan manusia melakukan pengawetan kayu karena:

1. Kayu yang memiliki kelas keawetan alami tinggi sangat sedikit, dan sulit didapat dalam
jumlah banyak, selain itu harganya cukup mahal.
2. Kayu berkelas keawetan III sampai dengan V cukup banyak dan mudah didapat dalam
jumlah banyak dan cara pengerjaannya pun lebih mudah. Selain itu segi keindahannya
cukup tinggi, hanya faktor keawetannya saja yang kurang. Sehingga lebih efisien bila
diawetkan terlebih dahulu.

Di lain pihak dengan pengawetan kayu orang berusaha mendapatkan keuntungan financial.

Tujuan pengawetan kayu:

1. Untuk memperbesar keawetan kayu sehingga kayu yang mulanya memiliki umur pakai tidak
panjang menjadi lebih panjang dalam pemakaian.
2. Memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas keawetan rendah dan sebelumnya
belum pernah digunakan dalam pemakaian, mengingat sumber kayu di Indonesia memiliki
potensi hutan yang cukup luas dan banyak dengan aneka jenis kayunya.
3. Adanya industri pengawetan kayu akan memberi lapangan pekerjaan, sehingga
pengangguran dapat diatasi.

PRINSIP-PRINSIP DALAM PENGAWETAN KAYU

33
Untuk pengawetan yang baik perlu diperhatikan prinsip prinsip di bawah ini:

 Pengawetan kayu harus merata pada seluruh bidang kayu.


 Penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan sebanyak mungkin di
dalam kayu.
 Dalam pengawetan kayu bahan pengawet harus tahan terhadap pelunturan (faktor bahan
pengawetnya).
 Faktor waktu yang digunakan.
 Metode pengawetan yang digunakan.
 Faktor kayu sebelum diawetkan, meliputi jenis kayu, kadar air kayu, zat ekstraktif yang
dikandung oleh kayu serta sifat-sifat lainnya.
 Faktor perlatan yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya.

JENIS PENGAWETAN KAYU

Pengawetan remanen atau sementara (prophylactis treatment) bertujuan menghindari


serangan perusak kayu pada kayu basah (baru ditebang) antara lain blue stain, bubuk kayu
basah dan serangga lainnya. Bahan pengawet yang dipakai antara lain NaPCP (Natrium
Penthaclor Phenol), Gammexane, Borax, baik untuk dolok maupun kayu gergajian basah.

Pengawetan permanent bertujuan menahan semua faktor perusak kayu dalam waktu selama
mungkin. Yang perlu diperhatikan dalam pengawetan, kayu tidak boleh diproses lagi
(diketam ataupun digergaji, dibor, dan lain-lain), sehingga terbukanya permukaan kayuu
yang sudah diawetkan. Bila terpaksa harus diolah, maka bekas pemotongan harus diberi
bahan pengawet lagi. Adapun bahan pengawet yang dapat dipakai untuk pengawetan
remanen (sementara). Pengawetan remanen umumnya hanya menggunakan metode
pelaburan dan penyemprotan, sedangkan pengawetan tetap dapat menggunakan semua
metode, tergantung bahan pengawet yang dipakai serta penetrasi dan retensi yang

34
diinginkan. Sehingga pengawetan dapat lebih efektif dan waktu pemakaiannya dapat selama
mungkin. Ada 2 macam metode pengawetan yang pokok:

1. Pengawetan metode sederhana :


 metode rendaman
 metode pencelupan
 metode pemulasan
 metode penyemprotan
 metode pembalutan

2. Pengawetan metode khusus :


 metode proses sel penuh
 metode proses sel kosong

BAHAN PENGAWET KAYU

Bahan pengawet kayu ialah bahan-bahan kimia yang telah diketemukan dan sangat beracun
terhadap makhluk perusak kayu, antara lain: arsen(As), tembaga(Cu), seng(Zn), fluor(F),
chroom(Cr), dan lain-lain. Tidak semua bahan pengawet akan baik digunakan dalam
pengawetan kayu. Dalam penggunaan harus diperhatikan, sifat-sifat bahan pengawet agar
sesuai dengan tujuan pemakaian. Faktor-faktor sebagai syarat bahan pengawet yang baik:

1. Bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu.


2. Mudah masuk dan tetap tinggal di dalam kayu.
3. Bersifat permanent tidak mudah luntur atau menguap.
4. Bersifat toleran terhadap bahan-bahan lain, misalnya: logam, perekat, dan cat/finishing.
5. Tidak mempengaruhi kembang susut kayu.
6. Tidak merusak sifat-sifat kayu: sifat fisik, mekanik, dan kimia.
7. Tidak mudah terbakar maupun mempertinggi bahaya kebakaran.
8. Tidak berbahaya bagi manusia dan hewan peliharaan.
9. Mudah dikerjakan, diangkut, serta mudah didapat, dan murah.

Tentunya tidak semua sifat-sifat di atas dimiliki oleh sesuatu jenis bahan pengawet. Dalam
praktek biasanya diperhatikan sifat-sifat mana yang perlu tergantung pada tujuan pemakaian
kayu itu nantinya. Pada waktu memilih bahan pengawet kayu harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:

35
 Di mana kayu itu akan dipakai setelah diawetkan.
 Makhluk perusak kayu apa yang terdapat di tempat tersebut.

Syarat-syarat kesehatan.

Pada kayu yang akan digunakan di tempat yang lembab dengan resiko serangan perusak
kayu yang hebat, perlu diambil bahan pengawet yang tidak mudah luntur dan cukup beracun
bagi jamur. Bagi kayu untuk bangunan di bawah atap, perlu adanya bahan pengawet yang
tidak mengganggu kesehatan manusia, tidak mempengaruhi cat, politur, dan lain-lain. Untuk
kayu yang dipakai di luar ruangan, digunakan tipe bahan pengawet larut air tapi tidak mudah
mengubah warna kayu tersebut. Bahan pengawet yang mengandung garam arsen umumnya
digenakan untuk serangan serangga yang hebat. Kayu yang akan digunakan di tempat yang
berhubungan dengan air laut umumnya diawetkan dengan penggunaan tipe CCA (tembaga-
chroom-arsen) atau dengan creosot, carbolineum, yang memiliki kadar racun yang tinggi.

Macam-macam bahan pengawet kayu menurut bahan pelarut yang digunakan:

 Bahan pengawet yang larut dalam air, menggunakan air biasa sebagai bahan pengencer.
 Bahan pengawet yang larut dalam minyak, menggunakan minyak sebagai bahan pengencer.
 Bahan pengawet yang berupa minyak, tapi masih dapat diencerkan dengan bermacam-
macam minyak.

1. Bahan pengawet larut air:


 Tipe bahan pengawet ini memiliki sifat-sifat umum sebagai berikut:

 Dijual dalam perdagangan berbentuk garam, larutan pekat, dan tepung.


 Tidak mengotori kayu.
 Kayu yang sudah diawetkan masih dapat di-finishing (politur atau cat) setelah kayu tersebut
dikeringkan terlebih dahulu.
 Penetrasi dan retensi bahan pengawet cukup tinggi masuk ke dalam kayu.
 Mudah luntur.

