Anda di halaman 1dari 30

TUGAS PENGANTAR TEKNIK INDUSTRI

RINGKASAN BAB 3, 4, DAN 5

Oleh :
Andi Pamuha Oloan Samosir (21070119140175)
Arya Zidan Farizka (21070119140118)
Ketut Utari Mustika Putri (21070119140073)
Rafi Zaky Rayoga (21070119140125)
Rafly Zuhdi Setyawan (21070119130140)
Kelas : D / Kelompok 1

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
RINGKASAN BAB 6 – SAINS MANAJEMEN

6.1 Kerangka Dasar Sains Manajemen


Walaupun dalam era ini terdapat 3 pendekatan yang memiliki perbedaan dalam beberapa
hal, namun ketiganya pada hakekatnya memiliki cara pandang dan metodologi berpikir yang
tidak jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena perspektif berpikir dalam sains manajemen
memiliki kerangka dasar yang sama.

6.1.1 Perspektif Sains Manajemen


Sains manajemen beranggapan bahwa seorang pengambil keputusan adalah seorang yang
rasional dan obyektif sehingga permasalahan yang ada akan dapat dikuantifikasikan dan
dimodelkan. Lalu model ang dikembangkan dapat dicari solusinya dengan prinsip optimasi.
Pendekatan sains manajemen biasa digunakan untuk permasalahan yang terstruktur, rutin, dan
sifatnya operasional.
Pendekatan sains manajemen dalam mencari solusi adalah dengan menggunakan model
yang valid. Bila tidak dapat diselesaikan dengan model ini, maka akan digunakan model
simulasi. Dengan demikian tugas utama seorang pengambil keputusan dalam memecahkan
permasalahan adalah memformulasikan problem, mencari model standar yang sesuai,
memformulasikan permasalahan ke dalam model standar, lalu mencari solusi untuk mendapatkan
jawaban atas permasalahan yang dikaji.

6.1.2 Tahapan Pendekatan Sains Manajemen


Menurut Taha (1982), secara umum tahapan dan langkah yang digunakan dalam
pendekatan sains manajemen terdiri atas analisis sistem, formulasi masalah, pembentukan model,
analisis model, dan implementasi hasil.

6.1.2.1 Analisis Sistem Riil


Angkah awal dalam pendekatan sains manajemen adalah melakukan analisa sistem.
Tujuannya adalah untuk mengetahui gambaran tentang sistem riil (integral) yang dikaji baik
yang terkait dengan aspek structural, aspek fungsional, kinerja, dan indikator permasalahan yang
ada.
6.1.2.2 Formulasi Masalah
Hendaknya dari awal dikenali dengan baik dan dapat dibedakan antara indikator masalah,
akar masalah, dan alternatif solusi. Sebagai contoh badan kita panas lalu minum antangin tidak
akan menjamin kesembuhan sebab antangin merupakan obat (alternatif solusi) yang diambil
tanpa mengetahui penyakirnya (akar penyebab). Badan panas harus dicari akar masalah serta
solusinya yang akan sangat tergantung pada penyakitnya. Jangan sampai mendapatkan
jawaban/solusi sebelum mengetahui akar masalahnya.

6.1.2.3 Pembentukan Model


Model merupakan alat analisis dan sintesis utama dalam pendekatan ini. Untuk
memformulasikan model maka perlu untuk diidentifikasikan komponen model yang terdiri atas
(1) kriteria kinerja, (2) variabel keputusan, (3) pembatas, (4) parameter, dan (5) hubungan logik.
Formulasi model hakekatnya adalah menentukan fungsi keterkaitan antara criteria kinerja dan
pembatas dengan variabel keputusan, parameter dan variabel bebas lainnya.

6.1.2.4 Analisis Model


Apabila model telah diformulasikan maka perlu dicari solusinya yang pada hakekatnya
adalah menentukan besarnya nilai variabel keputusan yang terbaik. Syarat suatu solusi harus
memenuhi aspek kelayakan artinya suatu solusi yang memenuhi semua pembatas yang ada.

6.1.2.5 Implementasi
Dalam pengambilan keputusan dan implementasinya perlu mempertimbangkan berbagai
faktor dan variabel diluar yang telah terkuantifikasi. Tidak ada keputusan yang obyektif karena
judgment merupakan subyektivitas pengambil keputusan. Perlu pula dilihat implikasi manajerial
dari keputusan yang akan diambil agar tindakan yang akan dilakukan efektif.

6.2 Pendekatan Optimasi Klasik


Pendekatan optimasi klasik adalah pendekatan peralihan dari metoda analisis TI klasik
yang berbasis pada konsep Taylor ke metoda analisis TI yang berbasis pada pendekatan optimasi
yaitu Penyelidikan Operational. Pendekatan ini muncul karena instrument yang berupa grafis
pada era manajemen ilmiah sulit untuk dapat dikembangkan lebihlanjut sebab berbagai
keterbatasan terutama dalam hal generalisasinya.

6.2.1 Model Deterministik


Metode ini menggunakan basis ilmu pengetahuan matematika dan statistic sebagai alat
bantu utama untuk menjawab permasalahan kuantitatif yang terjadi di dalam inventori. Metode
ini berusaha untuk mencari jawab optimal dalam menentukan kebijakan inventori.

6.2.1.1 Ilustrasi Masalah

Untuk memberikan ilustrasi dari sistem berikut diuraikan masalah oleh manajer logistic manajer
pabrik

Kebutuhan bahan paku pangan tahun depan sebesar 10.000 unit,dibeli dari pemasuk dengan
harga RP.10.000 per unit dengan ongkir sebesar RP.1.000.000untuk setiap kali pemesanan. Jika
ongkos simpan barang sebesar RP.2000 per unit per tahun, bagaimana logistic mengatur
perdagangan bahan baku paling ekonomis?

