Anda di halaman 1dari 44

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Pancasila.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Gorontalo, 30 Maret 2020

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum tidak berdasarkan


atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum.
Secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Oleh sebab itu kepolisian sebagai salah satu penegak
hukum berperan mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
secara filosofis telah merevleksikan tugas dan wewenang serta tanggungjawab
kepolisian, sebagaimana dirumuskan dalam alinea ke IV pembukaan UUD 1945,
isi dari pada alinea ke IV dapat dipahami mengandung esensi, bahwa negara
bercitacita untuk melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia.1 Pembukaan UUD 1945 alinea IV merumuskan sebagai berikut
“ kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan negara
indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah
indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah 1
Sadjijono, 2008, Mengenal Hukum Kepolisian: Perspektif kedudukan dan
hubungannya dalam hukumadministratif, Laksbang Mediatama, Surabaya, hlm
35 2 kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia.”

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana Konstitusi Diawal Kemedekaan Sampai Sekarang.?
2. Bagaimana Hubungan Pancasila Dengan UUD 1945 .?
3. Bagaimana Bhineka Tunggal Ika Sebagai Salah Satu Pilar Tegaknya NKRI?
4. Apa Berbedaan Demokrasi Pancasila Dan Demokrasi Liberal?.
5. Bagaimana Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Dari Era Orde Nlama, Orde
Baru Sampe Orde Reformasi?.
6. Bagaimana Pengadaan Pilkada Serentak Sebagai Wujud Pelaksanaan
Demokrasi Di Indonesia.?
7. Bagaimana Analisa Tentang Hak Dan Kewajiban Wni Dalam Uud 1945 ?
8. Bagaimana Supremasi Hukum Indonesia Diera Orde Baru Dan Orde
Reformasi.?
9. Bagaimana Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia.?
10. Apakah Indonesia Adalah Negara Hukum.?
11. Bagaimana Pelaksanaan Ham Di Indonesia.?
12. Bagaimana Konstitusi Negara Ri Dipandang Dari Hukum Islam.?
13. Bagaimana Proses Dewan Perwakilan Rakyat Ri Dan Fungsinya Dalam
Penyelenggaraan Negara.?
14. Bagaimana Pelaksanaan Pilpres, Pileg Kab/Kota/Prov Dan Pil Dpd Sebagai
Implemetasi Dari Politik Demkrasi?
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PERJALANAN KONSTITUSI DIAWAL KEMERDEKAAN SAMPAI SEKARANG

Negara indonesia adalah suatu negara yang telah merdeka dan diakui oleh
internasional, sebagaimana kita ketahui bahwa yang dinamakan dengan negara
pastilah memiliki atau menganut suatu aturan hukum yang tertinggi dan aturan
ini sering disebut dengan Konstitusi suatu negara baik berupa aturan hukum
tertinggi yang bersifat flaksibel maupun rigid dan aturan tetinggi ini pastilah
berbeda-bedapula antara suatu negara dengan negara lainnya. Begitu juga
dengan indoensia memiliki konstitusi yang Dinamakan Undang-Undang Dasar
tahun 1945 atau disingkat dengan UUD 1945 1[1]. dan harus kita ketahui sejarah
perjalan perkembangan UUD 1945 ini memiliki beberapa tahap dalam mencapai
kesempurnaannya. Konstitusi indonesia yang pertama kali ini harus kita ketahui
bahwa merupakan hasil karya pemikir yang berasal dari negara jepang yaitu
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yamg merupakan salah satu anggota Badan Penyidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada masa penjajahan belanda
dan konstitusi pertama ini diberi nama Hukum Dasar 2[2]. Sebelum proklamasi
kemerdekaan indonesia, bangsa indonesia dibawah kekuasaan pemerintah
belantara jepang telah mengenal Hukum Dasar tersebut namun harus juga kita
ketahui bahwa Hukum Dasar tersebut belum sempat digunakan oleh atau
sepenuhnya diterapkan oleh bangsa indonesia.
Sementara itu sejak proklamasi kemerdekaan indonesia hingga dengan saat
sekarang inngsa indonesia telah mengenal lima konstitusi dan ini tidak termasuk
Hukum Dasar hasil karya orang jepang tersebut, antara lain yaitu UUD 1945,
Konstitusi RIS, UUDS, UUD dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan UUD 1945 yang saat
ini telah diubah empat kali. Beitu banyak l;ika-liku perjalanan konstitusi di negara
indonesia dalam menggapai kejayaan sebagaimana yang diharapkan oleh
masyrakat indonesia. Silih berganti kepemimpinan bangsa ini seilih berganti pula
konstitussi negara ini pada saat itu. Tuntutan zaman mempengaruhihal ini dari
pemimpin yang diktator hingga terus berubah menjadi UUD yang demokrasi dan
hal inilah yang menjadi tuntutan masyarakat di era reformasi.
Berikut saya akan menguraikan perkembangan perjalanan UUD 1945 tahap demi
tahap, yaitu :
a. Konstitusi UUD 1945 (Pertama Pembentukan)

1
2
UUD 1945 yang pertama di negara indonesia ini adalah merupakan produk
rancangan dari panitia persiapan kemerdekaan bangsa indonesia pada tanggal
18 Agustus 1945, dan UUD 1945 ini hanya sempat berlaku empat tahun
selanjutnya pemerintahan indonesia secara fundamental harus segera merubah
bentuk negara, sistem pemerintahan dan UUD ini karena pemerintah tersadar
bahwa UUD ini terkandung banyak perpolitikan belanda yang ingin menguasai
kembali negara indonesia setelah belantera jepang menyerah kepada sekutu 3[3].
Negara belanda memainkan politik untuk mencoba memcahkan wilayah
indonesia dengan mendirikan lagi negara-negara diwilayah tanah air indonesia.
Namun hal ini membuat perserikaatan bangsa-bangsa perihatin dan turun
tangan lalu mendesak pemerintahan indonesia agar duduk runding dengan
pemerintahan belanda dan perundingan inilah yang disebut dengan Konferensi
Meja Bundar yang berlangsung dari tanggal 23 agustus Sampai dengan tanggal 2
november 1949 yang diikuti oleh wakil-wakil dari Indonesia sendiri, BFO,
Nederland dan komisi PBB4[4]. Dan dalam konferensi ini menghasillkan tiga buah
kepsepakan pokok yaitu :
· Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat
·         Penyerahan Kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikatrikat
·         Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda

Selain dari itu terdapat juga tiga hasil persetujauan mengenai hasil pemulihan
kedaulatan yang merupakan hasil dari persetyujuan pokok antara lain sebagaai
berikut :
·         Piagam Penyarahan Kedaulatan
·         Status Uni
·         Pesetujuan Perpindahan
Pada saat berlangsungnya perundingan tersebut terbentuklah panitia untuk
membahas masalah penggantian konstitusi negara indonesia yaitu menjadi
konstitusi Republik Indonesia Serikat yang terselesaikannya pada tanggal 20
Oktober 1949 dan langsung pada saat itu pula terjadinya penandatanganan
Piagam Persetujuan Kontitusi Republik Indonesia Serikat dan konstitusi ini hanya
konstitusi sementara.

b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)


Konstitusi RIS adalah sebuah konstitusi yang bersifat sementara, yang dalam
waktu secepat-cepatnya. Konstituante bersama dengan pemerintah akan
menetapkan konstitusi baru menggantikan konstitusi ini. Bentuk negara menurut

3
4
konstitusi ini adalah negara serikat dan bentuk pamerintahannya ialah republik
(Pasal 1 ayat 1 KRIS). Kedaulatan negara dilakukan oleh pemerintah bersama-
sama Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 KRIS). Dengan disahkannya
konstitusi RIS maka bergantilah pula bentuk negara kita yaitu menjadi Negara
Republik Indonesia Serikat yaitu pada tanggal 27 Desember 1949 5[6]. Dan pada
saat itu ternyata salah satu daerah di indonesia yang menjadi negara bagian
masih menggunakan konstitusi UUD 1945 yaitu Yogyakarta yang tetap sebagai
Negara Republik Indonesia6[7]. Dan dengan berlakunya konstitusi RIS di negara
ini bentuk negara telah berubah dari negara kesatuan berubah menjadi negara
federal, sistem negarapun juga ikut berubah yaitu dari sistem presidensial
berdasarkan UUD berubah menjadi Parlementer yaiutu seperti yang diatur
dalam Konstitusi RIS.
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer. bentuk
pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya
terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki
kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya7[8]. Pada tanggal 23
Agustus - 2 September 1949 di Den Haag, Belanda, diadakan Konferensi Meja
Bundar (KMB). Tujuan diadakannya KMB adalah untuk menyelesaikan
persengketaan antara Indonesia dan Belanda secepat-cepatnya, dengan cara
yang adil dan pengakuan kemerdekaan yang nyata, penuh dan tanpa syarat
kepada Republik Indonesia Serikat (RIS)8[9]. Salah satu keputusan pokok KMB
ialah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya, tanpa
syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS, selambat-lambatnya pada
tanggal 30 Desember 1949. Dan pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana
menandatangani piagam pengakuan kedaulatan RIS di Amsterdam, dan mulai
saat itulah diberlakukan Konstitusi RIS.

c.   Konstitusi UUD Sementara 1950.


Perubahan bentuk Negara secara otomatis juga membuat perubahan dalam
konstitusinya. Mulai Pada tanggal 17 Agustus 1950 Konstitusi Indonesia berubah
menjadi Undang-Undang  Sementara Republik Indonesia yang selanjutnya
kembali dibentuk konstitusi baru yaitu UUD Sementara tahun 1950.  Pada
periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering
5
6
7
8
disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti,
akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih
memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa
UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai
dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa
keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan
bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959
mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya
kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Umur negara federal Republik Indonesia dibawah konstitusi RIS ternyata juga
tidak dapat bertahan lama dibawah kekuasaan pemerintahan pada saat itu.
Indonesia kembali memilih bentuk negara kesatuan utuk menajalankan roda
pemerintahan di tanah air dengan membentuk konstitusi baru yaitu yang diberi
nama UUDS Republik Indonesia tahun 19509[10]. Peroses perubahan Konstitusi
RIS ke Konstitusi UUDS ini dilakukan dalam bentuk formal yaitu perubahan yang
dilakukan berdasarkan dengan Undang-undang federal nomor 7 tahun
195010[11], yang didalamya terdapat penetapan mengenai perubahan Konstitusi
Republik Indonesia Serikat menjadi Konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia. Perubahan ini mencakup perubahan mengenai perubahan
mukaddimah dan bentuk negara, yaitu dari negara federal menjadi bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia11[12].

d.      Konstitusi UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.


Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling
tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru,
maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden
yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-
undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang
berlaku pada waktu itu. Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD
194512[13], diantaranya:

9
10
11
12
1. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil
Ketua DPA menjadi Menteri Negara.
2. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
3. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September
Partai Komunis Indonesia.

Undang-undang Dasar Sementarapun rupanya hanya dapat bertahan kurang


lebih delapan tahun saja (1950-1959). Sesuai dengan sifatnya yang sementara,
maka dibagian pasal-pasalnya terdapat ketentuan hukum yang mengatur
lembaga pembentuk UUD tetap yang sebutannya “konstituante” seperti yang
tercantum dalam Bab V pasal 134 sampai dengan pasal 139. Konstituante inilah
bersama-sama dengan pemerintahan menetapkan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia yang akan menggantikan U ndang-Undang Dasar Sementara
tahun 1950.
Semenjak setelah terbentuknya konstituante ini bangsa indonesia mencoa untuk
melahirkan Undang-undang Dasar yang baru untuk menjalankan roda
pemerrintahan bangsa ini13[14]. Namun sayang sekali cita-cita negara
membentuk konstituante ini agar bisa menglahirkan UUD baru akan tetapi gagal.
Padahal sistem pembentukan konstituante ini sudah dilakukan dengan sangat
demokratis namun masih juga tidak juga bisa bekerja sehingga bisa
menghasilkan produk dasar pijakan hukum bangsa ini. Hal ini di sebabkan karena
dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal para pemikir yang tergabung
dalam badan konstituante14[15].

Faktor internal yaitu adanya adanya pengumulan yang menimbulkan perdebatan


mengenai gagasan tentang dasar negara yang sebenarnya yang dulu sempat
dibahas dalam sidang sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI)15[16] yang ternyata muncul kembali menjadi perdebatan diantara empat
partai besar saat itu yang menimbulkan dua pandangan. Yang satu pihak
menginginkan dasar negara yang berkaitan dengan Agama yaitu megara yang
berlandasan syariat islam seperti yang telah dicantumkan dalam piagam jakarta
22 juni 194516[17], dan satu pihak lagi menghendaki pancasila sebagai dasar
negara yang tanpa ada berkaitan dengan agama syariat islam.

13
14
15
16
Faktor internal, faktor ini adalag faktor yang berasal dari pihak pemerintah yang
ternyata ingin mengembalikan negara iini ke Undang-Undang Dasar 1945 dan
keinginan ini mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak termasuk
dukungan penuh dari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Suasana dan pergemulan
gagsan yang mengiringi pembentukan UUD baru yang ternyata tidak mendapat
penghujung. Akabibat kondisi demikian yang kemudian melahirkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 untuk kebrlakuan kembali UUD 1945 yang pertama kali.
Keberlakuan kembali UUD 1945 merupaka pijakan awal kejelasan sttus negara
ini, yang selanjutnya pemimpin bngsa ini pun berganti dari pinpinan Soekarno
digantikan oleh Soharto, namun seiring berjalannya waktu kepemimpinan
Soharto UUD 1945 dijadikan landasan untuk membuat dia sebagai pemimpin
bersikan arrogan, dan UUD 1945 ini dijadikan pijakan kuat tindakan-tindakan
otoriter. Dan masa kepemimpinan soharto inilah yang membuat UUD 1945
sempat menjadi keramat. pada tahun 1998 yaitu menjadi akhir dari teka-teki
kepemimpinan Soharto karena rakyat indonesia sudah tidak tahan dengan
kondisi dan sikap kepemimpinan Soharto. Masyrakat menuntut reformasi terjadi
di negara tanah air indonesia ini. Masyarakat menuntut perubahan sistem
kekuasaan ke arah yang lebih demokratis. Masyarakat melakukan
pemberontakan dan mulai melawan pemerintah untuk menuntut hal tersebut
dan ternyata tepat pada tanggal 22 mei 1989 Soherto menyatakan dirinya
mundur dari jabatan presiden. Keberhasilan masyrakat indonesia meruntuhkan
zaman Orde Baru menjadi Zaman Reformasi di negara ini ternyata mampu
merubah pola pandangan kekeramatan UUD 1945 yaitu akhirnya Pada sidang
MPR tahun 1999 UUD 1945 berhasil diamandemenkan untuk yang pertama
kalinya.
e.       Konstitusi UUD 1945 Pasca Reformasi
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan
(amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD
1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan
MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat
besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat
menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang
semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan
konstitusi17[18].
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar
seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat18[19], HAM, pembagian kekuasaan,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai

17
18
dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945
dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap
mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan
MPR19[20]:

 Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999(Perubahan Pertama


UUD 1945)
 Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 (Perubahan Kedua
UUD 1945)
 Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 (Perubahan Ketiga
UUD 1945)
 Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 (Perubahan Keempat
UUD 1945)

B. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN UUD 1945

Selain memiliki hubungan dalam kaca mata formal, Pancasila dan UUD 1945
juga memiliki hubungan dalam konteks material. Di dalam KBBI, kata material
memiliki arti yaitu bahan yang akan digunakan untuk membuat barang lain. jika
kita berbicara dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan, kata
material dapat diartikan sebagai isi atau apa-apa yang dibahas di dalam sesuatu.

Hubungan secara material di antara Pancasila dan UUD 1945 ini akan
mengungkap betapa perumusan dan pemberlakuan Pancasila dan UUD 1945
ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat terlepas di antara satu dengan yang
lainnya. Kerumitan dalam perumusan keduanya juga membuktikan bahwa kerja
keras para pendiri bangsa bukanlah suatu hal yang patut untuk kita lupakan.
Nah, berikut ini merupakan pembahasan lebih lanjut mengenai hubungan
Pancasila dengan UUD 1945 berdasarkan sejarah dalam konteks material:

1. Isi Pancasila Terangkum dalam Empat Alinea UUD 1945

19
Secara material, hubungan Pancasila dengan UUD 1945 berdasarkan sejarah
ialah isi Pancasila tercantum di dalam alinea keempat pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Lebih dari itu, isi dari Pancasila telah terangkum di dalam
setiap alinea pembukaan UUD 1945. Di dalam alinea pertama, kita dapat
menemukan secara lugas sila kedua dari Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab. sila pertama dapat kita temui di dalam alinea yang ketiga. Sila
ketiga terdapat di alinea kedua dari pembukaan UUD 1945. Sila keempat dan
kelima dapat secara jelas ditemui di dalam alinea keempat pembukaan UUD
1945.

2. Pancasila dan UUD 1945 Sebagai Sumber Hukum Dasar Indonesia

Suatu negara untuk membangun sektor hukumnya, diperlukan sumber hukum


yang menjadi dasar dari setiap tata aturan perundang-undangan. Sama halnya
dengan negara tercinta kita ini, diperlukan sumber hukum tertinggi untuk
menjadi dasar bagi setiap hukum yang berlaku di Indonesia. Pancasila dan UUD
1945 menjadi dua serangkai yang menjadi sumber dasar hukum di Indonesia.

Setiap hukum yang berlaku di Indonesia harus bersesuaian dengan Pancasila dan
UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan tidak akan lulus atau
diberlakukan ketika ia bertentangan dengan sumber hukum tertinggi itu.

3. Nilai-Nilai Pancasila Harus Diwujudkan dalam UUD 1945

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, inti dari pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945 ialah Pancasila. Hal ini berimplikasi pada adanya suatu
kewajiban yang harus diikuti yaitu setiap nilai-nilai Pancasila yang terdapat di
dalam alinea keempat harus diwujudkan di dalam batang tubuh UUD 1945.
Maka dari itu, ketika kita memperhatikan secara mendalam setiap pasal di dalam
UUD 1945, maka kita dapat menentukan pasal tersebut merupakan penerapan
dari Pancasila sila keberapa. Untuk saat ini, tidak mungkin ada sila di dalam
Pancasila yang tidak terdapat pembahasannya di dalam pasal-pasal UUD 1945.

4. Pancasila Sebagai Sumber Semangat bagi UUD 1945

Ini merupakan salah satu hubungan Pancasila dengan UUD 1945 berdasarkan
sejarah dalam lingkup material yang paling hangat pembahasannya. Maksud dari
Pancasila sebagai sumber semangat bagi UUD 1945 ialah dalam setiap
pembahasan mengenai pasal-pasal UUD 1945 didasari dengan semangat dan
tujuan dari keberadaan Pancasila.
Selain itu, adanya nilai-nilai instrumental dari Pancasila tentunya menyebabkan
terjadinya perubahan bagi pasal-pasal dalam UUD 1945 berikut peraturan
perundang-undangan yang ada di bawahnya jika terjadi perubahan zaman yang
mengharuskan dirinya didampingi oleh perubahan peraturan perundang-
undangan pula.

C. BHINEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI SALAH SATU PILAR TEGAKNYA NKRI

Pilar adalah sebuah tiang penyangga untuk bangunan. Sama dengan halnya
bangunansebuah Negara wajib memiliki pilar yang kokoh supaya Negara
tersebut tidak mudah roboh atauhancur dan tergoyahkan dengan mudah. Setiap
Negara pasti mempunyai pilar dan setiap Negaratersebut pasti pilarnya berbeda
satu dengan yang lainnya. Contohnya adalah Negara Indonesia,Indonesia
memiliki empat pilar yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan
NKRI.Pilar ini bertujuan supaya Negara Indonesia tidak mudah pecah dan runtuh
saat menghadapisebuah masalah.Latar Belakang munculnya ke empat pilar
tersebut dikarenakan bangsa Indonesia sudahluntur jiwa kebangsaan atas cinta
tanah air-nya sendiri. Mulai dari yang muda hingga yang tua,dan juga setiap
tahun kondisi anak bangsa, para penerus bangsa semakin terpuruk. Jiwa
rasanasionalisme dan rasa cinta terhadap tanah air terkikis. Oleh karena itu,
bapak kebangsaan kitasangat cemas melihat kondisi bangsa Indonesia dan pak
taufiq kiemas berharap dengan pilar- pilar ini bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa yang maju dan tidak mudah untuk tergoyangkan.Pilar yang ketiga adalah
Bhineka Tunggal Ika. Bhineka Tunggal Ika mempunyai artiyang sangat penting
yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu. Yaapp Bhineka Tunggal Ikamempersatu
berbagai keanekaragaman suku, budaya, agam, golongan dan ras. Sekarang
iniIndonesia sudah memasuki era globalisasi, berbagai budaya dan suku di
Indoneisa tergeser oleh budaya barat yang masuk ke Indonesia. Oleh karena itu
di sini lah Bhineka Tunggal Ikamemiliki peran yang sangat penting untuk
mempersatu dan memperkokoh bangsa Indonesia.Bhineka Tunggal Ika dapat
mempersatu perbedaan dan juga dapat memperkokoh bangsaIndonesia melalui
prinsip-prinsipnya

D. DEMOKRASI PANCASILA DAN DEMOKRASI LIBERAL

 Pengertian Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila ialah sebuah sistem demokrasi yang konstitusional


dengan menggunakan kedaulatan rakyat dalam setiap menyelenggarakan
kegiatan negara serta menyelenggarakan kegiatan pemerintahan yang
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945.