Jenis ini baik digunakan untuk mengawetkan kayu yang akan digunakan di dalam rumah
(perabot, dan lain-lain) yang umumnya terletak di bawah atap. Dianjurkan, setelah kayu
perabot tersebut diawetkan dan dikeringkan, selanjutnya di-finishing. Gunanya untuk
menutup permukaan kayu agar bahan pengawet tidak terpengaruh oleh udara lembab, sebab
36
kayu cenderung untuk membasah (sifat higroskopis). Nama-nama bahan pengawet dalam
perdagangan antara lain: Tanalith C, Celcure, Boliden, Greensalt, Superwolman C, Borax,
Asam Borat, dan lain-lain. Konsentrasi larutan dapat berbeda-beda tergantung tujuan
pemakaian kayu setelah diawetkan (rata-rata 5-10%).

2. Bahan pengawet larut minyak:

Sifat-sifat umum yang dimiliki sebagai berikut:

 Dijual dalam perdagangan berbentuk cairan agak pekat, bubuk (tepung). Pada waktu akan
digunakan, dilarutkan lebih dahulu dalam pelarut-pelarut antara lain: solar, minyak disel,
residu, dan lain-lain.
 Bersifat menolak air, daya pelunturannya rendah, sebab minyak tidak dapat bertoleransi
dengan air.
 Daya cegah terhadap makhluk perusak kayu cukup baik.
 Memiliki bau tidak enak dan dapat merangsang kulit (alergis).
 Warnanya gelap dan kayu yang diawetkan menjadi kotor.
 Sulit di-finishing karena lapisan minyak yang pekat pada permukaan kayu.
 Penetrasi dan retensi agak kurang, disebabkan tidak adanya toleransi antara minyak dan
kandungan air pada kayu.
 Mudah terbakar.
 Tidak mudah luntur.

Nama-nama perdagangan bahan pengawet larut minyak antara lain: PCP (Pentha Chlor
Phenol), Rentokil, Cu-Napthenate, Tributyltin-oxide, Dowicide, Restol, Anticelbor,
Cuprinol, Solignum, Xylamon, Brunophen, Pendrex, Dieldrien, dan Aldrin.

3. Bahan pengawet berupa minyak:

Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet berupa minyak sama dengan sifat-sifat yang
dimiliki oleh bahan pengawet larut minyak. Penggunaannya diusahakan dijauhkan dari
hubungan manusia, karena baunya tidak enak dan mengotori tempat. Penggunaannya
dengan metode tertentu. Nama-nama perdagangan yang terkenal antara lain: Creosot,
Carbolineum, Napthaline, dan lain-lain. Umumnya penggunaan bahan pengawet larut
minyak dan berupa minyak tidak begitu luas dalam penggunaan, orang lebih cenderung
menggunakan bahan pengawet yang lain dalam arti mudah dan praktis.

TEKNIK PENGAWETAN KAYU


37
Teknik atau cara pengawetan yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil atau umur
pemakaian kayu. Pemilihan cara pengawetan selain tergantung dari faktor tempat kayu
nantinya akan digunakan/dipasang, perlu juga dipertimbangkan faktor ekonomisnya. Banyak
cara pengawetan yang dapat dilaksanakan, mulai cara sederhana sampai kepada cara yang
relative sukar dengan peralatan yang mahal (modern).

Menyiapkan kayu yang akan diawetkan:

 Setiap cara pengawetan bertujuan memasukkan bahan pengawet sedalam, sebanyak


mungkin ke dalam kayu secara merata sesuai dengan jumlah retensi yang diperlukan. Agar
diperoleh hasil pengawetan yang baik perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
 Kayu harus cukup kering sebelum diawetkan, terutama bila menggunakan bahan pengawet
berupa minyak atau larut minyak dengan cara tekanan/vakum (kadar air yang dikandung
sekitar 20-25%).
 Kayu harus bebas kulit dan kotoran.
Kecuali cara pengawetan khusus, kayu
tidak perlu dikuliti.
 Sortimen kayu atau bentuk kayunya
(kayu gergajian atau dolok).Kayu
dianjurkan dalam bentuk siap pakai,
tidak diperkenankan dipotong, dibelah,
diserut, ataupun pengerjaan lain setelah
diawetkan, sebab akan membuka permukaan kayu yang telah terlapisi bahan pengawet. Bila
pengerjaan lanjutan terpaksa harus dilakukan maka bagian yang terbuka dan tidak tembus
bahan pengawet perlu dilabur bahan pengawet secara merata.
 Bahan peengawet, metode serta alat untuk pelaksanaan pengawetan.
 Faktor perusak kayu, tempat kayu akan digunakan kemudian.

38
CARA PENGAWETAN KAYU

 Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah ditentukan
konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa
hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada
yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada beberapa macam
pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas
dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu
atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau rendaman panas dan dingin
lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup
banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk
membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap
dengan beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu
tersebut. Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau
rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk
ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik
daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang
diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan
penyerang perusak kayunya tidak hebat.
 Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan
konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik.
Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya
melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan
dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri penggergajian
untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai Natrium
Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila kayu yang akan diawetkan
dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.
 Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat yang
sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila dalam
kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara pengawetan
ini hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara (prophylactic
treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah serangan jamur
atau bubuk kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu yang belum
39
banyak dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang sudah
terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu tempat kayu
akan dipakai tidak hebat (ganas).
 Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang
dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang
dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut sehingga
terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.

1. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :

Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :

Proses sel penuh antara lain :

Proses Bethel

Proses Burnett

2. Proses sel kosong antara lain :

Proses Rueping

Proses Lowry

Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan


bahan pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai sekitar 7-
8 atmosfer. Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi tekanan
langsung sampai 7 atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan bahan
pengawet dikeluarkan dan dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan
permukaan kayu dari larutan bahan pengawet.

URUTAN KERJA DALAM PENGAWETAN

Ada dua macam urutan kerja pada proses pengawetan kayu :

40
1. Urutan kerja pada proses pengawetan sel penuh :
 Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat agar jangan terjadi
kebocoran.

 Dilakukan pengisapan udara (vakum) dalam tangki sampai 60 cm/Hg, selama kira-kira 90
menit, agar udara dapat keluar dari dalam kayu.

 Sambil vakum dipertahankan, larutan pengawet kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet
hingga penuh.

 Setelah penuh, proses vakum dihentikan kemudian diganti dengan proses tekanan sampai
sekitar 8 – 15 atmosfer selama kurang lebih 2 jam.

 Proses penekanan dihentikan dan bahan pengawet kayu dikeluarkan dari tangki kembali ke
tangki persediaan.

 Dilakukan vakum terakhir sampai 40 cm/Hg, selama 10 – 15 menit, dengan maksud untuk
membersihkan permukaan kayu dari bahan pengawet.
2. Urutan kerja pada proses pengawetan sel kosong :
 Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat.

 Tanpa vakum, langsung pemberian tekanan udara sampai 4 atmosfer, selama 10 – 20 menit.

 Sementara tekanan udara dipertahankan, larutan bahan pengawet dimasukkan ke dalam


tangki pengawet hingga penuh.

 Kemudian tekanan ditingkatkan sampai 7 – 8 atmosfer selama beberapa jam

 Tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan.

 Dilakukan vakum 60 cm/Hg, selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari
kelebihan bahan pengawet.