Dalam menghadapi permasalahan ini terxdapat banyak alternatif solusi praktis yaitu:

Masi banyak opsi alternatif solusi pembelian untuk mencari yang terbaik kriteria yang digunakan
adalah inventori per tahunan(Ot) yang terdiri atas pembelian barang (Ob), ongkos pesan(Op) dan
ongkos simpan (Os):
Total inventori pada table 6-1 tersebut di atas maka terlihat bahwa alternatif solusi terbaik adalah
pembelian sebanyak 4 kali dengan kuantitas pembelian sebesar 2.500 unit setiap kali pembelian

6.2.1.2 Formulasi Model Wilson

Model Wilson merupakan hasil pemakain pendekatan statistik dan metematik yang pertama
dilakukan di bidang industri. Ada dua pertanyaan yang menjadi focus pada model ini yaitu:

a) Berapa jumlah barang yang akan dipesan untuk setiap kali pemesanan yang dilakukan?
b) Kapan saat pemesanan dilakukan?

Pertanyaan pertama dikaitkan dengan penentuan pengukuran lot pemesanan yang ekonomis dan
pertanyaan kedua berkaitan dengan penentuan indikator saat pemesanan ulang dilakukan

1.Asumsi

Untuk mencari jawaban kedua Wilson membuat beberapa asumsi nyata yang dimodelkan
sebagai berikut:
a) Permintaan barang selama horizon perencanaan diketahui dengan pasti dan akan datang
sepanjang tahun
b) Pemesanan barang dilakukan dengan ukuran lot yang tetap unruk setiap kali melakukan
pemesanan dan barang yang dipesan dating secara serentak
c) Harga barang per unit yang dipesan tidak bergantung dengan jumlah barang yang dibeli
dan juga dengan waktu
d) Ongkos pesan tetap seiap kali pemesanan dan ongkos kirim sebanding dengan jumlah
barang yang disimpan dan harga per unit serta lama waktu penyimpanan

Asumsi permintaan yang deterministik berarti bahwa kedaan kekurangan inventori dapat
dihindarkan.asumsi kedua akan berarti bahwa waktu ancang ancang sama dengan nol sehingga
pemesanan telah habis.hal ini disebkan nilainya konstan sehingga tidak akan mempengaruhi
solusi optimalnya.

2. Komponen model
Dari gambit diatas Nampak jelas bahw jawaban terhadap Wilson terhadap kedua
pertanyaan dasar terdahulu sebagai berikut:
a) Pesan sebesar ukuran lot pemesanan qo teteap untuk setiap kali pemesanan
dilakukan
b) Pemesanan ulang dilakukan pada saat inventori barang di Gudang mencapai nol

3. Formulasi Model Matematik

Dari asumsi sumsi tersebut maka onggkos total inventori yang dimaksud disini terdiri
dari tiga elemen ongkos yaitu ongkos beli,ongkos pemesanan,ongkos simpan sebab
ongkos kekurangan tidak ada dengan demikian model sumus sbb:
 Ongkos pemesanan

 Ongkos simpan

4. Solusi Model
Masalah selanjutnya adalah berapa besarnya qo yang optimal? Karena ongkos
pembelian konstan dengan demikian Wilson mencoba mencari keseimbangan
antara ongkos pemesanan dan ongkos simpan. Nilai optimalnya dapat ditentukan
dengan pndekatan optimasi kalsik yaitu syarat optimasi sebagai berikut:

Rumusan inilah yang selanjutnya sering dikenal dengan formula Wilson

Selanjutnya total ongkos inventori optimal dapat dihitung dengan mensubstitusikan


persamaan 6-7 ke persamaan 6-6 sebagai berikut:
6.2.2 Model Probalistik

Adalah fenomena yang mengandung ketidakpastian namun ketidakpastian yang berpola


distribusi kemungkinan diketahui. fenomena probalistik adalah fenomena yang dapat diprediksi
parameter populasinya baik ekpetasi,variansi,maupun pola distribusi lainya

Ketidak pastian dalam fenomena probalistik adalah ketidakpastian yang memiliki pola tertentu
yang ditandai dengan diketahuinya pola distribusi kemungkinanya

6.2.2.1 Ilustrasi Masalah

Jika tiap harinya hanya tersedia inventori sebesar 100 unit akibatnya akan terjadinya kekurangan
inventori pada selasa dan rabuwalaupun terjadi kelebihan pada hari kamis dan jumat.

Untuk memecahkan masalah tersebut berbagai model dikembangkan namun disini akan
dipapakarkan model probalistik sederhana baik yang terkait dengan pendekatan yang digunakan
formulasi modelnya maupun solusinya.pendekatan yang paling sederhana untuk memecahkan
persoalan inventori probalistik adalah dengan memandang bahwa posisi inventori yang
adadiudang sama dengan posisi inventori barang pada sistem inventori deterministic dengan
menambahkan cadangan pengaman.

6.2.2.2 Formulasi Model Probalistik

Sebagai pendekatan yang telah diuraikan memodelkanya secara sistematis perlu dibuat asumsi
diidentifikasikan komponen modelnya sebelum memformulasikanya secara matematis.