Demokrasi ini menggunakan asas kekeluargaan seta gotong royong yang


diimplementasikan demi tercapainya kesejahteraan rakyat, yang memuat
mengenai faktor-faktor berkesadaran religus, berlandaskan kebenaran,
kecintaan, serta memiliki budi pekerti yang luhur, berkarakter Indonesia
serta berkesinambungan.

Ciri-ciri Demokrasi Pancasila

Dibawah ini merupakan beberapa ciri-ciri dari demokrasi Pancasila, yaitu:

1. Kedaulatan yang berada di tangan rakyat


2. Selalu berlandaskan pada kekeluargaan serta gotong royong
3. Menggunakan musyawarah dalam mencapai mufakat, merupakan cara
dalam menggambil keputusan
4. Tidak menggunakan yang namanya partai pemerintah serta partai oposisi
5. Pemerintah dijalankan berlandaskan pada konstitusi
6. Terdapatnya pemilu yang dilakukan secara berkesinambungan
7. Adanya hak serta kewajiban yang selaras
8. Saling menghargai hak asasi manusia
9. Ketidaksetujuan pada kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat
disalurkan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih.
10. Tidak mengakui danya sistem monopartai
11. Tidak terdapatnya diktator mayoritas serta tirani minoritas
12. Mendahulukan atas kepentingan rakyat dari pada kepentingan pribadi
atau golongan.

 Demokrasi Liberal

Sebelum kita mempelajari perbedaan antara sistem demokrasi Liberal


dengan sistem demokrasi Pancasila, kita akan mempelajari tentang
demokrasi Liberal.

Pengertian Demokasi Liberal

Demokrasi Liberal ialah sebuah demokrasi yang meletakkan kekuasaan


lembaga legislatif lebih tinggi dari pada lembaga eksekutif. Kepala
pemerintahan dijabat oleh seorang Perdana Menteri, yang mana Perdana
Menteri serta menteri-menteri dalam kabinet tersebut dapat diangakat serta
diberhentikan oleh Parlemen.

Dalam demokrasi liberal ini kedudukan Presiden adalah sebagai kepala


negara. Demokrasi ini sering disebut dengan demokrasi parlementer. Di
negara Indonesia, demokrasi ini terjadi kettika dikeluarkannya Maklumat
Pemerintahan No. 14 November 1945, yang mana Menteri memiliki
tanggung jawab terhadap parlemen.

Demokrasi ini lebih mementingkan kepada pengakuan atas hak-hak warga


negara, baik itu sebagai individu maupun masyarakat.

Ciri-ciri Demokrasi Liberal

Demokrasi Liberal atau sering disebut Demokrasi parlementer ini mempunyai


ciri-ciri yaitu sebagai berikut:

1. Negara dapat mengontrol dengan baik mengenai alokasi sumber daya


alam serta manusia.
2. Adanya pembatasan kekuasaan eksekutif secara konstitusional
3. Adanya pembatasan terhadap kekuasaan eksekutif oleh peraturan
perundang-undangan
4. Adanya kebolehan memperjuangkan dirinya pada kaum minoritas
(agama, etnis).

Perbedaan Sistem Demokrasi Liberal Dan Sistem Demokrasi Pancasila

Perbedaan antara demokrasi Liberal dengan demokrasi Pancasila, yaitu


antara lain:

Dilihat dari segi hukum

1. Demokrasi Liberal: Warga negara memiliki kebebasan yang luas dalam


melakukan segala sesuatu, namun tidak boleh melakukan pelanggaran
hukum.
2. Demokrasi Pancasila: Warga negara menggunakan aturan yaitu UUD 1945

Dilihat dari segi agama


1. Demokrasi Liberal: Masalah ketuhanan merupakan masalah setiap
individu, negara tidak memiliki wewenang dalam mengatur agama yang anut
oleh warga negaranya, mereka bebas untuk beragama ataupun tidak
beragama.
2. Demokrasi Pancasila: Masalah agama merupakan masalah pribadi,
sehingga warga negara memiliki kekebasan dalam memeluk agama.

Dilihat dari segi ekonomi

1. Demokrasi Liberal: Dalam masalah ekonomi, adanya persaingan yang


kuat serta sejumlah modal berada ditangan golongan kecil masyarakat
2. Demokrasi Pancasila: Pemerintah ikut terlibat dalam sistem
perekonomian ini. Para penguasaha swasta serta semua rakyat baik dari
kelompok ekonomi yang lemah ataupun kelompok ekonomi yang kuat atau
aktif. Dalam mencapai sebuah kemakmuran bangsa, adanya saling
bekerjasama serta membantu satu sama lainnya dalam kegiatan ekonomi.

Dilihat dari segi praktik ketatanegaraan

1. Demokrasi Liberal: Kepentingan serta hak warga negara lebih diutamakan


dari pada kepentingan negara, namun tidak berarti bahwa kepentingan
negara tersebut diabaikan.
2. Demokrasi Pancasila: Dalam melaksanakan kegiatan ketatanegaraan
harus dilandaskan pada UUD 1945 serta Pancasila.

Dilihat dari segi penguasa

1. Demokrasi Liberal: Dalam demokrasi ini kekuasaan tertinggi berada di


tangan kelompok bangsawan.
2. Demokrasi pancasila: Dalam demokrasi ini kekuasaan tertinggi berada
ditangan pemerintah.

E. PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA DARI ERA ORDE LAMA, ORDE


BARU, SAMPAI ORDE REFORMASI

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Masa Orde Lama

a. Masa Demokrasi Parlementer


Demokrasi parlementer atau demokrasi konstitusional merupakan salah satu
demokrasi yang pernah diberlakukan pada masa orde lama. Parlemen serta
partai-partai politik memegang peranan penuh atas berjalannya pemerintahan.

Pada masa ini, demokrasi berada pada tingkat kejayaan tertinggi. Adanya hal itu
dikarenakan hampir semua unsur demokrasi terpenuhi. Seperti halnya
akuntabilitas politis yang tinggi, parlemen memiliki peranan tinggi dalam
pemerintahan, pemilu yang bebas, serta terjaminnya hak politik rakyat.

Meskipun hampir semua unsur demokrasi terdapat pada demokrasi


parlementer, namun ada pula hal-hal negative yang terjadi selama berlakunya
system parlementer di Indonesia. Diantaranya ialah:

 Banyak kebijakan pemerintah yang belum terlaksana akibat masa kerja


kabinet yang pendek.
 Pasca peristiwa 17 Oktober 1952, hubungan antar anggota dalam tubuh
angkatan bersenjata tidak harmonis. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan
pendapat, sebagian anggota ABRI mendukung kabinet Wilopo, sebagian lagi
condong ke Presiden Soekarno.
 Terjadinya perdebatan terbuka antara Presiden Soekarno dengan Isa
Anshory terkait penggantian dasar Negara. Isa Anshory yang merupakan
salah satu tokoh Masyumi menginginkan Pancasila diganti dengan dasar
Negara yang lebih islami. Hal itu yang menimbulkan polemic apakah akan
merugikan umat beragama lain ataukah tidak.
 Ketegangan masyarakat dalam pemilu meningkat akibat lamanya masa
kampanye.
 Pemerintah pusat harus menghadapi berbagai tantangan dari daerah-
daerah, seperti adanya pemberontakan PRRI dan Permesta.

Menurut Herbert Feith, selain hal-hal negative terdapat pula beberapa hal
postif yang terjadi selama masa demokrasi parlementer yaitu sebagai
berikut:

 DPR berfungsi dengan baik dalam menjalankan tugasnya


 Semakin meningkatnya status sosial masyarakat seiring dengan
bertambahnya jumlah sekolah yang ada.
 Jarang terjadi konflik antar umat beragama.
 Pemerintah melindungi kaum minoritas Tionghoa.
 Kebebasan pers sehingga banyak hal yang diberitakan oleh media massa.
 Badan-badan peradilan dapat menjalankan tugasnya secara bebas, tidak
pandang bulu terhadap siapa saja termasuk dalam menangani kasus
pimpinan militer, menteri, dan pimpinan partai.
 Pemberontakan-pemberontakan terjadi seperti RMS di Maluku dan DI/TII di
Jawa Barat berhasil diatasi oleh kebinet dan ABRI.

Sistem pemerintahan parlemen adalah sebagai berikut:

 Presiden hanya berperan sebagai kepala Negara, bukan kepala


pemerintahan.
 Kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri.
 Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh pengadilan yang bebas.
 Kekuasaan eksekutif berada di tangan dewan menteri atau kabinet yang
dipimpin oleh perdana menteri kabinet dengan mempertanggungjawabkan
kepada DPR.
 Kekuasaan legislative dimiliki oleh DPR yang dibentuk melalui pemilu multi-
partai.
 Bagi partai politik yang menguasai mayoritas anggota DPR dapat membentuk
kabinet yang berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan Negara.
 Jika kabinet yang telah dibentuk parpol bubar, presiden dapat menunjuk
formatur kabinet untuk menyusun kabinet baru.
 Jika DPR mengajukan mosi tidak percaya terhadap kabinet baru, maka DPR
dibubarkan lantas dilakukan pemilihan umum.
 DPR dapat memberikan mosi tidak percaya kepada menteri atau kabinet jika
dinilai kinerja mereke kurang baik. Bagi menteri yang diberi mosi harus
mengundurkan diri.
 Demokrasi parlementer dinilai tidak berhasil dengan kata lain gagal dalam
menciptakan kesejahteraan rakyat, menjamib stabilitas politik, dan
kelangsungan pemerintahan. Hal itu disebabkan oleh landasan ekonomi
rakyat yang rendah.
 Politik aliran masih mendominasi. Pengertian politik aliran merupakan
golongan atau partai politik yang lebih mengedepankan kepentingan
kelompok atau dirinya sendiri dibandingkan kepentingan bangsa. Terakhir
ialah tidak adanya anggota konstituante yang bersidang dalam menetapkan
dasar Negara. Inilah yang kemudian memicu dikeluarkannya Dekrit Presiden
pada tanggal Juli 1959.

b. Masa Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terpimpin tertuang dalam ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965.
Dalam ketetapan tersebut telah dijelaskan bahwa dasar demokrasi terpimpin
ialah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat
secara gotong royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusionerdengan berporoskan Nasakom.