41
 Perbedaan proses sel penuh dan sel kosong ialah sebagai berikut : pada proses sel penuh
bahan pengawet dapat mengisi seluruh lumen sel, sedangkan pada sel kosong hanya mengisi
ruang antar sel.

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE PENGAWETAN KAYU

A. Metode Rendaman

Keuntungan :

Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak

Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama

Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang)

Kerugian :

Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin

Peralatan mudah terkena karat

Pada proses panas, bila tidak hati - hati kayu bisa terbakar

Kayu basah agak sulit diawetkan

B. Metode Pencelupan

Keuntungan :

Proses sangat cepat

Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat)

Peralatan cukup sederhana

Kerugian :

Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu basah

Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan kayu sangat tipis

42
C. Metode Pelaburan dan Penyemprotan Keuntungan :

Alat sederhana, mudah penggunaannya

Biaya relatif murah

Kerugian :

Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil

Mudah luntur

D. Metode Pembalutan

Keuntungan :

Peralatan sederhana.Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama.Digunakan untuk tiang-
tiang kering ataupun basah

Kerugian :

Pemakaian bahan pengawet boros.Jumlah kayu yang diawetkan terbatas, waktu membalut
lama.Membahayakan mahluk hidup sekitarnya (hewan dan tanaman)

E. Metode Vakum dan Tekanan

Keuntungan : Penetrasi dan retensi tinggi sekali (memuaskan) .Waktunya relatif singkat
sekali .Dapat mengawetkan kayu basah dan kering

Kerugian :

Modal yang diperlukan besar Perlu ketelitian dan pengerjaan yang tinggi Cara ini hanya
sesuai untuk perusahaan yang komersial

PROSES AKHIR PENGAWETAN KAYU

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada akhir proses pengawetan kayu :

43
A. Pembongkaran kayu dari tumpukan dalam bak celup (rendaman) harus dilakukan dengan
hati-hati, jangan sampai terjadi kerusakan kayu yang mengakibatkan tergoresnya permukaan
yang telah terlapiskan bahan pengawet.

B. Untuk pengeringan kayu setelah diawetkan, dapat digunakan pengeringan secara alami atau
buatan. Hanya perlu diperhatikan, tidak semua bahan pengawet dapat dikeringkan secara
pengeringan buatan (dry kiln). Sebab dengan pengeringan yang mendadak, bahan pengawet
akan menguap dari dalam kayu, yang berarti pelunturan bahan pengawet. Biasanya bahan
pengawet larut minyak dan berupa minyak mengijinkan pengeringan akhir dengan kiln.
Setelah kayu benar-benar kering, penggunaan dapat dilakukan.

C. Penyimpanan sementara sebelum kayu dipakai harus dilakukan di tempat terlindung dan
terbuka bagi sirkulasi udara. caranya seperti penyusunan kayu gergajian dengan
menggunakan sticker.

Cacat Kayu

Kerusakan dan Cacat pada Kayu

Yang dimaksud kerusakan kayu adalah menurunnya kekuatan kayu akibat adanya/terjadinya
reta-retak, pecah-pecah, belah, pelapukan karena cuaca, serangan serangga atau jamur; juga
menurunnya mutu kayu akibat terjadinya perubahan warna, berubahnya nilai dekoratif. Hal
ini dapat diakibatkan oleh ulah manusia yang kurang cermat dalam mengelola kayu,
misalnya :

 pememliharaan hutan yang kurang baik


 cara penebangan pohon yang salah,
 pembagian kayu yang keliru,
 cara menggergaji yang keliru, dan
 pengeringan kayu yang tidak sesuai.

Kerusakan pada kayu terjadi karena tindakan-tindakan atau karena keadaan yang
mengakibatkan kekuatan kayu menurun, harga kayu menurun, dan mutu dan nilai pakai
kayu berkurang atau kayu sama sekali tak terpakai. Kerusakan yang dimaksud antara lain:
retak-retak, pecah,belah,serangan jamur, serangan serangga dan kerusakan-kerusakan akibat
perilaku manusia yang kurang cermat dalam mengelola kayu. Misalnya: pemeliharaan hutan
yang kurang baik, penebangan pohon yang salah,pembagian batang yang keliru, cara
44
menggergaji yang keliru serta cara pengeringan kayu yang tidak sesuai, sehingga kerusakan-
kerusakan tersebut di atas akan mengurangi mutu dan nilai pakai kayu untuk penggunaan
tertentu secara maksimal.

1. Cacat mata kayu

Mata kayu merupakan lembaga atau bagian


cabang yang berada di dalam kayu. Mata
kayu dapat dibedakan :

1) Mata kayu sehat : mata kayu yang tidak


busuk, berpenampang keras, tumbuh kukuh
dan rapat pada kayu, berwarna sama atau
lebih gelap dibandingkan dengan kayu
sekitarnya.

2) Mata keyu lepas : mata kayu yang tidak tumbuh rapat pada kayu, biasanya pada proses
pengerjaan, mata kayu ini akan lepas dan tidak ada gejala busuk.

3) Mata kayu busuk : mata kayu yang menunjukkan tanda-tanda pembusukan dan bagian-
bagian kayunya lunak atau lapuk, berlainan dengan bagian-bagian kayu sekitarnya.

Pengaruh mata kayu :

a. Mengurangi sifat keteguhan kayu

b. Menyulitkan pengerjaan karena kerasnya penampang mata kayu (mata kayu sehat).

c. Mengurangi keindahan permukaan kayu

d. Menyebabkan lubangnya lembara-lembaran finir.

b. Pecah dan belah

Pada kayu bulat sering terlihat adanya serat-serta yang terpisah memanjang;

1) Berdasarkan ketentuan pengujian kayu, maka :

• jika lebar terpisahnya serat ≤ 2 mm, dinamakan retak.

• Lebar terpisahnya serat ≤ 6 mm, dinamakan pecah

45
• Lebar terpisahnya serat ≥ 6 mm, dinamakan belah

2) Penyebab terjadinya cacat pecah dan belah, diantaranya :

• Ketidakseimbangan arah penyusutan pada waktu kayu menjadi kering.

• Tekanan di dala tubuh kayu yang kemudian terlepas padawaktu kayu ditebang.

• Kesalahan dalam teknik penebangan atau menimpa benda-benda keras.

3) Pengaruh cacat pecah atau belah :

• Mengurangi keteguhan tarik

• Mengurang keteguhan kompresi, distrubsi beba jadi tidak merata.

• Keteguhan geser berkurang, akibat luasan daerah yang menahan beban berkurang.

c. Pecah busur dan pecah gelang

Pecah busur adalah pecah yang mengikuti arah lingkaran tumbuh, bentuknya

kurang dari setengah lingkaran. Sedangkan pecah gelang adalah klanjutan dari pecah busur
yang kedua ujungnya bertemu membentuk lingkaran penuh atau lebih dari setengah
lingkaran.

Penyebab terjadinya cacat pecah busur atau peah gelang, diantaranya :

• Ketidakseimbangan dalam penyusutan pada waktu kayu mengering.