1. Asumsi

Selengkapnya asumsi terhadap fenomena nyata yang dimodelkan sebaggai berikut:

1. Perrmintaan selama horizon perencanaan bersifat probalistik dengan rata-rata, devisa


standard,dan distribusi kemungkinan diketahui
2. Ukuran pemesanan konstan untuk setiap kali pemesanan,barang akan datang secara
serentak ,pesanan dilakukan pada saat inventori menyentuh titik pemesanan
3. Harga barang konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan maupun waktu
4. Onkos pemesanan konstan setiap kali pemesanan dan ongkos simpan sebanding dengan
harga barang dan waktu penyimpanan
5. Tingkat pelayanan /kemungkinan terjadinya kekurangan inventori diketahui atau sudah
ditentukan

2. Komposisi Model

Perlu diperhitungkan dalam total ongkos inventori selain onggkos pembelian,ongkos


pengadaan,ongkos simpanan,sehingga total ongkosnya menjadi:
Dimana:

Selain itu kebijakan inventori yang optimal harus dipertimbangkan tingkat pelayanan yang akan
diberikan kepada konsumen keputusan terdiri atas :

 Ukuran lot pemesanan ekonomis


 Cadanfan pangan
 Saat pemesananulang dilakukan

Dengan demikian maka dapat diidentifikasikan komponen model sbb:


3.Formulasi Model Matematik

Kebijakan inventori optimal hanya bergantung pada ongkos inventori,sehingga fungsi tujuan
dapat dinyatakan sebagai berikut:

Kekurangan persedian per tahun yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Formulasi funsi tujuan OT dapat dinyatakan sebagai berikut:

4. Solusi Model

Syarat agar ongkos inventori minimal maka:


Dengan demikian ukuran kuantitas tidak mengalami perubahan dari model determistik
sedangkan pemesanan dilakukan adalah r:

r=kebutuhan lead time

=kebutuhan rata rata selama lead time + cadangan pengaman

Dengan demikian model pendekatan sederhana model probalistik ini maka kebijakan pengadaan
sebagai berikut:

6.3 Pendekatan Operasi Research(OR)

Akan dibahas pendekatan operation research yang akan dimulai dengan sejarah perkembangan
OR. Dilanjutkan dengan paparan singkat model linier dan diakhiri dengan model non linier

6.3.3.2 Asumsi dan Komponen Model


Asumsi dasar dalam model antrian adalah:
1. Kedatangan berdistribusi tertentu.
2. Waktu berdistribusi tertentu.
3. λ/µ < 1.
Adapun komponen modelnya adalah sebagai berikut :
 Kriteria kinerja (z), berupa tingkat pelayanan yang dapat diukur melalui :
- Ekspedisi ongkos total sistem antrian (Z)
- Ekspedisi waktu antri (Wa)
- Ekspedisi waktu sistem (Ws)
- Ekspedisi jumlah pelanggan antri (En)
- Ekspedisi jumlah pelanggan sistem (Es)
 Variabel keputusan (c)
 Parameter :
- Laju rata-rata kedatangan :λ
- Laju rata-rata pelayanan :µ
- Ongkos pelayanan : o1
- Ongkos menunggu : o2
6.3.3.2 Asumsi dan Komponen Model

Asumsi dasar yang digunakan dalam model antrian yang akan di formulasikan adalah:

a. Kedatangan distribusi tertentu dengan laju kecepatan rata rata sebesar λ


b. Waktu pelayanan berdistribusi tertentu dengan laju kecepatan rata rata sebesar μ
λ
c. <1
μ

Adapun komponen modelnya sbb:

 Kriteria kinerja
Kriteria kinerja yang digunakan dapar berupa ongkos atau tingkat pelayanan
 Variabel keputusan
Variabel keputusan adalah c; jumlah stasiun pelayanan
 Pembatas
Pembatas dapat berupa waktu pelayanan,dll
 Parameter

6.3.3.3 Formulasi Model

Secara umum formulasi matematis dapat dinyatakan sebaga berikut.

1) Fungsi tujuan:
z ( c ) =E 00 ( c )+ EON ( c )……………………………………………………................................
.................... (6-16)

Dimana:

 z ( c ) adalah ekspetasi ongkos total sistem antrian persatuan waktu untuk pelayanan c
 E 00 ( c ) adalah ekpetasi ongkos opertaso per pelayan per satuan waktu untuk jumlah
perlayan c
 EON ( c ) adalah ekspetasi ongkos pata pelanggan berada dalam sistem per satuan waktu
2) pembatas

6.3.3.4 Contoh Aplikasi

1. Permasalahan
Laju kedatangan λ ke departemen perawatan suatu perusahaan sebersar 16 order
perawatan epr hari, sedangkan laju layanan untuk satu operator perawatan sebesar 48
order perawatan perhari. Jika ongkos pelayanan per hari sebesar Rp.40.000,- dan ongkos
pelanggan dalam sistem perhari sebaesar Rp 96.000,-,berapa jumlah operator perawatan
yang optimal?
2. Pemecahan Masalah
Sesuai dengan langkah pengembangan model seperti diuraikan pada bagian 6.3.3.2 maka
secara berurutan akan diidentifikasikan komponen modelnya, kemudian diformulasikan
modelnya dan akhirnya dicari solusi optimalnya, berikut ini adalah pemecahan masalah
diatas sesuai dengan langkah tersebut.

1) Komponen Model
Kriteria kinerja
 Minimasi ongkos antrian per hari : z ( c)

Variabel Keputusan
 Jumlah stasiun pelayanan yang harus disediakan:c
Pembatas
 Luas ruangan maksimum yang tersedia untuk 10 orang operator
Parameter

 Laju rata-rata kedatangan : λ = 16 pelanggan/jam


 Laju rata-rata pelayanan : μ = 48 pelanggan/jam
 Ongkos pelayanan :O 1= Rp 40.000,-/hari/operator
 Ongos menunggu :O2=Rp 96.000,-/hari/pelanggan
2) Formulasi Model
 Fungsi Tujuan:
z ( c ) =40.000+ 96.000 EN ( c )
 Pembatas:
Jumlah operator 0< c <1
3) Solusi
Untuk memperoleh solusi optimal maka dilakukan dengan cara enumeratif
menghitung E 00 ( c ),EON ( c ),dan z ( c ) mulai dari c = 1 sampai dengan c = 10.