Demokrasi terpimpin pertama kali muncul atas ketidaksenangan Presiden


Soekarno terhadap partai-partai politik yang mementingkan kepentingan
partainya masing-masing dibandingkan kepentingan masyarakat luas.

Presiden Soekarno telah berulangkali menekankan bahwa perjuangan revolusi


Indonesia belum usai sehingga peranan pemimpin dalam proses politik sangatlah
penting. Diperlukan kerjasama dan persatuan semua pihak untuk
mewujudkannya. Berikut ciri-ciri demokrasi terpimpin:

 Peran partai politik terbatas.


 Pengaruh PKI dan militer semakin berkembang
 Peran presiden sangat dominan dalam menentukan penyelenggaraan
pemerintah Negara.
 Demokrasi terpimpin dianggap menyimpang dari prinsip Negara Indonesia
sebagai Negara hukum dan Negara demokrasi menurut Pancasila dan UUD
1945. Hal itulah yang kemudian memicu banyak polemic sehingga muncullah
berbagai macam permasalahan.

Demokrasi ini mulai berakhir ketika pemberontakan G 30 S/PKI muncul.


Tepatnya setelah Presiden Soekarnao menerbitkan Surat Perintah 11 Maret
1966 kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan. Adapun
Penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain ialah:

 Pengekangan hak-hak asasi manusia, seperti pembatasan pers dimana


media massa tidak boleh menentang kebijakan pemerintah.
 Presiden melampaui batas wewenangnya yakni membuat penetapan
tanpa berkonsultasi dengan DPR.
 Pembentukan lembaga Negara ektrakonstitusional.
 Pelanggaran prinsip kebebasan, kekuasaan, dan kehakiman.
 Mengutamakan fungsi presiden.
 Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Masa Orde Baru
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa orde baru telah bertekad untuk
menjalankan pemerintahan sesuai dengan dasar hidup Negara yakni pancasila
dan UUD 1945.

Selalu ditekankan bahwa seluruh kegiatan pemerintahan bersumber dari


pancasila dan UUD 1945. Seiring perkembangan, lembaga kepresidenan menjadi
pusat dari seluruh kegiatan politik yang mengarah pada pemerintahan yang
sentralistis.

Sama juga halnya dengan demokrasi pada masa orde lama, kehidupan politik
orde baru pun mengalami berbagai penyimpangan. Seperti halnya
pemberantasan hak politik rakyat seperti: pembatasan jumlah parpol, Pegawai
negeri dan ABRI wajib mendukung partai penguasa yakni Golkar, dan hilangnya
kebebasan rakyat dalam mengkritik kinerja pemerintahan.

Kekuasaan berada ditangan presiden sepenuhnya, pemilu tidak berjalan


demokratis bahkan banyak kecurangan. Selain itu KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme) merajalela sehingga terjadi krisis multi dimensional pada hampir
seluruh aspek kehidupan.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Masa Kini (Reformasi)

Mundurnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menandakan berakhirnya masa


orde baru sekaligus menjadi awal keberhasilan gerakan reformasi. Kursi
kepresidenan digantikan oleh Prof. B. J Habibie yang saat itu menjabat sebagai
wakil presiden.

Pada masa pemerintahan Habibie inilah yang kemudian menjadi masa


pemerintahan transisional. Masa transisi merupakan masa perubahan atau
perpindahan pemerintahan yang akan membawa Indonesia melakukan
reformasi secara menyeluruh. Menata kembali system pemerintahan baru yang
lebih demokratis sesuai kehendak rakyat.

Pada tahun 1998- 1999 banyak kerusuhan yang terjadi hingga akhirnya pada
tanggal 21 Oktober 1999 diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI yang
dilakukan dengan votting.
Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai wakil presiden RI periode 1999- 2004
mengalahkan Hamzah Haz. Ketidakpuasan rakyat kala itu membuka lembaran
baru. Pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat
dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2004 melalui Pemilihan Umum
(Pemilu). Pemilu diikuti oleh 24 parti politik.

F. PILKADA SERENTAK SEKARANG WUJUD PELAKSANAAN DEMOKRASI DI


INDONESIA

Berbagai lembaga survei telah mengumumkan hasil penghitungan cepat


(quick qount) dan menunjukkan kandidat yang meraih perolehan suara tertinggi.
Meski tetap saja, secara resmi kita semua menunggu hasil real qount dari Komisi
Pemilihan Umum.

Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2018 tentang tahapan jadwal


pilkada, disebutkan bahwa rekapitulasi, penetapan, dan pengumuman hasil
penghitungan suara untuk pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota
berlangsung pada 4-6 Juli 2018. Adapun untuk tingkat provinsi pada 7-9 Juli
2018.

Proses pemungutan dan penghitungan suara pada Pilkada 2018 secara umum
berlangsung kondusif dan aman. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme
masyarakat sebagai pemilih yang hadir ke TPS pada hari H juga ikut serta
melakukan pengawasan partisipatif di masa tenang. Tak hanya itu, kini
masyarakat pun sudah cerdas dan dewasa dalam menentukan kandidat kepala
daerah serta perbedaan pilihan. Bahkan beberapa ormas seperti
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengeluarkan pernyataan pers terkait
pelaksanaan Pilkada 2018.

Ini menandakan bahwa demokrasi lokal di Indonesia semakin matang. Harapan


rakyat untuk menjadikan Pilkada 2018 sebagai pintu masuk lahirnya demokrasi
yang beradab tidaklah semu. Francis Fukumaya (2011) mengatakan, demokrasi
di abad ke-21 seperti berada di persimpangan jalan, yang tampil dengan wajah
variatif dan berbeda. Ini artinya demokrasi yang diaplikasikan di era "zaman
now" ini bukan lagi demokrasi yang membasi, tetapi demokrasi yang
memberadabkan rakyat untuk menjadi pemilih rasional serta mampu
memperjuangkan kebutuhan nyata dengan kesadaran tinggi.

Meski demikian, tak dapat dimungkiri bahwa di sebagian daerah pada Pilkada
2018 menyisakan berbagai macam persoalan. Beberapa permasalahan yang
menjadi kendala keberlangsungan pemungutan suara selalu saja terjadi, tetapi
tak signifikan. Contohnya kendala kondisi cuaca, lambatnya distribusi logistik ke
tempat pemungutan suara, akurasi daftar pemilih, dugaan politik uang, surat
suara hilang dan terjadinya pemungutan suara ulang di beberapa TPS.

G. ANALISA TENTANG BHAK DAN KEWAJIBAN WNI DALAM UUD 1945

Hak Warga Negara

 Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27
ayat 2).
 Hak untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3).
 Hak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
(pasal 28A).
 Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah (pasal 28B ayat 1).
 Hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 28B ayat 2).

Pasal 28C

 Hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya (pasal


28C ayat 1).
 Hak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya (pasal
28C ayat 1).
 Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif (pasal 28C ayat 2).
 Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28D ayat 1).
 Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja (pasal 28D ayat 2).
 Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28D
ayat 3).
 Hak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya (pasal 28E ayat 1).
 Hak memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali (pasal 28E ayat 1).
 Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya (pasal 28E ayat 2).
 Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat
(pasal 28E ayat 3).
 Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya (pasal 28F).
 Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia (pasal 28F).
 Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya (pasal 28G ayat 1).
 Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (pasal 28G ayat 1).
 Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain
(pasal 28G ayat 2).
 Hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat (pasal 28H ayat 1).
 Hak memperoleh pelayanan kesehatan (pasal 28H ayat 1).
 Hak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan (pasal 28H ayat 2).
 Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat (pasal 28H ayat 3).
 Hak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewenang-wenang oleh siapapun (pasal 28H ayat 4).
 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun (pasal 28I ayat 1).
 Hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu (pasal 28I ayat 2).
 Hak untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2).
 Hak ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat
1).
 Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1).
 Kewajiban Warga Negara
 Wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan asas persamaan
kedudukan dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
 Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3).
 Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (pasal 28J ayat 1).
 Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang
dengan maksud menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain (pasal 28J ayat2).
 Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30
ayat 1).
 Wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
(pasal 31 ayat 2).

H. SUPREMASI HUKUM INDONESIA DIERA ORDE BARU DAN DI ORDE


REFORMASI

Salah satu keberhasilan era reformasi adalah perubahan UUD 1945.


Walaupun masih memiliki kelemahan, UUD 1945 pasca perubahan telah
meletakkan dasar-dasar kehidupan bernegara dan pembangunan hukum yang
demokratis. Terlepas dari masih adanya pro dan kontra terhadap perubahan
tersebut, UUD 1945 pasca perubahan harus ditempatkan sebagai hukum
tertinggi yang sah berlaku karena dibuat oleh lembaga yang berwenang yaitu
MPR melalui prosedur hukum yang sah pula. Sebagai hukum tertinggi, di dalam
UUD 1945 dimuat arah kebijakan hukum yang harus dijalankan sesuai dengan
tujuan nasional yang hendak dicapai dan berdasarkan pada Pancasila yang
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Arah kebijakan hukum tersebut
meliputi segala aspek kehidupan berbangsa, baik di bidang politik, ekonomi,
maupun sosial budaya. Sebagai prinsip utama politik hukum berdasarkan UUD
1945 adalah prinsip negara hukum dan supremasi konstitusi.