• Tegangan di dalam kayu yang terlepas secara tiba-tiba pada saat penebangan. Pengaruh
cacat jenis ini sama dengan halnya pengaruh cacat belah dan pecah.

d. Hati rapuh

Hati adalah pusat lingkaran tumbuh kayu bulat. Cacat hati rapuh merupakan tanda khas yang
umum dimiliki kayu daun lebar yang umum tumbuh didaerah tropis, seperti : meranti.
Bagian kayu yang rapuh ummnya menunjukkan tanda-tanda berkurangnya kekerasan dan
kepadatan namun hati rapuh yang dimaksud tidak menunjukkan tanda-tanda pembusukan
yang nyata. Cacat hati rapuh mengurangi kekuatan terhadap kayu. Cacat ini akan
menyulitkan proses pembuatan finir secara rotary (pengupasan) karena tidak adanya
kekuatan dari sumbu mesin untuk mencengkram dolok tersebut.

46
e. Arah serat

Beberapa jenis kayu seperti lara, kesambi, memiliki serat yang berpadu sehingga kayu sulit
dikerjakan (misalnya pada proses ketam) dan hal ini dianggap merugikan, namun
mempunyai keteguhan belah yang tinggi. Jenis kayu ini mempunyai serat yang melintang
artinya tidak sejajar dengan sumbu batang dan jenis serat semacam ini akan mengurangi
keteguhan kayu.

f. Cacat akibat jamur penyerang kayu

Jamur penyerang kayu dapat dibedakan menjadi :

1. Jamur pembusuk kayu


2. Jamur pelapuk kayu
3. Jamur penyebab noda kayu

Pada tahap permuaan serangan jamur akan


mengakibatkan timbulnya kerapuhan kayu
yang nyata, cenderung kayu akan
mengalami patah secara mendadak jika
diberi beban dengan perubahan bentuk
sedikit serta patahan halus tidakberserpih.
Untuk jamur penyebab noda kayu, secara
umum sedikit sekali pengaruhnya terhadap kekauatan kayu dan biasanya tidak menurunkan
kekuatan yang besar, pengaruh terbesar adalah mengurangi keindahan, akibat timbulnya
warna-warna yang kotor (noda-noda).

g. Cacat akibat Serangga perusak kayu

Jenis serangga perusak kayu, diantaranya : rayap, kumbang kayu, dan bubuk kayu. Kayu
merupakan makanan dan tempat tinggal serangga tersebut, sehingga jelas bahwa serangga-
serangga tersebut akan membuat lubang-lubang terowongan didalam kayu yang
mengakibatkan kekuatan kayu akan berkurang.

Lubang gerek dan lubang cacing laut

Lubang gerek ialah lubang-lubang pada kayu yang disebabkan oleh serangga penggerek,
atau cacing-cacing laut. Lubang cacing laut ialah lubang-lubang pada kayu yang disebabkan
oleh cacing-cacing laut. Umumnya penggerekan tersebut menyerang kayu yang baru
47
ditebang. Kadangkala pada pohon yang masih tegak berdiri. Serangga ini tidak dapat hidup
pada kayu gergajian yang telah dikeringkan, karena larvanya memerlukan jamur. Padahal
agar jamur dapat hidup diperlukan kadar air yang cukup tinggi. Serangan-serangan akan
lebih berat pada bagian kayu yang menghadap tanah yang terlindung dari sinar matahari
langsung. Sedangkan cacing laut menyerang kayu yang berada di air laut. Lubang gerek
mengurangi keindahan. Bila banyak menggerombol akan mempengaruhi kekuatan kayu,
bahkan kayu sama sekali mungkin tidak dapat dimanfaatkan lagi. Demikian pula cacat pada
lubang cacing laut.

2.1.4 Pengolongan Produk Kayu

Klasifikasi Produk Kayu

Penggolongan Produk Kayu di Pasaran

Saat ini produk kayu sangat beragam. Produk kayu


solid/asli umumnya berupa kayu gergajian baik
berupa balok maupun papan. Sedangkan produk kayu buatan dapat merupa vinir (veneer),
papan lapis, triplek/plywood/multiplek dan bahkan kayu laminasi (glue laminated timber).

Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia

Secara singkat peraturan ini dimaksukan untuk memberikan acuan baku terkait dengan
aturan umum, aturan pemeriksaan dan mutu, aturan perhitungan, sambungan dan alat
sambung konstruksi kayu hingga tahap pendirian bangunan dan persyaratannya. Pada buku
tersebut juga telah dicantumkan jenis dan nama kayu Indonesia, indeks sifat kayu dan
klasifikasinya, kekuatan dan keawetannya.

Klasifikasi Produk Kayu

Penggolongan kayu dapat ditinjau dari aspek fisik, mekanik dan keawetan. Secara fisik
terdapat klasifikasi kayu lunak dan kayu keras. Kayu keras biasanya memiliki berat satuan
(berat jenis) lebih tinggi dari kayu lunak. Klasifikasi fisik lain adalah terkait dengan

48
kelurusan dan mutu muka kayu. Terdapat mutu kayu di perdagangan A, B dan C yang
merupakan penggolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka (cacat atau tidak)
arah-pola serat dan kelurusan batang. Kadang klasifikasi ini menerangkan kadar air dari
produk kayu.
1. Kayu mutu A

 Kering udara
 Besar mata kayu maksimum 1/6 lebar kecil tampang / 3,5 cm
 Tak boleh mengandung kayu gubal lebih dari 1/10 tinggi balok
 Miring arah serat maksimum adalah 1/7
 Retak arah radial maksimum 1/3 tebal dan arah lingkaran tumbuh ¼ tebal kayu

2. Kayu mutu B

 Kering udara 15%-30%


 Besar mata kayu maksimum 1/4 lebar kecil tampang / 5 cm
 Tak boleh mengandung kayu gubal lebih dari 1/10 tinggi balok
 Miring arah serat maksimum adalah 1/10
 Retak arah radial maksimum ¼ tebal dan arah lingkaran tumbuh 1/5 tebal kayu

Konsekuensi dari kelas visual B harus memperhitungkan reduksi kekuatan dari mutu A
dengan faktor pengali sebesar 0.75 (PKKI, 1961, pasal 5).

Kelas Kuat Kayu

Sebagaimana di kemukakan
pada sifat umum kayu, kayu
akan lebih kuat jika
menerima beban sejajar
dengan arah serat dari pada
menerima beban tegak lurus
serat. Ini karena struktur serat kayu yang berlubang. Semakin rapat serat, kayu umumnya

49
memiliki kekuatan yang lebih dari kayu dengan serat tidak rapat. Kerapatan ini umumnya
ditandai dengan berat kayu persatuan volume / berat jenis kayu. Dapat dilihat pada gambar
di atas dan dibawah.

Angka kekuatan kayu


dinyatakan dapan besaran
tegangan, gaya yang dapat
diterima per satuan luas.
Terhadap arah serat, terdapat
kekuatan kayu sejajar (//)
serat dan kekuatan kayu tegak lurus (?) serat yang masing- masing memilki besaran yang
berbeda. Terdapat pula dua macam besaran tegangan kayu, tegangan absolute / uji lab dan
tegangan ijin untuk perancangan konstruksi. Tegangan ijin tersebut telah memperhitungkan
angka keamanan sebesar 5-10. Dalam buku Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI-
NI-5) tahun 1961, kayu di Indonesia diklasifikasikan ke dalam klas kuat I (yang paling
kuat), II, III, IV (paling lemah).

(Tabel 4.1 Klasifikasi Kayu PKKI-NI)

Kelas Awet

Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang
datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri, dan
berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif
yang terkandung di dalam kayu tersebut.