6.4 Simulasi

Pemodelan sistem secar matematis melalui model matematis maupun pendektan OR


tidaklah selalu dapat digunakan sehingga digunakan pendekatan dengan simulasi karena berbagai
hal daintaranya, fenomena riil yang dimodelkan tidak mengikuti kaidah baku dan tidak
diketahuinya polanya sehingga akan sulit dikembangkan model matematisnya, fenomena riil
yang dimodelkan sangat kompleks, model matematis akan sulit untuk memecahkan masalah
yang bersifat dinamis dan stokastik, solusi model matematika yang digunakan sulit untuk
memecahkan masalah, dan model matematika sangat sulit untuk di komunikasikan kepada
pengambil keputusan.

Kesulitan tersebut mendorong untuk membuat model solusi dalam sistem nyata, selain itu
kebanyakan sistem pada dunia nyata besifat stokastik, model simulasi dapat memprediksi kinerja
sistem,dan model simulasi dapat melakukan percobaan untuk menghindari adanya kerugian.

6.4.1 Kerangka Dasar pendekatan Simulasi


Menurut Khosnevis (1994) pendekatan simulasi adalah suatu pendekatan permodelan
percobaan yang diterapkan pada sistem dinamis. Menurut Bateman (1995) model simuladi
adalah percobaan dengan menggunakan model tiruan dari sistem nyata. Simulasi dapat
diklasifikasikan menjadi:

1. Model simulasi statis dan dinamis


Model statis menunjukkan sistem saat waktu tidak berpengaruh, sedangkan model
dinamis sebaliknya.
2. Model simulasi deterministik dan stokastik
Model deterministik menunjukkan sistem bersifat deterministik, digunakan untuk
memferifikasi akurasi model matematis, sednangkan model stokastik untuk sistem
bersifat probabikistik dan tak tentu.
3. Model simulasi diskrit dan kontinyu
Model diskrit untuk variabel diskrit, sedangkan model kontinyu untuk variabel kontinyu.

6.4.2 Pengembangan model simulasi

Untuk dapat mengembangkanmodel secara sistematis perlu mengikuti metodologi dan tahapan
tertentu. Salah satu metodologinya adalah:

1. Formulasi masalah dan penentuan tujuan simulasi


Sistem yang dikaji dalam rangka untuk identifikasi dan perumusan masalah.

2. Pengumpulan data dan konseptualisasi model


Tahap ini bertujuan untuk membangun model konseptual dari sistem yang akan
disimulasikan sesuai dengan tujuan.
3. Pengembangan program dan verifikasi
Pada tahap ini dilakukan translasi model konseptual menjadi program konseptualnya.
4. Validasi
Bertujuan untuk apakah model simulasi menunjukkan aspek penting yang sedang dikaji.
5. Eksperimentasi
Bertujuan untuk menggunakan program simulasi sebagai alat untuk mengevaluasi
seknario yang diusulkan.
6. Menjalankan simulasi
Bertujuan untuk mendapatkan output simulasi berupa kinerja dan variable keputusanpada
setiapskenario alternatif solusi yang dikembangkan.
7. Analisis output
Untuk mendapatkan alternatif solusi terbaik bedasarkan hasil simulasi.
8. Dokumentasi dan implemntasi
Untuk mencakup presintasi secara sistematis dari tahap awal hingga akhir.

6.3.3.3 Formulasi Model


Secara umum dinyatakan sebagai berikut :
Fungsi tujuan : Z (c) = E00 (c) + EON (c)
Keterangan :
A. Z(c) adalah ekspektasi ongkos total sistem antrian per satuan waktu untuk jumlah pelayan
c
B. E00(c) adalah ekspektasi ongkos operasi para pelayan per satuan waktu untuk jumlah
pelayan c.
C. EON(c) adalah ekspektasi ongkos para pelanggan berada dalam sistem per satuan waktu.

6.3.3.4 Contoh Aplikasi

6.4. Simulasi
Permodelan sistem secara matematis tidak selalu dapat dilakukan. Sehingga digunakan
pendekatan dengan simulasi. Diantaranya : (1) fenomena riil yang tidak mengikuti kaidah baku
(2) fenomena riil yang sangat kompleks (3) model matematis (4) solusi model matematis (5)
model matematik.

6.4.1. Kerangka Dasar Pendekatan Simulasi


Simulasi dapat diklasifikasikan atas 3 kategori :
1. Model simulasi statis dan dinamis, merepresentasikan sistem pada suatu titik waktu yang
steady state, dimana waktu tidak berpengaruh. Sedangkan simulasi dinamisseiring
dengan perubahan waktu.
2. Model simulasi deterministik dan stokastik, sistem simulasi ini biasa digunakan untuk
memferifikasi akurasi model matematis sehubungan dengan berbagai faktor yang tidak
dimasukkan ke dalam model matematis.
3. Model simulasi diskrit dan kontinyu, pada kenyataannya terjadi kombinasi antar
keduanya.