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan “Negara Indonesai adalah negara
hukum”. Konsep negara hukum yang dulu dikesankan menganut konsep
rechtsstaat dinetralkan menjadi negara hukum saja, tanpa label rechtsstaat.
Dengan demikian konsep negara hukum yang dianut UUD 1945 diperoleh baik
dari rechtsstaat maupun the rule of law, bahkan sistem hukum lainnya yang
menyatu (integratif) dan implementasinya disesuaikan dengan tuntutan
perkembangan.4 Konsep negara hukum Indonesia menerima prinsip kepastian
hukum yang menjadi hal utama dalam konsep rechtsstaat, sekaligus juga
menerima prinsip rasa keadilan dalam the rule of law. Bahkan, negara hukum
Indonesia juga menerima nilai spiritual dari hukum agama. Hukum tertulis dan
segala ketentuan proseduralnya (rechtsstaat) diterima tetapi harus diletakkan
dalam rangka menegakkan keadilan (the rule of law). Ketentuan tertulis yang
menghalangi keadilan dapat ditinggalkan. Hal ini ditegaskan dalam ketentuan
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa fungsi kekuasaan
kehakiman adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan, serta Pasal 28D ayat
(1) tentang hak memperoleh kepastian hukum dan Pasal 28H bahwa hukum
harus dibangun berdasarkan keadilan kemanfaatan. Dianutnya prinsip negara
hukum juga dilakukan dengan penegasan supremasi konstitusi. Hal itu tertuang
dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian, pelaksanaan kekuasaan tertinggi dalam negara, yaitu
kedaulatan, baik oleh lembaga negara maupun oleh warga negara harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan UUD 1945. Hal itu juga menegaskan
kedudukan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi yang mengatur pelaksanaan
kedaulatan. Di sisi lain, salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah
orientasi pengaturan tidak lagi lebih banyak kepada organisasi negara, tetapi
juga memberikan jaminan dan perlindungan kepada hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara. Pada masa lalu, UUD 1945 sebelum perubahan
hanya mengatur HAM secara sumir yang pelaksanaannya didistribusikan kepada
lembaga legislatif yang ternyata dalam ketentuan UU hanya dijadikan sebagai
residu dari kekuasaan. Itulah sebabnya pada masa Orde Lama dan Orde Baru
selalu terjadi pelanggaran HAM dan kekerasan yang dilegitimasikan oleh UU.5
Saat ini masalah HAM serta hak konstitusional warga negara diatur paling tidak
dalam enam bab, yaitu dalam Bab Warga Negara dan Penduduk, Bab Hak Asasi
Manusia, Bab Agama, Bab Pertahanan dan Keamanan Negara, bab Pendidikan
dan kebudayaan, serta Bab Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.
Sedangkan khusus untuk HAM diatur tersendiri dalam 10 pasal yang terdiri atas
26 ayat. Oleh karena itu pelanggaran HAM tidak dapat lagi dilakukan dengan
mudah karena adanya jaminan serta tanggung jawab negara, terutama
pemerintah, dalam perlindungan, penghormatan, dan pemajuan HAM. Politik
hukum dalam UUD 1945 selanjutnya dijabarkan dalam kebijakan yang
menentukan arah pembangunan hukum. Pada era reformasi, produk hukum
yang menentukan arah kebijakan hukum tersebut adalah Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004.
Selanjutnya, sebagai konsekuensi pemilihan Presiden secara langsung dan tidak
dikenalnya lagi Ketetapan MPR dalam sistem hukum baru, tidak ada lagi Garis-
garis Besar Haluan Negara. Pada periode selanjutnya, politik hukum termuat
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah. Perumusan politik hukum selalu meliputi tiga komponen
utama, yaitu substansi, struktur, dan kultur hukum. Dalam hal substansi hukum,
GBHN 1999 – 2004 menentukan arah kebijakan hukum sebagai berikut: (1)
Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui
dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui
perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif,
termasuk keadilan gender dan ketidaksesuaiannya dengan tuntutan reformasi
melalui program legislasi; (2) Melanjutkan ratifikasi konvensi internasional,
terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia sesuai dengan kebutuhan
dan kepentingan bangsa dalam bentuk undang-undang; (3) Mengembangkan
peraturan perundangundangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam
menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.

Terkait dengan struktur hukum, termasuk penegakan hukum, arahan kebijakan


dalam GBHN 1999 – 2004 adalah sebagai berikut: (1) Menegakkan hukum secara
konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran,
supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia; (2) Meningkatkan
integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk
Kepolisian Nasional Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan
masyarakat dengan meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan
prasarana hukum, pendidikan, serta pengawasan yang efektif. (3) Mewujudkan
lembaga peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak
manapun; (4) Menyelesaikan proses peradilan secara cepat, mudah, murah dan
terbuka serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan tetap menjunjung
tinggi asas keadilan dan kebenaran; (5) Menyelesaikan berbagai proses peradilan
terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani
secara tuntas. Sedangkan untuk budaya hukum GBHN 1999 – 2004 merumuskan
arah kebijakan sebagai berikut: (1) Mengembangkan budaya hukum di semua
lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam
kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum; (2) Meningkatkan
pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan,
dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan. Di dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 20256
pembangunan hukum diarahkan pada makin terwujudnya sistem hukum
nasional yang mantap bersumber pada Pancasila dan UUD 1945, yang mencakup
pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum, sarana
dan prasarana hukum; perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan
budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara hukum; serta
penciptaan kehidupan masyarakat yang adil dan demokratis. Pembangunan
hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memperhatikan
kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai
upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan
hukum dan HAM, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban, dan kesejahteraan dalam rangka
pembangunan nasional akan makin tertib dan teratur sehingga penyelenggaraan
pembangunan nasional akan makin lancar. Selengkapnya, arah pembangunan
bidang hukum adalah sebagai berikut. Pembangunan materi hukum diarahkan
untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan
perundangundangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan
kepentingan masyarakat Indonesia serta mampu mendorong tumbuhnya
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional yang bersumber
pada Panca dan UUD 1945. Pembangunan materi hukum mencakup tahapan
penerapan hukum, pembentukan hukum, penelitian dan pengembangan hukum.
Di sisi lain, perundang-undangan yang baru juga harus mampu mengisi
kekurangan/kekosongan hukum sebagai pengarah dinamika lingkungan strategis
yang sangat cepat berubah. Perencanaan hukum sebagai bagian dari
pembangunan materi hukum harus diselenggarakan dengan memberikan
berbagai aspek yang mempengaruhi, baik di dalam masyarakat sendiri maupun
dalam pergaulan masyarakat internasional yang dilakukan secara terpadu dan
meliputi semua bidang pembangunan sehingga produk hukum yang dihasilkan
dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara serta
dapat mengantisipasi perkembangan zaman. Pembentukan hukum
diselenggarakan melalui proses terpadu dan demokratis sehingga menghasilkan
produk hukum beserta peraturan pelaksanaan yang dapat diaplikasikan secara
efektif dengan didukung oleh penelitian dan pengembangan hukum yang
didasarkan pada aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Penelitian dan
pengembangan hukum diarahkan pada semua aspek kehidupan sehingga hukum
nasional selalu dapat mengikuti perkembangan dan dinamika pembangunan
yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, baik kebutuhan saat ini maupun masa
depan. Pembangunan struktural hukum diarahkan untuk memantapkan dan
mengefektifkan berbagai organisasi dan lembaga hukum, profesi hukum, dan
badan peradilan sehingga aparatur hukum mampu melaksanakan tugas dan
kewajibannya secara profesional. Kualitas dan kemampuan aparatur hukum
dikembangkan melalui peningkatan kualitas dan profesionalisme melalui sistem
pendidikan dan pelatihan dengan kurikulum yang akomodatif terhadap setiap
perkembangan pembangunan serta pengembangan sikap aparatur hukum yang
menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keterbukaan dan keadilan, bebas dari
korupsi,

kolusi, dan nepotisme serta bertanggungjawab dalam bentuk perilaku yang


teladan. Aparatur hukum dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya secara
profesional perlu didukung oleh sarana dan prasarana hukum yang memadai
serta diperbaiki kesejahteraannya agar di dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya aparatur hukum dapat berjalan dengan baik dan terhindar dari
pengaruh dan intervensi pihakpihak dalam bentuk korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Penerapan dan penegakan hukum dan hak asasi manusia
dilaksanakan secara tegas, lugas, profesional dan tidak diskriminatif dengan
tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia,
keadilan, dan kebenaran, terutama dalam penyelidikan, penyidikan, dan
persidangan yang transparan dan terbuka dalam rangka mewujudkan tertib
sosial dan disiplin sosial sehingga mendukung pembangunan serta
memantapkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis. Penegakan hukum
dan hak asasi manusia dilakukan terhadap berbagai tindak pidana, terutama
yang akibatnya dirasakan langsung oleh masyarakat luas, antara lain tindak
pidana korupsi, kerusakan lingkungan, dan penyalahgunaan narkotika. Dalam
rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuahn Republik Indonesia,
penegakan hukum di laut secara terus-menerus harus ditingkatkan sesuai
dengan kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan nasional dan
hukum internasional. Pemantapan lembaga peradilan sebagai implikasi satu atap
dengan lembaga Mahkamah Agung secara terus-menerus melakukan
pengembangan lembaga peradilan; peningkatan kualitas dan profesionalisme
hakim pada semua lingkungan peradilan; dukungan serta perbaikan sarana dan
prasarana pada semua lingkungan peradilan sehingga dapat mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap citra lembaga peradilan sebagai benteng
terakhir pencari keadilan. Peningkatan perwujudan masyarakat yang mempunyai
kesadaran hukum yang tinggi terus ditingkatkan dengan lebih memberikan akses
terhadap segala informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, dan akses kepada
masyarakat terhadap pelibatan dalam berbagai proses pengambilan keputusan
pelaksanaan pembangunan nasional sehingga setiap anggota masyarakat
menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
Akibatnya, akan terbentuk perilaku warga negara Indonesia yang mempunyai
rasa memiliki dan taat hukum. Peningkatan perwujudan masyarakat yang
mempunyai kesadaran hukum yang tinggi harus didukung oleh pelayanan dan
bantuan hukum dengan biaya yang terjangkau, proses yang tidak berbelit, dan
penetapan putusan yang mencerminkan rasa keadilan. Rumusan arah kebijakan
hukum dalam RPJP 2005 – 2025 tersebut di atas tidak hanya menentukan materi
pembangunan hukum, baik di bidang substansi, struktur, maupun kultur dan
sarana, tetapi juga memberikan pokok-pokok strategi yang harus dilakukan
untuk menjalankan materi politik hukum. Bahkan juga disebut hal-hal yang perlu
mendapat perhatian khusus seperti upaya pengembangan lembaga peradilan di
bawah MA untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap citra
lembaga peradilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan.
I. SYSTEM PEMERINTAH NEGARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengertian Sistem Pemerintahan adalah sistem yang terdiri dari berbagai


macam komponen di mana tiap-tiap komponen menjadi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, menjadi satu tatanan yang utuh. Masing-masing
komponen menjalin kerja sama yang kuat, memiliki keterikatan satu sama lain
yang pada pokoknya mempunyai satu tujuan dan satu fungsi dari pemerintahan.

Sistem pemerintahan suatu negara pada umumnya akan memiliki satu sistem
dan tujuan pokok yang sudah pasti, yaitu menjaga kestabilan negara yang
bersangkutan. Sistem pemerintahan ini harus mempunyai suatu landasan yang
kokoh, tidak bisa digoyahkan oleh suatu apapun. Sistem pemerintahan dari
suatu negara harus dijauhkan dari sifat statis. Karena nantinya sistem
pemerintahan yang statis ini akan mengakibatkan kerugian tersendiri bagi
pemerintahan tersebut, terlebih lagi jika tidak hanya statis melainkan juga
absolut. Nantinya akan ada protes dari masyarakat karena pemerintahannya
akan dianggap memberatkan kaum minoritas alias rakyat kecil. Kalau ditanya
tentang sistem pemerintahan di Indonesia selama ini maka yang akan muncul
adalah jawaban yang beraneka ragam. Maksudnya adalah bahwa negara
Indonesia sudah mengalami beberapa sistem pemerintahan, dari sejak jaman
negara ini berdiri.