Tabel Komposisi Kimia Kayu


Komponen Kimia Kayu daun lebar (%) Kayu daun jarum (%)

50
Selulose 40 – 45 41 – 44
Lignin 18 – 33 28 – 32
Pentosan 21 – 24 8 – 13
Zat ekstraktif 1 – 12 2,03
Abu 0,22 – 6 0,89
(Tabel 4.2 Komposisi kimia kayu)

Apa Itu Kelas Awet Kayu ?


Kelas awet kayu menunjukan tingkat ketahanankayu terhadap serangan organisme perusak
kayu seperti jamur dan rayap

Apa Faktor Penentu Keawetan kayu ?


Kelas awet kayu ditentukan oleh komposisi kimia zat ekstraktif yang terdapat di dalam
kayu, dan sedikit hubungannya dengan tingkat kekerasan kayu.

Faktor Luar Apa Yang Mempengaruhi Keawetan Kayu


Air hujan adalah faktor utamayang mengurangi keawetan kayu. Kayu awet seperti kayu besi
memiliki kandungan zat ekstraktif Eusiderin dan kayu jati punya tectoquinon yang
melindungi mereka dari serangan jamur dan serangga. Namun zat ekstraktif mudah tercuci
sehingga kayu awet yang sering terpapar air hujan jangan harap akan tahan terhadap
serangan rayap dan jamur.

Sifat – Sifat Keawetan Kayu

Pengawetan suatu jenis kayu dimaksudkan meningkatkan daya ilmiah dari kayu tersebut
terhadap serangan-serangan organisme, seperti cendawan dan jenis serangga. Keawetan
semacam ini disebut keawetan ilmiah.

Tujuan dari pengawetan :

1. Kayu yang semula tidak awet dapat menjadi awt

2. Jenis kayu yang kurang awet dapat menggantikan kayu yang awet

3. Dapat menghemat pembiayaan pembangunan

Sifat-sifat bahan pengawet :

51
1. Beracun terhadap cendawan dan serangga, tetapi pemakaiannya tidak berbahaya bagi
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan

2. Permanen, tak luntur kena air, tidak menguap kena panas

3. Tidak bereaksi terhadap bahan

4. Mudah tembus terbakar dan cepat kering dan mudah diletakkan pada kayu

Pembagian keawetan kayu ditetapkan oleh LPHH (Lembaga Penelitian Hasil Hutan )

Kelas awet I :

Jika kayu yang dipakai selalu berhubungan dengan tanah basah, daya tahan kayu minimum
8 tahun. Terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dilindungi terhadap permukaan air dan
kelemasan tahannya paling sedikit 20 tahun, kayu tersebut jarang dimakan rayap.

Kelas awet II :

Selalu berhubungan dengan tanah lembab paling sedikit 3 tahun, terbuka terhadap angin dan
iklim tetapi dilindungi terhadap pemasukan air dan kelemasan paling sedikit 15 tahun.

Kelas awet III :

BEerhubungan dengan tanah lembab paling sedikit 3 tahun. Terbuka terhadap angin dan
iklim tetapi dilindungi oleh pemasukan air dan kelemasan paling sedikit 10 tahun.

Kelas awet IV :

Selalu berhubungan dengan tanah lembab, kayu ini lekas lapuk terbuka terhadap angin ,dan
iklim tetapi dilindungi oleh permukaan air dan kelemasan hanya bertahan beberapa tahun
saja, tetapi kalau dipelihara dengan baik sekurang-kurangnya 10 tahun.

Kelas awet V :

Kumpulan jenis-jenis kayu yang lekas sekali lapuk atau rusak karena serangan bubuk
maupun rayap.

Bahan-bahan pengawet

1. Bahan pengawet alam :

a) Air (termasuk air sungai )


52
b) Udara ( tidak lembab )

c) Panas ( sinar matahari, pengasapan )

2. Bahan pengawet buatan :

a) Berupa garam-garam, seperti garam, tembaga, flurida, borium, wollman, chroom,


arsin, seng, dan sebagainya.

b) Berupa minyak, creosoot, carbilineum

Tabel Kelas Kuat dan Awet kayu

B.J. Kelas Kelas


No. Jenis Kayu Penyebaran Kegunaan
Rata2 Awet Kuat
1 Agathis 0,49 IV III 1,2,3,4,5,7 1,2,3,7,8,9,14,15,17
2 Anpupu 0,89 III,I II,I 5,6 1,4,5,6,10,11
3 Bakau 0,94 III I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,15
4 Balau 0,98 I I,II 1,3,4 1,4,6,10,11
5 Balsa - V V 2 9,12
6 Bayur 0,52 IV II,III 1,2,3,4,5,6 1,2,3,7,11,12
7 Bangkirai 0,91 1,II,III I,II 3 1,2,3,4,6,11
8 Bedaru 1,84 I I 1,3 1,3,6,9,11,12
9 Belangeran 0,86 II,I,III I,II 1,3 1,3,4,6,7,11
10 Benuang 0,33 V IV,V 1,3,4,5 2,8,14,15
11 Benuang Laki 0,39 IV,V IV,V 2,3,4,5,6,7 1,2,5,8,11
12 Berumbung 0,85 II II,I 1,3 1,3,4,5,9,11,12,20
13 Bintangur 0,78 III II,III 1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,5,6
14 Bongin 1,82 III I 1,3 1,3,4,13
15 Bugis K. 0,88 III,IV II,III 3,4,5,7 1,3,4,5,6,7,11,20
16 Bungur 0,88 II,III I,II 1,2,3,4,5,6 1,3,4,5,6,7,11
17 Cemara - II,III I,II 1,2,4,5,6,7 1,4,5,6,10,11,18
18 Cempaga 0,71 II,III II 1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,5,6,9,10,11
19 Cempaka - II III,IV 1,2,3,4,5,7 1,2,3,4,5,7,9,12,13,16,17,20
20 Cendana 0,84 II II,I 2,6 12,19
21 Cengal 0,70 II,III II,III 1,2 1,2,3,4,5,6,7,11