6.4.2 Pengembangan Model Simulasi


Formulasi massalah dan penentuan tujuan simulasi, mencakup kajian sistem yang dikaji
dalam rangka untuk identifikasi dan perumusan masalah.
1. Pengumpulan data dan konseptualisasi model, membangun model konseptual dari sistem
yang akan disimulasikan.
2. Pengembangan program dan verifikasi, translasi model konseptual menjadi program
komputer sesuai dengan model konseptualnya.
3. Validasi, untuk mengetahui apakah model simulasi merepresentasikan aspek penting dari
sistem yang dikaji.
4. Eksperimentasi, bertujuan untuk menggunakan program simulasi yang telah
dikembangkan sebagai alat untuk mengevaluasi skenario yang diusulkan.
5. Menjalankan simulasi, untuk mendapatkan output simulasi berupa kriteria kinerja dan
variabel keputusan.
6. Analisis output, untuk mendapatkan alternatif solusi terbaik atas hasil run simulasi.
7. Dokumentasi dan implementasi, tahap yang mencakup presentasi secara sistematis mulai
tahap satu sampai dengan hasil akhir.
RINGKASAN BAB 7 – SISTEMIK TERINTEGRASI

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang bersifat holistik yaitu memandang sesuatu
dengan cara yang sistemik, menyeluruh dan utuh tidak bersifat parsial. Pendekatan ini digunakan
tidak hanya pada tingkatan operasional tetapi juga pada tingkatan manajerial dan manajemen
puncak. Tidak hanya berhenti pada solusi namun dilanjutkan sampai dengan pembuatan
keputusan bahkan bagaimana keputusan tersebut diimplementasikan.

7.1 Perlunya Pendekatan Sistemik Terintregasi


Dilandasi oleh tiga hal. Pertama, perlunya perubahan pola pikir sistematik ke pola pikir
sistemik. Kedua, makin pentingnya mengintegrasikan aspek kualitatif selain aspek kuantitatif.
Ketiga, karena kompleknya permasalahan yang dihadapi dalam sistem integral.

7.1.1 Perubahan Pola Pikir Sistematik Ke Sistemik


Berpikir sistematik adalah berpikir logis, runtun, dan konsisten. Pola pikir sistematik
tidak dapat menghasilkan solusi terbaik atau optimal. Oleh karena itu pola pikir sistemik pada
hakikatnya penyempurnaan pendekatan sistematik dengan menambah aspek holistiknya.
Tentunya pendekatan sistemik akan lebih baik dibanding dengan pendekatan sistematik.

7.1.2 Perlunya Mengintegrasikan Aspek Kuantitatif Dan Kualitatif


Pendekatan sistemik terintregasi tidak hanya terbatas pada persoalan yang bersifat
kuantitatif saja dan menggunakan model matematis dan menggunakan model optimasi standard
tetapi juga melihat persoalan secara utuh baik aspek kuantitatif maupun aspek kualitatif. Aspek
kualitatif khususnya yang terkait dengan manusia dalam sistem integral, sehingga pemecahannya
tidak saja menggunakan model standard.

7.1.3 Perubahan Sistem Tertutup Ke Sistem Terbuka


Model OR biasanya digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam sistem tertutup
dimana lingkungan dianggap berpengaruh terhadap sistem secara tetap sehingga dalam
memodelkannya dijadikan pembatas dan tidak ada umpan balik. Adanya interaksi dengan
lingkungan menjadikan sistem semakin terbuka dan kompleks sehingga diperlukan pendekatan
yang bersifat holistik. Menurut Jackson dan Keys (1984), pendekatan OR memiliki keterbatasan
diantaranya hanya dapat digunakan dalam sistem yang bersifat mekanis-unitary. Mengingat
keterbatasan metodologi hard-system yang ada maka perlu adanya pendekatan baru yang bersifat
sistemik terintegrasi untuk menjawab tantangan dan permasalahan yang kompleks, sebagai unsur
sentral dalam pengambilan keputusan.

7.2 Kerangka Pendekatan Sistemik Terintegrasi


Dalam hal ini, sistem integral dianalisis secara sistemik agar dapat dikenali
karaakteristiknya, kinerja, dan permasalahannya secara holistik. Dengan menggunakan model
sebagai alat sinthesis akan ditemukan alternatif solusinya. Setelah itu diteteapkan keputusan dan
akhirnya dilakukan tindakan terhadap sistem integral yang dikaji.

7.2.1 Pendekatan Sistemik Terintegrasi


Keputusan yang efektif dan tindakan nyata yang efisien merupakan output penting yang
ingin dihasilkan dalam pendekatan sistemik terintegasi. Hal ini sangat membantu mengambil
keputusan untuk mengidentifikasi persoalan riil yang terjadi pada sistem integral yang dikaji.
Secara umum, proses pengambilan keputusan menurut Herbert Simon (1960, 1976, 1977, dan
1979) terdiri atas 3 fase sebagai berikut :
1. Fase intelligence, merupakan proses penelusuran dari lingkup problematika serta proses
pengenalan masalah.
2. Fase design, merupakan proses menemukan, mengembangkan, dan menganalisis
alternatif tindakan.
3. Fase choice, pada fase ini dilakukan pemilihan solusi terbaik diantara berbagai alternatif
solusi.
Selanjutnya Tuban et al (2005), menggambarkan proses ini dimulai dari analisis kondisi dan
kebutuhan. Pendekatan sistem perlu dilakuan dengan pemahaman bahwa sistem adalah
sekumpulan komponen yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan tertentu membentuk
sebuah kesatuan yang utuh.

7.2.2 Pola Pikir Sistematik Terintegrasi


Pendekatan yang bersifat holistic yaitu memandang sesuatu secara sisstemik, menyeluruh dan
utuh tidak bersifat parsial dengan melihat keterkaitan dan interaksi antar komponen atau sub
sistemnya. Kata kuncinya adalah sistemik, menyeluruh tidak parsial dan interaksi. Dengan
demikian pendekatan sistemik terintegrasi tidak hanya terbatas pada persoalan yang bersifat
kuantitatif saja dan menggunakan model matematis dan prinsip optimasi yang standard tetapi
juga melihat persoalan secara utuh baik aspek kuantitatif maupun aspek kualitatifnya.