Sistem pemerintahan yang ada di negara Indonesia bisa berubah-ubah dari


waktu ke waktu diakibatkan oleh adanya perubahan jaman. Indonesia
merupakan negara yang dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan.
Perubahan yang disertai dengan perkembangan dan pertumbuhannya.

Berdasarkan perkembangan sejarah ketatanegaraan, negara Indonesia terhitung


sudah melakukan perubahan sistem permerintahan beberapa kali. Di bawah ini
diuraikan secara singkat bagaimana sejarahnya sistem pemerintahan yang ada di
negara Indonesia :

 Sistem Pemerintahan Indonesia (1945-1949)

Bentuk negara pada periode ini adalah kesatuan, sistem pemerintahannya


presidensial, bentuk pemerintahannya ialah republik sedangkan konsitusinya
adalah UUD 1945.

 Sistem Pemerintahan Indonesia (1949-1950)


Federasi adalah bentuk negaranya, republik adalah bentuk pemerintahannya,
sistem pemerintahannya adalah parlementer semu, konstitusinya UUD RIS.

 Sistem Pemerintahan Indonesia (1950-1959)

Kesatuan adalah bentuk negaranya, bentuk pemerintahannya adalah republik,


sistem pemerintahannya parlementer, konsitusinya UUDS 1950.

 Sistem Pemerintahan Indonesia (1959-1966)

Bentuk negaranya adalah kesatuan, republik adalah bentuk pemerintahannya,


presidensial adalah sistem pemerintahannya, UUD 1945 adalah konstitusinya.

 Sistem Pemerintahan Indonesia 1966–1998)

Sama seperti nomor empat, tidak ada yang berubah.

 Sistem pemerintahan Indonesia (1998 sampai dengan saat ini)

Dimulainya sistem pemerintahan yang ini secara pastinya tanggal 21 Mei 1998,
tepat pada saat runtuhnya pemerintahan orde baru. Bentuk negaranya adalah
kesatuan, republik adalah bentuk pemerintahannya sedangkan sistem
pemerintahannya tetap menganut sistem presidensial. UUD 1945 masih
merupakan landasan yang dipegang dengan kokoh.

J. INDONESIA ADALAH NEGARA HUKUM

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian bunyi Pasal 1 Ayat (3) UUD
1945 setelah diamandemen ketiga disahkan 10 Nopember 2001. Penegasan
ketentuan konstitusi ini bermakna, bahwa segala aspek kehidupan dalam
kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus senantiasa berdasarkan
atas hukum.Untuk mewujudkan negara hukum salah satunya diperlukan
perangkat hukum yang digunakan untuk mengatur keseimbangan dan keadilan
di segala bidang kehidupan dan penghidupan rakyat melalui peraturan
perundang-undangan dengan tidak mengesampingkan fungsi yurisprudensi. Hal
ini memperlihatkan bahwa peraturan perundang-undangan mempunyai peranan
yang penting dalam negara hukum Indonesia.

Menurut A.Hamid S. Attamimi, peraturan perundang-undangan adalah semua


aturan hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk
tertentu, dengan prosedur tertentu, biasanya disertai sanksi dan berlaku umum
serta mengikat rakyat.

Kemudian Bagir Manan memberikan definisi bahwa peraturan perundang-


undangan adalah setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum.
Bersifat dan berlaku secara umum maksudnya tidak mengidentifikasi individu
tertentu sehingga berlaku bagi setiap subyek hukum yang memenuhi unsur yang
terkandung dalam ketentuan mengenai pola tingkah laku tersebut.

Terakhir setelah mendapat persetujuan bersama antara lembaga legislatif dan


eksekutif, maka disahkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mendefinisikan bahwa
peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.

Dengan pertimbangan tersebut lembaga Negara atau pejabat yang berwenang


dalam membentuk atau menyusun peraturan perundang-undangan baik di
tingkat pusat maupun daerah wajib mengikuti pedoman atau bimbingan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004.

Konsep pembentukan hukum

Konsep pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan adalah


bahwa peraturan perundang-undangan dapat dijalankan dan diterima oleh
masyarakat, akan tetapi pada kenyataannya banyak peraturan perundang-
undangan yang tidak dapat diimplementasikan. Hal tersebut karena kadang kala
peraturan perundang-undangan yang sudah ada, harus diganti walaupun
sebenarnya peraturan perundang-undangan tersebut masih relevan dengan
keadaan saat itu. Alasannya karena :

 produk tersebut tinggalan dari zaman Hindia Belanda, Orde Lama, Orde Baru,
pejabat lama, atau ingin tampil beda
 hanya ingin mengejar target, seolah-olah dengan pembentukan peraturan
perundang-undangan tugas mereka dianggap berhasil

peraturan perundang-undangan dibuat asal saja tanpa melalui penelitian


(research) atau dengan penelitian tetapi tidak sesuai dengan metode penelitian
yang benar terpengaruh dengan studi banding di negara lain, yang di negara lain
dapat diimplementasikan, maka tanpa melalui saduran seluruh peraturan
perundang-undangan asing tersebut diadopsi transplantasi (pencangkokan)
dengan peraturan perundang-undangan milik negara lain.

Dalam kaitan dengan tidak dapat diimplimentasikannya peraturan perundang-


undangan, Hikmahanto Juwana mengatakan: Pelebelan rejim dan keinginan
untuk berbeda dari satu pemerintahan ke pemerintahan lain lebih berdampak
fatal bagi reformasi hukum. Reformasi yang dilakukan cenderung seperti
pendulum, hanya mengayun dari satu sisi kesisi lainnya. Reformasi tidak
ditujukan untuk membangun dan menyempurnakan sistem hukum yang ada.

Menurut Erman Rajagukguk bahwa, hukum baru dapat berperan dalam


pembangunan, bila hukum dapat menciptakan lima kualitas kondusif untuk
pembangunan, yaitu :

 Stabilitas, hukum harus dapat menciptakan Stability, atau mengakomodir


menyeimbangkan kepentingan yang saling bersaing di masyarakat.
 Prediktabilitas, hukum harus menciptakan Predictability sehingga setiap
orang dapat memperkirakan akibat dari langkah-langkah atau perbuatan
yang diambil.
 Adil, rasa adil dalam bentuk persamaan di depan hukum, perlakuan yang
sama dan adanya standar.
 Pendidikan, hukum berfungsi sebagai Instrumen pendidikan dalam
perubahan sosial, umpamanya undang-undang perpajakan akan bisa
mendidik masyarakat untuk membayar Pajak, dengan memberikan Insentif
dari pada ancaman hukuman.
 Adanya kemampuan khusus dari Sarjana Hukum, hukum untuk dapat
berperan dalam pembangunan ekonomi memerlukan Sarjana Hukum yang
memahami hubungan hukum dengan masalah-masalah pembangunan.

K. PELAKSANAAN HAM DI INDONESIA

Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Indonesia merupakan negara


yang sangat menghargaikebebasan. Juga, Indonesia sangat menghargai hak asasi
manusia(HAM). Ini bisa dilihat dengan adanyaTAP No. XVII/MPR/1998 tentang
HAM, Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000
tentang peradilan HAM yang cukup memadai. Ini merupakan tonggak baru bagi
sejarahHAM Indonesia.ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi Indonesia,
karena baru Indonesia dan AfrikaSelatan yang mempunyai undang undang
peradilan HAM. Aplikasi dari undang undang ini adalah sudahmulai adanya
penegakan HAM yang lebih baik, dengan ditandai dengan adanya komisi
nasional HAMdan peradilan HAM nasional.Dengan adanya penegakan HAM yang
lebih baik ini, membuat pandangan dunia terhadapIndonesia kian membaik.
Tapi, meskipun penegakan HAM di Indonesia lebih baik, Indonesia tidak  boleh
senang dulu, karena masih ada setumpuk PR tentang penegakan HAM di
Indonesia yang belumtuntas. DiantaraPR itu adalah masalah kekerasan di Aceh,
di Ambon, Palu, dan Irian Jaya tragedy Priok,kekerasan pembantaian ”dukun
santet” di Banyuwangi, Ciamis, dan berbagai daerah lain, tragedi Mei diJakarta,
Solo, dan berbagai kota lain, tragedi Sabtu Kelabu, 27 Juli 1996, penangkapan
yang salahtangkap, serta rentetan kekerasan kerusuhan massa terekayasa di
berbagai kota, yang bagaikan kisah bersambung sepanjang tahun-tahun terakhir
pemerintahan kedua: tragedi Trisakti, tragedy Semanggi,kasus-kasus
penghilangan warga negara secara paksa, dan sebagainya. Pemerintah di negeri
ini, harus lebih serius dalam menangani kasus HAM ini jika ingin lebihdihargai
dunia. Karena itu, pemerintah harus membuat aturan aturan yang lebih baik.
Juga kejelasan pelaksanaan aturan itu. Komnas HAM sebagai harus melakukan
gebrakan diantaranya :

1.Komnas HAM mendesak pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi


berbagai instrumeninternasional hak asasi manusia, dengan memberi prioritas
pada Statuta Roma MahkamahPidana Internasional (Rome Statute International
Criminal Court), Protokol Opsional KonvensiAnti Penyiksaan (Optional Protocol
Convention Against Torture), Konvensi Internasionaltentang Penyandang Cacat,
Konvensi Internasional tentang Pekerja HAM, KonvensiInternasional Tentang
Perlindungan Terhadap Semua Orang Dari Tindakan Penghilangan Secara Paksa.
Dalam rangka untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi para
TenagaKerja Indonesia, pemerintah dan DPR agar segera meratifikasi juga
Konvensi InternasionalPerlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota
Keluarganya (International Convention onthe Protection of the Rights of All
Migrant Workers and Members of Their Families). Dalam kontek ini hendaknya
pemerintah segera mengeluarkan Rencana Aksi Nasional Hak AsasiManusia 2009
– 2014.