53
22 Dahu 0,58 IV III,IV 1,2,3,4,5,7 3,4,5,13
23 Durian 0,64 IV,V II,III 1,2,3,4,5 1,2,8
24 Ebony 1,05 I I 4,5 3,12,13
25 Gadok 0,75 III,II II,III,I 1,2,4,5,6,7 1,4,5,11
26 Gelam - III II 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,6,10,11,18
27 Gerunggang 0,47 IV III,IV 1,3,4,5 1,2,8
28 Gia 0,91 I,IV I,II 3,4,5,7 1,4,5,6,10,11
29 Giam 0,99 I I 1,3 1,4,6,10,11
30 Gisok 0,83 II,III II,I 1,3 1,2,3,4,5,7,11
31 Gofasa 0,74 II,III II,III 4,5,7 1,3,4,5,6,7,9,11,12,18,20
32 Jabon 0,42 V III,IV 1,2,3,4,5,6 2,8,14,15
33 Jangkang 0,63 IV,V III,II 1,3,4,5,7 2,5,7,8,12,20
34 Jati 0,70 I,II II 2,4,6 1,3,4,5,6,10,11,12,13
35 Jelutung 0,40 V III,V 1,3 2,8,12,16,17,20
36 Jeungjing 0,33 IV,V IV,V 1,5 1,2,8,14,15
37 Jobar 0,84 I,II II,I 1,2 1,3,4,5,12,13,18
38 Kapuk Hutan 0,30 V IV,V 1,2,4,5,6,7 2,8,14,15,20
39 Kapur 0,81 II,III II,I 1,3 1,2,3,4,5,6,7,11
40 Kedunba 0,84 IV III 1,3 1,2,3,4,5,6,7,20
41 Kemenyan 0,57 IV,V III,II 1,2 1,2,5,8,12,14,17,20
42 Kemeri 0,31 V IV,V 1,2,4,5 2,8,14,15
43 Kempas 0,95 III,IV I,II 1,3 1,2,4,6
44 Kenanga 0,33 V IV,V 1,2.4,5,7 2,8,12,14,15,20
45 Kenari 0,55 IV III 1,2,3,4,5,6 1,2,4,5,7
46 Keruing 0,79 III I,II 1,2,3 1,2,4,5,6,11
47 Keranji 0,98 I I,II 1,2,3 1,2,4,5,6,7,11
48 Kesambi 0,01 III I 2,4,5,6 1,4,5,6,11,18
49 Ketapang - III,IV II,III 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,7,8,11,14,20
50 Kolaka 0,96 III I 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,6,11
51 Kuku 0,87 II I 1,3,4,5,7 3,4,5,11,13
52 Kulim 0,94 I,II I 1,3 1,2,4,6,10,11
53 Kupang - II,IV II,III 1,2,3,4,5 1,2,3,4,5,7,11,13,20

54
54 Lara 1,15 I I 4,5 1,4,6,10,11
55 Lasi 0,01 II II 4,5 1,3,4,5,12,13
56 Leda 0,57 IV,V,II II,IV 4,5 1,2,5,7,8,10,11,20
57 Mahang - IV,V II,IV 1,2,3 1,2,5,7,8,14,15,20
58 Mahoni 0,64 III II,III 2 1,2,3,4,5,7,11,12
59 Malas K. 1,04 II,III I 1,3 1,4,5,6,11,18
60 Matoa 0,77 III,IV II,I,III 1,2,4,5,6,7 1,3,4,7,11
61 Medang - III,IV II,V 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,7,8,11,12,20
62 Melur 0,52 IV II,IV 1,2,3,4,5,5,7 1,2,3,4,5,7,9,16,17
63 Membacang - II,V II,III 1,2,3,4,5,5,7 2,5,8,12,14,20
64 Mendarahan - V II,IV 1,2,3 2,5,7,8,20
65 Menjalin - V I,III 1,2,3 1,2,5
66 Mensira G. 0,61 V II,III 1,2,4,5,6,7 1,2,5,7,20
67 Mentibu 0,53 IV,V III 1,3 1,2,7,8
68 Merambung 0,38 V IV,V 1,2,3,4,5,6,7 2,8,14,15
69 Meranti M. 0,55 III,IV II,IV 1,3,4,5 1,2,3,4,5,8,15
70 Meranti P. 0,54 III,IV II,IV 1,3,4,5 1,2,3,4,5,8,15
71 Merawan 0,70 II,III II,III 1,3 1,2,3,4,5,6,7,9,11
72 Merbau 0,88 I,II I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,6,10,11
73 Merpayang 0,65 V II,III 1,3 1,2,3,5,7,8,11,20
74 Mersawa 0,46 IV II,III 1,3 1,2,4,5,11
75 Nyatoh 0,67 II,III II,I,II 1,2,3,4,5,7 1,2,4,5,7,9,11
76 Nyirih - II,III II 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7,11,13,18,20
77 Pasang - II,IV I,III 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6,11,13,18
78 Patin K. 0,92 I I,II 1 1,2,3,4,5,6,7,11,12
79 Pelawan - I,II I 1,3 1,4,6,10,11,18
80 Perepat Darat 0,76 III II 1,3 1,3,4,5,11
81 Perepat Laut 0,78 II,III II,I 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,7,11
82 Perupuk 0,56 IV,V II,III 1,3,4 1,2,3,8,14,15
83 Petaling 0,91 I,II I,II 1,3 1,4,5,6,9,10,11
84 Petanang 0,75 III II 1 1,4,5,6,11
85 Pilang 0,79 III II 2,6 1,2,3,4,5

55
86 Pimping - III,IV I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,2,5,6,8,11,14,20
87 Pinang K. 0,66 III,IV II,III 1,3 1,2,3,4,5,7,11,20
88 Pulai 0,46 III,V IV,V 1,2,3,4,5,6,7 2,8,12,14,15,16,20
89 Punak 0,76 III,IV II 1,3 1,2,3,4,5,7,11,20
90 Puspa - III II 1,2,3 1,2,4,5,10,11,18
91 Putat - II,III I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,3,4,5,6,7,11,18
92 Ramin 0,63 IV II,III 1,3 1,2,3,4,5,7,20
93 Rasamala 0,81 II,III II 1,2 1,4,5,7,10,11
94 Rengas 0,69 II II 1,2,3 3,4,5,6,12,13
95 Resak 0,70 III II 1,3,5,7 1,2,4,6,7,11
96 Salimuli 0,64 I,II II,III 2,5,6 3,4,9,12
97 Sampang - V III,IV 1,2,3 2,5,7,8,12,14,15,20
98 Saninten 0,76 III II 1,2 1,4,5,7
99 Sawokecik 1,03 I I 1,2,4,5,6 3,4,5,9,12,13,20
Sendok-
100 0,45 V III,II 1,3,5,7 2,5,8,12,14,15,20
sendok
101 Simpur - III,V I,III 1,2,3,4 1,2,3,4,5,11,18
102 Sindur - II,V II,III 1,3,4,5 1,2,3,4,5,7,11
103 Sonokeling 0,90 I II 2 3,4,5,9,12,13
104 Sonokembang 0,65 II,I,II II,I,II 1,2,4,5,6 1,3,4,5,12,13
105 Sungkai 0,63 III II,III 1,2,3 1,3,4,5,12,13
106 Surian - III,V III,IV 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,5,7,8,11,12
107 Surianbawang 0,60 II,IV II,III 1,3,5,7 1,2,3,4,5,7,11,20
108 Tanjung 1,08 I,II I 1,2,4,5,6 1,2,3,4,5,7,11
109 Tembesu 0,81 I II 1,2,3 1,4,5,6,10,11
110 Tempimis 1,01 I I 1,4 1,4,5,6,7,9,11
111 Tepis - IV,V II,IV 1,3 1,2,3,5,7,14,20
112 Teraling 0,75 II,IV II 1,2,4 1,2,3,4,5,7,9
113 Terap 0,44 III,V III,V 1,2,3,4,5,6,7 1,2,5,8,11
114 Terentang 0,40 IV III,IV 1,3 2,8,14,15
115 Trembesi 0,61 IV III 1,2,4,5,6 1,2,3,4,5,7,11,12,13
116 Tualang 0,83 III,IV II,I,II 1,3,4 1,2,3,4,5,7,11