7.2.3 Karakteristik Pendekatan Sistematik terintergrasi

1. Problem rill

Pemecahan program persoalan yang efektif mensyaratkan perumusan persoalan yang riil yaitu
persoalan yang didasarkan atas fakta dan data yang ada

2. Model yang valid

Model dikatakan valid bila karakteristik dan kinerja model sesuai dengan karakteristik sistem rill
dikaji dengan baik untuk masa lalunya maupun masa yang akan dating

3. Solusi yang layak dan terbaik

Mencerminkan besarnya nilai variable keputusan yang terbaik yang akan menghilangkan akar
masalah

4. Keputusan efektif

Adalah keputusan dimana realita yang terjadi sesiau dengan tujuan yang dicapai

5. Tindakan yang dapat diimplemetasikan

Keputusan tidak akan membuahkan hasil apabila tidak diimpelementasikan oleh sebabitu
disususn secara aksi dan dilakukan tindakan rillunruk menjalan kan keputusan tersebut

7.3 pemodelan sistem

Memodelkn sisitem sangat berantung pada kemampuan modoeler dalam memahami sistem
riilnya
7.3.1 analisis sistem

Kajian sisitem dimualai oleh wienenr yang mengkaji cybernetics yaitu studi yang mengkaji
bagaimana sistem biologi , rekayasa,social dan ekonomi dikendalikan dan diatur.lalu
dikembangkan oleh bertalanfy menjadi general sistem teori

7.3.1.1

Sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan
tertentu membentuk astu kesatuan yang utuh dalam rangka untuk mencapai tujuan tertentu

7.3.1.2 Anatomi sistem

Dari sistem anatomi maka sisitem dapat diidentifikasikan atas aspek structural,aspek
fungsional,aspek boundary,aspek lingkunagn,aspek tujuan

1. Aspek strukturan terdiri atas komponen yang kasat mata berupa manusia,mesin,material
dan energi
2. Aspek fungsional merupakan aspek yang menginteraksi antara komponen satu dengan
komponen lainya
3. Aspek batas setiap sistem memiliki bats sehingga dapat dibedakan antara sisitem yang
menjadi objek kajian dan yang bukan menjadi objek kajian
4. Aspek ilngkungan sistem berada Dan berinteraksi dalam suiatu lingkungan tertentu.tidak
hanya terbatas diluar perbatasan tetapi juga terdapat di dalam perbatasan.
5. Aspek tujuan sistem memiliki tujuan baik dinayatakan secara tersurat maupun hanya
tersiratpada hakekatnya tujuan sistem itulah yang menentukan aktifitas dan perilaku
sisitem tersebut

7.3.1.3 klasifikasi sistem


Dalam rangka menganalisis sistem, sistem dapat dilihat dan diklasifikasikan dari berbagai
sudut pandang diantaranya:
1. Klasifikasi menurut pencipta
dibagi menjadi 2 tipe yaitu sistem ilmiah dan sisitem buatan
2. Klasifikasi menurut penampakan
Dapat diklasifikasikan atas sistem fisik dan sistem abstrak
3. Klasifikasikan menurut tujuan
Diklasifikasikan menjadi sistem bertujuan dan sisitem tak bertujuan
4. Klasifikasikan menurut interaksi sistem terhadap lingkungan
Dapat diklasifikasikan menjadi sistem tertutup dan sistem terbuka

5. Klasifikasi sistem menurut tingkat kepastian


Dapat dikategorikan atas sistem determinstik,sistem probalistik, dan sisitem tak tentu
6. Klasifikasi menurut waktu
Dapat diklasifikasikan menjadi atas sistem statisdan sistem dinamis
7. Klasifikasi menurut jumlah elemen
Dapat diklasifikasikan atas sistem sederhana dan sistem kompleks
8. Klasifikasi menurut hierarkhi sistem
Dapat diklasifikasikan atas narrow sistem,wider sistem,global sistem

7.3.2. Perumusan Masalah


Merupakan proses interaksi antar masalah disatu pihak dan pengambil keputusan dilain
pihak. Identifikasi persoalan harus didasari oleh pandangan yang menyeluruh atas aneka macam
gejala yang timbul.

7.3.2.1. Taxonomi Problem


Permasalahan dalam sistem integral beragam sesuai dengan tingkatan dari sistem integral
dari masalah yang bersifat terstruktur dan bersifat deterministik, seperti pada work station
dimana pemecahannya dapat diselesaikan dengan model standart yang didukung dengan sistem
informasi manajemen.
7.3.2.2. Identifikasi Masalah
Pada prinsipnya masalah terjadi apabila ada perbedaan antara apa yang terjadi dengan apa
yang diharapkan. Perbedaan yang terjadi disebut indikator masalah. Menurut Daellenbach dan
McNickle (2005), suatu sistem akan memiliki stakeholder, yaitu pihak-pihak yang akan terkena
dampak dari suatu perubahan ataupun pengendalian terhdap situasi. Identifikasi penyebab dan
perumusan persoalan dapat didekati dengan langkah sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah
2. Deskripsi masalah
3. Identifikasi penyebab masalah
4. Identifikasi penyebab utama

7.3.3. Komponen Model


Setelah permasalahan diformulasikan maka berikutnya adalah mengudentifikasikan
komponen model yang terdiri atas :
1. Kriteria kinerja, merupakan ukuran keberhasilan dari apa yang ingin dicapai.
2. Variabel keputusan, mencerminkan apa yang akan diputuskan atau dicari dalam
penyelesaian masalah yang dihadapi, dapat berupa suatu faktor yang dapat dikendalikan.
3. Pembatas, merupakan kendala yang ada atau kemampuan maksimum yang dapat dicapai
atau sesuatu yang membatasi ruang gerak dalam menentukan alternatif solusi.
4. Parameter, merupakan nilai inputan yang besarnya tetap dan diketahui.
5. Hubungan logik, merupakan fungsi yang menyatakan keterkaitan antara kriteria kinerja
dengan variabel keputusan.

7.3.4 Formulasi Model


Dalam bagian ini akan dipaparkan formulasi model, namun terlebih dahulu akan dibahas
pemahaman tentang model.

7.3.4.1. Model
Secara umum model merupakan representasi sistem untuk tujuan tertentu. Tujuan inilah
yang sebenarnya menentukan bagaimana model akan direpresentasikan. Sesuai cara
representasinya model diklasifikasi menjadi 3, yaitu :
1. Model iconic, merupakan representasi dalam skala lebih kecil.
2. Model analog, merupakan representasi sistem dengan meniru sistem nyatanya.
3. Model simbolik, merupakan representasi sistem dengan menggunakan simbol atau
lambang.
Sedangkan sesuai dengan tujuannya model diklasifikasikan atas 3, yaitu :
1. Model diskriptif, yaitu model yang digunakan untuk mendikripsikan suatu kejadian.
2. Model prediktif, yaitu model yang digunakan untuk memprediksi suatu kejadian.
3. Model normatif, yaitu model yang digunakan untuk mencari solusi terbaik.
Adapun cara merepresentasikannya kinerja model yang baik memiliki karakteristik sebagai
berikut :
1. Valid
2. Simple
3. Robust
4. Adaptive
5. Complete
6. Controllable
7. Communicable

7.3.4.2 Formulasi Model Matematik


Formulasi model pada hakekatnya adalah menentukan fungsi keterkaitan antara kriteria
kinerja dan pembatas dengan variabel keputusan, parameter, dan variabel bebas lainnya. Menurut
Daellenbach dan McNickle (2005), terdapat dua pendekatan untuk memformulasikan model
matematik, Yaitu. Dengan menggunakan penfekatan proses dan pendekatan struktural.

7.3.5 Solusi Model


Apabila model telah diformulasikan maka perlu dicari solusinya yang pada hakekatnya
adalah menentukan besarnya nilai variable keputusan yang terbaik. Syarat suatu solusi harus
memenuhi aspek kelayakan. Dalam hal ini dikenal ada 3 jenis solusi; (1) solusi layak, (2) solusi
terbaik, (3) solusi optimal.

7.3.6 Keabsahan Model


Sebelum solusi diterapkan maka dilakukan pengujian keabsahan model yang dapat
dilakukan melalui (1) verifikasi logika, (2) validasi historis, serta (3) validasi hasil.

7.3.7 Pengambilan Keputusan dan Implementasi


Harus disadari bahwa pendekatan sains manajemen ini hanya memperhitungkan aspek
yang terkwantifikasi. Untuk itu sangat perlu direncanakan dengan baik rencana implementasinya,
khususnya terkait dengan rencana aksi.

7.3.8 Perangkat Bantu Pemodelan Sistem


Untuk memfasilitasi pemodelan sistem diperlukan alat bantu khususnya berupa diagram
yang dapat digunakan dalam memetakan sistem integral yang menjadi obyek kajian yaitu rich
picture diagram; untuk mencari akar permasalahan sehingga dapat diformulasikan masalahnya
yaitu fishbone diagram dan mencari faktor yang mempengaruhi kinerja sistem sehingga akan
dapat digunakan untuk memnformulasikan modelnya yaitu influence diagram.
1. Rich Picture Diagam, adalah suatu alat yang menggunakan gambar seperti kartun untuk
merangkum situasi sistem yang dikaji secara visual (Daellenbach dan McNikle, 2005).
2. Fishbone Diagram, dikenal juga dengan diagram sebab-akibat. Digunakan untuk
merangkum segala pengetahuan mengenai penyebab akar masalah dari suatu masalah.
Serta mengorganisasikan suatu masalah ke kategori logis (Turner, 1993).
3. Influence Diagram, adalah alat yang digunakan untuk menggambarkan proses
transformasi proses pada suatu sistem dengan melihat interaksi antar variable yang
terlibat dalam sistem (Daellenbach dan McNikle, 2005).
7.4 Perangkat Pendekatan Sistemik Terintegrasi
Terdapat beberapa perangkat dikembangkan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi dan kecerdasan buatan diantaranya Decision Support System dan Expert
System. Untuk permasalahan kompleks yaitu Soft System Methodology.

7.4.1 Sistem Pendukung Keputusan


Untuk memudahkan pengambil keputusan dalam membuat keputusan dengan berbasis
pada model matematis dan dengan tetap mengakomodasikan faktor judgement maka diperlukan
perangkat bantu yang dikenal dengan Sistem Pendukung Keputusan (SPK). Dengan adanya SPK
pengambil keputusan akan terbebaskan dari pekerjaan pemodelan dan penyiapan data, yang
diperlukan adaah kemampuan mengoperasikan perangkat dan memberikan judgement dan
keberanian untuk memutuskan.

7.4.1.1 Pengertian SPK


Sejarah munculnya SPK (Decission Support System/DSS) dimulai pada era tahun 50an.
Gory & Scott Morton dalam Turban, et.al. (2005) mendefinisikan SPK sebagai sistem berbasis
computer interaktif yang membantu pengambil keputusan dalam menggunakan data dan berbagai
model untuk memecahkan masalah tidak terstruktur. DSS hanyalah alat bantu untuk membantu
dan melengkapi kemampuan manusia dalam membuat keputusan, bukan menggantikan peran
manusia dalam mengambil keputusan.

7.4.1.2 komponen sistem pendukung keputusan

Diklasifikasikan menjadi 4 komponen yang secara skematis, diantaranya:

1. Data Base Management System


6
a. SPK database
Database adalah kumpulan data
b. Sistem manajemen basis data
Basis data dibuat,diakses,dan diperbarui oleh DBS
c. Direktori data
Direktori merupakan suatu katalog dari semua data yang ada didalam basis data.
d. Query facility
Qury dacility melakukan akses, manipulasi, dan query data pada SPK.
2. Model base management system
Komponen ini mengatur aktifitasretrieval,storage, dan pengorganisasian berbagai model
kuantitif yang menyediakan kemampuan analitik dan manajemen perangkat lunak yang
tepat dengan penggunaan bahasa-bahasa pemodelan untuk membangun model yang
diinginkan. Basis model terbagi menjadi 4 kategori utama yaitu:
a. Model strategis digunakan untuk mendukung manajemen puncak.
b. Model taktis digunakan untuk membantu, mengalokasikan,dan mengontrol SDO.
c. Model operasional untuk mendukung aktifitas keja harian organisasi.
d. Model analitik untuk mengolah dan menganalisis data.

Selain keempat model tersebut juga berisi blok pembangun model sebagai berikut:

a. Sistem managemen basis model: untuk membuat model dengan bahasa


pemograman
b. Bahasa pemodelan: untuk membuat model SPK
c. Direktori model :merupakan katalog dari semua model dan perangkat lunak
lainyya pada basis model
d. Eksekusi model, integrasi,dan prosesor perintah: proses yang mengontrol
berjalannya model saat ini.
3. User interface
User interface merupakan kunci penting dalam fungsionalkan sistem pendukung
keputusan berbasis sistem informasi.
4. Knowledge base
Knowledge base merupakan otal dari komponen sistem pendukung keputusan karena data
dan model diolah sebagai bahan pertimbanganbagi user dan mengambil keputusan
5. The user
The user desain, implementasi, dan penggunaan sistem pendukung keputusan yang
efektif akan mempertimbangkan peran user. Hal-hal yang berkaitan dengan pengguna,
motivasi, domain pengetahuam, pola penggunaan, dan peran dalam organisasi.

7.4.2 Sistem pakar

Pada bagian ini akan diapaparkan sistem pakar baik pengertian, maupun komponen sistem pakar.

7.4.2.1 pengertian

Sistem pakar merupakan pertimbangan lebih lanjut dari SPK cerdas yang berbasis inteligensia
buatan. Dibuat berdasarkan pengetahuan dan keahlian seorang pakar yang telah dipindahkan dan
direproduksi kedalam komputer.

7.4.2.2 komponen sistem pakar


Terdiri atas 4 komponen utama yaitu:

1. User interface
User interface merupakan komponen sistem pakar yang memungkinkan pemakai
berinteraksi dengan sistem
2. Knowledge base
Knowledge base merupakan komponen yang berisikan kumpulan pengetahuan untuk
memahami, merumuskan, dan informasi kedalam sistem dan menerima informasi sistem.
3. Inference engine
Inference engine merupakan bagian dari sistem pakar yang melakukan penalaran dengan
mengguanakan knowledge base berdasarkan urutan tertentu.
4. Development engine
Development engine digunakan untuk menciptakan sistem pakar, komponen untuk
mengolah sistem pakar.

7.4.3 soft system and methodology

Soft system and methodology diinisiasi oleh tim akademi dari univesitas lancaster,inggris.
Menurut checklan (1978) pendekatan OR memiliki keterbatasan pada asumsi maupun pada
aplikasinya. Pendekatan OR memerlukan asumsi sebagai berikut, dapat diidentifikasikan secara
jelas keadaan sistem yang diinginkan, dapat diidentifikasikan secara jelas, dapat diidentfikasikan
alternatif cara untuk mencapai dari keadaan saat ini,dan adanya pengambil keputusan yang
menentukan cara terbaik.

7.4.3.1 pengertian SSM

SSM yang dapat berupa pendekatan cybernetics, soft system thingking, crtical system
thingking,dan total intervention system. Dengan pendektan ini maka semua permasalahan yang
adap ada sistem nyata pada tingaktan operasional dan manajerial dapat dipecahkan dengan
sistemik terintgrasi.

7.4.3.2 langkah SSM

1. pemahaman situasi
Ditujukan untuk mengetahui bagaimana situasi nyata yang ada melakukan analisis
situasional terhadap konteks permasalahan yang ada dan melakukan analisis situasional
terhadap konteks permasalahan yang ada.
2. Penggambaran situasi masalah
Ditujuka untuk mengetahui masalah apa saja yang terkait dengan berbagai pihak yang
berkepentingan dilihat dari kebutuhan, peran aktifitas seta tanggung jawab stakeholder.
3. Merumuskan “root definitions”
Menejelaskan proses transformasi untuk mencapai tujuan.
4. Pengembangan model
Merancang model konseptual yang menggambarkan hubungan input-proses-output antara
satu aktifitas dengan atifitas lainnya.
5. Komparasi model dan dunia nyata
Menyusun agenda kegiatan yang akan dilakukansecara nyata di lapangan dan sekaligus
melakukan perbandingan antara didunia nyata di lanpangan dan sekaligus melakukan
perbincangan antara dunia nyata dengan model konseptual yang telah dirancang
sebelumnya
6. Pengembangan intervensi yang diinginkan dan layak
Untu mendefinisikan perubahan-perubahan yang mungkin untuk dilaksanakan pada
tahapan ini dilakukan intervensi untuk perubahan yang diinginkan yaitu, systematically
desirable yaitu perubahanyang diinginkan dilakukan secara sistematik dan culturally
feasible yaitu kelayakan perubahan yang sesuai dengan kelayakan
7. Aksi untuk perbaikan situasi
Melakukan tindakan perbaikanberdasarkan rumusan langkah tindakan sebagaimana
langkah sebelumnya

Anda mungkin juga menyukai