2.Perlu ditinjau kembali pendekatan hukum yang represif dalam penyelesaian


konflik politik diPapua yang diterapkan saat ini. Langkah yang dilakukan sekarang
lebih banyak melahirkankekerasan dan jatuhnya korban. Komnas HAM
mendesak perlunya dilakukan langkah-langkah politik daripada hukum dalam
penyelesaian konflik di Papua. Langkah dialog atau perundingansudah harus
dipikirkan oleh pemerintah.
3.Penuntasan berbagai bentuk kasus pelanggaran hak asasi manusia merupakan
kewajiban pemerintah, oleh karena itu, Komnas HAM mendesak agar
pemerintah secara berkalamenginformasikan kepada publik mengenai status
perkembangan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
ditangani. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikankeyakinan kepada
masyarakat tentang tidak adanya kemungkinan untuk menutupi
keterlibatanaparatur pemerintah serta menjamin tidak adanya praktik-praktik
impunity bagi mereka yangterlibat. Langkah ini juga menjadi penting dalam
rangka terus membangun suatu kepercayaan publik terhadap kesungguhan
pemerintah untuk melindungi, menegakkan, memajukan danmemenuhi hak
asasi manusia.Tapi, yang jelas penegakan HAM tidak akan terlaksana tanpa
adanya partisipasi dan dukunganmasyarakat kepada pemerintah, dan juga
keseriusan pemerintah dalam menegakan HAM, karena itu merupakan hak dasar
setiap orang.

Kasus pelanggaran HAM dapat terjadi di lingkungan apa saja, termasuk di


lingkungan sekolah. Sebagai tindakan pencegahan maka di lingkungan sekolah
antara lain perlu dikembangkan sikap dan perilaku jujur, saling menghormati,
persaudaraan dan menghindarkan dari berbagai kebiasaan melakukan tindakan
kekerasan atau perbuatan tercela yang lain. Misalnya, dengan mengembangkan
nilai-nilai budaya lokal yang sangat mulia. Sebagai contoh masyarakat Sulawesi
Selatan menganut budaya “Siriq”. Budaya ini mengedepankan sikap sipakatau
atau saling menghormati serta malu berbuat tidak wajar di depan umum.

Upaya penegakan terhadap kasus pelanggaran HAM tergantung pada apakah


pelanggaran HAM itu masuk kategori berat atau bukan. Apabila berat, maka
penyelesaiannya melalui Peradilan HAM, namun apabila pelanggaran HAM
bukan berat melalui Peradilan Umum. Kita sebagai manusia dan sekaligus
sebagai warga negara yang baik, bila melihat atau mendengar terjadinya
pelanggaran HAM sudah seharusnya memiliki kepedulian. Meskipun
pelanggaran itu tidak mengenai diri kalian atau keluarga kalian. Kita sebagai
sesama anak bangsa harus peduli terhadap korban pelanggaran HAM atas
sesamanya. Baik korban itu anak, wanita, laki – laki, berbeda agama, suku dan
daerah semua itu saudara kita. Saudara kita di Merauke – Papua menyatakan
“IZAKOD BEKAI IZAKOD KAI” (satu hati satu tujuan) .

Kepedulian kita terhadap penegakan HAM merupakan amanah dari nilai


Pancasila yakni kemanusiaan yang adil dan beradab yang sama – sama kita
junjung tinggi, karena akan dapat menghantarkan sebagai bangsa yang beradab.
Oleh karena itu sikap tidak peduli harus dihindari.

L. KONSTITUSI NEGARA RI DIPANDANG DARI HUKUM ISLAM

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) menjadi lembaga negara


yang termasuk paling banyak menyita perhatian publik beberapa waktu
belakangan. Salah satunya yang membuat publik tercengang adalah ketika MK
secara langsung memutarkan rekaman penyadapan pembicaraan Anggodo
dalam kasus Anggoro Widjojo yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Selain itu, banyak juga keputusan-keputusan MK yang dipandang
banyak pihak sebagai langkah yang cukup revolusioner di tengah-tengah sorotan
negatif terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia. Perihal konstitusi ini
ternyata telah ada di dalam Islam jauh sebelum mahkamah konstitusi
diperkenalkan pertama kali di Australia pada sekitar tahun 1919. Ide konstitusi
tersebut ada di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum utama dalam Islam.

Demikian disampaikan oleh Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum., Hakim


Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Kuliah Umum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bertajuk “Asas-
Asas Hukum Modern dan Pengujian Peraturan Dalam Islam” yang
diselenggarakan di Kampus Terpadu UMY, Sabtu (20/02).

Lebih lanjut, Alim menyatakan bahwa Indonesia memang bukanlah Negara yang
menganut hukum Islam sepenuhnya. Indonesia adalah Negara hukum yang
semua kebijaksanaan, baik yang sedang berjalan atau akan berjalan, harus
didasarkan pada hukum. Namun, dengan jumlah pemeluk agama Islam
terbanyak di dunia, mau tidak mau, banyak hukum positif yang dipengaruhi oleh
hukum Islam.

Faktor kondisi sosiologis masyarakat setempat yang mayoritas muslim


memberikan pengaruh pada setiap penyusunan peraturan perundang-undangan
di Indonesia. Hukum Islam jelas-jelas memberikan banyak kontribusi terhadap
hukum positif di Indonesia. Terbukti dari banyaknya produk perundang-
undangan yang dibuat untuk mengatur kehidupan berbangas dan bernegara
oleh pemerintah yang mengacu kepada hukum Islam. Termasuk di dalamnya
adalah masalah hukum konstitusi.

Alim menerangkan bahwa setiap sistem hukum, baik civil law system, common
law system, ataupun socialist legalis, pasti mempunyai asas-asas hukum. “Asas-
asas hukum inilah yang merupakan kebenaran yang dipergunakan sebagai
tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam penegakan dan
pelaksaan hukum. Tanpa adanya asas hukum, maka tidak akan ada sistem
hukum,” tuturnya.

Asas-asas hukum yang digunakan dalam hukum positif telah ada di hukum Islam
jauh sebelum adanya hukum positif tersebut. Misalnya asas keadilan. Asas
keadilan ini adalah asas yang sangat penting, bahkan sampai dikatakan
merupakan asasnya semua asas hukum Islam. Namun perlu diperhatikan, mana
yang dapat dikatakan sebagai adil.

Keadilan prosedur/formal berarti harus ada kesamaan perlakuan terhadap kedua


belah pihak. Sedangkan keadilan substantif mengarah kepada hal yang
sepatutnya atau seharusnya, bukan pada persamaan.

Dalam teori ilmu hukum, disebutkan bahwa dasar berlakunya sebuah peraturan
hukum adalah berjenjang. “Aturan yang rendah mendapat keabsahan
berlakunya pada aturan yang tinggi, aturan yang tinggi tersebut tidak bisa
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.

M. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI DAN FUNGSINYA DALAM


PENYELENGGARAAN NEGARA

Tugas dan Wewenang

 Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:


 Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
 Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
 Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan
pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah;
pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah)
 Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
 Menetapkan UU bersama dengan Presiden
 Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang
diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:

 Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)


 Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait
pajak, pendidikan dan agama
 Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara yang disampaikan oleh BPK
 Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun
terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait
dengan beban keuangan negara

Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:

 Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan


pemerintah
 Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh
DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan,
pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama)

Tugas dan wewenang DPR lainnya, antara lain:

 Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat


 Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang
ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan
memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
 Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian
amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan
duta besar lain
 Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
 Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung
yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
 Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke
Presiden

N. PELAKSANAAN PILPRES, PILEG KABUPATEN/KOTA/PROV DAN PIL DPD


SEBAGAI IMPLEMENTASI DARI POLITIK DEMOKRASI

Indonesia menyelenggarakan pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres),


anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota (pileg) secara
serentak pada tanggal 17 April 2019. Ini adalah pengalaman pertama kita dalam
menyelenggarakan pemilu secara serentak berdasarkan Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) No. 14/PUU-XI/2013. Terdapat tiga pertimbangan yang digukaan
oleh MK ketika memutuskan penyelenggaraan pilpres dan pileg secara
serentak.Pertama adalah kesesuaian dengan sistem pemerintahan presidensial.
Terdapat beberapa pertimbangan lanjutan di bagian ini yang diantaranya adalah
memperkuat sistem presidensial, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan
terkait dengan dukungan dari rakyat dan dari partai politik kepada presiden,
menghindari negosiasi dan tawar menawar politik secara taktis demi
kepentingan sesaat, mendorong penyederhanaan partai politik, dan
pembentukan koalisi permanen. Kedua adalah dari sisi original intent dan
penafsiran sistematik terkait dengan proses di dalam perumusan amandemen
UUD 1945. Ketiga adalah efisiensi anggaran dan waktu, mengurangi konflik atau
gesekan horizontal di masyarakat serta mendorong hak warga negara untuk
menjadi pemilih yang cerdas. Dengan demikian, pemilu serentak merupakan
rekayasa kelembagaan untuk merealisasikan berbagai tujuan tersebut. Pilpres
2019 merupakan pilpres keempat yang telah diselenggarakan di Indonesia sejak
tahun 2004. Sedangkan Pileg 2019 adalah pileg kelima sejak Pileg 1999 di masa
Reformasi ini. Dengan demikian, Indonesia telah memiliki pengalaman panjang
dalam menyelenggarakan pilpres dan pileg secara langsung. Secara substantif,
pemilu sendiri sebenarnya merupakan wujud dari pelaksanaan hak politik warga
negara. Lebih spesifik, hak politik itu diwujudkan dengan hak memilih dan hak
dipilih. Dengan melihat proses penyelenggaraan pemilu, kita dapat mengetahui
sejauhmana pelaksanaan hak politik warga negara. Lantas, sejauhmana
penyelenggaraan Pemilu 2019 secara serentak telah menjamin hak politik warga
negara? Apa saja masalah, kendala dan tantangan yang dihadapi dalam proses
penyelenggaraan Pemilu 2019? Selain itu, apa saja capaian-capaian yang telah
dilakukan dalam Pemilu 2019? Juga, apa saja yang perlu dilakukan ke depan
dalam rangka lebih menjamin pelaksanaan hak politik warga negara di pemilu?
Buku ini bertujuan untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Dalam
melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, dengan demikian,
buku bunga rampai ini fokus pada topik pelaksanaan hak memilih dan hak
dipilih. Selain itu, dalam melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan Pemilu
2019, kumpulan tulisan dalam buku ini juga tidak hanya sekedar menggunakan
pertimbanganpertimbangan MK dalam rekayasa kelembagaan pemilu.