56
117 Tusam 0,55 IV III 1,2,4,6 1,2,8,14,15,16,17
118 Ulin 1,04 I I 1,3 1,4,6,10,11
119 Walikukun 0,98 II I 2,6 1,4,5,6,9,10,11,18
120 Weru 0,77 II II,I 1,2,6 1,3,4,5,13
No. Jenis Kayu B.J. Kelas Kelas Penyebaran Kegunaan
Rata2 Awet Kuat
1 Agathis 0,49 IV III 1,2,3,4,5,7 1,2,3,7,8,9,14,15,17
2 Anpupu 0,89 III,I II,I 5,6 1,4,5,6,10,11
3 Bakau 0,94 III I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,15
4 Balau 0,98 I I,II 1,3,4 1,4,6,10,11
5 Balsa - V V 2 9,12
6 Bayur 0,52 IV II,III 1,2,3,4,5,6 1,2,3,7,11,12
7 Bangkirai 0,91 1,II,III I,II 3 1,2,3,4,6,11
8 Bedaru 1,84 I I 1,3 1,3,6,9,11,12
9 Belangeran 0,86 II,I,III I,II 1,3 1,3,4,6,7,11
10 Benuang 0,33 V IV,V 1,3,4,5 2,8,14,15
11 Benuang Laki 0,39 IV,V IV,V 2,3,4,5,6,7 1,2,5,8,11
12 Berumbung 0,85 II II,I 1,3 1,3,4,5,9,11,12,20
13 Bintangur 0,78 III II,III 1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,5,6
14 Bongin 1,82 III I 1,3 1,3,4,13
15 Bugis K. 0,88 III,IV II,III 3,4,5,7 1,3,4,5,6,7,11,20
16 Bungur 0,88 II,III I,II 1,2,3,4,5,6 1,3,4,5,6,7,11
17 Cemara - II,III I,II 1,2,4,5,6,7 1,4,5,6,10,11,18
18 Cempaga 0,71 II,III II 1,2,3,4,5,6 1,2,3,4,5,6,9,10,11
19 Cempaka - II III,IV 1,2,3,4,5,7 1,2,3,4,5,7,9,12,13,16,17,20
20 Cendana 0,84 II II,I 2,6 12,19
21 Cengal 0,70 II,III II,III 1,2 1,2,3,4,5,6,7,11
22 Dahu 0,58 IV III,IV 1,2,3,4,5,7 3,4,5,13
23 Durian 0,64 IV,V II,III 1,2,3,4,5 1,2,8
24 Ebony 1,05 I I 4,5 3,12,13
25 Gadok 0,75 III,II II,III,I 1,2,4,5,6,7 1,4,5,11
26 Gelam - III II 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,6,10,11,18

57
27 Gerunggang 0,47 IV III,IV 1,3,4,5 1,2,8
28 Gia 0,91 I,IV I,II 3,4,5,7 1,4,5,6,10,11
29 Giam 0,99 I I 1,3 1,4,6,10,11
30 Gisok 0,83 II,III II,I 1,3 1,2,3,4,5,7,11
31 Gofasa 0,74 II,III II,III 4,5,7 1,3,4,5,6,7,9,11,12,18,20
32 Jabon 0,42 V III,IV 1,2,3,4,5,6 2,8,14,15
33 Jangkang 0,63 IV,V III,II 1,3,4,5,7 2,5,7,8,12,20
34 Jati 0,70 I,II II 2,4,6 1,3,4,5,6,10,11,12,13
35 Jelutung 0,40 V III,V 1,3 2,8,12,16,17,20
36 Jeungjing 0,33 IV,V IV,V 1,5 1,2,8,14,15
37 Jobar 0,84 I,II II,I 1,2 1,3,4,5,12,13,18
38 Kapuk Hutan 0,30 V IV,V 1,2,4,5,6,7 2,8,14,15,20
39 Kapur 0,81 II,III II,I 1,3 1,2,3,4,5,6,7,11
40 Kedunba 0,84 IV III 1,3 1,2,3,4,5,6,7,20
41 Kemenyan 0,57 IV,V III,II 1,2 1,2,5,8,12,14,17,20
42 Kemeri 0,31 V IV,V 1,2,4,5 2,8,14,15
43 Kempas 0,95 III,IV I,II 1,3 1,2,4,6
44 Kenanga 0,33 V IV,V 1,2.4,5,7 2,8,12,14,15,20
45 Kenari 0,55 IV III 1,2,3,4,5,6 1,2,4,5,7
46 Keruing 0,79 III I,II 1,2,3 1,2,4,5,6,11
47 Keranji 0,98 I I,II 1,2,3 1,2,4,5,6,7,11
48 Kesambi 0,01 III I 2,4,5,6 1,4,5,6,11,18
49 Ketapang - III,IV II,III 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,7,8,11,14,20
50 Kolaka 0,96 III I 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,6,11
51 Kuku 0,87 II I 1,3,4,5,7 3,4,5,11,13
52 Kulim 0,94 I,II I 1,3 1,2,4,6,10,11
53 Kupang - II,IV II,III 1,2,3,4,5 1,2,3,4,5,7,11,13,20
54 Lara 1,15 I I 4,5 1,4,6,10,11
55 Lasi 0,01 II II 4,5 1,3,4,5,12,13
56 Leda 0,57 IV,V,II II,IV 4,5 1,2,5,7,8,10,11,20
57 Mahang - IV,V II,IV 1,2,3 1,2,5,7,8,14,15,20
58 Mahoni 0,64 III II,III 2 1,2,3,4,5,7,11,12

58
59 Malas K. 1,04 II,III I 1,3 1,4,5,6,11,18
60 Matoa 0,77 III,IV II,I,III 1,2,4,5,6,7 1,3,4,7,11
61 Medang - III,IV II,V 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,7,8,11,12,20
62 Melur 0,52 IV II,IV 1,2,3,4,5,5,7 1,2,3,4,5,7,9,16,17
63 Membacang - II,V II,III 1,2,3,4,5,5,7 2,5,8,12,14,20
64 Mendarahan - V II,IV 1,2,3 2,5,7,8,20
65 Menjalin - V I,III 1,2,3 1,2,5
66 Mensira G. 0,61 V II,III 1,2,4,5,6,7 1,2,5,7,20
67 Mentibu 0,53 IV,V III 1,3 1,2,7,8
68 Merambung 0,38 V IV,V 1,2,3,4,5,6,7 2,8,14,15
69 Meranti M. 0,55 III,IV II,IV 1,3,4,5 1,2,3,4,5,8,15
70 Meranti P. 0,54 III,IV II,IV 1,3,4,5 1,2,3,4,5,8,15
71 Merawan 0,70 II,III II,III 1,3 1,2,3,4,5,6,7,9,11
72 Merbau 0,88 I,II I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,6,10,11
73 Merpayang 0,65 V II,III 1,3 1,2,3,5,7,8,11,20
74 Mersawa 0,46 IV II,III 1,3 1,2,4,5,11
75 Nyatoh 0,67 II,III II,I,II 1,2,3,4,5,7 1,2,4,5,7,9,11
76 Nyirih - II,III II 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6,7,11,13,18,20
77 Pasang - II,IV I,III 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,4,5,6,11,13,18
78 Patin K. 0,92 I I,II 1 1,2,3,4,5,6,7,11,12
79 Pelawan - I,II I 1,3 1,4,6,10,11,18
80 Perepat Darat 0,76 III II 1,3 1,3,4,5,11
81 Perepat Laut 0,78 II,III II,I 1,2,3,4,5,6,7 1,4,5,7,11
82 Perupuk 0,56 IV,V II,III 1,3,4 1,2,3,8,14,15
83 Petaling 0,91 I,II I,II 1,3 1,4,5,6,9,10,11
84 Petanang 0,75 III II 1 1,4,5,6,11
85 Pilang 0,79 III II 2,6 1,2,3,4,5
86 Pimping - III,IV I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,2,5,6,8,11,14,20
87 Pinang K. 0,66 III,IV II,III 1,3 1,2,3,4,5,7,11,20
88 Pulai 0,46 III,V IV,V 1,2,3,4,5,6,7 2,8,12,14,15,16,20
89 Punak 0,76 III,IV II 1,3 1,2,3,4,5,7,11,20
90 Puspa - III II 1,2,3 1,2,4,5,10,11,18

59
91 Putat - II,III I,II 1,2,3,4,5,6,7 1,3,4,5,6,7,11,18
92 Ramin 0,63 IV II,III 1,3 1,2,3,4,5,7,20
93 Rasamala 0,81 II,III II 1,2 1,4,5,7,10,11
94 Rengas 0,69 II II 1,2,3 3,4,5,6,12,13
95 Resak 0,70 III II 1,3,5,7 1,2,4,6,7,11
96 Salimuli 0,64 I,II II,III 2,5,6 3,4,9,12
97 Sampang - V III,IV 1,2,3 2,5,7,8,12,14,15,20
98 Saninten 0,76 III II 1,2 1,4,5,7
99 Sawokecik 1,03 I I 1,2,4,5,6 3,4,5,9,12,13,20
100 Sendok- 0,45 V III,II 1,3,5,7 2,5,8,12,14,15,20
sendok
101 Simpur - III,V I,III 1,2,3,4 1,2,3,4,5,11,18
102 Sindur - II,V II,III 1,3,4,5 1,2,3,4,5,7,11
103 Sonokeling 0,90 I II 2 3,4,5,9,12,13
104 Sonokembang 0,65 II,I,II II,I,II 1,2,4,5,6 1,3,4,5,12,13
105 Sungkai 0,63 III II,III 1,2,3 1,3,4,5,12,13
106 Surian - III,V III,IV 1,2,3,4,5,6,7 1,2,3,5,7,8,11,12
107 Surianbawang 0,60 II,IV II,III 1,3,5,7 1,2,3,4,5,7,11,20
108 Tanjung 1,08 I,II I 1,2,4,5,6 1,2,3,4,5,7,11
109 Tembesu 0,81 I II 1,2,3 1,4,5,6,10,11
110 Tempimis 1,01 I I 1,4 1,4,5,6,7,9,11
111 Tepis - IV,V II,IV 1,3 1,2,3,5,7,14,20
112 Teraling 0,75 II,IV II 1,2,4 1,2,3,4,5,7,9
113 Terap 0,44 III,V III,V 1,2,3,4,5,6,7 1,2,5,8,11
114 Terentang 0,40 IV III,IV 1,3 2,8,14,15
115 Trembesi 0,61 IV III 1,2,4,5,6 1,2,3,4,5,7,11,12,13
116 Tualang 0,83 III,IV II,I,II 1,3,4 1,2,3,4,5,7,11
117 Tusam 0,55 IV III 1,2,4,6 1,2,8,14,15,16,17
118 Ulin 1,04 I I 1,3 1,4,6,10,11
119 Walikukun 0,98 II I 2,6 1,4,5,6,9,10,11,18
120 Weru 0,77 II II,I 1,2,6 1,3,4,5,13
(Tabel 4.3 Kelas kuat da awet kayu)

60
Dari hasil di atas kebutuhan akan kayu sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan terus
meningkat. Demikian pula untuk keperluan bahan bangunan. Kayu-kayu yang beredar di pasaran
sebagian besar berasal dari hutan alam yang dikelompokkan atas jenis-jensi komersial seperti
kamper, bangkirai, keruing, kayu campuran (borneo). Karena kecepatan antara pemanenan dan
penanaman tidak seimbang, menyebabkan pasokan kayu dari hutan alam kian menurun baik
volume maupun mutunya yang mengakibatkan harga kayu menjadi relatif mahal. Sebagai bahan
konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai sebelum orang mengenal beton dan
baja. Dalam pemakaiannya kayu tersebut harus memenuhi syarat : mampu menahan bermacam-
macam beban yang bekerja dengan aman dalam jangka waktu yang direncanakan; mempunyai
ketahanan dan keawetan yang memadai melebihi umur pakainya; serta mempunyai ukuran
penampang dan panjang yang sesuai dengan pemakainnya dalam konstruksi.

Kayu untuk komponen bangunan dari hutan alam pasokannya semakin menurun sejalan
dengan degradasi hutan dan kenaikan kebutuhan akan kayu. Beberapa jenis kayu rakyat yang
berasal dari hutan rakyat maupun tanaman kebun, dapat dikembangkan untuk komponen
bangunan baik struktural maupun bukan struktural. Kayu rakyat pada umumnya berdiameter
kecil, dari jenis cepat tumbuh dan tidak mendapatkan perlakuan silvikultur seperti kayu dari
hutan tanaman, sehingga sifat kayunya umumnya kurang baik dibandingkan kayu dari hutan
alam bahkan dari hutan tanaman sendiri. Kayu rakyat dapat dimanfaatkan untuk komponen
bangunan rumah, jembatan, kapal dan tiang listrik. Sortimen kayu rakyat yang ada di pasaran
umumnya tidak sesuai dengan persyaratan SNI. Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan
meningkatkan efisiensi penggergajian, pengeringan, pengawetan dan membuat produk
perekatan.

61
BAB V

KESIMPULAN

1. Kayu merupakan bahan bangunan memiliki banyak kelebihan untuk digunakan sebagai
material dan konstruksi bangunan karena mudah ditemukan dan mudah dibentuk sesuai keperluan.

2. Kayu memiliki kuat tarik dan kuat lentur serta kekuatannya yang lain yang cukup baik untuk
digunakan sebagai bahan bangunan.

3. Kayu memiliki beberapa jenis sambungan yang dapat diterapkan untuk kayu sebagai bahan
konstruksi bangunan.

4. Kayu memiliki tekstur yang khas yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan kelas mutunya, kayu
karet, tata dan tusam dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan struktural, sedangkan yang lain
dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan non struktural.

Kayu yang diteliti baik yang berasal dari hutan tanaman (HTI) maupun dari tanaman rakyat
tergolong kelas kuat III-V, hanya karet dan gmelina tergolongkelas kuat II-III.

62
LAMPIRAN – LAMPIRAN :

LAMPIRAN 1 : Sifat Fisik Kayu Beserta Gambar Jenisnya


LAMPIRAN 2 : Lapisan Kayu dan Keteguhan Kayu Beserta Gambar
LAMPIRAN 3 : Komposisi Unsur – Unsur Kimia Dalam Kayu Beserta
Gambar
LAMPIRAN 4 : Gambar Proses Siklus Pengeringan Kayu
LAMPIRAN 5 : Tabel Klasifikasi Kayu PKKI-NI
LAMPIRAN 6 : Tabel Komposisi Unsur Kimia Kayu
LAMPIRAN 7 : Tabel Kelas Dan Awet Kayu

63

Anda mungkin juga menyukai