1. Hak Politik dan Pemilu Sebelum melakukan kajian terhadap pelaksanaan hak
politik warga negara di Pemilu 2019, ada baiknya jika kita kembali pada
pemahaman mendasar tentang hak politik dan pemilu. Terdapat relasi dua arah
antara hak politik dan pemilu. Pada satu sisi, pemilu merupakan salah satu
indikator utama untuk melihat sejauhmana hak politik warga negara kemudian
dilaksanakan. Pada sisi yang lain, hak politik sebagai bagian dari hak asasi
manusia merupakan alasan dasar bagi penyelenggaraan pemilu. Secara normatif,
hal tersebut terlihat dari berbagai dokumen yang berusaha untuk menjamin
pelaksanaan hak asasi manusia secara global. Yang pertama adalah di dalam
dokumen Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang diterima dan
diumumkan oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10
Desember 1948. Pasal 21 di dalam dokumen ini menyatakan bahwa: (1) Setiap
orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau
melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas; (2) Setiap orang berhak atas
kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negeranya;
dan (3) Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak
ini harus dinyatakan dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala
dan murni, dengan hak pilih yang bersifat umum dan sederajat, dengan
pemungutan suara secara rahasia ataupun dengan prosedur lain yang menjamin
kebebasan memberikan suara. Ayat (1) tersebut menjamin hak memilih dan
Ayat (2) di atas menjamin hak dipilih. Sedangkan Ayat (3) merupakan alasan
dasar bagi pentingnya pemilu sebagai sarana untuk mendorong kedaulatan
rakyat dalam konteks demokrasi perwakilan sehingga kehendak rakyat menjadi
dasar kekuasaan pemerintah. Yang kedua adalah di dalam dokumen Kovenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang telah ditetapkan oleh Resolusi
Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966. Pasal 24 di dalam
dokumen ini menyatakan bahwa: Setiap warga negara harus mempunyai hak
dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk: a) Ikut serta dalam
pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung ataupun melalui wakil-
wakil yang dipilih secara bebas; b) Memilih dan dipilih pada pemilihan umum
berkala yang murni, dan dengan hak pilih yanguniversal dan sama, serta
dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan
menyatakan keinginan dari para pemilih; dan c) Memperoleh akses pada
pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan dalam arti umum.
Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik telah diratifikasi oleh Indonesia
melalui UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-
Hak Sipil dan Politik. Menurut Davis-Roberts dan Carrol (2009), kedua dokumen
tersebut mengandung dua dimensi yang tidak terpisah satu sama lain. Pertama,
kehendak rakyat seyogyanya menjadi basis bagi pemerintah. Kedua, untuk
melaksanakan hal tersebut, perlu ada pemilu yang menyediakan pilihan yang
sesungguhnya kepada para pemilih dan yang memenuhi esensi fundamental
hak-hak manusia (genuine). Selain itu, pemilu yang ada seyogyanya
diselenggarakan secara berkala. Kedua hal tersebut seharusnya menjadi dasar
bagi semua negara di dunia ini untuk mengambil berbagai langkah yang
diperlukan dalam rangka untuk merealisasikan hakhak politik. Selain itu, semua
negara harus memiliki aturan hukum yang menjamin pelaksanaan hak-hak
politik. Masih menurut Davis-Roberts dan Carrol (2009), semua negara harus
menciptakan empat elemen dasar bagi hak politik, yaitu: 1. Hak memilih yang
luas (universal suffrage), dimana negara menjamin semua pemilih dapat
menggunakan suaranya dalam pemilu sehingga pembatasan hak memilih hanya
dibenarkan dengan alasan-asalan yang memadai dan dengan kriteria-kriteria
yang obyektif; 2. Hak memilih yang sama, dimana nilai hak memilih untuk setiap
orang sama dan pada konteks ini berlaku prinsip satu orang-satu suara-satu nilai
(one person-one vote-one value atau biasa disingkat menjadi opovov); 3.
Pemungutan suara yang rahasia, dimana pemungutan suara harus
diselenggarakan secara rahasia sehingga pemilih dapat leluasa dalam
menentukan pilihannya; dan 4. Pencegahan korupsi, dimana negara (termasuk
penyelenggaran pemilu) harus melakukan berbagai upaya dalam pencegahan
terjadinya korupsi atau bentuk-bentuk lain di dalam konteks penyelenggaraan
pemilu. Di Indonesia, jaminan hak memilih dan hak dipilih diatur di dalam
konstitusi dan berbagai peraturan perundangan yang lainnya. Pasal 6, 6A dan
Pasal 7 juga mengatur mekanisme pencalonan dan pemilu untuk pemilihan
presiden dan wakil presiden (pilpres). Selain itu, Pasal 22E UUD 1945 mengatur
secara umum tentang pemilu. Pengaturan juga terdapat pada Pasal 28D Ayat (3).
Lebih lanjut, hak memilih dan hak dipilih diatur di dalam UU No. 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Beberapa peraturan
perundangan juga sebenarnya mengatur tentang hak dipilih, termasuk di
dalamnya adalah berbagai putusan lembaga peradilan misalnya Mahkamah
Konstitusi, Mahkamah Agung, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan
Negeri. Secara lebih teknis, hak memilih dan hak dipilih kemudian dilaksanakan
oleh lembaga penyelenggara pemilu.
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Negara indonesia adalah suatu negara yang telah merdeka dan diakui oleh
internasional, sebagaimana kita ketahui bahwa yang dinamakan dengan
negara pastilah memiliki atau menganut suatu aturan hukum yang tertinggi
dan aturan ini sering disebut dengan Konstitusi suatu negara baik berupa
aturan hukum tertinggi yang bersifat flaksibel maupun rigid dan aturan
tetinggi ini pastilah berbeda-bedapula antara suatu negara dengan negara
lainnya.
2. Hubungan secara material di antara Pancasila dan UUD 1945 ini akan
mengungkap betapa perumusan dan pemberlakuan Pancasila dan UUD 1945
ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat terlepas di antara satu dengan
yang lainnya.
3. Pilar adalah sebuah tiang penyangga untuk bangunan. Sama dengan halnya
bangunansebuah Negara wajib memiliki pilar yang kokoh supaya Negara
tersebut tidak mudah roboh atauhancur dan tergoyahkan dengan mudah.
Setiap Negara pasti mempunyai pilar dan setiap Negaratersebut pasti
pilarnya berbeda satu dengan yang lainnya.
4. Perbedaan Sistem Demokrasi Liberal Dan Sistem Demokrasi Pancasila

 Dilihat dari segi hukum


 Dilihat dari segi agama
 Dilihat dari segi ekonomi
 Dilihat dari segi praktik ketatanegaraan
 Dilihat dari segi penguasa

5. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Masa Orde Lama

 Masa Demokrasi Parlementer


 Masa Demokrasi Terpimpin

Pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa orde baru telah bertekad


untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan dasar hidup Negara yakni
pancasila dan UUD 1945.

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia Pada Masa Kini (Reformasi)

Mundurnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menandakan berakhirnya


masa orde baru sekaligus menjadi awal keberhasilan gerakan reformasi.
Kursi kepresidenan digantikan oleh Prof. B. J Habibie yang saat itu menjabat
sebagai wakil presiden.

6. Berbagai lembaga survei telah mengumumkan hasil penghitungan cepat


(quick qount) dan menunjukkan kandidat yang meraih perolehan suara
tertinggi. Meski tetap saja, secara resmi kita semua menunggu hasil real
qount dari Komisi Pemilihan Umum.

7. Salah satu keberhasilan era reformasi adalah perubahan UUD 1945.


Walaupun masih memiliki kelemahan, UUD 1945 pasca perubahan telah
meletakkan dasar-dasar kehidupan bernegara dan pembangunan hukum
yang demokratis.
8. Sistem pemerintahan suatu negara pada umumnya akan memiliki satu
sistem dan tujuan pokok yang sudah pasti, yaitu menjaga kestabilan negara
yang bersangkutan. Sistem pemerintahan ini harus mempunyai suatu
landasan yang kokoh, tidak bisa digoyahkan oleh suatu apapun. Sistem
pemerintahan dari suatu negara harus dijauhkan dari sifat statis.

9. Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian bunyi Pasal 1 Ayat (3)
UUD 1945 setelah diamandemen ketiga disahkan 10 Nopember 2001.
Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna, bahwa segala aspek
kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan harus
senantiasa berdasarkan atas hukum.

10. Indonesia merupakan negara yang sangat menghargaikebebasan. Juga,


Indonesia sangat menghargai hak asasi manusia(HAM). Ini bisa dilihat
dengan adanyaTAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM, Undang-Undang No.
39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26/2000 tentang peradilan HAM
yang cukup memadai. Ini merupakan tonggak baru bagi sejarah HAM
Indonesia.

11. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) menjadi lembaga negara
yang termasuk paling banyak menyita perhatian publik beberapa waktu
belakangan. Salah satunya yang membuat publik tercengang adalah ketika
MK secara langsung memutarkan rekaman penyadapan pembicaraan
Anggodo dalam kasus Anggoro Widjojo yang sedang ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

12. Terdapat tiga pertimbangan yang digukaan oleh MK ketika memutuskan


penyelenggaraan pilpres dan pileg secara serentak.Pertama adalah
kesesuaian dengan sistem pemerintahan presidensial. Kedua adalah dari sisi
original intent dan penafsiran sistematik terkait dengan proses di dalam
perumusan amandemen UUD 1945. Ketiga adalah efisiensi anggaran dan
waktu, mengurangi konflik atau gesekan horizontal di masyarakat serta
mendorong hak warga negara untuk menjadi pemilih yang cerdas.

B. SARAN

Makalah ini tidak akan jauh lebih baik tanpa adanya saran dan krtitik dari
pembaca. Maka dari itu penulis berharap pembaca akan memberikan
masukan yang terkait dengan kekurangan dari materinya
DAFTAR PUSTAKA
http://syahrularenahukum.blogspot.com/2013/06/sejarah-perkembangan-dan-
perbandingan.html?m=1
https://guruppkn-com.cdn.ampproject.org/v/s/guruppkn.com/hubungan-pancasila-dengan-
uud/amp?amp_js_v=a3&amp_gsa=1&usqp=mq331AQFKAGwASA
%3D#aoh=15855271400321&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fguruppkn.com%2Fhubungan-pancasila-dengan-uud
https://id.scribd.com/document/406120634/Makalah-Bhinneka-Tunggal-Ika-Sebagai-Salah-
Satu-Pilar-Tegaknya-NKRI-APRILYA
https://belajargiat.id/perbedaan-demokrasi-liberal-dengan-demokrasi-pancasila/
https://belajargiat.id/sejarah-demokrasi/
https://amp.kompas.com/nasional/read/2018/07/02/16343971/pilkada-serentak-dan-
demokrasi-yang-beradab
https://www.zonareferensi.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara/
https://salamadian.com/macam-sistem-pemerintahan-indonesia/
https://www.padamu.net/pengertian-negara-indonesia-adalah-negara-hukum
https://adityaws17.blogspot.com/2013/03/pelaksanaan-ham-di-indonesia.html
https://www.umy.ac.id/hukum-konstitusi-dalam-pandangan-islam.html
http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang
MD. Mahfud.2019.Jurnal Hukum No.3 Vol(16) hal 293-299.
Minan Ahsanul. Wildianti Delia. DKK.2019. Srial Evaluasi Penyelenggaraan Pemilu Serentak
2019 Perihal Pelaksanaan Hak Politik. BAWASLU.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai